Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Surat

dakwaan

merupakan

dasar

pemeriksaan

suatu

perkara

pidana

dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan


mempertimbangkan dan menilai apa yang tertera dalam surat dakwaan tersebut
mengenai benar atau tidaknya terdakwa melakukan suatu tindak pidana yang
didakwakan kepadanya, di dalam hal akan menjatuhkan keputusannya.
Tanggal 31 Desember 1981 telah di Undang-undangkan ketentuan UndangUndang No.08 Tahun 1981 yaitu tentang Hukum Acara Pidana yang sifatnya sudah
dilakukan suatu unifikasi, maka secara resmi Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana yang berlaku sebelumnya telah dicabut, yaitu misalnya HIR(Het Herzeine
Inlandsch Reglement) tidak berlaku lagi sebab tidak sesuai lagi dengan cita-cita
hukum nasional.
Hukum Acara Pidana yang baru ini telah ada, akan tetapi dalam beberapa pasal
materinya tidak jauh atau tidak mengalami perubahan bila dibandingkan dengan
hukum acara pidana yang lama. Meskipun demikian, perubahan tersebut menjadi
kebanggaan kita semua bahwa pemerintah kita telah berhasil membuat suatu karya
besar dalam bidang hukum yang isinya telah disesuaikan dengan alam Negara
Indonesia merdeka yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan disegala
bidang.
1

Universitas Sumatera Utara

Hukum Acara Pidana yang baru ini mengandung beberapa asas penting, yang
memahami hak asas manusia, diantaranya adalah:1
1. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak
mengadakan pembedaan perlakuan.
2. Penangkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaan hanya dilakukan
berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh Undangundang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan Undangundang.
3. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan
dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya
putusan dari pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh
kekuatan hukum tetap.
4. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta
bebas, jujur dan tidak memihak, harus diterapkan secara konsekuen dalam
seluruh tingkat peradilan.
5. Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau
penahanan, selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang
didakwakan kepadanya juga wajib diberitahu haknya itu, termasuk hak untuk
menghubungi dan minta bantuan penasehat hukum.
6. Pengadilan memeriksa dengan hadirnya terdakwa.
Surat dakwaan merupakan dasar dari pemeriksaan perkara selanjutnya. Kalau
yang disebutkan dalam surat dakwaan tidak terbukti dan/atau tidak merupakan suatu
kejahatan atau pelanggaran, maka terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan.
Walaupun demikian, pentingnya kedudukan dari suatu surat dakwaan itu tidaklah
dapat disangkalkan penyusunannya, sehingga akan mengakibatkan lepasnya si
terdakwa dari segala tuduhan ataupun berakibat pembatalan dari surat dakwaan itu
sendiri.

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, (Surabaya: Penerbit Karya Anda, 2003)_

Universitas Sumatera Utara

Penuntut Umum dalam melakukan penuntutan, ia dapat mengambil beberapa


sikap, Misalnya: dalam hal tersangkut beberapa orang terdakwa, maksudnya apakah
perkara tersebut dapat diajukan dalam 1(satu) berkas perkara atau dipecah menjadi
beberapa berkas perkara(Splitsing)2. Pemecahan perkara ini biasanya dilakukan
apabila terdapat kekurangan-kekurangan saksi-saksi, sehingga perlu diadakan saksi
mahkota.
Ketentuan Pasal 143 ayat(2) huruf b KUHAP hanya disebutkan hal yang harus
dimuat dalam surat dakwaan ialah uraian secara cermat, jelas, dan lengkap
mengenai delik yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat delik itu
dilakukan. Bagaimana cara menguraikan secara cermat dan jelas, hal itu tidak
ditentukan dalam KUHAP. Tentu masalah ini masih tetap sama dengan kebiasaan
yang berlaku sampai sekarang yang telah diterima oleh yurisprudensi dan doktrin.
Perumusan dakwaan didasarkan pada hasil pemeriksaan pendahuluan dimana
dapat diketemukan baik berupa keterangan terdakwa maupun keterangan saksi dan
alat bukti yang lain termasuk keterangan ahli misalnya Visum Et Repertum,
disitulah dapat ditemukan perbuatan sungguh-sungguh dilakukan (Perbuatan
Materil) dan bagaimana dilakukannya.3

Prinst, Darwan, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Medan: Penerbit PT.Citra Aditya
Bakti, Cetakan Pertama, 2002), hal. 96_
3
Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika,
Cetakan Kedua, 2008), hal. 170

Universitas Sumatera Utara

Pemeriksaan yang dilakukan oleh polisi dengan mencantumkan pasal Undangundang pidana yang menjadi dasarnya tidak mengikat penuntut umum untuk
mengikutinya. Penuntut umum dapat membuat perubahan pasal Undang-undang
yang disebut oleh polisi untuk menyesuaikan dakwaan dengan fakta-fakta dan data
serta menyusun dakwaan berdasarkan perumusan delik tersebut.
Cara-cara tradisional untuk membuat surat dakwaan sesuai dengan Pasal 250
HIR dahulu pada kenyataannya tidak perlu dipenuhi. Keterangan singkat tentang
perbuatan yang didakwakan kadang lebih jelas dan hakikatnya lebih membantu
untuk menjamin kepentingan pembelaan. Seluruh unsur delik pada suatu perumusan
harus dimuat dalam dakwaan yang masih dapat dilakukan penyederhanaan metode
dakwaan tersebut. Keterangan singkat tentang perbuatan yang didakwakan
bermanfaat secara praktis jika dilakukan penyederhanaan secara formal terhadap
semua unsur delik yang diisyaratkan dalam dakwaan. Surat dakwaan jelas atau tidak
jelas adalah relatif dan hendaknya ukurannya didasarkan kepada keadaan konkret,
yaitu apakah keadaan itu menunjukan terdakwa dirugikan atau tidak. Jika tedakwa
telah mengetahui apa sebab ia didakwa, maka halnya sudah memadai. Meskipun
terdakwa telah mengerti apa sebab ia didakwa, bentuk-bentuk surat dakwaan harus
memenuhi syarat dan tidak dikaitkan dengan kepentingan terdakwa, oleh karena itu,
menurut KUHAP, surat dakwaan sudah memadai jika waktu dan tempat terjadinya
delik dan uraian secara cermat, jelas dan lengkap delik(tindak pidana) yang
didakwakan telah disebut. Kebiasaan penuntut umum menguraikan panjang lebar
tentang latar belakang delik itu tidak perlu sama sekali. Bahkan dengan berbuat

Universitas Sumatera Utara

demikian, ia membuka arena lebih luas lagi, yaitu ia harus membuktikan pula halhal yang ditambahkan itu.
Ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tidak menyebutkan
pengertian surat dakwaan. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana hanya
menyebutkan cara dan isi dari surat dakwaan seperti dirumuskan dalam Pasal 143
ayat(2), yakni: Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan
ditanda tangani serta berisi:
a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka.
b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu
dilakukan.
Jika memperhatikan Pasal 143 ayat(2) huruf a, b KUHAP tersebut diatas dapat
diketahui bahwa isi surat dakwaan itu dapat digolongkan menjadi 2(dua) bagian.
Pertama: berkaitan dengan identitas terdakwa. Kedua: berkaitan dengan uraian
mengenai tindak pidana. Berkaitan itu pula surat dakwaan harus memenuhi 2(dua)
syarat yakni: syarat formil dan syarat materil, yang dimaksud dengan syarat formil
adalah hal-hal yang berkaitan dengan identitas terdakwa, meliputi nama lengkap,
tempat lahir, umur dan tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama dan pekerjaan. Tidak terpenuhinya syarat ini berakibatkan surat dakwaan itu
cacat hukum(abscur libelle)(Pasal 143 ayat(2) huruf a KUHAP).
Adapun yang dimaksud dengan syarat materil adalah hal-hal yang berkaitan
dengan uraian-uraian yang lengkap dan cermat tentang perbuatan pidana serta
uraian mengenai tempat dan waktu dilakukannya perbuatan pidana, tidak

Universitas Sumatera Utara

terpenuhinya syarat ini berarti surat dakwaan itu batal demi hukum(Pasal 143
ayat(3) KUHAP).
Moeljatno menyarankan agar pembuatan surat dakwaan itu berisikan dua hal
sebagaimana juga yang berlaku di Negara-Negara Anglo Saxon, yaitu:4
a. Particulare of offence, yaitu lukisan atau uraian tentang perbuatan terdakwa
dengan kata-kata yang mudah di mengerti.
b. Statement of offence, yaitu pernyataan tentang aturan-aturan atau pasal-pasal
yang dilanggar terdakwa
Dakwaan harus memuat semua unsur syarat-syarat materil ini, tetapi bagaimana
cara menguraikannya dalam dakwaan tidak dijelaskan, hanya ditentukan dakwaan
harus berisi waktu dan tempat terjadinya tindak pidana serta perbuatan yang
dilakukan terdakwa, apa yang di maksud dengan perbuatan tidak dijelaskan sama
sekali, dalam ketentuan baru (KUHAP) surat dakwaan selain harus berisi waktu dan
tempat terjadinya pidana, juga harus di masukkan uraian secara lengkap, cermat dan
jelas mengenai tindak pidana yang didakwakan.
Pentingnya waktu dan tempat di masukkan kedalam dakwaan untuk mengetahui
Pengadilan Negeri mana yang berwenang mengadili dan untuk menjaga jangan
sampai terdakwa akan mengelak dakwaan bahwa ia pada waktu kejadian berada
ditempat lain (alibi), alibi ini jika dapat dibuktikan terdakwa mengakibatkan surat
dakwaan tidak dapat diterima.

Moeljatno, dalam Muhammad, Rusli, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Cetakan Pertama,
(Bandung: Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, 2007 ), hlm.84

Universitas Sumatera Utara

Literature hukum acara pidana pada umumnya dan literatur yang membahas
surat dakwaan khususnya, bahwa yang menjadi penekanan dalam penguraian
syarat-syarat surat dakwaan ialah pada syarat materil, karena tidak terpenuhinya
syarat materil tersebut menyebabkan dakwaan batal demi hukum. Namun demikian,
bukanlah syarat formil itu tidak lah begitu penting untuk diperhatikan dalam
merumuskan dakwaan, karena kesalahan atau kekeliruan yang menyangkut syarat
formil pun dapat menyebabkan hal yang fatal. Umpamanya saja dapat kita
bayangkan apa akibatnya bila terjadi kekeliruan mengenai orang(error in persona)
yang diajukan sebagai terdakwa. Dalam kasus demikian, tentunya kepada orang
yang secara keliru telah diajukan sebagai terdakwa tersebut tidak dapat
dipertanggung jawabkan atas tindak pidana yang didakwakan terhadapnya, dengan
demikian, ia akan dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.2642 K/Pid/2006, tertanggal
26 September 2007 tentang Mengerjakan dan Menggunakan Kawasan Hutan Secara
Tidak Sah Yang Dilakukan Secara Bersama-sama dan Dalam Bentuk Sebagai
Perbuatan Berlanjut, pada putusan mahkamah agung tersebut diatas, Jaksa Penuntut
Umum dalam surat dakwaannya pada dakwaan Pertama dan Dakwaan Kedua
meletakkan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, dalam hal ini terdakwa hanya
sebagai Direktur Utama PT.TORGANDA, serta terdakwa hanya memiliki status
sebagai Wiraswasta ( Direktur PT.TORGANDA dan PT.TORUS GANDA) dan
bukan sebagai Pejabat Negara, sebagaimana di sebutkan dalam Pasal 1 ayat(2)
huruf a,b,c,d,e dan Pasal 3 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jadi secara hukum Darianus Lungguk

Universitas Sumatera Utara

Sitorus, dalam hal dakwaan Pertama dan Kedua Jaksa Penuntut Umum yang
mendakwa terdakwa dengan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi sama sekali
tidak terdapat unsur-unsur yang mengarah kepada Tindak Pidana Korupsi.
a. Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan perumusan surat dakwaan terhadap
terdakwa Darianus Lungguk Sitorus seharusnya tidak terlalu cepat melakukan
suatu perumusan surat dakwaan. Jika perbuatan terdakwa mengarah kepada
perbuatan tindak pidana korupsi serta pengrusakan lingkungan hidup dalam hal
ini kawasan hutan, jadi Jaksa Penuntut Umum dalam merumuskan surat
dakwaannya dengan menggunakan bentuk dakwaan subsidairitas. Sebab
dampak negatif dari perbuatan yang dilakukan terdakwa berindikasi dapat di
jerat dengan lebih dari 1(satu) Undang-undang, sehingga Jaksa Penuntut Umum
tidak mengalami kebinggungan serta kegagalan dalam menyusun serta menjerat
terdakwa atas perbuatan yang telah dilakukan terdakwa, kalau Jaksa Penuntut
Umum menggunakan bentuk surat dakwaan campuran , maka dalam hal ini,
Jaksa Penuntut Umum harus membuktikan satu persatu dari rumusan perbuatan
tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa, akan tetapi prakteknya Jaksa
Penuntut Umum pada saat mendakwa terdakwa dengan menggunakan dakwaan
dalam bentuk Campuran/gabungan jarang sekali menjelaskan secara lengkap
dari masing-masing pasal yang tertera didalam surat dakwaan tersebut.
Tindak pidana korupsi sebagaimana yang dituduh dalam surat dakwaan Jaksa
Penuntut Umum sama sekali tidak memenuhi unsur-unsur dari delik tindak pidana
korupsi. Jaksa Penuntut Umum dalam membuat identitas terdakwa pada dakwaan
pertama adalah tidak jelas, didalam dakwaan tersebut apakah Saudara terdakwa

Universitas Sumatera Utara

sebagai pelaku tindak pidana atau perusahaan tersebut yang telah melakukan suatu
tindak pidana(dalam hal ini menyangkut mengenai syarat formil dari suatu surat
dakwaan), dalam hal ini, jaksa penuntut umum dalam merumuskan syarat formil
dari suatu surat dakwaan tersebut kabur sebagaimana telah di sebutkan dalam Pasal
143 ayat 2 huruf a KUHAP, serta kalau saudara Jaksa Penuntut Umum dalam
dakwaannya tersebut mengarah kepada perusahaannya, sehingga Jaksa Penuntut
Umum dalam membuat surat dakwaan harus disusun secara cermat terhadap tindak
pidana yang dilakukan oleh suatu korporasi. Tindak pidana korporasi tersebut
terdapat satu tindak pidana dengan lebih dari satu pelaku, pelakunya dalam hal ini
adalah personel yang menjadi Directing Mind korporasi dan korporasi itu sendiri.
Sehubungan dengan adanya lebih dari satu pelaku maka timbul permasalahan
hukum sebagai berikut: apakah penuntutan dalam personel korporasi yang
merupakan pelaku tindak pidana dan penuntutan terhadap korporasi harus dibuat
dalam satu surat dakwaan, atau kah boleh bahkan harus, dilakukan dalam dua surat
dakwaan yang berbeda? dan atau apabila surat dakwaan boleh(atau harus) dibuat
dalam dua surat dakwaan, apakah pemeriksaannya di muka pengadilan boleh(harus)
dilakukan sebagai dua perkara yang terpisah?
Masalah tersebut diatas muncul beberapa pendapat bahwa surat dakwaan cukup
dibuat satu saja, pendapat tersebut didasarkan atas dua pertimbangan. Pertimbangan
yang pertama adalah pada tindak pidana korporasi, pertanggung jawaban pidana
korporasi merupakan akibat dari tindak pidana yang dilakukan oleh Directing Mind
korporasi. Tanpa ada manusia yang menjadi pelaku tindak pidana, maka tidak akan
ada pertanggung jawaban pidana korporasi. Dengan demikian, pada pertanggung

Universitas Sumatera Utara

jawaban jawaban pidana korporasi terdapat hubungan sebab akibat(hubungan


kausalitas). Disamping itu, sebagai pertimbangan kedua, pada tindak pidana
korporasi hanya ada satu tindak pidana tetapi pelakunya ada dua, yaitu manusia
yang menjadi Directing Mind korporasi yang melakukan actus reus dan memiliki
mens rea yang diperlukan, dan korporasi yang harus memikul tanggung jawab atas
perbuatan manusia yang menjadi Directing Mind korporasi. Berdasarkan kedua
pertimbangan tersebut, harus dibuat satu surat dakwaan dengan dua terdakwa, yaitu
personel yang menjadi Directing Mind korporasi yang secara factual melakukan
actus reus dan kepada korporasi yang harus memikul pertanggung jawaban pidana
atas perbuatan personel yang bersangkutan. Dengan demikian pula, pemeriksaan
perkara tersebut harus dilakukan dalam satu pemeriksaan perkara saja oleh Majelis
Hakim yang sama. Sebelum korporasi dapat dituntut dan dinyatakan bertanggung
jawabatas tindak pidana yang dilakukan oleh personel yang bersangkutan, terlebih
dahulu harus dapat dibuktikan terpenuhinya unsure-unsur tersebut.
Apabila unsur-unsur tersebut telah dapat dipastikan oleh penuntut umum, baru
korporasi dapat dituntut berdasarkan surat dakwaan tersebut. Apabila unsur-unsur
tersebut ternyata tidak ada, sehingga karena itu korporasi tidak dapat dibebani
pertanggung jawaban pidana, maka hanya pelakunya yang dituntut dan diajukan
kepengadilan sebagai terdakwa dalam surat dakwaan tersebut.

B. PERUMUSAN MASALAH HUKUM


Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa hal yang dapat
dijadikan sebagai isu-isu hukum tentang Analisis Hukum Terhadap Dakwaan

Universitas Sumatera Utara

Tindak Pidana Korupsi Oleh Jaksa Penuntut Umum (Studi Putusan Mahkamah
Agung No.2642 K/Pid/2006), antara lain:
1. Bagaimanakah penyusunan surat dakwaan tindak pidana korupsi yang diajukan
oleh Jaksa Penuntut Umum menurut KUHAP?
2. Bagaimanakah akibat hukum terhadap putusan hakim Mahkamah Agung
No.2642 K/Pid/2006 bila mana didalam putusan Mahkamah Agung tersebut
terdapat surat dakwaan tindak pidana korupsi yang diajukan Jaksa Penuntut
Umum tidak memenuhi syarat materil dari suatu surat dakwaan?

C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
beberapa tujuan dari peneltian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perumusan serta syarat-syarat surat dakwaan tindak pidana
korupsi yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum
2. Untuk mengetahui akibat hukum yang muncul dari putusan hakim Mahkamah
No.2642 K/Pid/2006, apabila didalam putusan hakim Mahkamah Agung
tersebut terdapat surat dakwaan tindak pidana korupsi yang diajukan Jaksa
Penuntut Umum sama sekali tidak memenuhi syarat materil dari suatu surat
dakwaan berdasarkan Pasal 143 ayat(2) huruf b KUHAP

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Secara Teoritis, penelitian ini di harapkan agar dapat memberikan suatu manfaat
dalam bentuk sumbangan pemikiran serta juga dalam bentuk saran demi

Universitas Sumatera Utara

kemajuan perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan untuk bidang ilmu
hukum pidana pada khususnya yang berhubungan dengan Perumusan Surat
Dakwaan Tindak Pidana Korupsi Oleh Jaksa Penuntut Umum.
2. Secara Praktek, sangat bermanfaat dan membantu bagi semua pihak, baik itu
para praktisi, serta akademisi dan juga para aparat penegak hukum khususnya
para aparat kejaksaan yang secara langsung memegang jabatan sebagai Jaksa
Penuntut Umum serta yang mempunyai tugas dalam melakukan perumusan
surat dakwaan dengan benar serta mekanisme penyusunannya tersebut sesuai
dengan hukum acara pidana yang berlaku dalam hal perumusan/ pembuatan
surat dakwaan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap perkara
tindak pidana tertentu.

