Anda di halaman 1dari 13

DASAR DASAR PENGANGGARAN PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu lembaga akan dapat berfungsi dengan adanya system manajemen yang
didukung dengan sumber daya manusia, dana/biaya, dan sarana prasarana. Sekolah
sebagai satuan pendidikan juga harus memiliki tenaga (kepalasekolah, wakil kepala
sekolah, guru, tenaga administratif, laboran, pustakawan, dan teknisi sumber belajar),
sarana (bukupelajaran, buku sumber, buku pelengkap, buku perpustakaan, alat peraga,
alat praktik, bahan), dan prasarana (tanah, bangunan, laboratorium, perpustakaan,
lapanganolahraga), serta biaya yang mencakup biaya investasi (biaya untuk keperluan
pengadaan tanah, pengadaan bangunan, alat pendidikan, termasuk buku-buku dan biaya
operasional baik untuk personil maupun nonpersonil).Biaya untuk personil antara lain
untuk

kesejahteraan

dan

pengembangan

sedangkanuntukbiayanonpersonilberupapengadaanbahan

dan

profesi,
pemeliharaan,

dankegiatanpembelajaran.
Pendidikan dipandang sebagai sektor publik yang dapat melayani masyarakat
dengan berbagai pengajaran, bimbingan, dan latihan yang dibutuhkan oleh peserta didik.
Managemen pembiayaan dalam lembaga pendidikan berbeda dengan managemen
pembiayaan perusahaan yang berorientasi laba. Organisasi pendidikan dikategorikan
sebagai organisasi publik yang non laba. Oleh karena itu managemen pembiayaan
memiliki keunikan sesuai dengan misi dan karakteristik pendidikan. Sehingga dalam
makalah ini membahas tentang penganggaran pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Penganggaran
Untuk mencapai sasaran berbagai kegiatan di bidang pendidikan baik yang
diselenggarakan di sekolah maupun di luar sekolah sangat tergantung kepada pembiayaan
(pengalokasian anggaran) guna membiayai berbagai kegiatan tersebut. Namun sampai
saat ini belum ada satu sistem penganggaran yang dapat dipakai sebagai pedoman pokok
dalam pengelolaan keuangan pendidikan, termasuk pedoman pokok pengelolaan
keuangan sekolah. Yang ada baru mekanisme penganggaran, yaitu mekanisme
penganggaran rutin untuk membiayai kegiatan-kegiatan pendidikan yang bersifat rutin
(berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun) dalam bentuk Usulan Kegiatan Operasional
Rutin (UKOR) dan mekanisme penganggaran pembangunan untuk membiayai kegiatankegiatan pendidikan yang bersifat investasi dalam bentuk Usulan Kegiatan Operasional
Pembangunan (UKOP). UKOR dan UKOP ini di tingkat pusat (unit utama Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan) dilakukan proses pengolahan, analisis, dan pembahasan
yang selanjutnya dikembalikan lagi ke bawah berupa Daftar Isian Kegiatan (DIK) untuk
kegiatan rutin, dan Daftar Isian Proyek (DIP) untuk kegiatan pembangunan.
Pada kenyataannya sering dirasakan bahwa antara UKOR dan DIK serta antara
UKOP dan DIP alokasinya kurang rasional dan kurang proporsional, sehingga tampak
bahwa pengalokasian itu tidak didasarkan kepada kebutuhan nyata di lapangan, dan tidak
diukur berdasarkan besaran satuan yang ada. Dapat pula dikatakan bahwa usulan alokasi
anggaran, baik anggaran rutin maupun anggaran pembangunan selalu tidak sama dengan
keputusan alokasi anggaran yang sesungguhnya.
Di daerah, dalam hal penyusunan alokasi anggaran pendidikan sering dilakukan
dengan menerapkan pola penyusunan rencana penggunaan anggaran atas dasar alokasi
anggaran yang ada dengan kegiatan-kegiatan yang ditetapkan atau dipilih urutan
prioritasnya. Rencana penggunaan anggaran merupakan rencana alokasi anggaran per
kegiatan yang semata-mata didasarkan pada alokasi anggaran yang sudah diterima dan
disetujui oleh pihak yang berwenang.Ke depan, perlu disusun suatu sistem pengalokasian
anggaran yang dapat dijadikan pedoman pokok bagi setiap unit kerja di lingkungan
2

