Pengelolaan Pariwisata Berkelanjutan Tugas 1
Pengelolaan Pariwisata Berkelanjutan Tugas 1
Latar Belakang
Pembangunan pariwisata yang terpadu dan berkelanjutan perlu memperhatikan dampak serta
aspiratif dengan adat istiadat masyarakat di sekitar daerah tujuan wisata. Seluruh stake
holders yang berhubungan langsung dengan dunia pariwisata terlibat dalam perencanaan
pembangunan suatu obyek daerah tujuan wisata. Masyarakat setempat, wisatawan, pengusaha
(investor), biro perjalanan serta Pemerintah Daerah harus saling terpadu untuk berupaya
secara maksimal mengembangkan potensi wisata yang memperhitungkan keuntungan dan
manfaat rakyat banyak.
Industri pariwisata yang berkembang dengan baik akan membuka kesempatan terciptanya
peluang usaha, kesempatan berwiraswasta, serta terbukanya lapangan kerja yang cukup luas
bagi penduduk setempat, bahkan masyarakat dari luar daerah. Secara langsung dengan
dibangunnya sarana dan prasarana kepariwisataan di daerah tujuan wisata tersebut maka akan
banyak tenaga kerja yang diperlukan oleh proyek-proyek, seperti pembuatan jalan-jalan ke
obyek-obyek pariwisata, jembatan, usaha kelistrikan, penyediaan sarana air bersih,
pembangunan lokasi rekreasi, angkutan wisata, terminal, lapangan udara, perhotelan,
restoran, biro perjalanan, pusat perbelanjaan, sanggar-sanggar kesenian dan tempat-tempat
hiburan lainnya.
Perputaran uang akan meningkat dengan adanya kunjungan para wisatawan baik domestik
maupun non domestik, hal ini tentu akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
peningkatan penerimaan devisa negara, pendapatan nasional serta pendapatan daerah.
Walaupun demikian ada beberapa alasan di luar faktor ekonomis yaitu yang bersifat non
ekonomis dalam pengembangan pariwisata. Salah satu contoh adalah dalam rangka
mempertahankan kelestarian kebudayaan masyarakat setempat, keindahan alam serta
menyamakan persepsi seluruh komponen masyarakat akan ke arah mana pariwisata
dikembangan.
Pembangunan pariwisata perlu direncanakan secara matang dan terpadu dengan
memperhatikan segala sudut pandang serta persepsi yang saling mempengaruhi. Para
pengambil kebijakan hati-hati dalam implementasinya, akan sangat bagus apabila sebelum
kebijakan dijalankan dilakukan terlebih dahulu penelitian dan pengkajian yang mendalam
terhadap semua aspek yang berkaitan dengan dunia pariwisata. Mulai dari potensi yang
dimiliki daerah setempat, adat istiadat kebiasaan hidup masyarakat sekitar lokasi pariwisata,
kepercayaan yang dianutnya, sampai kepada kebiasaan dan tingkah laku wisatawan yang
direncanakan akan tertarik untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata yang siap
dikembangkan.
Dengan kebijakan yang memperhatikan kompleksitas permasalahan tersebut diharapkan akan
tercipta suasana lokasi daerah tujuan wisata yang harmonis, aman, nyaman, bersih, bebas
polusi dan memiliki lingkungan yang terpelihara, sehingga menyenangkan semua pihak
khususnya para wisatawan.
Konsep dan Pengertian Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
Pemenuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat adalah tujuan utama pembangunan.
Kebutuhan dasar sebagian besar penduduk di bumi ini seperti pangan, sandang, papan,
pekerjaan perlu terpenuhi, disamping mempunyai cita-cita akan kehidupan yang lebih baik.
Konsep pembangunan berkelanjutan mengimplikasikan batas bukan absolut akan tetapi batas
yang ditentukan oleh teknologi dan organisasi masyarakat serta oleh kemampuan kehidupan
bumi menyerap dampak kegiatan manusia.
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini
tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut (Djajadiningrat, 2001):
1.Menjamin pemerataan dan keadilan sosial
2.Menghargai keanekaragaman (diversity)
3.Menggunakan pendekatan integratif
4.Meminta perspektif jangka panjang
Di dalam pembangunan berkelanjutan terkandung dua gagasa penting, yaitu gagasan
kebutuhan yaitu kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia serta
gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap
kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Sehingga untuk
memenuhi dua gagasan tersebut diperlukan syarat-syarat untuk pembangunan berkelanjutan
(Djajadiningrat, 2001), sebagai berikut
1.Keberlanjutan Ekologis
2.Keberlanjutan Ekonomi
3.Keberlanjutan Sosial dan Budaya
4.Keberlanjutan Politik
5.Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan
Dalam kaitannya dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan yang perlu mendapatkan
perhatian adalah bagaimana agar supaya obyek daerah tujuan wisata dapat dikembangkan
dengan tidak mengganggu ekosistem lingkungan yang ada, serta masyarakat setempat tidak
terpinggirkan kepentingannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih baik.
Kendala dalam Pengembangan Pariwisata
Sejak diundangkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka berbagai
upaya pengembangan potensi daerah menjadi menarik dan bahkan banyak dibicarakan serta
diupayakan oleh berbagai pihak untuk didayagunakan semaksimal mungkin. Semua sektor
dicari kemungkinan untuk dapat dikembangkan sedemikian rupa sehingga memberikan
kontribusi terhadap suksesnya implementasi roda pemerintahan. Hal ini juga terjadi pada
dunia pariwisata. Dalam banyak hal pariwisata memang menjadi potensi fokus orientasi
kebijakan guna mendongkrak sumbangan pendapatan daerah. Sejalan dengan pemikiran itu
agaknya dapat difahami manakala terjadi eksploitasi secara berlebihan terhadap aset wisata
yang dimiliki daerah-daerah tertentu.