E. KEASLIAN PENELITIAN
Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di
kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Sekolah Pasca Sarjana,
maka penelitian dengan judul Analisis Hukum Terhadap Dakwaan Tindak Pidana
Korupsi Oleh Jaksa Penuntut Umum (Studi Putusan Mahkamah Agung No.2642
K/Pid/2006), belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya, dengan
demikian, penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung
jawabkan keaslian dari segi isinya.

Universitas Sumatera Utara

F. KERANGKA TEORI DAN KONSEPSI


1. Kerangka Teori.
a.Teori-teori Tentang Penyusunan Surat Dakwaan Tindak Pidana Korupsi
Pembicaraan tentang teori-teori penyusunan surat dakwaan tindak pidana
korupsi yang terdapat dalam hukum acara pidana, maka ada baiknya untuk
mengetahui secara umum tentang hukum acara pidana, diamana sebenarnya letak
hubungan antara hukum acara pidana dengan penyusunan surat dakwaan tindak
pidana korupsi serta bentuk-bentuk surat dakwaan tindak pidana korupsi dan tujuan
surat dakwaan beserta dengan isi dari surat dakwaan tersebut.
Hukum acara pidana adalah sangat penting bilamana kita hendak mempelajari
disiplin ilmu pengetahuan tertentu, ada beberapa defenisi yang dikemukan oleh para
ahli hukum, diantaranya yaitu:5
1. Wiryono Prodjodikoro, mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan hukum
acara pidana adalah merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang
memuat cara bagaimana badan pemerintah yang berkuasa harus bertindak guna
mencapai tujuan Negara dengan mengadakan hukum acara pidana.
2. Achmad Soemadipraja, mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan hukum
acara pidana adalah hukum yang mempelajari peraturan yang diadakan oleh
Negara dalam hal adanya persangkaan telah dilanggarnya Undang-undang
pidana.

Waluyadi, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana, (Bandung: Penerbit CV.Mandar Maju,
1999), hlm.8

Universitas Sumatera Utara

3. Sudarto, mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan hukum acara pidana


adalah aturan-aturan yang memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan oleh
aparat penegak hukum.
Pengertian dari beberapa kata (ungkapan) yang dapat dipetik dari surat dakwaan
ini adalah pengertian yang lebih penting dilihat dari kaca mata hukum.
Dalam pengertian sehari-hari, tuduh dapat diartikan dengan sangka. Maka, tuduhan
berarti jika secara harfiah adalah sangkaan, akan tetapi tidak demikian dengan bahasa
hukum. Dengan adanya tuduhan ataupun dakwaan yang tentu harus berdasarkan
bukti-bukti yang ada, Jaksa sebagai penuntut umum menghadapkan terdakwa dimuka
sidang pengadilan, dan pada intinya dengan adanya tuduhan khusus dalam pengertian
hukum pidana, maka seseorang telah dituduh/didakwa melakukan suatu perbuatan
pidana baik berupa kejahatan ataupun pelanggaran.
Guna keperluan diatas yaitu menyampaikan perkara ini dan menghadapkan
seorang pelaku tindak pidana ke muka sidang pengadilan, maka Jaksa Penuntut
Umum akan membuat surat dakwaan. Sekarang timbul pertanyaan apa yang diartikan
surat dakwaan? Maka guna mendapat penjelasan lebih jauh dibawah ini ada beberapa
ahli hukum yang mengartikan surat dakwaan.

Universitas Sumatera Utara

R.Achmad, mengatakan: Surat tuduhan adalah suatu surat atau akte yang
memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan yang sementara dapat
disimpulkan dari surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar dari hakim
untuk melakukan pemeriksaan yang bila ternyata cukup bukti dapat dijatuhkan
hukuman.6
R.Wirjono Prodjodikoro, mengatakan sebagai berikut:Surat tuduhan adalah
dasar dari pemeriksaan perkara selanjutnya, kalau yang disebutkan dalam surat
tuduhan itu tidak terbukti atau tidak merupakan kejahatan atau pelanggaran maka
terdakwa harus dibebaskan dari tuduhan.7
Didalam hukum acara pidana juga mengatur tentang mekanisme penyusunan
dan atau pembuatan surat dakwaan, sebelum melangkah kepada mekanisme
penyusunan surat dakwaan, maka terlebih dahulu harus mengetahui defenisi tentang
surat dakwaan tersebut, ada pun defenisi tentang surat dakwaan dari para ahli ilmu
hukum, antara lain:8
1. A.Karim Nasution, menyatakan sebagai berikut tuduhan adalah suatu surat atau
akte yang memuat suatu perumusan dari suatu tindak pidana yang dituduhkan
yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang
merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila ternyata
cukup terbukti, terdakwa dapat dijatuhi hukuman.

Soemadi Pradja, R.Achmad.S, Surat Dakwaan, (Bandung: Penerbit Sinar Bandung, 1985),
hlm.33
7
Prodjodikoro, R.Wirjono, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Bandung: Penerbit Sumur, 2000),
hlm.71
8
M.Husein, Harun, Surat Dakwaan Tehnik Penyusunan, Fungsi, Dan Permasalahannya,
(Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1994), hlm 44-45.

Universitas Sumatera Utara

2. Yahya Harahap, menyatakan bahwa pada umumnya surat dakwaan diartikan oleh
para ahli ilmu hukum berupa pengertian: surat/akte yang memuat perumusan
tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, perumusan mana ditarik dan
disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan rumusan
pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan pada terdakwa, dan surat
dakwaan tersebutlah yang menjadi dasar pemeriksaan bagi hakim dalam sidang
pengadilan.
3. A.Soetomo, merumuskan surat dakwaan sebagai berikut, surat dakwaan adalah
surat yang dibuat atau disiapkan oleh penuntut umum yang dilampirkan pada
waktu melimpahkan berkas perkara kepengadilan yang memuat nama dan
identitas pelaku perbuatan pidana, kapan dan dimana perbuatan dilakukan serta
uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai perbuatan tersebut yang
didakwakan telah dilakukan oleh terdakwa yang memenuhi unsur-unsur pasalpasal tertentu dari undang-undang yang tertentu pula yang nantinya merupakan
dasar dan titik tolak pemeriksaan terdakwa di sidang pengadilan untuk dibuktikan
apakah benar perbuatan yang didakwakan itu betul dilakukan dan apakah betul
terdakwa adalah pelakunya yang dapat dipertanggung jawabkan untuk perbuatan
tersebut.
Djoko Prakoso, mengatakan: Bahwa salah satu asas yang paling fundamental
dalam proses pidana adalah keharusan pembuatan surat dakwaan, ia menentukan
batas-batas pemeriksaan dan penilaian hakim, ia memuat fakta-fakta yang
didakwakan terhadap seorang terdakwa, dan hakim hanya boleh memutuskan atas

Universitas Sumatera Utara

dasar fakta-fakta tersebut, tidak boleh kurang atau lebih sehingga oleh sebab itulah
surat dakwaan di pandang sebagai suatu yang penting.9
Adanya beberapa pengertian dari surat dakwaan yang diberikan para sarjana
diatas sudah barang tentu sedikit akan memberikan gambaran yang jelas bagi kita
tentang surat dakwaan itu, karena seperti diketahui Undang-Undang No.08 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak ada memberikan defenisi yang jelas dari
surat dakwaan itu, melainkan hanya mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi
dan hal-hal lain yang berhubungan dengan surat dakwaan itu sendiri.
Penuntut umum telah menentukan bahwa dari hasil pemeriksaan penyidikan
dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan.
Adapun setiap penuntut umum melimpahkan perkara kepengadilan selalu disertai
dengan surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan yang dilakukan oleh hakim di
pengadilan.
Gambaran betapa pentingnya untuk memperhatikan kecermatan dalam
merumuskan syarat formil maupun syarat materil dalam surat dakwaan, di bawah
ini beberapa putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang menyangkut hal
tersebut, antara lain:

Prakoso, Djoko, Tugas dan Peran Jaksa Dalam Pembangunan, (Jakarta: Penerbit Ghalia
Indonesia, 1981), hlm.4

Universitas Sumatera Utara

1.Putusan Mahkamah Agung RI No.104 K/Kr/1971 tanggal 31 Januari 1973,


menyatakan:Putusan Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi harus dibatalkan
karena tuduhan merupakan Obscuur Libel yang hanya mengemukakan rumusan
delik Pasal 378 KUHP, tanpa mengkhususkan tentang perbuatan-perbuatan
tertuduh yang dianggap menipu dalam arti Pasal 378 KUHP.
Putusan Mahkamah Agung tersebut diatas, jelaslah bahwa yang menjadi dasar
pertimbangan

pembatalan

dakwaan

adalah

karena

dakwaan

Obscuur

Libel(perumusan tindak pidana yang didakwakan kabur), karena penuntut umum


dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan hanya merumuskan kualifikasi
tindak pidana penipuan saja, tanpa menguraikan perbuatan nyata(fakta) yang
memenuhi rumusan unsur-unsur tindak pidana tersebut.
2.Putusan Mahkamah Agung RI No. 74 K/Kr/1973 tanggal 10 Desember 1974,
menyatakan: Tindak Pidana secara prinsipil berbeda dengan tindak pidana
penipuan. Ia harus tegas dirumuskan dalam tuduhan dan tidak cukup menunjuk
kepada tuduhan primair saja.
Putusan Mahkamah Agung tersebut diatas, yang menjadi dasar pembatalan
dakwaan adalah karena dalam dakwaan penipuan (dakwaan alternative), cara-cara
terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan tidak dirumuskan secara jelas dan
tegas tetapi ditunjuk saja kepada dakwaan primair. Memang dalam praktek sering
penuntut umum membuat perumusan demikian, padahal sebagaimana kita ketahui
bahwa antara tindak pidana penipuan dan penggelapan terdapat perbedaan yang
prinsipil yaitu dalam hal penipuan beralihnya barang dari eigenaar atau beziternya
kepada terdakwa disebabkan karena telah digunakannya cara-cara penipuan

Universitas Sumatera Utara

sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 378 KUHP sedangkan dalam penggelapan


beralihnya barang kepada terdakwa bukan karena dilakukannya cara penipuan
tersebut. Barang tersebut dari semula memang sudah berada dalam tangan terdakwa
karena alas hak yang sah, umpamanya karena adanya hubungan pinjam-meminjam,
atau karena adanya hubungan titip-menitip, umpamanya dijual atau digadaikan,
dipinjamkan kepada orang lain atau sebagainya. Oleh karena perbedaan yang
prinsipil itu adalah tidak benar bila dalam dakwaan subsidiair, cara-cara terdakwa
melakukan perbuatan ditunjuk saja kepada dakwaan primair. Sebaiknya, apabila
akan melakukan penunjukan demikian, hanya dilakukan terhadap waktu dan tempat
yang telah dirumuskan dalam dakwaan primer saja, sebab tidak pernah ada dua
tindak pidana yang satu dan yang lain sama persis unsur-unsurnya.
3.Putusan Mahkamah Agung RI No.41 K/Kr/1973 tanggal 25 Januari 1975,
menyatakan: bahwa dalam tuduhan kedua diatas, ternyata disebutkan semua
unsur delik Pasal 378 KUHP dan meskipun disebutkan waktu dan tempat
perbuatan dilakukan, tetapi tidak dengan jelas dan tepat dilukiskan hal ikhwal
perbuatan terdakwa.
Pembatalan surat dakwaan dalam putusan Mahkamah Agung tersebut diatas,
disebabkan penuntut umum tidak merumuskan secara cermat, jelas dan lengkap
tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa
4.Putusan Mahkamah Agung RI No.600 K/Pid/1982 tanggal 09 November 1983
menyatakan: dalam surat dakwaan kumulasi yang diajukan penuntut umum tidak
jelas corak kumulasinya, apakah concursus idealis atau concursus realis, serta

Universitas Sumatera Utara

sangat sulit untuk memahami dalam tindak pidana mana para terdakwa
dikumulasikan dan dalam tindak pidana pula mereka berdiri sendiri.
Putusan Mahkamah Agung RI No.808/K/Pid/ 1984 tertanggal 6 Juni 1985 yang
menyatakan: Dakwaan tidak cermat, kurang jelas, dan tidak lengkap harus
dinyatakan batal demi hukum
Proses penyusunan surat dakwaan tindak pidana korupsi tersebut diarahkan
kepada beberapa teori tujuan hukum yaitu Teori Utilitas dari Bentham, yaitu hukum
bertujuan mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang, maka menurut
pendapat ini tujuan hukum dirumuskan sebagai berikut: hukum bertujuan menjamin
adanya bahagia sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya10
Aristoteles, dalam teorinya Tujuan Hukum menghendaki keadilan semata-mata
dan isi dari pada hokum ditentukan oleh kesadaran etis apa yang dikatakan adil dan
apa yang tidak adil11
Teori-teori tersebut diatas ditujukan kepada Jaksa Penuntut Umum, agar jaksa
dalam menerapkan hukum atau peraturan kepada seseorang sesuai dengan apa yang
telah dilakukan oleh terdakwa dan adil sehingga dengan penerapan hukum yang
dilakukan oleh Jaksa tersebut dapat membawa faedah dan/atau bermanfaat serta adil
kepada terdakwa.
Undang-Undang No.08 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, tidak ada ketentuan yang mengatur tentang bentuk surat dakwaan
selain ketentuan tersebut hanya mengatur syarat-syarat pembuatan surat dakwaan.
10

E.Utrecht, Saleh Djindang, Moh, Pengantar Dalanm Hukum Indonesia, Cetakan Kesebelas,
(Jakarta: Penerbit PT.Ichtiar Baru, 1983), hal. 12
11
Soeroso, R, Pengantar Ilmu Hukum, edisi pertama, Cetakan ke-empat, (Jakarta: Penerbit
Sinar Grafika, 2001), hal. 58

Universitas Sumatera Utara

Bentuk surat dakwaan adalah penting bagi penuntut umum dalam rangka
menyusun strategi penuntutan untuk menghadapi banyak ragamnya kejahatan yang
terjadi, dalam praktek peradilan bentuk surat dakwaan sebagai berikut:12
1. Surat dakwaan berbentuk tunggal
2. Surat dakwaan berbentuk berlapis
3. Surat dakwaan berbentuk alternatif
4. Surat dakwaan berbentuk kumulatif
5. Surat dakwaan berbentuk gabungan(Kombinasi)
6. Surat dakwaan atas tindak pidana yang terdapat perbedaan wewenang yang
menyidik
7. Surat dakwaan atas suatu perkara yang terdapat dua tindak pidana yang berbeda
kekuasaan mengadili.
Selain itu, didalam literatur yang berbeda terdapat pembagian bentuk surat
dakwaan yang berbeda dari literatur yang lainnya, melakukan perumusan surat
dakwaan.

12

RM, Suharto, Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 1994),

hal. 67

Universitas Sumatera Utara

Perumusan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan dilakukan suatu perumusan


kedalam 4 bentuk surat dakwaan, antara lain:
1. Surat dakwaan biasa.
2. Surat dakwaan alternatif
3. Surat dakwaan subsidair
4. Surat dakwaan kumulasi
Ad.1. Surat Dakwaan Biasa.
Bentuk surat dakwaan biasa adalah surat dakwaan yang disusun dalam rumusan
tunggal. Surat dakwaan hanya berisi satu saja dakwaan, umumnya perumusan
dakwaan tunggal dijumpai dalam tindak pidana yang jelas serta tidak mengandung
faktor-faktor penyertaan(mededaderschap) atau faktor concursus maupun faktor
alternatif atau faktor subsidair. Baik pelakunya maupun tindak pidana yang
dilanggar sedemikian rupa jelas dan sederhana, sehingga surat dakwaan cukup
dirumuskan dalam bentuk tunggal.
Ad.2. Surat Dakwaan Alternatif
Bentuk surat dakwaan alternatif ini antara dakwaan yang satu dengan yang lain
saling mengecualikan, atau One That Substitutes For Another, dengan demikian
pengertian yang diberikan kepada bentuk dakwaan yang bersifat alternatif, antara isi
rumusan dakwaan yang satu dengan yang lain, yaitu:
1. Saling mengecualikan, dan
2. Memberi pilihan kepada hakim atau pengadilan untuk menentukan dakwaan
mana yang tepat dipertanggung jawabkan kepada terdakwa sehubungan dengan
tindak pidana yang dilakukannya.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan yang hendak dicapai bentuk surat dakwaan alternatif, pada dasarnya
bertitik tolak dari pemikiran atau perkiraan:13
a. Untuk menghindari pelaku terlepas atau terbebas dari pertanggung jawaban
hukum pidana.
b. Memberikan pilihan kepada hakim menerapkan hukum yang lebih tepat
Ad.3 Surat Dakwaan Subsidair.
Surat dakwaan ini disusun untuk menuntut perkara pidana lebih dari satu
dakwaan yang disusun dengan mempertimbangkan bobot pidana, pidana yang berat
ditempatkan pada deretan pertama, yang disebut dakwaan primer, kemudian yang
disusul dengan dakwaan dengan bobot pidana yang lebih ringan sebagai dakwaan
subsider. Mungkin masih ada lagi bobot pidana yang lebih ringan, diurutkan lagi
dengan urutan ketiga dengan dakwaan lebih subsider.
Ciri utama dari dakwaan ini adalah disusun secara berlapis-lapis yaitu di mulai
dari dakwaan terberat sampai yang ringan, berupa susunan secara primer, subsider,
lebih subsider, lebih-lebih subsider dan seterusnya atau dapat pula disusun dengan
istilah terutama, penggantinya, penggantinya lagi dan seterusnya.

13

Harahap, Yahya, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Cetakan Ke-8, Edisi
Ke-2, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2006), hal. 400-401

Universitas Sumatera Utara

Fungsi surat dakwaan dalam pemeriksaan suatu perkara:14


a. Bagi Hakim
1. Merupakan dasar dan sekaligus menentukan ruang lingkup pemeriksaan
siding.
2. Merupakan dasar penilaian/ pertimbangan dan musyawarah majelis hakim
dalam rangka mengambil keputusan tentang perbuatan dan kesalahan
terdakwa.
b. Bagi Penuntut Umum
1. Merupakan dasar pelimpahan perkara
2. Merupakan dasar pembuktian/pembahasan yuridis
3. Merupakan dasar tuntutan pidana
4. Merupakan dasar pengajuan upaya hukum
c. Bagi terdakwa/penasehat hukumnya
1. Merupakan dasar pengajuan eksepsi
2. Merupakan dasar pembelaan diri, karena itu dakwaan harus cermat, jelas, dan
lengkap agar dapat di mengerti oleh terdakwa.
Dasar pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan
perbuatan pidana adalah norma yang tidak tertulis: tidak dipidana jika tidak ada
kesalahan, dasar ni adalah mengenai di pertanggung jawaban seseorang atas
perbuatan yang dilakukannya.
Dasar ini adalah mengenai dipertanggung jawabakannya seseorang atas
perbuatan yang dilakukannya, jadi, mengenai Criminal Responsiblitiy atau Criminal
Liability, akan tetapi, mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan, yaitu
mengenai perbuatan pidananya sendiri, mengenai Criminal Act, juga ada dasar yang
pokok, yaitu asas Legalitas, asas yang menentukan bahwa tiada perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam
perundang-undangan, biasanya ini dikenal dengan bahasa latin sebagai Nullum
Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege( Tiada delik, tidak ada pidana tanpa
peraturan lebih dahulu).
14

Hamid, Hamrat, M.Husein, Harun, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penuntutan dan
Eksekusi, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, (Jakarta: Penerbit:Sinar Grafika, 1992), hal. 25

Universitas Sumatera Utara

Biasanya asas legalitas ini di maksud mengandung 3 pengertian, yaitu:15


1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu
terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.
2. Untuk

menentukan

adanya

perbuatan

pidana

tidak

boleh

digunakan

analogi(kias)
3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.
Berbagai defenisi sebagaimana diuraikan diatas, kelihatannya berbeda satu sama
lain, namun demikian bila diteliti dengan seksama maka dalam perbedaan tersebut
terkandung persamaan pula pada intinya.
inti persamaan tersebut berkisar pada hal-hal sebagai berikut:
a. Bahwa surat dakwaan merupakan suatu akte.
b. Bahwa setiap defenisi surat dakwaan tersebut selalu mengandung elemen yang
sama yaitu adanya perumusan tentang tindak pidana yang didakwakan beserta
waktu dan tempat dilakukannya tindak pidana.
c. Bahwa dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa,
haruslah dilakukan secara cermat, jelas dan lengkap, sebagaimana diisyaratkan
dalam ketentuan perUndang-undangan.

15

Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Edisi Revisi, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2008),

hal. 27

Universitas Sumatera Utara

d. Bahwa surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan perkara di sidang


pengadilan, sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor:47 K/Kr/1956
tanggal 23 Maret 1957, yang menyatakan bahwa yang menjadi dasar
pemeriksaan oleh pengadilan ialah surat tuduhan( dakwaan), bukan tuduhan
yang dibuat oleh polisi.
Azas Oportunitas
Hukum acara pidana dikenal suatu badan yang khusus diberi wewenang untuk
melakukan penuntutan pidana kepengadilan yang disebut penuntut umum.
Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai monopoli, artinya
tiada badan lain yang boleh melakukan itu, ini disebut Dominus Litis ditangan
penuntut umum atau Jaksa.
Hubungan dengan hak penuntutan dikenal 2(dua) asas yaitu disebut dengan asas
Legalitas dan asas oportunitasa, menurut asas oportunitas, penuntut umum tidak
wajib menuntut seseorang yang melakukan delik jika menurut pertimbangannya
akan merugikan kepentingan umum, jadi demi kepentingan umum, seseorang yang
melakukan delik tidak dituntut16
Menurut A.Z.Abidin Farid memberi perumusan tentang asas oportunitas sebagai
berikut:17
Asas hukum yang memberikan kewenangan kepada penuntut umum
untut menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang
atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum

16

Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Penerbit CV.Sapta Artha Jaya,
1996), hal. 15
17
A.Z.Abidin Farid, dalam bukunya Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta:
Penerbit CV.Sapta Artha Jaya, 1996), hal. 15

Universitas Sumatera Utara

Perumusan surat dakwaan telah ditentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi


sebagaiman diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP, yaitu:
a. Syarat Formil, adalah surat dakwaan diberi tanggal dan ditanda tangani oleh
penuntut umum. Surat dakwaan memuat nama lengkap, tempat lahir, umur, atau
tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal dan agama.
Akan tetapi, berdasarkan kelaziman dalam praktek sesuai dengan Keputusan
Jaksa Agung Republik Indonesia No. KEP-518/A/J.A/11/2001 tanggal 01 November
2001 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana di samping identitas terdakwa
tersebut juga dilengkapi dengan pendidikan, yaitu untuk acara biasa dengan bentuk P29 dan acara singkat dengan P-30.
Konkretnya, dicantumkannya tanggal dan tanda tangan diperlukan untuk
memenuhi syarat sebagai suatu akta untuk menghindari Error In Persona. Tidak
dipenuhinya syarat formal tidaklah menyebabkan surat dakwaan batal demi hukum,
tetapi surat dakwaan tersebut dapat dibatalkan atau dinyatakan batal sebagaimana
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.41 K/Kr/1973 tanggal 25
Januari 1975
b. Syarat Materil, adalah surat dakwaan yang memuat uraian secara cermat, jelas
dan lengkap mengenai tindak pidana yang dilakukan
Pengertian cermat, jelas dan lengkap maksudnya ketelitian Jaksa Penuntut
Umum untuk mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan undang-undang yang
berlaku bagi terdakwa, serta tidak terdapat kekurangan-kekurangan atau kekeliruan
yang dapat dibuktikan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan.

Universitas Sumatera Utara

Pengertian jelas adalah bahwa Jaksa Penuntut Umum harus mampu


merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan, sekaligus memadukan uraian
dengan perbuatan materil yang dilakukan oleh terdakwa.
Pengertian lengkap adalah uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsur
yang ditentukan undang-undang jangan sampai terjadi adanya unsur yang tidak
dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan perbuatan materilnya secara tegas
dalam dakwaan, yang dapat berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak
pidana.Rumusan dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan harus dirumuskan secara
tegas dan dijelaskan unsur-unsur yang subjektif dan objektif.
Perumusan unsur objektif adalah mengenai bentuk atau macam tindakan dan
acara-acara terdakwa melakukan tindak pidana tersebut. Perumusan unsur subjektif
adalah mengenai masalah pertanggung jawaban seseorang menurut hukum,
misalnya adanya unsur kesengajaan, kekeliruan dan sebagainya.
Pada hakikatnya, dakwaan subsidaritas hampir sama dengan jenis dakwaan
alternatif, akan tetapi, perbedaannya kalau dalam dakwaan alternatif hakim
langsung dapat memilih dakwaan yang sekiranya cocok dengan pembuktian
dipersidangan, sedangkan pada dakwaan subsidaritas hakim terlebih dahulu
mempertimbangkan dakwaan terberat(misalnya Primer), apabila dakwaan primer
tidak terbukti, kemudian hakim mempertimbangkan dakwaan yang berikutnya atau
subsider dan seterusnya. Sebaliknya apabila dakwaan telah terbukti, dakwaan
selebihnya(subsider dan seterusnya) tidak perlu dibuktikan lagi.18
18

Mulyadi, Lilik, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan,
Eksepsi dan Putusan Peradilan, (Bandung: Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 102-103.

Universitas Sumatera Utara

Ad.4. Surat Dakwaan Kumulatif


Apabila surat dakwaan disusun secara kumulatif, maka tiap perbuatan (delik) itu
harus dibuktikan tersendiri-sendiri pula, walaupun pidananya disesuaikan dengan
peraturan tentang delik gabungan dalam Pasal 63 sampai dengan Pasal 71 KUHP

2. Kerangka Konsepsi
a. Analisis hukum adalah: kegiatan penelaahan dan interpretasi atas fakta-fakta
hukum yang telah dikemukakan19
b.

Surat dakwaan adalah surat tuntutan20

c. Jaksa adalah Pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.21
d. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini
untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.22
e. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang
pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undangundang ini.23

19

Syamsudin, M, Mahir Menulis Legal Memorandum, Cetakan Ke-3, (Jakarta: Penerbit


Kencana Prenada Media, 2007), hal. 45
20
Andi Hamzah, Jur, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Kedua, (Jakarta: Penerbit Sinar
Grafika, 2008), hal. 167
21
Pasal 1 angka 6 huruf a Undang-Undang No.08 Tahun 1981 tentang KUHAP
22
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
23
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No.08 Tahun 1981 tentang KUHAP

Universitas Sumatera Utara

f. Hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh Undangundang untuk mengadili.24
g. Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.25

24

Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No.08 Tahun 1981 tentang KUHAP


Pasal 1 Undang-Undang No.5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
25

Universitas Sumatera Utara

G. Metode Penelitian.
1.

Spesifikasi Penelitian.
Penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris: Research yang berarti usaha
atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan suatu metode tertentu
dan dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan,
sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab problemnya.26
Metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali
pemecahan terhadap segala permasalahan. Didalam penelitian dikenal adanya
beberapa macam teori untuk menerapkan salah satu metode yang relevan terhadap
permasalahan tertentu.
Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang di hadapi.27
Untuk keberhasilan suatu penelitian yang baik dalam memberikan gambaran
dan jawaban terhadap permasalahan yang diangkat, tujuan serta manfaat penelitian
sangat ditentukan oleh metode yang dipergunakan dalam peneltian.

26

Subagyo, P.Joko, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Cetakan ke-5, (Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta, 2006), hal. 2
27
Sahrin, Alvi, Bahan Mata Kuliah Metodologi Penelitian Hukum Pasca Sarjana Hukum USU

Universitas Sumatera Utara

Dilihat dari sifatnya, didalam uraian mengenai besar ilmu hukum, titik-tolak
yang dipergunakan adalah disiplin hukum. Disiplin merupakan suatu sistem ajaran
tentang kenyataan, yang biasanya mencakup disiplin analitis dan disiplin
preskriptif. Disiplin hukum lazimnya digolongkan kedalam disiplin preskriptif.
Hal itu disebabkan, oleh karena dalam pandangan tersebut titik-tolak diambil
dari pendapat bahwa hukum hanya mencakup segi normatif belaka.28
Dilihat dari pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan
kasus(Case Approach), yang didasarkan pada pertimbangan bahwa, dalam
menggunakan pendekatan kasus(Case Approach), yang perlu dipahami adalah Ratio
Decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai
pada putusannya.29

28

Soekanto, Soerjono, Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 2
29
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Ke-4, (Jakarta: Penerbit
Kencana, 2008), hal. 119

Universitas Sumatera Utara

Menurut

Goodheart,

Ratio

Decidendi

dapat

diketemukan

dengan

memperhatikan fakta materil, fakta-fakta tersebut berupa orang, tempat, waktu, dan
segala yang menyertainya asalkan tidak terbukti sebaliknya. Perlunya fakta materil
tersebut diperhatikan karena baik hakim maupun para pihak akan mencari aturan
hukum yang tepat untuk dapat diterapkan kepada fakta tersebut, Ratio Decidendi
inilah yang menunjukkan bahwa ilmu hukum merupakan ilmu yang bersifat
Preskriptif, bukan deskriptif, sedangkan diktum yaitu putusannya merupakan
sesuatu yang bersifat deskriptif.30 Oleh karena itulah pendekatan kasus(Case
Approach) bukanlah merujuk kepada diktum putusan pengadilan, melainkan
merujuk kepada Ratio Decidendi terhadap Analisis Hukum Terhadap Dakwaan
Jaksa Penuntut Umum Telaah Putusan Mahkamah Agung No.2642 K/Pid/2006
tertanggal 26 September 2007 tentang Mengerjakan dan Menggunakan Kawasan
Hutan Secara Tidak Sah Yang Dilakukan Secara Bersama-sama Dan Dalam Bentuk
Sebagai Perbuatan Berlanjut
2. Sumber-Sunber Bahan Hukum
Penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Untuk memecahkan isu hukum
dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan
sumber-sumber penelitian.

30

Goodheart, dalam bukunya Mahmud Marzuki, Peter, Peneltian Hukum, Edisi Pertama,
Cetakan ke-4, (Jakarta: Penerbit Kencana, 2008), hal. 119

Universitas Sumatera Utara

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber


penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum
sekunder
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat Autoritatif artinya
mempunyai otoritas.
Bahan-bahan hukum primer terdiri dari:
1. Perundang-undangan,
2. Catatan-catatan resmi
3. Risalah dalam pembuatan perundang-undangan
4. Putusan-putusan hakim
Bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.
Bahan-bahan hukum sekunder terdiri dari:
1. Buku-buku teks,
2. Kamus-kamus hukum,
3. Jurnal-jurnal hukum,
4. Komentar-komentar atas putusan pengadilan

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai