TESIS
LUHUR KURNIANTO
1106031425
UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum
LUHUR KURNIANTO
1106031425
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA ILMU HUKUM
PEMINATAN HUKUM NEGARA DAN PEMERINTAHAN
JAKARTA
JANUARI 2014
Universitas Indonesia
ii
Nama
: Luhur Kurnianto
NPM
: 1106031425
Tanda Tangan
Tanggal
: 08 Januari 2014
iii
Universitas Indonesia
iv
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Hukum
pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Dr. Siti Hajati Husein S.H., M.H, selaku dosen pembimbing tesis saya
yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan
saya dalam penyusunan tesis ini;
(2) pihak sekretariat Program Pascasarjana FHUI yang telah banyak
membantu dalam hal admistrasi akademis yang saya perlukan;
(3) orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
(4) sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
vi
ABSTRAK
Nama
: Luhur Kurnianto
Program Studi : Ilmu Hukum
Judul
: Pengaturan Hak Pekerja dalam Sistem Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia: Masalah Penerapan dan Solusinya Pasca Berlakunya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah pada Tahun 2007-2013
Tesis ini membahas tentang masalah pengaturan hak pekerja dalam sistem hukum
ketenagakerjaan Indonesia pada tahun 2007-2013. Permasalahan yang menjadi
topik tesis ini adalah mengenai; 1) pengaturan hak pekerja sesuai norma HAM
dan perburuhan internasional dalam sistem hukum ketenagakerjaan Indonesia, 2)
Permasalahan yang muncul diseputar upaya penegakan hak pekerja di era otonomi
daerah, dan 3) kebijakan hukum yang diambil pemerintah pusat sebagai solusinya.
Penelitan tesis ini menggunakan metode yuridis-normatif, dengan mengevaluasi
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hak pekerja serta melihat
efektifitas struktur pemerintahan yang berwenang dalam menegakkan norma hak
pekerja. Sehingga solusi yang dapat diterapkan dalam memperbaiki sistem hukum
ketenagakerjaan agar meminimalisasi munculnya masalah pelanggaran hak
pekerja melalui perbaikan sistem pengawasan ketenagakerjaan.
Kata kunci:
Hak pekerja, sistem hukum ketenagakerjaan, otonomi daearah, pengawasan
ketenagakerjaan.
Universitas Indonesia
vii
ABSTRACT
Name
: Luhur Kurnianto
Study Program : Legal Studies
Title
:The Setting of Workers Rights in Indonesia Employment Law
System: Implementation Problems and Solutions Post
Applicability of Act No. 32 of 2004 on Regional Government in
the Years 2007-2013
This thesis discusses the issue of workers rights arrangements in the Indonesian
labor law system in the year 2007 to 2013. The issue of the topic in this thesis is
about; 1) the arrangement of worker rights as human rights norm and international
labor law at the indonesia employment law system, 2) the issue around the
enforcement of the worker rights in the local aotonomy era, and 3) the legal policy
from central government as the solution. This thesis research was conducted by
normative-juridical methode and by evaluating legislation governing the rights of
workers and see the effectiveness of the structure of government authorities in the
enforcement of labor rights norms. So the solution can be applied to improve the
legal system in order to minimize the emergence of labor rights violations of
workers through improved labor inspection systems.
Keywords:
Workers' rights, employment law system, local autonomy, labor inspection.
Universitas Indonesia
viii
DAFTAR ISI
Universitas Indonesia
ix
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Tabel 2.2.
Tabel 3.1.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel 4.4.
Tabel 4.5.
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Pasal 38;
1
Asbjorn Eide, Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sebagai Hak Asasi Manusia, dalam Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya, et al., ed. Asbjorn Eide, (Jakarta: Raoul Wallenberg Institute of
Human Rights and Humanitarian Law, 2001), hal. 25.
2
Knut D. Asplund, et al., ed. Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: PUSHAM-UII,
2008), hal. 124.
3
Indonesia, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 Tahun 1999, LN. No.
165 Tahun 1999, TLN. No. 3886. Pasal 27 Ayat (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
4
Ibid., Pasal 6.
6
Krzysztof Drzewicki, Hak untuk Bekerja dan Hak dalam Pekerjaan, dalam Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya, et al., ed. Asbjorn Eide, (Jakarta: Raoul Wallenberg Institute of
Human Rights and Humanitarian Law, 2001), hal. 237.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
10
Ibid.
12
Komnas HAM, Komentar Umum Konvensi Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya, (Jakarta: Komnas HAM, 2009), hal. 206.
Universitas Indonesia
Peran negara terwakili dalam tiga tingkatan penegakan hak, yaitu untuk
menghormati (to respect), untuk melindungi (to protect) dan untuk memenuhi (to
fullfil). 13 Pada pola pertama dan kedua, untuk menghormati dan melindungi,
dilakukan melalui pendekatan peraturan perundang-undangan (struktur kebijakan)
yang menyeluruh. Mulai dari undang-undang hingga peraturan daerah harus jelas
terlihat adanya keselarasan pengaturan yang bertujuan untuk mendorong
penegakan hak atas pekerjaan dan sekaligus untuk mencegah munculnya
pelanggaran yang dilakukan pihak lain terhadap individu warga negara dengan
cara memperjelas proses penyelesaian hukum atas pelanggaran yang terjadi
dengan sanksi yang tegas.
Dalam sistem hukum Indonesia, terutama hukum yang mengatur mengenai
kegiatan pemenuhan hajat hidup orang banyak (kegiatan ekonomi dan bisnis
sebagai sarana aktualisasi pemenuhan hak individual), substansinya masih belum
mencerminkan semangat penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM),
meski konstitusi negara telah dengan tegas mengakui adanya konsep tanggung
jawab negara terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Ketentuan tersebut dapat
ditemukan pada Pasal 28I Ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan bahwa
perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung
jawab negara, terutama pemerintah.14 Kemudian diperjelas kembali pada Pasal 8
UU HAM No. 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan,
penegakan,
dan
pemenuhan
HAM
terutama
menjadi
tanggung
jawab
Pemerintah.15
Berdasarkan ketentuan konstitusional, UUD 1945 Pasal 28I, dalam hal ini
direpresentasikan oleh Pemerintah Republik Indonesia menjadi penanggungjawab HAM bagi warga negaranya. Negara melindungi HAM melalui berbagai
peraturan perundang-undangan, kebijakan, dan program yang menyentuh berbagai
aspek kehidupan warga negara. Negara memajukan HAM melalui berbagai
13
Yosep Adi Prasetyo, Hak Ekosob dan Kewajiban Negara, Makalah disampaikan dalam
Pelatihan HAM untuk Hakim (Lombok: PUSHAM-UII, 2012), hal. 2.
14
15
Indonesia, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, Nomor 39 Tahun 1999, (LNRI. Tahun
1999 Nomor 165, TLN Nomor 3886), Pasal 8.
Universitas Indonesia
16
Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, (PSTHN:
Jakarta, 2008), hal. 82-83.
17
Ibid.
Universitas Indonesia
biarkan saya turut berpartisipasi, sedangkan kata kunci untuk hak ekosob adalah
jangan campuri urusan kami tapi sediakan kami sarana mata pencarian.18
Perbedaan
karakteristik
kedua
rumpun
HAM
tersebut
membawa
konsekuensi pada pola penegakkannya, dimana pada hak sipol kewajiban negara
adalah untuk menghormati hak warga negara, artinya cukup hanya dengan
membiarkan atau membebaskan warga negara memenuhinya secara pribadi tanpa
mengintervensinya (hak yang sifatnya pasif). 19 Sedangkan pada rumpun hak
ekosob, negara berkewajiban untuk secara aktif melakukan tindakan nyata dengan
menyediakan sarana dan perangkat aturan untuk mengintervensi kelompok atau
golongan warga negara agar mendorong terjadinya penegakkan hak ekosob
tersebut terhadap individu warga negara.
Dalam hal ini, negara harus berupaya pula untuk mencegah salah satu pihak
(golongan atau kelompok) dari warganya yang berpotensi melakukan pelanggaran
terhadap hak (individual atau kelompok) warga negara lainnya, dan pada posisi ini
bila negara tidak melakukan upaya yang cukup untuk mencegah adanya
pelanggaran, maka negara dapat dikatakan telah abai terhadap kemunculan
pelanggaran hak tersebut, dan dengan kata lain dapat disebut sebagai melanggar
HAM itu sendiri karena telah membiarkannya terjadi. 20 Padahal negara dengan
segala kapasitas dan sumber daya yang dimilikinya, seharusnya mampu untuk
melakukan hal tersebut tidak terjadi. Hal ini terletak pada keinginan politik dan
kesungguhan pemerintah bersama parlemen untuk menyiapkan segala aturan dan
sarana pendukungnya.
Banyaknya faktor sebab yang mengakibatkan perangkat peraturan
perundang-undangan yang bersubstansi baik, namun karena struktur aparat
penegak hukum tidak mampu bekerja dengan optimal, sehingga menghasilkan
buruknya upaya penegakan hukum tersebut. Seperti halnya yang terjadi pada
kinerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
(Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi), pihaknya mengakui bahwa
18
19
20
Lihat Sandra Liebenberg, Perlindungan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dalam Sistem
Hukum Domestik,Op.Cit., hal. 86-87.
Universitas Indonesia
atribusi
kewenangan
untuk
menegakkan
norma
bagi
para
pelanggarnya.21
Sedangkan jangkauan wewenang pihak Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi hanya sebatas pada perumusan kebijakan umum dan mengeluarkan
regulasi berkaitan dengan pematuhan norma hukum ketenagakerjaan. Pihak yang
justru bersinggungan langsung dengan pihak pelaku hukum ketenagakerjaan
adalah Dinas Tenaga Kerja di tingkat Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota. 22
Merekalah yang ditunjuk dan mengemban wewenang pengaturan urusan
ketenagakerjaan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pusat dan Daerah, dimana menurut PP tersebut,
wilayah hukum ketenagakerjaan di daerah kabupaten/ kota adalah milik
pemerintah daerah yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Dinas Ketenagakerjaan.23
Padahal semua pihak pelaku hukum ketenagakerjaan, baik perusahaan dan
pekerja, kedudukan hukum mereka berada di daerah Kabupaten/ Kota, sehingga
segala permasalahan terkait norma hukum ketenagakerjaan diselesaikan oleh
Dinas Ketenagakerjaan pemerintahan daerah setempat. Inilah kenyataan yang
terjadi, bahwa ada jalur komando yang terputus dari segi efektifitas penegakan
norma hukum ketenagakerjaan yang seharusnya dapat optimal dikelola oleh satu
pihak mulai dari urusan pusat hingga daerah. Belakangan setelah munculnya
21
Universitas Indonesia
24
Universitas Indonesia
10
Padahal pola penegakan hak pekerja adalah dengan menyiapkan langkahlangkah aktif agar kesempatan untuk mendapatkan pemenuhan dan perlindungan
bagi seorang tenaga kerja adalah tanggung jawab negara, dalam hal ini diemban
oleh pemerintah, baik dari tingkat pusat hingga tingkat daerah, semua langkah ini
demi tercapainya kemudahan akses bagi tenaga kerja untuk memenuhi hak-hak
mereka.25
2)
3)
2.
25
Lihat A. Eide, Penggunaan Indikator dalam Praktik Komite Hak Ekonomi, Op.Cit . hal.
573.
Universitas Indonesia
11
3.
Universitas Indonesia
12
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, (New York: Russel and Russel, 1945),
hal. 124
27
28
K.C. Wheare, Modern Constitutions, (London: Oxford University Press, 1960), hal. 1.
29
Universitas Indonesia
13
30
Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, (Sekjen MK-RI: Jakarta,
2008), hal. 575.
31
Universitas Indonesia
14
33
hal. 142.
34
A.V. Dicey, Introduction to the Study of the Constitution, (Mc Millan and Co.Ltd:
London, 1952), hal. 261-265.
Universitas Indonesia
15
mempunyai
kewajiban
utama
(inti)
untuk
menjamin
36
Komans HAM. Komentar Umum: Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik dan
Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. (Jakarta: Komnas HAM, 2009), hal 164165.
Universitas Indonesia
16
Kependudukan
dan
Pembangunan.
Deklarasi
ini
1.5.1.4. Hak Pekerja; Sebagai Hak Turunan dari Hak atas Pekerjaan
Hak ini merupakan bagian dari rumpun hak ekonomi, sosial dan
budaya (hak ekosob) yang melekat pada manusia. Hak atas pekerjaan
merupakan hak yang mendasar bagi manusia karena pada diri manusia
terdapat martabat yang harus dijunjung tinggi demi kelangsungan hidupnya,
37
Universitas Indonesia
17
38
Di Indonesia keberadaan
tingkat
kemiskinan.
42
Itu
artinya
negara
melalui
Yoseph Adi Prasetyo, Makalah Hak Ekosob dan Kewajiban Negara, Lombok; 2012,
hal. 4.
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
39
40
(1) Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas
pekerjaan yang layak.
(2) Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak
pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.
41
Negara Pihak dari Kovenan ini mengakui hak atas pekerjaan, termasuk hak semua orang
atas kesempatan untuk mencari nafkah melalui pekerjaan yang dipilih atau diterimanya secara
bebas, dan akan mengambil langkah-langkah yang memadai guna melindungi hak ini
42
Komnas HAM, Komentar Umum Konvensi Internasional Hak Sipol dan Ekosob,
(Jakarta; Komnas HAM, 2009), hal. 206.
Universitas Indonesia
18
dijunjung
tinggi.
Pada
tahun
1944
Konferensi
Perburuhan
Universitas Indonesia
19
44
Universitas Indonesia
20
45
46
Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding,
setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.
47
Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan
dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya
dan dapat menjarmin kelangsungan kehidupan keluarganya.
48
Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk
menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
49
The States Parties to the present Covenant recognize the right to work, which includes
the right of everyone to the opportunity to gain his living by work which he freely
chooses or accepts, and will take appropriate steps to safeguard this right.
50
The States Parties to the present Covenant recognize the right of everyone to the
enjoyment of just and favourable conditions of work, which ensure, in particular :
a) Remuneration which provides all workers, as a minimum, with:
1) Fair wages and equal remuneration for work of equal value without distinction of
any kind, in particular women being guaranteed conditions of work not inferior to
those enjoyed by men, with equal pay for equal work;
2) A decent living for themselves and their families in accordance with the provisions
of the present Covenant.
b) Safe and healthy working conditions;
c) Equal opportunity for everyone to be promoted in his employment to an appropriate
higher level, subject to no considerations other than those of seniority and
competence;
Universitas Indonesia
21
Sedangkan pada UUD 1945 hasil empat kali amandemen, hak pekerja
diatur dalam Pasal 28D (2).52
Untuk mengetahui bagaimana konsistensi pengaturan hukum
Indonesia terhadap hak pekerja ini, dapatlah dilakukan dengan
memperinci
beberapa
pasal
pada
undang-undang
mengenai
dan
menitikberatkan
pada
upaya
untuk
mengukur
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja.
53
Sub-Komisi Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM. Pembuatan Indikator Hak Asasi
Manusia untuk Hak Atas Ketenagakerjaan dan Hak Atas Kesehatan, Laporan Penelitian. (Jakarta:
Komnas HAM, 2010), hal. 32.
Universitas Indonesia
22
55
terhadap
pencapaian
hanya
dapat
diukur
dengan
Universitas Indonesia
23
menggunakan
indikator
yang
dapat
dipertanggung-jawabkan.
Indikator
struktur,
mencerminkan
Ratifikasi
dan
adopsi
di
dalam
praktek.
Indikator
proses
harus
56
Ibid.
Universitas Indonesia
24
Hans Kelsen, suatu norma itu selalu berjenjang-jenjang dan berlapislapis dalam suatu tata susunan (hierarki), dimana norma yang di
bawah selalu dibentuk bersumber dan berdasar pada norma yang
diatasnya, norma yang diatasnya selalu dibentuk bersumber dan
berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya
sampai pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai
pada suatu norma yang tertinggi, yang tidak dapat ditelusuri lagi dari
mana sumbernya. Norma yang tertinggi ini sering disebut dengan
Norma Dasar atau Grundnorm, atau fundamental norm.57
Norma yang tertinggi ini berlakunya tidak berdasar dan tidak
bersumber pada norma yang lebih tinggi lagi, tetapi ia bersifat
presupposed, sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi dan diterima
apa adanya. 58 Norma dasar ini merupakan gantungan bagi normanorma yang berada di bawahnya. Sistem norma yang berjenjang dan
bertingkat-tingkat tersebut sering disebut dengan Nomodynamics
(Sistem norma dinamik), yang menitikberatkan pada pembentukan
norma tersebut.59 Disamping sistem norma yang dinamis, Hans Kelsen
mengemukakan juga adanya sistem norma yang statis (Nomostatics).
Sistem norma yang statis adalah suatu sistem norma yang melihat
pada isi dari norma tersebut, di mana suatu norma umum dapat
ditarik menjadi norma-norma yang lebih khusus yang merupakan
pelaksanaan dari norma umum tersebut.60
Sedangkan menurut Hans Nawiasky, sebagai pengembang teori
jenjang norma (Stufentheorie) dari Hans kelsen tersebut dalam
kaitannya dengan norma hukum di dalam suatu negara (die Theorie
vom Stufenaufbau der Rechctsordnung). Menurut Hans Nawaisky, tata
57
Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum, (Nusa Media: Bandung, 2008), hal 98.
58
Ibid.
59
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normative, diterjemahkan
dari, The pure of theory, Barkely University of California Press, 1978 (Nusa Media: Bandung,
2010), hal. 562-563.
60
Ibid.
Universitas Indonesia
25
ketiga
disebut
Undang-undang
(Formell
Gesetz),
kemudian
Aturan-aturan
Dasar/Pokok
61
Jimly Assiddiqie & Ali Syafaat, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, (Kepaniteraan MKRI: Jakarta, 2006), hal 170.
62
Ibid.
Universitas Indonesia
26
Negara (Staatsgrundgesetz) yang terdiri dari Batang tubuh UndangUndang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat,
serta Konvensi Ketatanegaraan yang merupakan hukum dasar tak
tertulis yang berlaku di Indonesia, kemudian Undang-Undang
(Formell Gesetz), dan peraturan-peraturan lainnya seperti Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, dan peraturan-peraturan pelaksanaan
lain di bawahnya (Verordnung dan Autonome Satzung).63
64
Universitas Indonesia
27
68
Dengan
1.5.9
Pengawasan
sebagai
Pilar
Penegakan
Hukum oleh
Pemerintah
66
67
68
Bhenyamin Hoessein. Perubahan Model, Pola, dan Bentuk Pemerintahan Daerah: dari
Era Orde Baru ke Era Reformasi, (DIA-FISIPUI: Depok, 2011), hal. 194.
Universitas Indonesia
28
tambahan
suatu
pekerjaan.
Didalamnya
mencakup
sebagaimana
mestinya.
Menurut
Church,
kegiatan
keseragaman
(uniformity),
2)
prinsip
perbandingan
Ibid.
71
Universitas Indonesia
29
adalah satu pilar yang cukup vital dalam suatu organisasi dalam
melaksanakan program-program yang telah ditetapkan. Pengawasan
harus dilaksanakan seiring program berjalan mengingat fungsi ini
merupakan bagian yang harus selalu ikut (melekat) selama program
dilaksanakan, untuk tujuan kepastian agar program tersebut berjalan
tetap sesuai peraturan organisasi dan menjapai target yang telah
ditetapkan (uniformity). Selain itu pengawasan bermanfaat untuk
semakin meningkatkan kualitas pelaksanaan program, karena hasil
penilaian dari pengawasan akan dapat dijadikan sebagai bahan
pembanding pada penentuan standar target dan pelaksanaan program
pada
periode
berikutnya
untuk
tujuan
peningkatan
kualitas
(comparison utility).
Bila secara konseptual demikian, maka dalam konteks hukum
administrasi negara, pengawasan merupakan fungsi yang wajib
dijalankan setiap pimpinan terhadap staf yang berada dibawahnya.
Mengenai beban kewajiban pengawasan atau pengendalian oleh
pimpinan
tersebut
terdapat
definisi
pengawasan
mengenai
Universitas Indonesia
30
Universitas Indonesia
31
pengawasan memiliki perbedaan sisi, seperti dua sisi mata uang pada
sistem desentralisasi di suatu negara kesatuan.76
Pada praktek ketatanegaraan suatu negara kesatuan yang
menganut sistem pemerintahan otonomi daerah, aspek pengawasan
sangat diperlukan untuk mengawal dan memastikan aspek legislasi
dapat secara konsisten berlaku dari tingkat pusat hingga tingkat daerah.
Hal tersebut harus tetap dipahami bersama oleh semua penyelenggara
pemerintahan (Kepala Daerah dan DPRD) di setiap daerah karena
dalam negara kesatuan tidak ada wewenang membentuk undangundang bagi daerah. Kewenangan itu dipegang oleh parlemen bersama
presiden (pemerintah pusat) saja, dan oleh karenanya seluruh
peraturan perudang-undangan berlaku konsisten secara hierarkhis dari
mulai
undang-undang
hingga
perda.
77
Sehingga
membawa
Ibid.
77
Titik Triwulan dan Ismu G. Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 469.
