Anda di halaman 1dari 5

PERBEDAAN DCS, DDC, DAN SCADA

Dalam sebuah artikel dikatakan bahwa PLC dan DCS mempunyai fungsi yang sama.
Saat ini perbedaan DCS dan PLC telah kabur karena masing-masing telah saling mengambil
peran. PLC mengambil sebagian peran DCS dan sebaliknya.Ini sangat berbeda dengan yang
dipahami selama ini bahwa
DCS (Distributed Control System) sesuai dengan namanya adalah sebuah SISTEM
PENGONTROLAN yang bekerja menggunakan beberapa controller dan
mengkoordinasikan kerja semua controller tersebut. Masing-masing controller
tersebut menangani sebuah plant yang terpisah. Controller yang dimaksud tersebut
adalah PLC.
Sedangkan PLC (Programmable Logic Controller) sesuai dengan namanya adalah
sebuah CONTROLLER yang dapat deprogram kembali. Jika PLC hanya berdiri
sendiri dan tidak digabungkan dengan PLC yang lain, SISTEM pengontrolannya
dinamakan DDC.
Jadi, PLC adalah sub sistem dari sebuah sistem besar yang bernama DCS. Yang sejajar
dalam hal ini adalah DDC dengan DCS dan FF, serta PLC dengan SLC, Microcontroller, dan
sebagainya.
Perkembangan awal PLC, difungsikan lebih ke logic Control (Discrete Input/Output).
Tapi Sekarang, PLC sudah mengakomodasi bukan hanya discrete Input/Output, didalamnya
sudah dapat menerima signal dari Thermocouple, RTD, Load Cell, dan sebagainya langsung ke
I/O PLC.
PLC pada dasarnya hanya pengontrol logika yang dapat diprogram. Walaupun pada
perkembangannya PLC sudah dilengkapi analog signal, kemampuan aritmatiknya sangat
terbatas.
Sedangkan DCS, Sistem Pengendali terdistribusi Penekanannya ada di D-nya, Distribusi,
yaitu distribusi tiga hal : Distribusi Resiko kegagalan, Distribusi lokasi dan Distribusi
Pengendalian dan Man Power. Secara tradisional, memang benar bahwa DCS lebih lambat
responnya dibanding PLC. Karena memang untuk regulatory control tidak perlu respon yang
terlalu cepat karena kalau gagal masih ada safety shutdown system. Satu (1) second overall
masih cukup untuk hampir semua aplikasi. Berbeda dengan safety application yang sering
merupakan ladang PLC. Sekarang, kelihatannya sudah berbeda karena hardware dari yang
secara tradisional DCS vendor makin seperti PLC. Ada yang mengatakan, PLC itu Install and
Forget it, kalau DCS kebalikannya, karena lebih bersifat kompleks dan perlu monitoring. Kalau
dilihat dari kompleksitas sistemnya, tergantung bagaimana konfigurasi sistem yang dipasang.
Shutdown System Plant dengan menggunakan PLC-based juga bisa sangat kompleks, jauh lebih
kompleks dibanding dengan DCS. Kalau tidak, mengapa para ahli sedemikian peduli sampai
mengeluarkan IEC-61508, IEC-61511, IEC-62601 dan sebagainya. PLC terbaru saat ini sudah
sanggup untuk mengolah sejumlah besar informasi secara real time karena sudah memiliki RAM
antara 2 6 MB, memiliki konektivitas dengan Ethernet dan dapat diprogram dalam bentuk teks
terstruktur maupun ladder logic. Pun, umumnya dioperasikan dengan Windows XP, dilengkapi
dengan Human Machine Interface, HMI (misalnya Rockwell RSView), yang memungkinkan
diadopsinya aplikasi Visual Basic, Hysys dan aplikasi lainnya. Integrity level PLC tidak bisa
dipandang secara individual, seharusnya dipadukan dengan final element dan sensor sebagai satu
kesatuan Safety Instrumented Function (SIF). Perbedaan PLC dan DCS sekarang sudah tidak
ada lagi, karena perkembangan teknologi yang sudah maju.. dimana PLC sudah banyak yang
berperan sebagai DCS, malah lebih dari itu PLC bisa berperan seperti SAP

PLC seringkali dipakai untuk safety system (trip system dari suatu equipment).
Walaupun di DCS ada fasilitas LOGIC maupun sequence, kebanyakan untuk trip system, sinyal
tripnya tetap diumpankan ke PLC, misalnya alarm LL dari level steam drum sinyalnya
diumpankan ke PLC untuk men-TRIP-kan Boiler. Jadi perbedaan PLC ama DCS mungkin
terletak pada kecepatan responnya.
Dari studi kasus, di Caltex, DCS sudah lama dan ada penggantian dengan sistem
PLC+MMI. Tapi biasanya, kalau di perusahaan migas ada dua sistem DCS dan PLC. PLC untuk
Fire/gas and Shutdown System, DCS untuk Continuous Control. Juga banyak aplikasi yang
lainnya, seperti spesifik kontrol untuk Compresor/turbin, Vibration Monitoring, Flow Computer
System, Optimization,dan lain-lain. Dan semua apikasi itu bisa disambungkan ke DCS. DCS
bisa memonitor semua sistem yang ada (PLC+MMI, flow computer, turbin control, optimization
software, dan lain-lain). Mungkin sebenarnya bisa aja ditangani oleh satu DCS saja atau
PLC+MMI saja. Tetapi di perusahaan Oil and Gas dibuat banyak sistem, salah satu alasannya
untuk redundancy, kalau memakai satu sistem saja sekali mati, mati semua plantnya. Tetapi,
kalau di industri makanan, mungkin cukup PLC+MMI saja, karena lebih murah daripada
membeli DCS yang mahal. Pendapat lainnnya mengatakan bahwa PLC tidak sama dengan DCS,
PLC bukan sub sistem DCS dan DCS bukan PLC yang dibesarkan. Bila dilihat dari awal
terbentuknya kedua perangkat itu, PLC dibuat untuk menggantikan Relay Logic yang berfungsi
sebagai shutdown system. DCS dibuat untuk menggantikan Controller (single Loop, multi loop,
close loop, open loop, etc), yang mengendalikan jalannya Proses (Proses Control). Proses
Controller tentu tidak sama dengan Logic Controller, dan jangan dipisahkan, karena akan
berbeda maknanya. Dalam aplikasinyapun begitu. Maukah jika pada sistem pengaman
(ESD/PLC) kita terjadi kegagalan, maka semua Control Process menjadi Uncontrol, karena PLC
digunakan sebagai System Control? Atau sebaliknya, kita sudah tidak memiliki sistem
pengaman (ESD/PLC), ketika Sistem Control terhadap proses (DCS) terjadi kegagalan, karena
DCS juga digunakan sebagai ESD? Lebih jelas lagi jika kita melihat kewajaran peruntukannya
kedua sistem tersebut. PLC wajar/layak digunakan untuk sistem pengaman (ESD) kompresor,
pompa, turbin, heater, boiler, dan Equipment Proses yang lain. Sementara DCS, kewajaran
peruntukannya adalah sistem Pengendalian / Control. Pengendalian terhadap perubahan level,
flow, press, dan Variable Proses yang lain.
Pada pengembangannya, PLC mulai menggunakan Analog Input. Input dari
Transmitter atau Thermocouple. Tapi coba kita lihat ke Software pemrograman logic. Semua
Analog input akan diubah menjadi Digital dan kembali menjadi parameter digital pada fungsi
Logic yang digunakan. Kalaulah PLC kemudian memiliki fungsi PID Controller, lebih
cenderung diperuntukan ke sistem dimana ESD dan proses control merupakan satu kesatuan
Sequence yang tidak bisa dipisah. Misalnya Turbo Machinery Control.
Tetapi kalau Aplikasi Anti surge, bukanlah ESD, dan lebih cenderung ke fungsi Control
(bukan Logic). Bisa dilihat dari kasus sebagai berikut yang mungkin akan lebih terlihat dimana
PLC dan DCS wajar diaplikasikan.Pada sebuah kompresor yang menggunakan sistem Auto Start
untuk Pompa Lube Oil (L.O). Pompa yang normal beroperasi adalah Pompa Turbine (PT) dan
Stand by adalah Pompa Motor (PM). Jika Press L.O. turun karena sesuatu hal misalnya PT Trip,
setelah mencapai setting Press PM akan Auto Start. Penggunaan Sensor Press L.O. berupa
Electronic Smart Pressure Transmitter dan Press.Trans. menjadi Analog input di PLC.
Kejadiannya adalah : Saat PT Trip, PM terlambat Start dan kompresor Trip, karena
turunnya press sangat cepat dibawah satu (1) detik. Setelah dilihat terjadi keterlambatan respon
pada Press.transmitter, walaupun damping sudah minimum. Ternyata memang semua peralatan
berbasis microprocessor itu akan memiliki Dead Time (juga dikatakan di Manual Book). Untuk
mengatasinya kembali digunakan Pressure Switch untuk sistem Auto Start L.O. (sesuai desain
awal). Apakah ada standard yang mengatakan sensor dari Sistem Logic ESD harus
menggunakan Switch..??? Alangkah terlambat lagi jika input PLC berasal dari DCS. Dari cerita
di atas, apakah kita akan menggukan DCS untuk fungsi PLC dan PLC untuk DCS..?

Membicarakan mengenai beda antara PLC dan DCS selalu saja akan campur aduk kalau
tidak di set dari awal kerangka berbicaranya pada tataran definisi atau realitas/kemampuan
hardware software architecture-nya dalam mengerjakan tugas tertentu.
Kalau berdasarkan definisinya, maka :
PLC = Programmable Logic Controller
PLC secara definisi adalah sebuah controller (processor) yang bisa diprogram
(programmable) yang fungsinya adalah menjalankan (execute) fungsi-fungsi logic. Logic
yang dimaksud di sini, melihat pada sejarah awal dibuatnya, adalah discrete/sequence
function yang biasanya ditangani oleh relay. Dari awalnya para vendor yang mengusung
nama PLC memang bergerak di bisnis discrete/sequence control.
DCS = Distributed Control System
Apapun system control yang terdistribusi (Sebagai lawan dari DDC = direct digital
control) dikategorikan sebagai DCS. Pada DDC seluruh control dilakukan dalam central
processor sehingga apabila dia kegagalan, seluruh control plant akan ikut gagal. DDC,
digunakan hampir, kalau tidak bisa disebut keseluruhannya sebagai Regulatory Control.
Dan dari awalnya vendor-vendor yang mengusung nama DCS memang menggunakan
produknya sebagai regulatory control.
Celakanya, para vendor yang ada pada masing-masing kubu ini mulai saling berebut pasar
(terutama vendor yang dulunya mengaku vendor PLC). Ini disebabkan karena kemampuan
processor/CPU dan juga memori yang makin cepat dan harganya juga makin murah.
Mereka mulai mengkhianati dan mulailah ada cross application. Vendor yang dulunya
mengusung nama PLC sudah mulai memasuki arena regulatory control karena mereka mulai
pede dengan barang mereka. Demikian pula Vendor yang dulunya mengusung nama DCS mulai
tertarik memasuki arena discrete karena dari segi hardware saat ini sudah memungkinkan
processor-nya punya execution time yang cepat sehingga pasar dicrete sudah bisa dimasuki.
Dengan begitu, kalau melihat pada menyataan kemampuan architecture barang yang dimiliki
masing-masing, maka pengertian PLC dan DCS sudah mulai kabur. Maka kalau standard
mengatakannya adalah Programmable Electronic. Anything programmable and its electronic
based device.

SCADA (kependekan dari Supervisory Control And Data Acquisition) adalah sistem
kendali industri berbasiskomputer yang dipakai untuk pengontrolan suatu proses, seperti:

proses industri: manufaktur, pabrik, produksi, generator tenaga listrik.


proses infrastruktur: penjernihan air minum dan distribusinya, pengolahan limbah, pipa
gas dan minyak, distribusi tenaga listrik, sistem komunikasi yang kompleks, sistem
peringatan dini dan sirine
proses fasilitas: gedung, bandara, pelabuhan, stasiun ruang angkasa.

Beberapa contoh lain dari sistem SCADA ini banyak dijumpai di lapangan produksi
minyak dan gas (Upstream),Jaringan Listrik Tegangan Tinggi dan Tegangan Menengah (Power
Transmission and Distribution) dan beberapa aplikasi yang dipakai untuk memonitor dan
mengontrol areal produksi yang cukup luas.
Suatu sistem SCADA biasanya terdiri dari:

antarmuka manusia mesin (Human-Machine Interface)


unit terminal jarak jauh yang menghubungkan beberapa sensor pengukuran dalam
proses-proses di atas
sistem pengawasan berbasis komputer untuk pengumpul data
infrastruktur komunikasi yang menghuhungkan unit terminal jarak jauh dengan sistem
pengawasan, dan
PLC atau Programmable Logic Controller

Yang dimaksud dengan Supervisory Control atau Master Terminal Unit (MTU) adalah
kendali yang dilakukan di atas kendali lokal atau Remote Terminal Unit (RTU), sebagai ilustrasi,
pada suatu ladang minyak dan gas (Oil and Gas Field) ada beberapa sumur minyak (Oil Well)
yang berproduksi. Hasil minyak mentah (Crude Oil) dari masing-masing sumur produksi
tersebut dikumpulkan di stasium pengumpul atau Gathering Station (GS) di mana proses
lanjutan terhadap minyak mentah yang terkumpul tersebut dilakukan. Biasanya pada masing-

masing sumur minyak produksi terpasang suatu sistem (RTU) yang memonitor dan mengontrol
beberapa kondisi dari sumur minyak produksi tersebut. Kendali lokal dilakukan pada masingmasing production well dan supervisory control yang berada di stasiun pengumpul, melakukan
control dan monitoring kepada semua production well yang ada di bawah supervisi. Jika salah
satu production well mengalami gangguan, dan stasiun pengumpul tetap harus memberikan
dengan production rate tertentu, maka supervisory control akan melakukan koordinasi pada
production well lainnya agar jumlah produksi bisa tetap dipertahankan.
Pada umumnya jarak antara RTU dengan MTU cukup jauh sehingga diperlukan media
komunikasi antara keduanya. Cara yang paling umum dipakai adalah Komunikasi Radio (Radio
Communication) dan Komunikasi Serat Optik (Optical Fiber Communication).
Pada sistem tenaga listrik, media komunikasi yang dipergunakan adalah Power Line
Communication, Radio Data, Serat optik dan kabel pilot. Pemilihan media komunikasi sangat
bergantung kepada jarak antar site, media yang telah ada dan penting tidaknya suatu titik ( gardu
).
Pengaturan sistem tenaga listrik yang komplek, sangat bergantung kepada SCADA.
Tanpa adanya sistem SCADA, sistem tenaga listrik dapat diibaratkan seperti seorang pilot
membawa kendaraan tanpa adanya alat instrumen dihadapannya. Pengaturan sistem tenaga
listrik dapat dilakukan secara manual ataupun otomatis. Pada pengaturan secara manual,
operator mengatur pembebanan pembangkit dengan melihat status peralalatan listrik yang
mungkin dioperasikan misalnya Circuit Breaker ( CB ), beban suatu pembangkit, beban trafo,
beban suatu transmisi atau kabel dan mengubah pembebanan sesuai dengan frekuensi sitem
tenaga listrik. Pengaturan secara otomatis dilakukan dengan aplikasi Automatic Generating
Control ( AGC ) atau Load Frequency Control ( LFC ) yang mengatur pembebanan pembangkit
berdasar setting yang dihitung terhadap simpangan frekuensi.
Salah satu hal yang penting pada sistem SCADA adalah komunikasi data antara sistem remote
( remote station / RTU ) dengan pusat kendali. Komunikasi pada sistem SCADA
mempergunakan protokol khusus, walaupun ada juga protokol umum yang dipergunakan.
Protokol yang dipergunakan pada sistem SCADA untuk sistem tenaga listrik di antaranya :
1. IEC Standar meliputi IEC 60870-5-101 yang berbasis serial komunikasi dan IEC 608705-104 yang berbasis komunikasi ethernet.
2. DNP 3.0
3. Modbus
4. Proprietary solution, misalnya KIM LIPI, HNZ, INDACTIC, PROFIBUS dan lain-lain

Anda mungkin juga menyukai