1
Kearrifan berkata-kata menjadi kekuatan dari kato di Minangkabau. Sebab
kato di Minangkabau berisi kearifan, kias, dan perumpaan, yang terkait erat
dengan bayan dan balaghah, mantik dan ma’any.
"Arang lah tacoreang di muko,
aiklah sakuliliang badan
Lah cabiak baju di dado
Tak ka tatutuik jo tapak tangan"
2
Sangat perlu kehati-hatian dalam bertindak, berfikir dan berlaku, karena
sekali kesalahan dilakukan, maka akan mencoreng kening, artinya membuat
malu, tidak hanya peribadi yang melakukan, akan tetapi terkait kepada
hubungan kekerabatan, menyamping bersaudaka, berkarib kerabat, dan keatas
kebawah dalam berbako-baki atau berkarib bait (qariibun dan ba’iidun).
3
Sebenarnya ada keharusan menjaga harta pusaka, memelihara,
memanfaatkan dan menambah. Sangat disesalkan jika perilaku hanya
menghabiskan harta pusaka itu. Ada bimbingan realitas PDPH (Pandangan
Dunia dan Pandangan Hidup) orang Minangkabau, bahwa harta bukan untuk
dinikmati kini semasa hidup pemilik harta saja, tapi ata kewajiban untuk
menjaga dan mewariskan kepada anak cucu, generasi pengganti, dalam
bentuk Harta Pusaka Tinggi (HPT) dan Harta Pusaka Rendah (HPR).
Di sini pun laki-laki sebagai suami menjadi pagar baja bagi
keluarga istrinya.
Dia harus menjadi ”sumando niniak mamak” (semenda ninik
mamak), yang tahu akan tugas dan kewajibannya di rumah istrinya.
Andaikata para jejaka yang meninggalkan rumah ibundanya
gagal dalam memenuhi bebannya, maka kesalahan tumbuh karena
kelalaian diri seorang jua adanya.
Sinar dari garis ibu itulah hakikinya turunan manusia. Ibu yang
mengandung sembilan bulan sepuluh hari dengan derita di atas
derita. Garis ibu pulalah garis turunan manusia pertama kali.
Tidaklah manusia akan hadir kebumi, beranak pinak jika yang ada
hanya kaum Adam belaka.
Dari pada Adam yang ditempa dari tanah ibarat tembikar itu,
dengan kekuasaan Allah ditiupkan ruh kedalam jasadnya yang telah
berupa dan berbentuk.
Adam pun diberi kemulian dengan ilmu. Dihiasi pula hidupnya
dengan kehendak, nafsu dan keinginan yang dikendalikan oleh akal
fikiran sehat , dan dikunci oleh akal budi. Konon, dari batang tubuh
Adam ini diambil sebilah tulang rusuknya oleh Allah Azza Wajalla
untuk menciptakan nenek kita Siti Hawa.
5
Penghormatan terhadap ibu menjadi pelajaran utama penghormatan kepada
siapa saja. Penghormatan kepada ibu adalah sederjat di bawah pengabdian
kepada Allah SWT.
Sesungguhnya, peristiwa ini ibrah atau ibarat sangat dalam
bahwa lelaki dan perempuan adalah batang tubuh yang satu Maka
ada kewajiban, bahwa antara satu dan lainnya, antara kaum lelaki
dan kaum perempuan, mesti saling menjaga harkat kemuliaan.
Dari batang tubuh yang satu itu pula kemudian dilahirkan laki-
laki dan perempuan yang banyak, beranak pinak, bercucu bercicit,
hingga kegenerasi kini dan esok, sampai hari kiamat nanti.
Maka nasehat dan petuah tidak semata datang dari ayah.
Tetapi bermula dari ibu, melalui jujai dan menjujai.
Di sini kita melihat kearifan budaya adat Minangkabau yang
meletakkan penghormatan kepada mande hingga memakai sistim
matrilineal, yang bukan matriarchaat, sebab kekuasaan ayah masih
dominan dalam nasab.
Karena itu, orang Minangkabau bernasab ke ayah, bersuku
ke ibu dan bersako ke mamak, dengan artian bermartabat gelar
dari mamaknya.
Maka nasehat mande adalah symbol garis turunan ibu. Ketika
nasehat mande tidak dihiraukan, bencana akan dating timpa
bertimpa, dan malapetaka mengintai dimana-mana.
sapandai-pandai mancancang
tungkahan juo nan kalusuah
sapandai-pandai batenggang
sipangka juo nan ka luluah"
9
Setiap peribadi orang Minangkabau harus mempunyai persiapan yang cukup
matang, karena individualism tidak berlaku di dalam kehidupan kekerabatan di
Minangkabau. Kebaikan akan diraih dalam kebersamaan. Karena itu, sikap
sombong dan membanggakan diri sangat tidak diterima di dalam tata
pergaulan bermasyarakat. Umumnya masyarakat yang hidup dalam realitas
kebersamaan akan lebih kuat dari pada kehidupan yang ditata hanya untuk
kepentingan sendiri-sendiri semata.
tersirat) untuk memperoleh hakekat yang dikandung oleh pepatah
tersebut. Nanti jika emosi sudah sanggup meraba, barulah pikiran
kita menampak kebenarannya.
Demikian terang, betapa aspek emosional itu selalu
bergandengan dengan logika dalam bahasa Minangkabau yang
berfungsi sebagai pendalam pengertian dan menjaga keindahan
bahasa.
Namun aspek ini tidaklah mengarah kepada ungkapan "Bila
emosi telah berbicara, pupuslah (habislah) semua pertimbangan
akal".
Maka dalam bertutur bahasa Minangkabau, emosi
mengendalikan akal pikiran, dan dalam semasa pikiran juga
memandu emosi. Di sini terlihat besarnya hikmah yang
dianugerahkan Allah SWT kepada manusia.
Allah SWT berfirman, “man yu’ta al hikmata faqd utiya
khairan katsiran”, maknanya, siapa yang diberi hikmah tentulah dia
telah mendapatkan anugerah yang sangat besar.
Hikmah diperdapat melalui ajaran agama (syarak mangato),
dan melalui pembelajaran, pendalaman dan pemahaman dari ilmu
pengetahuan. Di samping itu, yang paling menentukan pula di
dalam pembentukan watak anak manusia adalah, pembiasaan terus
menerus dari kebiasaan (‘urf) luhur, yang telah tumbuh dan
berekembang baik sejak anak-anak turunan berusia dini.
Pendidikan watak itu, dimulai dari pembiasaan berbahasa
yang santun, elok dan indah dari lingkungan keluarga, rumah
tangga dan pergaulan keseharian. Dari sini dimulai langkah PAUD
(Pendidikan Anak Usia Dini) itu.
Kedua unsur di antara "rasa dan periksa" itu, akan selalu isi
mengisi. Di sini pula terlihat keharusan materi pendidikan untuk
sebisanya dapat mempertimbangkan aspek rasa dan aspek logika
dalam masyarakat.
Bagi orang tua-tua di Minangkabau hal ini disadari sebagai
tanggung jawab mereka. Tanggung jawab untuk mewariskan kepada
generasi pelanjut yang akan datang. Agar tata berbahasa di dalam
mengungkapkan maksud dan tujuan yang akan di utarakan jelas
serta tidak menghadirkan konflik, baik bagi yang mengungkapkan,
apalagi bagi yang akan menerima.
Kehati-hatian dengan perilaku seseorang sangat penting, oleh
karena akibatnya tidak ditanggung sendirian saja. Moral ini
digagaskan oleh pepatah:
"ingek-ingek nan mamanjek
nan di bawah jaan jatuah
ingek dahan nan ka maimpok
rantiang kok nan kamalato"
10
Satu kearifan budaya yang kuat itu adalah kemampuan mengendalikan diri.
Konsep hidup bergaul dengan mengedepankan
keseimbangan, menjadi kekuatan besar di dalam berhadapan
dengan lawan.
Taktik yang tepat dan tidak semata lihai tidak dapat tidak
harus dipakai. Semacam penerjemahan langsung dari bimbingan
syarak “fabima rahmatin min Allah, lintalahum …” , artinya
dengan rahmat Allah dan kelembutan menghadapi cara-cara
lawan, dan dengan keteguhan prinsip beradat yang dipunyai
generasi Minangkabau, niscaya akan lintuh hati lawan itu.
Prinsip perimbangan dan pertentangan juga dapat terasa
di dalam sastra pepatah Minangkabau, sebagai berikut:
Selain dari pada delapan kata itu, maka konsep kato yang
mesti dipakai oleh generasi muda di dalam meningkatkan pergaulan
hidup, antara lain ;
11
Setiap orang berjabatan masing-masing, setiap pekerjaan ada bagiannya yang
mesti dilewati menurut tata cara yang baik. Sesuatu akan selalu indah,
manakala terletak pada tempatnya yang tepat.
setapak jangan mau mundur).12
12
Di manapun berada kerja utama adalah berbuat yang benar, dan
mempertahankan kebenaran. Akidah, keyakinan, adab sopan wajib
dipertahankan, dipelihara dan dijaga dengan sesungguh hati. Jika tidak, maka
kebinasaan akan dirasakan.
13
Kekuatan kato di Minangkabau terletak pada kebenaran
Masyarakat yang hidup dalam pergaulan tanpa mempunyai
akhlak mulia sesuai tuntunan agama Islam, akan meraih kehidupan
yang sengsara. Fatwa adat menyebutkan sebagai berikut: