(1700-1800)
tahun 1819 raffles dapat menempatkan sultan ala ada-din jauhar al-alam syah kembali di tahta
aceh.
2. Raja Kecil dan Penakluk Johor
Daerah sumatera tengah mulai dari minangkabau, daerah aliran batanghari dan siak,
kepulauan lingga-riau serta diseberang selat malaka, daerah pantai semenanjung melayu, dari
malaka sampai johor merupakan daerah ekspansi perantau suku minangkabau. Hal ini sudah
menjadi kenyataan pada awal abad XVIII. Dalam hubungan ini malaka, jambi dan palembang
termasuk daerah perantau pinggiran. Meskipun dalam histografi melayu tradisional raja kecil
disebut putra raja mahmud syah dari dinasti malaka yang berkuasa dijohor. Kerajaan johor
sebagai kelanjutan kerajaan malaka yang tergeser oleh pendudukan portugis malaka berkali-kali
mengalami krisis kecuali serangan-serangan portugis dan aceh juga usurpasi kekuasaan kerajaan
oleh unsur-unsur non melayu khususnya suku bugis.
Arena politik di daerah tersebut masih sangat dipengaruhi oleh kehadiran portugis dan
kumpeni. Dalam pertentangan-pertentangan untuk merebut kekuasaan sikap mereka sering
menjadi faktor penentu kesudahannya. Faktor lain yang tidak dapat diabaikan di wilayah itu ialah
golongan orang laut di bawah pimpinan raja negara selat.angkatan laut mereka menguasai daerah
perairan yang sangat strategis bagi perkapalan dunia pada masa itu.
3. Kerajaan Banjarmasin dalam Abad XVIII
Pada awal abad XVIII kedudukan banjarmasin tetap kuat, sebagai kerajaan tetap bebas dan
berhasil mengelakan penetrasi asing, dan sebagai pelabuhan merupakan pusat perdagangan lada.
Sebagai pelabuhan bebas banjarmasin menarik pedagang asing, inggris, cina, prancis dan
portugis. Tidak ada pemegang monopoli sehingga keuntungan masih dinikmati oleh pribumi.
Sebagai akibat dari penetrasi VOC dengan sistem monopolinya dan banjarmasin mengalami
kemajuan antara lain dengan datangnya pedagang-pedagang mengungsi disana.
Sebaliknya kedatagan unsur asing disana dapat mengakibatkan akselerasi faksionalisme
atau pemecahan dikalangan istana khususnya dan di antara penguasa pada umumnya. Berkalikali VOC mengalami kegagalan dalam usaha mendirikan pos atau logi di banjarmasin.
Dihadapinya tentang yang hebat dan pembunuhan orang-orangnya, antara lain pada tahun1607
dan 1638. Permusuhan antara VOC dan banjarmsin mengalami pasang surut karena ada kalanya
banjarmasin memerlukan bantuan VOC dalam menghadapi musuh. Beberapa kali kontrak dibuat
semuanya bertujuan untuk menjamin ketersediaan rempah-rempah bagi VOC.
Meskipun sudah ditandatangani kontrak tahun 1733 orang banjar sesungguhnya tidak
menghiraukan dan perdagangan lada berjalan terus dengan bangsa-bangsa lain diluar
pengetahuan belanda. Perkembangan itu adalah wajar kalau diingat bahwa harga penjualan lada
kepada belanda hanya tiga real sedangkan dibangsa lain mencapai tujuh hingga delapan real.
Dalam menghadapi situasi itu serta mempertahankan prestise VOC maka tidak ada jalan lain
daripada menutup pintu bagi bangsa-bangsa lain agar agar dapat memegang hak ekslusif dan
monopoli lada, mendirikan kantor disana untuk mengawasi pelaksanaan peraturan.
4. Minahasa Menghadapi Ekspansi VOC (Abad XVII dan XVIII)
Menurut perjanjian bonggaya (1667) daerah menado dikuasai VOC sebagai daerah masuk
lingkungan kekuasaan raja ternate, yaitu sultan kaitsili mandrsyah. Situasi politik menjelang
kedatangan VOC penuh pergolakan. Salah satu sebabnya ialah politik ekspansi yang dijalankan
oleh raja bolang, loloda. Menghadapi VOC timbullah pertentangangan antara loloda dan
saudaranya. Pada tanggal 10 januari 1679 kepala-kepala kampung di menado mengadakan
kontrak dengan VOC. Salah satu alasan yaitu diutarakan ialah bahwa mereka tidak ingin lagi di
bawah perintah atau kekuasaan raja bolang.
Dengan ditandatanganinya kontrak itu daerah belum sepenuhnya dapat ditentramkan.
Pergolakan berjalan terus, terutama karena raja loloda macoaga hendak menjajah petani-petani
daerah pegunungan menado. Sepeninggalannya para penguasa di bolang megadakannperjanjian
dengan VOC (10 september 1699) ditetapkan bahwa bolang-mangandau tidak boleh
mengganggu daerah minahasa dan dilarang mengijak daerah yang lain. Perlu ditambahkan
bahwa dalam terperinci dicantumkan dalam kontrak itu kewajiban tiap-tiap kampung terhadap
kumpeni.
Dalam pelaksaan kontrak ternyata timbul kesulitan sehingga bangkitlah pergolakan lagi
yang meluas menjadi pemberontakan. Di bolang-mongandau pergolakan belum reda selama raja
masih menuntut haknya atas minahasa. Sampai akhir abad ke XVIII kehadiran kumpeni
minahasa belum berhasil menciptakan ketertiban dan ketentraman dikalangan rakyat. Ketertiban
masih terus terganggu oleh perselisihan antara para hukum dan negeri-negeri terutama mengenai
hak milik tanah untuk menanam padi dan untuk kebun.
Keuntungan VOC dari perdagangan di minahasa tidak berarti. Hasil padi tidak
mencukupi, bahkan pada waktu diimpor beras jawa lewat ternate. Perdagangan mencakup emas
hasil daerah itu, batu manikam dan bahan kain.
Dengan kemerosotan VOC pada bagian terakhir abad XVIII praktis monopolinya di
Palembang tidak dapat dipertahankan lagi dan faktorainya di tempat itu hampir lenyap. Krisis
ekonomi dan politik yang dihadapi VOC dan kemudian pemerintah Belanda mempercepat
peralihan kekuasaan ke tangan Inggris.
Pada tanggal 13 Juli Sultan Badaruddin tiba di Palembang dan bersemayam di keraton besar
sedang P.A. Ahmad Najamuddin pindah ke keraton lama. Dengan campur tangan inggris
pertentangan menjadi-jadi dan situasi politik tetap tegang. Politik langsung membalik situasi saat
Belanda menerima kembali jajahannya. Sultan Ahmad Najamuddin adalah penguasa yang lemah,
sedangkan Sultan Badaruddin menguasai keadaan politik. Pada tanggal 1 Juli kraton diduduki
oleh Belanda. Setelah Sultan Ahmad Najamuddin bertahan selama delapan bulan di S. Musi ia
di asingkan ke Manado dan meninggal pada tahun 1844. Dengan demikian berakhirlah Dinasti
Palembang.
8. Gerakan Ahmad Syah dan Perang Sabil
Banyak pergolakan dan gerakan dalam Sejarah Indonesia tidak dapat diterangkan tanpa
melihat hubungan antara sikap anti-kafir serta gerakan reaktifnya dengan kehadiran bangsa Barat
khususnya Belanda. Gerakan anti-kafir berfungsi untuk menghimpun berbagai kekuatan serta
etnis sehingga mendorong proses integrasi dan membentuk semacam proto-nasionalisme.
Pemancaran gelombang perlawanan kaum kafir dari Makassar memuncak setelah diduduki VOC.
Pada perempat abad terakhir abad XVII muncullah Ahmad Syah Iskandar berperan sebagai
pemimpin perang sabil terhadap Belanda dan berhasil mengusirnya.
9. Lada dan Penetrasi Barat di Bengkulu
Penghasilan lada telah menarik perdagangan di pantai Barat Sumatra termasuk Bengkulu.
Menurut tradisi Banten menuntut bahwa Bengkulu masuk suasana kekuasaannya, VOC
mendukung Banten sehingga menghalang-halangi Inggris untuk bercokol di sana.
yang terbentuk lewaat perdagangan, perang, perkwinan, dan diplomasi pada akhir abad XVIII,
telah mewujudkan suatu tingkat integrasi dengan skala yang melampaui lokalitas.
12. Timor dan Sekitarnya
Dalam pergolakan yang terjadi sebagai akibat peertentangan antara Portugis dan Belanda,
pada tahin 1613 benteng Solor direbut oleh Belanda. Raja Tello pada tahun 1641 mengirim
ekspedisi untuk menyerang dan merampok pemukiman-pemukiman pantai di Timur. Ekspedisi
balasan Portugis berhasil menjatuhkan raja Wehale dan sekaligus kerajaan Antoni-Belu.
Ekspedisi VOC di bawah de Vlamming van Oudshoorn pada tahun 1656 untuk merebut benteng
di Kupang dapat dihancurkan oleh pasukan Timor di bawah kaum Topas di Amarasi.
Dalam menghadapi penetrasi Belanda kaum Topas membentuk persekutuan dengan raja-raja
Roti dan Sumba. Basis kekuatannya ada di Kupang dan Larantuka. Belanda mengadakan
hubungan dengan penduduk Kupang, Roti, Savu, Solor, Ndao, dan Timur.
Dominasi Belanda menjadi mantap setelah kontrak dari paravicini pada tahun 1756
ditandatangani oleh 48 kerajaan di Solor, Timor, Roti, Savu, Ndao, dan Sumba. Penetun
perbatasan dan pembagian daerah-daerah antara wilayah Belanda dan Portugis baru ditetapkan
dalam perjanjian pada tahun 1859 dan kemudian. Di sempurnakan pada tahun 1893.1
William N. Dunn, Analisis Kebijaksanaan Publik, terj. Mujahir Darwin, (Yogyakarta: Hanindita, 2001), 2032.