78
Ibid. Lihat Pasal 1 Angka 9 jo. Pasal 8 Huruf a jo. Pasal 9 Ayat (1) jo. Pasal 10 Ayat (1)
Universitas Indonesia
32
tentang
pekerja,
yaitu
yang
terikat
pada
UU
81
82
Universitas Indonesia
33
83
Lilis Mulyani, ed., Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Sektor Informal: Tipologi
hubungan Hukum serta Strategi Perlindungannya, Studi Kasus Pekerja Informal di Kota Jepara
dan Kudus, Jawa Tengah, (LIPI Press: Jakarta, 2007), hal. 5.
84
Ibid., hal. 8.
85
Universitas Indonesia
34
upah sesuai
peraturan
yang ditetapkan
dalam
rangka
pemenuhan,
perlindungan
dan
atau
Universitas Indonesia
35
masyarakat
serta
menjadikan
hukum
bekerja
untuk
adalah
yang
terdiri
dari
substansi
hukum
yang
dimulai
dari
tingkat
nasional,
yaitu
Universitas Indonesia
36
86
Sri Mamudji, ed., et., al., Hukum Administrasi Negara, (CLGS-FHUI: Depok, 2007), hal.
205.
Universitas Indonesia
37
90
H. M. Laica Marzuki, et., al., Hukum Administrasi dan Good Governance, (Penerbit
Universitas Trisakti: Jakarta, 2010), 58-59.
Universitas Indonesia
38
92
Bila ditinjau dari segi metode analisisnya, maka penelitian hukum yang berjenis yuridis
normatif cenderung untuk mencari tahu gambaran umum tentang penerapan hukum dan
melakukan penilaian secara kualitatif terhadapnya. Hal tersebut berarti sifat dari penelitian hukum
tidak lain adalah untuk mengevaluasi atau melakukan penilaian secara kualitatif atas permasalahan
yang muncul dari diterapkannya suatu kebijakan hukum. Lihat tulisan Ian Dobinson and Francis
Johns, Qualitative Legal Research pada McConville and Chui, ed., Research Methods for Law,
(London: Edinburgh University Press, 2007), hal. 32.
Universitas Indonesia
39
analisis kajiannya. Selain itu juga diperkaya dengan beberapa buku yang berisi
doktrin dan teori utama yang berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan, Hak Asasi
Manusia (HAM, khususnya hak ekonomi, sosial dan budaya), tentang
pemerintahan daerah dan ilmu perundang-undangan. Ditambah dengan informasi
dari berita dan artikel atau jurnal yang telah mengulas mengenai tema yang
relevan.
Sumber data yang disajikan adalah data sekuder dan informasi dari sumber
lain yang sesuai, penelitian ini diolah dan dianalisis secara kualitatif, 93 dengan
menekankan pada aspek asas hukum positif pada bidang hukum ketenagakerjaan
dari tingkat undang-undang hingga peraturan yang ada di pemerintahan daerah.
Sebagai akhir dari tahap penelitian ini, penulisan tesis ini akan disajikan dalam
bentuk tulisan evaluatif-analitis mengenai peraturan perundang-undangan tentang
ketenaga-kerjaan dan pada tahap berikutnya tersajikan dalam bentuk preskriptifanalitis tentang konseptualisasi harmonisasi peraturan perundang-undangan
ditingkat daerah dengan peraturan yang lebih tinggi, agar implementasi suatu
undang-undangan menjadi lebih optimal dan tidak kontra-produktif.
93
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menganalisis secara non-angka atas suatu
peristiwa dan fenomena dalam masyarakat terkait penerapan hukum, artinya dilihat mutu ketaatan
terhadap norma dan masalah-masalah yang muncul dalam rangka menaati norma tersebut.
McConville, Ibid., hal. 17.
Universitas Indonesia
40
Universitas Indonesia
41
BAB 2
HAK PEKERJA DALAM RANAH HUKUM HAM DAN
KETENAGAKERJAAN/ PERBURUHAN DI TINGKAT
INTERNASIONAL DAN NASIONAL
5.1
H. Djaali, Pudji Muljono, Said Saile, et., al., Hak Asasi Manusia; Suatu Tinjauan Teoritis
dan Aplikasi, (Jakarta: Restu Agung, 2003). Hal. 50.
96
Lihat pada lampiran Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi
Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
42
yang bekerja (menjadi bawahan) kepada orang lain, kondisi sekarang ini pasar
tenaga kerja sudah sangat terbuka dan mengalami peningkatan kualitas dari sisi
kemampuan seorang tenaga kerja. Hal tersebut mengubah persepsi tentang
seorang pekerja yang tidak lagi dipandang rendah dihadapan majikan. Kondisi
saat ini mengarah pada pola hubungan yang lebih setara dan saling membutuhkan
satu sama lain, dimana pasar tenaga kerja sudah sedemikian ketatnya sehingga
sumber daya manusia yang diinginkan adalah mereka yang memilliki daya saing
secara kapasitas ilmu dan keterampilan. Pada gilirannya menghadirkan adanya
tuntutan adanya konsep bekerja secara layak, yaitu nilai penghargaan terhadap
seorang pekerja dikembalikan sebagai seorang manusia seutuhnya, yang memiliki
kebutuhan sosial demi perwujudan pengembangan dirinya.97
Berangkat dari gambaran kondisi perkembangan tentang hubungan kerja
tersebut, setidaknya menghasilkan konsekuensi terhadap hak asasi manusia yang
berkaitan dengan aktifitas kerja. Terdapat empat pengelompokan hak terkait
kerja, yaitu; 1) hak yang terkait dengan pekerjaan, 2) hak yang diturunkan dari
pekerjaan, 3) hak yang berkaitan dengan pelakuan yang adil dan anti-diskriminasi
dalam pekerjaan, dan 4) hak-hak instrumental. 98 Kelompok pertama yaitu hak
yang berkaitan dengan pekerjaan, yaitu hak-hak dasar yang harus terpenuhi
sebagai kondisi umum diseputar konsep masyarakat tentang pekerjaan yaitu suatu
paket hak yang terhimpun dalam lingkup hak atas pekerjaan. Sedangkan pada
kelompok hak kedua berasal dari turunan hak atas pekerjaan, yaitu hak-hak yang
berada pada lingkup hubungan kerja, sebagai dampak dari hukum perburuhan,
yaitu suatu paket hak-hak yang melekat pada orang yang bekerja dan terikat
dalam suatu pekerjaan tertentu.99 Kelompok hak ketiga tentang kerja adalah hak
yang dipandang penting dan mendasar dalam setiap pekerjaan, yaitu yang menjadi
dasar pemikiran pada penyusunan perjanjian internasional tentang hak sosial dan
perjanjian internasional lainnya yang berkaitan dengan isu non-diskriminasi dan
97
K. Drzewicki, Hak untuk Bekerja dan Hak dalam Pekerjaan, Hal. 237, dalam A. Eide,
A. Krause, A. Rosas, eds., Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Op. Cit., hal. 237-260.
98
99
Universitas Indonesia
43
keadilan.100 Lingkup kelompok hak keempat yaitu hak instrumental, yaitu hak-hak
yang berkaitan tidak langsung dengan pekerjaan, namun berpengaruh dengan
unsur kebebasan seorang pekerja dalam menentukan nasibnya sendiri.101
Penarikan alur pikir mengenai hak-hak bagi seorang pekerja dan atau hak
yang melekat bagi setiap orang dalam kondisi bekerja atau semua hal yang
penting dibutuhkan dalam kaitannya dengan pekerjaan, telah mengantarkan pada
formulasi pembagian jenis-jenis hak yang harus ada pada kegiatan manusia ketika
bekerja. Tujuannya adalah untuk menciptakan perdamaian diantara manusia
sendiri dan bukan semata-mata untuk alasan ekonomi saja. Hak atas pekerjaan
memberikan manusia elemen martabat yang dimilikinya demi kepastian
pemenuhan standar hidup yang layak, meski dalam hal tersebut tidak ada
kepastian bagi jaminan setiap individu untuk mendapat pekerjaan, akan tetapi
lebih pada penciptaan kondisi bagi setiap orang untuk memiliki kesempatan yang
sama dalam mendapatkan mata pencarian melalui kerja (bekerja) dan dengan
kebebasan untuk memilih dan menerima pekerjaan yang diinginkan. 102 Meski
demikian, bagi pihak pemerintah yang mewakili negara, terhadap warga
negaranya memiliki kewajiban untuk menyiapkan kondisi agar hak atas pekerjaan
tersebut terpenuhi dengan mencapai target seluruh warga negara mendapatkan
pekerjaan (full employment).103
Menurut Craven dalam menjelaskan maksud Kovenan Internasional Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya (KIHESB) tentang langkah-langakah yang
diperlukan itu adalah, bahwa negara dalam mewujudkan pemenuhan hak atas
pekerjaan memiliki kewajiban untuk memastikan tidak adanya praktek kerja paksa,
adanya jaminan aksesibilitas untuk pekerjaan, dan keamanan dalam pekerjaan.104
100
Ibid.
101
102
Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Ekonomi (KIHESB), Bagian III, Pasal
6, Ayat 1.
103
Knut D. Asplund, S. Marzuki, E. Riyadi., eds., Ibid. Op. Cit., hal. 124.
104
Universitas Indonesia
44
Sehingga apa yang dimaksud dalam Pasal 7 KIHESB dapat dicapai, dimana Pasal
tersebut berisi:105
Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati
kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan khususnya menjamin:
(a) Bayaran yang memberikan semua pekerja, sekurang-kurangnya :
1. Upah yang adil dan imbalan yang sesuai dengan pekerjaan yang senilai
tanpa pembedaan dalam bentuk apapun, khususnya bagi perempuan
yang harus dijamin kondisi kerja yang tidak lebih rendah daripada yang
dinikmati laki-laki dengan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama.
2. Kehidupan yang layak bagi mereka dan keluarga mereka, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Kovenan ini;
(b) Kondisi kerja yang aman dan sehat;
(c) Kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk dipromosikan ke jenjang
yang lebih tinggi, tanpa didasari pertimbangan apapun selain senioritas dan
kemampuan.
(d) Istirahat, liburan dan pembatasan jam kerja yang wajar, dan liburan berkala
dengan gaji maupun imbalan-imbalan lain pada hari libur umum.
Mengacu pada isi pasal tersebut telah jelas bahwa macam-macam hak yang
menjadi rincian yang utama pada hak atas pekerjaan dan sekaligus dengan hak
pekerja mencakup isu tentang upah (bayaran) bagi seorang pekerja, kondisi (di
lingkungan) kerja, (aksesibilitas) kesempatan kerja, serta istirahat dan libur kerja
yang diperlukan. Kesemua hal tersebut telah menjadi komitmen bagi setiap negara
pihak penandatangan perjanjian internasional untuk menjadikannya sebagai
kewajiban yang harus dipenuhi terhadap warga negaranya agar mendapatkan
kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan hal tersebut telah menjadi suatu
norma yang mengikat berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005
tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.106
Faktor penting yang harus ditekankan pada rumpun hak ekosob ini adalah
pada sifatnya yang menuntut adanya kewajiban negara penandatangan untuk
melakukan langkah-langkah penting baik dalam bentuk legislasi maupun
pelaksanaan program-program pembangunan di negaranya dalam rangka
pelaksanaan hasil yang telah diperjanjikan dalam kovenan hak ekosob ini.
Sehingga secara kualitas, proses pencapaian pemenuhan hak ekosob oleh negara
105
Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Ekonomi (KIHESB), Bag. III, Pasal 7.
106
Lihat pada lampiran Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi
Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. (LNRI. Tahun 2005 Nomor 118, TLN. No. 4557)
Universitas Indonesia
45
5.2
erat dengan aktifitas seseorang dalam dunia kerja, artinya hak ini merupakan hak
yang melekat pada setiap orang yang bekerja atau terikat dalam hubungan
perburuhan. 108 Ruang lingkup hak ini menurut instrumen hukum perburuhan
(ketenagakerjaan) internasional dapat ditinjau pada teks-teks normatif yang
dihasilkan dari konvensi International Labour Organization (organisasi buruh
internasional) atau ILO.
Perlu ditekankan bahwa peninjauan norma tentang hukum perburuhan
internasional penting karena hampir secara keseluruhan norma hukum
ketenagakerjaan
nasional
dipengaruhi
oleh
norma
hukum
perburuhan
Keberlakuan
norma-norma
hukum
tentang
perburuhan
bersifat
internasional karena sifat hukum perburuhan memiliki keunikan bila ditinjau dari
segi hukum, karena pada dasarnya hukum perburuhan berangkat dari konsep
hukum perdata tentang perjanjian, namun kemudian ditarik kedalam tataran
hukum publik yang dipengaruhi oleh intervensi negara dalam pengaturan dan
penegakannya. Tujuannya adalah untuk mencapai taraf keadilan dan asas nondiskriminasi dalam hubungan perburuhan yang tercipta dari perjanjian kerja yang
terjadi antara buruh dan majikan. Sehingga kedudukan buruh yang relatif lebih
rendah bila berhadapan dengan majikan dapat ditingkatkan kedudukannya melalui
107
Lihat pada S. Liebenberg, Perlindungan Hak Ekosob dalam Sistem Hukum Domestik,
hal. 68, dalam A. Eide, A. Krause, A. Rosas, eds., Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Op. Cit., hal.
61-92.
108
K. Drzewicki, Hak untuk Bekerja dan Hak dalam Pekerjaan,Op., Cit., hal. 243.
Universitas Indonesia
46
Universitas Indonesia
47
Namun demikian pada prakteknya tidak selalu berjalan baik, respon pengusaha
baru akan muncul manakala pihak pekerja sudah menghimpun suara beberapa
pekerja dalam menyuarakan hak mereka. Pengakuan hak pekerja untuk berserikat
dan
perundingan
bersama
penting
dalam
hal
memperjuangkan
dan
113
ILO, Deklarasi ILO mengenai Prinsip-Prinsip dan Hak-Hak Mendasar Pekerja di
tempat Kerja Beserta Tindak Lanjutnya, Terjemahan Resmi Deklarasi Konfrensi Perbururuhan
Internasional Tahun 1998, Jenewa-Swiss, (Kantor ILO-Jakarta: Jakarta, 1998), hal. 4
114
Ibid., hal. 5.
Universitas Indonesia
48
pemenuhan hak tidak akan berhasil. Diskriminasi masih saja terjadi diantaranya
terkait gender dalam hal penempatan posisi pekerjaan dan upah di lingkungan
kerja dan terkait suku atau ras atau agama yang biasanya menyangkut masalah
jabatan.
115
ditegaskan kembali dalam setiap paket norma hukum dan HAM, ini sebagai
wujud penjaminan menyeluruh untuk melindungi penghormatan dan pemenuhan
hak ditataran praktek. Pada kenyataannya memang munculnya diskriminasi sering
terjadi ketika suatu norma diberlakukan di masyarakat, dan perumusan ketentuan
norma non-diskriminasi atas suatu hak adalah langkah antisipasi terhadap potensi
munculnya praktek diskriminasi yang dilakukan satu pihak terhadap pihak lainnya.
Dalam perumusan norma-norma hak yang dilakukan ILO untuk melindungi
pekerja, setidaknya organisasi ini telah mengatur dengan rinci mengenai masalah
perlindungan pekerja diberbagai sektor. Dan memang pola pengaturannya terkait
seputar masalah yang dibutuhkan bagi pekerja dalam hal pelaksanaan pekerjaan
bagi mereka baik di lingkungan tempat kerja maupun di luar lingkungan tempat
kerja, sepanjang masih dalam lingkup pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
Selain itu, norma hak yang dirumuskan ILO mengatur mengenai beberapa
jaminan hidup bagi pekerja yang perlu meski tidak berhubungan langsung bentuk
pekerjaannya. Beberapa hak yang diatur melalui konvensi ILO antara lain: 116
I. Konvensi-Konvensi tentang Kebebasan Berserikat, Berunding Bersama,
dan Hubungan Industrial:
1. Konvensi tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk
Berorganisasi (Freedom of Association and Protection of the Right to
Organise Convention), No. 87 Tahun 1948 (1)
2. Konvensi tentang Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama (Right
to Organise and Collective Bargaining Convention), No. 98 Tahun
1949 (2)
3. Konvensi tentang Perwakilan Pekerja (Workers' Representatives
Convention), No. 135 Tahun 1971
4. Konvensi tentang Organisasi Pekerja Pedesaan (Rural Workers'
Organisations Convention), No. 141 Tahun 1975
5. Konvensi tentang Hubungan Perburuhan Sektor Pelayanan Umum
(Labour Relations (Public Service) Convention), No. 151 Tahun 1978
115
ILO, Declataration Review, artikel diunduh dari situs <http://www.ilo.org/public/libdoc/
ilo/2003/103B09_63_engl> pada tanggal 26 Mei 2013, pukul 22:40 WIB.
116
Universitas Indonesia
49
6.
Universitas Indonesia
50
2. Konvensi tentang Badan Pengawas Perburuhan di Wilayah NonMetropolitan (Labour Inspectorates (Non-Metropolitan Territories)
Convention), No. 85 Tahun 1947
3. Konvensi tentang Pengawasan Perburuhan Sektor Pertanian (Labour
Inspection (Agriculture) Convention), No. 129 Tahun 1969
4. Konvensi tentang Adminstrasi Perburuhan (Labour Administration
Convention), No. 150 Tahun 1978
5. Konvensi tentang Statistik Perburuhan (Labour Statistics Convention),
No. 160 Tahun 1985
VIII. Konvensi-Konvensi tentang Kebijakan Ketenagakerjaan dan Promosi:
1. Konvensi tentang Pengangguran (Unemployment Convention), No. 2
Tahun 1919
2. Konvensi tentang Bayaran Penyedia Tenaga Kerja (Fee-Charging
Employment Agencies Convention (Revised) ), No. 96 Tahun 1949
3. Konvensi tentang Kebijakan Ketenagakerjaan (Employment Policy
Convention), No. 122 Tahun 1964
4. Konvensi tentang Pemulihan Kejuruan bagi Tenaga Kerja Penyandang
Disabilitas (Vocational Rehabilitation and Employment (Disabled
Persons) Convention), No. 159 Tahun 1983
5. Konvensi tentang Penyedia Tenaga Kerja Swasta (Private
Employment Agencies Convention), No. 181 Tahun 1997
IX. Konvensi-Konvensi tentang Kejuruan dan Pelatihan:
1. Konvensi tentang Tugas Belajar Dibayar (Paid Educational Leave
Convention), No. 140 Tahun 1974
2. Konvensi tentang Pembangunan Sumberdaya Manusia (Human
Resources Development Convention), No. 142 Tahun 1975
X. Konvensi tentang (Perlindungan terhadap) Pemutusan Hubungan Kerja
(Termination of Employment Convention) No. 158 Tahun 1982
XI. Konvensi-Konvensi tentang Upah:
1. Konvensi tentang Klausa Perburuhan dalam Perjanjian Umum
(Labour Clauses (Public Contracts) Convention), No. 94 Tahun 1949
2. Konvensi tentang Perlindungan Upah (Protection of Wages
Convention), No. 95 Tahun 1949
3. Konvensi tentang Penetapan Upah Minimal Montir Mesin Pertanian
(Minimum Wage Fixing Machinery (Agriculture) Convention), No. 99
Tahun 1951
4. Konvensi tentang Penetapan Upah Minimal(Minimum Wage Fixing
Convention), No. 131 Tahun 1970
5. Konvensi tentang Perlindungan Klaim Pekerja dari Kepailitan
Pengusahan (Protection of Workers' Claims (Employer's Insolvency)
Convention), No. 173 Tahun 1992
XII. Konvensi-Konvensi tentang Waktu Kerja:
Universitas Indonesia
51
Universitas Indonesia
52
Universitas Indonesia
53
117
Universitas Indonesia
54
125
Sedangkan bila
122
123
Data diakses dari situs <http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:
12100:0::NO:12100:P12100_INSTRUMENT_ID:312256:NO> pada tanggal 3 Juni 2013, pukul
17:10 WIB
124
125
Data diakses dari situs <http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:
12100:0::NO:12100:P12100_INSTRUMENT_ID:312327:NO> pada tanggal 3 Juni 2013, pukul
17:10 WIB
126
K. Drzewicki, Hak untuk Bekerja dan Hak dalam Pekerjaan,Op., Cit., hal. 243-254.
127
Universitas Indonesia
55
128
K. Drzewicki, Hak untuk Bekerja dan Hak dalam Pekerjaan Op., Cit., hal. 244.
129
130
Data diakses dari situs <http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:
12100:0::NO:12100:P12100_ILO_CODE:C105> pada tanggal 4 Juni 2013, pukul 14.50 WIB.
131
Pasal 1, Konvensi ILO Nomor 105 Tahun 1957 tentang Penghapusan Kerja Paksa, ibid.
Universitas Indonesia
56
norma tersebut menjadi satu panduan bagi penghormatan dan pemenuhan hak asasi
tiap warga negara.
132
K. Drzewicki, Hak untuk Bekerja dan Hak dalam Pekerjaan Op., Cit., hal. 248.
133
Ibid.
