FARMASI FISIKA
MIKROMERITIK
Disusun oleh :
Kelompok 3
Kelas II- A
Triana Rosmiati
P17335114004
P17335114011
Anitha Desiala
P17335114030
Ajeng Septhiani
P17335114034
Kartika Mutiara N.
P17335114039
Dalfa Indriani
P17335114047
Penny Suryaningthias P.
P17335114050
P17335114055
Rafika Zahraeni
P17335114062
P17335114065
Isnaeni Suryaningsih
P17335114068
A. Judul
: Mikromeritik
ukuran
partikel
tersebut.
Pemandangan
dalam
mikroskop
dapat
diproyeksikan ke sebuah layar di mana partikel-partikel tersebut lebih mudah diukur, atau
pemotretan bisa dilakukan dari slide yang sudah disiapkan dan diproyeksikan ke layar untuk
diukur.
Kerugian dari metode ini adalah bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dari dua
dimensi dari partikel tersebut, yaitu dimensi panjang dan lebar. Tidak ada perkiraan yang bisa
diperoleh untuk mengetahui ketebalan dari partikel dengan memakai metode ini. Tambahan
lagi, jumlah partikel yang harus dihitung (sekitar 300-500) agar mendapatkan suatu
perkiraan yang baik dari distribusi , menjadikan metode tersebut memakan waktu dan
jelimet. Namun demikian pengujian mikroskopis dari suatu sampel harus selalu dilaksanakan,
bahkan jika digunakan metode analisis ukuran partikel lainnya, karena adanya gumpalan dan
partikel-partikel lebih dari satu komponen seringkali bisa dideteksi dengan metode ini.
2. Pengayakan
Suatu metode yang paling sederhana, tetapi relatif lama dari penentuan ukuran
partikel adalah metode analisis ayakan. Di sini penentunya adalah pengukuran geometrik
partikel. Sampel diayak melalui sebuah susunan menurut meningginya lebarnya jala ayakan
penguji yang disusun ke atas. Bahan yang akan diayak dibawa pada ayakan teratas dengan
lebar jala paling besar. Partikel, yang ukurannya lebih kecil daripada lebar jala yang dijumpai,
berjatuhan melewatinya. Mereka membentuk bahan halus (lolos). Partikel yang tinggal
kembali pada ayakan, membentuk bahan kasar. Setelah suatu waktu ayakan tertentu (pada
penimbangan 40-150 g setelah kira-kira 9 menit) ditentukan melalui penimbangan, persentase
mana dari jumlah yang telah ditimbang ditahan kembali pada setiap ayakan.
4. Ayakan dipasang pada mesin fibrator pengayak dengan nomor mesh 12, 14, 40,
dan 60 berurutan dari atas ke bawah.
5. 25 gram ZnO yang telah ditimbang dimasukkan pada pengayak paling atas (mesh
12). Mesin fibrator ditutup rapat. Kemudian mesin dijalankan dengan kecepatan 5
rpm selama 10 menit.
6. Setelah 10 menit, mesin akan berhenti secara otomatis dan serbuk ZnO yang
tertinggal pada masing masing ayakan ditimbang.
7. Berat serbuk ZnO yang diperoleh dari masing masing ayakan dicatat.
8. Nilai % berat serbuk ZnO yang tertahan pada masing masing ayakan ditentukan
dengan menggunakan rumus dan ditentukan pula ukuran diameter partikel rata
rata [diameter panjang rata rata partikel (dln)] dari serbuk ZnO tersebut.
G. DATA PENGAMATAN
14
40
60
13,89
2,429
0,603
3,032
1,516
0,648
3,834
2,642
6,476
3,238
8,252
15,462
18,833
34,295
17,15
0,408
0,530
0,304
0,834
0,417
Urutan
I
II
III
Rata-rata
No. Mesh
d (mm)
g (gram)
n (%)
12
14
40
60
1,70
1,40
0,425
0,250
1,516
3,238
17,15
0,417
6,79
14,5
76,83
1,86
(% mm)
11,543
20,30
32,65
0,465
22,321
99,98
64,958
Diameter ZnO =
n .d
n
64,958 mm
99,98
= 0,65 mm
H. PEMBAHASAN
Ilmu dan teknologi partikel kecil diberi nama mikromeritik oleh Dalla Valle. Dispersi
koloid dicirikan oleh partikel yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mikroskop biasa, sedang
partikel emulsi dan suspensi farmasi serta serbuk halus berada dalam jangkauan mikroskop
optik. Partikel yang mempunyai ukuran serbuk lebih kasar, granul tablet, dan garam granular
berada dalam kisaran ayakan (Martin, 2008).
Ukuran partikel bahan obat padat mempunyai peranan penting dalam farmasi, sebab
ukuran partikel mempunyai peranan besar dalam pembuatan sediaan obat dan juga terhadap
efek fisiologisnya (Moehtar, 1990).
Pentingnya mempelajari mikromiretik, yaitu:
1
Secara teknis mempelajari pelepasan obat yang diberikan secara per oral, suntikan
dan topikal
Metode paling sederhana dalam penentuan nilai ukuran partikel adalah menggunakan
pengayak standar. Pengayak terbuat dari kawat dengan ukuran lubang tertentu. Istilah ini
(mesh) digunakan untuk menyatakan jumlah lubang tiap inchi linear (Parrot, 1970).
Ukuran dari suatu bulatan dengan segera dinyatakan dengan garis tengahnya. Tetapi,
begitu derajat ketidaksimestrisan dari partikel naik, bertambah sulit pula menyatakan ukuran
dalam garis tengah yang berarti. Dalam keadaan seperti ini, tidak ada garis tengah yang unik
dan harus dicari jalan untuk menggunakan suatu garis tengah bulatan yang ekuivalen, yang
menghubungkan ukuran partikel dan garis tengah bulatan yang mempunyai luas permukaan,
volume, dan garis tengah yang sama. Jadi, garis tengah permukaan d s, adalah garis tengah
suatu bulatan yang mempunyai luas permukaan yang sama seperti partikel yang diperiksa.
Pada praktikum kali ini metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel
adalah dengan metode pengayakan. Pengayakan adalah suatu metode yang paling sederhana,
tetapi relatif lama dari penentuan ukuran partikel adalah metode analisis ayakan. Di sini
penentunya adalah pengukuran geometrik partikel. Sampel diayak melalui sebuah susunan
menurut meningginya lebarnya jala ayakan penguji yang disusun ke atas. Bahan yang akan
diayak dibawa pada ayakan teratas dengan lebar jala paling besar. Partikel, yang ukurannya
lebih kecil dari pada lebar jala yang dijumpai akan melewatinya dan menghasilkan zat yang
lebih halus. Partikel yang tinggal kembali pada ayakan, membentuk bahan kasar. Setelah
suatu waktu ayakan tertentu ditentukan melalui penimbangan, persentase mana dari jumlah
yang telah ditimbang ditahan kembali pada setiap ayakan (Martin, 1990).
Tujuan dari praktikum ini, yaitu untuk melakukan pengukuran partikel dengan metode
pengayakan (shieving). Pengayakan adalah sebuah cara pengelompokan butiran, yang akan
dipisahkan menjadi satu atau beberapa kelompok. Dengan demikian, dapat dipisahkan antara
partikel lolos ayakan (butir halus) dan yang tertinggal diayakan (butir kasar).
Praktikum dengan metode pengayakan menggunakan pengayak mesh 12,mesh 14,
mesh 40, mesh 60, sebelum digunakan ayakan dibersihkan dan dikeringkan untuk
menghindari kesalahan dalam pengayakan yang disebabkan karena tertutupnya lubanglubang ayakan dengan suatu zat atau benda lain yang tersisa di dalam ayakan. Zat yang
digunakan dalam percobaan ini adalah ZnO sebanyak 25 gram, ZnO yang sudah ditimbang
dimasukkan ke dalam pengayak paling atas (mesh 12) kemudian digoyangkan selama 10
menit, setelah 10 menit serbuk ZnO yang tertinggal pada masing-masing ayakan ditimbang
kemudian dicatat berat serbuk ZnO yang diperoleh dari masing-masing ayakan. Dari data
yang diperoleh umumnya
banyak pula zat yang tersisa. Hal ini karena ukuran dalam tiap inci semakin kecil lubangnya.
Dengan melihat semakin banyak zat yang tertinggal dalam ayakan maka semakin kasar zat
tersebut.
Data yang didapatkan untuk berat ZnO dari masing-masing ayakan berbeda-beda hal
ini disebabkan karena kemungkinan kurang tepat dalam menimbang sampel, terdapat partikel
yang menempel pada ayakan, pada ssat menuangkan ZnO ke dalam kertas perkamen serbuk
terbawa angin dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pengayakan yaitu lama
pengayakan, massa sample, intensitas getaran dan pengambilan sample.
Didapatkan hasil nilai % berat serbuk ZnO yang tertahan pada masing-masing ayakan
yaitu 99,98 % dan telah didapatkan ukuran diameter partikel rata-rata (diameter panjang ratarata partikel (dIn) ) yaitu 0,65 mm. Kelebihan dari metode pengayakan yaitu waktu yang
diperlukan singkat dan alat yang digunakan sederhana, kekurangan dari metode pengayakan
yaitu dapat rusaknya granul serta kesalahan pengayakan bisa timbul dari variabel beban
ayakan, lama dan intensitas penggoyangan, untuk menghindari kesalahan pengayakan tidak
dilakukan terlalu lama, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat (digoyangkan dengan
kecepatan konstan).
I. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hasil nilai %
berat serbuk ZnO yang tertahan pada masing-masing ayakan yaitu 99,98 % diameter serbuk
ZnO (Zinc oxyd) adalah 0,65 mm.
J. DAFTAR PUSTAKA
Ansel.
H.
C.
1989. Pengantar
bentuk
sediaan
farmasi, terjemahan
Faridah
Ibrahim.Universitas Indonesia:Jakarta.
Martin Alfred dkk. 1993. Farmasi Fisika Edisi Ketiga. Universitas Indonesia : Jakarta
Moechtar. 1990. Farmasi Fisika. UGM Press, Yogyakarta.
Parrot, L,E.1970. Pharmaceutical Technologi. Burgess Publishing Company, Mineapolish,
Sinko, P. 2005. Martins Phisical Pharmacy and Pharmaceutical Sience 5thEdition. Lippincott
Williams & Wilkins, Baltimore
K. LAMPIRAN
Proses pengayakan