Referat Tumor Mata
Referat Tumor Mata
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Tumor mata disebut juga sebagai tumor orbita adalah tumor yang
menyerang rongga orbita (tempat bola mata) sehingga merusak jaringan lunak
mata, seperti otot mata, saraf mata, dan kelenjar air mata. Tumor Orbita jarang
ditemukan dan dapat berasal dari dinding orbita, isi orbita, sinus dan sekelilingnya
(Rahmadani dan Ovy, 2012)
Anatomi Orbita
Orbita berbentuk suatu rongga yang secara skematis digambarkan sebagai
piramida yang berkonvergensi ke arah belakang. Puncaknya adalah foramen
optikum, dan dasarnya menghadap ke depan luar dan terbuka disebut aditus
orbitae. Sedangkan dinding-dindingnya meliputi dinding medial, dinding lateral,
dinding atas (atap orbita), dan dinding bawah (dasar orbita). Orbita terletak di
kanan dan kiri basis nasi (pangkal hidung) (Rahmadani dan Ovy, 2012).
Tulang-tulang yang membentuk orbita berjumlah 7 buah, yaitu tulang
frontal, tulang zigoma, tulang sphenoid, tulang maksila, tulang etmoid, tulang
nasal, dan tulang lakrima.Antara dinding lateral (dinding temporal) dengan atap
orbita terdapat fissura orbitalis superior. Antara dinding lateral dengan dasar orbita
terdapat fissura orbitalis inferior. Antara dinding medial dengan atap orbita
terdapat foramen ethmoidalis anterius dan posterius. Antara dinding medial
dengan dasar orbita terdapat fossa sacci lacrimalis (Rahmadani dan Ovy, 2012).
Sisi-sisinya
dibedakan
menjadi
margo
supraorbitalis,
margo
infraorbitalis, margo marginalis, dan margo lateralis.Volume orbita dewasa kirakira 30 cc dan bola mata hanya menempati sekitar 1/5 bagian ruangannya. Lemak
dan otot menempati bagian terbesarnya (Rahmadani dan Ovy, 2012).
Di dalam orbita, selain bola mata, juga terdapat otot-otot ekstraokuler,
syaraf, pembuluh darah, jaringan ikat, dan jaringan lemak, yang kesemuanya ini
berguna untuk menyokong fungsi mata. Orbita merupakan pelindung bola mata
terhadap pengaruh dari dalam dan belakang, sedangkan dari depan bola mata
dilindungi oleh palpebra. Di sekitar orbita terdapat rongga-rongga di dalam
tulang-tulang tengkorak dan wajah, yang disebut sinus paranasalis (Rahmadani
dan Ovy, 2012).
Orbita berhubungan dengan sinus frontalis di atas, sinus maksilaris di
bawah, dan sinus ethmoidalis dan sphenoidalis di medial. Dasar orbita yang tipis
mudah rusak oleh trauma langsung terhadap bola mata, berakibat timbulnya
fraktur blow out dengan herniasi isi orbita ke dalam antrum maksilaris. Infeksi
dalam sinus sphenoidalis dan ethmoidalis dapat mengikis dinding medialnya yang
setipis kertas (lamina papyracea) dan mengenai isi orbita. Defek pada atapnya
(misal, neurofibromatosis) dapat berakibat terlihatnya pulsasi pada bola mata yang
berasal dari otak (Rahmadani dan Ovy, 2012).
No Asal jaringan
1
Kelenjar lakrimal
Jenis Tumor
Adenoma pleomorfik
2
3
Jaringan Limfoid
Retina
Karsinoma
Limfoma
Retinoblastoma
Tulang
Melanoma
Osteoma
Kista dermoid
Kista epidermoid
Meningioma
Glioma
5
6
7
8
Neurofibroma
Jaringan Ikat
Rhabdomiosarkoma
Metastasis melalui darah Dewasa:
Ca mammae
Ca bronchial
Anak-anak:
Neuroblastoma
Sarkoma Ewing
Leukemia
Tumor testikuler
b) Didapat
Nevus
pada
perbatasan
(junctional
naevus/gabungan/intradermal)
Suttons halo naevus
Nevus displastik
Nevus spitz
Nevus biru
Definisi
Nevus melanositik adalah neoplasma jinak atau hamartoma yang
mengandung melanosit, yaitu sel sel yang memproduksi pigmen yang secara
konstituen berkolonisasi membentuk epidermis. Melanosit merupakan derivate
dari neural crest dan bermigrasi sewaktu embriogenesis ke ectoderm target
(primer di kulit dan sistem susunan saraf pusat), serta pada mata dan telinga
(Rahmadani dan Ovy, 2012).
Etiologi
Etiologi dari nevus melanositik masih belum diketahui. Tidak ada data
akurat tentang pengaruh genetik atau lingkungan yang dapat mengkontribusi
terhadap perkembangan nevus kongenital. Faktor genetik spesifik yang
mengkontribusi terhadap perkembangan nevus melanositik didapat juga masih
belum
diketahui.
Walaubagaimanapun,
data
menunjukkan
kecederungan
10
11
13
Prognosis
Prognosis berhubungan dengan nevus melanositik tunggal adalah baik
karena lesi ini merupakan neoplasma jinak dengan tidak ada potensi mengalami
keganasan, kecuali evolusi menjadi melanoma terjadi. Pasien dengan nevus
melanositik multipel atau nevus yang berubah ukuran mempunyai potensi untuk
menjadi melanoma, dengan peningkatan risiko jika adanya perubahan ukuran atau
jumlah lesi.