Inipun juga sejalan dengan semangat ditetapkanya Otonomi Daerah, dimana dengan
dilaksanakan otonomi daerah diharapkan terjadi revitalisasi dan pemberdayaan daerah yang
lebih tepat dan sesuai dengan kehendak masyarakat secara proporsional. Pemerintah Propinsi,
Kabupaten/ Kota diharapkan mampu mengartikulasikan kepentingan dan merumuskan
kebijakan serta mengambil kebijakan secara tepat, cepat dan sesuai dengan kebutuhan,
sehingga pengembangan terhadap potensi yang ada dapat dilaksanakan dengan lebih optimal
dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Tetap dalam bingkai implementasi otonomi daerah, pendelegasian berbagai kewenangan
kepada pemerintah daerah termasuk urusan kepariwisataan sudah semestinya dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya dalam artian haruslah dikelola secara efektif dan sistematik baik
dijajaran pemerintahan maupun masyarakat pengelola aset pariwisata.
Potensi pariwisata jika dicermati dengan seksama dapat didekati dari berbagai aspek, seperti
aspek ekonomi, sosial budaya, aspek fisik, aspek politik, sumberdaya alam dan manusia serta
lainnya. Oleh karena itu, dalam kaitan dengan bidang pariwisata, berbagai potensi tadi
merupakan aset jika dimanfaatkan dengan baik akan mampu meningkatkan performance
pengelolaan kepariwsataan secara holistik dengan pendekatan multidisilpliner, lintas
sektoraldan lintas regional (meski tanpa mengesampingkan lokalitas yang ada).
Menyimak pengalaman pengelolaan bahkan pengembangan pariwisata yang ada, betapapun
masih terdapat berbagai kendala yang menyebabkan pengelolaan tidak optimal. Beberapa
kendala tersebut antara lain:
1.Nilai tambah rendah. Hal ini berkait dengan kreativitas, inovasi dan kurangnya kemampuan
interpretasi peluang. Dalam banyak pertimbangan pengembangan pariwisata, terkadang tidak
disadari bahwa sebenarnya ada aset wisata yang jika dikelola dengan baik akan memiliki nilai
tambah yang menggiurkan. Namun kenyataannya masih ada beberapa aset atau obyek yang
saat ini kondisi nilai tambahnya masih rendah sehingga kurang mendapat perhatian. Hal ini
tentunya tidak luput dari kurangnya kreatifitas, inovasi, serta interpretasi yang dimiliki baik
oleh pemerintah, pelaku maupun masyarakat sendiri.
2.Keterlibatan rendah dalam arti ketidaksiapan masyarakat dan kurangnya fasilitasi dari pihak
terkait. Potensial tidaknya suatu dijadikan obyek wisata, selalu erat hubungannya dengan
kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dan positif dalam pengembangan,
pengelolaan serta pemeliharaannya. Jika ada salah satu dari unsur ini tidak terpenuhi, bisa
jadi menyebabkan perkembangan pariwisata tidak menguntungkan. Oleh karena itu,
masyarakat setempat haruslah diberi akses atau fasilitasi untuk siap dilibatkan atau terlibat
dalam pengembangan, pengelolaan, serta pemanfaatan obyek yang ada sebagai partisipan
aktif bukan sebagai penonton pasif. Tentu banyak hal yang menguntungkan pengembangan
kedepan jika peran serta masyarakat ditetapkan menjadi pertimbangan.
3.Orientasi fisik, terlena karena kekayaan alam dan budaya sebagai daya dianggap given.
Ini bisa saja menyebabkan para pihak berkompeten dengan kepariwisataan menganggap
bahwa aset yang dimiliki merupakan temuan belaka, sehingga menerapkan kebijakan bahwa
temuan tersebut perlu dikomersialkan hanya dengan bermodalkan keindahan yang
melingkupi obyek tersebut sebagai satu-satunya kriteria untuk menentukan prospek
pengembangan dan pemasarannya. Berhasil tidaknya suatu potensi wisata untuk dijadikan
obyek wisata dan dikomersialkan, sebenarnya memberlukan banyak persyaratan baik aspek
teknis, administratif maupun nilai setempat. Contoh ada panorama gunung yang indah, tetapi
jika di sekitar kawasan tersebut ada gas beracun, maka kurang tepat jika aset itu dijadikan
obyek wisata umum.
4.Pemahaman yang kurang dari berbagai stakeholders. Seiring dengan berbagai perubahan
yang ada, termasuk didalamnya perubahan kelembagaan pemerintahan dan kebijakan sebagai
dampak dilaksanakannya otonomi daerah, maka terjadi semacam culture shock di berbagai
level. Jika hal semacam itu terjadi secara berkelanjutan maka bukannya tidak mungkin
pengembangan kepariwisataan daerah menghadapi dilema yang kurang menguntungkan.
Untuk mengeliminir terjadi trend itu, maka perlu kiranya bagi stakeholders yang ada
menyatukan atau setidaknya menyamakan persepsi dalam pengembangan pariwisata sehingga
idiom Itik bertelor Emas tidak terjadi.
5.Orientasi jangka pendek untuk mengeruk keuntungan. Kesinambungan pemikiran jangka
panjang memang perlu ditumbuh kembangkan dalam menyikapi pengembangan wisata
utamaya bagi obyek wisata yang tidak terbarukan. Memang kadangkala kepentingan jangka
pendek seolah lebih menjanjikan, namun hal ini tentunya harus dipertimbangan arti segi
kemanfaatan jangka panjangnya. Jika hal ini kurang mendapat porsi yang memadai,
kemungkinan akan terjadi kerugian di kemudian haru (jangka panjang).
6.Kurangnya kebersamaan antar pelaku pariwisata dengan sektor lain. Kita dapat melihat,
pengalaman: dimana ada gula disitu ada semut. Tidak seekstrim ungkapan tadi, namun
kenyataannya jika ada ODTW (Obyek Daerah Tujuan Wisata) baru, berbagai pihak datang
untuk memanfaatkan keunggulan komparatif dan kompetitif dari aset yang ada. Agaknya
perlu dipertimbangkan bahwa keunggulan komplementatif sebuah aset wisata juga perlu
menjadi pertimbangan para pengembang kepariwisataan. Para pengembang kepariwisataan
bisa saja berasal dari berbagai kalangan misalnya pemerintah, lembaga swadaya masyarakat,
biro perjalanan, pemandu wisata dan lainnya. Untuk mengembangkan pariwisata dengan
lebih baik, agaknya diperlukan penyamaan langkah garapan sesuai dengan kompetensi
masing-masing sehingga tidak terjadi "saling tubrukan" alam memanfaatan aset wisata yang
ada. Bisa dibayangkan jika tidak terjadi kebersamaan dalam pengembangan kepariwisataan
maka hasil yang dicapai hampir pasti kurang menggembirakan.
Mekanisme Penyelenggaraan Kepariwisataan
Setelah diketahui secara jelas kewenangan Pemerintah Daerah dalam rangka otonomi daerah
khususnya di Bidang Pariwisata, maka Pemerintah Daerah perlu mendukung dan memacu
keberhasilan otonomi daerah, dengan cara meningkatkan mekanisme penyelenggaraan
kepariwisataan utamanya dalam hal kualitas pelayanan publik, yaitu kemampuan
mengembangkan pelayanan secara lebih baik, lebih cepat dan lebih mudah.
Dalam penyelenggaraan kepariwisataan, dari sisi administrasi pembangunan kepariwisataan,
pemerintah disini hanya berperan sebagai regulator/ fasilitator sekaligus pendorong.
Pemerintah hanya menjalankan fungsi pembinaan teknis, sedangkan pihak swasta diberikan
keleluasaan gerak serta dukungan yang seluas-luasnya. Mekanisme yang diharapkan terjadi
adalah pihak swasta mampu berada di garis depan serta mendominir dalam pengembangan
kepariwisataan.
Dalam penyelenggaraan kepariwisataan, langkah awal yang perlu dilakukan adalah
memahami isu-isu yang akan menjadi dasar di dalam pengembangan pariwisata selanjutnya.
Isu-isu tersebut dapat berupa permasalahan-permasalahan, dampak-positif, dampak negatif,
keinginan sekelompok masyarakat/ pengusaha, rencana pengembangan dan sebagainya yang
merupakan potensi dan hambatan dalam pengembangan kepariwisataan. Kemudian isu-isu
tersebut diinventarisir dan semua pihak yang terkait dengan kepariwisataan harus sepaham
dan dapat menjawab secara sepakat isu-isu tersebut dengan obyektif dan logis.
Identifikasi potensi dan hambatan tersebut dilaksanakan dalam rangka mengumpulkan data
serta informasi tentang potensi dan hambatan serta keadaan umum kawasan yang akan
dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata. Kegiatan identifikasi potensi dan hambatan
tersebut meliputi aspek-aspek daya tarik dan keunikan alam, kondisi ekologis/ lingkungan,
kondisi sosial, budaya dan ekonomi, peruntukan kawasan, sarana dan prasarana, potensi
pangsa pasar ekowisata serta pendanaan.
Dari hasil identifikasi potensi dan hambatan tersebut selanjutnya dilakukan analisis potensi
dan hambatan, meliputi hal-hal sebagai berikut: aspek legalitas dan dasar-dasar hukum,
potensi sumberdaya dan keunikan alam, analisis usaha, analisis dampak lingkungan, analisis
ekonomi (cost and benefit analysis), analisis sosial (partisipasi masyarakat) serta analisis tata
ruang.
Dari identifikasi dan analisis potensi dan hambatan tersebut, hasil yang diharapkan dapat
menjawab komponen-komponen yang terdapat dalam analisa menurut sistem 5 W + 1 H
(Robby, 2001), yaitu:
1.Apa (What) yang akan dikembangkan. Obyek wisata alam untuk umum, yaitu wisatawan
masal, atau wisata minat khusus untuk kelompok wisatawan selektif, wisata budaya, wisata
agro, atau wisata bahari.
2.Mengapa (Why) ada rencana pengembangan.
-Karena banyak peminatnya?
-Usaha wisata daerah tersebut prospektif?
-Karena ada obyek wisata lain jenis yang dapat dipaketkan bersama obyek wisata yang akan
dikembangkan?
-Hanya untuk menaikkan PAD?
3.Bagaimana (How) mengembangkannya?
-Dana?
-Dari pemerintah Pusat atau Daerah?
tanah, air, dan udara harus menjamin akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber
yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan.
Pelatihan
Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan program-program
pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan meningkatkan
keterampilan bisnis, vocational, dan profesional. Pelatihan sebaiknya meliputi topik tentang
pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan, serta topik-topik lain yang relevan.
Promosi
Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan dan
kegiatan yang memperkuat karakter lansekap, sense of place, dan identitas masyarakat
setempat. Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan tersebut seharusnya bertujuan untuk
mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas yang memberikan kepuasan bagi
pengunjung.
*Penulis adalah dosen Pariwisata dan Bahasa Inggris di STP Triatma Jaya dan STIE Triatma
Mulya, Bali. Saat ini sedang menempuh pendidikan di University of Lincoln, Inggris dalam
bidang Cultural Tourism Studies.
manfaat ini diperoleh melalui Desa Dinas atau Desa Adat dimana mereka berada.
