Anda di halaman 1dari 16

CASE REPORT

ACUTE MYELOID LEUKEMIA (AML) DENGAN


INTRACEREBRAL HEMORRAGE (ICH)
Sherly Kurniawan Chandra S., Fransisca Prabaniardi T., Yohanna Tania, Angesti Widipinasti W.,
Edwina Naomi Samosir, Rizaldy Taslim Pinzon
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana /
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

ABSTRAK
Acute Myeloid Leukemia (AML) adalah penyakit keganasan pada sumsum tulang yang terjadi
pada stase awal hematopoiesis. AML dapat dikenal dengan beberapa nama yaitu Acute
Myelogenous Leukemia, Acute Myeloblastic Leukemia, Acute Granulocytic Leukemia dan Acute
Nonlymphocytic Leukemia. Patogenesis AML adalah adanya blokade maturitas yang
menyebabkan proses differensiasi sel-sel dari myeloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan
terjadi nya akumulasi blast pada sumsum tulang. Akumulasi tersebut menyebabkan gangguan
hematopoiesis sehingga mengakibatkan bone marrow failure syndrome yang ditandai dengan
adanya sitopenia (anemia, lekopenia, trombositopenia). Perdarahan intraserebral atau
Intracerebral hemorrhage (ICH) adalah komplikasi paling umum kedua dan berhubungan
dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. ICH adalah salah satu efek samping yang serius
dari trombositopenia berat pada pasien hematologi. Penatalaksanaan secara umum meliputi
kemoterapi karena adanya keganansan pada sumsum tulang dan pemberian obat untuk
mengurang ICH dan gejala penyerta. Laporan kasus ini menyajikan perempuan 31 tahun dengan
klinis menometrorrhagia, dan pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil berupa AML.
Kata Kunci: AML, acute myeloid leukemia, ICH, intracerebral hemorrage, trombositopenia,
keganasan sumsum tulang, keganasan hematologi, patologi klinik, CT-scan, rekombinan faktor
VII.

PENDAHULUAN
Acute Myeloid Leukemia (AML) adalah penyakit keganasan pada sumsum tulang yang terjadi
pada stase awal hematopoiesis. Tipe kanker ini biasanya memburuk dengan cepat bila tidak
ditangani. AML dapat dikenal dengan beberapa nama yaitu Acute Myelogenous Leukemia, Acute
Myeloblastic Leukemia, Acute Granulocytic Leukemia dan Acute Nonlymphocytic Leukemia.

CASE REPORT

AML adalah bentuk paling umum dari leukemia akut dengan insiden meningkat sejalan dengan
usia. AML memiliki beberapa subtype tergantung dari tingkat kematangan sel darah.
Patofisiologi yang mendasari AML adalah kegagalan pematangan sel sumsum tulang pada tahap
awal perkembangan. Meskipun etiologi biasanya tidak diketahui, AML dapat terjadi akibat
paparan agen genotoxic atau gangguan hematologi yang mendasari (sindrom kegagalan sumsum
tulang). Pasien AML biasanya memperlihatkan gejala akibat kegagalan sumsum tulang, gejala
dari organ yang terinfiltrasi sel leukemia atau keduanya.
Pada pasien dengan keganasan hematologi, komplikasi yang sangat umum terjadi adalah infeksi.
Perdarahan intraserebral atau Intracerebral hemorrhage (ICH) adalah komplikasi paling umum
kedua dan berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. ICH adalah salah satu
efek samping yang serius dari trombositopenia berat pada pasien hematologi. ICH pada pasien
dengan keganasan hematologi dapat memiliki factor risiko termasuk hipertensi, abnormalitas
dinding pembuluh darah, jumlah platelet rendah, disfungsi platelet, defisiensi factor koagulasi,
disseminated intravascular coagulation (DIC), sepsis dan hiperleukositosis. ICH pada pasien
AML sangat jarang terjadi namun memiliki konsekuensi kematian atau morbiditas mayor.
Insidensi terjadinya ICH pada pasien AML adalah 6.3%.

