Anda di halaman 1dari 16

KATARAK KOMPLIKATA

PENDAHULUAN

Katarak merupakan penyebab masalah tersering dari gangguan penglihatan.


Proses penuaan merupakan penyebab umum dari katarak. Prevalensi katarak yang
terjadi pada usia 65-74 tahun terjadi sebanyak 50% sedangkan pada usia lebih dari 75
tahun prevalensi ini meningkat hingga 70%.
Lensa merupakan bagian berperan penting dalam proses katarak. Sifat
transparan dari lensa membuat sinar yang masuk dari kornea kemudian sampai di
lensa dapat diteruskan hingga keretina yang membuat kita dapat melihat dengan jelas.
Lensa yang bersifat avaskular dan tidak memiliki sistem saraf didalamnya mempunyai
proses keseimbangan dari elektrolit, dan cairan didalamnya, yang harus selalu dijaga
keseimbangannya.
Katarak merupakan suatu keadaan dimana, lensa mengalami berbagai macam
proses yang membuat keadaannya tidak lagi jernih, transparan, sehingga cahaya yang
melewati lensa tidak dapat difokuskan ke retina , sehingga seseorang akan mengalami
gangguan penglihatan.
Yang membuat perubahan dari morfologi maupun kandungan dari lensa tersebut,
bisa akibat dari proses degenerasi. Selain dari itu dapat juga disebabkan karena
penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, galaktosemia. Akibat dari infeksi seperti
uveitis dan penggunaan steroid dalam jangka waktu lama juga dapat menyebabkan
katarak, dan masih banyak beberapa keadaan lain dari tubuh yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat menyebabkan katarak disamping proses degenerasi, hal
ini yang dikenal dengan katarak komplikata

BAB I . LENSA
Jaringan lensa ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam
mata dan bersifat bening. Lensa berbentuk bikonkaf, transparan, dan mempunyai tebal
4mm dan berdiameter 9 mm. Lensa terletak posterior dari iris yang ditopang oleh seratserat zonular yang berasal dari badan siliar. Lensa dibentuk oleh sel epitel lensa yang
membentuk serat lensa di dalam kapsul lensadan serat lensa dibentuk terus menerus.
Kapsul dari lensa merupakan membran yang semipermeabel yang dapat menyerap air
dan elektrolit. Epitel lensa ini akan membentuk serat lensa terus menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat lensa dibagian sentral sehingga terbentuk nukleus
lensa.

Bagian epitelium, merupakan lapisan sel dari permukaan lensa, dan perannya
sangat penting terhadap homeostasis dari seluruh organ lensa. Semua enzim-enzim
metabolik kadarnya paling tinggi terdapat pada bagian epitelium. Karena mitokondria
sudah tidak ada lagi pada serat lensa matur, maka epitelium memiliki kapasitas tertinggi
untuk memproduksi energi. Secara luas pompa ion seperti Na + ,K+ -ATPase, dan sistem
transport yang membawa nutrisi dan metabolit-metabolit untuk lensa terdapat pada
bagian epitelium. Lensa yang bersifat avaskular ini sangat bergantung pada fungsi dari
sistem ini. Epitelium juga memiliki kandungan dan kerja enzim yang berfungsi untuk
melindungi lensa dari pengaruh toksik. Sebagai contoh kandungan sistem enzim
antioksidan
seperti catalase dan GSH
redox
cycle yang
mendetoksifikasi
H2O2 terdapat banyak pada bagian epitelium.
Bagian sentral dari lensa merupakan bagian yang tertua dari lensa, karena paling
dahulu dibentuk. Dibagian luar nukleus ini terdapat lapisan serat lensa yang lebih muda

disebut korteks lensa . Pada bagian anterior dari lensa bertemu dengan akuos humor,
dan bagian posterior kontak dengan cairan vitreous. Nukleus dari lensa sendiri lebih
keras dibandingkan bagian dari korteks. Lensa mengandung 65% air, dan sekitar 35%
protein, dan sedikit dari mineral.
Lensa bersifat avaskular dan tidak memiliki persarafan, dan mendapatkan nutrisi
dari humor akuos. Fungsi utama dari lensa adalah mentransmisi cahaya dan
memfokuskan cahaya ke retina. Lensa dapat menyesuaikan titik fokus suatu benda dari
jarak dekat maupun jauh dengan cara mengubah bentuk dari lensa tersebut, hal ini
dikenal dengan sebutan akomodasi. Hal ini dapat terjadi apabila lensa transparan,
dimana kondisi ini bergantung pada organisasi dari sel-sel yang terdapat pada lensa
dan susunan protein yang terdapat pada sitoplasma dari lensa. Konsentrasi protein
yang terdapat pada serat lensa sangat tinggi, yang menghasilkan indeks refraksi yang
signifikan dibanding dengan cairan yang mengelilingi lensa dan memudahkan lensa
untuk merefraksi cahaya.
Katarak terjadi pada lensa yang kehilangan transparansi nya entah cahaya
tersebut diserap maupun dipendarkan yang membuat gangguan penglihatan. Katarak
dapat terjadi karena faktor genetik, metabolik, gizi, atau faktor lingkungan ataupun
akibat dari penyakit sistemik seperti diabetes atau penyakit degeneratif retina. Faktor
resiko yang terpenting adalah usia.

BAB II. KATARAK


Katarak berasal dari Yunani Kattarrhakies , inggeris Cataract, dan Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.
Proses penuaan merupakan penyebab umum dari katarak, tetapi didalamnya
banyak sekali faktor yang terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik, dan faktor
keturunan. Katarak akibat usia tua merupakan penyebab tersering dari gangguan
penglihatan. Prevalensi katarak yang terjadi pada usia 65-74 tahun sebanyak 50%, dan
meningkat sampai dengan 70% pada usia lebih dari 75 tahun.

Patogenesis dari katarak tidak sepenuhnya dimengerti. Bagaimanapun , pada


lensa dengan katarak didapatkan adanya agregasi protein yang membuat sinar
memudar dan mengurangi transparansi dari lensa. Jenis protein yang berbeda
menyebabkan perubahan warna kuning dan coklat. Ada juga yang mengatakan bahwa
dapat terjadi adanya vesikel antara serat lensa atau migrasi dan perubahan ukuran sel
epitelial yang menjadi besar.Faktor-faktor lain yang menyebabkan katarak adalah
kerusakan akibat oksidatif(reaksi radikal bebas), kerusakan akibat sinar ultraviolet, dan
malnutrisi. Rusaknya lensa akibat reaksi oksidatif, berpengaruh juga terhadap asam
nukleat, proteins, dan lemak yang merupakan penyebab primer yang terjadi pada
katarak dengan proses penuaan.Sifat dari oksidatif sendiri adalah kataraktogenik yang
telah diteliti pada hewan maupun manusia bahwa paparan sinar X ke mata atau
tingginya kadar radiasi seperti paparan dari sinat Ultraviolet dan microwaves dapat
menyebabkan katarak karena efeknya terhadap lensa.
Klasifikasi katarak berdasarkan derajat kematangannya dibagi menjadi katarak
imatur,matur,dan hipermatur. Katarak matur ditandai dengan lensa protein yang
berwarna opak. Imatur katarak mempunyai protein yang bersifat transparan. Apabila
pada keadaan imatur ini, lensa menyerap air maka akan terjadi kekeruhan lensa yang
disertai dengan pembengkakan dari lensa yang disebut sebagai katarak intumesen.
Pada hipermatur katarak , protein kortikal menjadi cair, cairan ini akan keluar melewati
kapsul yang intak, sehingga lensa akan mengecil disertai dengan kapsul yang bekerutkerut. Bila proses katarak berlanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks
yang berdegenerasi dan cairan tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan
bentuk sebagai kantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks
lensa karena lebih berat yang dikenal dengan katarak Morgagni.
Bila dibagi berdasarkan letak kekeruhannya katarak dikenal dengan tiga jenis tipe,
yaitu kortikal,nukleuar dan posterior subkapsular, dimana perbedaan lokasi kekeruhan
ini mempunyai patologi masing-masing.

Katarak kortikal terjadi pada bagian luar dari lensa dan mempunyai karakteristik
adanya vakuol, katup air,dan bentuk seperti jari sepeda. Dipercaya bahwa kebanyakan
katarak kortikal ini penyebabnya karena gangguan osmotik, dimana terjadi akumulasi
cairan didalam dan diantara sel dari lensa yang biasanya diakibatkan dari
ketidakseimbangan dari ion. Ketidakseimbangan elektrolit terjadi sebagai hasil dari
rusaknya membran sel dari lensa, terutama jaringan sel-sel epitelial yang berfungsi
dalam menjaga keseimbangan metabolik homeostasis dari seluruh lensa.
Pada kortikal katarak kadar kalium menurun, sedangkan kadar natrium,klorida
dan kalsium meningkat sehingga terjadi influks dari air. Vakuola atau tempat dimana
mengandung air yang banyak ini menghasilkan indeks refraksi yang rendah karena
kaya akan protein pada serat-seratnya dan hal yang berkepangjangan menghasilkan
pependaran cahaya dan katarak.

Katarak nuklear terjadi pada bagian sentral darilensa dan


muncul pada usia lanjut bahkan pada lensa yang normal. Protein
yang

terakumulasi

terutama

akibat

faktor

oksidasi,

menyebabkan pembentukan dari agregasi protein yang akhirnya


memendarkan cahaya. Protein didalam nukleus kemudian
menjadi berkembang secara progresif dan lebih berpigmen
seiring bertambahnya usia, pada beberapa katarak nuklear
warnanya dapat lebih gelap, coklat atau bahkan hitam. Pada
beberapa kasus katarak , cahaya padalensa lebih diserap
dibandingkan dipendarkan. Secara kontras , pada katarak kortikal
, katarak nuklear bersifat lebih keras.

Posterior subkapsular katarak terjadi pada bagian kutub posterior. Katarak ini
terjadi akibat dari pembentukan serat serat bagian posterior yang berubah atau seratserat lensa menjadi abnormal. Pada keadaan lanjut sel epitelial lensa ini dapat migrasi
kebagian kutub posterior. Posterior subkapsular katarak ini biasanya ditemukan setelah
radiasi dari sinar X dan pemakainan kortikosteroid , serta penyakit degenerasi retina,
tetapi dapat juga terjadi secara idiopatik.

BAB III . KATARAK KOMPLIKATA

Katarak komplikata adalah keadaan dimana kekeruhan terjadi pada lensa yang
diakibatkan keadaan lokal atau penyakit sistemik. Ini dapat terjadi pada semua usia.
Suatu penyakit dapat merusak lensa dengan menganggu nutrisi yang dimiliki lensa atau
efek toksik yang mempengaruhi lensa.

Katarak ini biasanya melibatkan daerah subkapsular posterior karena bagian


kapsul posterior lebih tipis yang akhirnya berkembang hingga mengenai seluruh lensa.
Katarak komplikata biasanya dapat bersifat unilateral dan bilateral. Pada kasus yang
unilateral biasanya bersifat akibat penyakit yang bersifat lokal, seperti glaukoma,
uveitis, pemakaian lokal atau sistemik steroid, miopia tinggi, ablasio retina, retinitis
pigmentosa, tumor intraokular. Sedangkan bilateral katarak komplikata biasanya terjadi
berhubungan dengan penyakit sistemik seperti diabetes melitus, hipoparatiroid,
miotonik distrofi, atopik dermatitis,galaktosemia.

3.1 Katarak Pada Uveitis

Uveitis merupakan masalah yang sering ditemukan dalam bentuk yang


berbeda-beda. Ini merupakan suatu keadaan kronik. Uveitis merupakan inflamasi yang
terjadi pada bagian koroid(koroiditis), badan siliar(uveitis intermediate, cyclitis,uveitis
perifer, atau pars planitis) atau iris(iritis). Anterior uveitis merupakan yang paling sering
terjadi dan biasanya sifatnya unilateral dan akut. Gejala yang timbul ada nyeri,
fotofobia, dan penglihatan kabur. Dari pemeriksaan bisa didapatkan kemerahan
disekeliling kornea dengan injeksi konjungtiva ataupun kotoran. Keadaan ini biasanya
memerlukan pengobatan kortikosteroid jangka panjang atau obat-obatan imunosupresif.
Pembentukan katarak sangat sering terjadi pada kasus kasus ini.
Penanganan katarak pada uveitis membutuhkan perhatian lebih . Tantangan
dalam pengobatan ini tidak hanya tingkat kesulitan operasi yang tinggi tetapi juga
bagaimana mengontrol inflamasi yang terjadi dalam periode perioperatif. Katarak pada
uveitis sendiri merupakan hasil dari kronik inflamasi dan merupakan konsekuensi dari
penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
Dari sebuah studi didapatkan katarak terjadi sebanyak 317(21%) dari 1506 pasien
dewasa uveitis dan 128(37%) pasien menjadi katarak dari 446 pasien anak dengan uveitis.
Pembentukan katarak ini jarang terjadi pada kasus uveitis posterior, lebih sering terjadi pada
uveitis anterior ( 50%) dan intermediate uveitis . Faktor resiko dapat berupa uveitis kronik,

pembentukan fibrin, pengobatan dosis tinggi dari kortikosteroid, dan riwayat dari pars plana
vitrektomi(PPV).

Penyebab spesifik dari uveitis seringkali sulit ditemukan, tetapi pada beberapa kasus
uvetis berhubungan dengan :
Gangguan autoimun: Rheumatoid arthritis atau ankilosing spondilitis
Gangguan Inflamasi : Penyakit Chrons atau colitis ulseratif
Infeksi : cat-scratch disease, herpes, sifilis, toksoplasmosis, tuberculosis
Trauma mata
Keganasan tertentu : limfoma yang memiliki efek tidak langsung terhadap mata
Terdapat tiga tipe uveitis berdasarkan area mata yang terkena:

Anterior uveitis inflamasi ini mengenai bagian iris(iritis) atau inflamasi dari iris dan badan
silar(iridosiklitis). Sifatnya adalah unilateral dan bersifat akut. Pupil dapat terjadi miosis atau
irregular akibat dari sinekia posterior. Geejala biasanya berupa nyeri, fotofobia, dan penglihatan
buram.Inflamasi yang terjadi pada bilik anterior harus dicek tekanan intraokularnya. Sel-sel
inflamasi serta debris dari peradangan ini membentuk suatu keratik presipitat pada bagian
endothelium corneal.

Intermediate uveitis mengenai area dibelakang badan siliar dan retina. Biasanya terjadi
pada anak-anak , remaja dan dewasa muda. Yang terjadi pada perdangan ini ditandai dengan
inflamasi vitreous. Sifatnya biasanya bilateral, gejala yang khas bisanya disertai dengan floater
dan penglihatan yang buram. Nyeri, fotofobia dan kemerahan minimal bahkan tidak ada.

Posterior uveitis Inflamasi terjadi pada bagian segmen posterior mata, yaitu koroid dan
retina. Biasanya berhubungan dengan penyakit-penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis.
Gejala yang muncul biasanya adanya floaters, hilangnya lapang pandang penglihatan atau
skotoma atau menurun visus penglihatan yang dapat sangat berat. Terkadang dapat ditemukan
adanya ablasi retina yang sifatnya trsksi, regmatogen atau dengan eksudat.
Patofisiologi
Katarak yang terjadi pada anak-anak dengan uveitis ini biasanya tipe subkapsular
katarak . Sinekia posterior terkadang terjadi pada kasus ini, yang disertai dengan daerah kapsul
anterior nekrosis serta terjadi kekeruhan pada lensa. Jaringan fibrin yang terdapat pada
membran dari lensa biasanya ditemukan berserta dengan kekeruhan pada daerah dibawah
kapsul anterior.

Pembentukan katarak yang terjadi pada bagian polus posterior dari lensa dapat
dijelaskan dari hilangnya dinding pertahanan dari membran epitelial dan disertai bagian
posterior merupakan bagian yang paling tipis dari kapsul lensa. Dimana terjadi inflamasi maka
sel radang akan terakumulasi pada bagian bilik anterior maupun posterior sehingga
menyebabkan penebalan lensa akibat dari sistem osmotik yang tidak seimbang. Kandungan
protein yang disertai sel-sel radang akan menyebabkan air masuk kedalam lensa sehingga
lensa menjadi lebih tebal dan keruh. Disamping itu juga terjadi proses proliferatif dari sel epitel
lensa abnormal(LEC/Lens Epithelial Cell). Sel abnormal ini menghasilkan ekstraselular basal
membran dan ekstraseluler maktriks sebelum berdegenerasi bersama dengan serat-serat
lensa sekelilingnya.

3.2 Katarak Pada Penggunaan Steroid


Efek samping pada pemakaian jangka panjang dari steroid bersifat luas, dimana
insiden tertinggi adalah terjadinya katarak subkapsular posterior. Penggunaan dari
steroid harus dibatasi dalam pemberiannya secara sistemik maupun topikal pada
inflamasi okular, maupun pada masalah-masalah transplantasi organ. Mekanisme
terjadinya kekeruhan pada lensa, belum sepenuhnya dapat ditemukan dan tidak ada
pengobatan yang efektif selain operasi pengangkatan lensa.

Salah satu mekanisme dari terbentuknya katarak subkapsular posterior adalah karena
dihambatnya Na_K_-adenosine triphosphatase (ATPase) oleh kortikosteroid sehingga
menghasilkan konsentrasi natrium yang tinggi dibagian intraseluler dan menurunnya kadar
potasium, sehingga terjadi akumulasi air pada bagian serat lensa . Cadherin merupakan
merupakan protein yang berfungsi sebagai adhesi molekul antar sel, dan bersifat mengatur
adesi dari sel yang bergantung pada kalsium. Cadherin berfungsi sebagai jembatan antar sel.
Ketika adesi dari sel tidak terjadi dapat membuat terjadinya katarak, karena adesi dari sel-sel ini
berperan penting terhadap sifat lensa yang transparan.
Hasil yang didapatkan dari sebuah penelitian adalah bahwa pemberian dari steroid
menstimulus pembentukan katarak yang bersamaan dengan menurunnya kadar N-cadherin
protein. Glukokortikoid reseptor antagonis RU 486 . Ini menunjukan bahwa pengobatan untuk
katarak karena penggunaan steroid dapat diberikan glukokortikoid reseptor.
Karakteristik katarak yang disebabkan oleh steroid bersifat bilateral, terjadi pada bagian
posterior polus atau korteks, tepat didalam kapsul posterior, terkadang dapat meluas hingga
kebagian anterior korteks dengan bentuk yang iregular.Bagian tepi biasanya sedikit tajam, tetapi
biasanya dikelilingi dengan sedikit keabu-abuan. Kekeruhan berwarna putih kekuningan pada
lensa dengan disertai adanya vakuol kecil.

Dikatakan bahwa katarak subkapsular katarak ini berkembang hanya pada


pasien yang menggunakan dosis steroid tingg dengan jangka waktu yang panjang lebih
dari 1 tahun, dimana dengan dosis prednison kurang dari 10mg perhari dikatakan
sepertinya tidak terjadi perubahan pada lensa.
Pengobatan steroid yang menyebabkan katarak , tidak sebatas pada pemberian
secara oral, tetapi pada penggunaan topikal yang biasa dilakukan optalmologis.
Gangguan yang terjadi akibat penggunaan steroid ini dapat berupa gangguan dalam
sistem osmotik , oksidatif, modifikasi protein, dan gangguan metabolik. Pada sistem
osmotik terjadi inaktivasi dari Natrium Kalium ATPase sehingga permeabilitas membran
meningkat

meningkatkan

akumulasi

cairan,

fluktuasi

dari

indeks

refraktif

sehingga cahaya yang masuk kedalam lensa berpendar, tidak fokus pada retina.
Kerusakan akibat radikal bebas menyebabkan rusaknya membran dan rusaknya
protein didalam lensa. Oksidasi yang terjadi akibat penggunaan steroid menyebabkan
terjadinya denaturasi dari protein, agregasi dan insolubel protein dari lensa. Yang
terakhir adalah gangguan metabolisme dimana terjadi ambilan glukosa yang kemudian
terakumulasi pada lensa. Diduga penggunaan antioksidan atau anti radikal bebas,
dapat memprevensi pembentukan dari katarak, termasuk melindungi dari penggunaan
steroid.

3.3 Katarak Pada Diabetes Melitus


Komplikasi yang sering terjadi pada diabetes tipe 1 dan 2 adalah diabetik
retinopati, dimana hal ini menduduki peringkat ke-lima penyebab kebutaan di Amerika.
Sebanyak 95% pasien diabetes tipe 1 dan 65% pasien diabetes tipe 2 yang memiliki
penyakit ini lebih dari 20 tahun, pasti muncul tanda dari diabetik retinopati.
Katarak merupakan salah satu akibat dari gangguan penglihatan pada pasien
diabetes dengan insiden dan progresif katarak yang meningkat pada pasien dengan
diabetes melitus. Dengan meningkatnya insiden dari diabetes tipe 1 dan tipe 2, secara
seimbang meningkatkan diabetik katarak. Walaupun operasi katarak merupakan
tindakan yang paling sering dilakukan sebagai pengobatan yang efektif ,
perkembangannya untuk di hambat dan mencegah berkembangnya katarak pada
pasien diabetes masih merupakan suatu tantangan .

Patogenesis

Sorbitol dibentuk dari glukosa dalam jalur polyol dengan enzim aldose reductase,
enzim pertama pada jalur polyol. Jalur ini tidak hanya terdapat pada lensa, tetapi juga
terdapat pada jaringan lain, termasuk dalam kornea, iris, retina, saraf dan ginjal.
Diketahui bahwa akumulasi dari sorbitol pada jaringan intraselular menghasilkan
perubahan osmotik pada jaringan lensa yang bersifat hidropik yang akhirnya
berdegernerasi dan membentuk gula katarak. Di lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat
dibandingan perubahannya menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase.
Peningkatan akumulasi dari sorbitol membuat keadaan hiperosmotik sehingga cairan
masuk karena adanya perbedaan gradien osmotik.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh hewan, akhirnya ditemukan
sebuah hipotesis osmotik dari katarak akibat mekanisme gula, yang menghasilkan
peningkatan cairan di daerah intraselular yang merupakan respon dari media AR pada
jalur polyol sehingga

menghasilkan

pembengkakkan

lensa

dikarenakan

oleh

perubahan biokimia yang berakhir dengan pembentukan katarak.


Perubahan tekanan osmotik yang disebabkan oleh akumulasi dari sorbitol
membuat perubahan pada endoplasmik retikulum yang kemudian hal ini menyebabkan
terbentuknya radikal bebas. ER juga menyebabkan fluktuasi dari kadar glukosa yang
menghasilkan reaktif oksigen spesies dan menyebabkan stress oksidatif yang merusak
serat lensa.
Kemudian perubahan osmotik yang terjadi di lensa, menganggu permeabilitas
membran

dari

lensa,

yang

berakibatkan

kadar

ion

kalium

asam

amino,

dan myoinositol lebih tinggi didalam lensa dibandingkan jaringan sekitarnya yang
berupa cairan intraokular, sehingga terjadi perembesan dari lensa keluar. Ion Natrium
dan klorida dibentuk didalam lensa karena hilangnya kadar kalium, sehingga terjadi
gangguan elektrolit didalam lensa yang menyebabkan kekeruhan pada lensa. Ini
merupakan mekanisme awal yang terjadi akibat dari kerja aldose reduktase yang
membuat kekeruhan pada lensa.
Penelitian

yang

dilakukan

oleh Beaver

Dam

Eye

study dengan

3684

koresponden dengan usia diatas 43 tahun , dan dilakukan selama 5 tahun ditemukan
bahwa terdapat korelasi antara diabetes melitus dan pembentukan katarak . Didalam
penelitian tersebut juga dikatakan bahwa insiden dari kortikal dan posterior subcapsular
katarak berhubungan dengan diabetes. Penelitian lebih lanjut menunjukan pasien

dengan diabetes sangat cenderung berkembang opaksiatas pada lensa bagian kortikal
dan menunjukan bahwa tingginya prevalensi operasi katarak, dibandingkan pada
pasien yang non-diabetik. Dari analisis yang dilakukan dibuktikan bahwa semakin lama
durasi dari diabetes yang dialami sangat berhubungan dengan peningkatan frekuensi
katarak kortikal yang juga meningkatkan frekuensi dari operasi katarak . [13]
Katarak yang terjadi pada pasien diabetes melitus dapat terjadi dalam 3 bentuk : [2]
1.

Pasien dengan dehidrasi berat , asidosis dan hiperglikemia nyata, pada

lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila
dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa , kekeruhan akan hilang bila
terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.
2.

Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol , dimana terjadi katarak

serentak pada kedua mata dalam 48 jam , bentuk dapat snow flake atau
bentuk piring subkapsular
3.

Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara

histologik dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.


Pada kasus-kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan urine dan darah untuk mengetahui
kadar glukosa darah puasa.
Pengobatan
Pengobatan yang dapat dilakukan pada pasien katarak diabetikum biasanya
yang paling sering digunakan adalah dengan teknik fakoemulsifikasi, karena hasil yang
didapatkan mengurangi resiko dari inflamasi post operasi, dan astigmat, rehabilitasi
visual secara cepat. Operasi sebaiknya dilakukan sebelum lensa semakin opak dan
matur. Hasil yang didapatkan dari operasi katarak sangat baik, tetapi pasien dengan
diabetes memiliki penglihatan lebih kurang dibandingankan pasien tanpa diabetes
melitus. Operasi memiliki kemungkinan untuk terjadi retinopati secara cepat,
menyebabkan terjadinya rubeosis atau dapat terjadi perubahan makula, seperti makula
eema atau sistoid edema makula. Yang terburuk adalah pada mata yang dioperasi
dapat terjadi proliferatif retinopati dan atau tanpa disertai dengan edema makula.

[12]

Pengobatan yang dapat dilakukan dapat berupa :


1.

Aldose-Reductase Inhibitors merupakan suatu enzim yang didapat dari ekstrak

tumbuhan , jaringan hewan atau spesifik molekul yang kecil. Pada percobaan yang

dilakukan oleh hewan zat ini dapat memperlambat pembentukan dari katarak
diabetikum. Beberapa tumbuhan yang dikenal untuk ekstrak dari enzim ini
adalah Ocimum sanctum, Withania somnifera, Curcuma longa,and Azadirachta indica
Pada beberapa penelitian yang dilakukan , didapatkan hewan percobaan yang
diberikan AR inhibitor yang bersifat untuk preventif ditambah dengan pengobatan dari
diabetesnya menunjukan tidak ada tanda-tanda dari degenerasi, pembengkakan
ataupun gangguan pada lensanya dibandingkan dengan pasien yang diberikan AR ini
dengan yang tidak diobati untuk diabetesnya.
2.

Pengobatan dengan anti oksidan, karena pada katarak diabetikum terjadi terjadi

kerusakan akibat stress oksidatif yang merusak jalur polyol secara tidak langsung,
maka dapat diberikan anti oksidan yang berguna untuk menghambat pembentukan
katark. Beberapa anti oksidan yang telah diteliti pada hewan yang dapat menghambat
perkembangan dari katarak diabetikum ini adalah alpha lipoic acid, vitamin E,dan
Piruvat.

Penggunaan

piruvat

menunjukan

selain

sebagai

efek

menghambat

perkembangan katarak diabetikum , juga dapat mengurangi akumulasi dari sorbitol dan
lipid peroksidase pada lensa. Studi yang dilakukan pada manusia, menunjukam hal ini
efeknya sangat kecil dan secara penelitian tidak relevan.
3.

Terapi farmokologi untuk mengobati edema makula setelah operasi katarak


Proinflamasi prostaglandin dikatakan berhubungan dengan mekanisme keluarnya
cairan dari kapiler-kapiler foveal kedalam ruang ekstraseluler dari daerah makula.
Karena kerja dari NSAIDs ( nonsteroidal anti-inflammatory drugs) adalah menghambat
enzim siklooksigenase yang berfungsi dalam memblok produksi dari prostaglandin.
Pada penelitian dilakukan terapi pemberian prednisolone pada pasien setelah operasi
dengan pemeberian prednisolon dengan nepafenac. Didapatkan hasil bahwa
pemberian hanya dengan prednisolon menunjukan insidensi terjadinya edema makular
lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian prednisolon dengan nepafenac.

3.4 Katarak Pada Galaktosemia


Susu yang mengandung laktosa (ASI maupun formula) dihidrolisasi oleh enzim
laktase menjadi bentuk monosakarida , glukosa dan galaktosa yang kemudian
diabsorbsi didalam usus dengan proses phosporylation. Galaktosa merupakan jenis
monosakirada yang siap diabsorsi dan kemudian dibawa kehepar dan diubah menjado
glikogen . Galaktosemia merupakan gangguan metabolisme yang dimana konversi ini
tidak terjadi akibat dari defisiensi enzimgalaktosa 1-fosfaturidililtransferase.
Galaktosemia merupakan penyakit herediter dan terjadi pada kurang lebih 1 dari
18,000 kelahiran. Penemuan klinis yang bermakna pada bayi baru lahir adalah adanya
hepatomegali, malnutrisi,katarak dan galaktosemia. Katarak umumnya terdeteksi pada
beberapa hari setelah bayi lahir.
Dahulu penyakit ini sering sulit dibedakan dengan diabetes, karena pada pemeriksaan
urine, glukosa juga didapatkan hasil yang positif.Sekarang ini sudah tersedia pemeriksaan
khusus galaktosa oksidasi tes. Hasil positif dari galaktosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan
kertas kromatografi. Pengobatan dari penyakit ini dapat dilakukan dengan diet galaktosa,
dimana ketika kadar galaktosa berkurang gejala yang muncul akan berkurang yang
menunjukan bahwa penyakit ini terdeteksi pada saat awal. Pada beberapa kasus katarak
menghilang ketika pemberian susu bayi ini kandungan utamanya pada susu yaitu sumber
galaktosa ini dihilangkan.

Pada percobaan yang dilakukan oleh mencit katarak akibat galaktosemia


muncula dengan mekanisme awal adanya vakuol yang bertambah banyak seiiring
dengan berkembanganya kekeruhan pada lensa bagian nuklear. Secara kontras
penelitian yang dilakukan pada manusia menunjukan tipe katarak nuklear yang bersifat
lamelar. Dengan penelitian lebih lanjut pada mencit yang ibunya diberikan diet dari
galaktosa, ditemukan katarak yang serupa berupa katarak nuklear lamelar.
Patofisiologi yang terjadi bermula pada erubahan morfologi lensa juga ditemukan
bahwa serat lensa yang bersifat hidropik, dan terjadi akumulasi cairan didalam
intraseluler, sehingga membuat suatu celah interfibrilar yang kemudian diisi dengan
presipitasi dari protein-protein. Terdapat dua alasan utama yang menyebabkan keadaan
lensa itu sendiri menjadi hidropik. Dalam galaktosa katarak metabolit abnomal dari
galaktosa-1-fosfat berakumulasi didalam lensa secara perlahan yang menghasilkan
gangguan osmotik secara minimal. Selain itu juga ditemukan adanya kandungan
dulsitol , yang merupakan bentuk gula alkohol dari galaktosa pada lensa. Retensi dari
dulsitol dalam lensa ini membuat keadaan hipertonik sehingga air masuk kedalam serat

lensa. Akumulasi dari dulsitol ini terjadi paralel bersama dengan peningkatan air pada
lensa.

Kortikosteroid dan katarak komplikata


Penggunaan jangka panjang kortikosteroid dapat menyebabkan katarak subkapsular posterior.
Insidensinya berhubungan dengan dosis dan durasi pengobatan. Pembentukan katarak telah
dilaporkan setelah pemberian kortikosteroid melalui beberapa jalur, sistemik, topical,
subkonjungtiva dan semprot hidung.
Pada suatu penelitian pasien-pasien diterapi dengan prednisone oral dan diobservasi
selama 1-4 tahun, 11% yang diterapi dengan prednisone 10 mg/hari mengalami katarak, 30%
yang menerima 10-15 mg/hari dan 80% yang menerima lebih dari 15 mg/hari. Pada penelitian
lain, setengah dari pasien-pasien yang mendapatkan kortikosteroid topical setelah keratoplasti
mengalami katarak setelah menggunakan 765 tetes dexamethason 0,1% selama periode 10,5
bulan.

Anda mungkin juga menyukai