ASPEK SOSIAL BUDAYA Kehidupan sosial-budaya masyarakat di Desa Wisata
Jatiluwih masih sangat kental, ini dibuktikan masih antusiasnya masyarakat lokal
untuk melakukan berbagai macam upacara keagamaan seperti; piodalan,
pecaruan, pamungkahan dan lain-lain. Dalam hal upacara keagamaan di pura,
pelaksanaannya sepenuhnya dilakukan oleh anggota (krama) desa adat dan
biayanya diperoleh dari desa adat setempat, sumbangan dari pengusaha jasa
pariwisata yang beroperasi di kawasan Desa Wisata Jatiluwih, dan pemerintah
daerah Kabupaten Tabanan. ASPEK LINGKUNGAN Pembangunan pariwisata di
Desa Wisata Jatiluwih tidak mengakibatkan dampak-dampak negatif terhadap
lingkungan dan penurunan kualitas tanah atau lahan pertaninan baik lahan
perladangan maupun persawahan. Kelestarian hutannya masih tetap terjaga
dengan baik. Masyarakat secara bersama-sama dan sepakat untuk melestarikan
hutannnya dan tanpa harus ketergantungan terhadap hutan tersebut. Pada
dasarnya masyarakat lokal telah sadar terhadap perlunya pelestarian hutan,
karena kawasan hutan yang dimaksud merupakan daerah resapan air yang bisa
dipergunakan untuk kepentingan hidupnya maupun mahluk hidup yang lainnya
serta untuk keperluan persawahan.
http://rikania09.multiply.com/journal/item/88/PENGEMBANGAN_KAWASAN_WISAT
A_BERKELANJUTAN
Dalam catatan ini: Apotek Rahayutama, Warung Makan Ranggon Sunset, Penari
Bali Jatiluwih, Awet MUDA Sehat, Otak Sehat OTAK Pintar, Pelangsing Alami dan
Diet Sehat, Stokist Oxy Cjdw, Terapi Air Aktif membantu Proses Penyembuhan
segala Penyakit, I Wayan Subagia Arimbawa,A.Md.Kom (Anak Jatiluwih Mohon
Dukungan), Solusi TOP G2 Multifungsi, Arixs Liani Web Seo, Caleg Calon Legislatif
dan Jasa web site, domain, hosting dan seo Indonesia
Abstract
Tesis ini membahas Konsep Pengembangan Atraksi Wisata Berkelanjutan di
Kawasan Pariwisata Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu merupakan Kabupaten
Administratif di Provinsi DKI Jakarta. Kabupaten ini memiliki 110 pulau dengan
luas daratan + 869.61 ha dan lautan luas 110.000 ha. Sedangkan lokasi
penelitian berada di luar taman nasional laut Kepualauan Seribu yaitu Pulau
Tidung, Pulau Untung Jawa, Pulau Ayer dan Pulau Bidadari. Prinsip dasar atraksi
wisata berkelanjutan berdasarkan prinsip kelanjutan ekologi, kelanjutan ekonomi,
kelanjutan sosial dan budaya yang kemudian menjadi absolut value. Sebagai
absolut value maka ketiga prinsip dasar ini menjadi tolok ukur dalam
pengembangan atraksi wisata berkelanjutan. Prinsip ini kemudian membumi
dalam kajian pengembangan pariwisata yang mencakup aspek atraksi,
infrastrukturm aktifitas, fasilitas, dan jasa wisata, pasar wisatawan, pengelolaan
aspek peraturan dan kebijakan, dan pihak yang terlibat (stakeholder). Dalam
penelitian ini pokok permasalahan penelitian adalah apa potensi-potensi atraksi
di Kepulauan Seribu yang bisa dikembangkan menjadi obyek wisata, dan
bagaimana konsep pengembangan atraksi wisata berkelanjutan di kawasan
pariwisata Kepulauan Seribu. Dalam penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah berupa konsep dan Program
Pengembangan Atraksi Wisata Berkelanjutan di Kawasan Pariwisata Kepulauan
Seribu.
BAB I
PENDAHULUAN
Perencanaan merupakan sebuah proses pengembangan dan pengkoordinasian secara
menyeluruh dari apa yang sudah ada sekarang untuk menjadi lebih baik agar dapat mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal perencanaan pembangunan kawawasan
pariwisata, proses pengembangan dan pengkoordinasian tersebut menyangkut masa depan
dari suatu destinasi pariwisata. Proses perencanaan menggambarkan lingkungan yang
meliputi elemen-elemen : politik, fisik, sosial, budaya dan ekonomi, sebagai komponen atau
elemen yang saling berhubungan dan saling tergantung, yang memerlukan berbagai
pertimbangan
(Paturusi,
2001)
dalam
http://freebahankulaih.blogspot.com/2010_08_01_archive.html.
Dalam proses sebuah perencanaan kawasan pariwisata, elemen-elemen yang disebut diatas
merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan agar mewujudkan pembangunan
kawasan pariwisata yang berkelanjutan dan mencapai sasaran kesejahtraan masyarakat
sebagai tujuan dari sebuah pembangunan. Untuk menyikapi fenomena yang terjadi pada
Negeri khayal sebagai sebuah destinasi baru dimana arah kebijakan pengembangannya
hanya semata-mata mengejar pertumbuhan pendapatan (ekonomi makro).
Pada proses awal perencanaan sebuah kawasan pariwisata baru seperti Negeri khayal
pembangunan fasilitas-fasilitas pendukung seperti infrastruktur dan amenity core merupakan
sebuah hal yang mutlak untuk dilakukan, terlebih dengan potensi alam dan kebudayaan yang
menjadi daya tarik kawasan pariwisata Negeri khayal yang secara signifikan akan
merangsang minat wisatawan untuk berkunjung. Namun disisi lain, elemen lain yang tidak
dapat dikesampingkan adalah keterlibatan masyarakat yang merupakan bagian dari
stakeholder dan juga sebagi pihak yang akan merasakan dampak langsung pengembangan
kawasan tersebut baik dampak postitf maupun negative yang akan ditimbulkan.