ILUSTRASI KASUS
Seorang wanita berusia 31 tahun datang dengan keluhan utama menstruasi banyak dan tidak
dapat berhenti selama 1 bulan. Pasien memiliki riwayat G2A1P1. Abortus dilakukan karena
pasien mengalami abortus spontan, sehingga dokter memutuskan untuk melakukan curetage.
Beberapa bulan setelah tindakan curetage, pasien masuk kembali ke RS dengan keluhan badan
lemas dan pasien dirawat inap di RS Pekanbaru. Berdasarkan keterangan dari keluarga, pasien di
diagnosa AML setelah dilakukan beberapa pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
(pemeriksaan laboratorium) yang telah dilakukan di salah satu RS Pekanbaru. Dokter RS di
Pekanbaru menyarankan pasien untuk menjalani kemoterapi, namun baik pasien maupun
keluarga masih belum siap. Dua bulan setelah kejadian tersebut, pasien ke Yogyakarta untuk
melakukan pengobatan di RSPR mengenai keadaan yang dialami pasien, doker mengatakan
kepada pasien untuk menjalani kemoterapi. Namun pasien dan keluarga masih belum siap untuk
menjalani kemoterapi. Beberapa hari kemudian pasien datang ke RSB dengan keluhan
2

CASE REPORT

menstruasi yang banyak dan tidak berhenti ( 1 bulan), pasien merasa mual muntah, demam,
serta nafsu makan yang menurun, pola BAB dan BAK normal. Pasien kemudian di rawat inap di
RSB, dan setuju untuk dilakukan kemoterapi. Setelah kondisi stabil, pasien akhirnya menjalani
kemoterapi di RSB, dan telah menjalani 7x kemoterapi di RSB.
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan 19 hari setelah pasien masuk RSB, didapatkan GCS E1
V2 M5 dengan kesdaran Stupor. Keadaan umum lemah, dengan tekanan darah 130 / 80, respirasi
22x / menit, nadi 81x / menit, suhu 36 0 C. Konjungtiva anemis, bibir kering, lidah kotor, lebam
pada mata kanan, gigi menghitam dan keropos. Kemudian dari pemeriksaan Neurologis
didapatkan pemeriksaan saraf cranialis, antara lain reflek cahaya pada mata kiri (+) namun pada
mata kanan tidak dapat dinilai karena lebam dan reflek menelan masih baik. Pada pemeriksaan
saraf cranialis N. I, II, IV, V, VI, VII,VIII, IX, XI, XII tidak dapat dinilai karena keadaan pasien
stupor dan tidak dapat mengikuti perintah. Pemeriksaan lanjutan pasien dengan keadaan gelisah,
tonus otot tangan kanan kiri postif, reflek fisiologi (bisep, trisep, radius, ulna) positif, reflek
patologis (hoffman , tomner) positif. Anggota gerak bawah didapatkan pergerakan gelisah, tonus
positif, clonus negatif, reflek fisiologi (patella, achiles) positif kaki kanan dan kiri, reflek
patologis (babinski) positif pada kaki kanan. Miksi dan defekasi dalam keadaan normal.
Pemeriksaan Laboratorium saat di RS Pekanbaru menunjukan hasil Suden Black B (+), dengan
morfologi darah Acute Myeloid Leukemia (AML). Serta pada pemeriksaan Gating daerah Blast
tampak positif dengan marker CD 34, CD 33, HLA DR, CD 13, CD 19, CD 10, Cy CD 79a, Cy
MPO dengan hasil Mixed Phenotype Acute Leukemia (B/Myeloid). Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan darah lengkap dan didapatkan hasil Anemia normositik normokromik (Hb 3,5);
Lekositosis (126.000 mm3); Blast 52 (Suspek Mieloblast); Trombositopenia (9000/mm 3);
limfositopenia (9%); Netropenia (10%); Eosinofil rendah (1%), Eritrosit rendah (1.23 juta/mmk);
Hematokrit rendah (9.5%). Kimia darah didapatkan nilai SGOT tinggi (47,7 U/L).
Pada pemeriksaan darah terakhir menunjukan angka pemurunan leukosit / lekopenia (0,86 mm3).
Diagnosis trombositopeni dengan kecurigaan AML didasarkan pada pemeriksaan laboratorium
Patologi Klinik dengan hasil morfologi darah yang menunjukkan AML dan pengecatan sitokimia
Sudan Black B (+). Pemeriksaan marker Blast tampak positif dengan CD 34, CD 33, HLA DR,
CD 13, CD 19, CD 10, Cy CD 79a, Cy MPO dengan hasil Mixed Phenotype Acute Leukemia
(B/Myeloid). Selain itu didapatkan kodnisi anemia normositik normokromik.