Pasien harus diedukasi mengenai pemeriksaan sendiri terhadap nevus
melanositik tersebut dengan menggunakan pendekatan ABCDEF, di mana pasien
mengevaluasi asymmetry (asimetri bentuk lesi), border irregularity (batas/pinggir
lesi), colour (warna), diameter (diameter ukuran lesi), evolution (evolusi dari lesi)
dan funny looking, yang mengsugesti lesi berubah menjadi beda daripada lesi
lainnya. Nevus dapat berubah diameter, batas. Warna, dan dapat menjadi gatal
atau adanya perdarahan. Perubahan perubahan ini memerlukan evaluasi untuk
mendeterminasi jika lesi berpotensi menjadi maligna.
Komplikasi
Tidak ada komplikasi yang diketahui dapat berhubungan langsung dengan
terjadinya nevus melanositik, namun intervensi bedah minor sewaktu biopsi atau
sewaktu eksisi nevus dapat menyebabkan komplikasi tertentu seperti infeksi atau
perdarahan.
B. Hemangioma Palpebra
Definisi
Hemangioma merupakan pertumbuhan hemartomatous yang terdiri dari sel-sel
endotel kapiler yang berproliferasi. Hemangioma ditemukan pada fase awal
pertumbuhan aktif pada bayi dengan periode selanjutnya berupa regresi dan
involusi (Skuta,2011).
Klasifikasi
Secara histologik hemangioma dibedakan berdasarkan besarnya pembuluh darah
yang terlibat menjadi 3 jenis yaitu: (Hamzah, 2005)
14
1. Hemangioma kapiler
hemangioma kapiler pada anak (nevus vaskulosus, strawberry nevus)
a. granuloma piogenik
b. cherry spot (ruby spot), angioma senilis
2. Hemangioma kavernosum
a.
b.
hemangioma keratotik
c.
hemartoma vaskuler
3. Teleangiektasis
a. nevus flameus
b. angiokeratoma
c. spider angioma
Dari segi praktisnya, para ahli memakai sistem pembagian sebagai berikut:
(Hamzah, 2005)
1) Hemangioma kapiler
2) Hemangioma kavernosum
3) Hemangioma campuran
Epidemiologi
Prevalensi hemangioma infantil 1-3% pada neonatus dan 10% pada bayi
sampai dengan umur 1 tahun. Lokasi tersering yaitu pada kepala dan leher (60%).
Faktor risiko yang telah teridentifikasi, terutama neonatus dengan berat badan
lahir di bawah 1.500 gram. Rasio kejadian perempuan dibanding laki-laki 3:1.
Hemangioma infantil lebih sering terjadi di ras Kaukasia daripada ras di Afrika
maupun Amerika.
Lesi hemangioma infantil tidak ada pada saat kelahiran. Seiring dengan
bertambahnya usia, risiko hemangioma infantil pada usia 5 bulan meningkat 50%,
pada usia 7 bulan meningkatkan 70%, dan 90% pada usia 9 bulan. Mereka
bermanifestasi pada bulan pertama kehidupan, menunjukkan fase proliferasi yang
cepat dan perlahan-lahan berinvolusi menuju bentuk lesi yang sempurna.
15
Meskipun
endotel yang disebabkan oleh stimulus kemotaksis. Hal ini memberikan efek
tambahan interferon alfa dalam menurunkan jumlah dan aktifitas makrofag.
Bukti-bukti di atas menjelaskan efek deksametason dan interferon alfa pada
hemangioma pada fase proliferasi.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis hemangioma berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Hemangioma
kapiler tampak beberapa hari sesudah lahir. Strawberry nevus terlihat sebagai
bercak merah yang makin lama makin besar. Warnanya menjadi merah menyala,
tegang, berbentuk lobuler, berbatas tegas, dan keras pada perabaan. Ukuran dan
dalamnya sangat bervariasi, ada yang superfisial berwarna merah terang dan ada
yang subkutan berwarna kebiru-biruan. Involusi spontan ditandai oleh
memucatnya warna di daerah sentral, lesi menjadi kurang tegang, dan lebih
mendatar (Mulliken,1997)
Hemangioma kavernosa tidak berbatas tegas, dapat berupa makula eritematosa
atau nodus yang berwarna merah sampai ungu. Biasanya merupakan tonjolan
yang timbul dari permukaan. Jika ditekan mengempis dan pucat lalu akan cepat
menggembung lagi jika dilepas dan kembali berwarna merah keunguan. Lesi
terdiri atas elemen vaskuler yang matang. Lesi ini jarang mengadakan involusi
spontan, kadang-kadang bersifat permanen (Mulliken, 1997).
Gambaran klinis hemangioma campuran merupakan gabungan dari jenis kapiler
dan kavernosum. Lesi berupa tumor yang lunak, berwarna merah kebiruan yang
pada perkembangannya dapat memberikan gambaran keratotik dan verukosa.
Sebagian besar ditemukan pada ekstremitas inferior dan biasanya unilateral
(Mulliken,1997).
17
Pemeriksaan Penunjang
Ketersediaan alat-alat canggih saat ini memungkinkan pencitraan massa
orbita untuk dibedakan secara non invasif dalam banyak kasus. Untuk evaluasi
diagnostik pada orbita, CT-Scan memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap tulang
sedangkan MRI untuk jaringan lemak. USG juga dapat memberikan informasi
penting dalam diagnosis massa orbita (Skuta, 2011).
Jika diagnosis hemangioma belum jelas secara klinis, MRI sangat berguna
untuk membedakan hemangioma dari neurofibroma pleksiformis, malformasi
limfatik, dan rhabdomiosarkoma di mana masing-masing berhubungan dengan
pertumbuhan dan proliferasi cepat atau proptosis yang progresif. MRI atau USG
Doppler dapat menggambarkan perluasan tumor ke posterior jika tidak dapat
dipastikan secara klinis (Skuta, 2011).
Gambaran histopatologi tergantung stadium perkembangan hemangioma.
Lesi awal tampak banyak sel dengan sarang-sarang padat sel endotel dan selalu
berhubungan dengan pembentukan lumen vaskuler yang kecil. Lesi yang
terbentuk secara khas menunjukkan saluran kapiler yang berkembang dengan
baik, rata, dan mengandung endotel dengan konfigurasi lobuler. Lesi involusi
menunjukkan peningkatan fibrosis dan hialinisasi dinding kapiler dengan oklusi
lumen (Skuta, 2011).
18
Terapi konservatif
Terapi aktif
Hemangioma yang memerlukan terapi secara aktif antara lain adalah hemangioma
yang tumbuh pada organ vital (mata, telinga, tenggorokan), mengalami ulserasi,
perdarahan, infeksi, pertumbuhan cepat, dan deformitas jaringan (Hamzah, 2005).
a. Terapi kompresi
Terdapat 2 macam terapi kompresi yaitu continous compression
dengan menggunakan bebat elastik dan intermittent pneumatic compression
dengan menggunakan pompa Wright Linear. Diduga dengan penekanan yang
diberikan, akan terjadi pengosongan pembuluh darah yang menyebabkan
rusaknya sel-sel endotelial sehingga terjadi involusi dini dari hemangioma
(Hampton, 2008).
b. Terapi kortikosteroid
Steroid digunakan selama fase proliferatif tumor untuk menghentikan
pertumbuhan dan mempercepat involusi lesi. Steroid dapat digunakan secara
topikal, intralesi, atau sistemik. Krim clobetasol propionate 0,05% topikal
dapat digunakan pada lesi superfisial yang kecil. Injeksi intralesi kombinasi
antara steroid kerja panjang dan kerja singkat sering digunakan pada
hemangioma periorbita terlokalisir. Jika hemangioma difus atau meluas ke
posterior orbita, digunakan steroid sistemik dengan dosis anjuran prednison
atau prednisolon 2-5 mg/kg BB/hari. Terapi dengan kortikosteroid dalam dosis
besar kadang-kadang akan menimbulkan regresi pada lesi yang tumbuh cepat
(Skuta, 2011).
19
beberapa lesi yang terlokalisir dengan baik. Pada kasus lain, pembedahan
rekonstruksi dapat dilakukan bertahun-tahun setelah terapi medis.
20
Embolisasi
sebelum
pembedahan
dapat
sangat
berguna
jika
hemangioma yang akan dieksisi mempunyai ukuran yang besar dan lokasi
yang sulit dijangkau dengan pembedahan. Embolisasi akan mengecilkan
ukuran
dan
mengurangi
risiko
perdarahan
pada
saat
pembedahan
(Hamzah,2005).
d. Terapi radiasi
Pengobatan radiasi pada tahun-tahun terakhir ini sudah banyak
ditinggalkan karena:
-
e. Terapi sklerotik
Terapi ini diberikan dengan cara menyuntikan bahan sklerotik pada lesi
hemangioma, misalnya dengan namor rhocate 50%, HCl kinin 20%, Nasalisilat 30%, atau larutan NaCl hipertonik. Namun, cara ini sering tidak
disukai karena rasa nyeri dan menimbulkan sikatrik (Hamzah,2005).
f. Terapi pembekuan
Aplikasi dingin dengan memakai nitrogen cair. Dianggap cukup efektif
diberikan pada hemangioma tipe superfisial tetapi ini jarang dilakukan karena
dilaporkan menyebakan sikatrik paska terapi.
g. Terapi embolisasi
Embolisasi merupakan teknik memposisikan bahan yang bersifat
trombus ke dalam lumen pembuluh darah melalui kateter arteri dengan
panduan fluoroskopi. Embolisasi dilakukan jika modalitas terapi yang lain
tidak dapat dilakukan atau sebagai persiapan pembedahan. Pembuntuan
pembuluh darah ini dapat bersifat permanen, semi permanen atau sementara,
tergantung jenis bahan yang digunakan. Banyak bahan embolisasi yang
digunakan, antara lain methacrylate spheres, cyanoacrylate, balon kateter,
silikon, wol, katun, spon gelatin, dan spon polyvinyl alcohol (Oski,1999).
21
h. Terapi laser
Penyinaran hemangioma dengan laser dapat dilakukan dengan
menggunakan pulsed dye laser (PDL) di mana jenis laser ini dianggap efektif
terutama untuk jenis Port-Wine stain. Pulsed-dye laser dapat digunakan untuk
mengobati hemangioma superfisial dengan beberapa komplikasi tetapi berefek
kecil terhadap komponen tumor yang lebih dalam. Jenis laser ini memiliki
keuntungan jika dibandingkan dengan jenis laser lain karena efek keloid yang
ditimbulkan minimal (Mulliken,1997).
i. Kemoterapi
Vinkristin merupakan terapi lini kedua lainnya yang dapat digunakan
pada anak-anak yang tidak berhasil diterapi dengan kortikosteroid dan efektif
pada anak-anak yang menderita sindrom Kassabach Merritt. Vinkristin
diberikan secara intravena dengan angka keberhasilan lebih dari 80%. Efek
samping dari terapi ini adalah neuropati perifer, konstipasi, dan rambut rontok.
Siklofosfamid jarang digunakan pada tumor vaskuler jinak karena mempunyai
efek toksisitas yang sangat besar (Mulliken, 1997).
Komplikasi
Morbiditas hemangioma palpebra sangat bergantung dari seberapa besar
ukurannya mengisi rongga mata. Komplikasi yang paling sering dari hemangioma
adalah ambliopia deprivasi pada mata yang terkena jika lesi cukup besar untuk
menghalangi aksis visual. Hal ini dapat ditemukan pada 43-60% pasien dengan
hemangioma palpebra. Jika lesi cukup besar untuk menyebabkan distorsi kornea
dan astigmatisma maka ambliopia anisometrik dapat terjadi.Selain itu, perdarahan
juga merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Penyebabnya ialah trauma
dari luar atau ruptur spontan dinding pembuluh darah karena tipisnya kulit di atas
permukaan hemangioma sedangkan pembuluh darah di bawahnya terus tumbuh
(Skuta, 2011).
Ulkus dapat menimbulkan rasa nyeri dan meningkatkan risiko infeksi,
perdarahan, dan sikatrik. Ulkus merupakan hasil dari nekrosis. Ulkus dapat juga
terjadi akibat rupture (Skuta, 2012).
22
C. Xanthelasma
Definisi
Xanthelasma adalah salah satu bentuk xantoma planum, merupakan jenis
yang paling sering dijumpai dari beberapa tipe klinis xantoma yang dikenal.
Selain itu xanthelasma diartikan pula sebagai kumpulan kolesterol di bawah kulit
dengan batas tegas berwarna kekuningan biasanya di permukaan anterior palpebra
sehingga sering disebut xanthelasma palpebra (Vaughan, 2010)
Epidemiologi
Secara global xanthelasma juga merupakan kasus jarang di populasi
umum. Pada studi kasus pasien dengan xanthomatosis, xanthelasma lebih sering
dijumpai pada wanita dengan 32% dan 17,4% pada laki-laki. Onset timbulnya
xanthelasma berkisar antara 15-73 tahun dengan puncak pada dekade 4-5.
Xanthelasma jarang ditemukan pada anak-anak dan remaja (Roy, 2008).
Manifestasi Klinis
Timbul plak iregular di kulit, warna kekuningan sering kali di sekitar mata.
Ukuran xanthelasma bervariasi berkisar antara 2-30 mm, ada kalanya simetris,
dan cenderung bersifat permanen. Pasien tidak mengeluh gatal, biasanya
mengeluh untuk alasan estetika. Xanthelasma palpebra biasanya terdapat di sisi
medial kelopak mata atas. Lesi berwarna kekuningan dan lembut berupa plak
berisi deposit lemak dengan batas tegas. Lesi akan bertambah besar dan
bertambah jumlahnya. Biasanya lesi-lesi ini tidak mempengaruhi fungsi kelopak
mata tetapi ptosis harus diperiksa jika ditemukan (Hampton R, 2012).
23
Patofisiologi
Setengah pasien xanthelasma mempunyai kelainan lipid. Erupsi xanthoma
dapat ditemui pada hiperlipidemia primer dan sekunder. Kelainan genetik primer
termasuk dislipoproteinemia, hipertrigliseridemia, dan defisiensi lipase lipoprotein
yang diturunkan. Diabetes yang tidak terkontrol juga menyebabkan hiperlipidemia
sekunder. Xanthelasma juga bisa terjadi pada pasien dengan lipid normal dalam
darah yang mempunyai HDL kolesterol rendah atau kelainan lain lipoprotein
(Hampton Roy, 2008).
Pemeriksaan Laboratorium
Karena 50% pasien dengan xanthelasma mempunyai gangguan lipid
disarankan untuk pemeriksaan plasma lipid juga HDL dan LDL. Xanthelasma
biasanya dapat didiagnosis dengan jelas secara klinis dan jarang kelainan lain
memberi gambaran klinis sama. Jika ragu, eksisi bedah dan analisis PA sebaiknya
dilakukan (Hampton Roy, 2008).
Pemeriksaan Histologi
Xanthelasma tersusun atas sel-sel xanthoma. Sel-sel ini merupakan
histiosit dengan deposit lemak intraseluler terutama dalam retikuler dermis atas.
Lipid utama yang disimpan pada hiperlipidemia dan xanthelasma normolipid
adalah kolesterol. Kebanyakan kolesterol ini adalah yang teresterifikasi (Hampton
Roy, 2008).
24
Tatalaksana
Pembatasan diet dan penggunaan obat-obatan penurun lipid serum hanya
memberikan respon pengobatan yang kecil terhadap xanthelasma. Terdapat
beberapa pilihan untuk menghilangkan xanthelasma palpebra yaitu eksisi bedah,
argon dan karbondioksida ablasi laser, kauterisasi kimia, elektrodesikasi, serta
krioterapi (Vaughan, 2010).
Eksisi bedah
1. Pada lesi liniar yang kecil, eksisi lebih disarankan karena skar akan
berbaur dengan jaringan sekitar.
2. Pada eksisi lebih tebal, kelopak mata bawah cenderung mudah terjadi
skar karena jaringan yang diambil juga lebih tebal. Eksisi sederhana
pada lesi yang lebih luas berisiko menyebabkan retraksi kelopak mata
dan ektropion sehingga butuh cara rekonstruksi lain. Pengangkatan
xanthelasma sudah menjadi bagian dari bedah kosmetik.
3. Pengangkatan dengan laser karbondioksida dan argon
4. Menambah hemostasis, memberikan visualisasi lebih baik, tanpa
penjahitan, dan lebih cepat. Namun, skar dan perubahan pigmen dapat
terjadi(Hampton Roy, 2012).
Kauterisasi kimia.
Penggunaan chloracetic acid efektif untuk menghilangkan xanthelasma.
Zat
ini
mengendapkan
dan
mengkoagulasikan
protein
dan
lipid.
25
Prognosis
Kekambuhan sering terjadi. Pasien harus mengetahui bahwa dari
penelitian yang dilakukan pada eksisi bedah dapat terjadi kekambuhan pada 40%
pasien. Persentase ini lebih tinggi dengan eksisi sekunder. Kegagalan ini terjadi
pada tahun pertama dengan persentase 26% serta lebih sering terjadi pada pasien
dengan sindrom hiperlipidemia dan jika terjadi pada 4 kelopak mata sekaligus
(Hampton Roy, 2012).
2.1.2 Tumor Ganas Palpebra
A. Karsinoma Sel Basal Kelopak Mata
Definisi
Karsinoma Sel Basal (KSB) kelopak mata adalah kanker yang paling
sering terjadi pada kelopak mata (hampir 90%). Kejadian KSB paling sering
terdapat pada kelopak mata bawah (hampir 70%), tetapi masi bisa muncul pada
bagian tepi kelopak, sudut mata, kulit alis dan bagian-bagian lain yang berdekatan
pada wajah. Kanker jenis ini hampir tidak pernah menyebar ke organ tubuh lain,
namun dapat menyebabkan kerusakan jaringan sampai kecacatan akibat
pertumbuhan tumor ke jaringan sekitarnya.
Etiologi
26
Manifestasi Klinis
-
Tumor ini tumbh lambat, jarang mengenai jaringan yang lebih dalam
karena terdapat fasia yang bertindak sebagai barier. Pada keadaan yang
sangat lanjut dapat berkembang sampai ke orbita, sinus paranasalis,
rongga hidung dan rongga tengkorak.
Tidak nyeri
Epifora , dapat terjadi pada karsinoma sel basal yang terletak di kantus
internus dimana tumor menginfiltrasi pungtum dan duktus nasolakrimalis.
Diagnosis
-
Inspeksi
Tidak terdapat gambaran yang khas pada karsinoma sel basal ini, tetapi
pada umumnya tampak sebagai tumor dengan pembesaran palpebr
mendatar dengan tepi yang agak meninggi serta berlilin. Di tengahnya
sering berbentuk ulkus dengan tepi bernodul yang disebut ulkus roden.
27
Histopatologi
Pemeriksaan jaringan palpeb tumor merupakan pemeriksaan penentu
palpebra pasti (PDT, 2006).
Diagnosa Banding
Terdapatnya gambaran klinis karsinoma sel basal yang bervariasi, maka sukar
dibedakan dengan tumor ganas kelopak mata yang lain misalnya karsinoma
epidermoid, melanoma maligna dan adenokarsinoma kelenjar kelopak mata tanpa
pemeriksaan histopatologi jaringan tumor, oleh karena itu, untuk membedakan
secara pasti haruslah berdasarkan pemeriksaan histopatologi jaringan tumor
(PDT,2006)
Terapi
Terapi pembedahan merupakan terapi pilihan. Tumor yang terbatas dikelopak
mata, dilakukan eksisi luar diikuti dengan tindakan rekonstruksi. Eksisi dibuat 45mm dari tepi tumor secara makroskopik. Tumor yang sudah mengadakan invasi
ke jaringan orbita dilakukan eksenterasi orbita.
Terapi radiasi diberikan pada tumor yang luas. Karena luasnya ini maka
tindakan rekonstruksi setelah eksisi sukar dikerjakan dan akan menyebabkan
gangguan dari fungsi kelopak mata. Kegunaan radiasi dalam hal ini ialah untuk
mengecilkan tumor sehingga memudahkan tindakan rekonstruksi dan tidak
menyebabkan gangguan fungsi kelopak mata (PDT, 2006)
B. Karsinoma Sel Skuamosa
Definisi
Karsinoma Sel Skuamosa (KSS) adalah suatu tumor ganas kulit non
melanotic yang berasal dari pertumbuhan Palpebral sel skuamosa epidermis .
Karsinoma sel skuamosa dibedakan dari neoplasia insitu, dimana pada karsinoma
sudah terjadi invasi melewati lapisan palpebra basal (AAO, 2008).
28
Epidemiologi
Insidensi KSS bervariasi berdasarkan geografis, ras, usia dan kaitannya
dengan HIV/AIDS. Secara internasional insidennya bervariasi secara geografis,
palpeb 0,03-3,5/100.000 penduduk/thn. Individu yang tinggal dekat garis ekuator
cenderung mengalami KSS pada usia yang lebih muda daripada yang tinggal jauh
dari garis ekuator. Karsinoma sel skuamosa lebih dominan mengenai ras kaukasia.
Karsinoma sel skuamosa konjungtiva lebih sering terjadi pada laki laki (75%)
dibandingkan wanita (25%) dan cenderung mengenai umur yang lebih tua, namun
dapat terjadi pada usia lebih muda pada pasien dengan xeroderma pigmentosum
dan pada daerah tropis. Pasien dengan AIDS mempunyai resiko l3x untuk
berkembangnya keganasan epitel ini (AAO, 2008).
Etiologi, Faktor Resiko, dan Patogenesis
Etiologi KSS belum diketahui, namun diduga bahwa terjadi maturasi
abnormal epitel konjungtiva akibat kombinasi dari beberapa faktor resiko,
seperti :
-
HPV tipe 16 dan l8, diketahui dapat menyebabkan dysplasia pada lapisan
skuamosa epitel.
Individu
dengan
HIV
positive
dan
pasien
dengan
Xeroderma
Pigmentosum.
-
Faktor resiko lainnya diduga karena inflamasi yang lama, asap rokok dan
pemakaian lensa kontak yang lama (AAO, 2008).
Diagnosis
Pasien dengan karsinoma sel skuamosa (KSS) sering adanya massa di
mata, yang bertambah ukurannya dengan cepat. Sering pula ditemui keluhan
kemerahan atau iritasi. Tumor ini sering terdapat di daerah interpalpebral dekat
nasal atau temporal limbus, namun dapat juga mengenai konjungtiva atau kornea.
29
banyak.(B)
Lesi gelatinosa; tampak sebagai penebalan lapisan gelatinosa dengan batas
tidak jelas, yang mana tidak sejelas lesi leukoplakic maupun lesi
papilomatous.
Pada palpebral, KSS mempunyai karakteristik klinis yang bervariasi dan juga
tidak memiliki tanda tanda patognomonik. Terdapat 3 bentuk KSS pada palpebra:
ditemukan
Cutaneus Horn; dengan KSS pada dasarnya.
Jika terdapat kecurigaan suatu keganasan sel skuamosa konjungtiva, biopsi
32
Lima puluh persen massa terdapat di kelenjar lakrimalis adalah tumor epitel;
separuh dari jumlah itu bersifat ganas.
Massa peradangan dan tumor limfoproliferatif merupakan penyebab 50% lainnya.
campuran jinak).Tumor ganas pada kelenjar lakrimal ini harus dicurigai apabila
pasien datang dengan nyeri dan perubahan tulang destruktif tampak pada
pemeriksaan dengan sinar X (Lita, 2005).
33
Gambar 2.9 Nevus Iris, manifestasi klinis. Lesi ini hanya mengenai sedikit permukaan
iris dan lesi berwarna coklat homogeny (AAO, 2008)
Secara umum, nevus iris timbul sebagai lesi pigmentasi pada stroma iris
dengan distorsi susunan anatomi iris yang minimal. Insidensi nevi iris kadang
kurang menyakinkan karena banyak produksi lesi yang tidak menunjukkan tanda
dan gejala yang secara rutin dikenali melalui pemeriksaan oftalmologi. Bentuk
Nevi iris:
1. Circumscribed Iris Nevus: tipe nodular, termasuk bagian dari melanoma
iris yang berlainan.
34
di evaluasi
Nevus koroid
Melanoma maligna
Hemorragik suprakoroid
Melanositoma
menuju
keganasan
harus
dipikirkan.Penatalaksanaan
yang
Gambar 2.10. A. Nevus koroid dengan penampakan drusen, di bawah arcus retinovascular
bagian temporal bawah. B. Nevus koroid ukuran sedang dengan penampakan drusen,
pada papil nervus optic sebelah superior (AAO, 2008)
37
Kasus
38
Etiologi
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada
lengan panjang kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang
berfungsi sebagai supresor pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang
terikat pada DNA (Deoxiribo Nucleid Acid) dan mengontrol siklus sel pada
transisi dari fase G1 sampai fase S. Jadi mengakibatkan perubahan keganasan dari
sel retina primitif sebelum diferensiasi berakhir (AAO,2009).
Retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen
supresor atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki
satu alel yang terganggu di setiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel
retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada
bentuk penyakit yang nonherediter, kedua alel gen Retinoblastoma normal di sel
retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutasi spontan (Yanoff, 2009).
Patofisiologi
Teori tentang histogenesis dari retinoblastoma yang paling banyak dipakai
umumnya berasal dari sel prekursor multipotensial (mutasi pada lengan panjang
kromosom pita 13, yaitu 13q14 yang dapat berkembang pada beberapa sel retina
dalam atau luar. Pada intraokular, tumor tersebut dapat memperlihatkan berbagai
pola pertumbuhan (Yanoff, 2009).
Pola Penyebaran Tumor
1. Pola pertumbuhan
Retinoblastoma
intraokular
dapat
menampakkan
sejumlah
pola
39
Manifestasi klinis
Pasien umur < 5 tahun
Leukokoria (54%-62%),
* Proptosis
Strabismus (18%-22%)
* Katarak
Hipopion
* Glaukoma
Hifema
* Nistagmus
Heterokromia
* Tearing
* Anisokoria
* Inflamasi (2%-10%)
* Floater (4%)
Strabismus (15%)
41
Diagnosis
Diagnosis pasti retinoblastoma intraokuler hanya dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan PA, karena tindakan biopsy merupakan kontra indikasi, maka dapat
dilakukan dengan pemeriksaan penunjang:
1. Pemriksaan fundus okuli ditemukan adanya masaa yang menonjol dari
42
yang
menggolongkan
paling
sering digunakan,
Retinoblastoma
ekstraokular.
tetapi
klasifikasi
Klasifikasi
ini tidak
diambil
dari
perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan dijumpai atau tidak dijumpai
adanya vitreous seeding.
Klasifikasi Reese-Ellsworth
Group I
a.
