Anda di halaman 1dari 16

1.

Bioremediasi Limbah Cair Rumah


Sakit secara Insitu
1.1 Tinjauan Pustaka Limbah Rumah
Sakit
Teknologi pengolahan limbah medis
yang sekarang jamak dioperasikan
adalah tangki septik dan insinerator.
Keduanya sekarang terbukti memiliki
kelemahan. Tangki septik banyak
dipersoalkan karena rembesan air dari
tangki yang dikhawatirkan dapat
mencemari tanah. Terkadang ada
beberapa rumah sakit yang membuang
hasil akhir dari tangki septik tersebut
langsung ke sungai, sehingga dapat
dipastikan sungai tersebut mengandung
zat medis (Zainab, 2009). Insinerator,
yang menerapkan teknik pembakaran
pada sampah medis, juga bukan tanpa
cacat. Badan Perlindungan Lingkungan
AS menemukan teknik insenerasi
merupakan sumber utama zat dioksin
yang sangat beracun. Penelitian terakhir
menunjukkanzat dioksin inilah yang
memicu timbilnya kanker pada tubuh.
Saat ini ditemukaannya teknologi
pengolahan limbah dengan metode
ozonisasi. Salah satu metode sterilisasi
limbah cair rumah sakit yang
direkomendasikan
United
States
Environmental
Protection
Agency
(USEPA) tahun 1999. Teknologi ini
sebenarnya dapat juga diterapkan untuk
mengelola limbah pabrik tekstil, cat,
kulit, dan lain-lain. Proses ozonisasi
telah dikenal lebih dari seratus tahun
yang lalu. Proses ozonisasi atau proses
dengan menggunakan ozon pertama kali
diperkenalkan Nies dari Prancis sebagai

metode sterilisasi pada air minum pada


tahun
1906.
Penggunaan
proses
ozonisasi kemudian berkembang sangat
pesat. Dalam kurun waktu kurang dari
20 tahun terdapat kurang lebih 300
lokasi
pengolahan
air
minum
menggunakan ozonisasi untuk proses
sterilisasinya di Amerika.
Sistem pengolahan limbah cair
lagoon/pond anaerobik terbuka yang
diterapkan dalam merombak kandungan
polutan karbon dan nitrogen menjadi gas
metan, karbon dioksida, amoniak,
hidrogen sulfida dan senyawa lainnya
oleh mikroorganisme anaerobik (Kiely,
1997). Gas-gas tersebut kemudian
terdispersi ke atmosfir/udara terbuka
secara alami. Pengolahan dengan cara
tersebut membutuhkan kolam yang
banyak dan besar sehingga memerlukan
lahan yang luas.
Limbah cair
dipandang sebagai salah satu bahan yang
dapat menyediakan sumber energi
terbarukan (Chaiprasert et al, 2003).
Perombakan sistem pengolahan limbah
cair secara konvensional dapat dilakukan
dengan penerapan sistem aerobik (full
aerobic), tetapi proses tersebut butuh
aerasi dan menghasilkan lumpur dalam
jumlah yang besar yang juga harus
diolah lebih lanjut (Kiely, 1997),
Limbah
rumah
sakit
dapat
dikategorikan sebagai limbah berbahaya
karena
dikhawatirkan
dapat
menyebabkan
penularan
penyakit
tertentu dan kandungan bahan kimianya
yang berbahaya. Salah satu contoh
limbah rumah sakit adalah fenol yang
berperan sebagai desinfektan, fenol

merupakan senyawa dengan gugus OH


yang terikat pada cincin aromatik. Fenol
berbahaya karena dapat menyebabkan
keracunan akut, salah satu cara yang
digunakan untuk menanggulangi bahaya
fenol ini adalah dengan menggunakan
bakteri yang mampu mendegradasi fenol
sehingga menjadi tidak berbahaya.
Dibutuhkan kondisi yang mendukung
pertumbuhan bakteri sehingga dapat
mendegradai fenol dengan optimum,
selain faktor lingkungan, nutrisi juga
merupakan syarat bagi pertumbuhan
bakteri (Azifatul , 2010) Pada tahun
1999, WHO melaporkan di Perancis
pernah terjadi 8 kasus pekerja kesehatan
terinfeksi HIV, 2 diantaranya menimpa
petugas yang menangani limbah medis.