CASE REPORT

Berdasarkan penemuan klinis yang ada, dilakukan pemeriksaan CT scan dengan hasil lesi
hiperdens multiple dengan hipodens, terutama parieto occipital sinistra, dan kesan Multiple
ICH terutama parieto occipital sinistra.

Gambar 1. Hasil Pemeriksaan CT - Scan


Pasien telah mendapatkan Vit B Complex 3 x 1, Norelut 2 x 1, Adona 3 x 1, Zemyc 150 mg 1x1,
Kalnex 500 3 x 1A IV, Setrovel 1amp, Daunomycin 40 mg, Sitarabin 200mg, Paracetamol 3 x 1,
Sistenol 3 x 1, Ikalep 2 x 1, Manitol 4 x 125, Cefotaxime 2 x 1gr.
Masalah terakhir pasien ini adalah AML dengan komplikasi ICH. Pada hari ke 21 perawatan,
keadaan pasien memburuk dengan kesadaran akhir koma ringan, tekanan darah 160/100 dan
terpasang nassal canul O2 hingga keesokan harinya kesadaran pasien menjadi koma dan pasien
meninggal dunia.
DISKUSI
Diagnosis AML ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Patologi Klinik yang
menunjukan morfologi Acute Myeloid Leukemia (AML) dan adanya trombositopenia, anemia,
lekositosis serta dengan keluhan menstruasi tidak berhenti selama kurang lebih satu bulan dan
terdapat lebam pada mata kanan yang menandakan adanya trombositopenia. Etiologi dari AML
belum dapat diketahui dengan jelas. Namun ada beberapa faktor resiko yang dapat memicu
terjadinya AML, antara lain beberapa masalah dengan maslah kromosom (Sindrom Down,
Trisomi 8), tingginya paparan radiasi, merokok, paparan bahan kimia tertentu (benzena, bensol),
obat kemoterapi tertentu (agen alkylating: Cyclophosphamide, Mechlorethamine, Prokarbazin

CASE REPORT

serta agen platinum: Cisplatin dan Carboplatin dan inhibitor Topoisomerase II: Etoposid,
Teniposide, Mitoxantrone).
Komplikasi dari AML dapat mengakibatkan ICH dalam kasus ini. Sel tumor mungkin juga dapat
memberikan efek langsung sebagai jaringan tumor padat di jaringan otak dan pembuluh darah,
menghasilkan oklusi pembuluh darah dan iskemia organ yang pada akhirnya berpotensi
menyebabkan trombosis dan transformasi perdarahan. Selain itu, adanya lekopenia akan
menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi (termasuk infeksi opportunities dari flora bakteri
normal yang ada di dalam tubuh manusia) yang dapat menyebabkan sepsis. Selain itu, sel-sel
blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan
berinfiltrasi ke organ-organ lain, seperti kulit, tulang, jaringan lunak, dan sistem saraf pusat yang
pada akhirnya dapat merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya melalui gangguan
metabolisme sel dan fungsi organ.
Angka kejadia AML meningkat dengan usia, onset rata-rata usia 70 tahun. AML lebih umum
pada laki-laki daripada perempuan, karena penyakit hematologi sindrom myelodysplastic lebih
sering terjadi pada laki-laki. Pada penelitian C. Y. Chen, et al. (2009), yang dilakukan di
National University Hospital, Taipei, Taiwan, periode Januari 1995 Desember 2007 terdapat
841 pasien AML, 51 mengalami ICH (37 laki-laki, 14 perempuan). Terdapat 18 pasien dengan
awal ICH dan 33 pasien dengan ICH lanjut. Rata-rata usia pasien AML dengan ICH adala 51
tahun (dengan rasio usia 17-86 tahun).