Tumor Soliter, ukuran kurang dari 4 diameter disc, pada atau dibelakang
equator
b. Tumor Multipel, ukuran tidak melebihi 4 diameter disc, semua pada atau
dibelakang equator
Group II
a. Tumor Soliter, ukuran 4-10 diameter disc, pada atau dibelakang equator
43
Katarak
Retinophaty of prematurity
Ablasi retina
Terapi
1. Enukleasi
Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika :
-
2. Eksenterasi orbita
Dilakukan pada tumor yang sudah ekstensi ke jaringan orbita ialah dengan
mengangkat seluruh isi orbita dengan jaringan periostnya (AAO, 2009)..
3. Kemoterapi
Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, berikutnya
dapat menggunakan gabungan fokal terapi dengan laser. Sekarang ini regimen
kombinasi bermacam-macam seperti Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan
44
45
46
limbus walaupun ia juga bisa ditemukan pada bagian lain dari konjungtiva dan
kornea.
KSS bisa terlihat seperti agar-agar (gelatinous) dengan pembuluh darah superficial
atau dengan bentuk seperti papil atau leukoplakia dengan plak keratin yang
menutupinya (Sandra, 1992)..
Gambar 2.13 karsinoma sel skuamosa pada konjungtiva (Sumber: Finger, 2010)
Gambaran Histopatologi
Evaluasi secara histopatologi dari lesi yang dieksisi atau insisi yang bisa
membedakan antara lesi-lesi di dalam spekturm KSS. Lesi displastik
memperlihatkan atipia seluler yang ringan, sedang, atau berat yang bisa
melibatkan berbagai ketebalan epithelium bermula dari lapisan basal menuju
keluar. Biasanya lapisan yang paling superfisial yang tidak terkena. Perubahan
displastik yang berat adalah sama dengan karsinoma in situ. Karsinoma in situ
bisa memperlihatkan semua ciri bagi karsinoma sel skuamosa, tetapi masih tetap
terbatas pada epithelium. Invasi yang dalam dari kornea ataupun sklera dan
penyebaran
intraocular
merupakan
komplikasi
yang
jarang.
Gambaran
Gambar 2.14 Gambaran histopatologi karsinoma sel skuamosa pada konjunctiva (Kloek,
2004)
Diagnosis Banding
a. Pterigium
b. Melanoma tanpa pigmentasi
Terapi
Pemilihan jenis terapi pada karsinoma sel skuamosa pada konjungtiva
dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya ukuran lesi, lokasi, derajat invasi
dari lesi, keadaan mata yang satunya, usia, keadaan umum pasien.
1. Pembedahan
Pembedahan secara eksisi adalah metode tradisional bagi pengobatan lesi
KSS. Untuk mencegah dari terjadinya kekambuhan, direkomendasikan untuk
mengeksisi jaringan tumor dengan lebar margin sekitar 2mm 3mm. Apabila
lapisan kornea atau sklera yang lebih dalam terlibat, deep lamellar keratectomy
atau skelerektomi dilakukan (Oral, 2010).
Eksenterasi direkomendasikan apabila tumor konjungtiva telah menginvasi
ke anterior dari orbita. Exenterasi pada orbita meliputi membuang bola mata,
kelopak mata, dan berbagai isi dari rongga orbita. Pada keadaan yang lebih
ekstrim, juga termasuk di dalamnya membuang seluruh jaringan yang terdapat
pada rongga orbita, termasuk periorbita dan pada beberapa kasusmelakukan
reseksi pada tulangnya. Tindakan ini diindikasikan pada keadaan keganasan yang
dapat mengancam jiwa pasien atau ketika modalitas pengobatan secara
konservatif telah gagal atau tidak sesuai(Augsburger, 2004).
2. Krioterapi
Kombinasi dengan pembedahan secara eksisi dan cryosurgery untuk
mengurangkan kadar kekambuhan (Oral, 2010).
3. Kemoterapi topical
Disebabkan adanya kemungkinan terjadinya komplikasi pada pembedahan
eksisi, krioterapidan brakiterapi, penggunaan kemoterapi topical seperti tetes
mitomycin C, 5-fluorourasil,atau interferon alfa 2b telah dianjurkan. Efek
samping yang nyata adalah dari mitomycin c yang berupa hyperemia dan kadang
sebagian pasien bisa mengalami nyeri atauSensasi terbakar sakit dari toksisitas
49
pada epithelial kornea. Efek sampingtersebut akan hilang dalam waktu 2 minggu
selepas pemberian obat dihentikan (Oral, 2010)
Prognosis
Karsinoma sel skuamosa dengan kekambuhan lokal diasumsikan sebagai
keganasan tipe low-grade. Kekambuhan setelah operasi eksisi tergantung dari
margin pembedahan (5% pada margin yang bebas, dan 50% pada margin yang
terlibat). Invasi intraokuler sangat jarang terjadi, begitu juga metastasis. Area
metastasis diantaranya adalah kelenjar getah bening pada preaurikuler,
submandibular dan servikal, kelenjar parotis, paru dan tulang. Penyebab utama
dari metastasis adalah terlambat dalam mendiagnosa dan terapi (Oral, 2010).
2.6 TUMOR SARAF OPTIK
2.6.1 Meningioma
Meningioma orbita primer biasanya berkembang dari araknoid selubung
nervus optikus.
Tumor ini cenderung menyebabkan defek visual pada tahap awalnya.
CT-scan dapat membedakan meningioma nervus optikus ( radiolusen di
bagian sentral) dari glioma nervus optikus ( hiperdens di bagian sentral ).
Meningioma orbita primer dapat meluas ke bagian luar dari duramater
menuju jaringan lunak orbita.
Meningioma nervus optikus biasanya lebih bersifat agresif dan letal pada
anak-anak dibanding dewasa.
