Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan dengan fungsi yang
kompleks dengan padat pakar dan padat modal. Rumah Sakit melaksanakan fungsi
yang demikian kompleks sehingga harus memiliki sumber daya manusia yang
profesional. Salah satu tenaga di rumah sakit adalah perawat dengan pelayanan
keperawatannya. Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan profesional dari
pelayanan kesehatan yang tersedia selama 24 jam secara berkelanjutan selama masa
perawatan pasien. Tenaga perawat mempunyai kedudukan penting dalam
menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang
diberikannya berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual dan dilaksanakan
secara berkesinambungan (Depkes RI, 2001).
Keperawatan sebagai bentuk pelayanan profesional merupakan bagian
integral yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
Hal ini ditekankan dalam Undang-Undang RI No.36 tahun 2009 tentang kesehatan
yang dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan. Pelayanan keperawatan yang
diberikan adalah upaya mencapai derajat kesehatan semaksimal mungkin sesuai
dengan potensi yang dimiliki dalam menjalankan kegiatan dalam bidang promotif,
prefentif, kuratif dan rehabilitatif dengan menggunakan proses keperawatan.
Pelayanan keperawatan merupakan inti dari suatu pelayanan kesehatan.
Gillies (1998), menjelaskan bahwa 40-60% pelayanan di rumah sakit merupakan
pelayanan keperawatan. Sebagai pelaksana dan pengelola pelayanan, perawat harus
mampu mengembangkan bentuk pelayanan yang dapat dijangkau oleh masyarakat
sesuai dengan kebutuhannya secara berkesinambungan. Keperawatan sebagai

pelayanan professional bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik,


dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berorientasi kepada kebutuhan
objektif klien, mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan
etika keperawatan. Perawat dituntut untuk selalu melaksanakan asuhan keperawatan
dengan baik dan benar (Nursalam, 2002).
Perawat, dokter dan pasien merupakan satu kesatuan yang saling
membutuhkan dan tidak dapat dipisahkan. Perawat sebagai bagian yang penting dari
rumah sakit, dituntut memberikan asuhan keperawatan dalam rangka membantu
pasien untuk mencapai kesembuhan. Asuhan keperawatan yang bermutu dapat dicapai
jika pelaksanaan asuhan keperawatan dipersepsikan sebagai suatu kehormatan yang
dimiliki oleh perawat dalam memperlihatkan haknya untuk memberikan asuhan yang
manusiawi, aman, serta sesuai dengan standar dan etika profesi keperawatan (Karniasih,

1998).
Mengingat begitu pentingnya pelayanan keperawatan di rumah sakit, sehingga
dibutuhkan tenaga-tenaga perawat yang handal dan memiliki kinerja yang baik dalam
memberikan asuhan keperawatan. Kinerja (performance) adalah hasil kerja

yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam


suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan
etika (Soeprihanto, 1996).
Penurunan kinerja perawat akan mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan.
Studi oleh Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik Depkes RI bekerjasama
dengan WHO tahun 2000 di 4 provinsi di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Sumatera
Utara, Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur, menemukan 47,4 persen perawat
belum memiliki uraian tugas secara tertulis, 70,9 persen perawat tidak pernah

mengikuti pelatihan dalam 3 tahun terakhir, 39,8 persen perawat masih


melaksanakan tugas non keperawatan, serta belum dikembangkan system monitoring
dan evaluasi kinerja perawat (Hasanbasri, 2007). Pada tahun 2005 ditemukan kinerja
perawat baik 50 %, sedang 34,37 %, dan kurang 15,63 %. Kinerja keperawatan di
rumah sakit dikatakan baik bila kinerja perawat > 75 % (Maryadi, 2006). Hasil survei
di RSU Swadana Tarutung, terhadap 152 pasien rawat inap berkaitan dengan kinerja
perawat pelaksana menunjukkan bahwa sebanyak 65% menyatakan perawat kurang
perhatian, 53% mengatakan perawat sering tidak di ruangan, 42% menyatakan
perawat bekerja tidak disiplin (Siregar, 2008).
Kinerja tenaga perawat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
karakteristik individu, motivasi, kemampuan, ketrampilan, persepsi, sikap serta gaya
kepemimpinan. Kepemimpinan adalah kemampuan memberikan inspirasi kepada
orang lain untuk bekerja sama sebagai suatu kelompok guna mencapai suatu tujuan.
Kondisi ini berlaku pada semua organisasi, termasuk di dalamnya organisasi
keperawatan yang melibatkan upaya untuk mempengaruhi perilaku tenaga
keperawatan dalam memberikan layanan keperawatan profesional. Dalam hal ini,
dibutuhkan kemampuan pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya agar mau dan
suka bekerja, tidak semata-mata menerima perintah dari atasan, tetapi tergerak
hatinya untuk menyelesaikan tugasnya dengan kesadaran sendiri. Seringkali terjadi
hambatan dalam pelaksanaannya, karena yang digerakkan adalah manusia yang
mempunyai keinginan pribadi, sikap dan perilaku yang khusus. Oleh sebab itu,
kepemimpinan yang dapat meningkatkan motivasi dan sikap kerja bawahan menjadi
hal yang penting (Suarli dan Bahtiar, 2010).
Keberhasilan seorang pemimpin pada hakekatnya berkaitan dengan tingkat
kepedulian seorang pemimpin terlihat terhadap kedua orientasi, yaitu apa yang telah
dicapai oleh organisasi seperti : pencapaian visi dan misi, pendanaan, kemampuan

adaptasi dengan program-program inovatif dan sebagainya dan bagaimana


pembinaan terhadap organisasi seperti : berkaitan dengan variabel kepuasan
bawahan, motivasi dan semangat dalam meningkatkan disiplin kerja para pegawai.
Dengan demikian dapat menilai keberhasilan suatu kepemimpinan lebih jauh dapat
mengevaluasi keberhasilan seorang pemimpin dalam meningkatkan disiplin kerja
kerja di sebuah instansi.
Nilai-nilai kepemimpinan yang merupakan kearifan lokal di Indonesia sudah
ada sejak dulu. Menggali kearifan masa lalu tentang kepemimpinan Asta Bratha,
tidak lalu tenggelam kontra produktif dengan romantisme historis. Asta Bratha dalam
upaya menggali dan menumbuh kembangkan kepemimpinan sangat tinggi
relevansinya, pada dimensi masa lalu, sekarang maupun kedepan. Astha bratha
merupakan salah satu prinsip kepemimpinan utama dalam realita historis bangsa
Indonesia.
Dari isu dan fenomena pada latar belakang tersebut terlihat jelas pentingnya
seorang pimpinan perawatan memiliki nilai-nilai kepemimpinan yang bisa
diaplikasikan dalam usaha meningkatkan disiplin kerja perawat. Kini sudah saatnya
pimpinan perawatan menerapkan ajaran kepemimpinan Asta Brata dalam
meningkatkan disiplin kerja perawat. Keuniversalan nilai-nilai kepemimpinan Asta
Brata itu dapat diterapkan karena tidak terikat oleh ruang dan waktu. Nilai-nilai
kepemimpinan Asta Brata bisa masuk dan diterapkan mencakup kedalam
kepemimpinan sebuah organisasi instansi apapun.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut : Bagaimanakah aplikasi Asta Brata sebagai pedoman bagi seorang
pemimpin dalam meningkatkan kinerja pelayanan di rumah sakit?.

1.3 Kerangka Berfikir


1.3.1 Konsep Kepemimpinan Perawatan
Setiap rumah sakit harus mampu menghadapi tantangan bagaimana
menganalisis, memanfaatkan dan mengembangkan keterampilan dan kemampuan
untuk menjamin bahwa tujuan rumah sakit dapat tercapai. Disamping itu, rumah
sakit juga harus menjamin bahwa perawa yang terlibat di dalamnya dapat
memperoleh kepuasan terhadap pekerjaannya sekaligus dapat membuat kontribusi
yang efektif. Perawat merupakan salah satu tim pelayanan kesehatan terbesar dituntut
untuk meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit. Untuk menjaga dan
meningkatkan mutu pelayanan, maka kinerja dari seluruh perawat pelaksanaan
senantiasa dipacu untuk ditingkatkan. Mutu pelayanan di rumah sakit ditinjau dari
sisi keperawatan meliputi aspek jumlah dan kemampuan tenaga profesional, motivasi
kerja, dana, sarana dan perlengkapan penunjang, manajemen rumah sakit dimana hal
tersebut perlu adanya pemimpin (Robbins, 2007).
Berbagai upaya yang di lakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan, antara lain: peningkatan pengetahuan melalui pendidikan keperawatan
berkelanjutan dan peningkatan keterampilan keperawatan sangat mutlak diperlukan.
Penataan lingkungan kerja yang kondusif perlu diciptakan agar perawat dapat
bekerja secara efektif dan efisien. Disisi lain perawat sering kurang bersemangat
dalam menjalankan tugas di karenakan kurang nya dukungan dari pimpinan agar
tugas dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu penggerakan agar tugas segera
dilaksanakan dan pemberian motivasi dari seorang pimpinan terhadap staf harus
terus di lakukan agar semua staf mendapatkan motivasi dalam menjalankan
pekerjaannya.
Kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi karena
keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai

tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, selain itu
bagaimana menciptakan motivasi dalam diri setiap karyawan, kolega maupun
pimpinan itu sendiri. Berdasarkan uraian tersebut, maka kepemimpinan adalah
aktivitas untuk mempengaruhi pengikutnya guna mencapai tujuan organisasi, oleh
sebab itu setiap pemimpin memiliki gaya (style) yang berbeda-beda dalam
memimpin bawahannya.
Upaya peningkatan motivasi kerja karyawan menuntut peran menejemen
dalam melakukan pendekatan kepemimpinan yang efisien. Dengan kemampuan yang
di milikinya pemimpin dapat mempengaruhi karyawan sehingga termotivasi untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang diinginkan. Kepemimpinan merupakan
kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakan sekelompok orang bukan
dengan paksaan untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan kemampuan yang di
milikinya, pemimpin dapat memotivasi dan mendorong karyawannya untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang di arahkannya dan di inginkannya agar
dapat mencapai tingkat kerja yang di harapkan sehingga tujuan dan keberhasilan
organisasi dapat di capai.
Motivasi kerja merupakan dorongan yang dimulai dengan defisiensi fisiologis
ataupun psikologis yang menggerakan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk
mencapai tujuan atau insentif sehingga seseorang termotivasi dalam bekerja.
Motivasi yang timbul dari dalam diri seorang perawat itu sendiri akan membantu
meningkatkan kinerjanya menjadi lebih baik dan berkualitas, yang pada akhirnya
akan meningkatkan citra dari rumah sakit dimata masyarakat. Motivasi kerja yang
tinggi diharapkan produktifitas kerja meningkat sehingga bisa menguntungkan
semua pihak baik pimpinan, bawahan maupun rumah sakit itu sendiri (Luthans,
2006).

Gaya kepemimpinan yang efektif atau baik adalah gaya kepemimpinan


situasional sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja dari bawahan (Thoha, 2007).
Sebagai manajer keperawatan atau pimpinan keperawatan, sehari hari dalam bekerja
menggunakan proses manajemen untuk mencapai tujuan organisasi yang telah di
tentukan melalui orang lain. Seorang pemimpin keperawatan harus memiliki
keterampilan kepemimpinan, sehingga efektif dalam mengelola pelayanan dan
asuhan keperawatan (Suyanto 2009).
Dalam menjalankan fungsi manajerial, pemimpin harus dapat memenuhi
kebutuhan pasien dan keluarga melalui staf atau perawat pelaksana. Di lain pihak,
pemimpin keperawatan harus mampu membawakan dirinya (mengelola) untuk
menjalin hubungan yang efektif dan terapetik dengan pimpinan dan tim kesehatan
lainnya serta mampu mempengaruhi orang lain agar mau bertindak melakukan
kegiatan sesuai dengan rencana yang telah di tetapkan (Suyanto 2009). Hubungan
yang efektif dan serasi dapat di lakukan oleh pemimpin apabila pemimpin mampu
mempengaruhi atau memotivasi bawahan untuk melakukan apa yang telah di
tentukan untuk mencapai tujuan organisasi.
Maka dari itu ada beberapa gaya kepemimpinan yang di gunakan oleh para
pemimpin agar dapat mempengaruhi atau motivasi para bawahannya, antara lain:
gaya kepemimpinan otoriter, pemimpin tipe ini bekerja keras, sungguh sungguh,
teliti, dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan
instruksi-instruksinya harus di taati,dapat di ketahui bahwa tipe gaya kepemimpinan
ini tidak menghargai hak-hak manusia (Khaerul Umam, 2012). Gaya kepemimpinan
demokratis, pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagian bagian dari
kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertangung jawab
tentang pelaksanaan tujuannya (Umiarso, 2011).

Namun nilai-nilai kepemimpinan yang merupakan kearifan lokal di Indonesia


sudah ada sejak dulu. Menggali kearifan masa lalu tentang kepemimpinan Asta
Bratha, tidak lalu tenggelam kontra produktif dengan romantisme historis. Asta
bratha dalam upaya menggali dan menumbuh kembangkan kepemimpinan sangat
tinggi relevansinya, pada dimensi masa lalu, sekarang maupun kedepan. Astha
bratha merupakan salah satu prinsip kepemimpinan utama dalam realita historis
bangsa Indonesia, disamping prinsip yang lain seperti norma adigang, adigung,
adiguno, sabdo pandito ratu, legowo, berbudi bowo leksono,dll.
Pemimpin hendaknya memahami dan bisa mengamalkan ajaran asta brata.
Asta berarti delapan dan Brata dimaksudkan sebagai sifat mulia dari alam semesta
yang patut dan wajib dijadikan pedoman bagi seorang pemimpin. Asta brata bukan
hanya

berlaku

bagi

para

pemimpin

saja.

Setiap

manusia,

seyogyanya

mengamalkannya, dalam arti hidup selaras dengan alam, dan menjalankan peran
yang diembannya, sehingga memberi manfaat bagi sesama. Seorang pemimpin yang
tidak mampu melaksanakan Asta brata bagai raja tanpa mahkota. Sebaliknya, rakyat
jelata yang dalam hidupnya mampu melaksanakan Asta brata, berarti ia adalah rakyat
jelata yang bermahkota, dialah manusia yang luhur budi pekertinya.
1.3.2 Konsep Asta Brata
1. Pengertian Asta Brata
Asta Brata adalah delapan sifat utama Para Dewa (penjaga alam semesta)
yang patut dimiliki oleh seorang pemimpin. Uraian tentang Asta Brata, mula-mula
dijelaskan pada ayat Weda Smerti (Menawa Dharmasastra), sebagai berikut :
Indranila yamarkanam Agnecca warunasya ca,
Candrawitteca yocaiwa mantara nirhrtya cacwatih.

Artinya, untuk memenuhi maksud dan tujuan itu, Raja harus memiliki sifat-sifat
partikel yang kekal dari Dewa Indra, Wahyu, Yama, Surya, Agni, Waruna, Candra,
dan Kuwera.
Setelah kitab Menawa Dharmasastra, uraian htentang Asta Brata juga ada
dijelaskan pada kitab Ramayana dalam bentuk:
a. Wejangan Sang Rama kepada Sang Bhatara tentang syarat-syarat yang harus
dimiliki oleh seorang Raja, ketika Sang Bharata diberi tugas untuk menduduki
tahta Kerajaan Ayodhya atas nama Sang Rama.
b. Wejangan Sang Rama kepada Wibisana, mengenai syarat-syarat yang harus
dimiliki oleh seorang Raja, ketika Widisana dinobatkan sebagai Raja di Alengka.
2. Bagian-Bagian Asta Brata
Adapun bagian-bagian dari Asta Brata yakni:
a. Indra Brata
Indra brata adalah sifat seorang pemimpn (raja) yang dapat memberikan
kesenangan material (kesejahtraan atau kemakmuran) bagi yang dipimpinnya. Dewa
indra adalah dewa penguasa hujan. Tentang indra brata antara lain dapat dijelaskan
pada ayat kekawin Ramayana berikut:
Niham bratani Sang Hyang Indara lapen
Sire angudanaken tumpraping jagat
Sire tan tudalen ta Indra Brata
Sudana ya hudan ta nag liab irab.
Artinya, inilah perilaku Hyang Indra yang sebaiknya kau ambil, ia mendatangkan
hujan dan mententramkan dunia, sifat dan pikirannya itu henkdaknya kau tiru,
hendaknya kau menghujankan hadiah yang banyak dan merata pada segenap
bawahan mu.

b. Yama Brata

10

Yama brata, adalah sifat seorang pemimpin yang dapat menegakkan


kebenaran dan keadilan terhadap bawahannya, dengan memberi hukuman kepada
yang berbuat salah sesuai dengan kesalahan yang dilakukannya. Dewa yama adalah
Dewa penegak kebenaran dan keadilan. Uraian tentang yama Brata yang dijelaskan
dalam kekawain Ramayana adalah sebagai berikut:
Yama Brata dumanda karmaphala
Sirekena malung maling yar pejah
Umilhwa kita malwa ngolah salah
Asing umawarang sarat prih pati.
Atrinya, perilaku Hyang Yama adalah menghukum yang jahat, ia memukuli pencuripencuri bahkan sampai mati, demikian pula hendaknya kau ikut memukul semua
perbuatan yang salah, singkirkanlah semua orang yang berusaha merintangi.
Jadi berdasarkan pemamaparan kekawin diatas maka Yama Brata adalah sifat
seorang pemimpin yang tidak pilih kasih dalam menjatuhkan hukuman, karena
fungsi hukuman adalah untuk mendidik, baik bagi yang terhukum sendiri maupun
bagi yang lainnya.
c. Surya Brata
Surya brata adalah sifat seorang pemimpin yang dapat memberikan
penerangan yang menyeluruh dan merata kepada seluruh bawahannya, serta tidak
tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.Seorang pemimpin hendaknya tidak
tergesa-gesa dalam mengambil keputusan sebelum memperoleh informasi yang
lengkap dan dapat dipercaya kebenarannya, yang nantinya dapat digunakan sebagai
sumber pertimbangan untuk mengambil sebuah keputusan. Dewa Surya adalah dewa
matahari dimana seorang pemimpin hendaknya memiliki oleh Urya sebagai osumber
penerangan dan sumber energi. Penerangan yang jelas, merata dan menyeluruh

11

adalah penting agar seluruh bawahan yang di pimpin memahami apa yang patu
diketauinya. Dan dalam kekawin ramayan di sebutkan bahwa:
Bathara rawi mangisep wai lana
Ndatan kara saneh-saneh denering
Samangkana kita talap pangguhen
Tatar gelasa yeka Sura Brata
Artinya, Bhatara Surya selalu menghisap air tiada hentinya, perlahan-lahan,
demikian tindakannya, demikian pula hendaknya dalam mengambil suatu keputusan,
janganlah tergesa-gesa, inilah Surya Brata namanya.
d. Candra Brata
Candra brata adalah sifat seorang pemimpin yang harus dapat wajah yang
tenang, berseri-seri, dan ceria, sehingga menyejukkan dan memberi kepuasan bathin
bagi rakyatnya. Dewa Candra adalah dewa bulan yang merupakan simbul kesejukan,
dalam kekawin Ramayana di sebutkan bahwa:
Sasi brata humar sukang rat kabeh
Ulatha mardu komala yan katon
Guyu tan mamanis ya tulyamrta
Asing matuha pandidat swagatan
Artinya perilaku Dewa Bulan adalah menggembirakan seluruh dunia, seperti bulan
itulah hendaknya tingkah lakumu kelihatan lemah lembut, hendaknya senyummu
manis seperti amerta, semua orang tua dan cerdik pandai, kamu hormati dengan
selayaknya.
e. Banyunila Brata
Banyunila brata adalah sifat seorang pemimpin yang dalam menerima data
atau laporan hendaknya menyelidiki kebenarannya terlebih dahulu, sedapat mungkin
dari sumber yang paling bawah, tanpa diketahui oleh si pembuat laporan maupun

12

pihak lainnya. Seperti sifat angin yang memasuki semua tempat sampai ke yang
sekecil mungkin. Dalam kekawin Ramayana disebutkan bahwa:
Hanginta kita yat manginta ulah
Huma-weruhana buddhi-ning rat kabeh
Sucara ya panon ta tatan katon
Ya dibhya guna suksma bayu brata
Artinya, hendaknya kamu meniru prilaku Dewa angin, jika menghadapi prilaku
bawahan terutama perbuatan buruk, hendaknya kamu ketahui tanpa diketahui
bawahan lainnya, demikianlah sifat-sifat Dewa Angin, luhur dan tidak tampak oleh
siapapun langkah-langkahnya.
f. Kuwera Brata
Kuwera brata adalah sifat seorang pemimpin yang harus hemat dan cermat
dalam menggunakan keuangan negara, dan juga harus rapi, baik dalam berpakaian,
berbicara, maupun bertindak. Dalam kekawin Ramayana juga dijelaskan bahwa;
Manuk yang uphaboga sinambin inak
Taman panepenging pangan mwang inum
Manandangan mabusana mayusa
Nahan ta dhanaba brata nung tirun
Artinya, kecaplah segala keindahan dan kenikmatan, aturlah dalam makan dan
minum, berpakaianlah yang rapi dan pakailah perhiasan yang pantas, demikianlah
perilaku Dewa Kuwera yang patut ditiru.
g. Baruna Brata
Yaitu sifat seorang pemimpin yang harus berusaha keras dengna segala
kemampuannya untuk menyelamatkan segala hal-hal yang mengganggu kenyamanan
bawahannya, serta berpengetahuan luas sehingga dapat memecahkan segala
permasalahan. Dewas Baruna terkenal sebagai Dewa Laut yang mempunyai senjata

13

ampuh yang disebut Nagaphasa. Dengan senjata ampuh inilah maka tiada masalah
yang terselesaika. Seperti yang terdapat dalam kekawin Ramayana berikut ini:
Bhatara Baruna angega sanjata
Mahawisaya nagapasa ngapus
Sira ta tuladen ta pasa brata
Kita mapusanang watek durjana
Artinya, Dewa Baruna memegang senjata, nagapasa yang sangat berbisa dan
mengikat, dialah hendaknya kamu tiru, yakni dapat memusnahkan semua penjahat.
h. Agni Brata
Agni Brata adalah sifat seorang pemimpin yang harus berani dalam
menghadapi segala rintangan, tuntutan dalam menyelesaikan segala masalah, serta
mampu membangkitkan semangat kerja bawahannya. Seperti halnya yang tercantum
dalam kekawin Ramayana dibawah ini:
Lanang sengi satru bahnibrata
Galakta rimusuh yakapuy
Asing sahina senta sirna pasah
Ya tekana sinangguh Agni Brata
Artinya, perilaku Dewa Api adalah selalu membakar musuh, hendaknya kamu ganas
dan tegas terhadap musuh seperti api, barang siapa kamu serang pasti akan kalah, hal
seperti itulah yang dipandang sebagai laku Dewa Api.

14

BAB II
INOVASI

2.1 Operasional Penerapan Kepemimpinan Asta Brata di Rumah Sakit


1. Keberanian, keadilan dan bijaksana
Berani, adil dan bijaksana adalah cermin pemimpin yang memiliki dedikasi
tinggi. Pemimpin perawatan di rumah sakit harus berani, adil dan bijaksana demi
menegakkan kebenaran dalam melaksanakan tugasnya. Keberanian, keadilan dan
bijaksana merupakan norma yang perlu dipegang teguh. Dengan demikian bagi
seorang pimpinan sudah sepatutnya berlaku berani, adil dan bijaksana demi
melaksanakan swadharmanya sebagai abdi negara. Bagi seorang pimpinan yang
tidak memiliki keberanian, keadilan dan kebijaksanaan dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya adalah bagaikan seekor harimau yang sudah kehilangan taringnya,
tidak lagi memiliki semangat yang tinggi untuk bekerja dan mempengaruhi
bawahannya.
Penerapan konsep keberanian, keadilan dan bijaksana dalam kepemimpinan
Asta Brata tercermin dalam disiplin kerja perawat sebagai norma yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin, terdapat pada kepemimpinan Yama Brata. Dalam
kepemimpinan Yama Brata, seorang pimpinan perawatan hendaknya meneladani
sifat-sifat Dewa Yama, yaitu berani menegakkan keadilan, dan bijak menurut hukum
atau peraturan yang berlaku dalam melaksanakan tugas dan kewajiban demi
kebenaran. Sifat-sifat yang dimiliki Dewa Yama dapat dijadikan suritauladan bagi
perawat dan kepala ruangan yang ingin meningkatkan disiplin dan etos kerja untuk
mencapai tujuan.
2. Kearifan dan kewibawaan
Seorang pimpinan dalam melakukan swadharmanya dengan benar harus
mampu berlaku arif dan berwibawa. Seorang pimpinan perawatan yang arif dan

15

berwibawa akan dihormati dan dikagumi oleh bawaannya (perawat). Dengan


kearifan dan kewibawaan, pimpinan akan mendapat simpati dari yang dipimpinnya
dan bawahan akan menjadi patuh serta tunduk kepada apa yang diperintahkan oleh
pemimpinnya.
Penerapan ajaran Asta Brata yang tercermin dalam peningkatan kinerja
perawat sebagai norma dalam bertindak dan bersikap tidaklah hanya berguna bagi
pemimpin atau calon pemimpin, tetapi berguna juga bagi setiap perawat termasuk
pula menjadi anggota yang dipimpin. Dengan mengerti dan menerapkan ajaran
kepemimpinan universal dalam Asta Brata, maka seorang pimpinan akan mengerti
bagaimana seharusnya seorang pemimpin berbuat, demikian pula bagaimana
seharusnya seorang anggota patuh pada pemimpinnya.
3. Semangat, efektif dan efisien
Usaha untuk meningkatkan disiplin kerja merupakan cita-cita semua perawat.
Semangat, efektif dan efesien sikap yang patuh dimiliki oleh perawat. Bagi perawat
yang tidak memiliki sifat-sifat semangat, efektifitas dan efesien maka akan sulit
dalam meningkatkan disiplin kerjanya. Dengan memiliki sifat-sifat seperti itu maka
seorang perawat dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya akan menjadi lebih
baik dan dapat meningkatkan disiplin kerja.
Nilai-nilai semangat, efektif dan efesien dalam penerapan ajaran Asta Brata
terdapat pada kepemimpinan Surya Brata. Penerapan ajaran dalam Surya Brata
dikatakan hendaknya seorang pemimpin memiliki sifat-sifat sepeti matahari (Surya)
yang mampu memberikan semangat dan kekuatan yang efektif, efesien pada
kehidupan yang penuh dinamika dan bagai sumber energi dalam bekerja. Penerapan
ajaran Surya Brata dalam upaya meningkatkan disiplin kerja perawat sangatlah baik
untuk diterapkan.

16

4. Penerangan dan empati


Sifat penerangan yang dimiliki bagi seorang pimpinan perawatan harus
mampu memberikan penerangan bagi perawat yang dipimpin atau para bawahannya.
Sedangkan sifat empati itu sendiri adalah menggambarkan perasaan seorang atau
pemimpin pada orang lain atau orang yang dipimpinnya. Sikap empati lebih
memusatkan perhatian pada perasaan diri sendiri untuk orang lain diluar dirinya.
Dengan kata lain empati adalah suatu sikap yang lebih memusatkan perasaannya
pada kondisi orang lain atau lawan bicaranya. Empati juga berhubungan dengan
bagaimana orang lain merasakan diri kita, baik masalah kita maupun lingkungan kita.
Empati merupakan kondisi penting untuk mengembangkan komunikasi sosial yang
bermakna.
Nilai-nilai penerangan dan empati dalam penerapan ajaran Asta Brata
tercermin dalam disiplin kerja perawat sebagai norma atau aturan terdapat pada
kepemimpinan Candra Brata. Kepemimpinan Candra Brata dikatakan seorang
pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti bulan yaitu mampu memberikan
penerangan dan penuh empati pada rakyatnya atau orang yang dipimpinnya.
Penerangan dengan penuh empati diberikan pada orang yang berada dalam
kegelapan atau kebodohan dan menampilkan wajah yang penuh kesejukan dan penuh
simpati sehingga masyarakat atau orang yang dipimpinnya merasa tentram dan hidup
nyaman dan dapat bekerja dengan tenang.
5. Rendah hati dan moral yang luhur
Apabila semua sistem, organ dan bagian-bagian bekerja dengan selaras, dan
bagian-bagian dalam kondisi yang baik, tentu semuanya berjalan dan bekerja dengan
baik. Demikian pula suatu instansi kesehatan, apabila semua sistem dalam kondisi
disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, maka dapat bekerja dengan
selaras dalam mencapai tujuan. Dalam meningkatkan kinerja perawat pada suatu

17

rumah sakit seorang pimpinan perawatan harus memiliki sifat rendah hati dan moral
yang luhur untuk ditiru oleh yang dipimpinnya.
Dalam Asta Brata sifat rendah hati dan moral yang luhur tercermin dalam
kepemimpinan Vayu Brata. Dalam sifat kepemimpinan Vayu Brata terdapatnorma
bahwa seorang pimpinan perawatan hendaknya ibarat angin, senantiasa memberikan
kesejukan dan kesegaran dengan berintegritas tinggi, moral yang luhur, serta obyektif
dan mempunyai wawasan yang jauh ke masa depan dan selalu turun ke bawah
dengan rendah hati untuk mengenal denyut kehidupan dan gerak kerja para perawat
yang dipimpinnya.
6. Teguh pendirian dan rela berkorban
Teguh pendirian karena benar dan rela mengabdi (tanpa pamrih) artinya orang
yang memiliki sikap yang mudah menyerah dalam bekerja dan memiliki kemampuan
untuk menghadapi rintangan atau tugas yang berat dalam mewujudkan suatu tujuan.
Dengan melaksanakan tugas sebagai abdi Negara seorang pimpinan harus
mempunyai sikap teguh dan rela mengabdi pasti akan dapat diselesaikan dengan baik
tanpa ada perasaan mengeluh dan terbebani.
Nilai-nilai teguh pendirian dan rela mengabdi dalam kepemimpinan Asta
Brata tercermin pada disiplin kerja perawat dapat digambarkan dalam Kuwera Brata
dan Bumi (Danada), bahwa dikatakan seorang perawat hendaknya memiliki sifatsifat utama dari bumi yang teguh, dan rela mengabdi menjadi landasan berpijak dan
memberi segala yang dimiliki untuk kesembuhan pasien. Dengan sifat keteguhan dan
rela mengabdi sebagai landasan berpijak bagi seorang perawat dalam bekerja maka
dalam melaksanakan tugas dan kewajiban tidak lagi ada keragu-raguan. Sifat-sifat
demikian juga bisa dijadikan contoh bagi perawat dalam meningkatkan disiplin
kerjanya. Dalam upaya meningkatkan disiplin kerja, penerapan ajaran yang ada pada
kepemimpinan bumi (Dananda) dalam Asta Brata tersebut sangatlah baik.

18

7. Berwawasan luas, berinisiatif, kreatif dan inovatif


Dengan memiliki wawasan yang luas, berinisiatif, kreatif dan inovatif maka
akan dapat melaksanakan tugas dengan baik. Begitu juga sebaliknya pimpinan
perawatan yang tidak memiliki wawasan yang luas, berinisiatif, kreatif dan inovatif
akan selalu kesulitan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dengan
berwawasan luas, maka perawat akan semakin maju dalam bekerja. Inisiatif seorang
perawat akan selalu memiliki akal dalam mengatasi kesulitan saat menjalani tugas
dan kewajibannya. Begitu juga perawat yang selalu kreatif dan inovatif tidak akan
cepat bosan dalam bekerja. Dengan memiliki sifat-sifat tersebut seorang perawat
akan selalu disiplin dalam bekerja.
Nilai-nilai berwawasan luas, berinisiatif, kreatif dan inovatif dalam penerapan
ajaran Asta Brata tercermin pada disiplin kerja perawat terdapat pada kepemimpinan
Varuna Brata. Dalam kepemimpinan Varuna Brata terdapat nilai-nilai sebagai norma
bahwa seorang perawat hendaknya bersifat seperti samudra yaitu memiliki wawasan
yang luas, berinisiatif, kreatif dan inovatif sehingga mampu mengatasi setiap gejolak
dalam tugas dengan baik, penuh kearifan dan bijaksana. Dengan menerapkan sifatsifat kepemimpinan Varuna Brata seorang perawat tidak akan pernah merasa
kesulitan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Penerapan ajaran Varuna
Brata dalam diri akan dapat meningkatkan disiplin kerja.
8. Kemuliaan dan tanpa pilih kasih
Sifat kemuliaan dan tanpa pilih kasih pada pasien adalah cermin dari sifatsifat dewa. Dengan sifat kemuliaan dan tanpa pilih kasih hendaknya seorang perawat
selalu bersyukur, mengingat hanya dilahirkan menjadi manusia dapat membedakan
antara yang baik dan yang kurang baik. Untuk itu apapun yang terjadi, seberat
apapun tugas dan kewajiban yang dibebankan kalau seorang perawat memiliki sifat
kemuliaan dan tanpa pilih kasih, maka tugas yang dibebankan padanya pasti akan
dapat dilakukan dengan baik.

19

Nilai-nilai kemuliaan dan tanpa pilih kasih dalam kepemimpinan Asta Brata
tercermin pada disiplin kerja perawat terdapat pada penerapan ajaran Agni Brata
dikatakan seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat kemuliaan, tanpa pilih kasih,
tegak dalam prinsif dan menindak/menganguskan yang bersalah tanpa pilih kasih.
Mampu membedakan perbedaan dengan permusyawaratan dan pandai berdiplomasi,
menyerap aspirasi bawahannya. Penerapan ajaran Agni Brata sebagai norma dalam
meningkatkan disiplin kerja perawat sangatlah tepat untuk diterapkan dalam suatu
rumah sakit. Dengan menerapkan kepemimpinan Agni Brata sebagai norma dalam
suatu rumah sakit akan dapat mendorong para perawatnya untuk meningkatkan
disiplin kerja.
2.2 Strategi
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh seorang pimpinan
perawatan dalam menerapkan ajaran Asta Brata sebagai upaya meningkatkan kinerja
perawat. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pimpinan perawatan di
rumah sakit adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan

kontributif,

pendekatan

yang

dilakukan

dengan

cara

mensosialisasikan ajaran tentang kepemimpinan Hindu (kepemimpinan Asta


Brata) atau anjuran atau aktivitas-aktivitas tertentu bagi para bawahannya
(perawat).
2. Pendekatan aditif, penambahan muatan-muatan, ajaran-ajaran kepemimpinan
Asta Brata ke dalam setiap tindakan yang dilakukan pimpinan dan perawat di
rumah sakit dalam upaya meningkatkan kinerja tanpa mengubah struktur dasar
yang sudah ada. Seperti toleransi, koeksistensi, pro-eksistensi, kerjasama, saling
menghargai, saling memahami antar perawat yang satu dengan perawat yang lain.
3. Pendekatan transformatif, yang berupaya mengubah struktur organisasi kerja dan
mendorong pimpinan perawat untuk melihat dan meninjau kembali konsepkonsep yang ada, kemudian memperbaharui pemahaman dari berbagai perspektif

20

dan sudut pandang para perawat yang disesuaikan dengan nilai kepemimpinan
Asta Brata.
4. Pendekatan aksi sosial, yaitu pengkombinasian pendekatan transformatif dengan
aktivitas-aktivitas yang berupaya untuk melakukan perubahan kearah disiplin
kerja. Seperti yang berhubungan dengan isu-isu disiplin kerja perawat perlu
ditingkatkan dengan dimulai dari unsur pimpinan, dimana seorang pimpinan
perawat menuntun para perawatnya untuk mampu berperan aktif memecahkan
masalah sesuai dengan kapasitasnya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dilihat dari penerapan ajaran Asta Brata tercermin dalam kepemimpinan
perawat dalam meningkatkan kinerja perawat terdapat beberapa nilai diantaranya
yaitu;
1. Penerapan ajaran kearifan, dan kewibawaan sebagai norma yang terdapat dalam
kepemimpinan Indra Brata.
2. Penerapan ajaran keberanian, keadilan dan bijaksana sebagai norma terdapat
dalam kepemimpinan terdapat pada kepemimpinan Yama Brata.
3. Penerpan ajaran semangat, efektif dan efesien dalam kepemimpinan Asta Brata
terdapat pada kepemimpinan Surya Brata.
4. Penerpan ajaran penerangan dan empati sebagai norma terdapat pada
kepemimpinan Candra Brata.
5. Penerpan ajaran rendah hati dan moral yang luhur tercermin dalam
kepemimpinan Vayu Brata.

21

6. Penerapan

ajaran

teguh

pendirian

dan

rela

mengabdi

terdapat

pada

kepemimpinan Kuwera Brata dan Bumi (Danada).


7. Penerapan ajaran berwawasan luas, berinisiatif, kreatif dan inovatif sehingga
mampu mengatasi setiap gejolak dalam tugas dengan baik, penuh kearifan dan
bijaksana, terdapat dalam kepemimpinan Varuna Brata.
8. Penerapan ajaran kemuliaan dan tanpa pilih kasih terdapat pada kepemimpinan
Agni Brata.
3.2 Saran
Saran yang perlu disampaikan sehubungan dengan hal tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Mengingat ajaran Asta Brata mengandung banyak petuah dalam hal
kepemimpinan, maka setiap pemimpin, hendaknya mempelajari dan memahami
ajaran Asta Brata.
2. Pimpinan perawatan diharapkan mampu menerapkan nilai-nilai kepemimpinan
Asta Brata sebagai motivator diri dan perawat dalam meningkatkan disiplin kerja
pada suatu rumah sakit.
3. Kepada para perawat yang disiplin kerjanya masih kurang agar bisa lebih
ditingkatkan lagi, dengan menerapkan ajaran Asta Brata sebagai dasar pijakan
dalam melaksanakan tugas dan kewajiban.

Anda mungkin juga menyukai