Gejala Klinis
Pada pasien AML tidak selalu terjadi leukositisis, leukositosis hanya terjadi 50% pada AML,
15% pasien dengan leukosit normal dan 35% pasien mengalami neutropenia. Namun sel blast
dapat ditemukan pada 85% kasus AML. Penting untuk memeriksa rincian jenis sel-sel leukosit
di darah tepi sebagai pemeriksaan awal untuk menghindari kesalahan mendiagnosis AML.
Tanda dan gejala utama dari AML adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan
oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. Perdarahan di manifestasikan dalam bentuk purpura
atau ptekie yang sering dijumpai di ekstrimitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi
dan retina. Pada kasus DIC akan dijumpai perdarahan yang lebih berat. Infeksi berat terdapat
pada kasus AML tipe M3 sperti di tenggorokan, paru-paru, kulit dan daerah perirektal sehingga
5

CASE REPORT

perlu dilakukan pemeriksaan lebih teliti pada pasien demam. Pada pasien dengan leukosit sangat
tinggi (> 100ribu/mm3), bisa terjadi penggumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh
darah vena dan arteri, disebut leukositosis.
Gejala sumbatan leukositosis tergantung letak sumbatannya. Gejala yang sering terjadi seperiti
gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada dan priaprismus. Angka leukosit yang sangat
tinggi juga sering menimbulkan gangguan metabolisme berupa hiperurisemia dan hipoglikemia.
Hiperurisemia terjadi akibat sel - sel leukosit yang berproliferasi secara cepat dalam jumlah yang
besar. Hipoglikemia terjadi karena konsumsi gula in vitro dari sampel darah yang akan diperiksa,
sehingga akan dijumpai hipoglikemia yang asimptomatik karena hipoglikemia tersebut hanya
terjadi in vitro tetapi tidak in vivo pada pasien.
Infiltrasi sel blast menyebabkan tanda gejala sesuai lokasi. Infitrasi pada kulit menyebaban
leukemia kutis yaitu benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit. Infiltrasi sel blast
dalam jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma) , sedangkan pada tulang
akan menyebabkan nyeri tulang yang spontan atau dengan stimulasi ringan. Pembengkakan gusi
sering dijumpai sebagai manifestasi infiltrasi sel-sel blast ke dalam gusi. Infiltrasi ke jaringan
meninges juga bisa ditemukan, namun hal ini jarang terjadi.

Diagnosis
Pada kasus ini untuk menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan Patologi Klinik. Di mana
fungsi dari pemeriksaan ini adalah untuk melihat morfologi darah. Berdasarkan pemeriksaan
Patologi Klinik, didapatkan hasil Suden Black B (+), dengan morfologi darah Acute Myeloid
Leukemia (AML). Serta pada pemeriksaan Gating daerah Blast tampak positif dengan marker
CD 34, CD 33, HLA DR, CD 13, CD 19, CD 10, Cy CD 79a, Cy MPO dengan hasil Mixed
Phenotype Acute Leukemia (B/Myeloid). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan
didapatkan hasil Anemia normositik normokromik (Hb 3,5); Lekositosis (126.000 mm 3); Blast
52 (Suspek Mieloblast); Trombositopenia (9000/mm3); limfositopenia (9%); Netropenia (10%);
Eosinofil rendah (1%), Eritrosit rendah (1.23 juta/mmk); Hematokrit rendah (9.5%). Kimia darah
didapatkan nilai SGOT tinggi (47,7 U/L). Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan CT scan
dengan hasil lesi hiperdens multiple dengan hipodens, terutama parieto occipital sinistra, dan
kesan Multiple ICH terutama parieto occipital sinistra.
6

CASE REPORT

Klasifikasi / Derajat Stadium


Klasifikasi berdasarkan WHO :
AML dengan Anomali Genetik
AML dengan translokasi kromosom 8 dan 21
AML dengan translokasi atau inversi kromosom 16
AML dengan translokasi kromosom 9 dan 11
APL (M3) dengan translokasi kromosom 15 dan 17
AML dengan translokasi kromosom 6 dan 9
AML dengan translokasi atau inversi kromosom 3
AML (megakaryoblastic) dengan translokasi kromosom 1 dan 22
AML dengan Perubahan Myelodysplastik
AML berkaitan dengan kemoterapi atau paparan radiasi
AML tidak terklasifikasi
AML dengan diferensiasi minimal (M0)
AML tanpa maturasi (M1)
AML dengan maturasi (M2)
Acute myelomonocytic leukemia (M4)
Acute monocytic leukemia (M5)
Acute erythroid leukemia (M6)
Acute megakaryoblastic leukemia (M7)
Acute basophilic leukemia
Acute panmyelosis with fibrosis
Myeloid sarcoma (granulocytic sarcoma atau chloroma)
Myeloid proliferations berkaitan dengan Down syndrome
Undifferentiated and biphenotypic acute leukemia
(Leukemia yang berhubungan dengan bentukan lymphocytic dan myeloid). Disebut juga ALL
dengan marker myeloid, AML dengan marker lymphoid, atau mixed phenotype acute leukemia.

Patogenesis
Pada AML terdapat kelainan pada molekular dan genetik. Kelainan molekular yang paling sering
adalah translokasi / t (15;17) yang akan menghasilkan AML dengan promielosit yang abnormal,
yang disebut dengan Acute Promyelocytic Leukemia (APL). Translokasi dari kromosom
7

CASE REPORT

menghasilkan fusi dari gen PML (kromosom 15) dan fusi dari Retinoic Acid Receptor gene
Alpha / RARA (kromosom 17), sehingga mencegah differensiasi granulosit matang. Pencegahan
differensiasi akan dihambat oleh All Trans Retinoic Acid (ATRA), derivative vitamin A. DNA
berikatan dengan Core Binding Factor (CBF ) memproduksi faktor transkripsi yang
meregulasi gen spesifik hematopoietik dalam jumlah besar. Translokasi genetik t (8;21), inv (16),
dan t (16;16) semuanya telah dikaitkan dengan faktor transkripsi. Pasien AML dengan gangguan
genetik ini memiliki prognosis yang baik. 6-8% pasien dengan AML memiliki perubahan
struktural dari kromosom 11q23, yang mengarah ke perubahan menjadi MLL. Perubahan
menjadi gen MLL (Mixed Lineage Leukemia) dapat menyebabkan AML terdiri dari sel myeloid
dan limfoid. Adanya perubahan pada gen MLL akan memberikan hasil yang lebih buruk pada
pasien AML.
Sel darah berasal dari sel induk hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi
induk limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk
sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit, granulosit-monosit
dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon
leukemik yang belum diketahui penyebabnya. Hal ini akan menyebabkan gangguan maturasi,
sehingga jumlah sel muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam
sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk ke dalam sirkulasi darah yang kemudian
menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ.
AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid dan berasal dari
transformasi sel progenitor hematopoetik. Defek kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel
mieloid, yang berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikan sel normal. Sel-sel
leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang
menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah
dan berpindah ke organ lainnya, di mana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah
diri. Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa
menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.
Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan sumsum tulang
yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik tersebut ke
organ tubuh penderita.
HUBUNGAN AML DENGAN INTRACEREBRAL HEMORRHAGE (ICH)
8

