Anda di halaman 1dari 36

PENGELOLAAN PARIWISATA BERKELANJUTAN

Latar Belakang
Pembangunan pariwisata yang terpadu dan berkelanjutan perlu memperhatikan dampak serta
aspiratif dengan adat istiadat masyarakat di sekitar daerah tujuan wisata. Seluruh stake
holders yang berhubungan langsung dengan dunia pariwisata terlibat dalam perencanaan
pembangunan suatu obyek daerah tujuan wisata. Masyarakat setempat, wisatawan, pengusaha
(investor), biro perjalanan serta Pemerintah Daerah harus saling terpadu untuk berupaya
secara maksimal mengembangkan potensi wisata yang memperhitungkan keuntungan dan
manfaat rakyat banyak.
Industri pariwisata yang berkembang dengan baik akan membuka kesempatan terciptanya
peluang usaha, kesempatan berwiraswasta, serta terbukanya lapangan kerja yang cukup luas
bagi penduduk setempat, bahkan masyarakat dari luar daerah. Secara langsung dengan
dibangunnya sarana dan prasarana kepariwisataan di daerah tujuan wisata tersebut maka akan
banyak tenaga kerja yang diperlukan oleh proyek-proyek, seperti pembuatan jalan-jalan ke
obyek-obyek pariwisata, jembatan, usaha kelistrikan, penyediaan sarana air bersih,
pembangunan lokasi rekreasi, angkutan wisata, terminal, lapangan udara, perhotelan,
restoran, biro perjalanan, pusat perbelanjaan, sanggar-sanggar kesenian dan tempat-tempat
hiburan lainnya.
Perputaran uang akan meningkat dengan adanya kunjungan para wisatawan baik domestik
maupun non domestik, hal ini tentu akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
peningkatan penerimaan devisa negara, pendapatan nasional serta pendapatan daerah.
Walaupun demikian ada beberapa alasan di luar faktor ekonomis yaitu yang bersifat non
ekonomis dalam pengembangan pariwisata. Salah satu contoh adalah dalam rangka
mempertahankan kelestarian kebudayaan masyarakat setempat, keindahan alam serta
menyamakan persepsi seluruh komponen masyarakat akan ke arah mana pariwisata
dikembangan.
Pembangunan pariwisata perlu direncanakan secara matang dan terpadu dengan
memperhatikan segala sudut pandang serta persepsi yang saling mempengaruhi. Para
pengambil kebijakan hati-hati dalam implementasinya, akan sangat bagus apabila sebelum
kebijakan dijalankan dilakukan terlebih dahulu penelitian dan pengkajian yang mendalam
terhadap semua aspek yang berkaitan dengan dunia pariwisata. Mulai dari potensi yang
dimiliki daerah setempat, adat istiadat kebiasaan hidup masyarakat sekitar lokasi pariwisata,
kepercayaan yang dianutnya, sampai kepada kebiasaan dan tingkah laku wisatawan yang
direncanakan akan tertarik untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata yang siap
dikembangkan.
Dengan kebijakan yang memperhatikan kompleksitas permasalahan tersebut diharapkan akan
tercipta suasana lokasi daerah tujuan wisata yang harmonis, aman, nyaman, bersih, bebas
polusi dan memiliki lingkungan yang terpelihara, sehingga menyenangkan semua pihak
khususnya para wisatawan.
Konsep dan Pengertian Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
Pemenuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat adalah tujuan utama pembangunan.
Kebutuhan dasar sebagian besar penduduk di bumi ini seperti pangan, sandang, papan,
pekerjaan perlu terpenuhi, disamping mempunyai cita-cita akan kehidupan yang lebih baik.
Konsep pembangunan berkelanjutan mengimplikasikan batas bukan absolut akan tetapi batas
yang ditentukan oleh teknologi dan organisasi masyarakat serta oleh kemampuan kehidupan
bumi menyerap dampak kegiatan manusia.
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini

tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut (Djajadiningrat, 2001):
1.Menjamin pemerataan dan keadilan sosial
2.Menghargai keanekaragaman (diversity)
3.Menggunakan pendekatan integratif
4.Meminta perspektif jangka panjang
Di dalam pembangunan berkelanjutan terkandung dua gagasa penting, yaitu gagasan
kebutuhan yaitu kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia serta
gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap
kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Sehingga untuk
memenuhi dua gagasan tersebut diperlukan syarat-syarat untuk pembangunan berkelanjutan
(Djajadiningrat, 2001), sebagai berikut
1.Keberlanjutan Ekologis
2.Keberlanjutan Ekonomi
3.Keberlanjutan Sosial dan Budaya
4.Keberlanjutan Politik
5.Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan
Dalam kaitannya dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan yang perlu mendapatkan
perhatian adalah bagaimana agar supaya obyek daerah tujuan wisata dapat dikembangkan
dengan tidak mengganggu ekosistem lingkungan yang ada, serta masyarakat setempat tidak
terpinggirkan kepentingannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih baik.
Kendala dalam Pengembangan Pariwisata
Sejak diundangkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka berbagai
upaya pengembangan potensi daerah menjadi menarik dan bahkan banyak dibicarakan serta
diupayakan oleh berbagai pihak untuk didayagunakan semaksimal mungkin. Semua sektor
dicari kemungkinan untuk dapat dikembangkan sedemikian rupa sehingga memberikan
kontribusi terhadap suksesnya implementasi roda pemerintahan. Hal ini juga terjadi pada
dunia pariwisata. Dalam banyak hal pariwisata memang menjadi potensi fokus orientasi
kebijakan guna mendongkrak sumbangan pendapatan daerah. Sejalan dengan pemikiran itu
agaknya dapat difahami manakala terjadi eksploitasi secara berlebihan terhadap aset wisata
yang dimiliki daerah-daerah tertentu.
Inipun juga sejalan dengan semangat ditetapkanya Otonomi Daerah, dimana dengan
dilaksanakan otonomi daerah diharapkan terjadi revitalisasi dan pemberdayaan daerah yang
lebih tepat dan sesuai dengan kehendak masyarakat secara proporsional. Pemerintah Propinsi,
Kabupaten/ Kota diharapkan mampu mengartikulasikan kepentingan dan merumuskan
kebijakan serta mengambil kebijakan secara tepat, cepat dan sesuai dengan kebutuhan,
sehingga pengembangan terhadap potensi yang ada dapat dilaksanakan dengan lebih optimal
dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Tetap dalam bingkai implementasi otonomi daerah, pendelegasian berbagai kewenangan
kepada pemerintah daerah termasuk urusan kepariwisataan sudah semestinya dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya dalam artian haruslah dikelola secara efektif dan sistematik baik
dijajaran pemerintahan maupun masyarakat pengelola aset pariwisata.
Potensi pariwisata jika dicermati dengan seksama dapat didekati dari berbagai aspek, seperti
aspek ekonomi, sosial budaya, aspek fisik, aspek politik, sumberdaya alam dan manusia serta
lainnya. Oleh karena itu, dalam kaitan dengan bidang pariwisata, berbagai potensi tadi
merupakan aset jika dimanfaatkan dengan baik akan mampu meningkatkan performance
pengelolaan kepariwsataan secara holistik dengan pendekatan multidisilpliner, lintas
sektoraldan lintas regional (meski tanpa mengesampingkan lokalitas yang ada).
Menyimak pengalaman pengelolaan bahkan pengembangan pariwisata yang ada, betapapun

masih terdapat berbagai kendala yang menyebabkan pengelolaan tidak optimal. Beberapa
kendala tersebut antara lain:
1.Nilai tambah rendah. Hal ini berkait dengan kreativitas, inovasi dan kurangnya kemampuan
interpretasi peluang. Dalam banyak pertimbangan pengembangan pariwisata, terkadang tidak
disadari bahwa sebenarnya ada aset wisata yang jika dikelola dengan baik akan memiliki nilai
tambah yang menggiurkan. Namun kenyataannya masih ada beberapa aset atau obyek yang
saat ini kondisi nilai tambahnya masih rendah sehingga kurang mendapat perhatian. Hal ini
tentunya tidak luput dari kurangnya kreatifitas, inovasi, serta interpretasi yang dimiliki baik
oleh pemerintah, pelaku maupun masyarakat sendiri.
2.Keterlibatan rendah dalam arti ketidaksiapan masyarakat dan kurangnya fasilitasi dari pihak
terkait. Potensial tidaknya suatu dijadikan obyek wisata, selalu erat hubungannya dengan
kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dan positif dalam pengembangan,
pengelolaan serta pemeliharaannya. Jika ada salah satu dari unsur ini tidak terpenuhi, bisa
jadi menyebabkan perkembangan pariwisata tidak menguntungkan. Oleh karena itu,
masyarakat setempat haruslah diberi akses atau fasilitasi untuk siap dilibatkan atau terlibat
dalam pengembangan, pengelolaan, serta pemanfaatan obyek yang ada sebagai partisipan
aktif bukan sebagai penonton pasif. Tentu banyak hal yang menguntungkan pengembangan
kedepan jika peran serta masyarakat ditetapkan menjadi pertimbangan.
3.Orientasi fisik, terlena karena kekayaan alam dan budaya sebagai daya dianggap given.
Ini bisa saja menyebabkan para pihak berkompeten dengan kepariwisataan menganggap
bahwa aset yang dimiliki merupakan temuan belaka, sehingga menerapkan kebijakan bahwa
temuan tersebut perlu dikomersialkan hanya dengan bermodalkan keindahan yang
melingkupi obyek tersebut sebagai satu-satunya kriteria untuk menentukan prospek
pengembangan dan pemasarannya. Berhasil tidaknya suatu potensi wisata untuk dijadikan
obyek wisata dan dikomersialkan, sebenarnya memberlukan banyak persyaratan baik aspek
teknis, administratif maupun nilai setempat. Contoh ada panorama gunung yang indah, tetapi
jika di sekitar kawasan tersebut ada gas beracun, maka kurang tepat jika aset itu dijadikan
obyek wisata umum.
4.Pemahaman yang kurang dari berbagai stakeholders. Seiring dengan berbagai perubahan
yang ada, termasuk didalamnya perubahan kelembagaan pemerintahan dan kebijakan sebagai
dampak dilaksanakannya otonomi daerah, maka terjadi semacam culture shock di berbagai
level. Jika hal semacam itu terjadi secara berkelanjutan maka bukannya tidak mungkin
pengembangan kepariwisataan daerah menghadapi dilema yang kurang menguntungkan.
Untuk mengeliminir terjadi trend itu, maka perlu kiranya bagi stakeholders yang ada
menyatukan atau setidaknya menyamakan persepsi dalam pengembangan pariwisata sehingga
idiom Itik bertelor Emas tidak terjadi.
5.Orientasi jangka pendek untuk mengeruk keuntungan. Kesinambungan pemikiran jangka
panjang memang perlu ditumbuh kembangkan dalam menyikapi pengembangan wisata
utamaya bagi obyek wisata yang tidak terbarukan. Memang kadangkala kepentingan jangka
pendek seolah lebih menjanjikan, namun hal ini tentunya harus dipertimbangan arti segi
kemanfaatan jangka panjangnya. Jika hal ini kurang mendapat porsi yang memadai,
kemungkinan akan terjadi kerugian di kemudian haru (jangka panjang).
6.Kurangnya kebersamaan antar pelaku pariwisata dengan sektor lain. Kita dapat melihat,
pengalaman: dimana ada gula disitu ada semut. Tidak seekstrim ungkapan tadi, namun
kenyataannya jika ada ODTW (Obyek Daerah Tujuan Wisata) baru, berbagai pihak datang
untuk memanfaatkan keunggulan komparatif dan kompetitif dari aset yang ada. Agaknya
perlu dipertimbangkan bahwa keunggulan komplementatif sebuah aset wisata juga perlu
menjadi pertimbangan para pengembang kepariwisataan. Para pengembang kepariwisataan
bisa saja berasal dari berbagai kalangan misalnya pemerintah, lembaga swadaya masyarakat,
biro perjalanan, pemandu wisata dan lainnya. Untuk mengembangkan pariwisata dengan

