Anda di halaman 1dari 9

BAB XII REKAYASA BAHASA

Latar belakang munculnya konsep rekayasa bahasa bertolak dari tujuan untuk menyelesaikan masalah kebhasaan yang dihadapi oleh suatu masyarakat atay bahasa yang menggunakan lebih dari satu bahasa sebagai alat komunikasinya. Masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat multilingual adalah bagaimana dapat memperoleh satu alat yang mampu mengkomunikasikan kelompok yang satu alat dengan kelompok yang lain. A. Konsep Rekayasa Bahasa Terdapat dua istilah yang sering digunakan untuk mengungkapkan maksud yang sama, yakni rekayasa bahasa dan perencanaan bahasa.Menurut Takdir Alisyahbana (dalam Moeliono, 1985:11) rekayasa bahasa maknanya lebih luas daripada makna perencanaan bahasa. Rekayasa bahasa yang penting menurut Alisyahbana ialah pembakuan bahasa, pemodernan dan penyediaanperlengkapan seperti buku pelajaran dan buku bacaan. Sedangkan bagi Miller rekayasa bahasa adalah usaha untuk menciptakan bahasa Internasioanal untuk komunikasi penerbangan, pengubahan tata ejaan, pengembangan kosakata khusus, pembakuan, dan penerjemahan. Kemudian menurut Springer, rekayasa bahasa adalah usaha pengaksaraan dan pembakuan bahasa yang belum baku sepenuhnya. Istilah perencanaan bahasa, menurut Haugen (1972:209), dipergunakan pertama kali oleh Uriel Wenrich sebagai judul sebuah seminar yang diselengarakan di Universitas Columbia pada tahun 1975. Menurut Haugen (1972:133) perencanaan bahasa adalah usaha untuk membimbing perkembangan bahasa ke arah yang diinginkan oleh para perencana. Perencanaan itu tidak semata-mata meramalkan masa depan berdasarkan apa yang diketahui pada masa lampau, tetapi perencanaan tersebut merupakan usaha yang terarah untuk mempengaruhi masa depan itu. Ada tiga hal yang perlu dicakup dalam usaha perencanaan bahasa yakni pembuatan tata ejaan yang bersifat normatif, penyusunan tata bahasa dan kamus yang akan jadi pedoman bagi penutur dan penulis di dalam masyarakat tutur yang tidaj homogen (multilingual). Neustupny yang dikutip Moeliono (1985:6) dalam Basic Typeof Treatment of Language Problems yang dimuat dalam Linguistic Comunications 1:77100,tahun 1970, berpendapat dalam rekayasa bahasa perlu adanya: (1) pendekatan garis haluan atau policy approach untuk menangani masalah pemilihan bahasa kebangsaan, pembakuan bahasa, keberaksaraan, tata ejaan, dan pelapisan bahasa yang beragam, (2) pendekatan pembinaan untuk mengatasi masalah ketepatan keefisien dalam pemakaian bahasa, soal langganan bahasa dan kendala dalam komunikasi. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapatlah kita rangkum pengertian dan maksud rekayasa bahasa itu sebagai berikut. Rekayasa bahasa adalah usaha

untuk membimbing dan mempengaruhi perkembangan bahasa agar sesuai dengan yang dikehendaki oleh para perekayasa. Adapaun kegiatan rekayasa bahasa itu antara lain penentuan bahasa kebangsaan atau bahasa nasional, merumuskan kedudukan dan fungsi bahasa, pembakuan bahasa secara menyeluruh, dan penyususnan kamus. B. Segi-segi Rekayasa Bahasa 1. Prosedur Rekayasa Bahasa Haugen (1972:287-293) dalam salah satu tulisannya yang berjudul Language Planning, theory dan Practice menyarankan agar rekayasa bahasa (istilah Haugen:perencanaan bahasa) dimulai dengan pengetahuan situasi kebahasaan. Setelah itu disusun program kegiatan yang meliputi penetapan sasaran, penetapan kebijakan untuk mencapai sasaran itu dan sejumlah prosedur untuk mengimplementasikan kebijakan itu. Adapun prosedur untuk melaksanakan rekayasa bahasa tersebut di atas, dapat diperinci sebagai berikut : (1) Apabila sasaran utama menyangkut bentuk bahasa, tindakan yang mula-mula diambil adalah pemilihan noma dan penetapan norma yang dianggap baku dan tak baku yang akan diemplementasikan dalam kebijakan bahasa, kodikasi bahasa yang meliputi tata ejaan, tata bahasa dan leksikon. (2) Apabila sasarannya berhubungan dengan fungsi bahasa, yakni keanekaragaman pemakaian bahasa yang diperuntungkan bagi bahasa yang sedang direkayasa, maka dalam hal ini berkaitan dengan pembinaan. Untukitu tindakan yang diperlukan yakni menciptakan perluasan (elaboration) fungsinya sehingga bahasa itu dapat dipakai di segala bidang, tindakan yang berikutnya ialah penyebarluasan secara aktif norma yang diusulkan sehingga diterima oleh masyarakat luas. 2. Kriteria Rekayasa Bahasa Joan Rubin (dalam Fishmen, 1972:477) menyatakan, rekayasa bahasa memusatkan perhatiannya untuk memecahkan masalah kebahasaan melalui serangkaian keputusan alternatif tentang sasaran, cara dan akibat-akibat yang diharapkan bagi pemecahan masalah kebahasaan itu. Sementara itu Thomas Thorbun (dalam Fishmen 1972:511) mengemukakan, masalah didalam rekayasa bahasa seringkali berurusan dengan masalah pembaharuan bahasa lewat pengapdopsian unsur bahasa lain, pengubahan tata ejaan, tata lafal dalam sebuah bahasa. Oleh karena itu menurut Haugen (1972:162) rekayasa bahasa bersifat memberikan alternatif pilihan melalui penilaian terhadap bentuk bentuk bahasa yang tersedia. Menurut Haugen, bentuk bahasa yang sebaiknya dipilih seyogyanya memenuhi kriteria (1) Efisien menunjukkan bentuk bahasa mudah dipelajari dan mudah digunakan.Sebuah sistem bahasa bisa sangat sederhana, tetapi sangat sulit untuk dipelajari. Contohnya bahasa

Cina. (2) Adekuat menunjuk bentuk bahasa itu memiliki sifat rasional maupun intelektual. Hal ini sesuai dengan tuntutan kebutuhan ilmu modern yang memerlukan tingkat presisi dalam pengungkapkannya. (3) Akseptabel menunjuk apakah suatu bentuk bahasa itu dapat digunakan secara umum, dianggapbaik dan benar berdasarkan norma bahasa itu. Ketiga kriteria itulah yang menurut Haugen perlu dipertimbangkan agar rekayasa bahasa bisa berhasil seperti yang diharapkan oleh para perencana rekayasa bahasa.

3. Proses Rekayasa Bahasa 1) Tahap Perencanaan 1. Perencanaan Rekayasa Bahasa Pihak perencana rekayasa bahasa bertindak sebagai pengambil keputusan (decision-maker) kebijakan dala memecahkna masalah kebahasaan (Haugen, 1972:168). Pihak perencana bahasa ini dapat berupa bahan pemerintah yang resmi yang secara khusus ditugasi memajukan dan mengembangkan bahasa serta pemakaiannya, atau dapat juga pihak di luar pemerintah yang baik berkelompok maupun secara perorangan berperan dalam perencanaan pengembangan dan pembinaan bahasa. Di Indonesia lembaga yang berperan dalam usaha pembinaan dan pengembangan bahasa sekarang ini ialah Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang diresmikan pada 1 April 1975. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa sebagai pelaksana kebijakan di bidang penelitian dan pengembangan bahasa bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi dibidang administrasi bertanggung jawab kepada direktur Jenderal Kebudayaan. Sebenarnya usaha rekayasa bahasa di Indonesia sudah dimulai sejak zaman Belanda. Adapaun tugas dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dapat dirumuskan sebagai berikut:( (1) penelitian dibidang bahasa dan sastra Indonesia dan daerah Nusantara, termasuk perkamusan dan pengembangan bahasa dan susastra, (2) peneliti dibidang pengajaran bahasa dan susastra mengenai bahasa Indonesia dan (3) penelaah hasil kegiatan pembinaan dan pengembangan bahasa dan susastra(Moeliono, 1985:18). Selain itu masih ada beberapa kelompok atau golongan yang dapat dipandang ikut serta dalam menangani pembinaan dan pengembangan bahasa yakni (1) Angkatan bersenjata, (2) Badan peradilan, (3)

Organisasi keagamaan, (4) Para penerbit, (5) Organisasi profesi (Moeliono, 1935:19). 2. Sasaran Rekayasa Bahasa Sasaran rekayasa bahasa dapat dibagi menjadi dua arah, yakni sasaran kebahasaan dan kemasyarakatan. Yang dimaksud dengan sasaran kebahasaan ialah pengembangan kode bahasa dibidang arah pengaksaraan, tata ejaan, tata istilah, tata bahasa, perkamusan, elaborasi fungsi pemakaian bahasa dan sebagainya. Sedangkan arah kemasyarkatan adalah masyarakat yang diharapkan menerima rancangan rekayasa bahasa tersebut. Sudah barang tentu untuk melaksankan rekayasa dengan sasaran yang sedemikian luas, membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu Haugen (1972:172) menyarankan adanya prioritas dan pembatasan sasaran yang hendak dicapai. 3. Faktor-faktor yang berpengaruh Ada sejumlah faktor yang ikut mempengaruhi usaha rekayasa bahasa, yakni faktor politik, kemasyarkatan, ekonomi, pendidikan dan strategi penerapannya. Rekayasa bahasa akan berhasil jika pemerintah atau lembaga politik lainnya (misalnya DPR) ikut mendukung secara penuh usaha rekayasa bahasa itu. Faktor tata nilai yang hidup di dalam masyarakat seperti kedisipilnan dan ketertiban juga dapat mempengaruhi usaha rekayasa bahasa dalam hal ini menyangkut perbedaan tingkat sosial dan permukiman penduduk yang menjadi sasaran rekayasa bahasa tersebut. Kemudian faktor pendidikan juga ikut berpengaruh terhadap keberhasilan usaha rekayasa bahasa tersebut.. Sebab ada penduduk yang belum mengenyam pendidikan sehingga tidak dapat membaca dan menulis. Selain itu terdapat faktor strategis penerapannya. Strategis dalam hal ini berkaitan dengan pemilihan sarana dan saluran yang hendak dimanfaatkan untuk penyebarluasaan dan penerapan hasil rekayasa bahasa. Dalam hal sarana misalnya, dapat menggunakan bahan tertiban, poster, kampanye bahasa, ceramah penyuluhan, penataran. Untuk saluran penyebarluasan dapat digunakan jalur sekolah, media massa (majalah, surat kabar, radio dan televisi). 2) Tahap Pelaksanaan 1. Pengembangan Kode Bahasa

Pengembangan kode bahasa meliputi kegiatan kodifikasi norma yang dinyatakan berlaku untuk tata ejaan, tata bahasa, kosakata dan norma berbagai ragam fungsional bahasa yang dielaborasikan sehingga bahasa itu dapat memenuhi syarat pemakaian untuk berbagai jenis ragam wacana. Hasil dari pengembangan kode bahasa dan elaborasi bahasa ini berupa pedoman tata ejaan, buku tata bahasa, pedoman pembentukan istilah, berbagai jenis kamus (kamus umum, kamus istilah, kamus sinonim) pedoman surat menyurat, pedoman langgam tulisan dan sebagainya (Moeliono, 1985:28). 2. Pembinaan Pemakaian Bahasa Kegiatan pembinaan pemakaian bahasa antara lain adalah penyebarluasan hasil kodifikasi norma bahasa dan elaborasi fungsi bahasa di kalangan masyarakat, kegiatan penyuluhan dan pembimbingan pemakaian bahasa yang baik dan benar, pengembangan kurikulumpengajaran bahasa, penyusunan buku bahasa (Moeliono, 1985:28). Sementara itu Hugen (1972:179) menyatakan, untuk keberhasilan usaha penyebarluasan hasil kodifikasi norma bahasa, sebaiknya para perencana tidak hanya mampu untuk melakukan kodifikasi saja, tetapimereka juga diharapkanmemberikan contoh melalui tulisantulisannya bagaimana seharusnya menggunakan bahasa dengan norma yang telah dikodifikasikan. 3) Tahap Penilaian Juan Rubin dalam tulisannya yang berjudul Evaluation and Language Planning (dalam Fishmen, 1972:476-510) menyatakan, rekayasa bahasa merupakan suatu kegiatan yang prosesnya berlangsung secara berkesinambungan, sebab bahasa yang dijadikan obyeknya juga selalu berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan dan kemajuan masyarakat pemakainya. Oleh karena itu program rekayasa bahasa pun juga senantiasa berubah, baik dalam hal penetuan sasaranya maupun alternatif strategi implementasinya. Sehubungan dengan persoalan itu, maka Rubin menyarankan agar penilaian terhadap program rekayasa bahasa juga dilihat sebagai proses yang berkesinambungan. Selanjutnya dalam usaha penilaian terhadap program rekayasa bahasa, Rubin mengajukan pendapat teknik penilaiannya dapat dilakukan beberapa tahap sebagai berikut. Pada tahap pengumpulan data, seorang penilai dapat membantu pihak perencana mengidentifikasi

masalah yang dihadapinya. Pada tahap perencanaan, seorang penilai dapat membantu dalam penyusunan atau perumusan sasaran, srtategidan hasil yang harus dicapai. Pada tahapimplementasi, data pemonitoran dikumpulkan untuk membandingkan hasil akhir yang nyata dengan hasil akhir yang diramalkan sebelumnya. Pada tahap ini pengolah data balikan, seorang penilai dapat membantu perencana rekayasa bahasa dalam perumusan tolak ukur untuk menilai berhasil tidaknya usaha itu. Rubin dengan mengutip pendapat Guba dan Stufflebeam, menyatakan pula, penilaian seharusnya berdasarkan kriteria ilmiah dengan ciri-ciri memlili validitas internal dan eksternal, reliabel dan objektif. Namun, kriteria ilmiah demikian itu juga harus memiliki kegunaan praktis. Ada tujuh kriteria penilaian yang baik yakni sebuah penilaian harus relevan dengan keputusan-keputusan yang telah dibuat oleh pihak perencana, harus memiliki arti bagi keputusan-keputusan yang telah dibuat oleh pihak perencana, penilaian itu secara relatif harus menjangkau keseluruhan keputusan-keputusan yang telah dibuat oleh pihak perencana, hasil penilaian harus dipercaya oleh pihak perencana, penilaian harus dilakukan dengan waktu yang tepat, hasil penilaian harus diperhitungkan bisa terserap oleh pihak perencana dan penilaian harus efisiendalam mengumpulkan informasi.

C. Program Rekayasa Bahasa Indonesia 1. Perencanaan Pada masa sekarang ini yang bertindak sebagai perencana rekayasa bahasa di Indonesia secara formal atau resmi adalah Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang diresmikan pada 1 April 1975. Lembaga resmi itu dibawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sekalipun secara formal kebijakan bahasa diatur oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, sesungguhnya perencanaan rekayasa bahasa menjadi tanggung jawab empat komponen yakni para ahli bahasa, pemerinyah, guru bahasa dan masyarakat penutur bahasa yang bersangkutan 2. Sasaran Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasioanl, (3) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai masyarakat yeng berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia dan (4) alat perhubungan antar daerah dan antar budaya.

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat nasioanl untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan dan (4) alat pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu penegtahuan serta teknologi modern (Halim, 1980:28). Dapat disebutkan, sasaran rekayasa bahasa di Indonesia antara laian ialah pengembangan kode bahasa yang mencakup bidang tata ejaan, tata istilah, tata bahasa, perkamusan dan perumusan maupun elaborasi fungsi pemakaian bahasa. 3. Pelaksanaan Dalam hubungannya dengan pembicaraan pelaksanaan rekayasa bahasa di Indonesia, berikut ini akan dikemukakan kode bahasa(ragam tulis) yang dituangkan dalam bentuk kebijakan bahasa yang mencakup bidang tata ejaan yakni Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD), tata bahasa yakni Tata Bahasa Baku Indonesia, tata istilah yakni Pedoman Umum Pembentukan Istilah dan Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk pembakuan kosakata. Denagan adanya pembakuan di bidang tata ejaan, tata bahasa, tata istilah dan kamus bahasa Indonesia yang baku, maka diharapkan pemakaian bahasa Indonesia di kalangan masyarakat semakin mantab, seragam dan dapat dipergunakan secara baik dan benar. Istilah penggunaan bahasa yang baik dan benar dalam hal inio dapat diartikan sebagai pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Dengan adanya pembakuan bahasa tersebut sebagai produk rekayasa bahasa, diharapkan dapat dipakai sebagai bahan acuan, pedoman untuk memecahkan masalah kebahasaan yang senantiasa akan muncul pada masa-masa mendatang. Demikianlah gambaran serba singkat mengenai program rekayasa bahasa Indonesia.

REKAYASA BAHASA
Disusun untuk memenuhi nilai matakuliah Sosiolinguistik Dosen: Prof. Abdul.Syukur Ibrahim

Disusun oleh: Rini Oktaviana M 108211410546 Moch. Toriq Riduwan 308212410816

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA JURUSAN SASTRA INDONESIA PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DESEMBER, 2010

Anda mungkin juga menyukai