Hal ini menunjukkan bahwa perlunya


pengelolaan limbah yang baik tidak
hanya pada limbah medis tajam tetapi
meliputi limbah rumah sakit secara
keseluruhan. Namun, berdasarkan hasil
RapidAssessment tahun 2002 yang
dilakukan oleh Ditjen P2MPL Direktorat
Penyediaan Air dan Sanitasi yang
melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten
dan Kota, menyebutkan bahwa sebanyak
648 rumah sakit dari 1.476 rumah sakit
yang ada, yang memiliki insineratorbaru
49% dan yang memiliki IPAL sebanyak
36%. Dari jumlah tersebut kualitas
limbah cair yang telah melalui
prosespengolahan yang memenuhi syarat
baru mencapai 52%

Banyak mikroba yang terdapat dalam


air limbah meliputi mikroba aerob,
anaerob, dan fakultatif anaerob yang
umumnya bersifat heterotrof. Semakin
tinggi bahan organik dalam air
menyebabkan
kandungan
oksigen
terlarut semakin kecil, karena oksigen
digunakan
oleh
mikroba
untuk
mengoksidasi bahan organik. Adanya
bahan organik tinggi dalam air
menyebabkan kebutuhan mikroba akan
oksigen meningkat, yang diukur dari
nilai BOD yang meningkat. Untuk
mempercepat perombakan umumnya
diberi aerasi untuk meningkatkan
oksigen terlarut, misalnya dengan
aerator yang disertai pengadukan.
Setelah terjadi perombakan bahan
organik maka nilai BOD menurun
sampai nilai tertentu yang menandakan
bahwa air sudah bersih. Menurut Munir
(2001) bioremediasi merupakan suatu

1.2 Biodegradasi Senyawa Organik oleh


Mikroba
Akhir-akhir
ini
mikroba
banyak
dimanfaatkan di bidang lingkungan,
terutama untuk mengatasi masalah
pencemaran lingkungan, baik di
lingkungan tanah maupun perairan.
Bahan pencemar dapat bermacammacam mulai dari bahan yang berasal
dari sumber-sumber alami sampai bahan
sintetik, dengan sifat yang mudah
dirombak sampai sangat sulit bahkan
tidak bisa dirombak (rekalsitran)
maupun bersifat meracun bagi jasad
hidup dengan bahan aktif tidak rusak
dalam waktu lama (persisten). Dalam hal
ini akan dibahas beberapa pemanfaatan
mikroba dalam proses peruraian bahan
pencemar dan peran lainnya untuk
mengatasi bahan pencemar.

teknik yang efektif dan murah untuk


membersikan tanah dan air yang
terkontaminasi senyawa-senyawa taksik
dan beracun
Peranan
mikroba
dalam
pengendalian limbah organik, setiap sel
tunggal mikroba memiliki kemampuan
untuk
melakukan
aktivitas
kehidupan antara lain dapat
dapat
mengalami pertumbuhan, menghasilkan
energi dan bereproduksi dengan
sendirinya.
mikroba
memiliki
fleksibilitas metabolisme yang tinggi
karena mikroba ini harus mempunyai
kemampuan
menyesuaikan
diri
yang besar sehingga
apabila
ada
interaksi yang tinggi dengan lingkungan
menyebabkan terjadinya konversi zat
yang tinggi pula.
Mikroba yang dikultur berperan
dalam degradasi limbah diantaranya
Lactobacillus spp, yang memfermentasi
senyawa senyawa organik menjadi asam
laktat yaitu dengan cara menghasilkan
enzim tertentu untuk memanfaatkan
bahan organik tersebut menjadi sumber
karbon. Lactoacillus tidak dapat bekerja
sendiri diperlukan mikroba lain yang
dapat bersinergis dalam mendegradasi
limbah diantaranya Apergillus niger
yang berfungsi memfementasi bahan
organik
menjadi senyawa-senyawa
organik (gula dan asam amino) juga
menghasilkan antibiotik. A. niger juga
biasa digunakan untuk produksi enzim
dalam hal ini jarang ditanam pada
substrat solid, namun lebih sering
tumbuh dalam suatu bioreactor, karena
itu jauh lebih menghemat biaya.

Mikroba diatas juga berfungsi untuk


menghasilkan
senyawa-senyawa
antibiotik yang bersifat toksik terhadap
mikroba patogen yang terdapat pada
limbah.
Kehadiran
mikroorganisme
pendegradasi cemaran pada habitatnya
akan mampu melakukan remediasi atau
pemulihan,
tetapi
dalam
jumlah
populasinya yang rendah dan suplemen
tertentu
menyebabkan
kemampuan
remediasinya
rendah.
Keefektifan
bioremediasi sangat ditentukan oleh
konsentrasi
mikroba
pendegradasi
cemaran, kosentrasi cemaran, faktor fisik
dan kimia (Irianto, 2000). Degradasi
bahan pencemaran oleh bakteri Bacillus
sp dipengarhui juga oleh waktu aerasi
yang lakukan (Wahyu, 2008). Aktifitas
mikroba tersebut dapat dilihat dengan
berubahnya kandungan beberapa bahan
kimia limbah seperti
sulfat, fosfat,
amoniak, nitrat, dan dengan mengamati
nilai COD, BOD. Salah satu cara untuk
menghilangkan sulfat, ammonium dan
nitrat dari air dapat menggunakan
suasana yang anaerob maka sulfat
direduksi menjadi gas, dan ammoniak
menjadi nitrat. (Madigan, 2000).