Pada BAB berikutnya, akan dipaparkan beberapa teori perencanaan pengembangan kawasan
pariwisata dari beberapa ahli yang diharapkan dapat menjadi acuan arah pengembangan
kawasan pariwisata yang seharusnya diterapkan di Negeri khayal
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Seperti halnya diawal, setelah memahami latar belakang sebuah perencanaan kawasan
pariwisata Negeri Khayal, stakeholder termasuk pemerintah dan masyarakat diharapkan
mampu untuk memahami konsep dari Tourism Area Life Cycle of Evolution dimana konsep
ini sangat penting untuk mengantisipasi penurunan kualitas kawasan karena eksploitasi yang
berlebihan yang dilakukan. Berikut adalah penjelasannya;
Seperti yang dikatakan oleh Butler 1980 dalam http://tourismbali.wordpress.com/, bahwa
terdapat enam tingkatan atau tahapan dalam pembangunan pariwisata. Ke enam tahapan
tersebut adalah :
A. Tahap Penemuan (Exploration)
Potensi pariwisata berada pada tahapan identifikasi dan menunjukkan destinasi memiliki
potensi untuk dikembangkan menjadi daya tarik atau destinasi wisata karena didukung oleh
keindahan alam yang masih alami, daya tarik wisata alamiah masih sangat asli, pada sisi
lainnya telah ada kunjungan wisatawan dalam jumlah kecil dan mereka masih leluasa dapat
bertemu dan berkomunikasi serta berinteraksi dengan penduduk local. Karakteristik ini cukup
untuk dijadikan alasan pengembangan sebuah kawasan menjadi sebuah destinasi atau daya
tarik wisata.
B. Tahap Pelibatan (Involvement)
Pada tahap pelibatan, masyarakat local mengambil inisiatif dengan menyediakan berbagai
pelayanan jasa untuk para wisatawan yang mulai menunjukkan tanda-tanda peningkatan
dalam beberapa periode,. Masyarakat dan pemerintah local sudah mulai melakukan sosialiasi
atau periklanan dalam skala terbatas, pada musim atau bulan atau hari-hari tertentu misalnya
pada liburan sekolah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar, dalam kondisi ini
pemerintah local mengambil inisiatif untuk membangun infrastruktur pariwisata namun
masih dalam skala dan jumlah yang terbatas.
C. Tahap Pengembangan (Development)
Pada tahapan ini, telah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar dan pemerintah
sudah berani mengundang investor nasional atau internatsional untuk menanamkan modal di
kawasan wisataw yang akan dikembangkan. Perusahaan asing (MNC) Multinational
companytelah beroperasi dan cenderung mengantikan perusahan local yang telah ada, artinya
usaha kecil yang dikelola oleh penduduk local mulai tersisih hal ini terjadi karena adanya
tuntutan wisatawan global yang mengharapkan standar mutu yang lebih baik. Organisasi
pariwisata mulai terbentuk dan menjalankan fungsinya khususnya fungsi promotif yang
dilakukan bersama-sama dengan pemerintah sehingga investor asing mulai tertarik dan
memilih destinasi yang ada sebagai tujuan investasinya.
D. Tahap Konsolidasi (Consolidation)
Pada tahap ini, sector pariwisata menunjukkan dominasi dalam struktur ekonomi pada suatu
kawasan dan ada kecenderungan dominasi jaringan international semakin kuat memegang
peranannya pada kawasan wisata atau destinasi tersebut. Kunjungan wisatawan masih
menunjukkan peningkatan yang cukup positif namun telah terjadi persaingan harga diantara
perusahaan sejenis pada industri pariwisata pada kawasan tersebut. Peranan pemerintah local
mulai semakin berkurang sehingga diperlukan konsolidasi untuk melakukan reorganisasional, dan balancing peran dan tugas antara sector pemerintah dan swasta.
Hubungan antara swasta (MNC dan Nasional) dan pemerintah daerah semakin meningkat
baik hubungan Government to Government (G2G), Business to Business (B2B), dan Business
to government (B2G).
E. Tahap Stagnasi (Stagnation)
Pada tahapan ini, angka kunjungan tertinggi telah tercapai dan beberapa periode
menunjukkan angka yang cenderung stagnan. Walaupun angka kunjungan masih relative
tinggi namun destinasi sebenarnya tidak menarik lagi bagi wisatawan. Wisatawan yang masih
datang adalah mereka yang termasuk repeater guest atau mereka yang tergolong wisatawan
yang loyal dengan berbagai alasan. Program-program promosi dilakukan dengan sangat
intensif namun usaha untuk mendatangkan wisatawan atau pelanggan baru sangat sulit
terjadi. Pengelolaan destinasi melampui daya dukung sehingga terjadi hal-hal negatif tentang
destinasi seperti kerusakan lingkungan, maraknya tindakan kriminal, persaingan harga yang
tidak sehat pada industry pariwisata, dan telah terjadi degradasi budaya masyarakat lokal.
F. Tahap Penurunan atau Peremajaan (Decline/Rejuvenation)
Setelah terjadi Stagnasi, ada dua kemungkinan bisa terjadi pada kelangsungan sebuah
destinasi. Jika tidak dilakukan usaha-usaha keluar dari tahap stagnasi, besar kemungkinan
destinasi ditinggalkan oleh wisatawan dan mereka akan memilih destinasi lainnya yang
dianggap lebih menarik. Destinasi hanya dikunjungi oleh wisatawan domestik saja itupun
hanya ramai pada akhir pekan dan hari liburan saja. Banyak fasilitas wisata berubah fungsi
menjadi fasilitas selain pariwisata. Jika Ingin Melanjutkan pariwisata?, perlu dilakukan
pertimbangan dengan mengubah pemanfaatan destinasi, mencoba menyasar pasar baru,
mereposisi attraksi wisata ke bentuk lainnya yang lebih menarik. Jika Manajemen Destinasi
memiliki modal yang cukup?, atau ada pihak swasta yang tertarik untuk melakukan
penyehatan seperti membangun atraksi man-made, usaha seperti itu dapat dilakukan, namun
semua usaha belum menjamin terjadinya peremajaan.
3.