134
Pasal 1 Konvensi ILO tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan Nomor 111
Tahun 1960, data diakses dari situs <http://www.oas.org/dil/1958%20Convention%
20concerning%20Discrimination%20in%20Respect%20of%20Employment%20and%20Occupati
on%20(ILO%20Convention%20No.%20111).pdf> pada 4 Juni 2013, pukul 10.30 WIB
Universitas Indonesia
57
135
K. Drzewicki, Hak untuk Bekerja dan Hak dalam Pekerjaan Op., Cit., hal. 250.
136
Pasal 1 dan 2 Konvensi ILO No. 88 Tahun 1948 tentang Organisasi Pelayanan
Ketenagakerjaan, data diakses dari situs < http://www.ble.dole.gov.ph/issuances/ILO_88.pdf>
pada tanggal 4 Juni 2013, pukul 10:10 WIB
Universitas Indonesia
58
perkara
mendasar
bagi
pekerja
untuk
dapat
menjamin
138
139
Pasal 4, Konvensi ILO No. 158 Tahun 1982 tentang Penghentian Kerja, data diakses
dari situs <http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=1000:12100:0::NO::P12100_ILO_CODE:
C158> pada tanggal 4 Juni 2013, pukul 09:10 WIB
Universitas Indonesia
59
141
berkomitmen
menindaklanjuti
Deklarasi
Philadelphia,
yang
merupakan cikal bakal dari Deklarasi ILO tentang Prinsip Dasar dan Hak
Mendasar bagi Pekerja tahun 1998. Wujud kebijakan untuk memenuhi hak
tersebut adalah dengan menyelenggarakan program asuransi pengangguran
dan jaminan sosial yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing
negara, titik tekannya adalah bahwa pemerintah harus selalu mengupayakan
secara nyata adanya kebijakan yang diarahkan menuju kondisi yang
dimaksud.142
5.3
dilakukan karena pengaturannya sangat jelas dan tegas, mulai dari tingkat hukum
dasar (konstitusi) hingga peraturan pelaksanaannya dibawah undang-undang.
Konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD NRIT 1945) hasil empat kali amandemen (atau secara ringkas disebut
UUD 1945 hasil amandemen) telah cukup gamblang dalam mengatur hak atas
pekerjaan dan hak pekerja (yang sudah tentu masuk didalamnya). Bahkan
kewajiban menghomati hak asasi manusia tercemin dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya,
140
141
Konvensi ILO No. 122, data diakses dari situs <http://www.ble.dole.gov.ph/
issuances/ILO_122.pdf> pada tanggal 4 Juni 2013, pukul 08.35 WIB
142
Universitas Indonesia
60
terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan
pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan
kepercayaannya itu, hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran.143
Ketentuan konstitusional yang khusus mengakui dan melindungi hak
pekerja tersebut dapat ditemukan secara eksplisit pada Pasal 27 Ayat (2) 144 Jo.
Pasal 28D Ayat (2),145 dan secara implisit hak pekerja pun dapat ditemukan pada
Pasal 28A,146 Pasal 28C Ayat (1),147 Pasal 28E Ayat (3),148 Pasal 28H Ayat (3),149
dan Pasal 28I Ayat (2).150
Pemilihan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang bersifat implisit tersebut
didasarkan pada tujuh konvensi dasar ILO yang berisi delapan prinsip dan hak
dasar pekerja yang bersesuaian secara substansial dengan UUD 1945 hasil
perubahan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dalam rangkaian pasal-pasal 28
143
Indonesia, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, Nomor 39 Tahun 1999, (LN.
No. 165, TLN. No. 3886), Lihat penjelasan umum UU HAM alinea ketiga.
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal
27 Ayat (2).
144
145
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Pasal 28D Ayat (2).
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal
28A.
146
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai manusia yang bermartabat Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28A.
149
150
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
apa pun dan berhak berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Pasal 28E Ayat (3).
Universitas Indonesia
61
tentang HAM. Apabila diuraikan pasal per pasal maka dapat dikaitkan sebagai
berikut:
1. Prinsip bebas (larangan) dari kerja paksa dan kerja wajib (Forced
Labour Convention No. 29 dan Abolition of Forced Labour Convention
No. 105) bersesuaian dengan Pasal 27 Ayat (2) dan Pasal 28A UUD
1945
terutama
pada
frasa
penghidupan
yang
layak
dan
Non-Diskriminasi
(Discrimination
Employment
and
perburuhan
dari perlakuan
diskriminatif,
3. Prinsip Larangan Pekerja Anak (Minimum Age Convention No. 138 dan
Worst Forms of Child Labour Convention No. 182) meski tidak ada
pasal yang secara khusus mengaturnya, tetapi setidaknya sedikit
bersesuaian dengan Pasal 28A yang secara umum melindungi semua
orang dari pengaruh tekanan pihak lain yang membatasi kehidupannya.
Dalam hal ini anak-anak adalah sekelompok orang yang harus
dilindungi kehidupannya dari segala bentuk pengekangan dalam bentuk
kerja, karena belum siap dan pantas bagi seorang anak untuk bekerja.
Selain itu prinsip larangan pekerja anak pun dapat dikaitkan dengan
Pasal 28C UUD 1945 karena dengan menggunakan alasan bahwa anak
memiliki kebutuhan perkembangan hidup yang harus dijaga demi
kesehatan dan pertumbuhan yang baik demi masa depan mereka. Anak
merupakan kelompok rentan yang harus dilindungi secara khusus.
4. Hak untuk Bebas Berserikat dan Berunding (Freedom of Association
and Protection of the Right to Organise Convention No. 87 dan Right to
Organise and Collective Bargaining Convention No. 98) sangat sesuai
dengan Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945 yang berisi sama tentang jaminan
untuk bebas berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat,
Universitas Indonesia
62
Universitas Indonesia
63
ditemukan pada Bagian Ketujuh tentang Hak atas Kesejahteraan, khususnya pada
pasal-pasal: 151
Pasal 38;
(1) Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan,
berhak atas pekerjaan yang layak.
(2) Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan
berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.
(3) Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama,
sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian
kerja yang sama.
(4) Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang
sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai
dengan prestasinya dan dapat menjarmin kelangsungan kehidupan keluarganya.
Pasal 39;
Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja
Pasal 49;
(1) Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan,
dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.
(2) Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan
pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam
keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi
wanita.
Pasal 64;
Setiap anak berhak untuk memperoleh per1indungan dari kegiatan eksploitasi
ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat
mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral. kehidupan sosial, dan mental
spiritualnya.
Universitas Indonesia
64
Universitas Indonesia
65
2.
3.
Jaminan atas upah yang sama dan syarat kerja yang sama untuk pekerjaan
yang sama bagi pria dan wanita (asas non-diskriminatif),
Universitas Indonesia
66
4.
5.
6.
7.
konvensi ILO, yaitu tujuh konvensi dasar tentang prinsip dan hak mendasar bagi
pekerja. Bila memang demikian, ini merupakan bukti bahwa antara norma HAM
internasional dan norma HAM Nasional serta substansi konvensi perburuhan
internasional saling berkaitan satu sama lain dan saling menguatkan, atau dengan
kata lain memang berasal dari sumber yang sama. Dengan demikian telah
menghasilkan kualitas validasi yang kuat terkait jenis-jenis hak pekerja yang akan
diimplementasikan kedalam sistem hukum ketenagakerjaan nasional sebagai
norma hukum yang lebih khusus mengatur tentang jalannya kegiatan hubungan
perburuhan ditataran lapangan.
5.4
keberlakuan
sembilan
undang-undang
dan
enam
ordonansi
156
155
Indonesia, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 13 Tahun 2003,
(LNRI. Tahun 2003 No. 39, TLN No. 4279).
156
Ibid.
Universitas Indonesia
67
1. Anti-Perbudakan
1.1 Hak atas Pekerjaan
(Bebas Bekerja) *)
2. Anti-Kerja Paksa atau
Wajib Kerja
2.1 Bebas Memilih Pekerjaan
*)
2.2 Mendapat Syarat Kerja
yang Adil dan
Setara/Sama
2.3 Mendapat Promosi
Jabatan
3. Pengupahan yang Layak
3.1 Upah yang Setara dan
Adil
3.2 Upah sesuai Prestasi dan
Kemampuan
(Remunerasi)
4. Bebas Berserikat dan
Berorganisasi
(membentuk serikat
buruh/pekerja)
4.1 Bebas Bekumpul dan
Berunding Bersama
5. Perlindungan (Layanan)
Pekerja
(Ketenagakerjaan)
5.1 Pekerja Wanita
Dilindungi/ Diperlakukan
Khusus *)
5.2 Fasilitas Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
5.3 Perlindungan terhadap
Pengangguran (PHK)
5.4 Pelatihan Kejuruan dan
Penempatan Kerja
6. Waktu Kerja, Istirahat,
Libur dan Cuti
7. Jaminan Sosial bagi
Pekerja
8. Larangan
Mempekerjakan Anak *)
Konvensi
ILO
Instrumen
HAM
Internasion
al
UUD 1945
Hasil
Perubahan
UU HAM
No. 39/1999
Universitas Indonesia
68
Tabel 2.1. Kompilasi dan Perbandingan Keberadaan Hak Pekerja pada Instrumen Hukum
Ketenagakerjaan dan Instrumen HAM di Tingkat Internasional dan Nasional
Berdasarkan pada tabulasi hak pekerja tersebut dapat dilihat bahwa memang
keberadaan hak pekerja diakui secara menyeluruh tidak hanya di dalam instrumen
HAM internasional saja, akan tetapi di dalam konstitusi dan UU HAM nasional
pun telah diatur meski sifatnya hanya garis besar dan sangat umum. Berangkat
dari tabel tersebut, dapat pula dilihat mengenai pemetaan pengakuan hak pekerja
di Indonesia yang ada pada konstitusi dan undang-undang dibawahnya.
Selain itu, dari penyajian tabel tersebut dapat diambil satu benang merah
bahwa ada kaitan erat antara instrumen (hukum) HAM dan instrumen hukum
ketenagakerjaan yang mengatur tentang pekerja dan hubungan kerja. Keterkaitan
erat itu tidak lain karena suatu undang-undang akan mengatur hak dan kewajiban
subjek-subjek hukum yang diaturnya.
Dalam hal ini pada hubungan kerja terdapat tiga pihak sebagai subjeknya,
ada pemerintah, pengusaha dan pekerja. Masing-masing pihak memiliki kapasitas
berbeda, namun semuanya harus menghormati hak pekerja sebagai isu sentral
dalam urusan ketenagakerjaan.
Oleh karenanya, perlu disandingkan antara instrumen HAM dengan
instrumen hukum ketenagakerjaan, agar jelas bagaimana kualitas perlindungan
yang diterapkan pemerintah di dalam UU Ketenagakerjaan bagi subjek hukum
pekerja dalam hubungan kerja yang ada di Indonesia. Dengan cara tersebut akan
terlihat celah dan kekurangan dalam suatu undang-undang (dalam hal ini UU
Ketenagakerjaan) yang tujuannya akan dimanfaatkan untuk menyusun ulang
produk hukum yang lebih baik lagi di sektor ketenagakerjaan agar berperspektif
kuat dalam melindungi hak-hak bagi pekerja yang terlibat dalam hubungan kerja.
Merujuk pada susunan batang tubuh UU Ketenagakerjaan, dapat dicermati
bagaimana kesesuaian undang-undang tersebut dengan butir-butir norma HAM
yang telah diakui oleh dunia internasional, sebagai kewajiban yang harus dipenuhi
kepada setiap pekerja bagi pihak pemerintahan negara yang telah menjadi peserta
perjanjian internasional dalam konvensi ILO. Untuk itu, perlu kiranya disajikan
Universitas Indonesia
69
ii.
iii.
iv.
157
Universitas Indonesia
70
Jadi, dari delapan konvensi dasar ILO yang mengatur tentang hak pekerja,
didalam UU Ketenagakerjaan Indonesia telah diserap dan diatur kedalam 14
substansi materi didalam UU Ketenagakerjaan yang bagian-bagian tersebut
merupakan pokok-pokok dari hukum ketenagakerjaan.
Universitas Indonesia
71
dan
pengembangan
kompetensi
kerja
untuk
tujuan
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28E
Ayat (3).
161
Universitas Indonesia
72
ratifikasi Konvensi ILO Nomor 142 Tahun 1975 tentang Sumber Daya
Manusia, yang dengan demikian belum mengakui kewajiban dalam
pengelolaan sistem link and match yang padu antara dunia pendidikan dan
pelatihan kejuruan kepada dunia industri sebagai pihak yang membutuhkan
hasil keluarannya. Padahal dengan adanya sistem tersebut sebagai program
wajib pemerintah akan menjadi salah satu jalan bagi upaya pengurangan
pengangguran angkatan kerja.
3.
162
(1)
Universitas Indonesia
73
pemberi kerja tidak dibenarkan dipaksa untuk menerima tenaga kerja yang
ditawarkan
165
Universitas Indonesia
74
dipahami bahwa secara substansial isi pasal tersebut sangat sesuai dengan
Konvensi ILO Nomor 182 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi
Anak-Anak.166 Didalam konvensi tersebut dijabarkan tentang bentuk-bentuk
pekerjaan yang dilarang diikuti bagi anak-anak, dan pembagiannya terdapat
empat macam jenis pekerjaan, sama persis dengan yang diatur didalam
Pasal 74 UU Ketenagakerjaan ini. Batasan jenis pekerjaan bagi anak
tersebut adalah; 1) segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau
sejenisnya; 2) segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau
menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno,
atau perjudian; 3) segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau
melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau 4) semua pekerjaan yang
membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.167 Pengadopsian
ketentuan konvensi ILO kedalam UU Ketenagakerjaan ini memang bentuk
dari konsekuensi sebagai negara peserta perjanjian internasional, dan
sebagaimana pula ditentukan sendiri di dalam Konvensi ILO tentang
Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Pekerja Anak pada Pasal 7 Ayat
2.168 Dasar hukum bagi keberlakuan konvensi tersebut adalah dari UndangUndang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO
Convention No. 182 Concerning The Prohibition and Immediate Action for
The Elimination of The Worst Forms of Child Labour.169
166
Data diakses dari situs <http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=1000:12100:0::NO::
P12100_ILO_CODE:C182> pada tanggal 13 Juni 2013, pada pukul 07:20 WIB.
167
(2)
Each Member shall take all necessary measures to ensure the effective implementation
and enforcement of the provisions giving effect to this Convention including the provision and
application of penal sanctions or, as appropriate, other sanctions. Data diakses dari situs
<http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=1000:12100:0::NO::P12100_ILO_CODE:C182>
pada
tanggal 13 Juni 2013, pada pukul 07:20 WIB.
168
169 Indonesia, Undang-Undang tentang Pengesahan ILO Convention No. 182 Concerning
The Prohibition And Immediate Action For The Elimination Of The Worst Forms Of Child Labour,
Nomor 1 Tahun 2000, (LNRI Nomor 30 Tahun 2000, TLN Nomor 3941)
Universitas Indonesia
75
5.
6.
170
Universitas Indonesia
76
171
171
Universitas Indonesia
77
173
Didalam konvensi
172
Data diakses dari situs <http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=1000:11200:0::NO:
11200:P11200_COUNTRY_ID:102938> pada 13 Juni 2013, pukul 14:55 WIB.
173
Indonesia, Undang-Undang tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan
Internasional No. 106 Mengenai Istirahat Mingguan dalam Perdaganan dan Perkantoran. Nomor
3 Tahun 1961, (LNRI Tahun 1961 Nomor 14, TLN Nomor 2153).
Universitas Indonesia
78
Indonesia, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, Ibid. Pasal 86 Ayat (1) dan Ayat
(2) jo. Pasal 87 Ayat (1).
175
Universitas Indonesia
79
27 Ayat (2) jo. Pasal 28D Ayat (2) jo. Pasal 28E Ayat (1) dan Pasal 28H
Ayat (1) yang pada pokoknya negara telah memberi jaminan dan
perlindungan bagi pekerja untuk mendapatkan upah yang sifatnya adil dan
layak bagi penghidupan, yang ditujukan agar tercipta kesejahteraan bagi
kemanusiaan. Pada dasarnya, secara konsep hubungan perburuhan tentang
upah, berlaku satu adagium no work no pay yang memang secara logika
dasar, upah diberikan ketika ada pekerjaan atau seorang pekerja harus telah
bekerja
baru
akan
dapatkan
upahnya.
Di
dalam
ketentuan
UU
Ketenagakerjaan ini, pengupahan diatur pada Pasal 88 hingga Pasal 98, yang
berisi aturan untuk menjamin pihak pekerja mendapatkan hak upah mereka
sesuai ukuran kelayakan hidup manusia. Ruang lingkup pengaturannya
mulai dari komponen upah bagi pekerja, upah minimum, syarat-syarat bagi
pengusahan untuk penangguhan pembayaran upah minimum, upah ketika
pekerja berhalangan (tidak kerja masih dapat upah), hingga perihal
penyelesaian hukum apabila ada pelanggaran terhadap norma pengupahan
tersebut. Pemerintah Indonesia baru meratifikasi satu konvensi ILO yang
berkaitan dengan upah, yaitu Konvensi ILO Nomor 100 Tahun 1951 tentang
Remunerasi yang Setara.177 Konvensi tersebut diratifikasi dengan UndangUndang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi
Perburuhan Internasional No: 100 Mengenai Pengupahan bagi Pekerja Lakilaki dan Wanita untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya (Lembaran Negara
No: 171 tahun 1957).178 Isi Konvensi tersebut hanya mengatur tentang upah
yang setara bagi pekerja pria dan wanita, dimana diarahkan pada
penghapusan diskrriminasi pengupahan berdasarkan gender dilingkungan
perusahaan yang sama. Padahal sesungguhnya ada konvensi ILO tentang
perlindungan upah yang sifat pengaturannya lebih mendasar yang belum
diratifikasi, konvensi tersebut adalah Konvensi ILO Nomor 95 Tahun 1949.
Isi konvensi tersebut mengatur tentang perlindungan upah yang diberikan
177
Data diakses dari situs <http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=1000:11200:0::NO:
11200:P11200_COUNTRY_ID:102938> pada tanggal 13 Juni 2013, pukul 22.30 WIB.
178
Data diakses dari situs <http://www.bnp2tki.go.id/stop-human-trafficking-wizard1142/6233-konvensi-ilo-yang-telah-diratifikasi-oleh-pemerintah-indonesia.html> pada tanggal 13
Juni 2013, pukul 22.35 WIB.
Universitas Indonesia
80
181
179
181
Indonesia, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, Ibid., Pasal 99 (1) jo. Pasal 100
Ayat (1) jo. Pasal 101 Ayat (1).
182
K. Drzewicki, Hak untuk Bekerja dan Hak dalam Pekerjaan, hal. 242, dalam A. Eide,
A. Krause, A. Rosas, eds., Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Op. Cit., hal. 237-260.
Universitas Indonesia
81
terpengaruhi oleh Pasal 28D Ayat (2) jo. Pasal 28H Ayat (1) dan Ayat (3)
yang menjamin setiap warga negara, khususnya bagi yang berstatus sebagai
pekerja untuk dapat diperlakukan secara layak ditempat kerjanya, hidup
sejahtera, dan berhak atas jaminan sosial. Sehingga pemerintah melalui
instrumen hukum undnag-undang di bidang bisnis dan HAM seperti UU
Ketenagakerjaan ini sudah dapat dikatakan baik dalam mengharmonisasikan
substansi hukum secara hierarkhi vertikal.
10.
183
Konverensi Perburuhan Internasional, data diakses dari situs <http://www.ilo.org/
declaration/thedeclaration/textdeclaration/lang--en/index.htm> pada tanggal 26 Juni 13, pukul
22:10WIB.
184
Universitas Indonesia
82
186
Indonesia, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, Ibid., Pasal 102 Ayat (2) jo. Pasal
103.
Universitas Indonesia
83
190
Indonesia, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, Ibid., Pasal 109 jo. Pasal 110
Ayat (1).
191
192
Universitas Indonesia
84
pengusaha
Universitas Indonesia
85
rezim
tersebut
diberikan
kesempatannya
oleh
hukum
Universitas Indonesia
86
hubungan industrial yang bebas dari paksaan dan lebih menjunjung tinggi
aspek HAM dalam hubungan industrial.
13.
193
Indonesia, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, Pasal 161 jo. Pasal 162 jo. Pasal 163
jo. Pasal 165 jo. Pasal 166 jo. Pasal 167.
Universitas Indonesia
87
Indonesia, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, Pasal 151 Ayat (1) jo. Pasal 153.
196
Universitas Indonesia
88
selalu menjadi perhatian bagi negara yang telah mengakui hak-hak konstitusional
bagi warga negaranya, sebagaimana telah ditentukan dalam konstitusi, bahwa
negara
melalui
perangkat
pemerintahannya
memiliki
kewajiban
untuk
pelaksanaan
program
pemerintahan
yang
berisi
upaya
untuk
mengatahui
HAM
tersebutlah yang akan dijelaskan dalam bagian ini. Satu metode yang berlaku
Universitas Indonesia
89
untuk
memenuhi
termasuk
kewajiban
untuk
memberikan,
memfasilitasi dan mempromosikan hak tersebut. Hal ini berarti bahwa negara
penandatangan harus menjalankan mekanisme-mekanisme yang diperlukan
seperti mekanisme legislatif, administratif, anggaran, yudisial dan mekanisme lain
yang dibutuhkan untuk menjamin adanya realisasi penuh dari hak atas
pekerjaan.198
Berangkat dari adanya kewajiban tersebut, menuntut adanya mekanismemekanisme perwujudan hak di berbagai bidang pemerintahan seperti bidang
legislasi, bidang administrasi, dan bidang anggaran untuk penyelenggaraan
program kerja dan pembangunan fasilitas bagi rakyat. Ketika hendak mengetahui
tentang sejauh apakah tindakan pemerintah dalam mewujudkan pemenuhan hak
tersebut, untuk dapat melihat pada bagaimana aktualisasi nyata dari pelaksanaan
mekanisme-mekanisme tersebut, maka hal tersebut dapat diukur dengan
197
Komnas HAM, Komentar Umum Konvensi Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya, (Komnas HAM: Jakarta, 2008)., hal. 219.
198
Universitas Indonesia
90
199
Universitas Indonesia
91
HAM PBB secara berkala. Pelaporan negara kepada Dewan HAM PBB perlu
dirumuskan dengan indikator-indikator yang mendasarkan pada kaidah-kaidah
yang telah berlaku di tingkat internasional. Indikator Hak Asasi Manusia disusun
berdasarkan Komentar Umum PBB (General Comments) dan sangat berkaitan
dengan tanggung jawab negara di bidang Hak Asasi Manusia.202
IHAM terbagi menjadi menjadi tiga (3) jenis sesuai tahapannya, yaitu; 1)
Indikator Struktur, 2) Indikator Proses, dan 3) Indikator Hasil.203 Pengertian
indikator struktur adalah merupakan cerminan dari hasil ratifikasi dan adopsi
instrumen hukum dan keberadaan mekanisme institusional dasar yang dianggap
perlu untuk memfasilitasi perwujudan HAM. Hal tersebut dapat ditemukan pada
struktur konstitusional dan peraturan perundang-undangan di suatu negara, karena
struktur peraturan
perundang-undangan
adalah
komponen
penting
pada
202
203
Universitas Indonesia
92
2005, komentar tersebut menjelaskan secara luas atas isi Pasal 6 KIHESB yang
mengatur tentang hak atas pekerjaan. Pada paragraf ke tigapuluh satu (31)
mengenai kewajiban-kewajiban utama negara pihak dikatakan bahwa dasar
pemikiran utama pada hak atas pekerjaan adalah konsep non-diskriminasi dan
kesetaraan dalam suatu pekerjaan. Dijabarkan lebih lanjut mengenai kewajiban
negara terhadap hak atas pekerjaan, komentar umum membaginya menjadi tiga
aspek penting, yaitu; 1) kewajiban untuk menjamin aksesibilitas (keterjangkauan)
seluruh masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan, 2) kewajiban untuk
menghindarkan munculnya tindakan-tindakan yang berakibat pada munculnya
diskriminasi dan perlakuan yang tidak setara baik pada sektor publik atau privat,
3) kewajiban untuk membuat rencana aksi sebagai strategi di bidang
ketenagakerjaan yang arahnya untuk menciptakan kondisi partisipatif dan
transparan dalam proses penyelesaian masalah ketenagakerjaan, dan rencana aksi
tersebut harus membawa semangat untuk melindungi kelompok atau individu
yang kurang beruntung atau yang termarjinalkan (kelompok rentan seperti
penyandang disabilitas, anak dan perempuan) dalam menikmati hak atas
pekerjaan mereka.204
Akan tetapi dalam konstruksi penelitian tesis ini hanya akan difokuskan
pada satu indikator saja yang bersesuaian dengan metode penelitian yuridis
normatif, yaitu indikator struktur yang berkutat pada aspek keberadaan instrumen
hukum sebagai bentuk komitmen dan penerimaan dari norma HAM dan norma
hukum ketenagakerjaan internasional yang berlaku ditataran dalam negeri
Indonesia. Menurut Kantor Komisi Tinggi HAM PBB dalam buku panduannya
tentang Indikator HAM, bahwa indikator struktur dapat membantu untuk
mengentahui kualitas implementasi suatu instrumen norma HAM internasional
yang diadopsi di suatu negara, dalam hal ini hak atas pekerjaan dan hak pekerja
dapat dilihat kualitas implementasinya pada perangkat (struktur) hukum yang
mengatur masalah ketenagakerjaan. Beberapa indikator yang dapat digunakan
dalam indikator struktur ini adalah; 1) instrumen perjanjian atau kovenan
internasional yang diratifikasi negara yang sudah disahkan melalui sistem hukum
204
Universitas Indonesia
93
nasional, kemudian 2) jangka waktu dan ruang lingkup kebijakan hukum yang
dirumuskan untuk pengimplementasian lebih lanjut suatu norma HAM
internasional dalam bentuk yang lebih teknis di tataran nasional, serta 3) waktu
penerapan kebijakan hukum tersebut berlaku secara mengikat dan melingkupi
semua prosedur pemerintahan termasuk pada tataran pengawasan terhadap
penegakan norma tersebut, hal ini dapat ditemukan akan adanya badan khusus
yang berfungsi sebagai pengawas, sehingga segala macam pelanggaranpelanggarannya dapat dicegah dengan cara yang memaksa para pihak untuk patuh
(adanya sanksi pidana).205
Semua indikator struktural tersebut dapat ditelusuri pada sistem hukum
nasional, yang dimulai dari konstitusi hingga struktur hierarkhi peraturan
perundang-undangan dibawahnya hingga peraturan daerah (perda). Melalui kajian
terhadap struktur kebijakan nasional tentang ketenagakerjaan, yang substansi
dasarnya adalah hak atas pekerjaan dan hak pekerja, maka akan dapat dinilai
kualitas komitmen suatu pemerintahan negara dalam mematuhi norma HAM
internasional dan norma perburuhan internasional yang telah diratifikasi oleh
suatu negara. Dengan jalan kajian struktur kebijakan tersebutlah akan didapatkan
gambaran tentang kualitas implementasi pada aspek hukumnya dari suatu hak
konstitusional yang telah ditentukan oleh konstitusi negara. Kualitas implementasi
akan terlihat pada bagaimana konsistensi substansi suatu peraturan dari tingkat
undang-undang hingga tingkat peraturan daerah, serta akan dikuatkan dengan
melihat jangka waktu serta ruang lingkup suatu kebijakan yang dibuat itu, apakah
pemerintah serius dalam langkah-langkah legislasinya sebagai bentuk nyata dari
pematuhan terhadap suatu norma HAM yang telah diakui oleh negara (di dalam
konstitusinya).
Kemudian
ditambah
dengan
adanya
kebijakan
yang
Universitas Indonesia
94
Lihat isi Article 3 (b) pada Discrimination Convention No. 111 ILO, ditekankan bahwa,
Each Member for which this Convention is in force undertakes, by methods appropriate to
national conditions and practice: b. to enact such legislation and to promote such educational
programmes as may be calculated to secure the acceptance and observance of the policy, data
diakses dari situs <http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:12100:0::NO:12100:
P12100_ILO_CODE:C111> pada tanggal 22 Juni 2013, pukul 08:40 WIB. Penekanan yang sama
pun dapat ditinjau pada Aricle 8 (3) ICESCR, Nothing in this article shall authorize States
Parties to the International Labour Organisation Convention of 1948 concerning Freedom of
Association and Protection of the Right to Organize to take legislative measures which would
prejudice, or apply the law in such a manner as would prejudice, the guarantees provided for in
that Convention, data diakses dari situs <http://www.ohchr.org/EN/ProfessionalInterest/Pages/
CESCR.aspx>. Kemudian hal serupa pun ditekankan berkiatan kembali melalui Komentar Umum
yang disahkan melalui sidang ke-60 Komite Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya PBB Desember
1998, sebagaimana tertulis di dalam Bagian A. The duty to give effect to the Covenant in the
domestic legal order No. 1, ..By requiring Governments to do so by all appropriate means, the
Covenant adopts a broad and flexible approach which enables the particularities of the legal and
administrative systems of each State,.. data diakses dari situs <http://www2.ohchr.org/
english/bodies/cescr/comments.htm> pada tanggal 22 Juni 2013, pukul 10:15 WIB.
Universitas Indonesia
95
tentang Muatan Normatif Hak atas Pekerjaan, Paragraf ke sepuluh yang berisi,
..Negara penandatangan harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan,
baik legislatif maupun langkah lainnya... 207 Meski dokumen komentar umum
tersebut bukan satu dokumen yang memiliki kekuatan hukum, namun
keberadaaannya menjadi panduan pelaksanaan dan penerapan kovenan yang
dijelaskannya, yaitu Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
(KIHESB). Sehingga secara tidak langsung mempengaruhi negara-negara
penandatangan
konvensi
termasuk
Indonesia
untuk
dapat
menjalankan
konsekuensi keikutsertaannya.
Menurut publikasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia (Komnas HAM-RI) tentang Indikator Hak Pekerja yang diterbitkan
tahun 2012, bahwa Indikator Hak Asasi Manusia (IHAM) adalah alat ukur
pelaksanaan kewajiban negara dalam bidang HAM. 208 Maka dalam hal ini
indikator hak pekerja diadakan bertujuan untuk mengukur tingkat pelaksanaan dan
pemenuhan kewajiban negara terhadap hak-hak pekerja di Indonesia. Berdasarkan
hasil penelitian dan pengkajian yang telah dilakukan Komnas HAM terhadap hak
pekerja, akhirnya dihasilkanlah indikator hak pekerja yang dapat dirujuk sebagai
pedoman pengukuran kualitas implementasi hak pekerja. Butir-butir indikator hak
pekerja tersebut adalah sebagai berikut:209
1. Kebebasan berserikat;
2. Larangan diskriminasi;
3. Jaminan kesejahteraan sosial;
4. Perlindungan dari pemutusan hubungan kerja (PHK).
208
Komnas HAM, Indikator Hak Pekerja, (Komnas HAM: Jakarta, 2012)., hal. 2.
209
Ibid.
Universitas Indonesia
96
bekerja di sektor formal, yaitu mereka yang mendapat upah atau imbalan menurut
ketentuan hukum ketenagakerjaan Indonesia.
Berangkat dari batasan tersebut, keempat indikator tersebut kemudian
diturunkan lagi dalam bentuk elemen-elemen kunci sebagai acuan indikator hak
pekerja. Pada setiap elemen kunci tersebut dibagi lagi menjadi tiga berdasarkan
tiga macam indikator; yaitu indikator struktur, indikator proses, dan indikator
hasil. Lebih lanjut lagi, pada masing-masing indikator yang menjadi acuan elemen
kunci terdapat metode penghitungannya.210
Kandungan
Pokok
Elemen
Kunci
1.1
Membentuk
dan
membangun
serikat
pekerja
Metode
Penghitungan
1. Kebebasan
Berserikat
1.2
Pembentukan
Perjanjian
kerja
Bersama
Metode
Perhitungan
210
Struktur
1.1.1 Adanya
undang undang
yang menjamin
setiap orang
membentuk
dan bergabung
dengan serikat
pekerja
Menghitung
undang-undang
yang
mengandung
ketentuan
jaminan
perlindungan
membentuk
dan bergabung
dengan serikat
pekerja
1.2.1 Adanya
undang undang
yang mengatur
pembentukan
perjanjian
kerja bersama
Menghitung
jumlah UU
yang
mengandung
ketentuan
mengenai
dorongan
Indikator
Proses
1.1.2 Adanya
program
pencatatan serikat
pekerja
Menghitung
jumlah program
pemerintah
tentang
pencatatan serikat
pekerja di dinas
terkait
Hasil
1.1.3 Prosentasi
perusahaan yang
memiliki serikat
pekerja
1.2.2 Adanya
mekanisme
pembentukan
perjanjian kerja
bersama (PKB)
Jumlah
perusahaan yang
ada SP-nya
dibagi jumlah
seluruh
perusahaan dikali
seratus persen,
hasilnya
persentase
perusahaan yang
memiliki SP di
suatu daerah
1.2.3 Jumlah
perjanjian kerja
bersama (PKB)
yang terdaftar di
dinas tenaga kerja
Menghitung
program
pemerintah untuk
mendorong
pembuatan PKB
di tiap
perusahaan
Menghitung
jumlah PKB yang
didaftarkan
perusahaan
kepada kantor
dinas
ketenagakerjaan
Universitas Indonesia
97
2.1 Upah
yang Adil
Metode
Penghitungan
2. Larangan
Diskriminasi
2.2
Perlindungan
Pekerja
Penyandang
Disabilitas
Metode
Penghitungan
2.3 Hak
Perempuan
Pekerja
untuk
membuat
perjanjian
kerja bersama
2.1.1 Adanya
undang undang
yang mengatur
hak upah
Menghitung
jumlah UU
yang
mengandung
ketentuan
tentang
pengupahan
2.2.1 Adanya
undang undang
yang mengatur
perlindungan
penyandang
disabilitas
dalam
lingkungan
pekerjaan
Menghitung
jumlah UU
yang
mengandung
ketentuan
perlindungan
penyandang
disabilitas
2.3.1 Adanya
UU yang
mengatur
tentang a) cuti
haid dan
melahirkan,
serta b) tentang
hak menyusui
bagi pekerja
perempuan
2.1.2 Adanya
program
pengupahan yang
tidak
diskriminatif
Menghitung
jumlah program
pengupahan
2.2.2 Adanya
program
perlindungan
pekerja
penyandang
disabilitas dalam
lingkungan kerja
Menghitung
program
pemerintah untuk
pastikan
terselenggaranya
perlindungan
pekerja
penyandang
disabilitas di
lingkungan kerja
2.3.2 Adanya
program a)
pengawasan
pelaksanaan cuti
melahirkan, dan
b) program
pemberian waktu
istirahat bagi ibu
menyusui
2.1.3 Proporsi
perusahaan yang
memberikan upah
minimal
kabupaten/kota
Jumlah
perusahaan yang
memberikan upah
diatas upah
minimum dibagi
jumlah seluruh
perusahaan di
satu daerah,
hasilnya
presentase
perusahaan yang
berikan upah
diatas upah
minimum
2.2.3 Jumlah
pekerja
penyandang
disabilitas yang
mendapatkan
fasilitas kerja
sesuai dengan
disabilitasny
Menghitung
jumlah
penyandang
disabilitas yang
mendapat
fasilitas kerja di
seluruh
perusahaan di
satu daerah
2.3.3 proporsi
perempuan
pekerja a) yang
dipekerjakan
kembali setelah
mengambil cuti
melahirkan, dan
b) Proporsi
perusahaan yang
memiliki aturan
Universitas Indonesia
98
membolehkan
menyusui
Menghitung
jumlah UU
yang
mengandung
ketentuan
tentang a) cuti
haid dan
melahirkan,
serta b)
tentang hak
menyusui bagi
pekerja
perempuan
Menghitung
program
pemerintah untuk
pastikan
terselenggaranya
program
pengawasan a)
pelaksanaan cuti
melahirkan, dan
b) program
pemberian waktu
istirahat bagi ibu
menyusui
3.1.1 Adanya
undang-udang
yang mengatur
jaminan
pemeliharaan
kesehatan
tenaga kerja
Menghitung
jumlah UU
yang
mengandung
ketentuan
tentang
jaminan
pemeliharaan
kesehatan
tenaga kerja
3.1.2 Adanya
program
pemberian
jaminan
pemeliharaan
kesehatan pekerja
Metode
Penghitungan
3.1 Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan
3. Jaminan
kesejahteraan
sosial
Metode
Penghitungan
Menghitung
program
pemerintah untuk
pastikan
terselenggaranya
program
pemberian
jaminan
pemeliharaan
kesehatan pekerja
a) jumlah
perempuan
pekerja yang
dipekerjakan
kembali dibagi
jumlah
perempuan
pekerja yang
ambil cuti
melahirkan dikali
seratus persen,
hasilkan
persentase
perempuan
pekerja
dipekerjakan
kembali.
b) jumlah
perusahaan yang
berikan hak
istirahat
menyusui dibagi
jumlah seluruh
perusahaan dikali
seratus persen,
hasilkan
persentase
proporsi
perusahaan yang
bolehkan
menyusui.
3.1.3 Proporsi
pekerja yang
mendapat
jaminan
pemeliharaan
kesehatan pekerja
Pekerja yang
mendapat
jaminan
pemeliharaan
kesehatan dibagi
jumlah seluruh
pekerja dikali
seratus persen,
hasilkan proporsi
pekerja yang
dapatkan jaminan
pemeliharaan
Universitas Indonesia
99
kesehatan kerja
3.2 Jaminan
Kecelakaan
Kerja
Metode
Penghitungan
4.1
Perlindungan
pekerja dari
PHK
4.
Perlindungan
dari
pemutusan
hubungan
kerja (PHK)
Metode
Penghitungan
3.2.1 Adanya
peraturan
undang-undang
yang mengatur
tentang
jaminan
kecelakaan
bekerja
Menghitung
jumlah UU
yang
mengandung
ketentuan
tentang
jaminan
kecelakaan
bekerja
3.2.2 Adanya
program jaminan
kecelakaan kerja
3.2.3 Proporsi
pekerja yang
mendapat
jaminan
kecelakaan kerja
Menghitung
program
pemerintah untuk
pastikan
terselenggaranya
program
jaminan
kecelakaan kerja
4.1.1 Adanya
undang-undang
yang mengatur
tentang
perlindungan
PHK
Menghitung
jumlah UU
yang
mengandung
ketentuan
tentang
perlindungan
PHK
4.1.2 Adanya
program
pemerintah
terkait
perlindungan
PHK
Menghitung
program
pemerintah untuk
pastikan
terselenggaranya
program
perlindungan
PHK
Pekerja yang
mendapat
jaminan
perlindungan
kecelakaan kerja
dibagi jmlah
seluruh pekerja
dikali seratus
persen, hasilkan
persentase
pekerja dapatkan
jaminan
perlindungan
kecelakaan kerja
4.1.3 Jumlah
kasus PHK yang
ditangani
Pengadilan
Hubungan
Industrial
Jumlah kasus
PHK yang
ditangani
pengadilan
hubungan
industrial
Diolah dari buku terbitan Komnas HAM tentang Indikator Hak Pekerja
Universitas Indonesia
100
daerah, dapat pula dilakukan penilaian mengenai kualitas penerapan hak pekerja
dari segi indikator struktural, yaitu menganalisa sejauh mana hak pekerja sudah
cukup
baik
diatur
melalui
peraturan
perundang-undangan
mengenai
ketenagakerjaan.
Dimasukkannya uraian mengenai indikator HAM ini, khususnya mengenai
indikator struktural, memiliki relevansi pada bagian metodologis penentuan
kualitas penerapan hak pekerja dalam tataran hukum. Dalam penelitian hukum,
tentu metode yang digunakan adalah mengkaji produk hukum yang berlaku
tentang suatu topik tertentu, dalam hal ini bila hendak diketahui bagaimana
kualitas penerapan hak pekerja, maka yang harus dilakukan adalah dengan
meneliti satu-per-satu ketentuan hukum yang berkaitan dengan hak pekerja yang
berlaku di sistem hukum Indonesia. Maka digunakanlah metode analisis dengan
konsep yang ada pada indikator HAM, khususnya indikator struktural yang
mengeksplorasi seluruh produk hukum mengenai hak pekerja, agar dapat
mengetahui tingkat penerapan hak pekerja di Indonesia yang dapat diketahui dari
seluruh produk hukum yang ada pada sistem hukum ketenagakerjaan Indonesia.
Untuk menyimpulkan secara sementara pada uraian Bab 2 ini, mengenai hak
pekerja dalam ranah hukum ham dan ketenagakerjaan/ perburuhan di tingkat
internasional dan nasional, maka dapat dirangkum dalam beberapa butir sebagai
berikut:
1.
2.
Universitas Indonesia
101
dan
kovenan
internasional
tentang
hukum
perburuhan/
ketenagakerjaan, maka substansi hak pekerja yang ada pada UndangUndang Dasar dan Undang-Undang Ketenagakerjaan, telah cukup lengkap
dan baik dalam menjamin dan melindungi seluruh warga negara yang
memiliki hak pekerja, karena substansi hak pekerja didalam dua instrumen
hukum nasional tersebut cukup konsisten diatur.
4.
baik
melalui
Undang-Undang
Dasar
dan
Undang-Undang
Universitas Indonesia
102
Universitas Indonesia
102
BAB 3
PENGATURAN HAK PEKERJA PADA KEBIJAKAN HUKUM
KETENAGAKERJAAN PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG
NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
3.1
tentang tenaga kerja yang berisi pola implementasi hak pekerja. Pembahasan
dilakukan dengan menyajikan tinjauan yuridis hukum ketenagakerjaan yang
mengacu pada waktu penerapan otonomi daerah. Pembahasan tersebut dilakukan
guna mengetahui perbedaan yang ada dalam hukum ketenagakerjaan sebelum dan
sesudah pemberlakuan otonomi daerah.
Hukum
yang
berlaku
mengatur
hak
pekerja
sebelum
terjadinya
situs
103
Oleh
karena
itu
akan
diambil
dua
undang-undang
Universitas Indonesia
104
masih umum. Undang-undang ini masih sederhana dalam mengatur masalah hak
pekerja, dan hal tersebut dapat dipahami bila ditinjau dari segi tahun
diundangkannya, yaitu pada tahun 1969 yang mana merupakan awal-awal masa
pemerintahan orde baru. Pada saat itu sistem pemerintahan bersifat sentralistik,
dan beberapa undang-undang yang diterbitkan masih bersifat umum dan khusus,
yaitu adanya undang-undang yang derajatnya lebih tinggi dari undang-undang
lainnya. Hal tersebut nampak dari isi substansi UU No. 14 Tahun 1969 tentang
pokok-pokok mengenai ketenagakerjaan. Dimana isi substansinya masih sangat
umum dan berupa arah kebijakan politik hukum terhadap permasalahan
ketenagakerjaan di tingkat nasional. Isi pengaturan di tiap pasalnya masih harus
diatur lebih rinci melalui peraturan perundang-undangan dibawahnya agar jelas
bentuk penegakannya hingga berdampak nyata bagi pekerja.
Khusus pada pasal-pasal yang mengatur menganai hak-hak bagi pekerja pun
demikian. Masih berupa pernyataan umum yang belum jelas bagaimana cara
penegakkannya bila hal tersebut tidak terpenuhi atau terkurangi pada diri pekerja.
Pola pengaturan mengenai hak pekerja yang demikian itu dapat dimengerti karena
mungkin pada saat disusunnya undang-undang tersebut telah ada sebelumnya
beberapa peraturan yang berlaku dan telah mengatur secara khusus. Sehingga
pada tataran undang-undang hanya dinyatakan secara umum saja tentang arah
kebijakan politik hukum ketenagakerjaan sebagai norma tertinggi yang
memayungi permasalahan tenaga kerja.
Hal tersebut dikuatkan dengan adanya beberapa pasal yang isinya berupa
pendelegasian pengaturan lebih lanjut pada peraturan perundang-undangan di
tingkat bawahnya. Kemudian terkait pola penegakkan norma undang-undang
tersebut, pada ketentuan terakhir sebelum penutup ditetapkan adanya sistem
pengawasan tenaga kerja yang akan menjadi sarana penjamin terlaksananya
norma-norma yang masih abstrak tersebut. Namun kembali, Pasal 16 yang
mengatur ketentuan tersebut pun masih harus diatur lebih lanjut dalam satu
peraturan perundangan yang lebih rinci guna memperjelas seperti apakah susunan
sistem pengawasan tenaga kerja dimaksud. Keterangan yang sedikit lebih rinci
dapat ditemukan pada bagian penjelasan pasal per pasal, dimana sistem
pengawasan tenaga kerja tersebut memiliki fungsi untuk; 1) mengawasi
Universitas Indonesia
105
memiliki
kesamaan
kualitas
penanganan
masalah
dalam
peng-
214
Indonesia, Udang-Undang tentang Pokok Tenaga Kerja, Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1969, (Lembaran Negara Nomor 2912 Tahun 1969). Pasal 16, bagian penjelasan pasal per
pasal.
Universitas Indonesia
106
undang yang terbit pada tahun 1969 dibuat sebagai undang-undang payung, yang
sifatnya menaungi semua undang-undang yang mengatur segala sesuatu mengenai
kegiatan perburuhan yang lebih dahulu terbit dari UU No. 25 tahun 1997 tentang
Ketenagakerjaan. Norma hukum yang mengatur tentang permasalahan hukum
perburuhan secara terpisah telah terangkum ke dalam UU No. 25 tahun 1997,
sehingga rumusan undang-undang tersebut akan terlihat sebagai kodifikasi hukum
ketenagakerjaan.
Undang-undang ini merupakan cikal-bakal konseptualisasi undang-undang
ketenagakerjaan yang akan muncul kemudian. Susunannya yang demikian
lengkap telah mendapat pengaruh dari sumber hukum ketenagakerjaan
internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Secara substansial,
materi muatan yang diatur di dalam undang-undang ini adalah; 1) penganutan asas
kesamaan kesempatan dan perlakuan yang sama (dalam bekerja), 2) pembinaan
hubungan industrial, 3) kelembagaan dan sarana hubungan industrial, 4)
perlindungan tenaga kerja, 5) pelatihan kerja, 6) layanan penempatan kerja, 7)
perlindungan pekerja di sektor informal, dan 8) pengawasan ketenagakerjaan.
Corak sistem pemerintahan saat itu yang masih menganut sistem sentralistik
masih menekankan kesatuan perintah yang tak boleh terputus dari pusat hingga
daerah dan keseragaman pola pengimplementasian norma diseluruh daerah.
Sehingga sebagian besar, bahkan hampir seluruh urusan pemerintahan dibidang
ketenagakerjaan ini dilakukan oleh pemeritah pusat, yakni atas dasar wewenang
menteri ketenagakerjaan, kecuali urusan tertentu yang oleh pemerintah pusat telah
diserahkan kepada pemerintah daerah.215
Karateristik tata pemerintahan yang dianut di dalam undang-undang ini,
sedikit memiliki konsep otonomi, namun bukan otonomi murni karena tetap
sumber pemilik wewenang adalah pemerintah pusat. Hal tersebut dapat ditinjau
dari isi Pasal 168 yang bunyinya penyerahan urusan pemerintahan. Maka
sejatinya pemilik asli wewenang mengurus bidang pemerintahan di sektor
ketenagakerjaan ini adalah pemerintah pusat. Sifat otonomi yang diterapkan pada
undang-undang ini tergolong jenis otonomi yang di-dekonsentrasi-kan. Yaitu
215
Universitas Indonesia
107
hanya pada beberapa wewenang kecil yang jangkauannya dapat dikatakan jauh,
bila harus dikerjakan oleh pemerintah pusat. Namun demikian, dianutnya konsep
otonomi yang di-dekonsentrasi-kan di dalam undang-undang ketenagakerjaan ini
merupakan satu langkah maju, mengingat semakin luasnya bidang yang digarap
oleh pemerintah pada sektor ketenagakerjaan.
Secara umum, pola penyelenggaraan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan pada era pemerintahan sebelum otonomi daerah dilakukan secara
sentralistik namun tidak mutlak. Hal ini dapat dilihat terjadi adanya pergeseran
antara pola lama yang masih sangat sederhana, yaitu pada UU No. 14 Tahun 1969
tentang Pokok Tenaga Kerja, yang hanya mengatur konsep dasar saja dan berupa
penetapan kebijakan politik hukum ketenagakerjaan pemerintah, dan belum
menunjukkan adanya kejelasan pengaturan pada tataran yang lebih teknis,
semuanya didelegasikan ke peraturan perundangan dibawahnya. Sedangkan pada
UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan terjadi kemajuan yang cukup
signifikan
mengenai
pola
penyelenggaraan
pemerintahan
di
bidang
ketenagakerjaan. Materi muatan undang-undang tersebut mengatur lebih rinci halhal apa saja yang dibutuhkan cukup penting untuk diatur dalam suatu undangundang ketenagakerjaan. Sehingga penyelenggaraan ketenagakerjaan ini lebih
nampak seimbang antara perlindungan pekerja dan upaya untuk mendorong
investasi bagi pengusaha. Akan tetapi yang masih belum jelas pada kedua undangundang ketenagakerjaan tersebut adalah aspek mekanisme penegakkan norma
hukum melalui metode dan pola pengawasan ketenagakerjaan yang efektif. Hal ini
nampak dari sedikitnya aturan yang menyebutkan adanya pola atau metode
pengawasan yang dianut pada kedua undang-undang tersebut. Keduanya hanya
menyebutkan lebih lanjut diatur melalui peraturan perundangan (peraturan
pemerintah).
Permulaan awal dimulainya pemberlakuan sistem pemerintahan otonomi
daerah adalah saat amandemen UUD 1945 yang kedua pada tahun 2000.
Diubahnya Pasal 18 menjadi sebanyak tujuh ayat, dimana pada Ayat 2 dan Ayat 5
Pasal 18, menetapkan bahwa pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten dan
daerah kota diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahannya menurut asas otonomi, kecuali urusan yang oleh undang-undang
Universitas Indonesia
108
Universitas Indonesia
109
Universitas Indonesia
110
3.2
2.
Universitas Indonesia
111
3.
Undang-Undang
Nomor
Tahun
2004
tentang
Penyelesaian
bagi setiap tenaga kerja, dan fungsi keempat undang-undang tersebut merupakan
instrumen hukum untuk memastikan pemenuhan dan penghormatan terhadap hak
pekerja terjamin dengan pasti. Keempat undang-undang tersebut satu sama lain
saling berkaitan dan saling melengkapi terkait kebutuhan perlindungan hak
pekerja bagi setiap warga negara yang berstatus sebagai tenaga kerja.
Oleh karena berupa undang-undang, yaitu norma hukum yang sifatnya
masih umum, maka perlu dilengkapi dengan instrumen hukum yang tingkatannya
dibawah undang-undang, yang ruang lingkup aturannya lebih kecil dan rinci,
mengatur pada hal-hal yang khusus dan aplikatif. Sehingga perlu pula disajikan
beberapa peraturan perundang-undangan yang melaksanakan lebih lanjut beberapa
pasal yang diatur didalam undang-undang tersebut melalui instrumen hukum
Peraturan Pemerintah dan atau Peraturan Presiden atau peraturan lain dibawahnya.
Berikut ini adalah beberapa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan
Peraturan Menteri yang berkaitan dengan pengimplementasian hak pekerja:
Universitas Indonesia
112
1.
2.
3.
Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
Nomor
Universitas Indonesia
113
merupakan salah satu kunci penting agar upaya menegakkan norma hak bagi
pekerja di dalam sistem hukum ketenagakerjaan menjadi konsisten dan
nyata, setelah sebelumnya telah disususun aturan yang mengatur mengenai
mekanisme kerja pengawasan ketenagakerjaan.
5.
kedua
menteri
dengan
maksud
agar
sistem
pengawasan
pemerintahan
daerah,
padahal
perangkat
hukum
yang
tentang
Komponen
dan
Pelaksanaan
Tahap
Pencapaian
Universitas Indonesia
114
7.
8.
9.
Universitas Indonesia
115
daerah yang menjadi sampel lokasi untuk dijadikan objek kajian permasalahan
implementasi hak pekerja di tingkat daerah adalah Pemerintah Daerah Kota
Tangerang, yang berada di wilayah Provinsi Banten. Oleh karena itu, perlu
disajikan beberapa
peraturan
daerah
yang
mengatur
mengenai
hukum
2.
Universitas Indonesia
116
4.
Universitas Indonesia
117
hak
pekerja
yang
telah
diakui
serta
diatur
didalam
undang-undang
ketenagakerjaan. Oleh karena itu, pada sub-bab ini fokus kajian menitik-beratkan
pada aspek sinkronisasi antara peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang
ada dibawahnya, berkaitan dengan arah kebijakan tentang hak pekerja yang
berlaku pada sistem hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.
Untuk keperluan tersebut, berikut disajikan tabel yang menunjukkan jenisjenis hak pekerja yang telah diatur dan diakui didalam UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang disinkronkan dengan peraturan perundangundangan di tingkat bawahnya sebagai peraturan pelaksana norma hak tersebut.
Hak
Pekerja
Mendapat
Pelatihan
Kerja
Penempatan
Kerja (bebas
memilih dan
pindah
kerja)
Peraturan
Pelaksananya
PP No. 31 Th. 2006
tentang Sistem Pelatihan
Kerja Nasional
Permen-nakertrans No.
6 Th. 2012 tentang
Pendanaan Pelatihan
Kerja
Perda-Kota Tangerang
No. 12 Th. 2002 tentang
Penempatan dan
Pelatihan Kerja
Perpres No. 81 Th. 2006
tentang BNP2TKI
Permen-nakertrans No.
6 Th. 2008 tentang
Penempatan Tenaga
Kerja
SE-menakertrans No:
SE.127/MEN/PPTKPTKDN/IV/2009
tentang Pelayanan
Penempatan Kerja
Pergub-Banten No. 48
Th. 2012 Pelayanan
Satu Atap Penempatan
dan Perlindungan TKI
Komentar
Mendapat pelatihan kerja
merupakan salah satu hak
pekerja
yang
memiliki
jaminan hukum sangat baik
untuk
dapat
diimplementasikan.
Hal
tersebut
karena
secara
hierarkhis terdapat peraturan
yang lengkap mengaturnya
hingga tingkat pemerintahan
daerah
Penempatan
kerja
merupakan salah satu hak
yang
cukup
mendasar,
karena terkait kesempatan
seseorang
untuk
dapat
bekerja, oleh karenanya
pemerintah
tampak
memperhatikan dengan baik
terkait
kemudahan
masyarakat untuk dapat
menjangkau pasar kerja. Hal
tersebut terlihat dari adanya
fasilitas
lembaga
yang
didirikan
untuk
memfasilitasi
kegiatan
penempatan kerja.
Perda-Kota Tangerang
No. 12 Th. 2002 tentang
Penempatan dan
Pelatihan Kerja
Universitas Indonesia
118
Bagi Pekerja
wanita
Mendapat
Waktu kerja,
istirahat dan
cuti
Kepmen-nakertrans No:
KEP.102/MEN/VI/2004
tentang kerja Lembur
dan Upah Lembur
Kepmen-nakertrans No:
PER.04/MEN/1994
tentang Tunjangan Hari
Raya Keagamaan bagi
Pekerja di Perusahaan
Universitas Indonesia
119
Mendapat
Perlindungan
Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja (K3)
Mendapat
upah yang
layak
Permen-nakertrans No.
13 Th. 2012 tentang
Komponen dan Tahap
Pencapaian KHL
Permen-nakertrans No.
7 Th. 2013 tentang
Upah Minimum
Keppres No. 107 Tahun
2004 tentang Dewan
Pengupahan
Kepmen-nakertrans No:
Kep.49/Men/IV/2004
tentang Struktur dan
Skala Upah
Komposisi
peraturan
pelaksana
yang
berisi
pedoman
kerja
berupa
sistem manajemen K3 dan
didukung dengan pedoman
penyelesaian
kasus
kecelakaan sudah cukup
baik
dalam
upaya
melindungi dan memenuhi
hak pekerja agar tetap
selamat dan sehat saat
bekerja.
Universitas Indonesia
120
Fasilitas
penunjang
kesejahteraan (koperasi
dan jaminan
sosial)
Berserikat,
berunding
dan mogok
Pasal 104
(1) Setiap pekerja/buruh
berhak membentuk dan
menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh.
Pasal 116
(1) Perjanjian kerja
bersama dibuat oleh
serikat pekerja/serikat
buruh atau beberapa
serikat pekerja/ serikat
buruh yang telah
tercatat pada instansi
Universitas Indonesia
121
Perlindungan
dari
perselisihan
hingga
berdampak
PHK
Pasal 137
Mogok kerja sebagai
hak dasar pekerja/
buruh dan serikat
pekerja/serikat buruh
dilakukan secara sah,
tertib, dan damai
sebagai akibat gagalnya
perundingan.
Pasal 116
(1) Perjanjian kerja
bersama dibuat oleh
serikat pekerja/ serikat
buruh... dengan
pengusaha...
implementasinya
cukup
dalam
bentuk
penghormatan, tanpa perlu
upaya aktif pemerintah.
Pada kenyataannya malah
pemerintah
mengambil
posisi membuat aturan
untuk mencegah masalah
dari
bentuk-bentuk
pemenuhan
hak
yang
melampaui batas hingga
merugikan pihak lain.
Pasal 151
(1) Pengusaha,
pekerja/buruh, serikat
pekerja/serikat buruh,
dan pemerintah, dengan
segala upaya harus
mengusahakan agar
jangan terjadi
pemutusan hubungan
kerja.
(2) Dalam hal...
pemutusan hubungan
kerja tidak dapat
dihindari, maka maksud
pemutusan hubungan
kerja wajib
dirundingkan oleh
pengusaha dan serikat
pekerja/serikat...
(3) Dalam hal
perundingan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) benarbenar tidak
menghasilkan
persetujuan, pengusaha
hanya dapat
memutuskan hubungan
kerja dengan
pekerja/buruh setelah
mendapat putusan
pengadilan
Tabel 3.1. Daftar Hak Pekerja Didalam UU Ketenagakerjaan dan Peraturan
Pelaksananya
Universitas Indonesia
122
3.3
keselarasan pola
implementasi
hak
pekerja
yang diatur
didalam
UU
Universitas Indonesia
123
dengan
membuat
instrumen
hukum
dibawahnya
untuk
Universitas Indonesia
124
membuat
dan
melaksanakan
kebijakan
di
bidang
pemerintah
daerah
untuk
mengurus
dan
mengatur
Universitas Indonesia
125
Pasal
31 UU
No. 13
Universitas Indonesia
126
memilih kerja dan pindah kerja sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Semua hal tersebut belum dapat dipastikan perlindungannya dan
kerterjaminannya bila tidak ada norma hukum yang akan membawakan
dampaknya pada setiap individu pekerja. Artinya norma hukum yang
terdapat didalam undang-undang, sifatnya masih berupa arahan atau
perintah yang umum, masih harus dilengkapi dengan norma hukum lainnya
yang secara tingkatan hukum mengatur secara lebih khusus lagi hingga
menyentuh pada tataran teknis. Dalam hal ini, peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pemenuhan hak penempatan kerja adalah
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasonal
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Peraturan persebut
merupakan dasar hukum bagi berdirinya lembaga pemerintahan nondepartemen yang disiapkan untuk menjalankan tugas pengaturan urusan
penempatan kerja dan perlindungannya bagi mereka yang akan bekerja ke
luar negeri. Selain itu, terdapat pula peraturan dibawahnya yaitu Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Penempatan Kerja. Peraturan ini cukup baik dalam menjabarkan lebih
lanjutan kebijakan yang masih umum didalam undang-undang terkait
penempatan kerja. Kemudian demikian pula dengan kewajiban yang
dimiliki pemerintah daerah, yaitu untuk melindungi dan pemenuhi hak
warganya untuk dapat terlindungi dan terpenuhi hak penempatan kerjanya
saat ingin mencari kerja. Hal tersebut cukup baik dilakukan oleh dua
pemerintah daerah, yaitu Pemerintah Provinsi Banten dan Pemerintah Kota
Tangerang. Peraturan yang dibuat oleh kedua pemerintahan dearah tersebut
adalah Peraturan Gubernur Banten Nomor 28 Tahun 2012 tentang
Pelayanan Satu Atap Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) dan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 12 Tahun 2002 tentang
Penempatan Kerja dan Pelatihan Kerja. Kedua peraturan daerah tersebut
merupakan bentuk nyata dari konsistensi dalam upaya pengimplementasian
hak pekerja dari aspek substansial peraturan perundang-undangan yang
sudah lengkap.
Universitas Indonesia
127
3.
yang
harus
dikhususkan
pola
pemenuhan
haknya
karena
dengan suatu
keputusan menteri.
Universitas Indonesia
128
Mendapat Waktu Kerja, Istirahat dan Cuti adalah Hak bagi pekerja yang
terkait waktu kerja. mencakup tentang istirahat dan cuti, juga termasuk upah
yang menjadi hak pekerja ketika tidak masuk kerja seperti halnya tunjangan
hari raya yang harus diberikan padahal pekerja tidak masuk kerja karena
cuti bersama saat libur hari raya. Ketentuan tersebut diatur didalam Pasal 77
hingga Pasal 84 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hak
pekerja terkait waktu kerja ini erat kaitannya dengan norma hak asasi
manusia yang mendasar bagi pekerja, yaitu untuk tidak dipekerjakan secara
paksa atau menjalani kerja paksa. Oleh karenanya hubungan kerja yang baik
dan sesuai norma hak adalah yang menghormati dan memenuhi kebutuhan
pekerja untuk istirahat dan mendapat waktu kerja yang tidak merugikan
kesehatan pekerja. Ditambah lagi bila dalam keadaan tertentu suatu
perusahaan mengharuskan adanya jam kerja tambahan untuk lembur.
Perusahaan harus menghormati hak pekerja dalam penerapan waktu lembur,
yaitu dengan meminta kesediaan pekerja untuk bersedia menambah waktu
kerjanya yang normal. Untuk itu, hukum ketenagakerjaan mengatur waktu
kerja tambahan disertai dengan ketentuan upah tambahan sebagai
konsekuensi dari bertambahnya jam kerja. Menurut Pasal 77 Ayat (2) UU
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa waktu kerja yang
normal adalah 40 jam dalam satu pekan, baik untuk lima hari kerja atau
untuk enam hari kerja. Artinya dalam satu hari waktu kerja yang normal
adalah tujuh jam untuk enam hari kerja dalam sepekan, atau delapan jam
kerja dalam satu hari kerja untuk lima hari kerja dalam sepekan. Kemudian
pada Pasal 78 Ayat (1) diatur mengenai syarat-syarat untuk menambah
Universitas Indonesia
129
Universitas Indonesia
130
perusahaan
memiliki
kemampuan
membayar
lebih
tentu
produktivitas
kerjanya,
harus
mengupayakannya
Universitas Indonesia
131
kemudian
menetapkannya
sebagai
kewajiban
bagi
Mendapat Upah yang Layak, adalah imbalan yang diterima pekerja dari
pemberi kerja karena telah melakukan suatu pekerjaan. Memperoleh upah
adalah suatu hak bagi pekerja atas pekerjaan yang telah dilakukannya dan
bagi pemberi kerja merupakan suatu kewajiban karena telah menerima
manfaat
tenaga
untuk
menyelesaikan
pekerjaan
yang
diadakan
manakala
pihak
pemberi
kerja
tidak
menjalankan
kewajibannya dengan baik. Masalah upah yang menjadi hak pekerja tidak
selesai dengan dibayarkannya sejumlah uang dari pemberi kerja kepada
pekerja, namun hukum ketenagakerjaan mengambil langkah untuk
memastikan agar upah yang diterima pekerja adalah upah yang layak. Untuk
Universitas Indonesia
132
pengaturan
tentang
upah
pekerja
ini,
undang-undang
mendapatkan
upah
yang
layak
benar-benar
menghasilkan
Universitas Indonesia
133
yang diarahkan guna pemenuhan upah layak dapat dipenuhi pemebri kerja
kepada pekerjanya, pemerintah mengantisipasi adanya kemungkinan yang
akan mengakibatkan ketidakmampuan dari pihak perusahaan sehingga tidak
mampu menunaikan kewajibannya untuk membayar upah pada angka
minimum yang telah ditetapkan. Satu sisi pemerintah mencoba lebih
berpihak pada pekerja yang kedudukannya lemah, namun juga pemerintah
masih memberikan fasilitas bagi pengusaha yang belum siap memberikan
upah yang layak kepada pekerja. Hal tersebut diakui sebagai satu kenyataan
bahwa dalam dunia usaha, masalah untung rugi merupakan hal yang sangat
sulit
ditentukan.
Dan
bila
pengusaha
tetap
diminta
menunaikan
pekerja.
Oleh
karenanya
menjaga
keseimbangan
antara
perlindungan hak bagi pekerja tetap pula harus dilakukan dengan penjagaan
terhadap keberlangsungan usaha yang kemampuannya tidak selalu baik dan
mampu membayar upah yang telah ditetapkan. Dua hal tersebut sama-sama
dilakukan demi keberlangsungan usaha dan bagi pekerja pun agar tetap
dapat bekerja meski memang menerima upah yang belum sesuai peraturan
yang telah ditentukan. Penentuan besaran upah minimum dilakukan dengan
mengacu pada angka KHL yang ditetapkan Gubernur setiap tahunnya.
Periodisasi penentuan Upah Minimum Provinsi telah ditetapkan per tanggal
1 November menurut Pasal 6 Ayat (2) Permennaker No. 7 Tahun 2013
tentang Upah Minimum. Pada rentan waktu tersebut telah disiapkan tim
yang bertugas khusus melakukan survey dan penentuan jenis-jenis barang
kebutuhan hidup untuk dijadikan angka acuan berupa daftar kebutuhan
hidup layak, yang kemudian angka ini digunakan untuk penentuan upah
minimum yang wewenang penetapannya diberikan pada Gubernur
berdasarkan hasil musyawarah Dewan Pengupahan melalui suatu Surat
Keputusan Gubernur. Keberadaan Dewan Pengupahan bertujuan untuk
menciptakan forum bersama penentuan besaran upah yang layak. Komposisi
keanggotaan dewan terdiri dari tiga pihak, yaitu dari pemerintah, pengusaha
dan pekerja. Dengan menyusun kerangka kerja demikian, diharapkan
Universitas Indonesia
134
Universitas Indonesia
135
Universitas Indonesia
136
Universitas Indonesia
137
Universitas Indonesia
138
Universitas Indonesia
139
Universitas Indonesia
140
Universitas Indonesia
141
keteraturan didalam hubungan industrial, masalah akan sedikit muncul dan selesai
dengan cepat. Akan tetapi lain hal bila salah satu diantara kedua pihak tersebut
tidak taat asas, maka masalah akan timbul dan terjadilah perselisihan diantar
keduanya. Dalam hal ini, permasalahan yang muncul akan dilihat sebagai
indikator ketidaktaatan salah satu pihak terhadap peraturan yang sudah ada
(substansi hukum ketenagakerjaan). Sekaligus juga untuk mengetahui kelemahan
substansial yang perlu ditambahkan guna mengantisipasi tindakan menyimpang
yang akan muncul di kemudian hari.
Kemudian pada bagian berikutnya akan diuraikan mengenai permasalahanpermasalahan yang ada di lapangan. Permasalahan akan disajikan dalam bentuk
contoh kasus (kumpulan berita dari media) dan informasi dari pihak-pihak yang
memiliki keterlibatan dan pengalaman terhadap praktek hukum ketenagakerjaan,
serta dari data statistik tentang ketenagakerjaan yang telah tersaji di situs
pemerintahan terkait. Dengan mengetahui pola dan kecenderungan yang muncul
pada masalah-masalah ketenagakerjaan dan dengan melihat dari mana asal
masalah itu muncul, maka akan dapat diidentifikasikan jenis pendekatan
pemecahan masalahnya.
Universitas Indonesia
142
BAB 4
SITUASI DAN PERMASALAHAN DISEPUTAR PENERAPAN
HAK PEKERJA DI ERA OTONOMI DAERAH SERTA
KEBIJAKAN HUKUM YANG DIAMBIL PEMERINTAH
SEBAGAI SOLUSINYA
4.1
hak pekerja berupa data tentang yang menunjukkan keadaan yang telah dialami.
Sehingga dengan diawali dengan penyajian informasi mengenai situasi penerapan
hak pekerja akan dapat mengantarkan pada pemahaman utuh dan menyeluruh
secara ringkas mengenai keadaan pekerja dalam mendapatkan hak yang sudah
dilindungi undang-undang. Situasi pekerja dalam uraian bab ini terbatas pada
pekerja yang bekerja di sektor formal, khususnya bidang industri manufaktur di
Indonesia. Situasi mengenai pekerja di Indonesia dapat dilihat dari data yang telah
dirangkum oleh Kemenakertrans. Melalui sumber tersebut, dapat diketahui
tentang jumlah perusahaan yang tercatat, yang merupakan persediaan lapangan
kerja bagi calon tenaga kerja atau bagi penduduk dengan kategori angkatan kerja.
Selain itu, perlu disajikan pula data jumlah lowongan kerja yang merupakan
kondisi lapangan kerja yang sedang ditawarkan. Kemudian data tersebut akan
dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja dan data pencari kerja yang terdaftar di
Kemenakertrans. Hal ini akan menunjukkan adanya hubungan tingkat penyerapan
lapangan kerja di Indonesia. Uraian data-data tersebut masuk kedalam isu hak
pekerja untuk mendapatkan penempatan kerja sesuai kemampuan dan minat
masing-masing.
Berikutnya adalah uraian tentang permasalahan pelanggaran hak pekerja
yang diperoleh dari media, dimana adanya berita tentang masalah tersebut berarti
menunjukkan adanya pelanggaran terhadap hak pekerja. Uraian akan di
143
218
218
Ditjend. PHI dan JSK & Ditjen. PPK, diolah oleh Pusdatinaker, Jumlah Perusahaan di
Indonesia Tahun 2005-2011, Data diakses dari situs <http://pusdatinaker.balitfo.
depnakertrans.go.id/listDokumen.php?cat=6> pada hari Sabtu, 21 Desember 2013, pukul 12.05
WIB
Universitas Indonesia
144
dan daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki 8.578 perusahaan.219 Hal ini
menunjukkan bahwa antara jumlah perusahaan mengikuti jumlah penduduk di
suatu daerah. Keadaan tersebut beralasan karena investor mempertimbangan
tenaga kerja yang akan dipekerjakan untuk mendirikan perusahaannya.
Berkaitan erat dengan jumlah penduduk, tentunya terdapat beberapa
kategorisasi, salah satunya kategori penduduk adalah yang masuk usia angkatan
kerja. Tercatat oleh BPS, dan diolah lebih lanjut oleh Pusdatinaker, bahwa jumlah
angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2013 adalah sebanyak 118.19 juta jiwa
atau sebesar 66,90% dari jumlah penduduk yang masuk usia kerja, yaitu pada usia
15 tahun keatas. 220 Dari jumlah tersebut, terdapat 93,75% yang bekerja atau
sebanyak 110,08 juta jiwa dan selebihnya sekitar 7,89 juta jiwa adalah
penganggur terbuka.221 Dari sudut pandang ketenagakerjaan, angka tersebut masih
menyimpan masalah serius, karena bila ditelisik lebih jauh masih terdapat
pembagian pada kategori penduduk yang sudah bekerja, yaitu antara yang bekerja
dengan waktu kerja penuh, atau diatas 35 jam per pekan, dan bekerja dengan
waktu kerja tidak penuh, atau dibawah 35 jam per pekan. Dari jumlah penduduk
sebanyak 110,08 juta jiwa yang bekerja, terdapat 36,81 juta jiwa atau 33,22%
yang
bekerja
tidak
penuh.
Kemudian
dari
jumlah
tersebut,
masih
219
Ibid.
222
Ibid.
Universitas Indonesia
145
Ibid.
224
Pusdatinaker, Direktorat Pengembangan Pasar Kerja. Ditjen Binapenta (2012), Data
Pencari Kerja Terdaftar di Indonesia, data diakses dari situs <http://pusdatinaker.balitfo.
depnakertrans.go.id/viewpdf.php?id=66> pada hari Minggu, 22 Desember 2013, pukul 22.10 WIB
Universitas Indonesia
146
tahun 2011, dan pada semester berikutnya ada 768.112 lowongan yang ditawarkan
ke bursa tenaga kerja yang tercatat resmi.225 Kondisi tersebut dapat menjelaskan
bahwa adanya rentan yang besar antara jumlah pencari kerja (permintaan)
terhadap jumlah lowongan kerja (penawaran) yang disediakan pasar kerja.
Bila dibandingkan maka, pada tahun 2011, total jumlah pencari kerja
terdapat 1.941.434 orang, sedangkan lowongan kerja hanya 1.094.729 posisi.
Artinya terdapat rentan sebesar 846.705 orang yang tidak terserap. Sehingga pada
semester 1 tahun 2012, jumlah pencari kerja berjumlah 1.299.377 orang, yang
sangat besar kemungkinannya mereka adalah para pencari kerja yang belum
terserap dan di tambah dengan para pencari kerja baru. Sementara pada semester 1
di tahun 2012 jumlah lowongan kerja yang ditawarkan justru menurun, yakni
sebanyak 628.603 posisi. Maka terdapat fakta adanya rasio 1:2 antara lowongan
dan pencari kerja.226 Ternyata pada keyataannya, meski pencari kerja berjumlah
lebih banyak dibandingkan dengan lowongan kerja yang tersedia, data
penempatan tenaga kerja yang sesuai pada posisinya hanya berjumlah 849.030
penempatan. Artinya situasi ketenagakerjaan yang terjadi pada tahun 2011, dari
jumlah pencari kerja yang sebanyak 1.941.434, dan lowongan kerja sebanyak
1.094.729 posisi, ternyata penempatannya hanya sebesar 849.030 tenaga kerja.
Dengan demikian, antara jumlah permintaan (pencari kerja) hingga menjadi
tenaga kerja, terdapat rentan yang besar, yang menunjukkan kuantitas penyerapan
tenaga kerja pada pasar tenaga kerja di tahun 2011 hanya sebesar 43,7% atau
kurang dari setengah dari jumlah pencari kerja.
No.
1.
2.
Data Atribut
Jumlah Angkatan Kerja
Jumlah Penduduk yang
Bekerja
Jumlah 2011(juta)
117,37
109,67
Bekerja
75,08
Waktu Penuh
Bekerja Paruh
34,59
Waktu
2012 (juta)
120,41
112,80
Naik-Turun %
Naik 2,6 %
Naik 2,85%
77,25
Naik 2,89%
35,55
Naik 2,77%
225
Universitas Indonesia
147
3.
4.
5.
6.
7.
Jumlah Pengangguran
Jumlah Pencari Kerja
Jumlah Perusahaan
Jumlah Lowongan Kerja
Jumlah Penempatan
Kerja
Total
Semester 1
Semester 2
Total
Semester 1
Semester 2
7,70
1,941
0,226
1,094
0,326
0,768
0,849
0,227
0,622
7,61
1,299
0,225
0,628
0,366
-
Turun 1,16%
Turun 33,07%
Turun 0,33%
Naik 92,6%
Naik 61,2%
Mendapat
Diskriminasi.
Peraturan
perusahaan
merupakan
Universitas Indonesia
148
terlindunginya
hak
pekerja
secara
formil
untuk
tidak
227
Ditjen PHI dan JSK yang Diolah Pusdatinaker, Peraturan Perusahaan yang Disahkan di
Pusat,
data
diakses
ari
situs
<http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/
listDokumen.php?cat=4> pada hari Senin, 23 Desember 2013, pukul 18.05 WIB.
Universitas Indonesia
149
daerah
setempat
melalui
Dinas
yang
membidangi
Universitas Indonesia
150
rekapitulasi
data,
Ibid.
230
Universitas Indonesia
151
UMP.
Sedangkan
dari
segi
pengusaha,
undnga-undang
Universitas Indonesia
152
232
231
Universitas Indonesia
153
233
Ditjen PHI dan Jamsostek, diolah Pusdatinaker, Upah Minimum Provinsi di Indonesia
Tahun 2005-2013, data diakses dari situs <http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/>, pada
hari Selasa, 24 Desember 2013, pukul 09.05 WIB.
234
Pusdatinaker, Daftar UMP Tahun 2005 hingga tahun 2013 di Indonesia, data diakses
dari situs <http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/> pada hari Selasa, 23 Desember 2013,
pukul WIB
Universitas Indonesia
154
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa penetapan UMP merupakan bentuk
jaminan perlindungan dari pemerintah agar pekerja mendapatkan upah yang
layak,
dengan
mengambil
konsep
nilai
pertengahan
agar
dapat
membuka
peluang
bagi
pengusaha
untuk
mengajukan
Sidauruk, ibid.
Universitas Indonesia
155
Universitas Indonesia
156
undang,
penyelenggaraannya
dibebankan
pada
pemerintah.
Sifat
kepesertaan jamsostek memang sukarela bagi pekerja, namun undangundang telah mewajibkan pihak pengusaha untuk mendaftarkan pekerjanya
dalam program jaminan ini. Artinya dengan melihat situasi yang ada saat ini,
dimana persentase perusahaan yang mendaftarkan pekerjanya sebagai
peserta jamsostek masih terbilang kecil, maka ada permasalahan yang harus
ditangani oleh pemerintah dalam menegakkan peraturan tentang kepesertaan
jamsostek. Itu artinya ada unsur kelalaian dengan kesengajaan dari pihak
pengusaha yang tidak mendaftarkan pekerjanya dalam program jamsostek.
Meski saat ini kepesertaan jamsostek dapat dilakukan secara mandiri,
langsung oleh si pekerja sendiri tanpa harus didaftarkan pihak pengusaha,
namun sesuai hukum yang mengatur tentang kepesertaan jamsostek,
pengusaha diberikan beban tanggung jawab untuk mengikutsertakan
pekerjanya. Berdasarkan data perusahaan yang mendaftarkan pekerjanya
diatas, terlihat adanya sekian banyak perusahaan dengan jumlah pekerja
yang banyak pula, yang belum terpenuhi haknya untuk menikmati fasilitas
jamsostek.
5.
Universitas Indonesia
157
terdapat
9584
kejadian
kecelakaan
kerja,
yang
Ibid.
Universitas Indonesia
158
Dan pada angka jumlah korban tersebut dapat pula dinilai bagaimana
kualitas penerapan K3 di suatu perusahaan, karena bisa saja pada kejadian
kecelakaan kerja, karena sistem yang dibangun cukup baik, dapat
meminimalisasi munculnya korban. Pada tahun 2008 dan 2009 yang
mencapai 21.311 kecelakaan kerja, terdapat korban sebanyak 18.359
korban. 239 Artinya penerapan sistem manajemen K3 memegang peranan
penting untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan adanya
sistem K3, tidak selalu muncul korban pada setiap kejadian kecelakaan,
sebagaimana
ditunjukkan
data
tersebut.
Pada
tahap
ini,
pihak
Ibid.
Universitas Indonesia
159
Ditjen. PHI dan Jamsostek, Diolah Pusdatinaker, Data Series Jamsostek dan Hubungan
Industrial 2005-2010, data diakses dari situs <http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/
listDokumen.php?page=1&&cat=4> pada hari Kamis, 26 Desember 2013, pukul 10.25 WIB.
241
242
Ditjen. PHI dan Jamsostek, Diolah Pusdatinaker, Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Yang
Terdaftar Di Indonesia Tahun 2011 2013 <http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/
listDokumen.php?page=1&&cat=4> pada hari Kamis, 26 Desember 2013, pukul 10.25 WIB.
Universitas Indonesia
160
243
Ditjen PHI dan JSK, Diolah Pusdatinaker, Organisasi Pekerja/Buruh di Indonesia
Tahun 2009, data diakses dari situs <http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/
listDokumen.php?page=2&&cat=4> pada hari Kamis, 26 Desember 2013, pukul 10.10 WIB
Universitas Indonesia
161
aktif sebagai anggota SP/SB. Belum lagi dari pihak pengusaha yang
cenderung lebih baik untuk tidak ada SP/SB di perusahaannya, atau
sekiranya ada pun hanya dikehendaki satu atau paling banyak dua organisasi
saja. Diambil dari data yang ada, maka perbandingan jumlah perusahaan
yang tercatat sebanyak 186.910 dan jumlah SP/SB yang tercatat sebanyak
11.852 organisasi, adalah sebesar 6,3% saja. Berarti berdasarkan data yang
diperoleh Kemenakertrans, keberadaan SP/SB hanya ada di 6,3% dari
perusahaan yang ada. Data tersebut masih perlu dikonfirmasi ulang
validitasnya, karena nilai tersebut kurang mencerminkan keadaan yang
sebenarnya, hal ini dapat dilatarbelakangi oleh banyak faktor. Namun bila
data tersebut benar, maka terdapat masalah besar dalam hal penerapan hak
pekerja untuk bebas berserikat di lingkungan perusahaan.
Situasi penerapan hak pekerja di Indonesia yang demikian itu, merupakan
gambaran singkat mengenai kualitas penerapan hak bagi pekerja di Indonesia
secara umum. Memang masih berupa catatan angka-angka statistik yang kurang
menunjukkan keadaan yang sebenarnya, yang kemudian masih harus di lengkapi
dengan menyajikan contoh peristiwa yang nyata terjadi sebagai bukti tentang
adanya pelanggaran terhadap ketentuan normatif hak pekerja sesuai hukum
ketenagakerjaan. Bagian berikutnya ini akan menguraikan lebih lanjut akan hal
tersebut.
4.2
permasalahan yang sering muncul dalam upaya penegakan norma hak pekerja di
perusahaan. Informasi dan berita tersebut akan dikelompokkan sesuai pembagian
hak pekerja. Dengan demikian akan terihat masalah yang muncul terkait
penerapan satu hak pekerja. Dari penyajian informasi dan berita itu akan terlihat
duduk perkara masalahnya, mengenai sebab, motif, dan penyelesaiannya dapat
sedikit diketahui. Hal tersebut dapat bermanfaat dalam menentukan pilihan solusi
dan kebijakan yang tepat untuk memperbaiki keadaan tersebut.
Universitas Indonesia
162
1.
Masalah dalam Penerapan Hak Pekerja untuk Bebas dari Kerja Paksa
dan Diskriminasi (Perlindungan Pekerja pada Tahap Penempatan
Kerja). Hak pekerja lainnya yang tidak kalah penting adalah mengenai
penempatan kerja. Penempatan kerja ini dilakukan dalam rangka
memberikan saluran bagi warga masyarakat yang siap kerja atau tergolong
sebagai angkatan kerja untuk dapat dengan bebas memilih pekerjaan yang
diminati sesuai bakat dan kemapuannya. Filosofinya adalah agar tidak ada
unsur pemaksaan dalam bekerja. Oleh karenanya pula norma hak
penempatan pekerja sering disandingkan dengan norma hak perlindungan
kerja secara bersamaan. Realisasi program penempatan dan perlindungan
kerja ini oleh pihak pemerintah adalah dengan menyelenggarakan kegiatan
sistem informasi ketenagakerjaan, yang memberikan layanan informasi
Universitas Indonesia
163
lowongan kerja dari pihak pemberi kerja kepada para calon pekerja atau
pencari
kerja.
Penyelenggaranya
biasanya
dalam
bentuk
badan
tugas pelayanan
Tenaga
Kerja
Indonesia
didirikan
untuk
membantu
Pasal 2 jo. Pasal 3 jo. Pasal 4 jo. Pasal 4 jo. Pasal 5 Permen No. 6 tahun 2008 tentang
Penempatan Kerja.
Universitas Indonesia
164
yang terjerat kasus imigrasi, mereka bekerja ke luar negeri sebagai buruh
migran yang ilegal. Kemudian yang sangat menyedihkan adalah masih
adanya TKI, terutama wanita, yang menjadi tersangka kasus pidana di
negara tempat ia bekerja, hingga vonis mati pun sudah biasa kita ketahui,
selain dari cerita penyiksaan yang sering mereka terima, yang sebenarnya
disebabkan karena mereka hanya ingin mempertahankan diri dari pelecehan
seksual. Permasalahan-permasalahan tersebut memiliki dimensi hukumnya
sendiri, akan tetapi pangkalnya adalah pada isu penempatan kerja, yang
bertalian erat dengan pelatihan kerja dan perlindungan tenaga kerja.
Memang ketiganya merupakan suatu rangkaian yang harus terjalin kuat agar
penempatan tenaga kerja benar-benar memenuhi kaidah right man on the
right place, karena bila tidak akan banyak muncul masalah di tempat
pekerja itu bekerja. Sebut saja masalah penempatan tenaga kerja khususnya
tenaga kerja ke luar negeri. Mayoritas masalah sebenarnya dilatarbelakangi
oleh faktor pendidikan dan kebudayaan. Faktor pendidikan ini berkaitan
dengan ilmu bahasa, ilmu kejuruan untuk keterampilan bekerja, dari dua
faktor tersebut merupakan kompetensi utama bagi calon TKI untuk dapat
dikirim dan ditempatkan ke luar negeri. Selain itu, faktor budaya pun turut
berperan, karena dalam bekerja merupakan satu aktivitas manusia yang
penuh dengan interaksi sosial yang terdiri dari dua budaya yang berbeda,
antara pekerja dan pemberi kerja. Bila faktor budaya tidak dikuasai oleh
calon TKI maka mereka akan berbenturan dengan adat dan kebiasaan warga
setempat, terutama majikan atau pemberi kerja. Adanya benturan budaya
tersebut yang sering menjadikan TKI menjadi pesakitan karena mereka
dianggap melakukan pelanggaran norma adat yang dianut penduduk negara
tersebut, sementara si pekerja tidak mengetahuinya. Jelas keduanya
merupakan tanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan program
penempatan kerja, yaitu melalui program pembekalan dan pelatihan selama
sebelum mereka diberangkatkan. Upaya tersebut merupakan tugas dan
fungsi pemerintah melalui BNP2TKI, agar dapat benar-benar melakukan
pengawasan yang ketat terhadap sumberdaya manusia yang akan berangkat
menjadi TKI. Kedua faktor tersebut agar diperhatikan betul telah dimiliki
Universitas Indonesia
165
oleh calon TKI. Begitu pun dengan badan-badan pemerintahan lain yang
dibentuk di daerah, yang didirikan untuk tujuan pelayanan penempatan kerja,
mereka harus memperhatikan kualitas SDM yang akan ditempatkan bekerja.
Langkah yang penting untuk penempatan kerja ini adalah dengan merinci
persyaratan kerja dari segi kemampuan yang dimiliki calon pekerja. Dengan
menentukan jenis pekerjaan yang akan ditawarkan dengan syarat-syarat
yang dibutuhkan, akan menjadikan tenaga kerja mampu memilih dan
menentukan jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya. Sehingga proses seleksi berjalan dengan baik, tidak hanya
sekedar merekrut dan menyampaikan informasi lowongan pekerjaan saja.
Kasus yang cukup menggemparkan datang dari dalam negeri mengenai isu
penempatan dan perlindungan kerja ini. Kasus kerja paksa (bahkan
tergolong perbudakan) yang terjadi pada pekerja pabrik panci rumahan di
daerah Sepatan, Kabupaten Tangerang pada April 2013 ini terungkap dari
hasil laporan dua korban yang berhasil kabur dari pabrik. Mereka melarikan
diri dari pabrik panci di Kabupaten Tangerang dan pulang ke daerahnya di
daerah Lampung Utara, sesampainya di sana dua orang pekerja tersebut
melaporkan kasus perbudakan tersebut kepada polisi setempat. Kemudian
kasus tersebut diteruskan kepada Polresta Tangerang untuk ditindak, setelah
Kepolisian melakukan penggerebekan di lokasi, ditemukan sejumlah 45
pekerja di dalam pabrik yang dipaksa untuk bekerja tanpa henti dan bahkan
diperlakukan tidak manusiawi. 245 Kasus tersebut salah satu contoh betapa
pentingnya program penempatan dan perlindungan kerja bagi masyarakat,
dan pemerintah merupakan pihak yang berkewajiban melindungi serta
melayaninya agar kedepannya kasus serupa tidak muncul kembali. Peristiwa
tersebut pun merupakan pertanda bahwa kinerja pemerintah di daerah sangat
jauh dari yang diharapkan. Seharusnya pemerintah dengan segenap
wewenang dan sumberdaya yang ada dapat mengupayakan penyelenggaraan
pelayanan penempatan kerja sekaligus dengan perlindungannya. Sejauh ini,
245
Data diakses dari situs <http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/05/
mmbs61-9-korban-perbudakan-pabrik-panci-berasal-dari-lampung> pada hari Jumt, 13 Desember
2013, pukul 06. 15 WIB.
Universitas Indonesia
166
integritas
penyelenggara
dan
program
kapasitas
yang
penempatan
kerja.
memadai
Selain
sebagai
itu,
pihak
kurangnya
batasan
maksimal
kepada
pengusaha
agar
tidak
mempekerjakan lebih dari 14 jam untuk lembur dalam satu pekan. Akan
tetapi pada kenyataannya penerapan norma hukum tersebut tidak dipatuhi
dengan baik oleh pihak pengusaha. Banyaknya masalah pelanggaran
Universitas Indonesia
167
dilaksanakan
cuti
bersama.
Secara
peraturan
hukum
Universitas Indonesia
168
Universitas Indonesia
169
sepakat. Salah satu isi didalamnya adalah menyepakati tentang besaran upah
kerja lembur, apakah mau sesuai dengan panduan pemerintah, atau bila
tidak sanggup harus disepakati besaran jumlah yang dibawah itu, pun
demikian bila merasa cukup mampu membayar lebih dari yang ditentukan
pemerintah, maka perlu disepakati besaran upah yang diatas itu. Semua
aktivitas dalam hubungan kerja harus dibingkai dengan PKB, dan untuk
membuat PKB harus dengan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha.
Sedangkan syarat untuk dapat berunding dalam forum perumusan PKB,
pekerja harus terikat dalam suatu serikat pekerja/buruh. Oleh karenanya
serikat pekerja harus dibentuk sebelum masa perundingan PKB dilakukan.
Adalah hak bagi pekerja untuk membentuk serikat pekerja, karena menurut
hukum ketenagakerjaan, bermula dari terbentuknya serikat pekerja, akan
dapat dimanfaatkan oleh pekerja sebagai sarana untuk meningkatkan posisi
tawar diahadapan pengusaha. Hal tersebut penting ketika ada seorang
pekerja mengalami perselisihan dengan pengusaha. Karena bila si pekerja
mengahadapi pihak pengusaha sendirian, pasti posisinya tidaklah kuat.
Sehingga dengan sarana serikat pekerja, advokasi penyelesaian perselisihan
antara pekerja dan pengusaha dapat dibantu. Demikian kaitan antara hak
berserikat, berunding dan mogok kerja. Ketiganya diperlukan pekerja demi
menguatkan kedudukannya dihadapan pengusaha. Dalam prakteknya
terkadang tidak semudah yang dibicarakan pada tataran teoritis. Meskipun
negara
telah
membuat
hukum
dan
pemerintah
bertugas
untuk
Universitas Indonesia
170
tergolong paling baik bila dibandingkan dengan jenis hak pekerja lainnya
dan paling mudah dinikmati pekerja, pada perjalanannya bukan berarti tanpa
masalah. Pada beberapa pekerja dari bidang tertentu seperti jurnalis yang
bekerja di perusahaan media belum lama ini terjadi pemberangusan serikat
pekerja, dan sempat pula terjadi pembubaran serikat pekerja oleh pihak
manajemen perusahaan. Ada juga satu perusahaan di daerah yang masih
melakukan pelarangan membentuk serikat pekerja.246 Bahkan para pengurus
serikat tersebut tidak jarang mengalami krminalisasi karena aktif melakukan
kegiatan pembelaan hak anggotanya.
247
246
Universitas Indonesia
171
250
Ibid.
Universitas Indonesia
172
penerapan
otonomi
daerah,
karena
jangkauan
wewenang
Nasional.
Peraturan
tersebut
adalah
dasar
hukum
yang
251
Ibid.
252
Ibid.
Universitas Indonesia
173
kerja sudah cukup, akan tetapi sangat bergantung pada pihak pelakunya,
yaitu pemerintah daerah untuk konsisten terhadap amanat peraturan tersebut.
Apabila pemerintah daerah memiliki kekuatan politik yang baik terhadap
upaya penyelenggaraan pelatihan kerja di daerahnya, maka setidaknya pihak
pemerintah daerah menerbitkan produk hukum yang menindaklanjuti
Permenakertrans tersebut dalam suatu peraturan daerah. Akan tetapi pada
kenyataannya tidak semua pemerintah daerah memiliki peraturan daerah
yang berisi aturan untuk mendanai penyelenggaraan kegiatan pelatihan kerja,
maka dapat dipastikan bahwa mata anggaran pada APBD pun tidak tersedia,
atau setidaknya diadakan dengan jumlah yang tidak memadai. Sifat
peraturan ini tentunya tidak memiliki kekuatan memaksa hingga
memunculkan sanksi bagi pihak yang seharusnya berwenang melaksanakan
namun tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya. Karena memang pada
dasarnya setiap pemerintah daerah seharusnya memiliki itikad yang baik
dalam menaati norma peraturan yang memberikan mereka wewenang
tersebut. Dalam hal ini pada Pemerintah Provinsi Banten ternyata tidak
ditemukan peraturan yang menindaklanjuti permenakertrans tentang
pendanaan pelatihan kerja, sedangkan pada Pemerintah Kota Tangerang
telah menerbitkan Peraturan Daerah yang berisi aturan mengenai
penempatan dan pelatihan kerja sejak tahun 2002. Peraturan dimaksud
adalah Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 12 Tahun 2002 tentang
Penempatan dan Pelatihan Kerja. Didalamnya berisi aturan yang telah
menunjuk unit kerja teknis pelaksana program pelatihan dan dengan disertai
pendanaan yang bersumber dari APBD. Secara substansi, meski peraturan
tersebut sudah terbit sepuluh tahun sebelumnya, namun masih relevan
dengan tujuan umum permenakertrans, dan ada baiknya dilakukan revisi
demi meningkatkan kualitas penyelenggaraan pealtihan kerja kedepannya.
Sedangkan secara praktik, pelayanan program pelatihan kerja di Kota
Tangerang cukup baik dalam penyelenggaraannya. Menurut Deden Suliana,
Kepala UPTD BLK Kota Tangerang di tahun 2014 akan menggelar
pelatihan mulai bulan Februari dengan menyediakan program pelatihan
Universitas Indonesia
174
untuk sembilan angkatan bagi warga Kota. 253 Jumlah tersebut sebenarnya
mengalami penurunan dari program pelatihan tahun sebelumnya yang
mampu melayani sebanyak 17 angkatan, dan bahkan di tahun 2012
jumlahnya mencapai 25 angkatan atau setara dengan 500 peserta. Ini
disebabkan penganggarannya yang lebih sedikit. 254 Berdasarkan keadaan
tersebut, penyelenggaraan program pelatihan kerja yang dilakukan
pemerintah kota tangerang memiliki konsistensi yang baik dari segi
kulturalnya, artinya ada program yang diadakan secara berkelanjutan dari
tahun ke tahun. Namun agak kurang baik dari segi strukturalnya, hal ini
dilihat dari adanya penurunan alokasi anggaran dari pemerintah daerah
untuk
penyelenggaraan
program
latihan
kerja.
Secara
struktur,
yang
akan
dialokasikan
untuk
masing-masing
program,
253
Data diakses dari situs <http://disnaker.tangerangkota.go.id/#!/contentleft/artikel/
detailheadline/4087/Tahun-2014-9-Angkatan-Pelatihan-Siap-Digelar-BLK> pada hari Kamis, 12
Desember 2013, pukul 19.20 WIB.
254
Ibid.
Universitas Indonesia
175
Universitas Indonesia
176
mengenai nilai atau harga per item KHL, bila pengusaha mengambil nilai
yang kecil karena hal tersebut dinilai sudah cukup terjangkau bagi mereka,
maka lain halnya bagi pekerja, mereka mengambil nilai yang agak besar
karena menganggap nilai tersebutlah yang layak bagi mereka, bukan nilai
yang kecil yang dipilih pengusaha. Pemerintah dalam hal ini berperan
sebagai penengah dan penentu nilai pertengahan diantara pengusaha dan
pekerja agar perdebatan antara keduanya tidak berkepanjangan. Hingga
pada akhir waktu sesuai jadwal penetapan upah minimum, pemerintah dapat
memutuskan dengan segera nilai besaran upah minimum yang mendekati
keduanya, yang diyakini cukup memenuhi kebutuhan hidup layak bagi satu
orang pekerja di daerah tersebut. Namun demikian, pekerja selalu
menyiapkan skenario penolakan terhadap upah minimum yang telah
diresmikan oleh pemerintah dengan mengambil langkah mengajukan
Universitas Indonesia
177
(Pudatinaker)
Kemenakertrans,
bahwa
kepersertaan
255
Data diakses dari situs <http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_dialogue/--actrav/documents/meetingdocument/wcms_210427.pdf> pada hari Minggu, 15 Desember 2013,
pukul 12.15 WIB.
Universitas Indonesia
178
jamsostek dari tahun 2005 hingga 2010 terjadi kenaikan secara kumulatif.
Tercatat pada tahun 2005 terdapat 26.906.469 orang tenaga kerja sebagai
peserta jamsostek yang bekerja di 130.960 perusahaan. Sampai tahun 2010
bertambah menjadi 34.324.478 peserta dari 176.986 perusahaan di
Indonesia (Ditjen PHI dan Jamsos, Depnakertrans Tahun 2005 - 2010,
Diolah Pusdatinaker).256 Artinya dari tahun ke tahun kepesertaan Jamsostek
mengalami pertambahan. Meski bila dibandingkan dengan jumlah tenaga
kerja dan jumlah perusahaan secara keseluruhan di Indonesia yang sebesar
112.80 juta jiwa menurut BPS tahun 2012257 dan jumlah total perusahaan
(menurut Ditjend. PHI dan JSK & Ditjen. PPK, diolah
Pusdatinaker)
sebanyak 221. 875 hingga tahun 2012, 258 tentu capaian program Jamsostek
sebagai hak pekerja di Indonesia masih kecil, yakni sekitar 30,4%. Melihat
data tersebut dan menilai kualitas implementasi hak pekerja di Indonesia
masih sulit ditentukan. Mengingat sifat dari keikutsertaan pekerja dalam
program Jamsostek adalah sukarela, sehingga capaian pemerintah terhadap
implementasi hak yang satu ini sulit pula ditentukan. Upaya pemerintah
hanya sebatas pembuatan kebijakan dan pengawasan pelaksanaannya, serta
melalui pihak pelaksana (PT. Jamsostek) dalam hal pelayanannya. Namun
apabila ditinjau dari segi beban tanggung jawab, berdasarkan UU No. 3
Tahun 1993 tentang Jamsostek Pasal 17 jo. Pasal 18, kepesertaan program
ini dibebankan kepada perusahaan untuk dapat mendaftarkan pekerjanya
tanpa kecuali. Sehingga dalam hal ini, dapat dipahami bahwa terpenuhinya
hak pekerja atas jaminan kerja sangat ditentukan oleh peranan pengusaha
terhadap pekerjanya. Maka apabila dikaitkan dengan data tentang
kepesertaan tenaga kerja dalam program Jamsostek ini, adanya selisih
jumlah tenaga kerja yang tidak terdaftar sebagai peserta Jamsostek
merupakan pertanda adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha.
256
Ibid.
258
Universitas Indonesia
179
seperti
ini,
dimana
adanya
masalah
pelanggaran
Universitas Indonesia
180
untuk
melaporkan
secara
berkala
kegiatan
K3
yang
mengambil
langkah
untuk
intensifikasi
pengawasan
261
Ibid.
261
Ibid.
Universitas Indonesia
181
ketenagakerjaan,
kedepannya
akan
berangsur-angsur
Universitas Indonesia
182
Universitas Indonesia
183
misi
diundangkannya
Ketenagakerjaan
melindungi
sebagai
pekerja,
UU
instrumen
No.
13
hukum
maka dirancanglah
Tahun
yang
satu
2003
bertujuan
tentang
unutk
konsep penyelesaian
hak
atau
perselisihan
kepentingan,
hingga
perselisihan
Universitas Indonesia
184
Universitas Indonesia
185
264
Dengan rancangan
264
Universitas Indonesia
186
Universitas Indonesia
187
268
Ibid.
269
Ibid.
270
Berita Angka PHK turun dari tahun ke tahun, data diakses dari situs
<http://bisnis.liputan6.com/read/635055/pemerintah-klaim-jumlah-phk-unjuk-rasa-buruh-turundrastis> pada hari Senin, 16 Desember 2013, pukul 12.05 WIB.
271
272
Ibid.
Universitas Indonesia
188
Menyikapi data dan fakta di lapangan tersebut, dapat ditarik satu simpulan
sederhana bahwa munculnya masalah pelanggaran terhadap norma hukum tenaga
kerja yang dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerjanya, yang tidak
menghormati
dan
memenuhi
hak-hak
pekerjanya,
yang
telah
dijamin
Universitas Indonesia
189
4.3
dilakukan dengan menyusun produk hukum baru yang isinya mengatur tentang
pola penyelesaian atas permasalahan yang terjadi. Berangkat dari uraian pada subbab sebelumnya, nampak bahwa munculnya permasalahan pelanggaran terhadap
hak pekerja dipengaruhi oleh ketiadaan kendali dan pengawasan dari pihak
pemerintah. Hal tersebut diakui oleh pihak pekerja dan pemerintah hampir
disemua permasalahan yang terjadi. Pada bagian akhir Bab 4 ini, akan diuraikan
mengenai pilihan kebijakan hukum yang diambil pemerintah guna menyelesaikan
masalah.
kepada Pemerintah
Daerah. Penyerahan
urusan
Universitas Indonesia
190
Diperlukan
dalam
Upaya
273
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Pusat dan
Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. (Lembaran Negara Nomor 82 Tahun 2007,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3747), Pasal 3. Urusan Pemerintahan yang diserahkan
kepada Daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta
kepegawaian
Universitas Indonesia
191
berbagai peraturan yang telah dibuat sangat lemah kualitas pengimplementasiannya di tingkat daerah. Kendalanya adalah, semacam muncul adanya garis
pembatas berupa perbedaan wewenang, yang telah beralih kendali pada tataran
instansi daerah, yang tidak lagi dapat langsung dikendalikan oleh pemerintah
pusat (Kemenakertrans), tetapi terbentur dengan wewenang yang dipegang oleh
Gubernur dan Bupati/ Walikota. Kondisi tersebut yang pada akhirnya
menghalangi kelancaran arus komando yang telah dibuat oleh kementerian, yang
kemudian aktualisasinya harus disesuaikan terlebih dahulu di tiap daerah. Jadi
faktor penerimaan dan pelaksanaan perintah inilah yang tidak berjalan dengan
lancar di tingkat daerah, yang padahal telah ditentukan oleh tingkat pusat.
Dalam tinjauan manajemen organisasi, terdapat satu siklus manajemen yang
memiliki alur berputar searah di dalam suatu unit organisasi. Alur tersebut dimulai
dari tahap perencanaan (planing), pengorganisasian (organizing), pengarahan
(actuating), pengendalian (controlling), pengevaluasian (evaluating). Pada
konteks pemerintahan, siklus manajemen tersebut dimulai dengan pembuatan
peraturan atau keputusan kepala instansi. Melalui peraturan atau keputusan
tersebut berisi perintah untuk melaksanakan suatu kegiatan atau tindakan
pemerintahan tertentu dan dengan disertai adanya penunjukkan pihak-pihak yang
terkait untuk jadi pelaksana perintah tersebut.
Pada tataran berikutnya ketika perintah tersebut sudah dijalankan, terjadi
pembagian tugas dan mulailah diadakan kegiatan-kegiatan tertentu yang
mencerminkan pelaksanaan perintah dimaksud. Pada saat itu, pihak pemberi
perintah memiliki kepentingan untuk memastikan perintahnya itu dilaksanakan
dengan baik, oleh karenanya diperlukan pengendalian dan pengawasan atas
pelaksanaan perintah tersebut. Pada tahap akhir, dilakukanlah penilaian atas
kualitas pelaksanaan tugas dengan melihat ukuran-ukuran keberhasilan yang telah
distandarkan sesuai dengan yang ada pada perintah yang telah diberikan diawal.
Hasil penilaian atas pelaksanaan tugas tersebut dijadikan bahan pertimbangan
untuk membuat perencanaan berikutnya agar tercapai upaya perbaikan atas
peraturan dan perintah yang sebelumnya telah dibuat.
Pada konteks hukum ketenagakerjaan, maka dapat diuraikan bahwa pihak
pembuat
rencana
atau
yang
berwenang
membuat
peraturan
dibidang
Universitas Indonesia
192
Universitas Indonesia
193
negeri
dibawah
kementerian
dalam
negeri,
sedangkan
hukum
Universitas Indonesia
194
1.
Universitas Indonesia
195
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 276 Secara umum melalui peraturan ini
diaturlah sistem pengawasan ketenagakerjaan yang terdiri dari; kelembagaan
Indonesia, Undang-Undang Ketenagakerjaan, Pasal 179; (1) Unit kerja pengawasan
ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 pada pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan
ketenagakerjaan kepada Menteri; (2) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
274
275
Indonesia, Peraturan Meneteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Tata Cara
Penyampaian Laporan Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan. Peraturaen Nomor 9 Tahun
2005. (LN Nomor Tahun , TLN Nomor ). Pasal 2 Ayat (2).
276
Lihat Pasal 178 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (1) Pengawasan
ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota; (2) Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
Universitas Indonesia
196
pengawas
ketenagakerjaan
mempertanggung-jawabkan
hasil
(Kemenakertrans)
terhadap
pada
pejabat
pengawas
Ibid. Pasal 3.
279
280
281
Ibid. Pasal 6.
282
Universitas Indonesia
197
285
Ibid. Pasal 2.
Universitas Indonesia
198
287
288
Ibid., Pasal 6.
Universitas Indonesia
199
n.
o.
p.
q.
tentang
Pembinaan
dan
Koordinasi
289
290
Ibid.
Pelaksanaan
Pengawasan
Universitas Indonesia
200
Ketenagakerjaan,
291
Ibid. Pasal 22. (1) Koordinasi antar unit kerja pengawasan ketenagakerjaan
dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pandang dalam pelaksanaan pengawasan
ketenagakerjaan; (2) Koordinasi antar unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada tingkat nasional dan tingkat provinsi; (3) Koordinasi
pada tingkat pemerintah kabupaten/kota dilakukan melalui rapat kerja teknis operasional
pengawasan ketenagakerjaan.
291
Universitas Indonesia
201
293
292
Universitas Indonesia
202
pembentukan komite ini pada dasarnya untuk membuka lebih luas jaringan kerja
bersama masyarakat untuk sama-sama melakukan fungsi pengawasan guna
tegakanya hukum ketenagakerjaan. Hal tersebut penting sekali dilakukan
mengingat, pemerintah begitu memerlukan banyak masukan informasi dari segala
penjuru kalangan masyarakat tentang adanya kecurangan atau pelanggaran
terhadap hak pekerja dan norma-norma ketenagakerjaan lainnya, sementara
kemampuan untuk memantau semua hal sangat sulit dilakukan pemerintah.
Mengingat akan hal tersebut, keberadaan komite ini ditugaskan untuk
memberi masukan, membantu mengumpulkan data dan menganalisanya, ikut
memberikan saran dan pertimbangan, dan memperluas cakupan pemantauan akan
adanya indikasi pelanggaran, yang penting sebagai input bagi unit pengawasan
ketenagakerjaan.
294
294
Ibid. Pasal 4.
295
Ibid. Pasal 6.
296
Universitas Indonesia
203
297
Indonesia, Peraturan Bersama Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi dan Menteri
Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Optimalisasi Pengawasan Ketenagakerjaan di Provinsi
dan Kabupaten/Kota, Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2012 dan Nomor 51 Tahun 2012 (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 743).
Universitas Indonesia
204
terutama di Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan menjadi titik temu ratusan
ribu buruh untuk melakukan demo.298
Peraturan tersebut diterbitkan atas pertimbangan masih banyak terjadi
kendala pengawasan ketenagakerjaan di daerah-daerah, salah satunya bahkan ada
daerah yang tidak memiliki dinas ketenagakerjaan dan unit kerja pengawas
ketenagakerjaan. Ketiadaan dinas ketenagakerjaan tersebut dilatar-belakangi oleh
kebijakan politik pemerintah daerah setempat yang memang tidak memandang
penting adanya dinas khusus yang menangani ketenagakerjaan. Untuk
menanggulangi permasalahan tersebut, dan mengingat adanya wewenang untuk
menertibkan pemerintah daerah agar sesuai dengan hukum ketenagakerjaan, maka
dibutuhkan adanya kerjasama dalam bentuk pembuatan peraturan bersama dua
menteri terkait upaya mengoptimalisasi pengawasan ketenagakerjaan sebagai pilar
penegakan hukum oleh pemerintah.
Diterbitkannya peraturan ini pun dapat dikatakan sebagai bentuk terobosan
hukum ketenagakerjaan yang telah dilakukan pemerintah pusat, mengingat cara
ini merupakan cara yang baru bila diliat dari cara-cara sebelumnya untuk
meningkatkan upaya pengawasan ketenagakerjaan. Sebelumnya telah diterbitkan
beberapa peraturan mengenai pengawasan ketenagakerjaan, namun respon dari
pemerintah daerah tidak baik dan cenderung mengabaikan. Padahal disetiap
daerah pasti ada perusahaan dan orang-orang yang bekerja sebagai buruh
didalamnya. Maka harus pula disiapkan satuan kerja dinas untuk mengaturnya dan
termasuk untuk mengawasi jalannya penegakkan hukum ketenagakerjaan. Oleh
karena itu, dibutuhkan intervensi dari pihak Kemendagri sebagai pemegang
wewenang pengaturan dan pengelolaan struktur pemerintahan dalam negeri
hingga tingkat daerah. Diharapkan dengan adanya peraturan yang ditandatangani
secara
bersamaan
ini,
perintah
untuk
tertib
dan
menegakkan
hukum
298
Berita diakses dari situs <http://wartapedia.com/nasional/hukum-dan-kriminal/8176mayday-demo-buruh-2012-berlangsung-aman> pada hari Rabu, 01 Januari 2014, pukul 16.05
WIB.
Universitas Indonesia
205
kerja
dinas
di
bidang
ketenagakerjaan
beserta
unit
pengawas
(permen
ketenagakerjaan),
tentang
hanya
saja
pembinaan
ditambah
pelaksanaan
dengan
adanya
pengawasan
aturan
yang
Universitas Indonesia
206
kesenjangan yang terjadi dalam wilayah tata pemerintahan yang menganut sistem
otonomi daerah. Karena pemerintah pusat dalam negara kesatuan seperti
Indonesia ini masih memiliki wewenang yang utama dalam mengatur dan
pengurus tata kelola pemerintahan di dalam negeri, meski porsinya tidak terlalu
besar, karena wewenang mengatur dan mengurus telah diserahkan kepada pihak
pemerintah daerah. Akan tetapi pada aspek-aspek tertentu, khususnya perihal
pengawasan ini tentu yang berkepentingan besar adalah pihak pemerintah pusat,
mengingat kapasitasnya sebagai pembuat kebijakan umum dibidangnya, maka
pemerintah pusat pula yang berkepentingan memastikan penegakan kebijakan
yang telah dibuat agar efektif berlaku di masyarakat, dan hal tersebut dilakukan
melalui aspek pengawasan. Sehingga pola kerja sama kementarian sektoral seperti
Kemenakertrans ini memang dibutuhkan guna menciptakan ketersambungan
antara peraturan yang telah dibuat dengan pengawasannya di tingkat daerah.
Mengenai sistem pengawasan ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia
saat ini, telah dikatahui pola dan modelnya dengan melakukan kerja sama dengan
pihak Kemendagri agar perintah dapat sampai kepada pemerintah daerah, dan agar
sistem pengawasan dapat efektif berjalan. Menimang bahwa seluruh peraturan
hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia sangat dipengaruhi oleh
instrumen
hukum
ketenagakerjaan
indernasional,
sebagai
konsekuensi
Universitas Indonesia
207
dan Perdagangan) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 91,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4309)).
301
Data diunduh dari situs <http://dapp.bappenas.go.id/website/peraturan/file/pdf/
UU_2003_021.pdf> pada hari Kamis, 02 Januari 2014, pukul 04.15 WIB.
302
Article 3, ILO Convention No. 81 Year 1945, Labour Inspection Convention, data
diakses dari situs http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:12100:0::NO::P12100
_ILO_CODE:C081 pada hari Kamis, 02 Januari 2014, pukul 05.05 WIB.
Universitas Indonesia
208
304
ketenagakerjaan.
305
Sehingga
berdampak
pula
pada
masa
303
304
Ibid. Pasal 6.
305
Ibid. Pasal 7.
Universitas Indonesia
209
(b)
(c)
306
Universitas Indonesia
210
langsung kepada pihak yang diawasi untuk melakukan petunjuk yang disarankan
kepadanya saat berada di lokasi pengawasan. Selain itu, pengawas diberikan
wewenang untuk memerintahkan pihak lain agar melakukan langkah-langkah
yang segera dalam memperbaiki keadaan yang tidak sesuai standar hukum
ketenagakerjaan di bidang keselamatan kerja, termasuk untuk memperbaiki
instalasi kerja.307
Dengan melihat kualitas wewenang hingga hal-hal kecil dan kemampuan
untuk memerintahkan langsung seperti itu, maka berdampak pada penyediaan
banyaknya sumberdaya pejabat pengawasan yang cukup memadai, sesuai proporsi
jumlah perusahaan yang diawasi di suatu wilayah. Agaknya ketentuan tersebut
sangat sulit bila diterapkan di Indoensia, karena masih banyaknya kendala yang
memungkinkan konsep pengaasan tersebut diberlakukan. Karena kualitas
pengawasan dalam terminologi konvensi ILO tersebut adalah inspection bukan
sekedar supervision atau bahkan hanya controlling. Konteks yang melekat
pada terminologi inspection memang sangat dekat dengan kegiatan pemeriksaan
dan penyelidikan suatu permasalahan tertentu.
Pengertian inspection atau inspeksi berarti untuk melakukan pemeriksaan
secara hati-hati dan dekat terhadap objek yang diperiksa, yang bertujuan untuk
mengetahui kerusakan suatu perangkat dan bangunan oleh pihak yang berwenang
(pejabat inspektorat).308 Sedangkan pengertian dari Controlling atau pengendalian
adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan pimpinan sendiri atau manager
secara langsung tanpa dibutuhkan adanya petugas tambahan. Cakupan
pengawasan ini sifatnya luas dan umum dan tidak rinci, apalagi untuk tujuan
memperbaiki kesalahan.309 Lain dengan makna kontrol, pengawasan dalam istilah
supervisi atau supervision, pengawasan jenis ini tidak dilakukan oleh pimpinan
langsung tetapi dilakukan oleh tim yang dibentuk dan ditunjuk oleh pimpinan
(dibawah manajemen) sebagai pelaksananya. Pengawasan jenis supervisi ini
307
308
The Lexicon Webster Dictionary, (The English Language Institute of America Inc.
1977). Hal. 498.
309
Lihat perbandingan istilah pengawasan secara terminologis oleh William H. Newman,
Managemen for The Future, (Mac-Graw Hill, New York: 1978) yang dikutip dalam Sujamto,
Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, (Jakarta, Ghalia Indonesia: 1986). Hal. 80-81.
Universitas Indonesia
211
310
Ibid.
Universitas Indonesia
212
Universitas Indonesia
213
Pasal 176
Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas
ketenaga-kerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna
menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Pasal 180
Ketentuan mengenai persyaratan penunjukan, hak dan kewajiban, serta
wewenang pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 176 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 181
Pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya
sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 176 wajib :
a. merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut
dirahasiakan;
b. tidak menyalahgunakan kewenangannya.
2. Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan
Ketenagakerjaan;
Pasal 19
(1) Pengawas Ketenagakerjaan bertugas melaksanakan pengawasan
ketenagakerjaan.
(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengawas
Ketenagakerjaan juga diberikan kewenangan sebagai Penyidik Pegawai
Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pengawas Ketenagakerjaan wajib :
a. merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut
dirahasiakan;
b. tidak menyalahgunakan kewenangannya
Pasal 21
Ketentuan mengenai hak, kewajiban, tugas dan wewenang Pengawas
Ketenagakerjaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Kemudian bila dikaitkan dengan UU No. 21 Tahun 2003 tentang
Pengesahan Konvensi
Universitas Indonesia
214
Substansi
Pola
Pengawasan
Kelembagaan
dan
Pola
Hubungan
Universitas Indonesia
215
Wewenang
Status
Kepegawaian
Melihat pada tabel tersebut maka dapat ditarik simpulan bahwa pengaturan
mengenai pengawasan ketenagakerjaan di Indonesia bila dibandingkan dengan
yang telah ditetapkan secara internasional di dalam Konvensi ILO, maka substansi
pengaturan yang berlaku di Indonesia tidak sepenuhnya menganut seperti yang
diatur di dalam Konveni ILO. Padahal Konvensi ILO dinyatakan sebagai salah
satu konsideran mengingat pada setiap peraturan yang mengatur mengenai
pengawasan ketenagakerjaan melalui UU No. 3 Tahun 1951. Dan satu hal yang
nampaknya luput adalah tidak dinyatakan kembali secara tegas dan jelas pada satu
pasal pun mengenai tugas dan wewenang seorang pejabat pengawas
ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugas pengawasannya itu.
Tentunya hal ini dapat dijadikan catatan khusus mengapa kemudian
kualitas pengawasan ketenagakerjaan di Indonesia menjadi tidak optimal, selain
tersangkut pada masalah adanya kesenjangan antara pemerintah pusat
(Kemenakertrans) dengan para pejabat pengawas ketenagakerjaan pada unit kerja
yang berada di dalam struktur pemerintahan daerah. Yaitu kesenjangan mengenai
aliran komando yang terputus di pihak kepala daerah sebagai pimpinan pejabat
Universitas Indonesia
216
Universitas Indonesia
216
BAB 5
PENUTUP
5.1
Simpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya mengenai pengaturan hak pekerja
tersebut,
dan
karena
adanya
kaitan
antara
hukum
ketenagakerjaan dengan hukum HAM yang terletak pada hak pekerja yang
mana secara substansi memiliki makna dan filosofi yang sama. Sehingga
turut membawa konsekuensi atas penyusunan peratuan perundang-undangan
di dalam negeri bila ada kesepakatan-kesepakatan yang dibuat di dalam
organisasi internasional tersebut. Indonesia termasuk sebagai negara
anggota yang cukup banyak melakukan penyesuaian peraturan sesuai
intrumen
HAM
internasional,
dan
sehingga
instrumen
semua
hukum
peraturan
perburuhan/ketenagakerjaan
perundang-undangan
yang
217
Bahwa
upaya
penegakan
hak
pekerja
didalam
sistem
hukum
Universitas Indonesia
218
sebagai
menciptakan
peraturan
adanya
pelaksananya,
perbedaan
nyata-nyata
garis
komando
telah
antara
tersebut
sedikit
banyak
mempengaruhi
kinerja
Transmigrasi,
saat
ini
terhimpun
menjadi
pegawai
membutuhkan
koordinasi
lintas
sektoral
antara
transfer
wewenang
tersebut
memiliki
potensi
Universitas Indonesia
219
sebelumnya
dalam
meningkatkan
upaya
pengawasan
Universitas Indonesia
220
perintah
untuk
tertib
dan
menegakkan
hukum
di
Indonesia,
agar
melengkapi
satuan
kerja
dinas
5.2
Saran
Menyikapi situasi dan permasalahan yang muncul dalam rangka penerapan
pengawasannya
itu.
Pengaturan
mengenai
pengawasan
Universitas Indonesia
221
penyidik
dalam
masalah
pelanggaran
norma
hukum
ketenagakerjaan.
2.
Universitas Indonesia
216
Daftar Pustaka
Buku:
Arinanto, Satya Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, (PSTHN:
Jakarta, 2008).
Asplund, Knut D. ed., Rhona K. M. Smith, at.al., Hukum Hak Asasi Manusia,
(Yogyakarta: PUSHAM-UII, 2008).
Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme, (Sekjen MK-RI: Jakarta,
2008).
__________, Jimly, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, (Sekjen MK-RI:
Jakarta, 2008).
__________, Jimly & Ali Syafaat, Teori Hans Kelsen tentang Hukum,
(Kepaniteraan MK-RI: Jakarta, 2006).
Dicey, A.V., Introduction to the Study of the Constitution, (Mc Millan and
Co.Ltd: London, 1952).
Eide, A., Krausse, C., Roses, A. ed., Terjemahan, Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya. (Jakarta: Raoul Wallenberg Institute of Human Rights and
Humanitarian Law, 2001).
Friedman, Lawrence M., Sistem Hukum: Perpektif Ilmu Sosial, (Bandung:
Nusamedia, 2011).
Hadjon, Philipus M. et., al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Gadjah
Mada University Press: Yogyakarta, 2005)
Hoessein, Bhenyamin, Perubahan Model, Pola, dan Bentuk Pemerintahan
Daerah: dari Era Orde Baru ke Era Reformasi. (Depok: DIA-FISIPUI,
2011).
Indrati, Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan I, (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 2008).
Kelsen, Hans, Teori Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normative,
diterjemahkan dari, The pure of theory, Barkely University of California
Press, 1978 (Bandung: Nusa Media, 2010).
_______, General Theory of Law and State, (New York: Russel and Russel,
1945).
_______, Pengantar Teori Hukum, (Bandung: Nusamedia, 2008).
217
Universitas Indonesia
218
Prasetyo, Yosep Adi, Hak Ekosob dan Kewajiban Negara, Makalah disampaiakan
dalam Pelatihan HAM untuk Hakim (Lombok: PUSHAM-UII, 2012).
________, Yosep Adi, Makalah Hak Sipil dan Politik dalam Training HAM bagi
Dosen Hukum dan HAM, (Makasar: PUSHAM-UII, 2010).
Sub-Komisi Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM. Pembuatan Indikator Hak
Asasi Manusia untuk Hak Atas Ketenagakerjaan dan Hak Atas Kesehatan,
Laporan Penelitian, (Jakarta: Komnas HAM, 2010).
Suherman Toha, Penelitian Hukum tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial. (BPHN: Jakarta, 2010).
Internet:
Angka PHK turun dari tahun ke tahun, data diakses dari situs
<http://bisnis.liputan6.com/read/635055/pemerintah-klaim-jumlah-phkunjuk-rasa-buruh-turun-drastis>
Data Pencari Kerja Terdaftar di Indonesia,<http://pusdatinaker.balitfo.
depnakertrans.go.id/viewpdf.php?id=66>
Fasilitas BLK Ketinggalan Zaman, <http://www.tempo.co/read/news/
2013/02/20/078462586/Pemerintah-Akui-Fasilitas-BLK-KetinggalanZaman>
Kasus Pelanggaran Hak Buruh, <http://regional.kompas.com/read/2011/03/25/
16442626/Ditemukan.49.Kasus.Pelanggaran.Hak.Buruh>
Kepesertaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dalam Hubungan Kerja di
Indonesia, <http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/>
Kriminaliasi
Buruh
Masih
Marak,
Data
diakese
dari
situs
<http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51921aefe3161/kriminalisasiterhadap-pekerja-masih-marak>
Pegusaha Larang Dirikan SP/SB, <http://www.starberita.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=110503:-larang-dirikan-serikatburuh-komisaris-pt-invilon-terancam-5-tahun-penjara&catid=103:hukuma-kriminal&Itemid=410>
Pelanggaran K3, <http://www.pikiran-rakyat.com/node/174798>
Perbudakan di Pabrik Panci, <http://www.republika.co.id/berita/nasional/
umum/13/05/05/mmbs61-9-korban-perbudakan-pabrik-panci-berasal-darilampung>
Bappenas, Konvensi ILO Nomor 81 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan pada
Industri
dan
Perdagangan,
<http://dapp.bappenas.go.id/website/
peraturan/file/pdf/UU_2003_021.pdf>
Universitas Indonesia
219
<http://www.ilo.org/public/libdoc/ilo/
Universitas Indonesia
220
Universitas Indonesia
221
anggota
ke-60
PBB
Pusdatinaker,
Daftar
BLK
UPTP
dan
UPTD
di
Indonesia,
<http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/listDokumen.php?cat=1>
__________, Daftar UMP Tahun 2005 hingga tahun 2013 di Indonesia,
<http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/>
__________,
Data
Lowongan
Kerja
Tahun
2011-2012,
<http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/viewpdf.php?id=62>
__________, Data Series Jamsostek dan Hubungan Industrial 2005-2010,
<http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/listDokumen.php?page=1
&&cat=4>
__________,
Jumlah
Anggota
SP/SB,
<http://pusdatinaker.balitfo.
depnakertrans.go.id/kunasional/puk/MENURUT_KEGIATAN_DAN_DA
ERAHsmry.php?sv_bulan=Agustus&sv_tahun=2012&Submit=Search>
__________, Jumlah Kecelakaan Kerja dan Faktor Penyebabnya,
<http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/listDokumen.php?page=1
&&cat=5>
Universitas Indonesia
222
Peraturan:
Indonesia, Undang-Undang tentang Persetujuan Konvensi Organisasi
Perburuhan Internasional No. 106 Mengenai Istirahat Mingguan dalam
Perdaganan dan Perkantoran. Nomor 3 Tahun 1961, (LNRI Tahun 1961
Nomor 14, TLN. Nomor 2153).
Indonesia, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, Nomor 39 Tahun 1999, (LNRI.
No. 165, TLN. Nomor 3886).
Indonesia, Undang-Undang tentang Pengesahan ILO Convention No. 182
Concerning The Prohibition And Immediate Action For The Elimination
Of The Worst Forms Of Child Labour, Nomor 1 Tahun 2000. (LNRI.
Tahun 2000 Nomor 30, TLN Nomor 3941).
Indonesia, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, Nomor 13 Tahun 2003,
(LNRI. Tahun 2003 Nomor 39, TLN Nomor 4279).
Indonesia, Undang-Undang tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, (LNRI. Tahun 2004
Nomor 6, TLN Nomor 4356).
Indonesia, Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Nomor 32 Tahun 2004,
(LNRI. Tahun 2004 Nomor 125, TLN Nomor 4437).
Universitas Indonesia
223
Universitas Indonesia