lebih baik, agaknya diperlukan penyamaan langkah garapan sesuai dengan kompetensi
masing-masing sehingga tidak terjadi "saling tubrukan" alam memanfaatan aset wisata yang
ada. Bisa dibayangkan jika tidak terjadi kebersamaan dalam pengembangan kepariwisataan
maka hasil yang dicapai hampir pasti kurang menggembirakan.
Mekanisme Penyelenggaraan Kepariwisataan
Setelah diketahui secara jelas kewenangan Pemerintah Daerah dalam rangka otonomi daerah
khususnya di Bidang Pariwisata, maka Pemerintah Daerah perlu mendukung dan memacu
keberhasilan otonomi daerah, dengan cara meningkatkan mekanisme penyelenggaraan
kepariwisataan utamanya dalam hal kualitas pelayanan publik, yaitu kemampuan
mengembangkan pelayanan secara lebih baik, lebih cepat dan lebih mudah.
Dalam penyelenggaraan kepariwisataan, dari sisi administrasi pembangunan kepariwisataan,
pemerintah disini hanya berperan sebagai regulator/ fasilitator sekaligus pendorong.
Pemerintah hanya menjalankan fungsi pembinaan teknis, sedangkan pihak swasta diberikan
keleluasaan gerak serta dukungan yang seluas-luasnya. Mekanisme yang diharapkan terjadi
adalah pihak swasta mampu berada di garis depan serta mendominir dalam pengembangan
kepariwisataan.
Dalam penyelenggaraan kepariwisataan, langkah awal yang perlu dilakukan adalah
memahami isu-isu yang akan menjadi dasar di dalam pengembangan pariwisata selanjutnya.
Isu-isu tersebut dapat berupa permasalahan-permasalahan, dampak-positif, dampak negatif,
keinginan sekelompok masyarakat/ pengusaha, rencana pengembangan dan sebagainya yang
merupakan potensi dan hambatan dalam pengembangan kepariwisataan. Kemudian isu-isu
tersebut diinventarisir dan semua pihak yang terkait dengan kepariwisataan harus sepaham
dan dapat menjawab secara sepakat isu-isu tersebut dengan obyektif dan logis.
Identifikasi potensi dan hambatan tersebut dilaksanakan dalam rangka mengumpulkan data
serta informasi tentang potensi dan hambatan serta keadaan umum kawasan yang akan
dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata. Kegiatan identifikasi potensi dan hambatan
tersebut meliputi aspek-aspek daya tarik dan keunikan alam, kondisi ekologis/ lingkungan,
kondisi sosial, budaya dan ekonomi, peruntukan kawasan, sarana dan prasarana, potensi
pangsa pasar ekowisata serta pendanaan.
Dari hasil identifikasi potensi dan hambatan tersebut selanjutnya dilakukan analisis potensi
dan hambatan, meliputi hal-hal sebagai berikut: aspek legalitas dan dasar-dasar hukum,
potensi sumberdaya dan keunikan alam, analisis usaha, analisis dampak lingkungan, analisis
ekonomi (cost and benefit analysis), analisis sosial (partisipasi masyarakat) serta analisis tata
ruang.
Dari identifikasi dan analisis potensi dan hambatan tersebut, hasil yang diharapkan dapat
menjawab komponen-komponen yang terdapat dalam analisa menurut sistem 5 W + 1 H
(Robby, 2001), yaitu:
1.Apa (What) yang akan dikembangkan. Obyek wisata alam untuk umum, yaitu wisatawan
masal, atau wisata minat khusus untuk kelompok wisatawan selektif, wisata budaya, wisata
agro, atau wisata bahari.
2.Mengapa (Why) ada rencana pengembangan.
-Karena banyak peminatnya?
-Usaha wisata daerah tersebut prospektif?
-Karena ada obyek wisata lain jenis yang dapat dipaketkan bersama obyek wisata yang akan
dikembangkan?
-Hanya untuk menaikkan PAD?
3.Bagaimana (How) mengembangkannya?
-Dana?
-Dari pemerintah Pusat atau Daerah?

-Dari sektor mana?


-Apakah dari pihak swasta?
-Dari segi teknis bagaimana perencanaannya?, Zonasinya?, Daya dukungnya?, Sirkulasi
pengunjungnya?
-Apakah akan ditangani sendiri oleh Pemda atau diserahkan ke swasta?, bagaimana bentuk
kerjasamanya?
3.Siapa (Who) yang akan mengembangkannya. Pihak swasta? Pemda? Perum Perhutani ?
Departemen Kehutanan? Pemerintah Pusat? Direksi Perkebunan Swasta? Warga Setempat?
Siapa konsultannya?
4.Kapan (When) akan dikembangkan? Sesudah mendapatkan semua izin atau sebelumnya?
Setelah dana terkumpul atau membangun sambil mencari dana? Segera dikembangkan atau
menunggu hasil konsultasi oleh tim pakar?
5.Dimana (Where) rencana lokasi pengembangan akan dibangun?
-Pertimbangan tidak sebatas zona inti kunjungan, tetapi meliputi seluruh wilayah
pengelolaannya,
-Adakah kemungkinan tergusurnya lahan-lahan garapan atau tanah hak milik penduduk
setempat,
-Berapa jauh dari Sumber air? Pemukiman? Dari sarana prasarana yang sudah ada?
-Sudahkah terdapat peta berskala 1: 5.000?
Dari hasil identifikasi dan analisis potensi dan hambatan tersebut di atas, kemudian baru
disusun perencanaan atau rancang tindak pengembangan kepariwisataan. Sehingga usahausaha pengembangan yang akan dilakukan akan membawa manfaat yang maksimal bagi
wilayah dan masyarakat, serta meminimalkan biaya dan dampak yang mungkin terjadi bila
pengembangan kepariwisataan dilakukan. Pada akhirnya kebijakan serta arah pembangunan
kepariwisataan ditentukan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam kepariwisataan.
Konsep perencanaan pariwisata yang baik hendaknya dilakukan dengan melalui pendekatan
berkelanjutan, ikremental, berorientasi sistem, komprehensif, terintegrasi dan memperhatikan
lingkungan, dengan fokus untuk pencapaian pembangunan berkelanjutan dan keterlibatan
masyarakat. Konsep perencanaan ini tertuang dalam RIPPDA (Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata Daerah), dimana dalam penyusunan RIPPDA Kabupaten/ Kota secara hirarki
harus mengacu yang lebih tinggi yaitu RIPPDA Propinsi serta Rencana Tata Ruang Wilayah,
sehingga dengan memperhatikan hirarki tersebut pengembangan dapat terintegrasi secara
baik.
Dalam penyelenggaraan kepariwisataan, tahapan serta tata caranya dibuat secara
berkesinambungan, artinya tahapan dalam pelaksanaan sudah dipikirkan dengan matang pada
tahapan perencanaan. Hal-hal apa yang perlu dikembangkan dalam tahapan pelaksanaan
sudah menjadi bahan pertimbangan serta masukan dalam tahapan perencanaan, misalnya
aspek pengembangan masyarakat; pengembangan produk yang mencakup aspek tata ruang,
sarana dan prasarana, atraksi dan kegiatan, pendidikan dan sistem penghargaan;
pengembangan usaha; pengembangan pemasaran dan akhirnya pada tahapan pemantauan dan
evaluasi.
Aspek lain selain yang telah diuraikan tersebut di atas dalam mekanisme penyelenggaraan
kepariwisataan perlu diperhatikan bagaimana bentuk kelembagaan yang berfungsi melakukan
pengelolaan kepariwisataan, yang berkewajiban dalam penyelenggaraan kepariwisataan.
Selain keberadaan dinas atau instansi khusus yang menangani kepariwisataan, pembentukan
Tim Koordinasi yang terdiri atas Tim Teknis, Tim Pembina dan Sekretariat yang tergabung
dari instansi-instansi terkait diperlukan, agar dalam pengelolaan kepariwisataan dapat
terpadu, berdayaguna dan berhasilguna.
Pada akhirnya dalam setiap mekanisme penyelenggaraan kepariwisataan khususnya dalam
hal pengembangannya memang harus terpadu dan melibatkan seluruh stake holders.