Daya Dukung (Carrying Capacity) dan Kedudukannya Dalam Proses
Perencanaan oleh MacLeod & Cooper
Untuk menghindari decline atau penurunan kualitas yang telah dijelaskan pada
teori Butler diatas, teori daya dukung atau harus dipahami oleh pemegang kebijakan dan
masyarakat Negeri Khayal untuk menghindari kerusakana yang terjadi karena eksploitasi
yang berlebihan baik eksploitasi pada sumber daya alam dan ranah sosial budaya masyakat
Negeri Khayal sebagai tuan rumah.
Daya dukung mengacu pada kemampuan sebuah sistem untuk mendukung suatu aktivitas
pada derajat (level) tertentu (MacLeod and Cooper, 2005). daya dukung lingkungan
didefinisikan sebagai jumlah optimum individu suatu speseis yang dapat didukung kebutuhan
hidupnya oleh satu kawasan tertentu pada periode perkembangan spesis secara maksimum.
Sementara menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, daya dukung dimaksudkan sebagai kemampuan lingkungan hidup untuk dapat
mendukung peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya di dalam suatu ekosistem.
Konsep daya dukung menurut MacLeod and Cooper (2005) dikategorikan atas : daya dukung
fisik, daya dukung ekologi, daya dukung sosial dan daya dukung ekonomi.
- Daya dukung fisik; Didasarkan pada batas spasial sebuah areal dengan memperhatikan
berapa materi (unit) yang dapat ditampung dalam areal tersebut.
- Daya dukung ekologi: secara sederhana adalah berapa ukuran populasi pada suatu
ekosistem agar ekosistem tersebut dapat berkelanjutan, batas kepadatan populasi yang
melebihi daya dukung dapat menyebabkan laju tingkat kematian spesies menjadi lebih besar
dibandingkan angka kelahiran. Pada prakteknya, hubungan antar spesies amatlah kompleks
dan angka kelahiran maupun kematian rata-rata dapat menyeimbangkan kepadatan populasi
pada suatu tempat.
Daya dukung sosial : intinya adalah ukuran yang dapat ditoleransi pada suatu tempat
yang dikerumuni orang banyak.
Daya dukung ekonomi: dapat digambarkan sebagai tingkat dimana suatu area dapat
diubah sebelum aktivitas ekonomi terjadi sebelum mendapat pengaruh yang merugikan.
Sehingga, melalui konsep daya dukung yang dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa
daya dukung (Carrying Capacity) memegang peranan dan kedudukan yang vital dalam
mengontrol arah pengembangan perencanaan suatu obyek pariwisata sehingga aktifitas
pariwisata yang dibangun tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan dengan
menganalisis daya dukung yang tersedia di suatu obyek wisata untuk memenuhi
permintaan/aktifitas kepariwisataan tersebut baik itu wisatawan (demand) ataupun sumber
daya manusia dan alam (supply)
4.
Berikut dibawah ini merupakan salah satu inti keterkaitan 5 pilar pengembangan yang harus
dicermati dalam membangun kawasan pariwisata di Negeri Khayal. Proses perencanaan
pengembangan kawasan pariwisata Negeri Khayal diawali dengan melakukan analisis
faktor internal dan eksternal suatu kawasan. Faktor internal adalah sesuatu yang dapat
diprediksi dan diatur sesuai tujuannya, hal yang berada didalamnya yaitu Supply (Tourist
Attraction, Accessibility, Amenity, Ancillary, Community Involvement) Sedangkan factor
eksternal adalah Demand (Tingkat kunjungan wisatawan) yang datang kesuatu kawasan
pariwisata.
1. Hubungan Demand dengan Tourist Attraction
Tourist attraction adalah segala atraksi di Negeri Khayal yang mernarik untuk dilihat dan
dikunjungi sehingga sangat besar pengaruhnya dalam mempengaruhi demand (tourist) untuk
berkunjung kesuatu destinasi pariwisata.
2. Hubungan Demand dengan Accessibility
Akses adalah suatu hal yang sangat penting dan vital dalam mempengaruhi kunjungan
wisatawan (demand) ke suatu objek/destinasi pariwisata termasuk Negeri Khayal. Tidak
dapat dipungkiri, dalam pengembangan sebuah destinasi pariwisata demand saling
mempengaruhi dalam pembangunan akses menuju objek wisata tersebut. Jika suatu daerah
memiliki potensi pariwisata, maka harus disediakan aksesibilitas yang memadai sehingga
daerah tersebut dapat dikunjungi demand atau tourist.
3. Hubungan Demand dengan Amenities
Amenities merupakan hal yang pentingnya dalam pengembangan kawasan pariwisata Negeri
Khayal. Amenities dapat berbentuk fasilitas-fasilitas penunjang seperti hotel, transportasi,
restaurant, spa, dan yang lainnya. Jika di suatu daerah tidak terdapat amenities yang
mencukupi, maka demand tidak akan betah berkunjung di tempat tersebut. Amenities ini
sangat dipengaruhi oleh permintaan dan harapan konsumen, Fasilitas-fasilitas inilah yang
menyebabkan demand merasa betah dan nyaman berada di suatu destinasi pariwisata. Jika
amenities tidak berkualitas dan mencukupi, maka demand tidak akan tertarik untuk
mengunjungi daerah tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika tidak ada demand maka amenities
tidak akan berkembang karena tidak ada pemasukan atau keuntungan. Namun sebaliknya,
jika pembangunan amenity core tersebut dilakukan terlalu eksploratif seperti yang terjadi di
Negeri Khayal maka pengembangan tersebut akan jauh dari konsep sustainability yang
berbasis berkelanjutan dan pro kerakyatan.
4. Hubungan Demand dengan Ancillaries
Ancillaries adalah hal-hal pendukung sebuah pariwisata, seperti misalnya ketersediaan tourist
information centre dan peraturan-peraturan mengenai objek wisata tersebut. Adanya hal-hal
pendukung ini disebabkan oleh demand yang berkunjung ke suatu tempat karena hal-hal
tersebut dibutuhkan oleh demand dan dirasa dapat menghasilkan keuntungan, kenyamanan
dan keamanan dalam berkunjung.
