dan ayah. Hasil penelitian ini menimbulkan dugaan bahwa peningkatan serotonin pada anak
dengan gangguan autistik disebabkan platelet serotonin, bukan free serotonin (Pusponegoro,
2007).
Terdapat bukti bahwa jalur serotonin menjadi abnormal pada autisme, dimana serotonin
memiliki peran yang penting dalam regulasi perkembangan otak, mempengaruhi neurogenesis,
diffensiasi neuron, myelinisasi akson, pembentukan sinaps, hipokampus dan formasi dendrit
kortikal. Pada gangguan autisme masa prepubertas terlihat adanya peningkatan signifikan dari
serotonin di dalam darah jika dibandingkan dengan sampel kontrol, tetapi berbeda halnya pada
kelompok autis masa postpubertas. Peningkatan kadar serotonin ini juga lebih terlihat bermakna
pada anak-anak Latin atau berkulit hitam dibandingkan denga anak berkulit putih. Apabila
dibandingkan dengan usia dan jenis kelamin, terdapat 51% peningkatan serotonin dalam darah
pada ibu, 45% ayah dan 87% saudara kembar. Peneliti juga menemukan bahwa kadar serotonin
dalam darah cenderung menurun seiring dengan bertambahnya usia, namun pada penderita
autisme tidak terpaut pada umur.
Sawar darah otak baru menjadi sempurna saat anak berumur 1-2 tahun. Akibatnya,
serotonin dalam darah atau trombosit yang tinggi dapat masuk ke dalam otak sebelum anak
berumur 1-2 tahun. Suatu hipotesis menyatakan bahwa hiperserotonemia menyebabkan umpan
balik negatif di otak, dan menyebabkan hilangnya terminal serotonergik. Berbagai data penelitian
mendukung hal ini, seperti 1) perbaikan gejala gangguan autistik setelah anak mendapat obat
yang meningkatkan serotonin, 2) peningkatan insidens gangguan autistik bila ibu menggunakan
kokain atau alkohol, 3) penelitian PET scan yang menunjukkan bahwa salah satu bagian otak
menunjukkan peningkatan serotonin sedangkan bagian lain menunjukkan penurunan serotonin,
4) penelitian terhadap tikus yang memperlihatkan bahwa tikus yang dibuat menjadi