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten/ Kota dalam perencanaan


pengembangan potensi wisata di daerahnya diharapkan mempunyai keterkaitan program, hal
tersebut menjadi tugas bersama dalam rangka pengembangan bidang kepariwisataan yang
terpadu dan berkelanjutan, sehingga masing-masing daerah dapat merasakan manfaatnya
secara bersama-sama dengan mengedepankan kepentingan nasional.
Penutup
Pembangunan pariwisata berkelanjutan mempunyai arti pembangunan dalam sektor
pariwisata dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk berekreasi pada saat ini
dengan tanpa mengurangi kemampuan atau kebutuhan generasi mendatang. Perencanaan
menjadi titik awal dalam proses pembangunan pariwisata, sehingga keterlibatan seluruh stake
holders sangat diperlukan dalam langkah awal yang sangat menentukan tersebut. Akan
dikembangkan menjadi daerah pariwisata seperti apa suatu wilayah, tentunya memerlukan
kajian yang sangat mendalam agar supaya prinsip berkelanjutan dapat terpenuhi.
Mekanisme dalam penyelenggaraan kepariwisataan akan baik apabila sesuai dengan alur
proses manajemen, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan dan
evaluasi. Di dalam tahapan perencanaan harus sudah mulai dipikirkan kemungkinan
tercapainyanya dalam tahapan pelaksanaan, artinya rencana kegiatan akan diupayakan secara
maksimal dalam pelaksanaannya. Aspek-aspek apa yang perlu direncanakan untuk
dilaksanakan sebagai contoh adalah bagaimana aspek pengembangan masyarakat;
pengembangan produk yang mencakup aspek tata ruang, sarana dan prasarana, atraksi dan
kegiatan, pendidikan dan sistem penghargaan; pengembangan usaha; pengembangan
pemasaran. Akhirnya untuk menilai keberhasilan proses perencanaan dan pelaksanaan
tersebut diperlukan mekanisme tahapan pemantauan dan evaluasi yang dapat diukur baik
secara kuantitatif maupun kualitatif.
Walaupun demikian tidak bisa dipungkiri bahwa masih dijumpainya kendala-kendala
penyelenggaraan kepariwisataan dalam upaya pembangunan pariwisata berkelanjutan.
Misalnya dalam hal strategi pembinaan, kerangka penataan termasuk di dalamnya
pembentukan perangkat organisasi yang sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah
yang masih memerlukan beberapa peraturan daerah serta koordinasi dengan sektor terkait
secara terpadu dan mempunyai komitmen bersama untuk kepentingan pemenuhan hajat hidup
masyarakat saat ini dan berkelanjutan sampai pada generasi masa depan.
Referensi
Kusudianto Hadinoto, Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata, UI-Press, Jakarta,
1996.
Fathul Bahri, Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Kepariwisataan Daerah,
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Deputi Bidang Pengembangan Pariwisata, 2002.
Oka A. Yoeti, H., Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta,
1997.
Robby K.T. Ko, Obyek Wisata Alam, Pedoman Identifikasi, Pengembangan, Pengelolaan,
Pemeliharaan dan Pemasaran Obyek Wisata Alam, Yayasan Buena Vista, Bogor, 2001.
Surna Tjahja Djajadiningrat, Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan, Aksara
Buana, Bandung 2001.

Prinsip Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan


Shape5
joomla
Oleh I Nengah Subadra*

Pembangunan pariwisata berkelanjutan, seperti disebutkan dalam Piagam Pariwisata


Berkelanjutan, adalah pembangunan yang dapat didukung secara ekologis sekaligus layak
secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Pembangunan
berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup
dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber
daya secara berkelanjutan.
Hal tersebut hanya dapat terlaksana dengan sistem penyelenggaraan kepemerintahan yang
baik (good governance) yang melibatkan partisipasi aktif dan seimbang antara pemerintah,
swasta, dan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidak saja terkait
dengan isu-isu lingkungan, tetapi juga isu demokrasi, hak asasi manusia, dan isu lain yang
lebih luas. Tak dapat dipungkiri, hingga saat ini konsep pembangunan berkelanjutan tersebut
dianggap sebagai resep pembangunan terbaik, termasuk pembangunan pariwisata.
Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsip-prinsipnya yang
dielaborasi berikut ini. Prinsip-prinsip tersebut, antara lain partisipasi, keikutsertaan para
pelaku (stakeholders), kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan,
mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi,
akuntabilitas, pelatihan serta promosi.
Partisipasi
Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata dengan ikut
terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumber-sumber daya yang akan
dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuan-tujuan dan strategi-strategi untuk
pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata. Masyarakat juga harus berpartisipasi
dalam mengimplementasikan strategi-strategi yang telah disusun sebelumnya.
Keikutsertaan Para Pelaku/Stakeholders Involvement
Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi kelompok dan institusi
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), kelompok sukarelawan, pemerintah daerah, asosiasi
wisata, asosiasi bisnis, dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta yang
akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata.
Kepemilikan Lokal
Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk
masyarakat setempat. Fasilitas penunjang kepariwisataan, seperti hotel, restoran, dan

sebagainya. seharusnya dapat dikembangkan dan dipelihara oleh masyarakat setempat.


Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi penduduk
setempat serta kemudahan akses untuk para pelaku bisnis/wirausahawan setempat benarbenar dibutuhkan dalam mewujudkan kepemilikan lokal. Lebih lanjut, keterkaitan (linkages)
antara pelaku-pelaku bisnis dan masyarakat lokal harus diupayakan dalam menunjang
kepemilikan lokal tersebut.
Penggunaan Sumber Daya yang Berkelanjutan
Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumber daya dengan berkelanjutan yang
artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Hal ini juga didukung dengan keterkaitan lokal
dalam tahap perencanaan, pembangunan, dan pelaksanaan, sehingga pembagian keuntungan
yang adil dapat diwujudkan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin
bahwa sumber daya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan
kriteria-kriteria dan standar-standar internasional.
Mewadahi Tujuan-tujuan Masyarakat
Tujuan-tujuan masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata agar kondisi
yang harmonis antara pengunjung/wisatawan, tempat, dan masyarakat setempat dapat
terwujud. Misalnya, kerja sama dalam wisata budaya atau cultural tourism partnership dapat
dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran.
Daya Dukung
Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan, meliputi daya dukung fisik,
alami, sosial, dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus sesuai dan serasi dengan
batas-batas lokal dan lingkungan. Rencana dan pengoperasiannya seharusnya dievaluasi
secara reguler sehingga dapat ditentukan penyesuaian/perbaikan yang dibutuhkan. Skala dan
tipe fasilitas wisata harus mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi (limits of
acceptable use).
Monitor dan Evaluasi
Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan mencakup penyusunan
pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan indikator-indikator dan
batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata. Pedoman atau alat-alat bantu yang
dikembangkan tersebut harus mecakup skala nasional, regional, dan lokal.
Akuntabilitas
Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan mendapatkan
pekerjaan, pendapatan, dan perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang tercermin dalam
kebijakan-kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam seperti

tanah, air, dan udara harus menjamin akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber
yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan.
Pelatihan
Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan program-program
pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan meningkatkan
keterampilan bisnis, vocational, dan profesional. Pelatihan sebaiknya meliputi topik tentang
pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan, serta topik-topik lain yang relevan.
Promosi
Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan dan
kegiatan yang memperkuat karakter lansekap, sense of place, dan identitas masyarakat
setempat. Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan tersebut seharusnya bertujuan untuk
mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas yang memberikan kepuasan bagi
pengunjung.
*Penulis adalah dosen Pariwisata dan Bahasa Inggris di STP Triatma Jaya dan STIE Triatma
Mulya, Bali. Saat ini sedang menempuh pendidikan di University of Lincoln, Inggris dalam
bidang Cultural Tourism Studies.

PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BERKELANJUTAN Oct 15, '09 2:06 PM


for everyone

PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BERKELANJUTAN Bila pengembangan dan


implementasi yang konsisten tidak dilakukan, besar kemungkinannya
perkembangan wisata akan menghancurkan sumber daya tariknya dan menjadi
tidak berkelanjutan.Kunci untuk memecahkan masalah wisata adalah dengan
membuat industri wisata sadar akan pentingnya menyatukan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan pada perencanaan pengembangan dan
operasi.bertambahnya kunjungan yang terus menerus seharusnya tidak lagi
menjadi kriteria utama untuk pengembangan wisata. Yang diperlukan adalah
pendekatan pengembangan wisata yang integratif yang bertujuan memproteksi
lingkungan, menjamin bahwa wisata menguntungkan penduduk lokal dan
membantu pelestrian warisan budaya di negara tujuan wisata. PRINSIP-PRINSIP
PARIWISATA BERKELANJUTAN 1. Partisipasi 2. Keikutsertaan Para
Pelaku/Stakeholder Involvement 3. Kepemilikan Lokal 4. Penggunaan Sumber
daya yang berkelanjutan 5. Mewadahi Tujuan-Tujuan Masyarakat 6. Daya
Dukung 7. Monitor dan Evaluasi 8. Akuntabilitas 9. Pelatihan 10. Promosi

Pariwisata berkelanjutan adalah sebuah proses dan sistem pembangunan


pariwisata yang dapat menjamin keberlangsungan atau keberadaan sumber
daya alam, kehidupan sosial-budaya dan ekonomi hingga generasi yang akan
datang. Intinya, pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang dapat
memberikan manfaat jangka panjang kepada perekonomian lokal tanpa merusak
lingkungan Dalam Konferensi Dunia tentang Pariwisata Berkelanjutan pada tahun
1995 dirumuskan Piagam Pariwisata Berkelanjutan yang isinya sebagai berikut:
Pembangunan pariwisata harus berdasarkan kriteria keberlanjutan -dapat
didukung secara ekologis dalam waktu yang lama, layak secara ekonomi, adil
secara etika dan sosial bagi masyarakat setempat. Pariwisata harus
berkontribusi kepada pembangunan berkelanjutan dan diintegrasikan dengan
lingkungan alam, budaya dan manusia. Pemerintah dan otoritas yang
kompeten, dengan partisipasi lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat
setempat harus mengambil tindakan untuk mengintegrasikan perencanaan
pariwisata sebagai kontribusi kepada pembangunan berkelanjutan.
Pemerintah dan organisasi multilateral harus memprioritaskan dan memperkuat
bantuan, langsung atau tidak langsung, kepada projek-projek pariwisata yang
berkontribusi kepada perbaikan kualitas lingkungan. Ruang-ruang dengan
lingkungan dan budaya yang rentan saat ini maupun di masa depan harus diberi
prioritas khusus dalam hal kerja sama teknis dan bantuan keuangan untuk
pembangunan pariwisata berkelanjutan. Promosi/dukungan terhadap
berbagai bentuk alternatif pariwisata yang sesuai dengan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan Pemerintah harus mendukung dan
berpartisipasi dalam penciptaan jaringan untuk penelitian, diseminasi informasi
dan transfer pengetahuan tentang pariwisata dan teknologi pariwisata
berkelanjutan. Penetapan kebijakan pariwisata berkelanjutan memerlukan
dukungan dan sistem pengelolaan pariwisata yang ramah lingkungan, studi
kelayakan untuk transformasi sektor, dan pelaksanaan berbagai proyek
percontohan dan pengembangan program kerjasama internasional.