5. Hubungan Demand dengan Community Involvement
Community involvement adalah keterlibatan atau dukungan masyarakat dalam kegiatan
pariwisata. Community involvement ini sangat mempengaruhi kunjungan demand.
Masyarakat harus dapat mendukung jalannya kegiatan pariwisata ini. Jika masyarakat tidak
mendukung atau melakukan tindakan-tindakan anarkis seperti pencurian, perampokan,
pengeboman, pembunuhan, maka demand tidak akan berani mengunjungi daerah tersebut.
Sebaliknya, jika masyarakat bersikap baik dan ramah terhadap tamu, maka tourist akan betah
tinggal di daerah tersebut. Sehingga peran keterlibatan masyarakat Negeri Khayal adalah
sangat menentukan keberlanjutan sebuah kawasan wisatanya sendiri, terlebih dengan potensi
kebudayaan yang mengundang minat wisatawan mancanegara untuk berkunjung maka telah
sepantasnya masyakat Negeri Khayal dapat menikmati hasil pariwisata itu sendiri.
5.
2. Tourism Resources, yaitu sumber daya pariwisata yang dikelola dengan memperhatikan
keempat factor lainnya : future generation, equity, partnership, dan carrying capacity
3. Equity, yaitu sikap perencana dan pengelola yang dituntut selalu memperhatikan unsur
keadilan untuk mencapai pembangunan yang berkesinambungan di waktu yang akan datang.
4. Carrying Capacity, yaitu kemampuan suatu kawasan untuk menampung kunjungan
wisatawan dan semua permasalahan yang terjadi sebagai akibat kunjungan wisatawan ini.
5. Partnership, yaitu kemitraan yang perlu diciptakan antara generasi sekarang dengan
generasi yang akan datang.
BAB III
KESIMPULAN
Melalui pemaparan kosep dan teori pada BAB sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan
bawasannya sebuah perencanaan pengembangan kawasan pariwisata merupakan suatu proses
awal yang vital untuk mencapai sasaran pengembangan yang memiliki tujuan yang positif
kearah kesejahtraan dan keberlanjutan. Arah pengembangan suatu kawasan pariwisata harus
dikaji secara komprehensif dan berbasis pada pengembangan dan keterlibatan masyarakat
lokal CBT (Community Based Tourism) yang merupakan salah satu pilar utama untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mempertimbangkan aspek lainnya yaitu sosial
budaya dan lingkungan. Selain hal tersebut, kosep daya dukung suatu kawasan pariwisata
harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya eksploitasi atau kerusakan yang bersifat
tangible maupun intangible oleh sebuah aktifitas pariwisata.
Begitupula dalam menyikapi fenomena yang terjadi pada Negeri Khayal dimana terjadi
sebuah pengembangan kawasan pariwisata yang tidak berbasis pada konsep keberlanjutan
dengan secara eksploratif melakukan pembangunan amenity core atau fasilitas pariwisata
tanpa mempertimbangkan carrying capacity atau daya dukung kawasan tersebut. Sehingga
dengan arah pengembangan tersebut dikhawatirkan kawasan pariwisata Negeri Khayal
akan menjadi sebuah kawasan wisata yang kehilangan karakterisitk yang sebelumnya
menjadi atraksi utama yang memotivasi wisatawan untuk datang. Selain itu, dengan
pembangunan amenity core yang berlebihan dan tentunya lebih dikuasai oleh pemodal asing
dikhawatirkan pendapatan ekonomi yang dihasilkan dikawasan tersebut tidak memiliki
multiplier effect kepada masyarakat sekitar kawasan Negeri Khayal dan tujuan
pengembangan kawasan yang berujung pada kesejahtraan masyarakat lokal tidak akan pernah
terwujud.
TUGAS MAKALAH
PARIWISATA BERKELANJUTAN
Disusun oleh:
EDWIN DAWA (511100102)
JURUSAN: HOSPITALITY
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini yang tepat pada waktunya yang berjudul
PARIWISATA BERKELANJUTAN
Makalah ini berisikan tentang informasi prinsip-prinsip pariwisata
berkelanjutan.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua . Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
TUHAN senantiasa meridhai segala usaha kita.
Amin.
JOGJAKARTA 27 OKTOBER 2012
PENYUSUN
BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
keanegaraman hayati yang sangat tinggi yang berupa sumber daya alam
yang berlimpah, baik di daratan, udara maupun di perairan. Semua
potensi tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi
pengembangan kepariwisataan, khususnya Pariwisata berkelanjutan
wisata alam. Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang
dimiliki Indonesia, antara lain berupa keanekaragaman hayati,
keunikan dan keaslian budaya tradisional, keindahan bentang alam,
gejala alam, peninggalan sejarah/budaya yang secara optimal untuk
kesejahteraan masyarakat.
Keseluruhan potensi ODTWA tersebut di atas merupakan sumber
daya ekonomi yang bernilai tinggi dan sekaligus merupakan media
pendidikan dan pelestarian lingkungan. Sasaran tersebut di atas dapat
tercapai melalui pengelolaan dan pengusahaan yang benar dan
terkoordinasi, baik lintas sektoral maupun swasta yang berkaitan
dengan pengembangan kegiatan pariwisata alam, misalnya
kepariwisataan berkelanjutan, pemerintah daerah, lingkungan hidup,
dan lembaga swadaya masyarakat. Dalam pengembangan kegiatan
pariwisata berkelanjutan.
2. RUMUSAN MASALAH
Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan untuk membuat suatu PARIWISATA
BERKELANJUTAN?
BAB II
PEMBAHASAN
2. TUJUAN
.
Meningkatkan daya dorong yang sangat besar bagi pihak swasta untuk
berperan serta dalam program konservasi. Mendukung upaya pengawetan jenis.