1.3 BAHAN DAN METODE


Sumber Isolat

Isolat diperoleh dari limbah rumah sakit,


tanah dan dari Laboratorium Kesehatan
Medan.
Isolat dari tanah
Salah satu jenis mikroba yang dipakai
dalam
penelitian
ini
adalah
Lactobacillus sp. Teknik isolat yang
dipakai yaitu dengan mengambil tanah
dari
tanah
perkebunan
yang
menggunakan pupuk alami di antaranya
pupuk EM 4. Tanah tersebur diencerkan
dengan air steril kemudian dicampur
dengan menggunakan magnetik stirrer
selama beberapa jam kemudian diambil
10 ml dan dilakukan pengenceran
sampai 10-6, kemudian ditanamkan
dalam median BGLB dan diinkubasi
selama 24 jam. Tabung yang terbentuk
gas diambil 1 ml untuk ditanamkan pada
media Ragosa Agar dan setelah 24- 48
jam masa incubasi diamati pertumbuhan
koloninya dan dibandingkan dengan
kaloni laktobacillus yang telah diketahui,
setelah beberapa kali ulangan dan
didapatkan bentuk koloni yang cocok,
dilanjutkan dengan uji biokimia dengan
gula-gula karena bakteri ini besifat gram
+.tidak dapat menggunakan API E-20
Isolat dan Seleksi Mikroba In-Situ
Sebanyak 1800 ml air limbah dalam
gelas beker 2000 ml diberi aerasi.
Setelah lima hari pengujian dilakukan
untuk mengetahui tingkat degradasi dan
juga mikroba yang masih mampu
bertahan dalam pengujian. Mikroba yang
masih bertahan tersebut diisolasi dengan
cara menumbuhkannya ke dalam laktosa
dan BGLB, kemudian diincubasikan

setalah 24 jam diamati tabung yang


terbentuk gas di dalam tabung durham
ditanamkan ke dalam MC agar setalah
tumbuh koloni dilanjutkan dengan reaksi
biokimia dengan menggunakan API E20 , sejalan dengan itu sebagian koloni
di simpan dalam lemari pendingin. Dari
hasil identifikasi dalam uji pendahulan
ini didapat jenis mikroba adalah
Enterobacter
aerogenes
dan
Enterobacter cloacae.
Isolat Jamur Aspergillus niger
Jamur
yang
dipakai
dalam
penelitian ini adalah Aspergillus niger
yang diisolasi dari kacang tanah. Kacang
tanah yang telah dilepaskan dari kulit
buahnya dipecah dan ditanamkan ke
media meltax agar, kemudian diinkubasi
dalam engkas pada suhu kamar selama
lima hari. Koloni tumbuh diambil
dengan jarum ose koloni yang berwarna
hitam, diletakan dalam obyek glass dan
diberi pewarna untuk lebih muda
mengamatinya. Jamur diidentifikasikan
menunjukan Aspergillus niger
Uji Kemampuan Mikroba
Masing-masing isolat bakteri dan jamur
yang akan dipakai dalam melakukan
perbaikan kualitas limbah Rumah Sakit
ditumbuhkan pada median cair dengan
menggunakan media Nutrain Agar,
Meltax Agar. Isolat diinkubasikan pada
suhu 37C selama 48 jam.Selain jamur,
masing-masing
mikroba
yang
diinkubasikan diambil 1ml dilakukan
pengenceran
sampai
lima
kali
pengenceran, dan ditumbuhkan pada

media
agar
sebar
kemudian
diinkubasikan selalam 48 jam. Jumlah
kolini yang tumbuh dihitung untuk
menentukan berapa banyak (ml) mikroba
yang akan dipakai. Isolat jamur yang
telah diinkubasikan diamati jumlah spora
dengan menggunakan kamar hitung yang
tujuannya untuk mengetahui jumlah
spora per tetes yang akan diambil pada
biakan awal untuk dipakai saat
pengujian.
Pengamatan pH, COD, BOB, NH3
dan PO4.
Pemeriksaan pH
pH
samplel
dilakukan
dengan
menggunakan alat pH meter yaitu
dengan cara mencelupkan alat pH meter
tersebut kedalam sampel yang akan
diperiksa lalu baca berapa pH yang
ditampilkan pada alat tersebut.

Pemeriksaan COD
Prosedur
pemeriksaan
Chemical
Oxygent Demand (COD) Sample air
limbah adalah dengan menggunakan
pipet diambi 2 ml air limbah dan
dimasukkan kedalam testube glass (ked)
yang telah berisi H2SO + Ag Sulfat 3
ml, K2Cr2O7 1ml, sama hanya dengan
blanco masing-masing dibuat duplo.
Kemudian sampel dan blanco diaduk
dan diletakkan kedalam COD EactorE
selama dua jam, kemudian dikeluarkan
dari EactorE COD dan dibiarkan
beberapa menit pada suhu kamar,
kemudian ditritasi dengan larutan
Fe(NH4)2 (SO4)2 6H2O
0,01N dan

ditambah EactorEor ferroin hingga


terjadi perubahan yang jelas dari hijaubiru menjadi coklat kemerahan, hal yang
sama di lakukan untuk pemeriksaan
blanko.
Perhitungan ; COD (mg/l) = (a b). N x
8000
C
Pemeriksaa BOD
Biological Oxygen Demand (BOD)
adalah suatu analisa empiris yang
mencoba mendekati secara global proses
mikrobiologis yang benar-benar terjadi
dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan
untuk menentukan beban pencemaran.
Prosedur pemeriksaan BOD adalah
sebagai berikut:Sample air limbah
sebanyak 1000ml di masukan kedalam
gelas piala, netralkan pH dengan Buffer
( pH 6,5 7,5 ), sample diencerkan
dengan aquadest sebanyak 1000ml,
kemudian diaerasi selam 10 menit,
sample dimasukkan kedalam botol
winkler sebanyak dua botol, satu botol
di simpan dalam incubator selama lima
hari, satu lainnya di periksa kandungan
oksigen terlarutnya (DO), setelah lima
hari sample yang disimpan dilakukan
pemeriksaan DO, hal yang sama
dilakukan pada blanko, pengukuran DO
dengan menggunakan DO meter.
Peritungan : BOD = ( C0 C5) K
(AP0 AP5) x P.
Pemeriksaan NH3
Sebelum melakukan pemerikaan , pH
sample air dinetralkan terlebih dahulu
dangan buffer solusion,
kemudian
diambil 25 ml sample dan di masukan

kedalam gelas ukur tambahkan Kalium


Natrium tetarat 2 tetes, kemudian
tambahkan regensia Nesel 1 ml , aduk
hingga rata dan didiamkan selama 10
menit, kemudian tuangkan sampel
kedalam tube dan letakkan pada alat
Speltrato cari untuk membaca amaniak
test dan baca hasil yang ditunjukan alat
tersebut.

kualitasnya)
diberi
aerasi
dan
ditambahkan bakteri dan jamur yang
telah disiapkan dan diketahui masing
masing jumlah tiap ml atau tetesnya,
sebelumnya juga dilakukan pemeriksaan
pH, dan dibiarkan selama 6 hari. Untuk
mengurangi tingkat kesalahan dilakukan
dengan tiga kali ulangan.pelaksanaan
kerja dengan gambar terlampir.

Pemeriksaan Fosfat (PO4)

1.4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Anlisis
fosfat
dilakukan
dengan
menggunakan kit fosfat tes, yaitu sampel
diambil sebanyak 5 ml masukkan
kedalam testube, tambahkan 5 tetes
PO4-1 dan PO-2 satu sendok (sendok
takar yang tersedia pada bahan), diaduk
hingga rata, kemudian didiamkan selama
5 menit dan tuangkan sampel kerkurfit
10 ml, lalu dimasukkan kedalam alat
Fosfat tes dan lihat julah fosfat pada
layar.

Pengujian pH

Pengamatan Suhu, Warna dan Bau.


Parameter fisik air limbah yang diamati
adalah suhu, warna dan bau. Pada
pengamatan fisik air limbah sebelum dan
sesudah
perlakuan
seperti
suhu
dilakukan
dengan
termometer,
sedangkan untuk warna dan bau hanya
secara
pengamatan
visual
dan
penciuman.
Uji Laboratorium.
Pengujian aktivitas dari mikroba dalam
melakukan perbaikan kualitas limbah
Rumah
Sakit
dilakukan
dengan
menyiapkan empat buah beker glass
ukuran 2000 ml, dimasukan sebanyak
1800 ml air limbah (telah diketahui

pH yang merupakan salah satu faktor yang


menentukan baik tidaknya suatu keadaan
lingkungan perairan terutama dari hasil
suatu pengolahan limbah berbahaya apabilah
standard pH air limbah yang dibuang ke
lingkungan luar tidak memenuhi standart
yang telah di tentukan oleh Kementrian
Lingkungan
Hidup
KEP:
58/MENLH/12/1995 yaitu antara pH 6 - 9.
Dari hasil yang didapat pada penelitian ini
pH air limbah yang di awal sekitar 7.3
menjadi 7.1 (gambar 1)
Hanya beberapa bakteri yang bersifat toleran
terhadap
kemasaman,
misalnya
Lactobacilli,Jamur umumnya dapat hidup
pada kisaran pH rendah.
7.30
7.20
pH

7.10

pre
post

7.00
A

Perlakuan

Gambar 1. Hasil pengukuran parameter pH


sebelum dan setelah perlakuan,(A) kontrol=
limbah RS, (B) Limbah + mikroba uji 10 7,
(C) Limbah + Mikroba Isolat 107. (D)
Limbah + (Mikroba uji & Isolat 10 7).
Keterangan: grafik pada perlakuan berbeda
yang diikuti oleh huruf yang sama, berbeda
tidak signifikan (p<0,05).

Pengujian BOD
Perbedaan juga terlihat pada
konsentrasi BOD, dimana Angka BOD
adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi)
hampir semua zat organik yang terlarut dan
sebagian zat -zat organik yang tersuspensi
dalam air, hal ini menunjukan bawa kerja
dari bakteri terutama yang ditambahkan
bakteri lokal dan bakteri uji (konsorsium)
atau dengan kode D, anpak jelas
perbedaanya dangan control (gambar 2) Hal
ini juga membuktikan lingkungan yang ada
cukup baik bagi mikroba untuk berkerja
karena adanya bantuan dari jamur yang
dimasukan yang menghasilkan anti biotok
dan juga enzim dari bakteri lactobacillus
yang dapat menekan bakteri yang bersifat
patogen dalam air limbah tersebut. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Yuli Gunawan (2006) bila suatu badan

air d icemari oleh zat organis, bakteri dapat


menghabiskan oksigen terlarut dalam air
selama proses oksidasi tersebut yang dapat
mengakibatkan kematian biota dalam air dan
keadaan menjadi anaerob dan dapat
menimbulkan bau busuk pada air tersebut,
semakin besar angka BOD maka
menunjukkan bahwa derajat pengotoran
limbah adalah semakin besar. Sebagai hasil
oksidasi akan terbentuk CO2, air dan
amonia.
Mikroorganisme pada awalnya
menggunakan bahan organic secara cepat
untuk metabolisme serta pembentukan sel
akan menyebabkan meningkatkan BOD
dalam 1 -3 hari. Sesudah bahan organik
dicerna, maka kebutuhan akan oksigen akan
turun. Reaksi biologis pada tes BOD
dilakukan pada temperatur inkubasi 200 C
dan dilakukan selama 5 hari, mengingat
bahwa dengan waktu tersebut sebanyak 60
-70% kebutuhan terbaik karbon dapat
tercapai, hingga mempunyai istilah BOD 205.
Sehingga jumlah zat organis yang ada
didalam air diukur melalui jumlah oksigen
yang dibutuhkan bakteri untuk mengoksidasi
zat organis tersebut, kemudian indikasi
kandungan zat organik dapat ditentukan,
makin banyak kebutuhan oksigen yang
dibutuhkan bakteri untuk menguraikannya,
maka semakin tinggi harga BOD.

250
200
150
BOD5 (mg/L) 100
50
0

pre
post
A B C D

Perlakuan

CO2, H2O dan senyawa organik, dan


mengakibatkan
berkurangnya
oksigen
terlarut dalam air. Jumlah oksigen terhitung
jika komposisi zat organis terlarut telah
diketahui dan dianggap semua C, H, dan N
habis teroksidasi menjadi CO2, H2O, dan
NO3. dari hasil penelitian yang dilakukan
juga dapat terlihat adanya perubaha yang
cukup baik dari pada control dan ini juga
terjadi pada perlakuan D dan B dimana
penurunan terjadi 100%. (gambar 3)
500
400
300
COD (mg/L) 200
100
0

pre
post
A B CD

Gambar 2. Hasil pengukuran parameter


BOD sebelum dan setelah perlakuan,(A)
kontrol= limbah RS, (B) Limbah + mikroba
uji 107, (C) Limbah + Mikroba Isolat 107.
(D) Limbah + (Mikroba uji & Isolat 10 7).
Keterangan:

Perlakuan

grafik pada perlakuan berbeda yang diikuti


oleh huruf yang sama, berbeda signifikan
(p>0,05).

Pengujian COD
Untuk pengurangan konsentrasi
COD, damana COD adalah jumlah oksigen
yang diperlukan agar bahan buangan yang
ada didalam air dapat teroksidasi melalui
reaksi kimia. Angka COD merupakan
ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat
organis yang secara alamiah dapat
dioksidasi melalui mikrobiologis menjadi

Gambar 3. Hasil pengukuran parameter


COD sebelum dan setelah perlakuan,(A)
kontrol= limbah RS, (B) Limbah + mikroba
uji 107, (C) Limbah + Mikroba Isolat 107.
(D) Limbah + (Mikroba uji & Isolat 10 7).
Keterangan:

grafik pada perlakuan berbeda yang diikuti


oleh huruf yang sama, berbeda signifikan
(p>0,05).

Pengujian NH3
Gambar 4. Hasil pengukuran parameter
NH3 sebelum dan setelah perlakuan,(A)
kontrol= limbah RS, (B) Limbah + mikroba
uji 107, (C) Limbah + Mikroba Isolat 107.
pre (D) Limbah + (Mikroba uji & Isolat 10 7).
post Keterangan:

40
30
NH3-N (mg/L)

20
10
0
A B C D
Perlakuan

Perubahan
kosentrasi
Amoniak
(NH3)dimana amoniak terdapat secara alami
dalam berbagai konsentras pada air tanah,
air permukaan, dan air buangan. Amonia
dapat juga berasal dari reduksi senyawa
organik yang mengandung nitrogen,
deaminasi senyawa amina, hidrolisa urea,
dan akibat penggunaannya untuk deklorinasi
dalam instalasi pengolahan air. serta juga
dihasilkan dari perombahakan bahan bahan
kimia oleh kerja dari mikroba yang ada,
untuk itu pada penelitian ini di berikan
bakteri dari golongan Enterobacter yaitu, E.
Cloakae dan E. Aregenes dimana salah satu
dari kerja bakteri ini adalah merombak
amonik menjadi nitrat dengan istilah yang
kita kenal nitrifikasi. Amonia bersifat sangat
toksik terhadap banyak organismeterutama
ikan dan invertebrata, sedangkan amonium
(NH 4+)bersifat kurang toksik. Kosentrasi
amoniak didalam air juga tergantung tingkat
pH dan temperatur dimana semakin tinggi
nilai pH dan temperatur semakin tinggi pula
konsentrasi amoniak (gambar 4)

grafik pada perlakuan berbeda yang diikuti


oleh huruf yang sama, berbeda signifikan
(p>0,05).
Pengujian Phospat
Kosentrasi phospat dalam penelitian
ini menunjukan angka yang tidak berbeda
cukup nyata dikarenakan dalam hal ini
phospat tidak didegradasi melainkan
terpakai sebagai bahan nutrisi bagi alga yang
ada pada air limbah tersebut. Keberadaan
fhospat di dalam air limbah tersebut berasal
dari bahan diterjen dan juga air seni yang
dikeluarkn oleh manusia melalui urien,
dimana rata-rata seorang 1,5 gram/hari.
Pertumbuhan tanaman dalam air dapat
dibatasi oleh beberapa faktor seperti cahaya
dan karakteristik fisik air tersebut. Pada
banyak kasus, faktor pembatas tersebut
adalah
ketersediaan nutrisi anorganik
terutama fosfat. Semakin banyak nutrisi
yang masuk dalam badan air, semakin besar
pertumbuhan
tanaman,
sehingga
karakteristik biologi badan air dapat
berubah.

Buangan organik dalam air adalah


sumber nutrisi yang penting bagi tanaman
karena dekomposisi materi organik akan
menghasilkan fosfat, nitrat, dan nu trisi lain
yang dibutuhkan oleh tanaman. Peningkatan
pertumbuhan tanaman secara berlebi han
dapat merugikan. Konsentrasi oksigen
terlarut dalam air (DO) menurun, bukan
hanya pada malam hari ketika tanaman tidak
berfotosintesa, tapi juga pada siang hari
karena pertumbuhan tanaman di permukaan
mengurangi penetrasi cahaya matahari
dalam air. Selain itu, algae boom
(pertumbuhan ganggang secara. berlebihan)
juga menimbulkan pencemaran warna, bau,
dan menghasilkan racun yang berbahaya
bagi ikan dan invertebrata. Penentuan fosfat
telah menjadi perhatian para ahli lingkungan
karena
keberadaannya
mempengaruhi
fenomena-fenomena yang berhubungan
dengan bidang yang mereka geluti. Bentuk
senyawa anorganik fosfor yang penting
adalah fosfat, terutama polifosfat dan fosfat
terkondensasi (tidak terikat dengan materi
organic).
Organisme yang digunakan dalam
proses pengolahan air buangan secara
biologi memerlukan sejumlah tertentu fosfor
untuk reproduksi dan sintesa sel baru.
Namun limbah yang mengandung fosfor
dalam jumlah yang jauh lebih besar dari
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan
besarnya kandungan fosfat dalam efluen
pengolahan biologi air limbah rumah sakit
yang pada akhirnya juga dapat menjadi
toksik bagi mikroba yang ada dan iar limbah
akan menjadi bau, namun dari hasil
penelitian baik itu secara laboraorium
ataupun secara aplikasi langsung yang

dilakukan, bau yang dihasilkan tidak


menggangu penciuman. Hasil pengukuran
parameter phaspat pada penelitian ini dapat
dilihat pada gambar 5.
15
10
PO4 (mg/L)

pre
post

0
A B C D
Perlakuan

Gambar 5. Hasil pengukuran parameter


phospat sebelum dan setelah perlakuan,(A)
kontrol= limbah RS, (B) Limbah + mikroba
uji 107, (C) Limbah + Mikroba Isolat 107.
(D) Limbah + (Mikroba uji & Isolat 10 7).
Keterangan:
grafik pada perlakuan berbeda yang diikuti
oleh huruf yang sama, berbeda tidak
signifikan (p<0,05).