Permasalahan 1. Masih kurangnya kesadaran pelestarian semua pihak dalam


lingkungan kepariwisataan2. Daya saing yang kurang3. Kurang menyadari
prinsip-prinsip pembangunan/pengembangan pariwisata berkelanjutan4.
Kurang koordinasi antara pemerintah daerah dan pusat dalam
pengembangannyaGuna tercapainya pembangunan pariwisata berkelanjutan,
setidak-tidaknya perlu dijalankan lima program sebagai berikut : 1. Kesadaran
tentang tanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan dari semua
stakeholder kepariwisataan 2. Pergeseran peranan pemerintah pusat dalam
pembangunan pariwisata 3. Peningkatan peranan pemerintah daerah dalam
pembangunan pariwisata nasional 4. Kemantapan industri pariwisata yang
berisi tindakan-tindakan yang perlu dilakukan usaha pariwisata dalam
meningkatkan daya saingnya 5. Kemitraan dan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan pariwisata Kesadaran terhadap persoalan-persoalan lingkungan,
sosial, budaya dan ekonomi yang ditimbulkan oleh model pembangunan dan

praktek kegiatan wisata yang biasa/massal mendorong beberapa pelaku


pariwisata untuk membuat produk-produk yang lebih ramah lingkungan, sosial
dan budaya, sehingga muncullah berbagai produk pariwisata bentuk baru seperti
-ecotourism, alternative tourism, appropriate tourism, culture tourism, adventure
tourism, green tourism, soft tourism, wildlife tourism, communitiy-based tourism,
dan lain sebagainya- sebagai jawaban atas praktek pariwisata massal. Indikator
yang dapat dipakai untuk mengukur tingkat keberlanjutan suatu destinasi wisata
adalah : Kesejahteraan (well being) masyarakat tuan rumah
Terlindunginya aset-aset budaya Partisipasi masyarakat Kepuasan
wisatawan Jaminan kesehatan dan keselamatan Manfaat ekonomik
Perlindungan terhadap aset alami Pengelolaan sumber daya alam yang
langka, Pembatasan dampak dan Perencanaan dan pengendalian
pembangunan Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Di Desa Wisata Jatiluwih,
bali Untuk menjaga keberlanjutan pariwisata di Bali, Pembangunan pariwisata di
Bali selalu berdasarkan pada penerapan konsep Tri Hita Karana. Konsep ini
bertujuan untuk menyeimbangkan hubungan antara manusia dengan Tuhan,
hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam.
Diharapkan dengan keharmonisan ini, manusia (orang yang tinggal di Bali) dapat
memperoleh manfaat dalam bentuk kesejastraan, kemakmuran, kebahagiaan
dan kedamaian dalam hidupnya (Darmayuda, dkk. 1991 : 6-8). Dengan pola
pembangunan berkelanjutan, generasi sekarang dan generasi yang akan datang
mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati alam beserta
isinya ini. Pembangunan pariwisata berkelanjutan bertitik tolak pada
keberlanjutan tiga hal >>> ekonomi, sosial- budaya, dan lingkungan.
Pembangunan Desa Wisata Jatiluwih yang berpedoman pada ketiga hal tersebut
dilakukan baik oleh anggota desa dan perangkat Desa Dinas maupun Desa Adat.
Usaha-usaha pengembangan Desa Wisata Jatiluwih masih terus diupayakan agar
bisa terwujudnya pariwisata berkelanjutan oleh Desa Dinas misalnya dengan
penataan kawasan objek wisata. Desa Adat juga berperan aktif dalam
pembangunan pariwisata di Desa Wisata Jatiluwih. Dalam kegiatanya, Desa Adat
selalu berpegang pada konsep Tri Hita Karana. Dalam kaitanya dengan
keagamaan atau ketuhanan (parahyangan), Desa Adat membangun dan
memperbaiki pura-pura yang ada di kawasan Desa Wisata Jatiluwih dan
mengadakan upacara keagamaan yang berupa; piodalan, pecaruan, ngenteg
linggih dan sebagainya secara berkala sesuai dengan hari baik (auspicious day).
Dalam kaitanya dengan kemanusiaan (pawongan), Desa Adat merevisi
peraturan-peraturan desa atau awig-awig agar sesuai dengan perkembangan
jaman sehingga anggota masyarakat sama sekali tidak terbebani dengan
peraturan-peraturan yang bersifat konservatif. Dalam kaitannya dengan
lingkungan (palemahan), Desa Adat telah mensertifikasikan tanah-tanah Desa
Adat yang selama ini belum bersertifikat sehingga kepemilikan tanah tersebut
menjadi legal, jelas, dan tidak menimbulkan konflik di masa yang akan datang.
ASPEK EKONOMI Pembangunan pariwisata berkelanjutan di Desa Wisata Jatiluwih
belum memberikan manfaat ekonomi secara langsung dan adil kepada
masyarakat lokal (host community) karena hanya sebagian kecil masyarakat
lokal bekerja di sektor pariwisata seperti; akomodasi, caf dan restoran. Tetapi
secara tidak langsung masyarakat lokal telah mendapatkan manfaat ekonomi,

manfaat ini diperoleh melalui Desa Dinas atau Desa Adat dimana mereka berada.
ASPEK SOSIAL BUDAYA Kehidupan sosial-budaya masyarakat di Desa Wisata
Jatiluwih masih sangat kental, ini dibuktikan masih antusiasnya masyarakat lokal
untuk melakukan berbagai macam upacara keagamaan seperti; piodalan,
pecaruan, pamungkahan dan lain-lain. Dalam hal upacara keagamaan di pura,
pelaksanaannya sepenuhnya dilakukan oleh anggota (krama) desa adat dan
biayanya diperoleh dari desa adat setempat, sumbangan dari pengusaha jasa
pariwisata yang beroperasi di kawasan Desa Wisata Jatiluwih, dan pemerintah
daerah Kabupaten Tabanan. ASPEK LINGKUNGAN Pembangunan pariwisata di
Desa Wisata Jatiluwih tidak mengakibatkan dampak-dampak negatif terhadap
lingkungan dan penurunan kualitas tanah atau lahan pertaninan baik lahan
perladangan maupun persawahan. Kelestarian hutannya masih tetap terjaga
dengan baik. Masyarakat secara bersama-sama dan sepakat untuk melestarikan
hutannnya dan tanpa harus ketergantungan terhadap hutan tersebut. Pada
dasarnya masyarakat lokal telah sadar terhadap perlunya pelestarian hutan,
karena kawasan hutan yang dimaksud merupakan daerah resapan air yang bisa
dipergunakan untuk kepentingan hidupnya maupun mahluk hidup yang lainnya
serta untuk keperluan persawahan.

http://rikania09.multiply.com/journal/item/88/PENGEMBANGAN_KAWASAN_WISAT
A_BERKELANJUTAN

Dalam catatan ini: Apotek Rahayutama, Warung Makan Ranggon Sunset, Penari
Bali Jatiluwih, Awet MUDA Sehat, Otak Sehat OTAK Pintar, Pelangsing Alami dan
Diet Sehat, Stokist Oxy Cjdw, Terapi Air Aktif membantu Proses Penyembuhan
segala Penyakit, I Wayan Subagia Arimbawa,A.Md.Kom (Anak Jatiluwih Mohon
Dukungan), Solusi TOP G2 Multifungsi, Arixs Liani Web Seo, Caleg Calon Legislatif
dan Jasa web site, domain, hosting dan seo Indonesia

Konsep pengembangan atraksi wisata berkelanjutan di kawasan pariwisata


kepulauan Seribu
Yakub . Bobo

Abstract
Tesis ini membahas Konsep Pengembangan Atraksi Wisata Berkelanjutan di
Kawasan Pariwisata Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu merupakan Kabupaten
Administratif di Provinsi DKI Jakarta. Kabupaten ini memiliki 110 pulau dengan

luas daratan + 869.61 ha dan lautan luas 110.000 ha. Sedangkan lokasi
penelitian berada di luar taman nasional laut Kepualauan Seribu yaitu Pulau
Tidung, Pulau Untung Jawa, Pulau Ayer dan Pulau Bidadari. Prinsip dasar atraksi
wisata berkelanjutan berdasarkan prinsip kelanjutan ekologi, kelanjutan ekonomi,
kelanjutan sosial dan budaya yang kemudian menjadi absolut value. Sebagai
absolut value maka ketiga prinsip dasar ini menjadi tolok ukur dalam
pengembangan atraksi wisata berkelanjutan. Prinsip ini kemudian membumi
dalam kajian pengembangan pariwisata yang mencakup aspek atraksi,
infrastrukturm aktifitas, fasilitas, dan jasa wisata, pasar wisatawan, pengelolaan
aspek peraturan dan kebijakan, dan pihak yang terlibat (stakeholder). Dalam
penelitian ini pokok permasalahan penelitian adalah apa potensi-potensi atraksi
di Kepulauan Seribu yang bisa dikembangkan menjadi obyek wisata, dan
bagaimana konsep pengembangan atraksi wisata berkelanjutan di kawasan
pariwisata Kepulauan Seribu. Dalam penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah berupa konsep dan Program
Pengembangan Atraksi Wisata Berkelanjutan di Kawasan Pariwisata Kepulauan
Seribu.

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PARIWISATA


NEGERI KHAYAL
Posted on May 17, 2012 by sukmawinarya

BAB I
PENDAHULUAN
Perencanaan merupakan sebuah proses pengembangan dan pengkoordinasian secara
menyeluruh dari apa yang sudah ada sekarang untuk menjadi lebih baik agar dapat mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal perencanaan pembangunan kawawasan
pariwisata, proses pengembangan dan pengkoordinasian tersebut menyangkut masa depan
dari suatu destinasi pariwisata. Proses perencanaan menggambarkan lingkungan yang
meliputi elemen-elemen : politik, fisik, sosial, budaya dan ekonomi, sebagai komponen atau
elemen yang saling berhubungan dan saling tergantung, yang memerlukan berbagai
pertimbangan
(Paturusi,
2001)
dalam
http://freebahankulaih.blogspot.com/2010_08_01_archive.html.
Dalam proses sebuah perencanaan kawasan pariwisata, elemen-elemen yang disebut diatas
merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan agar mewujudkan pembangunan
kawasan pariwisata yang berkelanjutan dan mencapai sasaran kesejahtraan masyarakat
sebagai tujuan dari sebuah pembangunan. Untuk menyikapi fenomena yang terjadi pada

Negeri khayal sebagai sebuah destinasi baru dimana arah kebijakan pengembangannya
hanya semata-mata mengejar pertumbuhan pendapatan (ekonomi makro).
Pada proses awal perencanaan sebuah kawasan pariwisata baru seperti Negeri khayal
pembangunan fasilitas-fasilitas pendukung seperti infrastruktur dan amenity core merupakan
sebuah hal yang mutlak untuk dilakukan, terlebih dengan potensi alam dan kebudayaan yang
menjadi daya tarik kawasan pariwisata Negeri khayal yang secara signifikan akan
merangsang minat wisatawan untuk berkunjung. Namun disisi lain, elemen lain yang tidak
dapat dikesampingkan adalah keterlibatan masyarakat yang merupakan bagian dari
stakeholder dan juga sebagi pihak yang akan merasakan dampak langsung pengembangan
kawasan tersebut baik dampak postitf maupun negative yang akan ditimbulkan.
Pada BAB berikutnya, akan dipaparkan beberapa teori perencanaan pengembangan kawasan
pariwisata dari beberapa ahli yang diharapkan dapat menjadi acuan arah pengembangan
kawasan pariwisata yang seharusnya diterapkan di Negeri khayal

BAB II
PEMBAHASAN
1.

Perencanaan Pariwisata oleh Inskeep & Gunn

Sebelum memulai pelaksanaan pengembangan kawasan Negeri Khayal sebagai sebuah


kawasan pariwisata baru, sangat penting diawal untuk semua stakeholder yang terkait
memahami pengertian, maksud dan tujuan perencanaan pariwisata itu sendiri agar arah
pengembangannya nanti dapat terkontrol dan sesuai dengan tujuan bersama yaitu Pro
Growth, Pro Poor dan Pro Job. Dibawah ini adalah definisi perencanaan pariwisata oleh
Inskeep & Gunn.
Inskeep mendefinisikan perencanaan sebagai mengorganisasikan masa depan untuk meraih
tujuan tertentu. (hal. 26) Pendekatan yang komprehensif dan menyeluruh dibutuhkan bukan
saja karena keseluruhan aspek (dalam perencanaan pariwisata) saling terkait, melainkan pula
terhubung dengan lingkungan alamiah dan area sosial. Dengan segera, pemikiran Inskeep
merubah kecenderungan para perencana pariwisata dalam memandang alam dan komunitas.
Kedua hal itu kini dipandang sebagai subjek, bukan objek yang bisa dieksplorasi maupun
dieksploitasi. Ide inilah yang kemudian diresapi oleh Inskeep dalam berbagai penjelasan
selanjutnya terhadap cara serta proses bagaimana melakukan perencanaan pariwisata dalam
lingkup nasional dan regional, serta dalam menganalisis perencanaan, memformulasikan
kebijakan, mendesain pembangunan, mempertimbangkan dampak, maupun menstrategikan
dan mengimplementasikan tourism plan.
Inskeep & Gunn (1994), mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan
berhasil bila secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu :

1) Mempertahankan kelestarian lingkungannya


2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut
3) Menjamin kepuasan pengunjung
4) Meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan
zone pengembangannya.
Sehingga melalui konsep perencanaan pariwisata yang dijelaskan oleh Gunn dan Inskeeps
dapat di terik kesimpulan bahwa dalam melakukan sebuah perencanaan suatu objek wisata,
diperlukan adanya fokus yang lebih menyeluruh pada aspek lain selain sumber daya (atraksi)
yang ada daerah sehingga pembangunan dan pengembangan objek pariwisata di suatu daerah
selain untuk menggerakan roda ekonomi, diharapkan dapat berperan dalam menjaga
kelestarian lingkungan hidup dan meningkatkan kesejahtraan masyarakat disekitarnya
melalui keterlibatan secara langsung dalam sebuah pembangunan dan pengembangan
pariwisata tersebut (Community Involvement).
2.

Konsep Tourism Area Life Cycle of Evolution oleh Butler

Seperti halnya diawal, setelah memahami latar belakang sebuah perencanaan kawasan
pariwisata Negeri Khayal, stakeholder termasuk pemerintah dan masyarakat diharapkan
mampu untuk memahami konsep dari Tourism Area Life Cycle of Evolution dimana konsep
ini sangat penting untuk mengantisipasi penurunan kualitas kawasan karena eksploitasi yang
berlebihan yang dilakukan. Berikut adalah penjelasannya;
Seperti yang dikatakan oleh Butler 1980 dalam http://tourismbali.wordpress.com/, bahwa
terdapat enam tingkatan atau tahapan dalam pembangunan pariwisata. Ke enam tahapan
tersebut adalah :
A. Tahap Penemuan (Exploration)
Potensi pariwisata berada pada tahapan identifikasi dan menunjukkan destinasi memiliki
potensi untuk dikembangkan menjadi daya tarik atau destinasi wisata karena didukung oleh
keindahan alam yang masih alami, daya tarik wisata alamiah masih sangat asli, pada sisi
lainnya telah ada kunjungan wisatawan dalam jumlah kecil dan mereka masih leluasa dapat
bertemu dan berkomunikasi serta berinteraksi dengan penduduk local. Karakteristik ini cukup
untuk dijadikan alasan pengembangan sebuah kawasan menjadi sebuah destinasi atau daya
tarik wisata.
B. Tahap Pelibatan (Involvement)
Pada tahap pelibatan, masyarakat local mengambil inisiatif dengan menyediakan berbagai
pelayanan jasa untuk para wisatawan yang mulai menunjukkan tanda-tanda peningkatan
dalam beberapa periode,. Masyarakat dan pemerintah local sudah mulai melakukan sosialiasi

atau periklanan dalam skala terbatas, pada musim atau bulan atau hari-hari tertentu misalnya
pada liburan sekolah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar, dalam kondisi ini
pemerintah local mengambil inisiatif untuk membangun infrastruktur pariwisata namun
masih dalam skala dan jumlah yang terbatas.
C. Tahap Pengembangan (Development)
Pada tahapan ini, telah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar dan pemerintah
sudah berani mengundang investor nasional atau internatsional untuk menanamkan modal di
kawasan wisataw yang akan dikembangkan. Perusahaan asing (MNC) Multinational
companytelah beroperasi dan cenderung mengantikan perusahan local yang telah ada, artinya
usaha kecil yang dikelola oleh penduduk local mulai tersisih hal ini terjadi karena adanya
tuntutan wisatawan global yang mengharapkan standar mutu yang lebih baik. Organisasi
pariwisata mulai terbentuk dan menjalankan fungsinya khususnya fungsi promotif yang
dilakukan bersama-sama dengan pemerintah sehingga investor asing mulai tertarik dan
memilih destinasi yang ada sebagai tujuan investasinya.
D. Tahap Konsolidasi (Consolidation)
Pada tahap ini, sector pariwisata menunjukkan dominasi dalam struktur ekonomi pada suatu
kawasan dan ada kecenderungan dominasi jaringan international semakin kuat memegang
peranannya pada kawasan wisata atau destinasi tersebut. Kunjungan wisatawan masih
menunjukkan peningkatan yang cukup positif namun telah terjadi persaingan harga diantara
perusahaan sejenis pada industri pariwisata pada kawasan tersebut. Peranan pemerintah local
mulai semakin berkurang sehingga diperlukan konsolidasi untuk melakukan reorganisasional, dan balancing peran dan tugas antara sector pemerintah dan swasta.
Hubungan antara swasta (MNC dan Nasional) dan pemerintah daerah semakin meningkat
baik hubungan Government to Government (G2G), Business to Business (B2B), dan Business
to government (B2G).
E. Tahap Stagnasi (Stagnation)
Pada tahapan ini, angka kunjungan tertinggi telah tercapai dan beberapa periode
menunjukkan angka yang cenderung stagnan. Walaupun angka kunjungan masih relative
tinggi namun destinasi sebenarnya tidak menarik lagi bagi wisatawan. Wisatawan yang masih
datang adalah mereka yang termasuk repeater guest atau mereka yang tergolong wisatawan
yang loyal dengan berbagai alasan. Program-program promosi dilakukan dengan sangat
intensif namun usaha untuk mendatangkan wisatawan atau pelanggan baru sangat sulit
terjadi. Pengelolaan destinasi melampui daya dukung sehingga terjadi hal-hal negatif tentang
destinasi seperti kerusakan lingkungan, maraknya tindakan kriminal, persaingan harga yang
tidak sehat pada industry pariwisata, dan telah terjadi degradasi budaya masyarakat lokal.
F. Tahap Penurunan atau Peremajaan (Decline/Rejuvenation)

Setelah terjadi Stagnasi, ada dua kemungkinan bisa terjadi pada kelangsungan sebuah
destinasi. Jika tidak dilakukan usaha-usaha keluar dari tahap stagnasi, besar kemungkinan
destinasi ditinggalkan oleh wisatawan dan mereka akan memilih destinasi lainnya yang
dianggap lebih menarik. Destinasi hanya dikunjungi oleh wisatawan domestik saja itupun
hanya ramai pada akhir pekan dan hari liburan saja. Banyak fasilitas wisata berubah fungsi
menjadi fasilitas selain pariwisata. Jika Ingin Melanjutkan pariwisata?, perlu dilakukan
pertimbangan dengan mengubah pemanfaatan destinasi, mencoba menyasar pasar baru,
mereposisi attraksi wisata ke bentuk lainnya yang lebih menarik. Jika Manajemen Destinasi
memiliki modal yang cukup?, atau ada pihak swasta yang tertarik untuk melakukan
penyehatan seperti membangun atraksi man-made, usaha seperti itu dapat dilakukan, namun
semua usaha belum menjamin terjadinya peremajaan.
3.
Daya Dukung (Carrying Capacity) dan Kedudukannya Dalam Proses
Perencanaan oleh MacLeod & Cooper
Untuk menghindari decline atau penurunan kualitas yang telah dijelaskan pada
teori Butler diatas, teori daya dukung atau harus dipahami oleh pemegang kebijakan dan
masyarakat Negeri Khayal untuk menghindari kerusakana yang terjadi karena eksploitasi
yang berlebihan baik eksploitasi pada sumber daya alam dan ranah sosial budaya masyakat
Negeri Khayal sebagai tuan rumah.
Daya dukung mengacu pada kemampuan sebuah sistem untuk mendukung suatu aktivitas
pada derajat (level) tertentu (MacLeod and Cooper, 2005). daya dukung lingkungan
didefinisikan sebagai jumlah optimum individu suatu speseis yang dapat didukung kebutuhan
hidupnya oleh satu kawasan tertentu pada periode perkembangan spesis secara maksimum.
Sementara menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, daya dukung dimaksudkan sebagai kemampuan lingkungan hidup untuk dapat
mendukung peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya di dalam suatu ekosistem.
Konsep daya dukung menurut MacLeod and Cooper (2005) dikategorikan atas : daya dukung
fisik, daya dukung ekologi, daya dukung sosial dan daya dukung ekonomi.
- Daya dukung fisik; Didasarkan pada batas spasial sebuah areal dengan memperhatikan
berapa materi (unit) yang dapat ditampung dalam areal tersebut.
- Daya dukung ekologi: secara sederhana adalah berapa ukuran populasi pada suatu
ekosistem agar ekosistem tersebut dapat berkelanjutan, batas kepadatan populasi yang
melebihi daya dukung dapat menyebabkan laju tingkat kematian spesies menjadi lebih besar
dibandingkan angka kelahiran. Pada prakteknya, hubungan antar spesies amatlah kompleks
dan angka kelahiran maupun kematian rata-rata dapat menyeimbangkan kepadatan populasi
pada suatu tempat.
Daya dukung sosial : intinya adalah ukuran yang dapat ditoleransi pada suatu tempat
yang dikerumuni orang banyak.

Daya dukung ekonomi: dapat digambarkan sebagai tingkat dimana suatu area dapat
diubah sebelum aktivitas ekonomi terjadi sebelum mendapat pengaruh yang merugikan.
Sehingga, melalui konsep daya dukung yang dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa
daya dukung (Carrying Capacity) memegang peranan dan kedudukan yang vital dalam
mengontrol arah pengembangan perencanaan suatu obyek pariwisata sehingga aktifitas
pariwisata yang dibangun tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan dengan
menganalisis daya dukung yang tersedia di suatu obyek wisata untuk memenuhi
permintaan/aktifitas kepariwisataan tersebut baik itu wisatawan (demand) ataupun sumber
daya manusia dan alam (supply)
4.

Keterkaitan 5 Pilar Pengembangan

Berikut dibawah ini merupakan salah satu inti keterkaitan 5 pilar pengembangan yang harus
dicermati dalam membangun kawasan pariwisata di Negeri Khayal. Proses perencanaan
pengembangan kawasan pariwisata Negeri Khayal diawali dengan melakukan analisis
faktor internal dan eksternal suatu kawasan. Faktor internal adalah sesuatu yang dapat
diprediksi dan diatur sesuai tujuannya, hal yang berada didalamnya yaitu Supply (Tourist
Attraction, Accessibility, Amenity, Ancillary, Community Involvement) Sedangkan factor
eksternal adalah Demand (Tingkat kunjungan wisatawan) yang datang kesuatu kawasan
pariwisata.
1. Hubungan Demand dengan Tourist Attraction
Tourist attraction adalah segala atraksi di Negeri Khayal yang mernarik untuk dilihat dan
dikunjungi sehingga sangat besar pengaruhnya dalam mempengaruhi demand (tourist) untuk
berkunjung kesuatu destinasi pariwisata.
2. Hubungan Demand dengan Accessibility
Akses adalah suatu hal yang sangat penting dan vital dalam mempengaruhi kunjungan
wisatawan (demand) ke suatu objek/destinasi pariwisata termasuk Negeri Khayal. Tidak
dapat dipungkiri, dalam pengembangan sebuah destinasi pariwisata demand saling
mempengaruhi dalam pembangunan akses menuju objek wisata tersebut. Jika suatu daerah
memiliki potensi pariwisata, maka harus disediakan aksesibilitas yang memadai sehingga
daerah tersebut dapat dikunjungi demand atau tourist.
3. Hubungan Demand dengan Amenities
Amenities merupakan hal yang pentingnya dalam pengembangan kawasan pariwisata Negeri
Khayal. Amenities dapat berbentuk fasilitas-fasilitas penunjang seperti hotel, transportasi,
restaurant, spa, dan yang lainnya. Jika di suatu daerah tidak terdapat amenities yang
mencukupi, maka demand tidak akan betah berkunjung di tempat tersebut. Amenities ini
sangat dipengaruhi oleh permintaan dan harapan konsumen, Fasilitas-fasilitas inilah yang
menyebabkan demand merasa betah dan nyaman berada di suatu destinasi pariwisata. Jika

amenities tidak berkualitas dan mencukupi, maka demand tidak akan tertarik untuk
mengunjungi daerah tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika tidak ada demand maka amenities
tidak akan berkembang karena tidak ada pemasukan atau keuntungan. Namun sebaliknya,
jika pembangunan amenity core tersebut dilakukan terlalu eksploratif seperti yang terjadi di
Negeri Khayal maka pengembangan tersebut akan jauh dari konsep sustainability yang
berbasis berkelanjutan dan pro kerakyatan.
4. Hubungan Demand dengan Ancillaries
Ancillaries adalah hal-hal pendukung sebuah pariwisata, seperti misalnya ketersediaan tourist
information centre dan peraturan-peraturan mengenai objek wisata tersebut. Adanya hal-hal
pendukung ini disebabkan oleh demand yang berkunjung ke suatu tempat karena hal-hal
tersebut dibutuhkan oleh demand dan dirasa dapat menghasilkan keuntungan, kenyamanan
dan keamanan dalam berkunjung.
5. Hubungan Demand dengan Community Involvement
Community involvement adalah keterlibatan atau dukungan masyarakat dalam kegiatan
pariwisata. Community involvement ini sangat mempengaruhi kunjungan demand.
Masyarakat harus dapat mendukung jalannya kegiatan pariwisata ini. Jika masyarakat tidak
mendukung atau melakukan tindakan-tindakan anarkis seperti pencurian, perampokan,
pengeboman, pembunuhan, maka demand tidak akan berani mengunjungi daerah tersebut.
Sebaliknya, jika masyarakat bersikap baik dan ramah terhadap tamu, maka tourist akan betah
tinggal di daerah tersebut. Sehingga peran keterlibatan masyarakat Negeri Khayal adalah
sangat menentukan keberlanjutan sebuah kawasan wisatanya sendiri, terlebih dengan potensi
kebudayaan yang mengundang minat wisatawan mancanegara untuk berkunjung maka telah
sepantasnya masyakat Negeri Khayal dapat menikmati hasil pariwisata itu sendiri.
5.

Perencanaan Kawasan Wisata yang Berkelanjutan Oleh Verseci dalam A.Yoeti

Perencanaan pembangunan pariwisata berkelanjutan dilakukan dengan mengelola sumber


daya pariwisata (Tourism Resources) yang tersebar diseluruh wilayah tanah air. Sebelum
suatu rencana akan dilakukan, untuk pembangunan pariwisata berkelanjutan mutlak kiranya
terlebih dahulu dilakukan pendekatan pada pemuka adat setempat (A.Yoeti, 2008:253) dalam
kasus ini adalah masyarakat Negeri Khayal, perlu dilakukan penjelasan dengan melakukan
sosialisasi manfaat dan keuntungan proyek bagi penduduk setempat dan para stakeholder
agar terwujudnya sebuah pengembangan kawasan pariwisata yang berkelanjutan dan pro
community. Verseci dalam A.Yoeti (2008 : 253) perencanaan strategis pembangunan
pariwisata
berkelanjutan
memberikan
kerangka
kerja
sebagai
berikut
(http://freebahankulaih.blogspot.com);
Keterangan :
1. Future Generation, yaitu generasi yang akan datang yang perlu diperhatikan kecukupan
sumber daya untuk memperoleh kehidupan yang berimbang

2. Tourism Resources, yaitu sumber daya pariwisata yang dikelola dengan memperhatikan
keempat factor lainnya : future generation, equity, partnership, dan carrying capacity
3. Equity, yaitu sikap perencana dan pengelola yang dituntut selalu memperhatikan unsur
keadilan untuk mencapai pembangunan yang berkesinambungan di waktu yang akan datang.
4. Carrying Capacity, yaitu kemampuan suatu kawasan untuk menampung kunjungan
wisatawan dan semua permasalahan yang terjadi sebagai akibat kunjungan wisatawan ini.
5. Partnership, yaitu kemitraan yang perlu diciptakan antara generasi sekarang dengan
generasi yang akan datang.
BAB III
KESIMPULAN

Melalui pemaparan kosep dan teori pada BAB sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan
bawasannya sebuah perencanaan pengembangan kawasan pariwisata merupakan suatu proses
awal yang vital untuk mencapai sasaran pengembangan yang memiliki tujuan yang positif
kearah kesejahtraan dan keberlanjutan. Arah pengembangan suatu kawasan pariwisata harus
dikaji secara komprehensif dan berbasis pada pengembangan dan keterlibatan masyarakat
lokal CBT (Community Based Tourism) yang merupakan salah satu pilar utama untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mempertimbangkan aspek lainnya yaitu sosial
budaya dan lingkungan. Selain hal tersebut, kosep daya dukung suatu kawasan pariwisata
harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya eksploitasi atau kerusakan yang bersifat
tangible maupun intangible oleh sebuah aktifitas pariwisata.
Begitupula dalam menyikapi fenomena yang terjadi pada Negeri Khayal dimana terjadi
sebuah pengembangan kawasan pariwisata yang tidak berbasis pada konsep keberlanjutan
dengan secara eksploratif melakukan pembangunan amenity core atau fasilitas pariwisata
tanpa mempertimbangkan carrying capacity atau daya dukung kawasan tersebut. Sehingga
dengan arah pengembangan tersebut dikhawatirkan kawasan pariwisata Negeri Khayal
akan menjadi sebuah kawasan wisata yang kehilangan karakterisitk yang sebelumnya
menjadi atraksi utama yang memotivasi wisatawan untuk datang. Selain itu, dengan
pembangunan amenity core yang berlebihan dan tentunya lebih dikuasai oleh pemodal asing
dikhawatirkan pendapatan ekonomi yang dihasilkan dikawasan tersebut tidak memiliki
multiplier effect kepada masyarakat sekitar kawasan Negeri Khayal dan tujuan
pengembangan kawasan yang berujung pada kesejahtraan masyarakat lokal tidak akan pernah
terwujud.

TUGAS MAKALAH PARIWISATA BERKELANJUTAN

TUGAS MAKALAH
PARIWISATA BERKELANJUTAN

Disusun oleh:
EDWIN DAWA (511100102)
JURUSAN: HOSPITALITY

SEKOLAH TINGGI PARIWISATA AMPTA


YOGYAKARTA
2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini yang tepat pada waktunya yang berjudul
PARIWISATA BERKELANJUTAN
Makalah ini berisikan tentang informasi prinsip-prinsip pariwisata
berkelanjutan.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua . Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
TUHAN senantiasa meridhai segala usaha kita.
Amin.
JOGJAKARTA 27 OKTOBER 2012
PENYUSUN

BAB 1
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
keanegaraman hayati yang sangat tinggi yang berupa sumber daya alam
yang berlimpah, baik di daratan, udara maupun di perairan. Semua
potensi tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi
pengembangan kepariwisataan, khususnya Pariwisata berkelanjutan
wisata alam. Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang
dimiliki Indonesia, antara lain berupa keanekaragaman hayati,
keunikan dan keaslian budaya tradisional, keindahan bentang alam,
gejala alam, peninggalan sejarah/budaya yang secara optimal untuk
kesejahteraan masyarakat.
Keseluruhan potensi ODTWA tersebut di atas merupakan sumber
daya ekonomi yang bernilai tinggi dan sekaligus merupakan media
pendidikan dan pelestarian lingkungan. Sasaran tersebut di atas dapat
tercapai melalui pengelolaan dan pengusahaan yang benar dan
terkoordinasi, baik lintas sektoral maupun swasta yang berkaitan
dengan pengembangan kegiatan pariwisata alam, misalnya
kepariwisataan berkelanjutan, pemerintah daerah, lingkungan hidup,
dan lembaga swadaya masyarakat. Dalam pengembangan kegiatan
pariwisata berkelanjutan.

2. RUMUSAN MASALAH

Apa pengertian PARIWISATA BERKELANJUTAN?

Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan untuk membuat suatu PARIWISATA
BERKELANJUTAN?

Bagaimana PARIWISATA BERKELANJUTAN DAERAH atau LOKAL?

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH

Tujuan penulisan makalah ini adalah agar terciptanya objek wisata


yang ramah lingkungan dengan mengacu pada teori-teori pariwisata
berkelanjutan.

BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN PARIWISATA BERKELANJUTAN

pembangunan kepariwisataan berkelanjutan menjadi hal penting untuk


pengembangan pariwisata diIndonesia. Salah satu pembangunan kepariwisataan
berkelanjutan tersebut adalah green jobs atau pekerjaan berkelanjutan di sektor
pariwisata
Pembangunan pariwisata berkelanjutan bisa melestarikan dan memelihara
keindahan, kehidupan, dan budaya Indonesia yang diwariskan untuk generasi yang
akan datang. Saat ini dibutuhkan di sektor pariwisata, keahlian yang hijau.
Ia menuturkan profil kehijauan pengusaha dan perusahaan di sektor pariwisata
dituntut untuk mampu beradaptasi dengan lingkungan. Perubahan-perubahan,
lanjutnya, akan berdampak pada kebijakan lapangan kerja yang lebih ramah di sektor
pariwisata.
Sehingga diperlukan peningkatan keahlian di sektor pariwisata yang hijau, baik
di tingkat pariwisata maupun nasional. Ia sendiri melihat sudah adanya proses fondasi
pembangunan pariwisata berkelanjutan oleh industri-industri di berbagai daerah di
Indonesia.

Pembangunan kepariwisataan berkelanjutan bukan pilihan tetapi keharusan.


Bukan saja urusan pemerintah, tetapi juga di sektor pemangku kepentingan dan
masyarakat.
Oleh karena itu, rencana strategis pembangunan kepariwisataan berkelanjutan
berkaitan erat dengan pekerjaan yang berbasis lingkungan. Sehingga menghasilkan
pariwisata yang mampu memberikan lapangan pekerjaan namun tetap berdasarkan
pada pelestarian lingkungan.
Pariwisata memberikan kesejahteraan dan pekerjaan yang layak, namun
ramah lingkungan.
Pariwisata jika dikelola dengan baik juga bisa menjadi pelestarian kebudayaan.

2. TUJUAN
.

Untuk menyamakan persepsi para pengembang pariwisata berkelanjutan.

Sebagai acuan dalam memanfaatkan potensi kawasan secara pariwisata


berkelanjutan

1. Menggali Potensi pariwisata Untuk Meningkatkan Perekonomian Daerah atau


local.
1. Kawasan hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri-ciri khas tertentu
yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keaneka ragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri dari Kawasan Pelestarian
Alam (meliputi taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam),
Kawasan Suaka Alam (meliputi suaka margasatwa dan cagar alam), serta
Taman Buru.
2. Kawasan Pelestarian Alam adalah hutan dengan ciri-ciri khas tertentu yang
mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan,

pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan


secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
3. Kawasan Suaka Alam adalah hutan dengan ciri-ciri khas tertentu yang
mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman tumbuah dan satwa serta ekosistemnya yang juga
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
4. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi
alam
5. Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama
dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi.
3. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
TERHADAP EKOWISATA.
Dalam pengembangan ekowisata perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Konservasi

Pemanfaatan keanekaragaman hayati tanpa merusak sumber daya alam itu


sendiri.

Relatif tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan


kegiatannya bersifat ramah lingkungan.

Dapat dijadikan sumber dana yang besar untuk membiayai pembangunan


konservasi.

Dapat memanfaatkan sumber daya lokal secara lestari.

Meningkatkan daya dorong yang sangat besar bagi pihak swasta untuk
berperan serta dalam program konservasi. Mendukung upaya pengawetan jenis.

2. PendidikanMeningkatkan kesadaran masyarakat dan merubah perilaku


masyarakat tentang perlunya upaya konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
3. Ekonomi

Dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi pengelola kawasan,


penyelenggara ekowisata dan masyarakat setempat.

Dapat memacu pembangunan wilayah, baik di tingkat lokal, regional mapun


nasional.

Dapat menjamin kesinambungan usaha.

Dampak ekonomi secara luas juga harus dirasakan oleh kabupaten/kota,


propinsi bahkan nasional.

4. Peran Aktif Masyarakat

Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan


ekowisata.

Memperhatikan kearifan tradisional dan kekhasan daerah setempat agar tidak


terjadi benturan kepentingan dengan kondisi sosial budaya setempat.

Menyediakan peluang usaha dan kesempatan kerja semaksimal mungkin bagi


masyarakat sekitar kawasan.

5. Wisata
Menyediakan informasi yang akurat tentang potensi kawasan bagi pengunjung.
Kesempatan menikmati pengalaman wisata dalam lokasi yang mempunyai fungsi
konservasi.
Memahami etika berwisata dan ikut berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan &
memberikan kenyamanan dan keamanan kepada pengunjung.

5. Tahap Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap awal dari pengembangan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Antisipasi dan regulasi dari perubahan yang akan terjadi dalam suatu sistem
yang akan dikembangkan, dirancang atau disusun dalam perencanaan. Hal ini
dilakukan dengan harapan bahwa pengembangan dapat meningkatkan keuntungan
sosial, ekonomi dan lingkungan bagi setiap pelakunya. Proses perencanaan diharapkan
terpadu, melibatkan semua pihak dan mengacu kepada rencana pengembangan lokal,
regional dan nasional.
Adapun kriteria yang perlu diperhatikan pada tahap perencanaan ini meliputi:
pengembangan ekowisata harus mengacu pada rencana pengelolaan kawasan.
Rencana pengelolaan kawasan merupakan panduan tertulis pengelolaan habitat,
kegiatan, peruntuka kawasan, pengorganisasian dan monitoring dalam rangka
menjamin kelestarian fungsi kawasan. Pengembangan ekowisata yang merupakan
salah satu kegiatan yang diperkenankan untuk dilakukan didalam kawasan taman
nasional dan taman wisata alam, dengan demikian harus sesuai dengan rencana
pengelolaan kawasan.
1. Memperhatikan kondisi ekologi/lingkungan.
Alam merupakan modal dasar penyelenggaraan ekowisata, untuk itu kriteria terhadap
aspek ini menjadi sangat penting agar kegiatan ekowisata tidak menimbulkan dampak
yang merusak kawasan Taman Nasional dan Taman Wisata Alam serta lingkungan
sekitarnya. Diantara yang harus diperhatikan adalah:

Rona awal kondisi fisik, kimia, biologi dan wilayah yang akan dkembangkan
menjadi obyek wisata.

Perilaku satwa; ekowisata yang akan dikembangkan tidak akan merubah


perilaku satwa.

Perencanaan sarana dan prasarana harus direncanakan dengan seting alam


setempat dan tidak memotong lintasan satwa/jalur satwa.

2. Memperhatikan daya tarik, keunikan alam dan prospek pemasaran daya tarik
tersebut.
Pengemasan produk dan pemilihan obyek yang merupakan ciri khas dan daya tarik
suatu wilayah pengembangan ekowisata harus terencana dengan baik dan variatif.
3. Memperhatikan kondisi sosial, budaya dan ekonomi.
Pengetahuan tentang alam dan budaya serta daya tarik suatu wilayah dimiliki oleh
masyarakat setempat. Oleh karena itu keterlibatan masyarakat pada tahap
perencanaan akan sangat berpengaruh untuk keberlanjutan obyek dimaksud. Dengan
melibatkan masyarakat secara aktif, masyarakat akan merasa memiliki obyek
ekowisata tersebut.
4. Tata Ruang
Kegiatan yang direncanakan harus memperhatikan tingkat pemanfaatan ruang dan
daya dukung ruang yang tersedia bagi pengunjung, serta fasilitas umum yang
memadai. Yang harus diperhatikan:

Kualitas daya dukung lingkungan kawasan tujuan melalui pelaksanaan sistem


pemintakatan (zonasi).