5. Wisata
Menyediakan informasi yang akurat tentang potensi kawasan bagi pengunjung.
Kesempatan menikmati pengalaman wisata dalam lokasi yang mempunyai fungsi
konservasi.
Memahami etika berwisata dan ikut berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan &
memberikan kenyamanan dan keamanan kepada pengunjung.
5. Tahap Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap awal dari pengembangan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Antisipasi dan regulasi dari perubahan yang akan terjadi dalam suatu sistem
yang akan dikembangkan, dirancang atau disusun dalam perencanaan. Hal ini
dilakukan dengan harapan bahwa pengembangan dapat meningkatkan keuntungan
sosial, ekonomi dan lingkungan bagi setiap pelakunya. Proses perencanaan diharapkan
terpadu, melibatkan semua pihak dan mengacu kepada rencana pengembangan lokal,
regional dan nasional.
Adapun kriteria yang perlu diperhatikan pada tahap perencanaan ini meliputi:
pengembangan ekowisata harus mengacu pada rencana pengelolaan kawasan.
Rencana pengelolaan kawasan merupakan panduan tertulis pengelolaan habitat,
kegiatan, peruntuka kawasan, pengorganisasian dan monitoring dalam rangka
menjamin kelestarian fungsi kawasan. Pengembangan ekowisata yang merupakan
salah satu kegiatan yang diperkenankan untuk dilakukan didalam kawasan taman
nasional dan taman wisata alam, dengan demikian harus sesuai dengan rencana
pengelolaan kawasan.
1. Memperhatikan kondisi ekologi/lingkungan.
Alam merupakan modal dasar penyelenggaraan ekowisata, untuk itu kriteria terhadap
aspek ini menjadi sangat penting agar kegiatan ekowisata tidak menimbulkan dampak
yang merusak kawasan Taman Nasional dan Taman Wisata Alam serta lingkungan
sekitarnya. Diantara yang harus diperhatikan adalah:
Rona awal kondisi fisik, kimia, biologi dan wilayah yang akan dkembangkan
menjadi obyek wisata.
2. Memperhatikan daya tarik, keunikan alam dan prospek pemasaran daya tarik
tersebut.
Pengemasan produk dan pemilihan obyek yang merupakan ciri khas dan daya tarik
suatu wilayah pengembangan ekowisata harus terencana dengan baik dan variatif.
3. Memperhatikan kondisi sosial, budaya dan ekonomi.
Pengetahuan tentang alam dan budaya serta daya tarik suatu wilayah dimiliki oleh
masyarakat setempat. Oleh karena itu keterlibatan masyarakat pada tahap
perencanaan akan sangat berpengaruh untuk keberlanjutan obyek dimaksud. Dengan
melibatkan masyarakat secara aktif, masyarakat akan merasa memiliki obyek
ekowisata tersebut.
4. Tata Ruang
Kegiatan yang direncanakan harus memperhatikan tingkat pemanfaatan ruang dan
daya dukung ruang yang tersedia bagi pengunjung, serta fasilitas umum yang
memadai. Yang harus diperhatikan:
Ekowisata
Pariwisata sukarelawan
Pariwisata solidaritas
J. Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsipprinsipnya yang dielaborasi berikut ini. Prinsip-prinsip tersebut antara lain partisipasi,
keikutsertaan para pelaku (stakeholder), kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya
secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya
dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi.
1. Partisipasi
Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata
dengan ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumbersumber daya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuantujuan dan strategi-strategi untuk pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata.
Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam mengimplementasikan strategi-strategi
yang telah disusun sebelumnya.
2. Keikutsertaan Para Pelaku/Stakeholder Involvement
Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi kelompok dan
institusi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), kelompok sukarelawan, pemerintah
daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan
berkepentingan serta yang akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata.
3. Kepemilikan Lokal
Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas
untuk masyarakat setempat. Fasilitas penunjang kepariwisataan seperti hotel, restoran,
dsb. seharusnya dapat dikembangkan dan dipelihara oleh masyarakat setempat.
Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi penduduk
setempat serta kemudahan akses untuk para pelaku bisnis/wirausahawan setempat
benar-benar dibutuhkan dalam mewujudkan kepemilikan lokal. Lebih lanjut,
keterkaitan (linkages) antara pelaku-pelaku bisnis dengan masyarakat lokal harus
diupayakan dalam menunjang kepemilikan lokal tersebut.
4. Penggunaan Sumber Daya yang Berkelanjutan
Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumber daya dengan
berkelanjutan yang artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan
sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Hal ini
juga didukung dengan keterkaitan lokal dalam tahap perencanaan, pembangunan dan
pelaksanaan sehingga pembagian keuntungan yang adil dapat diwujudkan. Dalam
pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa sumber daya alam dan
3. SARAN
Dengan ditulisnya makalah yang menjelaskan tentang PARIWISATA
BERKELANJUTAN Semoga kita semua benar-benar memahami tentang apa
seharusnya kita dapatkan.
Sehingga, jika ada hak-hak yang belum kita dapatkan, kita bisa memperjuangkannya.
Begitu juga sebaliknya, jika hak-hak sebagai perencanaan Pariwisata berkelanjutan,
maka sepatutnya kita menjalankan kewajiban kita sebagai warga Negara. Dengan
demikian, negeri ini akan maju dan penuh dengan keadilan, kemakmuran, aman dan
sejahtera.
Dengan demikian, kawasan pariwisata agro unggulan ini diharapkan dapat menjadi show
windows produk pariwisata agro maupun produk agro unggulan Jawa Barat, yang
dikembangkan berbasis masyarakat lokal dan berkelanjutan. Adapun kebijakan
pengembangan pariwisata agro Jawa Barat yang dipaparkan dalam blue print ini mencakup
kebijakan pengembangan destinasi pariwisata agro, pengembangan produk pariwisata agro,
pengembangan pemasaran, serta pengembangan SDM dan kelembagaan.