Anda di halaman 1dari 35

LIPI

ORASI PENGUKUHAN AHLI PENELITI UTAMA BIDANG PLANKTONOLOGI "Eutrofikasi Dan Akibatnya Bagi Kehidupan

Di Perairan Indonesia

Alternatif Dampak Berbagai Kegiatan Pembangunan Kota Metropolitan"

Oleh

Dra. QURAISYIN ADNAN, M.Si.

Pusat Penelitian Oseanografi (P20) Lembaga IImu Pengetahuan Indonesia (LlPI) Jakarta

15 September 2003

RIWAYAT HIDUP

Hj. QURAISYIN ADNAN, lahir pad a tanggal8 Agustus 1945 di Jakarta. Anak ketiga dari en am bersaudara pasangan R. Sumarta bin R. Uneng Soeriadiredja (meninggal tahun 1973) dengan Hj. Masenun bt. H. Amat (meninggal tahun 1993). Pada tanggal 11 Nopember 1970 menikah dengan Drs. Adnan Said (Sigli, Aceh). Memiliki satu anak dan satu cucu.

Pendidikan yang telah ditempuh adalah SD Taman

Siswa di Jakarta lulus tahun 1958, SMP IX Jakarta 1961.

SMA "UTAMA III" Jakarta, 1964. Sarjana Muda Biologi 1970 dan Sarjana Biologi (S1) 1977 di Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta. Pasca Sarjana Program lImu Lingkungan (S2) Universitas Indonesia, 1995.

Bekerja pada Lembaga Oseanologi Nasional, L1PI, Jakarta mulai 1977, dan diangkat sebagai Staf Peneliti di bidang titoplankton pada Laboratorium Plankton, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi (p30)-Lembaga lImu Pengetahuan Indonesia (L1PI) yang kemudian menjadi Pusat Penelitian Oseanografi (P20)-L1PI sampai sekarang, dengan golongan kepangkatan IV/e yang diperoleh pada tahun 2002. Jenjang jabatan fungsional peneliti dimulai sebagai Asisten Peneliti (1979-1982); Ajun Peneliti Muda (1983-1985); Ajun Peneliti Madya (1986-1988); Peneliti Muda (1988-1992); Penelitl Madya (1992-1995); Ahli Peneliti Muda (1995-1998); Ahli Peneliti Madya (1998- 2001); Ahli Peneliti Utama (2001 )-sekarang. Mendapat tanda kehormatan "Satya Lencana Karya Satya" 14 Juli 2003.

Pelatihan/kursus/Seminar yang pernah diikuti, yaitu:

• Training Plankton di New Castle University, Inggris 1983.

• Training Red lide di Chulalongkorn University, Bangkok 1985.

• Training Fitopalankton di Biological Centrum, Belanda 1986.

• Training Dinoflagellata dan Simposium Red Tide di Jepang 1987.

• Kursus AMDAL-A di Pusat Studi lImu Lingkungan, Universitas Indonesia 1988.

• Training Modelling Oseanografi di P30-L1PI 1991.

• Mengikuti seminarlsimposium/lokakarya di dalam dan luar negeri seperti Australia, Singapura,Thailand, Itali, Belanda, Amerika, Jepang, Brunei Darussalam, dan Malaysia.

1

Memberikan bimbingan skripsi mahasiswa di berbagai perguruan tin991 seperti IPS (6 orang), Univ. Bung Hatta (2 orang), dan Univ. Sriwijaya (1 orang). Duduk sebagai anggota pad a organisasi ilmiah seperti Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI), Perhimpunan Biologi Indonesia (PBI), Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia, dan Ikatan Alumni Universitas Nasional, Jakarta.

Menulis sejumlah karya ilmiah dan artikel secara bersama-sama atau sendiri dalam berbagai jurnal dan pertemuan ilmiah sebanyak kira-kira 70 makalah. Makalah-makalah tersebut telah diterbitkan di berbagai jurnal llmlah nasional maupun internasional.

ii

PIDATO PENGUKUHAN AHLI PENELITI UTAMA BIDANG PLANKTONOLOGI

Sidang Dewan Pengukuhan Ahli Peneliti Utama yang terhormat dan Hadirin yang saya muliakan,

Assalamu'alaikum wr. wb.

Bismillahirrahmanirrahiem,

Puji syukur kita panjatkan kepada lIIahi Rabbi, bahwa pada saat ini kita dapat berkumpul di MajeJis yang mulia ini untuk mengikuti acara pengukuhan saya sebagai Ahli Peneliti Utama Bidang Plankton pada Pusat Penelitian Oseanografi (P20)-LlPI.

Sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk pengukuhan ini, perkenankanlah saya menyampaikan pldato ilmiah dengan judul:

"Eutrofikasi Dan Akibatnya Bagi Kehidupan Oi Perairan Indonesia

Alternatif Dampak Berbagai Kegiatan Pembangunan Kota Metropolitan"

PENDAHULUAN

Studi plankton di Perairan Indonesia sangat penting. Banyak problem yang timbul baik di dalam kondisi lingkungan, di masyarakat, maupun di pemerintahan yang penyelesaiannya berhubungan dengan plankton. Misalnya kejadian kematian masal udang windu dan ikan bandeng yang mencapai tebih dari 90% di tambak-tambak milik nelayan setempat di pantai timur Lampung pada periode Mei - Agustus 1991. Kejadian ini mengakibatkan kehancuran hampir seluruh tambak-tambak nelayan dan juga terlihat penurunan hasil tangkap ikan lebih dari 90% (Adnan, 1992). Pada saat itu para nelayan setempat melaporkan kejadian ini ke Dinas Perikanan Lampung bahwa tambak-tambak mereka hancur karena kemasukan air warna merah yang datang dari laut melalui saluran-saluran ke tambak-tambak mereka. Kebetulan ada satu tambak yang tidak mengalami kehancuran karena pemilik tambak tersebut tinggal menetap di tambaknya sehingga ketika kejadian adanya air warna merah tambaknya selamat karena saJuran air laut yang masuk ke tambak segera ditutup. Laporan terse but oleh Dinas Perikanan selanjutnya diteruskan ke Departemen Pertanian dengan tembusan ke instansi Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LlPL Beberapa saat kemudian (16 Agustus 1991) atas undangan dari Kepala Dinas Perikanan Lampung kami datang ke tempat kejadian dan melakukan pengamatan.

1

Oengan melakukan identifikasi fitoplankton secara in situ, segera didapatkan jawaban penyebab dari keiadlan tersebut yaitu di perairan pada saat itu sedang terjadi red tide yang sangat dahsyat dengan penyebabnya yaitu adalah salah satu jenis fitoplankton dari kelompok Cyanophyta disebut Trichodesmium erythraeum. Pada saat itu air merah bersifat toxic potenslal mematikan bagi ikan yang sampai saat ini belum diketahui apa jenis toksik tersebut. Selain survei ke perairan/laut, kami juga melakukan wawancara kepada nelayan tangkap. Hal yang menarik yaitu mereka menyatakan bahwa pada saat kejadian, mata mereka terasa perih pada saat mereka melautdan melihat air berwarna merah tersebut. Mereka menyatakan bahwa air laut pad a saat itu disebut sebagai "air busuk" yang mengalir di bawah perairan berasal Samudera Hindia. Oengan demikian sudah terjawab bahwa kematian masal udang windu (Penaeus monodon) dan ikan bandeng (Chanos chanos) yang menyebabkan kehancuran perekonomian mereka adalah disebabkan terjadinya pertumbuhan secara melimpahnya atau disebut pula sebagai kejadian red tide oleh Trichodesmium erythraeum, suatu indikasi bahwa perairan sedang mengalami proses eutrofikasi. Dalam hal ini tampaknya manfaat yang terlihat baru dalam tahap negatif yaitukehancuran perekonomian para nelayan tambak udang, ikan dan hasH tangkapan dengan kerugian mencapai US $180.000,-. Kemungkinan manfaat positif nya akan ada misalnya kemungkinan air yang berwarna merah tersebut akan menjadi pembunuh hama atau kernunqklnan-kemungkinan lainnya.

Indonesia rnerupakan negara kepulauan dimana 70% nya adalah terdiri dari laut. Air laut yang tampakjernih, tetapi sesungguhnya berisi benda-benda halus seperti pasir atau bahkan lebih kecil, yang melayang, dan mengisi seluruh kolom air baik di perairan darat maupun di laut. Benda-benda halus inilah yang disebut dengan istilah plankton. Setelah plankton sangat banyak kehidupan di laut yang kita bisa kaji pad a tingkatan-tingkatan di atasnya mulai dar! bentuk larva dari berbagai biota, ikan dan udang-udang kecil maupun yang besar, ikan besar, rumputlaut, padang lamun, hewan-hewan avertebrata, lumba-Iumba, dll., maka plankton merupakan bentuk kehidupan dasar yang menjadi mata rantai pertama atau sebagai mata rantai dasar di daJam sistem rantai makanan di laut. Oi dalam Sistem Piramida, demikian pula plankton menduduki kolorn dasar yang paling besar di dalam sistem kehidupan. Oleh karena itu plankton menduduki peringkat dasar di dalam kehidupan, dan manusia menduduki peringkat puncak pada sistem piramida tersebut.

Definisi Plankton:

Plankton adalah organisme atau mahluk hidup yang halus dan disebut pula sebagai jazad-jazad renik yang melayang di dalam air. lstilah plankton dari bahasa Yunani, yang artinya drifting, yaitu yang berarti planktonhanya

2

dapat melayang di dalam kolom air, tidak bisa bergerak, dan hanya bergantung pada kecepatan arus. Istilah plankton pertama kali dipakai oleh Hensen penemunya pada tahun 1987 dengan menggambarkannya sebagai organisme-organisme bersifat mikroskopik (Davis, 1955; Newell & Newell, 1963).

Plankton di dalam sistematiknya dibagi ke dalam dua kelompokbesar yaitu kelompok fitoplankton (terbesar) dan kelompok zooplankton yang akan memakan fitoplankton. Oleh karena itu fitoplankton disebut sebagai herbivora atau prod user pertama (primary producer), dan zooplankton sebagai carnivor pertama (primarycarinvoi) atau sebagai produser kedua (secondary producer), yang selanjutnya organisme-organisme ini akan dimanfaatkan oleh kelompokkelompok pada tingkat-tingkat troti« level di atasnya sampai kepada level man usia.

Fitoplankton adalah suatu kelompok tanaman bersifat mandiri (autotrophic plant organism), yaitu plankton dari golongan tumbuh-tumbuhan, dan merupakan salah satu parameter yang dapat menjadi tolok ukur kondisi ekologi perairan.Salah satu sifat khas fitoplankton yaitu di dalam tubuhnya terdapat butir-butir chloroplast yang berisi zat-zat chlorophil yang berfungsi untuk melakukan proses fotosintesa sehingga dapat memproduksi makanan untuk kebutuhan tubuhnya sendiri dan selanjutnya untuk dapat dimanfaatkan oleh zooplankton dan organisme-organisme pada tingkat-tingkat trophic level di atasnya yang pada akhirnya sampai kepada manusia (Allen & Cupp, 1935; Davis, 1955; Newell & Newell, 1963; Dawes, 1981; Zheng, 1989).