Perencanaan pembangunan wilayah setempat; ekowisata yang akan


dikembangkan harus terintegrasi dengan pembangunan wilayah setempat.

5. Melakukan analisis potensi dan hambatan yang meliputi analisis terhadap


potensi sumberdaya dan keunikan alam, analisis usaha, analisis dampak
lingkungan, analisis ekonomi (cost & benefit), analisis sosial dan analisis
pemanfaatan ruang.
6. Menyusun Action Plan/Rancang Tindak Terintegrasi atas dasar analisis yang
telah dilakukan.
7. Melakukan Public Hearing/Konsultasi Publik terhadap rencana yang akan
dikembangkan.

8. Pariwisata Berkelanjutan mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, dan


lingkungan yang ditimbulkannya baik saat ini maupun di masa mendatang;
selain itu juga menjawab kebutuhan wisatawan, industri, lingkungan, dan
populasi setempat. Hal ini berlaku sama untuk pariwisata di semua ekosistem,
baik kawasan perkotaan, pesisir, pedesaan, pegunungan, dan sebagainya;
dengan penekanan yang berbeda di masing-masing ekosistem atau konteks
masyarakat.
Terdapat dua pendekatan dalam hal ini, yaitu:
1. Mereduksi dampak pariwisata pada lingkungan
Jenis-jenis pariwisata berkelanjutan dengan pendekatan ini adalah:

Pariwisata Ramah Lingkungan

Ekowisata

Pariwisata yang Bertanggung Jawab


2. Mereduksi dampak pariwisata pada sosial budaya

Jenis-jenis pariwisata berkelanjutan dengan pendekatan ini adalah:

Pariwisata berbasis masyarakat atau pariwisata inti rakyat

Pariwisata sukarelawan

Pariwisata solidaritas

J. Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsipprinsipnya yang dielaborasi berikut ini. Prinsip-prinsip tersebut antara lain partisipasi,
keikutsertaan para pelaku (stakeholder), kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya
secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya
dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi.
1. Partisipasi
Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata
dengan ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumbersumber daya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuantujuan dan strategi-strategi untuk pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata.
Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam mengimplementasikan strategi-strategi
yang telah disusun sebelumnya.
2. Keikutsertaan Para Pelaku/Stakeholder Involvement
Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi kelompok dan
institusi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), kelompok sukarelawan, pemerintah
daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan
berkepentingan serta yang akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata.
3. Kepemilikan Lokal
Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas
untuk masyarakat setempat. Fasilitas penunjang kepariwisataan seperti hotel, restoran,
dsb. seharusnya dapat dikembangkan dan dipelihara oleh masyarakat setempat.
Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi penduduk
setempat serta kemudahan akses untuk para pelaku bisnis/wirausahawan setempat
benar-benar dibutuhkan dalam mewujudkan kepemilikan lokal. Lebih lanjut,
keterkaitan (linkages) antara pelaku-pelaku bisnis dengan masyarakat lokal harus
diupayakan dalam menunjang kepemilikan lokal tersebut.
4. Penggunaan Sumber Daya yang Berkelanjutan
Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumber daya dengan
berkelanjutan yang artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan
sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Hal ini
juga didukung dengan keterkaitan lokal dalam tahap perencanaan, pembangunan dan
pelaksanaan sehingga pembagian keuntungan yang adil dapat diwujudkan. Dalam
pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa sumber daya alam dan

buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan kriteria-kriteria dan


standar-standar internasional.
5. Mewadahi Tujuan-tujuan Masyarakat
Tujuan-tujuan masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata agar
kondisi yang harmonis antara pengunjung/wisatawan, tempat dan masyarakat
setempat dapat terwujud. Misalnya, kerja sama dalam wisata budaya atau cultural
tourism partnership dapat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen,
sampai pada pemasaran.
6. Daya Dukung
Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan meliputi daya dukung
fisik, alami, sosial dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus sesuai dan
serasi dengan batas-batas lokal dan lingkungan. Rencana dan pengoperasiannya
seharusnya dievaluasi secara reguler sehingga dapat ditentukan penyesuaian/perbaikan
yang dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas wisata harus mencerminkan batas
penggunaan yang dapat ditoleransi (limits of acceptable use).
7. Monitor dan Evaluasi
Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan mencakup
penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan
indikator-indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata.
Pedoman atau alat-alat bantu yang dikembangkan tersebut harus meliputi skala
nasional, regional dan lokal.
8. Akuntabilitas
Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan
mendapatkan pekerjaan, pendapatan dan perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang
tercermin dalam kebijakan-kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya alam seperti tanah, air, dan udara harus menjamin akuntabilitas serta
memastikan bahwa sumber-sumber yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan.
9. Pelatihan
Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan program-program
pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan
meningkatkan keterampilan bisnis, vocational dan profesional. Pelatihan sebaiknya
meliputi topik tentang pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan, serta topiktopik lain yang relevan.
10. Promosi

Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan dan


kegiatan yang memperkuat karakter lansekap, sense of place, dan identitas masyarakat
setempat. Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan tersebut seharusnya bertujuan
untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas yang memberikan kepuasan
bagi pengunjung.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekagaraman hayati yang
sangat tinggi yang berupa sumber daya alam yang berlimpah, baik di daratan, udara
maupun di perairan. Semua potensi tersebut mempunyai peranan yang sangat penting
bagi pengembangan kepariwisataan, khususnya wisata alam.
Sasaran tersebut di atas dapat tercapai melalui pengelolaan dan pengusahaan yang
benar dan terkoordinasi, baik lintas sektoral maupun swasta yang berkaitan dengan
pengembangan kegiatan pariwisata berkelanjutan, misalnya kepariwisataan,
pemerintah daerah, lingkungan hidup, dan lembaga swadaya masyarakat. Dalam
pengembangan kegiatan pariwisata berkelanjutan terdapat dampak positif dan
dampak negatif, baik dalam masalah ekonomi, sosial, dan lingkungan alami.

3. SARAN
Dengan ditulisnya makalah yang menjelaskan tentang PARIWISATA
BERKELANJUTAN Semoga kita semua benar-benar memahami tentang apa
seharusnya kita dapatkan.
Sehingga, jika ada hak-hak yang belum kita dapatkan, kita bisa memperjuangkannya.
Begitu juga sebaliknya, jika hak-hak sebagai perencanaan Pariwisata berkelanjutan,
maka sepatutnya kita menjalankan kewajiban kita sebagai warga Negara. Dengan
demikian, negeri ini akan maju dan penuh dengan keadilan, kemakmuran, aman dan
sejahtera.

BLUE PRINT PENGEMBANGAN WISATA AGRO JAWA BARAT


Potensi kegiatan pariwisata di Jawa Barat sangat ditunjang oleh perkembangan berbagai
sektor terkait, salah satunya pertanian. Keindahan alam lahan pertanian dan perkebunan di
Jawa Barat, dengan budaya pertanian, peternakan, perikanan dan lainnya, menjadikan
pertanian sebagai salah satu daya tarik wisata yang biasa dikenal dengan wisata agro. Salah
satu upaya untuk mendorong berkembangnya wisata agro adalah dengan menyusun Blue
Print Pengmebangan Wisata Agro Jawa Barat.
Penelitian ini berisi kebijakan umum wisata agro yang bertujuan untuk mengarahkan
perkembangan pariwisata agro Jawa Barat, dan menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan
pengembangan wisata agro yang lebih rinci di berbagai daerah di Jawa Barat maupun yang
terkait, dan juga sektor terkair lainnya untuk mengoptimalkan pengembangan wisata agro
secara berkelanjutan.
Konsep pengembangan pariwisata agro Jawa Barat mengacu pada konsep : GREEN
AGROTOURISM, yang bermakna pengembangan pariwisata agro yang bermanfaat bagi
pengembangan sektor pertanian maupun pariwisata, bermanfaat bagi penghidupan dan
kehidupan masyarakat, wisatawan, maupun lingkungan secara berkelanjutan.
Pada tahapan akhir studi ini berisi arahan pengembangan, berupaya mengembangkan
kawasan wisata agro unggulan Provinsi Jawa Barat yang dimaksudkan untuk lebih
memfokuskan pengembangan wisata agro di kawasan-kawasan tertentu yang memang
memiliki keunggulan dari segi keunikan dan kekhasan daya tarik wisata agronya,
aksesibilitas, kelengkapan sarana dan prasarananya, kesiapan pasar wisatawan, serta
dukungan kebijakan yang terkait.
Berdasarkan hasil studi, pengembangan perwilayahan dalam Blue Print Pengembangan
Wisata Agro Jawa Barat ini menghasilkan tujuh kawasan unggulan pariwisata agro yang
terdiri dari dua kelompok, yaitu :
Kawasan Pengembangan Primer, meliputi :
1. Kawasan Pariwisata Agropolitan dan Perkebunan Teh Puncak
2. Kawasan Pariwisata Agro Kebun Strawberi Bandung Selatan
3. Kawasan Pariwisata Agro Minapolitan Pelabuhan Ratu
Kawasan Pengembangan Sekunder, meliputi :
1. Kawasan Pariwisata Agro Kebun Nanas Subang
2. Kawasan Pariwisata Agro Tanaman Holtikultura Majalengka-Kuningan
3. Kawasan Pariwisata Agro Perikanan Laut Pangandaran
4. Kawasan Pariwisata Agro Perkebunan Tebu Cirebon

Dengan demikian, kawasan pariwisata agro unggulan ini diharapkan dapat menjadi show
windows produk pariwisata agro maupun produk agro unggulan Jawa Barat, yang
dikembangkan berbasis masyarakat lokal dan berkelanjutan. Adapun kebijakan
pengembangan pariwisata agro Jawa Barat yang dipaparkan dalam blue print ini mencakup
kebijakan pengembangan destinasi pariwisata agro, pengembangan produk pariwisata agro,
pengembangan pemasaran, serta pengembangan SDM dan kelembagaan.

Anda mungkin juga menyukai