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar usul alokasi anggaran dari bawah tidak
jauh berbeda dengan alokasi anggaran yang disetujui oleh unit di tingkat pusat.1
Sedangkan penganggaran merupakan kegiatan atau proses penyusunan anggaran
(budget). Anggaran sebagai rencana opersaional yang dalam satuan uang menjadi
pedoman dalam pelaksanaan kegiatan lembaga dalam kurun waktu tertentu. Pada
dasarnya, penyusunan anggaran merupakan negosiasi atau perundingan antara puncak
pimpinan dengan pimpinan di bawahnya dalam menentukan besarnya alokasi biaya suatu
penganggaran, (Nanang Fattah, 2000:47). Dengan demikian antara alokasi dan
penganggaran adalah satu paket yang tidak dipisahkan dalam konsep dan aplikasinya.2
B. Penentuan Skala Prioritas
Seperti diketahui bahwa pendidikan adalah sebagai suatu system. Semua upaya untuk
meningkatkan mutu pendidikan harus memperhatikan semua subsistem yang didalamnya,
baik subsistem yang merupakan masukan mentah, masukkan instrumen, masukan
lingkungan, maupun subsitem proses dan keluaran. Peningkatan mutu pendidikan
merupakan proses interaksi antara subsistem masukan dengan subsistem proses yang
menghasilkan keluaran sebagai indikator tercapai tidaknya tujuan pendidikan.
Komponen utama pendidikan adalah kurikulum, buku, dan alat pelajaran, sarana
pendidikan, tenaga pengajar, metode pembelajaran, dana dan managemen. Komponenkomponen ini harus dirinci kedalam kegiatan dan sasaran ketika akan melakukan aktifitas
penentuan skala prioritas pembiayaan pendidikan.
Kita ketahui sumber daya yang dibutukan sering terbatas keadaanya, seperti
keterbatasan tenaga, sarana dan prasarana, biaya, dan waktu untuk mengerjakan semua
kegiatan dan sasaran yang sudah ditetapkan dalam bidang pendidikan. Pada kondisi yang
demikian, maka harus diadakan seleksi terhadap program, proyek, dan kegiatan untuk
memilih program, proyek, dan kegiatan yang paling medukung pencapaian tujuan
pendidikan. Pekerjaan menyeleksi program, proyek dan kegiatan ini biasa disebut sebagai
kegiatan menyusun skala prioritas. 3

1Matin. 2014. Manajemen Pembiayaan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta:


Raja Grafindo Persada. Hal 25-27
2Nanang Fatah, 2012, Standar Pembiayaan Pendidikan, hlm 54
3

Untuk menentukan urutan prioritas terhadap program-program, proyek-proyek, dan


kegiatan-kegiatan pembangunan pendidikan, ada beberapa langkah yang harus dilakukan
secara berurutan yaitu: (1) memeriksa, merumuskan, dan menjabarkan permasalahan; (2)
menyusun kriteria untuk menyeleksi prioritas; (3) mengidentifikasi alternatif kebijakan
untuk mencapai tujuan pemecahan masalah; (4) mengevaluasi alternatif kebijakan; dan
(5) menyusun prioritas kebijakan.
1. Memeriksa, merumuskan, dan menjabarkan permasalahan
Dalam mengkaji dan memeriksa kembali suatu masalah, para analis harus
merumuskan masalah dengan tepat, penyelesaian masalah dilakukan dengan cara
mundur ke belakang melalui langkah-langkah sebagai berikut.
a. Laksanakan analisis data yang berkaitan dengan suatu masalah secara
cermat.
b. Susun kriteria-kriteria terpilih untuk mengevaluasi alternatif kebijakan
c. Pikirkan alternatif yang mungkin akan dipilih
d. Rumuskan kembali masalah itu sehingga dapat dikurangi
kerancuannya dan dapat dikontrol berdasarkan data dan informasi
yang ada
2. Menyusun kriteria untuk menyeleksi prioritas
Untuk membandingkan, mengukur, dan menyeleksi alternatif kebijakan,
perlu disusun kriteria-kriteria evaluasi yang relevan. Kriteria yang biasa dipakai
ialah biaya, nilai tambah, efektivitas dna efisiensi, pemerataan dan keadilan,
kemudahan administrasi, pemenuhan persyaratan hukum, waktu, sosial budaya,
lingkungan, dan dukungan politik. Kriteria-kriteria tersebut harus dapat diukur
agar bisa digunakan dalam menentukan urutan prioritas dari berbagai alternatif
pemecahan masalah yang ada.
Penjelasan singkat mengenai kriteria-kriteria di atas adalah sebagai
berikut.
a. Kriteria biaya
Kriteria biaya digunakan untuk menilai alternatif mana diantara
alternatif-alternatif yang ada yang paling murah biayayanya tetapi
3Matin, Management Pembiayaan Pndidikan: Konsep dan Aplikasinya, Jakarta:
Rajawali Pers, 2014, cetakan pertama, hlm 42-43
4

tetap dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan. Alternatif yang


biayanya paling murah diberi nilai (skor)paling tinggi dan semakin
mahal biayanya diberi skor paling rendah.
b. Kriteria nilai tambah
Kriteria ini digunakan untuk menilai alternatif mana diantara
alternatif-alternatif yang ada yang paling banyak memberikan nilai
tambah. Alternatif yang paling banyak memberikan nilai tambah diberi
skor tinggi. Semakin kecil nilai tambah dari suatu alternatif maka
semakin rendah skornya.
c. Kriteria efektivitas dan efesiensi
Kriteria efektivitas dan efesiensi digunakan untuk menilai alternatif
mana di antara sejumlah alternatif yang ada yang memberikan hasil
laing sesuai (hasil guna) dengan biaya dan pengorbanan yang paling
seidikit (efisien). Alternatif yang menunjukkan hasil guna yang
tertinggi diberi skor tinggi. Semakin rendah hasil guna dari suatu
alternatif maka semakin rendah skornya.
d. Kriteria pemerataan dan keadilan
Kriteria ini digunakan untuk menilai alternatif mana di antara
alternatif-alternatif pemecahan masalah yang ada yang memberikan
manfaat secara merata dan adil. Alternatif yang memberikan manfaat
secara merata dan adil diberi skor tinggi. Semakin rendah akdar
pemerataan dan keadilan dari suatu alternatif maka semakin rendah
pula skor yang diberikan.
e. Kriteria kemudahan administrasi
Digunakan untuk mengukur sejauh mana alternatif yang diusulkan
dapat diimplementasikan dengan lingkungan administrasi yang ada.
Apakah tersedia personalia, apakah pegawai mau bekerja sama,
apakah tersedia fasilitas fisik yang dibutuhkan, dan lain sebagainya.
Alternatif yang memiliki kemudahan dalam hal administrasinya diberi
skor tinggi. Semakin sulit pelaksanaan administrasi dari suatu
alternatif pemecahan masalah maka skor yang diberikan semakin
rendah.
f. Kriteria pemenuhan persyaratan hukum