Pada kebanyakan kasus, meningioma nervus optikus dapat menyebabkan
kebutaan.
Tanda yang paling sering dijumpai adalah hilangnya penglihatan dan atrofi
optikus. Proptosis terjadi apabila tumor terletak di dalam orbita.
50
51
Gambaran radiologi
CT scan orbita
.
Gambar 2.15 CT scan menunjukkan massa solid fusiformis pada distribusi persarafan,
dengan low attenuation dan kalsifikasi pada area sentral.
Gambar 2.16 Optic nerve glioma appears as diffuse enlargement of the left optic nerve
(arrows) in an 8-year-old girl. Glioma saraf optik tampak sebagai pembesaran difus pada
nervup otik kiri (tanda panah).
52
Gambar 2.17 MRI pada anak perempuan usia 7 tahun dengan riwayat keluarga
NF1 yang mengalami kebutaan sejak usia 18 bulan. MRI T2-weighted transaxial
menunjukkan glioma saraf optic bilateral (tanda panah).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan glioma optik meliputi pembedahan, radiasi dan kemoterapi). Bila
tumor ini terbatas intraorbital, intrakanalikular, atau bagian saraf prekhiasma,
reseksi sering dilakukan, terutama bila proptosis tidak terlalu tampak dengan
kehilangan penglihatan sempurna atau hampir sempurna di mata yang terkena.
Bila khiasma terlibat, tindakan bedah tidak dianjurkan, walaupun intervensi bedah
untuk mengendalikan hidrosefalus dan kenaikan tekanan intraakranium sekunder
atau bahan untuk biopsi mungkin diperlukan.. Radioterapi dapat mengubah
pertumbuhan tumor. Kemoterapi masih dalam tahap penelitian (Yuniarti, 2005).
53
54
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Ophtalmology : Ophtalmic Pathology and Intraocular
Tumors, section 4, 2007-2008. Page 251-303.
America Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and Strabismus
in Basic and Clinical Science Course. Section 6. 2008-09 : 390-99
American Cancer Society. 2012. Retinoblastoma.
Augsburger JJ, Schneider S. 2004. Tumors of Conjunctiva and Cornea. In
Opthalmology. Mosby. Spain.
Brunner and Suddarths. 2008. Textbook of Medical-Surgical Nursing. Penerbit :
LWW, Philadelphia.
Classon, Marie and Ed Harlow. The Retinoblastoma Tumors Suppresor in
Development and Cancer. Nature Publishing Group USA : 2002. Vol 2 :
910-917.
Feri M dan Sagiran. 2000. Hemangioma Karya Ilmiah. Bagian Bedah FK UMY.
Yogyakarta.
Finger, PT. 2010. Squamous carcinoma and intraepithelial neoplasia of the
conjunctiva. Available from : http:// www.Eyecancer.com/Patient/
Condition.aspx?
nID=38&Category=Conjunctival+Tumors&Condition=+Carcinoma+and+
Intraepithelial+Neoplasia+of+the + Conjunctiva
Hasan Q., Tan T.S, Gush J, Peters S, Davis P. Steroid Therapy of a Proliferating
Hemangioma: Histochemical and Molecular Changes. J Pediatr 2000; 105:
117-20.
Ilyas, S. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit
Buku Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilyas S. 2003. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2.
Jakarta: Balai Penerbit Buku Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
James B, Chris C, Anthony B,. 2005. Lectures Note Oftalmologi Ed. 9. Penerbit
Erlangga. Jakarta. Hlm. 126-127.
Jay justin older. 2003. Eyelid Tumors clinical diagnosis & surgical treatment.
Second edition. hal : 38 40.
55
Mounir Bashour, MD, CM, FRCS(C), PhD, FACS. 2008. Pigmented Lesions of
the Eyelid. http://emedicine.medscape.com/. Accessed 17 Agustus, 2012
Mulliken J.B. Vascular Anomalies. In: Aston S, Beasley R, Thorne C, Editors.
Grabb and Smith's Plastic Surgery. 5th ed. Philadelphia : Lippincot-Raven
Publ; 1997. p. 191-200
Oral, D. Conjunctival squamous cell carcinoma. 2010. Available formhttp: //www.
Osnsupersite.com/view.aspx?rid=66118.
Oski F, Deangelis C, Feigen R. Hemangioma. In: Julia A. McMillan, Catherine D.
Deangelis, Ralph D, editors. Principle and Practice of Pediatrics. 2nd
edition. Philadelphia : WB Saunders Co; 1999. p.802-12
Rahmadani, A. dan Rizky, O. 2012. Referat Tumor Palpebra dan
Penatalaksanaannya. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta.
Rosdiana, Nelly. Retinoblastoma Familial. 2009. Indonesia Journal of Cancer.
Vol. 3 (1) : 33-36.
RSCM Kirana - Dept. Mata FKUI-RSCM. 2012. Tumor Kelopak, Karsinoma Sel
Basal.http://mata-fkui-rscm.org/v2/tumor-kelopak-karsinomaselbasal/?
doing_wp_cron=1358765081.9458808898925781250000
Sandra R, Moeloek NF, Usman TA. Virus sebagai etiologi karsinoma sel
skuamosa adneksa mata. Bagian ilmu penyakit mata fakultas kedokteran
Indonesia.
Jakarta.1992.
p
664-5
[gambarretinoblastoma]
http://radiographics.rsna.org/content/27/4/1159/F15.large.jpg
Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Dermal Neoplasms. In: Skuta GL, Cantor LB,
Weiss JS. Basic and Clinical Science Course: Ophthalmic Pathology and
56
57