Zooplankton adalah suatu kelompok heterotrophic animal organisms yaitu plankton dari golongan hewan yang tidak dapat melakukan fotosintesis untuk tubuhnya sendiri. Hidupnya tergantung pada organic matter yang dihasilkan oleh fitoplankton. Dengan demikian kehadiran organisme fitoplankton dan zooplankton dapat menjadi petunjuk atau indikator bahwa perairan apakah sedang berada dalam keadaan normal yaitu subur, atau sedang mengaJami tekanan-tekanan dari daratan atau dari laut itu sendiri.

Fitoplankton sendiri sesungguhnya merupakan kelompok sangat besar, yang di bagi ke dalam 3 kelompok yaitu kelompok Diatomae (kelompok terbesar), kelompok Dinoflagellata (kecil), dan kelompok Cyanophyta (kecil). Kelompok dinoflagellata dan kelompok Cyanophyta walaupun tergolong ke dalam kelompok keci!, tetapi sering tumbuh melimpah atau disebut blooming I red tide sesungguhnya memegang peranan sanqat penting mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya yaitu dapat menyebabkan kernatian masal ikan, udang atau biota lainnya; pemutihan Ikehancuran karang, keracunan dan bahkan kematian masal manusia, seperti yang pernah terjadi di Selat Lewotobi, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (Adnan, 1984) dan di pantai Lampung Timur (Adnan, 1992).

3

Oleh karena plankton berfungsi sebagai dasar di dalam kehidupan, maka manfaat penelitian plankton di dalam mengungkap kehidupan sangat penting.

Manfaat plankton dikelompokkan ke dalam 3 kelompok besar yaitu:

1. Manfaat di dalam ilmu pengetahuan: misal di dalam mengungkap sebagai indikator terjadinya polusi iutrofikasi, bloominglred tide, habitat, produktivitas, potensi, dan lain sebagainya.

2. Manfaat bagi negara: misal di bidang perikanan dimana plankton dapat menjadi petunjuk keberadaan ikan; Oemikian pula copepoda, rotifera, dll. menjadi makanan pokok ikan dan udang kecil pada budidaya, maka peranan plankton sangat penting di dalam perkembangan budidaya. Oi bidang Hankam organisme yang dapat mengeluarkan cahaya, luminescent seperti Nociituce dan Triehodesmium dalam jumlah besar dapat melacak route navigasi pad a peperangan antar kapal di laut. Oi bidang Ketahanan Pangan Nasional, misalnya dalam hal pengolahan hasil panen lebih lanjut, misalnya pembuatan terasi, petis, krupuk ikan/krupuk udang, empek-empek, dan usaha-usaha lain untuk pengembangan pengolahan ikan lebih lanjut. Menurut Zheng (1989) bahwa beberapa jenis zooplankton dapat menjadi makanan manusia seperti Rhopilema dari Scyphozoa, Acetes, dan Euphausia dan bahkan telah menjadi objek perikanan yang disebut sebagai plankton fishery.

3. Mantaat bagi masyarakat/bangsa: rnisal di bidang kesehatan misalnya melindungi masyarakatdari bahaya red tide yaitu dengan memberi peringatan dini untuk tidak makan hasil-hasil laut pada saat red tide mewabah seperti yang pernah terjadi di Flores Timur. Oi bidang pariwisata yaitu dengan mengamati perairan agar selalu bersih dari gangguan plankton nuissance. Oi bidang pendidikan misalnya dengan mengadakan pengenalan-pengenalan plankton untuk budidaya, dll.

Eutrofikasi

Laju berbagai kegiatan pembangunan sebagai akibat dari peningkatan jumlah penduduk di kota metropolitan akan berdampak buruk pada kualitas perairan yaitu perairan akan mengalami eutrofikasi berat. Sebetulnya eutrofikasi merupakan proses alamiah yang menghasilkan kesuburan suatu perairan yang bermuara kepada peningkatan produksi perikanan. Tetapi menurut Cruzado (1988) bahwa bila ikut campur tangan

4

manusia terlalu berlebihan dengan berbagai kegiatan pembangunan yang mengabaikan efek pencemaran pada lingkungan perairan, maka akan menimbulkan kondisi eutrofikasi yang tragis akibat uJah manusia (man made eutrophication) dimana proses pembentukannya lebih cepat dari yang bersifat alamLAkibatnya akan terjadi kondisi perairan menjadi miskin dan kepunahan ikan/biota tidak terelakkan.

Eutrofikasi merupakan masalah lingkungan perairan laut yang sang at serius dan plankton sebagai salah satu indikatornya. Oefinisi eutrofikasi adalah suatu kondisi perairan yang sedang mengalami proses pengkayaan nutrisi organik dan anorganik (nutrient enrichment) yang biasa terjadi di daerahdaerah pantai maupun dl daerah estuarin atau muara-muara sungai di dunia. Kondisi seperti ini merupakan eutrofikasi alamiah (natural eutrophication). Lebih lanjut bila proses pengkayaan tersebut terjadi berlebihan yaitu oleh masuknya sisa-sisa atau buangan-buangan domestik dan slsa-slsa pertanian sebagai limbah organik dan an-organik ke dalam sungai-sungai dan terbawa sampai ke laut, disebut sebagai eutrofikasi buatan (man made eutrophication) dan berlangsung sangat cepat. Keadaan ini bisa terjadi karena masuknya nutrisi ke badan-badan air tesebut telah melampaui ambang batas perairan. Keadaan perairan yang sedang mengalami proses eutrofikasi ditandai oleh pertumbuhan salah satu jenis fitoplankton melimpah atau disebut blooming dan perairan berada dalam kondisi kekurangan oksigen (oxygen depletion). Limbah-limbah tni berupa fosfat dan nitrat dapat merangsang pertumbuhan fitoplankton. Pada keadaan normal sebetulnya sisa-sisa atau buanganbuangan ini merupakan pupuk untuk fitoplankton tumbuh dan perairan menjadi subur, sehingga banyak ikan. Pada kondisi yang lebih berat akan berakibat kematian ikan dan biota secara masal seperti yang sering terjadi di perairan pantai utara Jakarta (Muara Angke, Sampur, ClIincing) dan bahkan sampai ke pulau-pulau di sekitar Teluk Jakarta. Keadaan seperti ini bahkan dapat menghancurkan karang-karang (degradation) di pantai karena mereka tertutupi fitoplankton yang mati dimana perairan dalam kondisi kekurangan oksigen. Lebih tragis lagi bila fitoplankton yang sedang blooming itu adalah dari jenis yang dapat memproduksi racun yang potensial mematikan misalnya saxitoxin oleh Pyrodinium bhamense var. compressum, jenis fitoplankton kelompok dinoflagellata yang "primadona"di perairan Asia Tenggara termasuk Indonesia, akan berakibat fatal yaitu keracunan dan kematian masal manusia seperti yang pernah terjadi di NIT, Ujung Pandang dan Kaltim. Selanjutnya menurut Sutomo (komunikasi pribadi) bahwa air keruh yang sering timbul di

5

laut terjadi antara lain karena blooming fitoplankton sebetulnya sangat mengganggu proses pendinginan bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PL TU) seperti yang dialami PLTU Jakarta.

Eutrofikasi erat kaitannya dengan konsentrasi fosfat dan nitrat di perairan. Menurut Bulloch (1989), bahwa eutrofikasi telah meningkat di dunia, yaitu telah terjadf peningkatan konsentrasi unsur-unsur P dan N, dan unsur N merupakan trigger utama bagi terjadinya blooming. Tim Annex 4 (Unesco, 1988) telah membuat kriteria peralran, Pada keadaan normal (mesotrofik) dimana konsentrasi sel-sel fitoplankton berada dalam konsentrasi tinggi (107-108 sel/rrr') tetapi tidak dalam kondisi blooming, maka perbandingan unsur-unsur N : P = 15 : 1. Pada kondisi eutrofik fitoplankton (>109 ael/m"), maka N : P = 13 : 1. Pada kondisi miskin (oligotrofik) fitoplankton (104-106 sel/m''), maka N : P = 19 : 1.

Selanjutnya Ryther dkk. (1972) telah berhasil mendapatkan jalan keluar yang memberikan keuntungan berkaitan dengan masalah eutrofikasi, yaitu dengan cara meningkatkan produksl laut dan menjaga kesuburan perairan sampai batas tidak terjadi eutrofikasi. Kemudian Ryther mengontrol perairan dengan jalan memasukkan organisme lain yang dapat membantu memanfaatkan kelebihan nutrisi tersebut di perairan. Dengan demikian akan timbul produksi makanan baru di perairan dan juga akan menghindari kematian masal ikan dan hewan-hewan dasar lainnya di perairan.

Dengan demikian sebetulnya masalah eutrofikasi ini sudah dapat diatasi oleh kita yang tidak ingin melihat kondisi perairan menjadi buruk. Yaitu di sepanjang pantai di wiJayah Indonesia yang sangat luas lni, kita dapat menanam/membudidayakan rumput laut, ikan, berbagai biota. dan lain-lain sehingga pada saat sebelum terjadi blooming fitoplankton nutrisi yang berlebihan itu segera dapat dimanfaatkan oleh tanaman atau biota yang di budidayakan tersebut, sehingga akan meningkatkan produksi laut termasuk ikan.

Dewan Pengukuhan Ahli Peneliti Utama serta Hadirin yang saya muliakan

Red tide di Indonesia dan keterkaitannya dengan red tide di Asia Tenggara serta dengan fenomena EI-Nino

Red tide oleh Pyrodinium bahamense var. compressum

Pyrodinium bahamense var compressum. adalah fitoplankton dari kelompok dinoflagellata yang tergabung dl dalam family Gonyaulacacea. Organisme ini termasuk ke dalam kelompok dinoflagellata yaitu satu-satunya

6

organisme penghasil paralytic shellfish poisoning (PSP) yang tersebar di sebagian besar negara-negara di perairan Asia Tenggara. (Tabel 1 dan 3). Tubuh nya bulat pipih, terdiri dari 1 sel dan kadang-kadang bergandengan 2 atau 4 sel. Dinding tubuhnya tebal terdiri dari lempeng-Iempeng yang disebut plate. Tubuh dibatasi oleh saluran yang disebut girdle menjadi 2 bagian yaitu anterior dan posterior. Saluran memanjang disebut sulcus. Ada 2 flagel yaitu flagel transversal terletak di dalam girdle dan f/agel longitudinal terletak di dalam sulcus. Flagel berfungsi untuk menggerakkan air sehingga makanan bisa masuk ke tubuh (Taylor & Fukuyo, 1989).

Red Tide oleh Pyrodinium bahamense var. compressum yang terjadi di beberapa perairan Indonesia (Tabel 1,) sangat jelas mempunyai keterkaitan dengan kejadian-kejadian Red Tide di negara-negara di Asia Tenggara dan juga keterkaitannya dengan terjadinya fenomena alam el nino. Kasus di Nusa Tenggara Timur: Pada tahun1983 kasus keracunan dan kematian masal manusia di Selat Lewotobi, Nusa Tenggara Tirnur terjadi setelah mengkonsumsi ikan selar dan ikan tembang yang mabuk dan mengapung di perairan (240 menderita, 4 meninggal), pada saat itu di Teluk Samar dan Teluk Maqueda, Filippina juga sedang terjadi red tide dengan penyebab yang sarna yang berlangsung Juni-September 1983 mengakibatkan 278 orang keracunan/menderita dan 21 orang meninggal dunia. Demikian juga di perairan di Hongkong yang terjadi pada bulan Oktober 1983 dengan laporan keracunan makan kerang dan ikan mati.

Kasus di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan: PSP dilaporkan dari Ujung Pandang yaitu pada bulan Agustus 1987 terjadi kematian 4 orang (sekeluarga) setelah menyantap kerang, Meritrix meritrix. Kasus di Nunukan-Kalimantan Timur: PSP dilaporkan terjadi di Nunukan, Pulau Sebatik Selatan, Kalimantan Timur, pada tanggal. 9 Januari 1988. Keadaan yang sarna juga terjadi bersamaan waktunya dengan kejadian di Sabah, Malaysia dilaporkan oleh Thing Ming (1984, komunikasi pribadi). Pada saat itu Thing menyatakan bahwa PSP terjadi di Tawao, Sabah, Malaysia Timur. Kasus di Teluk Ambon: Tahun 1994 di Teluk Ambon dijumpai fenomena red tide oleh Pyrodinium bahamense var. compressum (Sidabutar, 2000).

Semua kejadian red tide baik di Indonesia maupun di Asia Tenggara ternyata bersamaan waktunya dengan terjadinya ENSO (EI Nino) pada tahun 1983, 1987, dan 1988 yaitu pada saat terjadi red tide di perairan Indonesia Timur dan Asia Tenggara juga sedang berlangsung gerakan air hangatl geJombang panas dari Pasifik timur ke Pasifik barat. Dengan demikian kejadian red tide baik di Indonesia maupun di Asia Tenggara umumnya sangat berkaitan dengan kejadian fenomena alam EI Nino yang merupakan salah satu tanda terjadinya global change di dunia.

7

Tabel I. Beberapa Laporan Kejadian Red Tide di Dunia.

Negara Lokasi Tanggal Penyebab Laporan
Canada Teluk Fundy 1980 Gonyaulax exavata Sumber perikanan ditutup
G. tamarensls
Amerika Selatan Maret 1980 Gymnodinium sp. Kultur kerang biro
Florida Pantai barat Nopember 1952 Gymnodinium brve Banyak ikan mati
Australia Pel. Sydney Mei 1891 Goyoulax spinifera Banyak ikan mati
Aystralia Port Philip Mei 1950 Gymnodinium sp. lkan, kerang, dan udang
Victoria mati, Warn. air cokla •.
Jepang Utara Harima Nada 1972,1977 Chottonelta antiqua Ikan Yellow tai] mati se-
1978,1979 cara besar'an, kemung-
kinan karena eutrofikasi
dan pengendapan zat seng
di perairan tersebut.
Jepang 1977-1978 Dinophysisfortii dan Kematian sej umlah besar
D. acuminata ikan
Amerika Utara New Yersey 1977 Goyaulax excavata 14.000 km perairan keku-
G. tamarensis rangan 02 mengakibatkan
kematian ikon dan hewan
di dasar air.
Thailand Pantai barat Mei [983 Protogonyaulax -'po Kematian hewan di dasar
air (tiram dan kerang).
Thailand Teluk Thailand September 1983. Ceratium furca Hancurnya budidaya ti-
ram. Air berwama merah.
Korea Te[uk Jinhae September 1981 Gymnodinium type 65 Kerusakan hebat budidaya
tiram dan kerang hijau.
Setelah makan kerang hi-
Brunei Pantai barat Maret 1975 Pyrodinium bohamense var jau, ikan selar, dan tembang,
Kalimantan compressa 5 orang dewasa saki. dan 4
anak meninggal.
Tahun 1972, 7 orang
Sabah 1972,1976,1977 Pyrodiniuni bohamense meninggal, tahun 1976,
Var. compressa 9 orang sakit 7 orang
meninggal.
Setelah makan kerang,
Filippina Teluk Maqueda Juni sid Sept. 1983. Pyrodinium bahamense var. 25 I orang sakit dan 19
compressa orang meninggal.
Indonesia Selat Lewotobi, Nopember 1983 PyrtJdinium bahameni .. e var: Sctelah makan ikan
Flores compressa tembang dan selar, 240
orang sakit, 4 meninggal.
P. Sebatik, Kahim Januari 1988 /'ynJdinilln1 bahamense var:
compressa Setelah makan kerang 68
orang sakit dan 2 orang
meninggal,
Pantai Lampung April sid Sept, Tnchodesmium erythrium Udang windu dan ikan
Timur 1991 bandeng mali masal dan
kehancuran pusat
perikanan, 8

Red tide oleh: Trichodesmium erythraeum dan Trichodesmium thiebautii.

Trichodesmium, di daerah tropis ledakan populasi organisme ini sang at sering terjadi dan dapat mencapai areal yang sangat luas (Devassy,~J.~84). Organisme ini termasuk ke dalam filum Cyanophyta. Tubuhnya berupa lembaran-Iembaran yang tergabung di dalam clones (seperti buah oyong), dan 1 filamen dapat mencapai 30-70 sel. Bila sedang terjadi red tide maka di perairan tersebut tampak air seperti berwarna kecoklatan bentuk seperti serbuk gergaji. Keadaan seperti ini pernah kami alami dalam pelayaran Snellius II di Laut Arafura dimana pada saat itu air dalam kondisi tenang dan air berwarna kecoklatan (Adnan, 1985).

Trichodesmium erythraeum: Kelimpahan organisme ini di Pantai Lampung Timur cukup tinggi yaitu 300 juta selll (Adnan, 1992). Ini merupakan fenomena alam yang sangat dahsyat dan menakutkan, karena dalam waktu yang sangat sing kat seluruh tambak nelayan ditutupi air berwarna merah sehingga menghancurkan seluruh tambak-tambak. Akibat dari bencana ini, terjadi kehancuran seluruh tambak udang windu dan ikan bandeng milik nelayan setempat berakibat selanjutnya yaitu kehancuran ekonomi nelayan, dan juga kehilangan produksi penangkapan di laut sebesar 80% dari total penangkapan. Oi Pulau Pari pemandangan kejadian sangat dahsyat dan menarik, yaitu bila kita berdiri dekat perairan, perairan tampak berwarna hijau seperti "merjan" maka mata kita segera terasa pedih, karena konsentrasi amoniak sangat tinggi dan berbau sangat menyengat. Bila terkena sentuhan, maka air berwarna hijau tersebut segera berubah menjadi warna merah seperti darah. Oi Pulau Pari (1999) terjadinya red tide oleh Trichodesmium erythraeum, tampak perairan seperti kotor. 01 mana-mana terlihat slsa-sisa buangan rumput laut karena para neJayan disana sedang aktlf dengan budidaya rumput laut dimana pada saat itu sedang berlangsung panen. Populasi fitoplanktonnya (TabeJ 2) sa at itu cukup tlnggl yang didominasi oleh Tncnoaesmium, 33 juta sel/mJ (99,57% dari total fitoplankton). Oengan demikian di Pulau Pari tampak sedang mengalami kasus pencemaran oleh sisa-slsa buangan rumput laut yang ditandai dengan tingginya konsentrasi Trichodesmium .

Trichodesmium thiebauUi, organisme ini tampak melimpah di perairan Indonesia bag ian tengah dan timur, yaitu diJaporkan dari beberapa p~rairan antara lain: Kalimantan Timur, Sulawesi Utara (kota Menado), dan diMuara Memberamo, Irian Jaya semua terjadi blooming Ired tide oleh organisme ini (Tabel 2). Tingginya konsentrasi Trichodesmium di suatu perairan dapat menggambarkan 2 kemungkinan, yaitu bila organisme yang tumbuh melimpah

9

ini berada di tengah laut, maka kondisi seperti ini dafam keadaan baik karena organisme ini bersifat sebagai pionir bagi kehidupan lainnya, tetapi bila organisme yang sedang melimpah ini berada di pantai dapat menimbulkan masalah yaitu dapat menutupi perairan sehingga banyak biota mati masal dan karang banyak yang mati/rusak, warna memudar karena kemungkinan kekurangan oksigen (Devassy, 1987).

Tabel 2. Perbandingan kelimpahan Organisme Trichodesmium pada saat terjadi blooming di beberapa perairan Indonesia. (Adnan. 1992, 1999a, 1999b, 1999c, 2000).

Tahun Lokasi Kelimpahan
(Sel/m3)
13 Agustus 1991 Pantai Timur Lampung 300 juta
Mei 1999 Muara Memberamo, Irian Jaya 689 juta
Juri 1999 P. Pari, Kepulauan Seribu 33 juta
September 1999 Perairan Kalimantan Timur 300 juta
Oktober 2000 Perairan Sulawesi Vtara 33 juta
Juri 1997* Lampung 72 juta
Agustus1997· Lampung 252juta .. Praseno dkk. 1999.

Red tide oleh : Noctiluca scintillans (Macarthney) Ehrenberg.

Organisme ini termasuk ke dalam famili Noctilucaceae, ordo Noctilucales, kelas Dinophyceae, kelompok Dinoflagellata. Tubuhnya berbentuk bulat pipih seperti buah pir atau apel, mempunyai ekor. Ukuran tubuh: 200-2000 mm. Blooming organisme ini menimbulkan warna merah di perairan di Jepang, tetapi di Indonesia selalu berwarna hijau. Demikian pula di perairan Thailand juga selalu menunjukkan warna hijau. Namun demikian pad a saat penelitian kami pernah menyaksikan warna merah yang tipis di perairan Muara Angke dalam waktu yang sangat singkat. Bila sedanq tumbuh melimpah atau blooming, maka perairan tampak seperti kotor dan bertebaran

10

seperti untaian daun-daun kecil-kecil atau seperti bunga karang berwarna hijau. Kondisi seperti ini juga disebut red tide walaupun tidak berakibat fatal bagi manusia, tetapi dapat mengakibatkan ikan rnabuk secara masal, karena kandungan amoniak yang dihasilkannya sangat tinggi dan dapat menjadi racun untuk ikan (ichtyotoxic) seperti yang sering terjadi di perairan Teluk Jakarta (Praseno & Adnan, 1978; Adnan, 1985). Bila sedang terjadi blooming, maka ikan rnabuk atau sering menghilang di perairan. Kondisi seperti ini sering terjadi beberapa saat.setelah musim penghujan.

Tabel3. Catatan Red Tide, Pyrodinium bahamense var. compressum dan Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) di Asia Tenggara.

Tahun Kejadian Lokasi Paralytic Shellfish
(Penulis) Poisoning
Maret-Juli 1972 Papua New Guinea 20 keracunan,
(Maclean, 1984) 3 meninggal
Maret - Mei 1976, 1980) Brunei Darussalam 14 keracu nan
(Jafar dkk.1984).
Jan-Maret 1976 Sabah 195 keracunan,
(Ting & Tung, 1984 7 meninqqal
Sejak 1983 Filippina 278 menderita
(Maclean, 1984) 21 meninggal dunia.
1983 (Adnan, 1984) Selat Lewotobi, di NIT 240 menderita,
Nusa Tenggara Timur 4 meninggaJ dunia
1987, 1988 (Adnan & Ujung Pandang di Ujung Pandang,
Sutomo, 1988) Nunukan, P. Sebatik 4 meninggal.
Kalimantan Timur di Kal Tim 65 keracunan,
2 meninggal.
1994 (Sidabutar, 2000) TelukAmbon. Beberapa menderita,
3 orang meninggal. 11

Dewan Pengukuhan AhJi PeneJiti Utama dan Hadirin yang saya muliakan,

STATUS PENELITIAN PLANKTON 01 INDONESIA DEWASA INI

Beberapa penelitian plankton akhir-akhir ini dilakukan berkaitan dengan Program Penelitian Sumberdaya Kelautan di Kawasan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Laut (KAPPEL) di Seluruh Indonesia yang meliputi 9 Kappel dengan sasaran untuk mendapatkan Profil Sumberdaya Kelautan. Program yang termasuk ke dalam program Kappel yang dikaji di dalam tulisan ini yaitu Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Bangka-Belitung.

Dalam rangka inventarisasi sumberdaya laut, pelayaran penelitian plankton (terdiri dari fitoplankton dan zooplankton) yang tergabung di dalam Bidang lingkungan meliputi wilayah-wilayah perairan antara lain: Pantai Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Selat Sunda, Pulau Pari-Teluk Jakarta, Laut Banda, Teluk Mamberamo, Laut. Cina Selatan yaitu Perairan Bangka-Belitung, Selat Sunda, Teluk Bayur dan Teluk Bungus, Sumatra Barat, dll, (Adnan, 1994, 1999, 2002; Arinardi, 1999; Banjarnahor & Suyarso, 2000 dan 2002; Sutomo, dkk. 2001, Helfinalis, 2002; Oarmayati, 2002, Praseno, dkk. 2000). Penelitian yang dllakukan meliputi komposisi jenis, kelimpahan, dominasi, dan sebaran.

Plankton merupakan salah satu indikator untuk menilai salah satu parameter yaitu kesuburan perairan. Kandungan plankton dalam suatu perairan dapat digunakan sebagai data pendukung serta pembanding, dan juga sebagai petunjuk untuk menduga tempat-tempat bergerombolnya ikan yang berhubungan dengan kandungan plankton serta zat hara yang tinggi. Oleh karena itu kandungan plankton dalam suatu perairan diharapkan dapat memperkuat dan meyakinkan akan peranan plankton dalarn pendugaan stok ikan di perairan tersebut, menjadi petunjuk terjadinya peneemaran suatu perairan, kaitannya dengan peruntukan wilayah Wisata Bahari, dan peruntukan lainnya.

Plankton yang diteliti meliputi fitoplankton dan zooplankton. Sampel fitoplankton diambil dengan jaring Kitahara yang mulut jaringnya bergaris tengah 31 em, panjang jaring 120 em dan mata jaringnya 0,119 mm. Sampel zooplankton diambil dengan jaring Norpac yang mulut jaringnya bergaris tengah 45 em, panjang jaring 180 em dan mata jaringnya 300 mikron. Kedua jaring tersebut (fitoplankton dan zooplankton) di perairan ditarik secara mendatar (horizontal) selama 2-5 menit. Perhitungan fltoplankton dilakukan berdasarkan volume endapannya (settling volume) dan perhitungan zooplankton berdasarkan volume pindahan airnya (displacement volume). Analisa di laboratorium yaitu identifikasi dan penghitungan marga fitoplankton dan zooplankton dengan menggunakan pustaka yang tersedia (Lebour, 1925; Allen

12

& Cupp, 1935; Yamaji, 1966; Davis, 1955; Delsman, 1939; Newell & Newell, 1963; Wood, 1954; Taylor, 1978; Hallegraeff, 1991)

1. Penelitian plankton di perairan pantai Kalimantan Timur :

Pantai timur Pulau Kalimantan adalah daerah yang kaya akan tam bang minyak bumi, batu bara, dan LNG. Perairan pantai Kalimantan Timur merupakan perairan yang subur dan sebagai ladang ikan yang utama di Indonesia. Kawasan pantai Kalimantan Timur merupakan kawasan hutan mangrove yang sangat luas, dengan bagian belakang wiJayah ini merupakan hutan rimba tropis serta banyaknya sungai yang membawa nutrisi dari daratan yang bermuara ke laut.

Penelitian fitoplankton dan zooplankton dilakukan pada bulan AgustusSeptermber 1999. Hasll yang didapatkan telah terangkum oleh Banjarnahor & Suyarso (2000) bahwa kelimpahan fitoplankton tampak tinggi di seluruh perairan yang didominasi oleh Trichodesmium thiebautii, yaitu sel fitoplankton bentuk rantai dalam kelompok cyanophyta. (dapat mencapai nilai 99,95% di perairan Sangkurilang). Menurut Sutomo, dkk. (2001) bahwa kesuburan perairan Kalimantan Timur dipengaruhi oleh masukan nutrien dari perairan mangrove, dari sungai-sungai seperti Sungai Mahakam, dan terjadinya upwelling akibat arus Arlindo (Arus Untas Indonesia) yang menyebabkan penyuburan bag ian selatan wilayah penelitlan. Kelimpahan fitoplankton di perairan berkisar antara 1,1 juta sellm3 (di perairan Ie pas pantai di Selat Makasar) - 218,3 juta sel/m3 (di perairan Sangkulirang). Wilayah Sangkulirang tercatat mempunyai banyak sumber batu kapur. Ternyata di wilayah ini kegiatan penambangan belum didukung oleh sistem pengolahan limbah yang memadai sehingga kemungkinan bisa mempengaruhi lingkungan. Kelimpahan fitoplankton kelompok diatomae berkisar 23 ribu sellm3 (di perairan Selat Makasar) -1 juta sel/rn" (perairan Sangata). Walaupun keJimpahan diatomae dan dinoflagellata di perairan Kalimantan Timur relatif kecil tetapi keduanya bersama-sama Trichodesmium mempunyai pola sebaran yang sarna yaitu tinggi di bagian pantai dan menurun ke arah tengah perairan.Ternyata di wilayah Sangata dan Samarinda (delta Sungai Mahakam) mempunyai kandungan diatomae dan dinoflagellata yang relatif tinggi. Terlihat baik kelimpahan fitoplankton maupun zooplantonnya adalah relatif tinggi di 4 wilayah penting di perairan Kalimantan Timur, yaitu di perairan Samarinda (muara Sungai Mahakam), perairan Bontang, muara Sungai Sangata, dan muara Sungai Sangkurilang, tetapi di perairan Selat Makasar kelimpahan tersebut adalah rendah. Selain Trichodesmium, 5 marga dari kelompok diatomae yang dijumpai di perairan Kalimantan Timur yang predominan yaitu Chaetoceros, Rhizosolenia, Bacteriastrum, Thalassiothrix, dan Skeletonema.

13

Legemla:

... Lolrasi planJaon yang pemak diteliti di Indonesia

I!IlOKm

KderaIl;an :

_ Busur Kep.lndollesID Baw pero.inm 12 mil Bo.tas peroiran 200 mil Bo.tasproplnsl

~ Stmgai

_. Dana .. / ........

P#4 d18ftol.JWol,J.Q()I)/)()I)dJri2, Agumu 1999 dlrm._o1slJS_

Gambar 1. Lokasi plankton yang pemah diteliti di Indonesia

2. Penellttan Plankton di Perairan Sulawesi Utara :

Sulawesi Utara merupakan wilayah yang potensial dan menempati posisi geografis yang strategis yang terdiri atas semenanjung dan kepulauan dengan panjang garis pantai 1985 km. Wilayah ini merupakan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEEI) yang berbatasan dengan negara tetangga yaitu Filipplna. Kawasan pesisir Sulawesi Utara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi sehingga berkembang wisata bertaraf internasional yaitu Taman Laut Bunaken sebagai primadona wisata di Manado-Minahasa. Selain itu pula perairan ini memiliki sumber mineral yang tinggi yang dikelola oleh P.T. Newmont Minahasa Raya dan berlokasi di sekitar Teluk Buyat dan Teluk Ratotok. Penelitian plankton pada bulan Oktober-Nopernber 2000. Hasil anal isis plankton telah terangkum oleh Suyarso & Banjarnahor (2001) sebagai berikut bahwa di seluruh perairan Sulawesi Utara kelimpahan fitoplanktonnya tlnggi. Tingginya kelimpahan disebabkan tingginya konsentrasi fitoplankton Trichodesmium Tampak di perairan sedang terjadi red tide oleh Trichodesmium thieubauti (Ad nan, 2002). Tampak air laut berwarna hijau, kotor, dan berbau terutama di perairan dl depan kota Manado. Pada saat ini baik diatomae maupun dinoflagellata sangat sedikit dijumpai dl perairan lni dan bahkan tidak dijumpai sama sekali di beberapa lokasi pengamatan. Kelimpahan fitoplankton umum berkisar antara 9x103 sel/m" (di tengah laut dimuka Teluk Kwandang) - 32.71 x 10 3sel/m3 (di Selat Bangka di bag ian timur Teluk Manado). Kelimpahan diatomae berkisar 817 sellm3 (perairan dekat Newmont) ~ 69 ribu sel/m" (perairan dekat kota Manado). Seluruh perairan Sulawesi Utara pada saat ini sebenarnya hanya dijumpai organisme Trichodesmium dan sangat sedikit orqanisme-orqanlsrne lainnya. Keadaan ini berbeda dengan perairan dalam keadaan normal yang biasanya didominasi oleh organisme kelompok diatomae (Adnan, 1998a, b, 2002).

3. Penelitian di Perairan Muara Mamberamo, Papua:

Perairan muara Mamberamo, terletak di bag ian utara dari Provinsi Papua. (perairan Pasifik). 90% penduduknya adalah nelayan. S. Mamberamo merupakan sungai terbesar di Papua. Sampel plankton (fitoplankton dan zooplankton) diambil pada 32 stasiun pad a bulan Mei 1999 dan dengan kapal Baruna Jaya VIII. Hasil analisa dengan mikroskop didapatkan, bahwa seluruh populasi fitoplankton didominasi oleh Trichodesmium thieubautii. Tampak di bag ian tengah perairan konsentrasi fitoplankton tin99i, sedangkan di bagian dekat pantai dan di laut bebas tarnpak konsentrasi fitoplankton relatif rendah. Dengan demikian di perairan ini proses kesuburan berlangsung rnulai dari tengah perairan. Trichodesmium merupakan fitoplankton yang berfungsi

15

sebagai pionir. Hal ini sesuai dengan pendapat Devassy (1987) yang menyatakan bahwa bila organisme Trichodesmium melimpah di laut merupakan pionir yang akan membantu penyuburan perairan, tetap! bila melimpahlblooming di bag ian pantai akan rnenimbulkan bahaya red tide. Marga-marga lain yang didapatkan predominan yaitu 8acteriastrum. Chaetoceros. Rhizosolenia, Leptocylindris, dan Protoperidinium

4. Penelitian di Perairan Laut Banda:

Kawasan Timur Indonesia terutama Laut Banda dan Laut Arafura telah menarik perhatian para ahli kelautan asing, baik perorangan maupun secara berkelompok. Para peneliti perorangan itu umumnya terpesona akan keaneka ragaman bentuk dan warna biota yang agak berbeda daripada yang didapatkan di Eropa. Antara tahun 1600-1850 ada dua orang peneliti yang sangat terkenal yaitu Georgius Everhardus Rumphius dari kerajaan Belanda dan Charles Darwin dari Britania Raya. Sesudah akhir abad ke 19 kelompok peneliti asing mulai berdatangan yang turut serta dalam berbagai kapal riset antaranya yang terkenal adalah Challeger Expedition (Kerajaan Belanda: 1899-1900). Sedang pada permulaan serta akhir abad ke 20 dikenal Snellius Expedition (Kerajaan Belanda:1929-1930) dan Indonesian-Dutch Snellius II Expedition (Pemerintah Indonesia-Kerajaan Belanda: 1984-1985).

Sampel plankton diambil pad a musim timur (bulan Agustus) 1998 dan musim barat (Februari) 1999. Hasil yang didapatkan ternyata bahwa volume dan kelimpahan dari sel-sel fitoplankton dan zooplankton pada bulan Agustus (upwelling) besarnya adalah ternyata 3 kali lebih besar daripada bulan February (downwelling). Dalam musim tirnur populasi fitoplankton didominasi oleh Skeletonema costa tum dan Streptotheca sp. dan pada musim barat populasi itu dl dominasi oleh Chaetoceros, Becteriestrum, Thlassiothrix dan Lauderia. Pada saat upwelling hanya 2 jenis copepoda yaitu Ca/anoides philippinensis dan Rhincalanus nasutus yang dijumpai. Pada saat downwe/Jing hanya Eucafanus dentatus dijumpai. Jenis yang umurn dijumpai pada kedua musim di perairan ini yaitu Euchaeta marina dan Scofecithrix danae.

5. Penelitian di Teluk Bayur dan Teluk Bungus. Sumatra Barat:

Teluk Bayur dan Teluk Bungus merupakan dua perairan pantai yang berhubungan dengan laut dalam, sedangkan perairan-perairan pantai lainnya di Indonesia umumnya berhubungan dengan laut dangkal. Pengambilan sam pel fitoplankton pada kedua perairan ini dilakukan sebanyak 5 kali pad a tahun 1996-1998.

16

Hasil yang didapat oleh Praseno, dkk. (2000) di Teluk Bayur, bahwa kepadatan fitoplankton paling rendah terjadi pad a bulan Nopember 1997 sebesar 1.910 sel/rn" dan tertinggi pada bulan Desember 1996 sebesar 3 juta sel/rn" yang umumnya didominasi oleh kelompok diatomae. Tingginya kepadatan fitoplankton pada bulan Desember karena banyak pasokan zat hara yang datang dari daratan dan juga dari lautan Hindia. Fitoplankton yang teridentifikasi di perairan Teluk Bayur berjumlah 56 jenis yang terdiri dari 37 jenis diatomae dan 19 jenis dinoflagellata. Populasi fitoplankton didominasi oleh Chaetoceros pseudocurvisetus. Hasil di Teluk Bungus: seperti di Teluk Bayurtetapi kepadatannya tidak terlalu menyolok. Pada bulan Desember 1996 kelimpahan mencapai 419 ribu sel/m3• Fitoplankton yang didapatkan berjumlah 46 jenis yang terdiri dari 30 jenis diatomae dan 16 jenis dinoflagellata. Populasi fitoplankton didominasi oleh Chaetoceros pseudocurvisetus.

6. Penelitian di Perairan Selat Sunda :

Di sekitar perairan Selat Sunda ditemukan gunung berapi Anak Rakata yang sedang aktif. Material yang dikeluarkan gunung berapi ini dominan memasok material sedimen dan batu apung di dasar sekitar perairan selat ini. Sedangkan dari daratan juga dipasok material sedimen, yaitu mineral yang terbawa aliran sungai akibat pelapukan batuan yang terjadi di daratan. Perairan ini merupakan perairan penting, terletak di bagian barat Indonesia, serta sebagai penghubung antara Pulau Jawa bagian paling barat dengan Pulau Sumatra bag ian paling selatan. Massa air dari Laut Jawa dari arah timur laut dan massa air dari samudera Hindia masuk dan bercampur di perairan Selat Sunda. Percampuran ini mempunyai dampak positif terhadap kualitas massa air, antara lain terhadap kandungan zat hara, klorofil fitoplankton, dan suspended solid (seston).

Pengamatan plankton dilakukan pada bulan Juli 2001 dan Juni 2002.

Hasil yang didapat pada pengamatan fitoplankton Jull 2001, yaitu kelimpahan fitoplankton di perairan Selat Sunda pada saat ini umumnya rendah. Kelimpahan paling tinggi,terlihat di Teluk Lampung mencapai hanya 1 ,2 juta sellm3 dan kelimpahan yang paling rendah terjadi di tengah perairan (ke arah Samudera Hindia di selat ini) mencapai 37 ribu sel/rn", Di seluruh perairan Selat Sunda populasi fitoplankton umumnya didominasi oleh Chaetoceros curvisetus. Organisme ini termasuk ke dalam kelompok diatomae berukuran relatif besar dan memiliki lengan-lengan sehingga dapat mudah mengapung di air yang deras (Davis, 1955; Newell & Newell, 1963). Dengan dijumpainya organisme ini dalam jumlah besar di perairan deras ini, maka organisme ini kemungkinan besar dapat menjadi petunjuk sebagai indikator perairan deras.

17

7. Penelitian Perairan Pulau Pari-Teluk Jakarta:

Pulau Pari merupakan salah satu perairan di Kepulauan Seribu yang terletak di utara Jakarta dan termasuk ke dalam zona penyangga. Di perairan ini pad a saat sekarang hampir seluruh nelayan di sini telah mengubah mata pencaharian mereka dari menangkap ikan ke menanam rumput laut yang telah menjadi komoditi pokok. Tampak di seluruh perairan terbentang lues areal penanaman rumput laut dengan botol-botol plastik yang diikatkan pada tali-tali ikatan rumput laut dan berfungsi sebagai pelampung. Sedangkan di daratan di sana-sini tampak kegiatan-kegiatan penjemuran rumput laut. Sebagai dampak kegiatan-kegiatan tersebut maka kemungkinan besar akan terjadi penurunan kualitas ekologik perairan. Fitoplankton diamati pad a bulan Juli 1999 di se!uruh perairan ini. Hasi! yang didapat yaitu rata-rata kelimpahan seluruh populasi fitoplankton sebesar 13,5 juta sel/rn''. Seluruh populasi fitoplankton didominasi oleh Nitzschia (sebagai indikator perairan dalam keadaan kotor). Organisme-organisme lain yang dijumpai predominan yaitu Trichodesmium erythraeum, Chaetoceros, PJeurosigma, Navicula, Leptocylindris dan Fragilaria. Pada bulai Mei-September 1991 di perairan Pulau Pari dan sekitarnya terjadi red tide oleh Trichodesmium erythraeum yang menyebabkan kematian masal biota dasar perairan seperti karang, anak udang, tripang, dlJ. Pada saat itu selain di Pulau Pari red tide oleh Trichodesmium juga terjadi di pantai timur Lampung dan utara Jawa (pantai Tegal).

8. Penelitian di Perairan Laut Cina Selatan (Bangka, Belitung. dan Kalimantan Barat)

Perairan Laut Cina Selatan, meliputi perairan Bangka, Belitung, dan Kalimantan Barat (Laut Natuna). Merupakan kawasan sangat penting dan sarat dengan berbagai konflik kepentingan di dalamnya. Laut Natuna merupakan salah satu kawasan yang sangat kaya akan sumber daya perikanannya. Sumber daya ikan demersal dan udang dl perairan ini potensinya mencapai 2,35 ton/krn" jauh febih tinggi dibandingkan dengan di Selat Makasar yang hanya mencapai 1,6 ton/krn" (MREP, 1999 di dalam Darmayati, 2003). Perairan ini merupakan jalur lalu Ilntas laut yang penting antar kota-kota mancanegara (antar benua Asia, Australia, Amerika, dan Eropa) Kegiatan pembangunan di kawasan ini baik di darat maupun di lautan berkembang dikawasan Kepulauan Riau dan Riau daratan. Penambsnqan minyak di Kepulauan Natuna dan Riau daratan. Penambangan timah di Kepulauan Bangka baik di laut maupun di daratan, penebangan hutan, dan penambangan em as dl daratan Kalimantan Barat.

18

Sifat fisika Laut Cina Selatan selama musim timur dipengaruhi oleh 4 aliran massa air yaitu air dengan suhu rendah dengan salinitas tinggi dari arah selatan dan utara, air dengan suhu tinggi dengan salinitas rendah datang dari arah Selat Malaka, dan air tawar yang berasal dari sungai-sungai baik di Pulau Sumatra (Sungai Musi) dan di Pulau Kalimantan. Penelitian plankton yang tergabung di dalam tim Oinamika Laut dilakukan pada bulan Mei-Juni 2002.

Perairan Bangka-Belitung merupakan perairan dangkal dengan kedalaman 10-15 m, sedangkan di lepas pantai (jarak 34 mil) ke tengah berkisar 15-40 m. Dasar perairan umumnya berpasir, berlumpur, dan berbatu karang. Di sekelHing perairan Bangka-Belitung terdapat pulau-pulau kecil yang dihuni oleh nelayan. Pada lokasi ini dijumpai banyak copepoda. Oaerah ini merupakan daerah penangkapan ikan, bagan, payang, dan pancing. Oi perairan tersebutjenis ikan selar hijau (Carangidae) selalu tertangkap dengan alat tangkap pancing dalam jumlah dominan disamping ikan banjar (Scombridae). Nilai ekonomi ikan selar hijau setara dengan ikan banjar dan ikan kern bung (Hariat, 2001 dalam Darrnayati, 2002). Hasil penelitian menunjukkan, populasi fitoplankton cukup tinggi di kedua wilayah. Populasi fitoplankton didominasi oleh Skeietonema (99,734%) kemudian menyusul . Chaetoceros dan Rhizosolenia. Tingginya copepoda di sekitar perairan ini disebabkan daerah terse but dipengaruhi oleh sungai-sungai dari Sumatra dan di sebelah timur laut pulau Bangka adalah Laut Cina Selatan menurut Widodo & Burhanuddin 1995 (dalam Oarmayati, 2002) bahwa perairan ini merupakan habitat dominan untuk jenis ikan teri, tembang, sire, selar, dan bahkan menurut Badrudin & Mubarak, 1998 (dalam Oarmayati, 2002) cumicumi juga sangat potensial di daerah ini. Oengan demikian wilayah perairan Laut Cina Selatan, Bangka, dan Belitung diduga memiliki kondisi lingkungan yang cocok untuk tempat hidup dan merupakan daerah penangkapan ikanikan pelagik ekonomi penting.

Dewan Pengukuhan Ahli Peneliti Utama dan Hadirin yang saya muliakan,

KESIMPULAN

Eutro fikasi merupakan masalah pencemaran serius di pantai-pantal di kota-kota metropolitan di dunia dan blooming fitoplankton merupakan indikator dari proses eutrofikasi tersebut. Eutrofikasi alamiah (natural eutrophication)

19

berdampak positif bagi kesuburan suatu perairan yang bermuara kepada terpeliharanya sumberdaya perikanan. Lebih lanjut, pada saat kini aktifitasaktifitas pembangunan meningkat pesat, maka campur tangan manusia pada proses eutrofikasi semakin besar akan menimbulkan eutrofikasi semakin serius (man made eutrophication) dengan ditandai oleh blooming fitoplankton. BUa keadaan semakin parah maka akan menyebabkan kondisi perairan menjadi kekurangan oksigen (oxygen dip/etion) yang berakibat akan terjadi kematian ikan secara masal, dsb. Lebih lanjut lagi akan menyebabkan perairan menjadi miskin dan ikan menjadi punah/Jangka.

Tindakan budidaya merupakan alternatif penting yang dapat dilakukan untuk dapat mencegah pengkayaan nutrisi berlebihan (nutrient enrichment) yang akhirnya keuntungan berlipat didapat yaitu kondisi perairan dan sumberdaya laut akan terpeJihara secara berkelanjutan.

Red tide/blooming fitoplankton dl beberapa perairan seperti di Muara Memberamo, Papua, Kalimantan Tirnur, L. Banda dan L. Arafura merupakan contoh eutrofikasi alami, dan red tide di Teluk Jakarta, Lampung, NIT, dan di Nunukan Kaltim merupakan contoh eutrofikasi yang serius.

SARAN

Eutrofikasi merupakan proses alami yang biasa terjadi di wilayah estuarin/pantai. Oleh karena itu untuk menjaga kelestariannya perlu dilakukan tindakan pembudidayaan tanaman/biota mengingat benefit yang menjanjikan Pemonitoran plankton sangat perlu dilakukan juga dalam kaitan dengan keseimbangan perairan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah denganTaufik dan Hidayahnya pengukuhan saya sebagai AhJi Peneliti Utama telah dapat dilakukan dengan baik. Tiada daya kekuatan hanya dari-Nya.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada segenap jajaran di Pusat Penelitian Oseanografi LlPI dan lingkup kedeputian IImu Kebumian LlPI, serta keluarga besar Lembaga IImu Pengetahuan Indonesia (L1PI) yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan Ahli Peneliti Utama saya sebagai jenjang karier puncak di jalur fungsional peneliti.

20

Ucapan terima kasih saya dan penghargaan setinggi-tingginya kepada para pemimpin di Pusat Penelitian Oseanografi LlPI, Prof. Dr. Aprilani Soegiarto, APU; Suyatno Birowo, M.Sc., APU; Prof. Dr. Kasijan Romimohtarto, APU; Dr. Anugerah Nontji, APU; dan Dr. Kurnaen Sumadhiharga, M.Sc.,APU; yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menekuni bidang pekerjaan saya hingga akhir.

Ucapan terima kasih saya secara khusus kepada Dr. Asikin Djamali, APU dan Dr. Otto Ongkosongo, APU; yang telah memberikan pengarahan dalam penulisan makalah ini hingga selesai.

Terima kasih saya yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan senior saya, yaitu kepada bapak Ojoko P. Praseno,APU; Sutomo, M.Sc.,APU; Drs. O.H. Arinardi, M.S.,APU; yang telah banyak membina, memberikan saran, nasehat, maupun krltlk-kritik membangun kepada saya menjadi penellf di Bidang Plankton. Oemikian pula kepada rekan senior saya yang telah mendorong, membimbing dan memicu saya hingga saya berhasil mencapai jenjang puncak karier.

Terima kasih saya kepada rekan-rekan Teknisi di Laboratorium Plankton, Sudirjo, Sugestiningsih, Djumhari, Eddy Sotyan, Elly Asnaryanti, dan Trimaningsih yang telah dengan kasih sayang membantu saya selama ini.

Akhirnya sembah sujud dan terima kasih saya yang mendalam kepada kedua orang tua saya tercinta yang telah tiada, demikian pula kasih sayang yang telah diberikan oleh kakak-kakak dan adik-adik saya, dan kasih sayang saya kepada anak saya M. Zaki yang telah tiada. Demikian pula terima kasih saya secara khusus kepada kakak tertua saya H. Syahlani Hasbullah (aJmarhum) beserta kakak ipar saya Hj. Nuryani Taryamin yang teJah dengan tekun dan sabar ikut membina saya dalam dukungan moril maupun materiil sehingga saya dapat mencapai jenjang penelitian tertinggi di Pusat Penelitian Oseanografi (P20-LlPI) Jakarta.

Last but not least ucapan terima kasih yang tiada hingga atas izin dan dorongannya kepada suami tercinta Adnan Said yang sekarang sedang terbaring tldak berdaya karena sakit. Demikian pula kepada kakak ipar saya M. Ojamil Said yang telah dengan tekun ikut mendampingi dan merawat suami saya, dan terakhir kepada adik saya, M. Abadi Sumarta yang dengan setia mengantar dan menjemput saya ke kantor, sehingga saya dapat mencapai jenjang AhJi Peneliti Utama Bidang Plankton.

Billahittaufiq walhidayah. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

21

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Q. 1984. Distribution of dinoflagellates at Jakarta Bay, Taman JayaBanten, and Benoa-Bali; and a report of an incidence of fish poisoning at eastern Nusa Tenggara. Toxic Red Tides and Shellfish Toxicity in Southeast Asia. Proc. a consultatif meeting held in Singapore: 25-27.

Adnan, Q. 1985. Red Tide. Article. Lab. Studi Lingkungan. Pusat Penelitian EkoJogi Laut. LON-UPI. Oseana 10 (2) : 48-55.

Adnan, Q. 1992. Red Tide due to Trlchodesmium erythraeum. Ehrenberg, Maka/ah disampaikan pada pertemuan di Penang. Nopember 1992 : 12 hal.

Adnan, Q. 1994. Tiga tahun red tide di Teluk Jakarta. Makalah dibacakan pada Seminar Pencemaran. P30-UPI Jakarta. 7 Pebruari: 19 hal.

Adnan, Q. 1998a. KeJimpahan fitopJankton di estuarin Muara Angke- Teluk Jakarta. Tahun 1995. Proc. Sem. Nasional Pengelolaan Lingk. KawasanAkuakultur Secara Terpadu. Publ. Ilmiah. Kerjasama OCEANOR, DitJen.Perikanan-Dep Pertanian, dan Direkt. TPLH-BPPT. Jakarta 23 Pebr. '98 : 254-265.

Adnan, Q. 1998b. Pengamatan populasi fitoplankton di muara Kali Mas, Surabaya 1994. Proc. Sem. NasionaJ Kimia III "Peranan Kimia Analitik Menuju Kemandirian dan Keunggulan Industri Kimia Nasional. Fak.MJPA UGM, Yogya. 25 April '98.

Adnan, Q. 1999. The abundance of Trichodesmium thiebautii CYANOBACTERIA in the Memberamo Estuary, Irian Jaya. Paper presented to ICOSTI Seminar BPPT Jakarta. Dec 3 1999 and 4. : 9 pp.

Adnan, Q. 2002. Red Tide Trichodesmium thieubautii di Perairan Sulawesi Utara. Oktober 2000. Seminar Nasional Perikanan Indonesia 2002. Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta., 27-28 Agustus 2002.: 54-60.

Adnan, Q. and Sutomo. 1999. Kondisi ekoJogik fitoplankton di wilayah perairan bagian barat Sumatra Selatan. Makalah dibacakan pada Seminar Kelautan Regional Sumatra ke 2. Fak. Perikanan Univ. Bung Hatta. Padang 6-7 Agustus: 8 pp.

Allen, W. E. and E. E.Cupp. 1935. Plankton Diatoms of The Java Sea. Ann.

Du Jard. Buitenzorg 44(2): 1-174.

22

Arinardi, O. H. 1999. Sebaran volume plankton di Laut Banda sebelum dan selama proses upwelling. Atlas Oseanologi Laut Banda. P30-LlPI. Jakarta. : 53-62.

Banjarnahor, J. dan Suyarso. Eds. 2000. Profil. Sumberdaya Kelautan Kawasan Pengembangan dan pengelo/aan laut (KAPPEL) Kalimantan Timur. Proyek Pengem. dan Penerapan IPTEK Kelautan. P30-LlPI. Nop 2000. : 93 hal.

Bulloch, D.K. 1989. The Wosted Ocean, The Aminous crisis of marine pollution and how to stop it, hyons borford, Pub. : 150 hal

Cruzodo, A. 1988. Entrophication in the Mediterranean Sea. UNESCO Report & Proc. Scrintific Workshop. Bologua, Italy 2-6 March 1987 : 57- 66.

Davis, C.C. 1955. The Marine and Freshwater Plankton. Michigan State Univ.

Pres 562 pp.

Darmayati, Y .. 2002. Laporan Akhir Penelitian Sumberdaya Kelautan di kawasan pengembangan dan pengelolaan Laut Gina Se/atan, khusussnya perairan Bangka - Belitung, dan Kalimantan Barat (Natuna). P20-LlPI. Jakarta. : 38 hal + 27 gbr.

Delsman, H. C. 1939. Preliminary Plankton Invest. in The Java Sea. Treubia 139-184.

Devassy, V. P. 1987. Trichodesmium red tide in the Arabian Sea. Cout in Mar Science. Deat. Just of Oceanology,down PPNDA Goa-403004 Flicatalion 1: 6066

Hallegraeff, G. M. 1991. Aquaculturist'guide to Harmful Australian Microalgae.

Publ. By Fishing Industry Board of Tasmania 25 Old Wharf, Hobart and CSIRO Div. Of Fisheries, Castray Esplanade. Hobart, Tasmania 7000, Australia.

Helfinalis. 2002. Laparan Akhir Penelitian Dinamika Pereiren Selat Sunda.

Bidang Dinamika Laut. Proyek IPTEK Kelautan. P20-lIPI. Jakarta: 38 hal. + 63 gbr.

Yamaji, I. 1966. Illustration. of The Marine Plankton af Japan, Hoikusho, Osaka, Japan.: 369 pp,

Lebaur, M. V. 1925. The Dinoflagellate ot Northern Seas. William Brendan & Sons. Plymouth: 250 pp.

23

Newell, G. E. and R. C. Newell. 1963. Marine Plankton. A Practical Guide.

Hutchinson of London. : 244 pp.

Praseno, D.P. 1997. Penelitian tentang Red tide Laporan Tahunan Laporan Tahunan Proyek Inventarisasi dan Evaluasi Potensi Laut Pesisir. 1996- 1997 : 136-148.

Praseno, D. P. Sugestiningsih, dan Suyarso. 2000. Karakteristik perairan Teluk Bayur dan Teluk Bungus ditinjau dari espek fitoplankton. Teluk Bayur dan Teluk Bungus. Kajian tentang Zat hara serta kaitannya dengan Lingkungan dan Sumberdaya Hayati. Proyek Inventarisasi dan Evaluasi Potensi Laut-Pesisir. Pusat penelitian dan Pengembangan OseanologiL1PI. Jakarta: 79-93.

Sidabutar, T. 2000. The contamination of algal toxin in marine mollusc. Ptoc. of International Symposium On Marine Biotechnology. Center for Coastal on Marine Biotechnology, Ancol, Jakarta.: 138-147.

Sutomo, A. B. Hadikusumah, Q. Adnan, M. Simanjuntak. 2001. Kandungan plankton dan kondisi ekologis perairan Kalimantan Timur. Lingkungan dan Pembangunan. 21 (2): 1-11.

Taylor, F. J. R. 1978. Dinoflagellates from The International Indian Ocean Expedition. Bibl. 132: 234 hal + 46 fotos.

Taylor, F.J.R.; Y. Fukuyo 1989. Morphological features of the rnotll cell of Pyrodinium bahamense. In"Biology, epidemiology and management of Pyrodinium red tides" (G.M. Hallegraeff and J. L. Macfean eds.). ICLARM Conf Proc. 21: 207-217.

Wood, E. J. F. 1954. Dinoflagellates in The Australian Region. Austr. J. Mar.

Freshwater Research. 5.351 pp.

Zheng Zhong. 1989. Marine Pfanktonology. China Ocean Press Beijing.

Springer-Verlag Berkin Heidelberg New York, Tokyo. : 99 pp. + 340 Figures.

PUBLIKASI

1. Adnan, Q. 1977a. Beberapa aspek biologi ikan teri, Stolephorus sp. Di perairan Teluk Jakarta. Skripsi Major. Fak. Biologi Univ. Nasional. Jakarta.

2. Adnan, Q.1977b. Noctiluca miliaris SURIRAY di perairan Teluk Jakarta kripsi Minor.fak. Biologi Univ. Nasional. Jakarta.

24

3. Adnan, Q. 1978. Noctiluca dan beberapa keistimewaannya. Artikel.

Pewarta Oseanan 4. (5 dan 6).

4. Praseno, D. P. dan Q. Adnan. 1978a. Studi keterlaksanaan kultur Skeletonema sp untuk makanan burayak biota laut. SEMINAR MIKROBIOLOGI II. Yogyakarta 5-7 April 1978. Lembag. Oseanol.Nasional: 16 hal..

5. Adnan, Q.1978b. Noctiluca miliaris SURIRAY perairan TeJuk Jakarta.

Oseanologi Di Indonesia. 11: 1-25.

6. Adnan, Q.1978c. Diatomae untuk menunjang budidaya laut. LON-LIP!, Kertas Kerja Dibacakan pad a SIMPOSIUM MODERNISASI PER/KANAN RAKYAT. Jakarta. Juni 1978.

7. Adnan, Q; D. P. Praseno; dan D. lsrnail, 1979. Chaetoceros (Centralis, Bacillariophyceae) Perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya. Makalah dibacakan pada Seminar 8iologi di Bandung. 15 hal.

8. Arinardi O. H. dan Q. Adnan. 1979. Studi perbandingan komunitas fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta antara musim barat dan musim timur 1977. TELUK JAKARTA. Pengkajian Fisiaka, Kimia, Bio[ogi, dan GeoJogi Tahun 1975-1979. Lembaga Oseanoloqi Nasional-LlPI, Jakarta: 199-216.

9. Adnan, Q. 1980a. Beberapa catatan tentang Chaetognatha. Oseana 4 (3).

10. Adnan, Q. 1980b. Fluktuasi dan sebaran Chaetoceros di peraairan Teluk Jakarta dan sekitarnya. TELUK JAKARTA. Pengkajian Fisik, Kimia, 8iologi, dan Geologi Tahun 1975-1979. LON-LlPI, Jakarta.: 187-198.

11. Adnan, Q. dan J. T. D. Listiawati. 1980. Fitoplankton sebagai petunjuk tingkat Kesuburan perairan dalam hubungannya dengan bakteri di perairan Teluk Jakarta. Makalah disampaikan dalam S/MPOS/UM /LMU PENGETAHUANDAAN TEKNOLOGI DALAM MASALAH PANGAN, ENERG/. DAN KEPENDUDUKAN. 22-24 Oktober 1980. Bandung.

12. Adnan, Q. 1981. Pengamatan pendahuluan komposisi Chaetognatha di perairan pantai utara Jawa. LON-LIP!. Maka/ah dibacakan pada Kongres 8i%gi V. Semarang. 26-28 Juni. 1981.

25

13. Adnan, a. 1984a The bloom and distribution of some dinoflagellates along the northeast coast of Java. Makalah dibacakan pada WORKSHOP di Cronulla, 18-20 Juni. Australia: 7 pages + 6 figures + 3 tables.

14. Adnan, a. 1984b. Distribution of dinoflagellates at Jakarta Bay, Taman Jaya-Banten, and Benoa Bay-Bali; and a report of an incidence of fish poisoning at eastern Nusatenggara. TOXIC RED TIDES AND SHELLFISH TOXICITY IN SOUTHEAST ASIA. Proc. of a consultative meeting held in Singapore. SEAFDEC - lORe: 25-27.

15. Adnan, Q. 1985. Red Tide. Article. Lab. Studi Ungkungan. Pusat PeneJitian Ekologi Laut. LON-L1PI. Oseana 10 (2).

16. Adnan, a. 1987. Red Tides due to NoctiJuca scintillans (MACARTNE EHRENBERG.RED TIDES, Biology, Environmental Science, and Toxicology Proc. of the first International Symposium on red tides held Nov. 10-14, 1987. Kagawa Perfecture, Japan: 53-55.

17. Adnan, a. 1988. Kondisi fitoplankton di perairan Ujung Watu, Jepara.

P30-LfPI. Proc. SEMINAR LAUT NASIONAL II. Tema: PengeloJaan dan Pengembangan Pemanfaatan Sumberdaya dan Lingkungan Laut. Diselenggarakan oleh: Kantor Menteri Negara KLH-Laboratorium IImuilmu Kelautan UI-IPB-Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI), Jakarta. 27-30 Juli 1987. : 215-229.

18. Adnan, a. dan Sutomo, A. B. 1988. Pasang Merah. Kasus keracunan kerang di Balang Tiku - Kalimantan Timur. TuJisan disajikan pada harian SUARA PEMBAHARUAN 11 Maret.

19. Adnan, a., D. P. Praseno, dan A. B. Sutomo. 1989. Kondisi fitoplankton di perairan Teluk Jakarta. Makalah dibawakan pada LOKAKARYA BIOTEKNOLOGI MJKROALGA. Diselenggarakan oleh: Pusat Penelitian dang Pengembangan Bioteknologi-L1PI. Bogar. 25 Oktober: 11 hal.

20. Adnan, a. 1990a. Aspek-aspek sosial pada kejadian-kejadian "Pasang Merah" (Red Tide)" di Asia Tenggara. Paper diajukan untuk melengkapi studi bidang sosiet pada Fakultas PASCA SARJANA IImu Lingk. Univ. Indonesia. : 16 hal.

21. Adnan, a. 1990b. Kejadian Red Tide dan PSP, sebagai fenomena alam yang patut diperhatikan. Paper diajukan untuk melengkapi studi bidang Ekonomi Lingkungan pada fakultas PASCA- SARJANA ILMU L1NGKUNGAN, UNIVERSITAS INDONESIA: 15 hal.

26

22. Adnan, Q. 1990c. Telaahan hukum pada fenomena alam Red Tide & PSPyang terjadi di perairan Indonesia. Paperdiajukan untuk me/engkapi stud; bidang hukum pada fakultas PASCA-SARJANA ILMU L1NGKUNGAN, UNIVERSITAS INDONESIA. : 12 hal.

23. Adnan, Q. 1990d. Studi kondisi fitoplankton di perairan Pantai Kartini, Jepara -Jawa Tengah. 1983-1985. P3-0-UPI. Makalah dibacakan pada LUSTRUMVII FAKULTAS BIOLOGI UGM. 20-21 Sept. 1990. Yogyakarta.

24. Adnan, Q. 1990e. Keracunan makan kerang dan red tide, suatu fenomena alam di Indonesia. P30-LlPI. Makalah dibacakan pad a LUSTRUM ke VII FAKULTAS BIOLOGI UGM. 20-21 Sept. 1990. Yogyakarta.

25. Adnan, Q. 1990f. Monsonal differences in net phytoplankton in the Arafura Sea. Nether/ands Journal of Sea Research. : 25 (4): 523-526.

26. Adnan, Q. 1991a. Pemantauan dan evaluasi lingkungan. Makalah diajukan untuk melengkapi ujian mata kuliah PEMANTAUAN LlNGKUNGAN Fakultas Pasca-Sarjana Program Studi IImu LingkunganEkonomi Manuasia. Univ. Indonesia. Jakarta.: 7 hal. + 3 bagan allr + 1 tabel.

27. Adnan, Q. 1991 b. Fenomena alam Red Tide dan PSP di Indonesia.

Amerta 6 (2): 8-15.

28. Adnan, Q. 1991 c. Masalah Red Tide di Indonesia. Makalah dibacakan pada KONFERENSI ILMIAH NASJONAL KE V. Diselenggarakan oleh LIP!. Jakarta. 3-7 Sept. : 12 hal.

29. Adnan, Q. 1991d. PSP and Red Tide Status in Indonesia. ROCO. Paper was presented to the First International Conference on TOXIC MARINE PHYTOPLANKTON. 28 Oct. 1 Nov. Univ. Rhode Island, USA. : 6 pages.

30. Adnan, Q. 1991e. Red Tide due to Trichodesmium erythraeum Ehrenberg in the coasat of Lampung, South Sumatra, West Indonesia. May to September 1991. This paper is presented to the Scientific Contribution to the Effective management of the Marine Environment in the Western Pacific 2-6 December 1991. Penang, Malaysia: 9 pp.

31. Adnan, Q. 1991f. Fenomena Red Tide dan keracunan makan hasil laut perlu menjadi perhatian serius. Artikel. Warla Oseeenotoqi: 4 ( 2).

27

32. Adnan, Q. 1992a. Komposisi dan sebaran fitoplankton di perairan Selat SundaProc. Seminar Ekologi laut dan Pesisir I. 27-29 Nov. 1989 atas kerja sama Puslitbang Oseanologi-LiPI dengan Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI): 360-365.

33. Adnan, Q. 1992b. Algal bloom in Jakarta Bay. RDCO-LiPI. SCIENCE OF THE ENVIRMENT, 00 (1991) 00 (E). Elsevier Science Publishers B. V. Amsterdam: 110 pp.

34. Adnan, Q. 1992c. Major Trichodesmium bloom along Lampung East Coast - South Sumatra Island and Pari Island north of Jakarta Bay, Indonesia. Indonesian Institute of Science.

35. Adnan, Q. 1993a. Alga beracun di Indonesia. Artike/. Makalah disajikan pada harian KOMPAS, Jum'at 29 Januari.

36. Adnan, Q. 1993b. Populasi fitoplankton, Mikro-Alga di perairan Teluk Awur dan Pantai Kartini, Jepara- Jawa Tengah 1985-1 S!86. Makalah dibacakan pada Seminar MIKRO-ALGA 10-12 Februari 1993. Bogor.

37. Adnan, Q. 1993c. Red Tide di Te!uk Jakarta. Makalah dibacakan pada Seminar MIKRO-ALGA 10-12 Februari 1993. Bogar.

38. Adnan, Q. 1993d. Red Tide hadir di pantai utara Jakarta. Artikel.Makalah disajikan pada harlan REPUBLIKA. Rabu 14 April 1993.

39. Adnan, Q. 1994. Tiga tahun kejadian-kejadian Red Tide di Teluk Jakarta.

Proc. SEMINAR PEMANTAUAN PENCEMARAN LAUT. P30-LlPI. Jakarta.

40. Praseno, D. P. dan Q. Adnan. 1994. Studi tentang Red Tide di Perairan !ndone sia. Proc. HasH-hasH Pene/itian Oseanologi Tahun 1992-1993. Proyek Penel. danPengembangan Sumberdaya Laut. P30-LJPI, Jakarta. : 138-146.

41. Adnan, Q. 1995a. Pemantauan blooming fitoplankton dalam kaitan dengan kondisi perairan (Kasus Teluk Jakarta dan Selat Sunda). Proc. WORKSHOP MIT/GASI BENCANA SELAT SUNDA. BPP Teknologi bekerja sarna dengan HANNS SEIDEL FOUNDATION. Jakarta. 11-12 Apr. : 246-257.

42. Adnan, Q. 1995b. Pemantauan komunitas fitoplankton di muara Kali Mas, Surabaya. 1994. Makalah dibacakan pada SEMINAR ILMJAH DAN KONGGRES NAS/ONAL B/OLOG/ XI. di FIPIA UI Depok. 24-27 Juli : 12 hal.

28

43. Adnan, Q. 1995c. Kondisi fitoplankton dalam kaitan dengan pencemaran muara Kali Porong, Surabaya. Proc.SEMINAR ILMIAH NASIONAL dan LUSTRUM VIII fakullas Biologi UGM, Yogyakarta. September: 407-414.

44. Adnan, a. 1995d. Kondisi fitoplankton dalam kaitan dengan pencemaran estuarin Teluk Jakarta. Makalah dibacakan pada SEMINAR KELAUTAN 1995. BPPT. Jakarta. : 12 hal.

45. Adnan, Q. 1995e. veriest spasiaf dan temporal struktur komunitas fitoplankton di Estuarin Teluk Jakarta. Tesis. Program Pasca Sarjana Studi 11m Lingk., Univ.lndonesia. Juli, Jak. :165 hal.+ 18 tabel+ 25 gamb.+ 2 bag.+27 lamp.

46. Adnan, Q. 1996a. Wilayah Konservasi Laut dan Taman laut NasionaJ.

Makalah dibawakan pada Training Managemen Integrasi Perairan Pantai. Pusat Studi Lingkungan Univ. Indonesia. Juli-Agustus. Jakarta: 20 hal.

47. Adnan, Q. 1996 b Ecological condition of phytoplankton in the Muara Angke Estuary,.North of Jakarta. Proc. National Seminar of Coastal Areas. Management and Dynamica Aspects of Bia-Physica Lab. of development of Coastal areas.Univ. Diponegoro, Central Java, Indonesia. : 358-370.

48. Adnan, Q. 1997. Kondisi ekologi fitoplankton di perairan estuarin Muara Angke-Jakarta Utara. Proc. Seminar Nasional Perairan Pantai. Aspek Management dan Geofisika. UNDIP Okt.. Jepara-Jawa Tengah. : 13 hal.

49. MATSUOKA, K; Y. FUKUYO; D. P. PRASENO; & Q. Adnan. 1997.Pyrodinium bahamense cyst of Jakarta Bay and of Ujung Pandang, Indonesia. Paper diajukan pada pertemuan Red Tide di Vigo, Spanyol. 1997: 1 hal.

50. Adnan, Q. 1998a. Kelimpahan fitoplankton di estuarin Muara AngkeTeluk Jakarta 1995. Proc. Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan Kawasan Akuaku/tur secara terpadu. Kerjasama BPPT, OCEANOR, dan DITJEN PERIKANAN DEPPERTANIAN Jakarta.23 Februari : 254-265.

~, c'

51. Adnan, Q. 1995b. Pengamatan populasi fitoplankton di estuarinMuara Kali Mas, -Surabaya 1994. Maka/ah dibacakan pada Seminar Nasional kimia Ana/itik 25 April 1995. UGM.Yogyakarta :12 hal.

52. Adnan, Q. 1998 c. Aplikasi fitoplankton untuk bioteknologi (Kasus Teluk Jakarta, Teluk Banten, dan Perairan Surabaya). Makalah dibacakan pada Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia. 14-16 Okt. P30-LlPI. Jakarta : 9 hal.

29

53. Adnan, Q; Sutomo; dan Y. S. Garno 1998c. Pengamatan pendahuluan populasi fitoplankton dan zooplankton di perairan Teluk Banten. November 1995. Proc. Seminar Nasional Pengelo/aan Kawasan Akualkultur secara terpadu. Kerjasama BPPT, OCEANOR, dan Ditjen Perikanan DepPerikanan Dep. Perianian. : 30-45.

54. Matsuoka, K; Y. Fukuyo; Praseno, D. P; Q. Adnan; dan M. Kodama. 1999.

Dinoflagellate cysts in surface sediment of Jakarta Bay, off Ujung Pan dang and Larantuka of Flores Island ,Indonesia with special reference of Pyrodinium bahamense Reprinted from Bulletin of The Faculty of Fisheries, Nagasaki Univ. No 8 Maret.:

55. Adnan, Q. 1999a. Kelimpahan fitoplankton dinoflagellata di perairan bagian barat Sumatra Selatan. Pro siding Seminar Kelautan Regional Sumatra II. Fak Perikanan Univ. Bung Hatta, Padang. 6-7 Agustus, Padang : 126-136.

56. Adnan, Q.1999b. Kondisi populasi fitoplankton di perairan gugus P. Pari, Teluk Jakarta Juli 1999. Makalah dibacakan pad a Seminar Nasional Biologi Menuju Milenium III. Fak. Bio/ogi UGM. 20 Nop. Yogyakarta : 10 hal.

57. Adnan, Q. 1999c. The abundance of Trichodesmium thiebautii, Cyanobacteria in the Memberamo Estuary, Irian Jaya. Proc. of ICOSTI, Indonesia Inter. Cant. on Oceansce Science, Technology, and Industry. Theme: Sustainable Marine Resource Exploration Within The Indonesian Maritime Continent: challenges & Opportunities. BPPT. 2-3 Dec. Jakarta : 273-281.

58. Adnan, Q. 1999 d. Phytoplankton condition at Mamberamo Estuary, Irian Jaya. Proc. ICOST! (International Conference On Ocean Science Technology and Industry). Theme: Sustainable Marine Resources Exploration Within The Indonesian Maritime Continent: Challenges and Opportunities. BPPT, Jakarta, December 2-3, 1999 : 273-281.

59. Adnan dan Sutomo. 1999. Kondisi ekologik fitoplankton di wilayah perairan bag ian barat Sumatra Selatan. Prosiding Seminar Kelautan Regional Sumatra II. Fak. Perikanan, Univ. Bung Hatta, 6-7 Agustus. Padang : 117-125.

60. Adnan, Q. 1999a. Kondisi populasi fitoplankton di perairan gugus P. Pari Teluk Jakarta Juli 1999. Makalah dibacakan pada Seminar Nasional Biologi Menuju Mileniurn III. Fak .8iologi UGM .20 Nap. Yogyakarta :10 hal.

30

61. Adnan, Q. 1999b. The abundance of Trichodesmium thiebautii, Cyanobacteria in the Mamberamo Estuary, Irian Jaya. Proc. of ICOSTI, Indonesi International Conf. on Oeeansce Science, Techn., and Industry. Theme: Sustainable Marine Resources Exploration Within The Indon. Maritime Continent: chaUenges and Opportunities. BPPT. 2-3 Dec. Jakarta: 273-281.

62. lJahude, A. G. ; M. Muchtar; D. P., Praseno; Hadikusumah; N. Ruyitno; M. Simanjuntak; A.S. Sutomo; and Q. Adnan. 2000. Hidrology of The Mamberamo Plume, Irian Jaya. Proe. of the Indo-Tropics Workshop. Jakarta, 6-7 December 1999 RDCO-LiPI. :1-16.

63. Adnan, Q. 2000a. Fitoplankton menunjang eksplorasi, eksploitasi dan pelestarian SD laut.Seminar Nasional Kelautan 2000. Kerjasama Fak. MIPA UI, P30-LlPI, dan BPPT. 29-30 Maret, Jakarta.

64. Adnan, Q. 2000b. Trichodesmium erythraeum Red Tide at Pari Island, Kepulauan Seribu.Proe. International Symposium on Marine Biotechnology 29-31 May 2000. (ISBN: 979-9336-09-0). Jakarta, Indonesia. Held by Center for Coastal and Marine Resources Studies, Fac.of Fisheries and Marine, IPB; Science Marine Center Building 4th Floor, Darmaga, Bogar, Indonesia. : 126-133.

65. Adnan, Q. 2000c. The Phytoplankton assemblage at Memberamo Estuary, Irian Jaya 1999. Proc. of The JSPS- DGHE Intern. Symp. on Fish. Science in Tropical Area. Sustainable Fisheries in Asia in the New Millenium. Faculty of Fisheries and Marine Science - IPB. August 21-25, 2000. Vol. 10 ISBN: 4-925135-10-4. Bogor, Indonesia. : 299-305.

66. Sunarto, K. dan Q. Adnan. 2000. Kajian sebaran fltoplankton di wilayah terumbu karang Kepulauan Seribu bag ian fengah dan utara. Makalah dibacakan pada Sem. Hasil-hasil penelitian di Bakosurtanal , Cibinong.: 5 hal.

67. Sutomo, A. B.; Hadikusumah; Q. Adnan; dan M. Simanjuntak. 2001.Artikel : Kandungan plankton dan kondisi ekologis perairan Kalimantan Timur. J. PUSAT STUDI LlNGKUNGAN PERGURUAN TlNGGI SELURUH INDONESIA UI. Lingkungan dan Pembangunan. : 21 (2).

68. Adnan,Q. 2002. Hidro-Oseanografi. Makalah sebagai bahan kuliah disampaikan Pada Kursus Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). PPLH-LPUJ, Univ. Jambi. : 7 hal.

31

69. Adnan, Q. 2002. Red Tide (Trichodesmium thiebautii) di perairan Sulawesi Utara. Prosiding SEMINAR NAS/ONAL PER/KANAN INDONESIA 2002. Sekolah TInggi Perikanan Jakarta. Jln. AUP Ps. Minggu, Jakarta Selatan. Jakarta. 27-28 Agust. 2002 : 54-60.

70. Adnan, Q dan T. Sidabutar. 2002. Kejadian-kejadian Red Tide di Indonesia dan masalahnya. Makalah disampaikan dalam bentuk POSTER pada S/MPOS/UM Interaksi daratan -/autan. Dalarn Rangka HUT UPI ke 35 .. 25-26 Sept. 2002. : 10 hal.

32

Anda mungkin juga menyukai