Kriteria ini digunakan untuk mengukur sejauh mana alternatif yang


diusulkan mendukung pelaksanaan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Alternatif yang paling mendukung pelaksanaan
peraturan perundang-undangan yang berlaku diberi nilai tinggi.
Semakin

kurang

mendukung

terhadap

pelaksanaan

peraturan

perundang-undangan, maka alternatif tersebut diberi nilai semakin


rendah.
g. Kriteria waktu pelaksanaan
Kriteria ini biasanya tidak berdiri sendiri tetapi terkait dengan berbagai
sumber daya lainnya seperti manusia, dana, sarana dan prasarana dan
lain-lain. Kriteria waktu digunakan untuk mengukur sejauh mana
alternatif yang diusulkan membutuhkan ketersediaan waktu dalam
pelaksanaannya. Semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu alternatif akan semakin tinggi nilai yang
diberikan, sebaliknya semakin banyak waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu alternatif akan semakin rendah nilainya.
h. Kriteria sosial budaya
Kriteria sosial budaya digunakan untuk mengukur sejauh mana
kemungkinan hasil akhir dari suatu alternatif yan diusulkan tidak
bertentangan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.
Pelaksanaan alternatif yang hasilnya tidak bertentangan dengan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat diberi nilai tinggi,
selanjutnya alternatif yang hasilnya semkain bertentangan dengan
sosial budaya masyarakat setempat diberi nilai semakin rendah.
i. Kriteria lingkungan sekitarnya
Kriteria ini digunakan untuk menilai sejauh mana alternatif yang
diusulkan sesuai dengan kondisi lingkungan fisik dan sosial. Alternatif
yang sesuai dengan kondisi lingkungan diberi nilai tinggi, sebaliknya
alternatif yang semakin tidak sesuai dan merusak lingkungan diberi
nilai semakin rendah
j. Kriteria dukungan politik
Kriteria dukungan politik digunakan untuk menilai suatu alternatif dari
kemungkinan hasil akhirnya dapat diterima secara politik. Alternatif
yang paling tinggi kemungkinannya diterima secara politik diberi nilai
6

tinggi, sebaliknya alternatif yang hasilnya dimungkinkan semakin


tidak diterima secara politik diberi nilai semakin rendah.
3. Mengidentifikasi alteernatif kebijaksanaan untuk mencapai tujuan pemecahan
masalah
Pada langkah ini, seorang analis harus memahami nilai-nilai, tujuan, dan
terget-terget yang ada pada pihak yang dilayani dan pihak yang terlibat.
Memahami apa yang dicari dan menentukan kriteria-kriteria relevan yang terpilih
akan membantu memudahkan mengidentifikasi alernatif kebijakan yang tepat.
Untuk keperluan ini, analis dapat mempertimbangkan beberapa pendekatan
seperti di bawah ini.
a. Mulai dengan asumsi bahwa masalah yang dihadapi dapat diatasi
dengan memengaruhi (mengubah, meningkatkan, menghilangkan) halhal yang ada pengaruhnya terhadap sistem
b. Memikirkan modifikasi terhadap sistem
c. Memikirkan yang sama sekali baru
d. Kombinasi antara poin b dan c
4. Evaluasi alternatif dan penyusunan prioritas kebijaksanaan
Setelah masalah dirumuskan dengan jelas, kriteria-kriteria yang relevan dipilih
dan alternatif pemecahan masalah ditemukan, maka analis dapat mengevaluasi
alternatif pemecahan masalah (kebijaksanaan) berdasarkan kriteria yang ada.
Misalnya menggunakan kriteria dengan rentang pembobotan dari angka 1 sampai
angka 5. Nilai 1 diberikan kepada alternatif pemecahan masalah yang dinilai
sangat rendah dan nilai 5 diberikan kepada alternatif pemecahan masalah yang
hasil penilaiannya sangat tinggi. Cara mengevaluasi alternatif pemecahan
masalah dapat dilakukan dengan menggunakan format evaluasi seperti contoh di
bawah ini.
Tabel. Format evaluasi alternatif kebijaksanaan

Alternatif Kebijaksanaan
Kriteria*
Biaya
Nilai tambah
Efektivitas dan efisiensi
Pemerataan dan keadilan
Kemudahan administrasi
Pemenuhan persyaratan hukum
7

Waktu pelaksanaan
Sosial budaya
Lingkungan sekitarnya
Dukungan politik
JUMLAH NILAI
NOMOR PRIORITAS
*Kriteria yang digunakan bisa tidak semuanya, dipilih yang relevandengan
masalah yang dihadapi.
Berdasarkan hasil evaluasi alternatif kebijaksanaan, dapat disusun prioritas
kebijaksanaan yang diusulkan dapat dilakukan dengan menggunakan format
usulan alternatif kebijaksanaan sebagai berikut.

Tabel. Format usulan alternatif kebijaksanaan

No

Kondisi

Kondisi

objektif

yang

keadaan

diharapka

sekarang

Usulan

Alternatif
kebijaksana
an

alternatif
kebijaksanaa
n

Alasan
pemilihan
alternatif
kebijaksana

Unit kerja
yang
bertanggung

an

jawab

Proses penentuan prioritas kebijaksanaan yang dijelaskan di atas secara ringkas


dapat digambarkan sebagai berikut.
Analisis
data/informasi
Perumusan masalah
secara tepat
Tahap
perencanaa
n/ analisis
kebijaksana
an

Kriteria seleksi
prioritas
Identifikasi
alternatif
8

Tahap
pengambilan
putusan

Penilaian alternatif
Pengusulan
prioritas
Keputusan/implemen
kebijaksanaan
Evaluasi
kebijaksanaan
tasi
kebijaksanaan

Kebijaksanaan
yang ada

Gambar. Proses penentuan prioritas kebijaksanaan


C. Penentuan Standarisasi dalam Penganggaran Pendidikan
Jika skala prioritas dari kegiatan-kegiatan yang diusulkan sudah diketahui langkah
berikutnya adalah mennetukan standarisasi yang berkaitan dengan besar kecilnya biaya
yang akan dikeluarkan. Standarisasi dimaksudkan sebagai suatu batasan yang objektif
tentang jenis, jumlah, dan mutu sumber daya yang dibutuhkan unit kerja pada tingkatan
sesuai dengan tugas dan fungsinya. Misalnya, suatu wilayah membutuhkan jumlah dan
mutu sarana pendidikan untuk melaksanakan tugas dan fungsi dengan baik. Untuk
memnuhi kebutuhan ini harus diperhitungkan bahwa pembangunan suatu ruang kelas
dengan standar sekian meter persegi dan kualitas tinggi akan membutuhkan biaya lebih
besar dibandingkan dengan pembangunan ruang kelas yang sama dengan standar kualitas
sedang dan rendah. Kuantitas dan kualitas ruang belajar, ruang administrasi, dan ruang
penunjang yang dibutuhkan sekolah ditentukan oleh tipe sekolah. Semakin besar tipe
sekolah semakin banyak dan semakin luas bangunan yang diperlukan. Begitu pula biaya
yang dibutuhkan semakin besar.
Tabel Luas tanah dan Bangunan serta jumlah kelas dan ruang kelas Menurut tipe
Sekolah
Sekolah
SMP

SMA

Tipe

Jumlah

Jumlah

Luas

Luas Tanah

Besar

Kelas
30

Ruang
47

Bangunan
1.975 m2

1, 75 Ha

Sedang

15

39

2.617 m2

1,20 Ha

Kecil
3
Besar Sedang 39

21
53

862 m2
5.015 m2

0,50 Ha
2,20 Ha

Kecil

18

40

3.292 m2

1,60 Ha

33

1.917 m2

1,20 Ha

Harga satuan bangunan sekolah yang merupakan tanggung jawab pemerintah


(gedung sekolah negeri ) secara nasional ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum.
Kualifikasinya dilakukan berdasarkan kualitas bahan dan pekerjaannya yaitu kualitas A,
B, atau C. Bangunan gedung sekolah termasuk kategori kualitas C.
9

Harga bangunan per m2 berbeda-beda baik disetiap provinsi maupun antar


kabupaten atau kotamadya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan biaya transportasi
dan harga bahan bangunan, termasuk juga upah buruh. Harga bahan bangunan sangat
dipengaruhi oleh kemudahan sarana pengangkutan dan jarak tempuh.
Standarisasi pada umumnya dihubungkan dengan prosedur penganggaran yang
harus diikuti yang dilandasi oleh hukum dan tata cara kerja yang beraturan. Standarisasi
sangat membantu dalam penentuan harga. Ada beberapa keuntungan dengan adanya
standarsasi yaitu :
1. Proses penganggaran menjadi lebih mudah, karena beban kerja dan perhitungan
yang lebih rumitakan lebih mudah dikerjakan.
2. Tidak banyak waktu yang terbuang untuk menghitung dan memeriksa biaya yang
diperlukan.
3. Perkiraan kebutuhan dana untuk setiap kegiatan yang sama akan seragam
4. Pengalokasian dan realokasi dana menjadi lebih mudah
5. Menghindari terjadinya manipulasi harga yang berdampak negatif.4
Standar pembiayaan mencakup persyaratan minimal tentang biaya satuan
pendidikan, prosedur dan mekanisme pengelolaan, pengalokasian, dan akuntabilitas
penggunaan biaya pendidikan.Standar pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi,
biaya operasi, dan biaya personal.
1. Biaya Investasi
Biaya investasi satuan pendidikanmeliputi biaya penyediaan sarana dan
prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.Anggaran
biaya investasi selain lahan satuan pendidikan yang dikembangkan menjadi bertaraf
internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal harus merupakan bagian integral
dari anggaran tahunan satuan pendidikan yang diturunkan dari rencana kerja tahunan
yang merupakan pelaksanaan dari rencana strategis satuan pendidikan.Biaya investasi
memerlukan dana yang relatif besar, antara lain berupa:
a. Bangunan sekolah meliputi ruang belajar, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang
laboratorium, ruang perpustakaan, lapangan olahraga, tanah dan yang sejenis,

4Matin, Manajemen Pembiayaan Pndidikan: Konsep dan Aplikasinya, Jakarta:


Rajawali Pers, 2014, cetakan pertama, hlm 51-52
10

biaya pembangunannya termasuk biaya investasi karena umur bangunan lebih


dari satu tahun, bisa mencapai 20 tahun, 25 tahun, bahkan 30 tahun.
b. Alat peraga, alat praktik, sumber belajar, buku-buku, media belajar, yang pada
umumnya dapat dipakai lebih dari satu tahun, misalnya alat parktik bisa mencapai
10 tahun, buku bisa mencapai 5 tahun.
c. Pengadaan tenaga pendidik dan kependidikan.
2. Biaya Personal
Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta
didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Biaya ini sebagaian dibebankan kepada orangtua yang sifatnya untuk keperluan
pribadi siswa, Biaya pendidikan yang menjadi tanggungan orangtua adalah yang
bersifat untuk keperluan pribadi siswa. Seperti: Alat perlengkapan sekolah sepatu,
seragam sekolah, seragam olahraga, alat tulis dan buku catatan transport anak dari
rumah ke sekolah uang saku, dan ekstrakurikuler.
3. Biaya Operasi
Biaya operasi meliputi Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala
tunjangan yang melekat pada gaji, Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi,
pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
asuransi, dan lain sebagainya.

BAB III
KESIMPULAN
Penganggaran menurut Nanang Fatah adalah kegiatan atau proses penyusunan
anggaran (budget). Anggaran sebagai rencana opersaional yang dalam satuan uang menjadi
pedoman dalam pelaksanaan kegiatan lembaga dalam kurun waktu tertentu. Pada dasarnya,
penyusunan anggaran merupakan negosiasi atau perundingan antara puncak pimpinan
dengan pimpinan di bawahnya dalam menentukan besarnya alokasi biaya suatu
penganggaran.

11

12

DAFTAR PUSTAKA

Matin, Manajemen Pembiayaan Pndidikan: Konsep dan Aplikasinya,


Jakarta: Rajawali Pers, 2014, cet-1
Nanang Fatah, 2012, Standar Pembiayaan Pendidikan, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung.

13

Anda mungkin juga menyukai