1.5 KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Berdasarkan hasi penelitian yang telah


dilakukan dapat diambil kesimpulan :
1.Dihasilkan bakateri isolasi dari limbah
yaitu bakteri adalah Enterobakter cloacae,
Enterobakter aerogenes dan bakteri uji yaitu
Lactobacillus sp., serta jamur Aspergillus
niger,.
2.Adanya penurunan kadar BOD, COD serta
NH3, yang cukup baik pada perlakuan D, B
dan C
3.Pada uji statistic terutama pada aplikasi
langsung terjadi penurunan tidak berbeda
nyata antara sebelum dan sesudah perlakuan
hal ini dikarenakan jumlah ulangan yang
kurang banyak
4.Perbaikan mutu yang paling baik pada
perlakuan konsersium antara baktri hasil
isolasi dengan bakteri dan jamur uji
5.Penurunan jumlah fosfat sangat kecil hal
ini karena fospat tidak didegradasi
melainkan hanya terpakai untuk nutrisi bagi
mikroba yang ada

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut terhadap jumlah mikroba isolasi dan
mikroba uji dan dilakukan pengujian untuk
setiap masing masing mikroba terutama
dengan terlebih dahulu menggunakan jamur
baru setelah beberapa hari baru di
tambahkan bakteri hal ini untuk lebih
mengurangi jumlah bakteri pathogen akibat
dari antibiotic yang dihasilkan.

2. Bioremediasi Senyawa Diazonin


secara
exsitu
Menggunakan
Mikroba Indigenous Isolat B3
2.1 Tinjauan Pustaka
Pestisida aalah nama umum
yang diberikan kepada semua zat
yang
digunakan
untuk
membunuh atau mengendaikan
hama.
Menurut
peratuan
pemerintah RI No 7 tahun 1973,
yang dimaksud dengan pestisida
adalah semua jenis zat kimia dan
bahan-bahan lain serta jasadjasad renik dan virus yang
digunaka untuk :
1. Memberantas atau mencegah
hama dan penyakit yang
merusak tanaman, bagianbagian tanamanatau hasilhasil pertanian
2. Memberantas rerumputan
3. Mematikan
daun
dan
mencegah pertumbuhan yang
tidak diinginkan
4. Memberantas atau mencegah
hama luar pada hewan
piaraan dan ternak
5. Memberantas atau mencegah
hama-hama air
6. Mengatur dan merangsang
pertumbuhan tanaman atau
bagian-bagan tanaman, tidak
termasuk pupuk
7. Memberantas atau mencegah
binatang-binatang dan jasad-

jasad
renik
dalam
rumah,bangunan, dan alatalat pengangkutan
8. Memeberantas
atau
mencegah binatang-binatang
yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman,
tanah, dan air
Pestisida organofosfat terdiri
dari satu gugus atau lebih fosfor
yang terikat pada molekul
organic. Organofosfat merupakan
ester dari asam fosfat (P=O) atau
asam fosforotionat (P=S) dengan
struktur
umum
sepertipada
gambar

R1 dan R2 biasanya gugus


fungsi yangberantai pendek
(OCH3,OC2H5,CH3,
dan
sebagianya),
sedangkan
X
sebagai gugus pergi yang
nantinya bereaksi denan enzim
asetilkolinesterase(Hassall,
1982).
Pestisida organofosfat secara
umum bersifat mengambat enzim
asetilkolinesterase. Enzim in
berfungsi memutuskan transmisi
impuls saraf asetilkolin. Sekali
impuls
saraf
disalurkan,

asetilkolin
yang
dilepas
dihidrolisis
oleh
asetilkolinesterase menjadi asam
aseta dan kolin di tempat itu.
Dengan
adanya
senyawa
organofosfat di dalam tubuh
organsime, enzim tersebut akan
diikat dan mengalami inaktivasi
sehingga
terjadi
akumulasi
asetilkolin. Apabila keadaan ini
berlaku, pengaliran sinyal-sinyal
akan terganggu meskpun asetil
kolin terus berfungsi. Asetilkolin
yang ditimbun dalam susunan
saraf pusat akan menginduksi
tremor, inkoordinasi, kejangkejang, dan lain-lain. Tandatanda keracunan pestisida atau
residu pestisida golongan ini
adalah mual, muntah, sakit
kepala, gangguan penglihatan,
sesak nafas, diare, terjadi
kelumpuhan otot-otot rangka,
dan akhirnya terjadi kematian.
Pestisida yang termasuk
golonganorgano fosfat adalah
parathion,
diazonin,
metamidofos,metildation,melatio
n, asefat, dan triklorfon.
Diazonin
merupakan
insektisida
golongan
organofosfat
yang
dapat
digunakan untuk memberantas
atau mengendalikan hama-hama
tanaman seperti kutu daun, lalat,
wereng padi, kembang penegerek
padi, dan sebagainya. Diazonin
banyak digunakan dipertanian
seperti pada tanaman buah, padi,

tebu, jagung, tembakau, dan


tanaman holtikultura karena
kemampuannya sebagai inhibitor
asetilkolinestarase pada sebagian
besar srangga (Zhang dan
Pehkonan, 1999).
Nama kimia diazonin adalah
O,O dietil-O[2-isopropil-4-metil6-pirimidin]-fosforotionat
dengan
rumus
molekul
C12H21N2O2PS.

c. analisis degradasi diazonin dengan


KLT
untuk hasil anlisis sampl
senan KLT dapat dilihat pada gambar
10.

Menurut Bollag(1974), reaksi transformasi


enzimatik oleh mikroba terhadap diazonin
terjadi melalui reaksi primernya adalah
hidrolisis yang diikuti oleh reaksi
pemecahan rantai cincin diazonin, sehingga
diazonin aqkan didegradasi menjadi 2isopropil-4-metil-6-pirimidinol(IMP)
dan
tiofosfonat. Produk hasil metabolism mikrob
tersebut (IMP) diidentifikasikan sebagai
senyawa yang sifat toksiknya menurun
dibandingkan dengan senyawa asalnya
(diazonin).
KESIMPULAN
Isolat B3 mampu hidup dalam lingkungan
yang mengandung pestisida diazonin
denganonsentrasi hingga 200 ppm. Pestisida
yang terdapat di lingkungan hidup mikrob
dimanfaatan oleh mikrob tersebut (isolate
B3) sebagai substrat untuk pertumbuhan da
energy.

Pada gambar 10, secara kualitatif


terlihat adnya dua spot senyawa yang
terbentuk pada control (media yang
ditambahkan diazonin 100 ppm) dan sampel
(media yang berisi 100 ppm diazonin yang
telah diinokulasi dengan isolate B3). pada
control, spot yang terbentuk memiliki nilai
Rf masing-masing 0,59 dan 0,87 (sama
dengan nilai Rf dari diazonin). Pada sampel,
spot terbentuk memiliki nilai Rf 0,35 dan
0,87 (sama dengan nilai Rf dari diazonin).
Spot dengan Rf 0,35 ini adalah
kemungkinan spot senyawa hasil degradasi
diazonin oleh isolate B3.

Setelah diinkubasi selama 78jam,


konsentrasi diazonin yang tersisa adalah
22,59 ppm (berkurang 54,82%) untuk media
yang berisi 50 ppm diazonin, 20,34 ppm
(berkurang 79.66%) untuk media berisi 100
ppm diazonin, dan 126,50 ppm (berkurang
36,75%) untuk media dengan 200 ppm
diazonin.
Kromatogram sampel pada jam ke78 dari hasil analisis dengan KCKT dan
KLT menunjukkan terbentuknya senyawa
hasil degradasi diazonin oleh isolate B3,
namun jenis senyawanya belum dapat
ditentukan
SARAN
Penelitian ini perlu ditindaklanjuti dengan
melakukan identifikasi dan pemurnian isoat

B3. selainitu perlu dilakukan uji toksisitas


dan identifikasi produk-produk degradsai
diazonin.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Abdul. t.t. Perbaikan Mutu Limbah Cair Rumah Sakit Dengan Beberapa Isolat Miroba.
http://abdulkarim.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/326/2015/03/JURNAL-1.docx.
(DIAKSES 6 DESEMBER 2015)
Ningsih, Dian. 2001. Bioremediasi Diazonin secara Exsitu menggunakan mikrob isolate B3.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/13394/G01dni.pdf;jsessionid=9AA516D8
0A2C9111AE9175A8522837EE?sequence=1. (DIAKSES 6 DESEMBER 2015)

Bioremediasi Insitu Limbah Cair Rumah Sakit dan Bioremediasi Exsitu


Senyawa Diazonin

TUGAS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bioteknologi Lingkungan
yang diberikan oleh. Ir. Unung Leo Anggraini, MT

Oleh
Wynne Raphaela NIM 131424027

Kelas 3A Teknik Kimia Produksi Bersih

PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2015

Anda mungkin juga menyukai