GAGAL GINJAL
Oleh
Deny Rahmat Pamungkas (1102009072)
Yuke Putri (1102010300)
Pembimbing
Dr. Henny K Koesna, Sp.PD
Dr. Seno M Kamil, Sp.PD
Dr. Dinny G. Prihadi, Sp.PD, M.kes
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL .
DAFTAR ISI ..
ii
BAB I. PENDAHULUAN .
II.4.2 Klasifikasi..36
II.4.3 Etiologi...37
II.4.4 Gejala Klinis..40
II.4.5 Diagnosis42
II.4.6 Penatalaksanaan 49
II.4.7 Komplikasi 56
II.4.8 Prognosis 56.
III. DAFTAR PUSTAKA 57
BAB I
PENDAHULUAN
mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner,
gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Gagal ginjal adalah keadaan dimana kedua ginjal tidak bisa menjalankan
fungsinya. Gagal ginjal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : Gagal Ginjal Kronik
(GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang
bersifat menahun, berlangsung progresif yang akhirnya akan mencapai gagal ginjal
terminal. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik
atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa
oliguria
sehingga
mengakibatkan
hilangnya
kemampuan
ginjal
untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Anatomi Ginjal 1
temporer, adalah sebuah kantung berongga yang dapat diregangkan dan volumenya
disesuaikan dengan mengubah ubah status kontraktil otot polos di dindingnya.
Secara berkala, urin dikosongkan dari kandung kemih keluar tubuh melalui sebuah
saluran, uretra. Bagian bagian sistem kemih diluar ginjal memiliki fungsi hanya
sebagai saluran untuk memindahkan urin keluar tubuh. Setelah terbentuk di ginjal,
komposisi dan volume urin tidak berubah pada saat urin mengalir ke hilir melintasi
sisi sistem kemih.
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran
mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh
jaringan ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus : daerah
sebelah luar yang tampak granuler ( korteks ginjal) dan daerah bagian dalam yang
berupa segitiga segitiga bergaris garis, piramida ginjal, yang secara kolektif
disebut medula ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen
tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.
Komponen vaskuler dari nefron diantara lain :
Arteriol aferen
merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi bagi menjadi
pembuluh pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan darah ke kapiler
glomerulus
Glomerulus
suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut
dari darah yang melewatinya
Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus
meninggalkan glomerulus dan merupakan satu satunya arteriol di dalam
tubuh yang mendapat darah dari kapiler
Kapiler peritubulus
Merupakan arteriol eferen yang terbagi bagi menjadi serangkaian kapiler yang
kemudian membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus untuk memperdarahi
jaringan ginjal dan berperan dalam pertukaran cairan di lumen tubulus. Kapiler
kapiler peritubulus menyatu membentuk venula yang akhirnya mengalir ke
vena renalis, temoat darah meninggalkan ginjal
Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berrongga berisis cairan
yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel, di antara lain:
Kapsula Bowman
Suatu invaginasi berdinding rapat yang melingkupi glomerulus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus
Tubulus proksimal
Seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berliku liku) atau
berbelit si sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal menerima cairan yang
difiltrasi dari kapsula bowman
Lengkung henle
Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam medula. Pars
desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke dalam medula, pars
assendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks. Pars assendens kembali
ke daerah glomerulus dari nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati
garpu yang dibentuk oleh arteriol aferen dan arteriol eferen. Dititk ini sel sel
tubulus dan sel sel vaskuler mengalami spesialisasi membentuk aparatus
jukstaglomerulus yang merupakan suatu struktur yang berperan penting dalam
mengatur fungsi ginjal.
Tubulus distal
Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari lengkung
henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus pengumpul
Duktus atau tubulus pengumpul
9
Suatu duktus pengumpul yang menerima cairan dari beberapa nefron yang
berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medula untuk
mengosongkan cairan yang kini telah berubah menjadi urin ke dalam pelvis
ginjal
Terdapat 2 jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron jukstamedula yang
dibedakan berdasarkan lokasi dan panjang sebagian strukturnya. Nefron korteks
merupakan jenis nefron yang paling banyak dijumpai dan lengkung tajam dari nefron
korteks hanya sedikit terbenam ke dalam medula. Sebaliknya, nefron jukstamedula
terletak di lapisan dalam korteks di dekat medula dan lengkungnya terbenam jauh ke
dalam medula. Selain itu, kapiler peritubulus nefron jukstamedula membentuk
lengkung vaskuler tajam yang dikenal sebagai vasa rekta, yang berjalan
berdampingan erat dengan lengkung henle. Susuna paralel dan karakteristik
permeabilitas dan transportasi lengkung henle dan vasa rekta berperan penting dalam
kemampuan ginjal menghasilkan urin dalam berbagai konsentrasi tergantung
kebutuhan tubuh.
10
Komponen vaskular
11
komponen tubulus
Arteriol eferen: mengangkut darah dari glomerulus
Kapiler peritubulus: memperdarahi jaringan ginjal;
berperan dalam
konsentrasi
Tubulus distal: sekresi dan reabsorpsi tidak terkontrol zat- zat tertentu
berlangsung disini
Tubulus pengumpul: reabsorpsi H2O dalam jumlah bervariasi
berlangsung disini; cairan yang meninggalkan tubulus pengumpul
12
seperti kaki. Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan, yang dikenal
sebagai celah filtrasi (filtration slit), membentuk jalan bagi cairan untuk
keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke lumen kapsula bownman
Gambar 5. Lapisan- lapisan membran Glomerulus1
Secara kolektif, ketiga lapisan ini berfungsi sebagai saringan molekul halus
yang menahan sel darah merah dan protein plasma, tetapi melewatkan H 2O dan zat
terlarut yang ukuran molekulnya cukup kecil.
Terdapat tiga gaya fisik yang terlibat dalam filtrasi glomerulus:
1. Tekanan darah kapiler glomerulus
Tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus.
Tekanan ini bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi arteriol aferen
13
dan eferen terhadap aliran darah. Tekanannya diperkirakan bernilai rata- rata
55 mmHg
2. Tekanan osmotik koloid plasma
Tekanan ini ditimbulkan oleh distribusi protein- protein plasma yang tidak
seimbang di kedua sisi membran glomerulus. Tekanan osmotik yang melawan
filtrasi ini rata- rata besarnya 30 mmHg
3. Tekanan hidrostatik kapsul bowman
Cairan di dalam kapsul bownman menimbulakn tekan hidrostatik besarnya
sekitar 15 mmHg
REABSORBSI TUBULUS
Secara umum, tubulus memiliki kapasitas reabsorbsi yang tinggi bagi bahanbahan yang diperlukan oleh tubuh, misalnya glukosa, asam amino, dan nutrien
lainnya serta Na+ dan elektrolit lainnya tetapi kurang atau tidak memiliki daya
reabsorbsi untuk bahan- bahan yang tidak bermanfaat
14
1.
Reabsorpsi Natrium
Reabsorbsi Natrium bersifat unik dan kompleks. 80% dari kebutuhan energi
total ginjal digunakan untuk transportasi Na+, yang menandai betapa pentingnya
proses ini. Reabsorbsi memiliki peran penting yang berbeda- beda di setiap segmen
tersebut, yaitu:
a. Reabsorpsi natrium di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorbsi
glukosa, asam amino, H2O, Cl-, dan urea
b. Reabsorpsi natrium di lengkung henle, bersama dengan reabsorbsi Cl -,
berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan
konsentrasi dan volume yang berbeda- beda, bergantung pada kebutuhan
tubuh untuk menyimpan atau membuang H2O
c. Reabsorpsi natrium di bagian distal nefron bersifat variabel dan berada di
bawah kontrol hormon, menjadi penting dalam mengatur volume CES.
Reabsorpsi tersebut juga sebagian berkaitan dengan sekresi K+ dan H+
Reabsorpsi sejumlah kecil Na+ dibagian distal tubulus berada di bawah kontrol
hormon. Sistem hormon terpenting dan paling dikenal adalah sistem reninangiotensin- aldosteron. Sel- sel granuler aparatus jukstaglomerulus mensekresi suatu
hormon, renin, ke dalam darah sebagai respons terhadap penurunan NACl/ volume
CES/
tekanan
darah.
Renin
bekerja
sebagai
enzim
untuk
mengaktifkan
15
2.
Reabsorpsi Air
Air secara pasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus. Dari H 2O
yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal dan ansa henle. Kemudian
sisa H2O sebanyak 20% akan direabsorpsi di tubulus distal dan duktus pengumpul
dengan kontrol vasopressin.
3.
Reabsorpsi Glukosa
Glukosa direabsorpsi secara transpor aktif di tubulus proksimal. Proses
Reabsorpsi Klorida
16
Ion klorida yang bermuatan negatif akan direabsorpsi secara pasif mengikuti
penurunan gradien reabsorpsi aktif dan natrium yang bermuatan positif. Jumlah
Klorida yang direabsorpsikan ditentukan oleh kecepatan reabsorpsi Na
5.
Reabsorpsi Kalium
Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi
secara difusi pasif di tubulus proksimal sebanyak 50%, 40% kalium akan dirabsorpsi
di ansa henle pars assendens tebal, dan sisanya direabsorpsi di duktus pengumpul
6.
Reabsorpsi Urea
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Ureum akan difiltrasi
Sekresi H+
Sekresi ini penting untuk mengatur keseimbangan asam basa tubuh. Tingkat
Sekresi K+,
17
Sekresi ini menjaga konsentrasi K+ plasma pada tingkat yang sesuai untuk
mempertahankan eksitabilitas normal membran sel otot dan saraf. Sekresi hormon ion
kalium di tubulus distal dan pengumpul digabungkan dengan reabsorpsi Na + melalui
pompa NA+-K+ basolateral yang bergantung energi. Pompa ini tidak saja
memindahkan Na+ ke luar ruangan lateral, tetapi juga memindahkan K+ ke dalam sel
tubulus.
Beberapa faktor mampu mengubah kecepatan sekresi K+, yang paling penting
adalah hormon aldosteron, yang merangsang sekresi K+ oleh sel- sel tubulus dibagian
akhir nefron secara simultan untuk mengingkatkan reabsorpsi Na+ oleh sel- sel
tersebut.
Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara langsung merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal, sedangkan penurunan konsentrasi Na+ plasma
merangsang sekresi aldosteron melalui jalur kompleks renin- angiotensin- aldosteron.
Ion kalium sebagai ion yang paling banyak di cairan intrasel memegang peran
kunci dalam aktivitas listrik membran jaringan- jaringan exitable. Peningkatan
konsentrasi ion kalium di CES menyebabkan penurunan potensial istirahat dan diikuti
dengan peningkatan eksitabilitas, terutama otot jantung. Eksitabilitas jantung yang
berlebihan dapat menyebabkan peningkatan kecepatan denyut jantung atau bahkan
aritmia jantung fatal. Sebaliknya, penurunan konsentrasi ion kalium CES
menyebabkan hiperpolarisasi membran sel saraf dan sel otot, sehingga eksitabilitas
sel- sel tersebut berkurang. Manifestasi deplesi K+ di CES adalah kelemahan otot
saraf, diare dan distensi abdomen akibat disfungsi otot polos dan kelainan irama
jangtung serta hantaran impuls
3.
Sekresi ion- ion organik
Sekresi ini melaksanakan eliminasi senyawa organik asing dari tubuh. Sistem ini
memiliki beberapa fungsi penting.
18
tersebut. Yang termaksuk dalam ion- ion organik tersebut adalah zat- zat
2.2.1
normal hanya 1 ml/menit yang tertinggal di tubulus dan di ekskresikan sebagai urin.
Hanya zat- zat sisa dan kelebihan elektrolit yang tidak diperlukan oleh tubuh
dibiarkan berada di dalam tubulus. Karena bahan yang diekskresikan itu disingkirkan
atau dibersihkan dari plasma, istilah klirens plasma mengacu pada volume plasma
yang dibersihkan dari zat tertentu setiap menitnya oleh ginjal.
Ginjal mampu mengekskresikan urin dengan volume dan konsentrasi yang
berbeda- beda baik untuk menahan atau mengeluarkan H2O, masing- masing
bergantung pada apakah tubuh mengalami defisit atau kelebihan H2O. Ginjal mampu
menghasilkan urin dengan rentang dari 0,3 ml/menit pada 1.200 mosm/l sampai
25ml/menit pada 100mosm/l dengan mereabsorpsi H2O dalam jumlah bervariasi dari
bagian distal nefron. Variasi reabsorpsi ini dimungkinkan dengan adanya garien
osmotik vertikal yang berkisar dari 300 sampai 1200 mosm/l di cairan interstitium
medula yang dibentuk oleh sistem counter current lengkung henle dan daur ulang
urea antara tubulus pengumpul dan lengkung henle. Gradien osmotik vertikal tempat
cairan tubulus hipotonik (100 mosm/l) terpajan sewaktu cairan mengalir melalui
19
bagian distal nefron ini menciptakan gaya pendorong pasif untuk reabsorpsi progesif
H2O dari cairan tubulus tetapi tingkat reabsorpsi H 2O yang sebenarnya bergantung
pada jumlah vasopresin (hormon antidiuretik) yang diekskresikan. Vasopresin
meningkatkan permeabilitas tubulus distal dan pengumpul terhadap H2O, keduanya
impermiabel terhadap H2O jika tidak terdapat vasopresin. Sekresi vasopresin
meningkat sebagai respon terhadap defisit H 2O, dan hal ini menyebabkan
peningkatan reabsorpsi H2O. Sekresi vasopresin dihambat jika terdapat kelebihan
H2O sehingga reabsorpsi H2O menurun. Dengan cara ini, penyesuaian dalam
reabsorpsi H2O yang dikontrol oleh vasopresin membantu mengkoreksi setiap
ketidakseimbangan cairan
Setelah terbentuk, urin didorong oleh kontraksi peristaltik melalui ureter dari
ginjal ke kandung kemih untuk disimpan sementara. Kandung kemih dapat
menampung 250- 400 ml urin sebelum reseptor regang di dindingnya memulai
refleks berkemih. Refleks ini menyebabkan pengosongan kandung kemih secara
involunter dengan secara bersamaan menyebabakan kontraksi kandung kemih yang
disertai oleh pembukaan sfingter uretra internal dan eksternal. Berkemih dapat untuk
beberapa saat dan dengan sengaja dicegah sampai waktu yang lebih tepat dengan
pengencangan secara sengaja sfingter eksternal dan diafragma pelvis sekitar.
20
elektrolit dan asam basa. Komplikasi gagal ginjal akut menyebabkan 5% pasien
masuk RS dan 30% masuk di ICU. Terjadi oliguri (pengeluaran urin < 400mL/d)
namun jarang terjadi sebagai manifestasi klinis. Gagal ginjal akut sering asimtomatik
dan sering didapat dengan tanda peningkatan konsentrasi ureum dan kreatinin.
Diagnosis dan penatalaksanaan gagal ginjal terbagi 3 yaitu 1. Gangguan pada
prerenal tanpa gangguan renal (55%);2. Penyakit yang mengakibatkan gangguan pada
parenkim renal.(40%) dan;3. Penyakit dengan obstruksi saluran kemih(5%).
Kebanyakan gagal ginjal reversible karena dapat kembali kefungsi normal setelah
penyakit mendasar diterapi2,3.
Gagal ginjal akut berat yang memerlukan dialysis, mempunyai mortalitas
tinggi melebihi 50%. Nilai ini akan meningkat apabila disertai kegagalan multi organ.
Walaupun terdapat perbaikan yang nyata pada terapi penunjang, angka mortalitas
belum berkurang karena usia pasien dan pasien dengan penyakit kronik lainnya 4,5,6.
Diagnosis GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila terjadi
peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien dengan kadar
kreatinin awal <2,5 mg% atau meningkat >20% bila kreatinin awal >2,5 mg%. The
Acutr
Dialysis
Quality
Initiations
Group
membuat
RIFLE
system
yang
21
(uropati obstruksi akut). Penyebab pre-renal adalah hipoperfusi ginjal, ini disebabkan
oleh2,5,6:
1. Hipovolemia, penyebab hipovolemi misalnya pada perdarahan, luka bakar,
diare, asupan kurang, pemakaian diuretic yang berlebihan. Kurang lebih
sekitar 3% neonatus masuk di ICU akibat gagal ginjal prerenal.
2. Penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark miokardium,
tamponade jantung, dan emboli paru.
3. Vasodilatasi perifer terjadi pada syok septic, anafilaksis dan cedera, dan
pemberian obat antihipertensi.
4. Gangguan pada pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses pembedahan,
penggunaan obat anestesi, obat penghambat prostaglandin, sindrom hepatorenal, obstruksi pembuluh darah ginjal, disebabkan karena adanya stenosis
arteri ginjal,embolisme, trombosis, dan vaskulitis.
5. Pada wanita hamil disebabkan oleh sindrom HELLP, perlengketan plasenta
dan perdarahan psotpartum yang biasanya terjadi pada trimester 3.
Penyebab gagal ginjal pada renal (gagal ginjal intrinsik) dibagi antara lain:
1. Kelainan pembuluh darah ginjal, terjadi pada hipertensi maligna, emboli
kolesterol, vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik, sindrom uremia
hemolitik, krisis ginjal, scleroderma, dan toksemia kehamilan.
2. Penyakit pada glomerolus, terjadi pada pascainfeksi akut, glomerulonefritis,
proliferatif difus dan progresif, lupus eritematosus sistemik, endokarditis
infektif, sindrom Goodpasture, dan vaskulitis.
3. Nekrosis tubulus akut akibat iskemia, zat nefrotksik (aminoglikosida,
sefalosporin, siklosporin, amfoterisin B, aziklovir, pentamidin, obat
kemoterapi, zat warna kontras radiografik, logam berat, hidrokarbon,
anaestetik),
rabdomiolisis
dengan
mioglobulinuria,
hemolisis
dengan
22
Injury
jam
Failure
Loss
ESRD
jam
jam
atau anuria selama 12 jam
II.3.3 Patofisiolgi
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Setiap nefron terdiri dari
kapsula Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus
pengumpul1.
23
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif
konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme
yang berperan dalam autoregulasi ini adalah :
mempengaruhi autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh
hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah,
yang akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi
sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan
vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk
mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada
keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang
dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta
vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET12,7.
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta
berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan
terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi
mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal
atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari
ginjal2.
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis
intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai
macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien pasien berusia di atas 60
tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal.
Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan
24
diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut
dapat timbul keadaan keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti
penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal
polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal
ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis2.
Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan
nekrosis tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular Pada
kelainan vaskuler terjadi1,2:
1) Peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang
menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan
gangguan otoregulasi.
2) Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel
vaskular ginjal, yang mngakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta
penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang bearasal dari
endotelial NO-sintase.
3) Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion
molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan
sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan
radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama
menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan
GFR.
25
26
27
28
II.3.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengelolaan GGA adalah mencegah terjadinya kerusakan
ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi
metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal
ginjalnya sembuh secara spontan. Penatalaksanaan gagal ginjal meliputi, perbaikan
faktor prerenal dan post renal, evaluasi pengobatan yang telah doberikan pada pasien,
mengoptimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal, mengevaluasi jumlah urin,
mengobati komplikasi akut pada gagal ginjal, asupan nutrisi yang kuat, atasi infeksi,
perawatan menyeluruh yang baik, memulai terapi dialisis sebelum timbul komplikasi,
dan pemberian obat sesuai dengan GFR.
29
30
Pengobatan
Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (<
1L/hari)
Hiponatremia
Hiperkalemia
Asidosis metabolic
Hiperfosfatemia
Hipokalsemia
Nutrisi
31
II.3.7 Komplikasi
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis
metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan
hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru,
yang dapat menimbulkan keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal
seperti ekskresi melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan
sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karena
asupan kalium yang berlebih, keadaan ini berbahaya karena bisa menyebabkan henti
jantung dalam keadaan diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurun
akibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion gap.
Hipokalsemia sering terjadi pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA.
Komplikasi sistemik seperti12:
1. Jantung
Edema paru, aritmia dan efusi pericardium.
32
2. Gangguan elektrolit
Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis
3. Neurologi:
Iiritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma,
4. Gangguan kesadaran dan kejang.
5. Gastrointestinal:
Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum.
6. Perdarahan gastrointestinal
7. Hematologi
Anemia, dan diastesis hemoragik
8. Infeksi
Pneumonia, septikemia, dan infeksi nosokomial.
9. Hambatan penyembuhan luka
II.3.8 Prognosis
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal.
Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi
yang menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk
prognosa. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama
saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan
dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang
menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan,
diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan2,3.
II.4 Gagal Ginjal Kronik
II.4.1 Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis
33
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat
yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya
dalam darah)12.
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik3
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan stuktural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju fitrasi glomerolus (LFG),
-
dengan manifestasi:
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
Penjelasan
LFG(ml/mnt/1,73m)
34
> 90
60-89
30-59
15- 29
< 15 atau dialisis
II.4.3 Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik secara klinis dibedakan menjadi dua bagian:
a. Penyakit parenkim ginjal
1). Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, pielonefritis, penyakit ginjal
polikistik.
2). Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, nefropati, hipertensi, diabetes
melitus
b. Penyakit ginjal obstruktif : Benigna Prostate Hipertropi, batu saluran kemih,
refluks ureter.
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan menjadi:
a. Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
b. Obstruksi saluran kemih
c. Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
d. Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal
35
Penyakit
Infeksi
Pielonefritis kronik
Penyakit peradangan
Glomerulonefritis
SLE,
poliarteritis
nodosa,
sclerosis
polikistik,
asidosis
sistemik progresif
Penyakit congenital dan herediter
Penyakit
ginjal
tubulus ginjal
Penyakit metabolic
Diabetes
mellitus,
gout,
hiperparartiroidisme, amiloidosis
Nefropati toksis
Penyalahgunaan
analgesic,
nefropati
timbale
Nefropati obstruktif
fibrosis
retoperitoneal
Saluran kemih bagian bawah :
Hipertrofi prostate, striktur
uretra,
36
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling
sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal
polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru
bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada
fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal.
II.4.4 Gejala Klinis
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis,
saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskular:
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila
ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih
belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus
sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan
mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera
mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien
gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf
mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina
(retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai
pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada
conjunctiva
menyebabkan
gejala
red
38
eye
syndrome
akibat
iritasi
dan
II.4.5 Diagnosa
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis
39
40
kalsifikasi
o Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi
o Nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating
Cysto Urography (MCU) juga dapat digunakan terutama dalam menentukan
etiologi
Biopsi dan pemeriksaan ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan
ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara non
invasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk
mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil
terapi yang sudah diberikan. Biopsi ginjal ini di kontra indikasikandilakukan
pada ginjall yang ukurannhya sudah mengecil ( contracted kidney ), ginjal
polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinerfik, gangguan
pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.
Bila GGK telah bergejala, umumnya diagnosis tidak sukar ditegakkan. Gejala dan
tanda GGK akan dibicarakan sesuai dengan gangguan sistem yang timbul.
Gangguan Pada Sistem Gastrointestinal
Anoreksia, nausea dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan
metabolism protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat
metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metal guanidine, serta
41
Gatal-gatal
dengan
ekskoriasi
akibat
toksin
uremik
dan
ii.
iii.
uremia toksis.
Defisiensi besi, asam foiat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang
berkurang.
iv. Perdarahan, paling sering pada saluran cema dan kulit.
v. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder.
Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.
Mengakibatkan perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta
menurunnya faktor trombosit III dan ADP (adenosin difosfat).
Gangguan fungsi leukosit.
Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga
imunitas juga menurun.
Burning feet syndrome
Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki.
Ensefalopati metabolik
Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus,
kejang.
42
Miopati
Kelemahan dari hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal.
Sistem Kardiovaskuler
- Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktifitas
-
sistem renin-agiotensin-aldosteron.
Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit
jantung koroner akibat atrerosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung
kalsifikasi metastatik.
- Edema akibat penimbunan cairan.
Sistem Endokrin
- Gangguan seksual : libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosteron dan spermatogenesi menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolik tertentu (seng, hormon paratiroid). Pada
wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenorea.
-
homeostatik pada seluruh tubuh, gangguan pada suatu sistem akan berpengaruh pada
sistem lain, sehingga suatu gangguan metabolik dapat menimbulkan kelainan pada
berbagai sistem/organ tubuh.
43
Pemeriksaan penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Untuk menetapkan adanya Penyakit Ginjal Kronik, menentukan adanya
kegawatan, menentukan derajat Penyakit Ginjal Kronik, menetapkan gangguan
sistem dan membantu menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada tidaknya
gagal ginjal tidak semua faal ginjal perlu diuji, Untuk keperluan praktis yang
paling lazim diuji adalah GFR.
2) Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda tanda
perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit (hiperlakemia, hipokalsemia).
3) Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan
prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversibel
seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah
proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG sering dipakai karena non-invasif dan
tak perlu persiapan yang rumit.
4) Pemeriksaan radiologi
BNO
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto
polos yang disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik. Sebaiknya
pemeriksaan BNO ini tidak dilakukan tanpa puasa, karena dehidrasi dapat
memperburuk fungsi ginjal(3) Sedangkan PIV jarang dikerjakan, karena
kontras
sering
tidak
bisa
melewati
filtrasi
glomerulus,
disamping
Thorax foto
Dapat melihat tanda tanda bendungan paru akibat overload cairan serta efusi
pleura dan kardiomegali, kadang infeksi proses spesifik juga dapat ditemukan
karena menurunnya daya tahan tubuh.
Radiologi tulang
Dengan radiologi tulang, kita dapat mencari osteodistrofi dan kalsifikasi
metastatik.
5) Pemeriksaan biopsi dan histopatologi ginjal
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal,
dimana diagnosa secara noninvasif tidak bisa ditegakan. Pemeriksaan
histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi,
prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal
dikontraindikasikan pada ginjal yang ukurannya sudah megecil, ginjal polikistik,
hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah,
gagal napas dan obesitas.3
II.4.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konservatif
Pengaturan diet
Restriksi protein
Penderita dengan azotemia biasanya dibatasi asupan proteinnya meskipun
45
lanjut
,dengandemikian asupan kalium juga harus dikurang. Diet yang dianjurkan adalah
40-80 meq / hari. Harus diperhatikan jangan sampai makan makanan atau obat obatan
yang tinggi kaliumnya, termasuk semua garam penganti (yang mengandung amonium
klorida atau kalium klorida), ekspektoran, kalium sitrat, makanan seperti sup, kurma,
pisang dan sari buah murni.
Restriksi natrium
Pengaturan diet natrium penting sekali pada gagal ginjal. Jumlah natrium yang
dianjurkan adalah 40-90 meq/hari (1 2 gram natrium ) tetapi asupan natrium
maksimum harus ditentukan secara tersendiri untuk tiap penderita agar hidrasi yang
baik dapat tetap dipertahankan. Asupan natrium yang terlalu longgar dapat
mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru paru, hipertensi dan gagal
jantung kongestif.Sebaliknya bila natrium dikurangi demikian rupa sehingga
46
keseimbangan natrium dalam tubuh menjadi negatif, maka dapat terjadi hipovolemia,
penurunan GFR dan gangguan fungsi ginjal.
Pengaturan minum
Cairan yang diminum pada penderita gagal ginjal lanjut harus diawasi secara
seksama karena rasa haus bukan lagi petunjuk yang dapat dipakai untuk mengetahui
hidrasi tubuh.Asupan yang terlalu bebas dapat mengakibatkan beban sirkulasi
menjadi berlebihan, edema dan intoksinasi air. Sedangkan asupan yang terlalu sedikit
akan mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal. Aturan umum
yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya asupan cairan adalah jumlah
kemih yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir ditambah 500 ml, 500 ml ini untuk
mengantikan ISWL (insensible water loss).
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan
derajatnya:
Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya
Derajat
LFG(ml/mnt/1,73m)
Rencana tatalaksana
> 90
60-89
30-59
15-29
<15
47
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah(gejala |oksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa
yang
termasuk
dalam
indikasi
absolut,
yaitu
perikarditis,
Atasi hipertensi
Biasanya hipertensi dapat dikontrol secara efektif dengan pembatasan cairan
dan natrium, oleh karena lebih dari 90% penderita hipertensi bersifat tergantung
volume.Pada beberapa kasus dapat diberikan obat antihipertensi (dengan atau tanpa
diuretik) agar tekanan darah dapat dikontrol.Obat antihipertensi yang sering dipakai
adalah metildopa, propanolol, dan klonidin.Sedangkan diuretik yang paling sering
digunakan adalah furosemid (lasix). Penyelidikan terakhir menunjukan bahwa ACE
inhibitor dapat pula bermanfaat ganda, Selain menurunkan tekanan darah, ACE
inhibitor juga langsung menurunkan tekanan intraglomelurar dengan dilatasi selektif
pada arteriola eferen
Atasi hiperkalemia
Salah satu komplikasi paling serius pada penderita uremia adalah
hiperkalemia. Bila K serum mencapai kadar sekitar 7 meq/l dapat terjadi aritmia yang
serius dan henti jantung. Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa
dan insulin intravena yang akan memasukan K ke dalam sel, atau dengan pemberian
kalsium glukonat 10% intravena dengan hati hati sementara EKG penderita terus
diawasi akan kemungkinan timbulnya hipotensi disertai pelebaran kompleks QRS.
Tindakan tindakan ini hanya bersifat sementara dan koreksi hiperkalemia harus
dilakukan dengan dialisis. Bila kadar K tdk dapat diturunkan dengan dialisis, maka
dapat digunakan resin penukar kation natrium polistiren sulfonat (Kayexalate).
Atasi anemia
Oleh karena penyebab utama anemia pada PGK tampaknya berupa penurunan
sekresi eritropoetin oleh ginjal yang sakit, maka pengobatan yang ideal adalah
pengantian hormon ini.Mengemberikan sekali bawha rekombinan eritropoetin (rEPO) belum lama ini berhasil disintesis.Sambil menantikan pengunaan r-EPO secara
meluas, saat ini pengobatan untuk anemia uremik adalah dengan memperkecil
pengeluaran darah, pemberian vitamin, androgem dan tranfusi darah. Sebelumnya
diduga bahwa tranfusi darah harus dibatasi seminimal mungkin oleh karena tranfusi
akan menyebabkan prasensitisasi tubuh dengan merangsang pembentukan antibodi
yang melawan antigen leukosit, sehingga secara teoritis akan meningkatkan reaksi
49
50
II.4.7 Komplikasi12
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik
- Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )
- Kelainan hematologi (anemia)
- Osteodistrofi renal
II.4.8 Prognosis13
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang
dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu
sendiri. Selain itu, biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai
tingkat lanjut dan menimbulkan gejala sehingga penanganannya seringkali terlambat.
- Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)
- Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik
51
Daftar Pustaka
1. Sherwood, L. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi 2.
Jakarta: EGC: 2001: Bab 14: 161-186.
2. Stein,Jay H. Kelainan ginjal dan elektrolit. panduan klinik ilmu penyakit
dalam.edisi ke-3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.
3. Dennis L. Kasper, Eugene Braunwald, Anthony Fauci. Harrison's Principles of
Internal Medicine 16th Edition. USA : McGraw-Hill, 2004.
4. Nissenson. Epidemiology and pathogenesis of acute renal failure in the ICU.
Kidney International 1998; 53; 7-10.
5. Stapleton FB, Jones DP, Green RS. Acute renal failure in neonates: Incidence,
etiology and outcome. Pediatr Nephrol 1987; 1; 314-320.
6. Altntepe, Gezgin, Tonbul. Etiology and prognosis in 36 acute renal failure
cases related to pregnancy in central anatolia. Eur J Gen Med 2005; 2(3): 110113.
7. Markum,M.H.S. Gagal Ginjal Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editors.
Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2006.
8. Boediwarsono.Gagal ginjal akut. segi praktis pengobatan penyakit
dalam.Surabaya : Penerbit PT Bina Indra Karya 1985.
9. Takaoka, Kuro, Matsumura. Role of endothelin in the pathogenesis of acute
renal failure. Drug News Perspect 2000, 13(3): 141.
10. Rahardjo, J.Pudji. Kegawatan pada Gagal Ginjal. Penatalaksanaan
Kedaruratan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat infomasi dan
Penerbitan FKUI 2000.
11. Aspelin P, Aubry P, Fransson sg. Efek nefrotoksik pada pasien risiko tinggi
yang menjalani angiografi. NEJM 2006; 348 (6): 491.
52
12. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. p. 1035 1040
13. Kamaludin Ameliana. 2010. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Dalam UPH.
53