CASE REPORT

Patogenesis utama AML adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan proses
differensiasi sel-sel dari myeloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi
akumulasi blast pada sumsum tulang. Akumulasi blast pada sumsum tulang akan menyebabkan
gangguan hematopoiesis normal yang pada akhirnya akan mengakibatkan sindrom sumsum
tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia,
lekopenia, dan trombositopenia). Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan
pada kasus yang lebih berat dapat menyebabkan sesak napas. Trombositopenia akan
menyebabkan tanda-tanda
Tatalaksana
Setelah AML terdiagnosa, dilakukan tes untuk mengetahui apakah kanker telah menyebar ke
bagian lain dari tubuh.
1. Lumbal Pungsi
Mengumpulkan cairan serebrospinal (CSF) dari tulang belakang. Sampel CSF diperiksa
di bawah mikroskop untuk melihat tanda apakah sel leukemia telah menyebar ke otak dan
sumsum tulang belakang. Prosedur ini juga disebut Lumbal Pungsi atau Spinal Tab.

Gambar 1. Lumbal Pungsi


2. CT Scan
Sebuah pewarna dapat disuntikkan ke dalam vena atau ditelan untuk membantu organorgan atau jaringan muncul lebih jelas.
Pengobatan AML biasanya memiliki 2 fase, yaitu:
1. Terapi induksi remisi: tahap pertama pengobatan
Tujuannya adalah untuk membunuh leukemia sel darah merah dan sumsum tulang. Hal
ini menempatkan leukemia ke dalam remisi.
9

CASE REPORT

2. Terapi pasca remisi: tahap kedua dari pengobatan


Ini dimulai setelah leukemia dalam remisi. Tujuan terapi pasca remisi adalah untuk
membunuh sel sel leukemia yang tersisa yang mungkin tidak aktif tetapi bisa mulai
tumbuh kembali dan menyebabkan kambuh. Fase ini juga disebut terapi kelanjutan
remisi.

Terdapat 4 jenis pengobatan standar yang digunakan untuk pasien dengan AML:
1. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pengobatan kanker yang menggunakan obat untuk menghentikan
pertembuhan sel kanker, baik dengan membunuh sel atau dengan mneghentikan
perkembangan sel kanker. Ketika kemoterapi di lakukan secara oral atau disuntikan ke
dalam vena atau oto, obat memasuki aliran darah dan dapat mencapi sel sel kanke di
seluruh tubuh (sistemik kemoterapi). Ketika kemoterapi langsung di masukan ke cairan
serebrospinal (intratekal kemoterapi), maka obat akan langsung masuk ke dalam organ
organ tubuh. Kemoterai intratekal dapat digunakan untuk mengobati AML pada pasien
dewasa yang sudah mengalami metastasis (penyebaran), atau mungkin metastasis ke otak
dan sumsum tulang belakang.
Kombinasi kemoterapi adalah pengobatan dengan menggunakan lebih dari satu obat anti
kanker. Cara pemberian kemoterapi berdasarkan pada sub tipe dari kanker, apakah telah
menyebar ke otak dan sumsum tulang belakang.

Gambar 2. Letak injeksi obat kemoterapi

10

CASE REPORT

Kemoterapi intratekal. Obat anti kanker yang disuntikan ke dalam ruang intratekal, yang
merupakan ruang berisi cairan serebrospinal (CSF, diperlihatakan dengan warna biru).
Ada 2 cara yang berbeda untuk melaukan ini. Salah satu caranya, ditampilkan di bagian
atas gambar, adalah untuk menyuntikan obat ke dalam reservoir Ommaya (wadah
berbentuk kubah yang di tempatkan di bawah kulit kepala selama operasi). Cara lain,
ditampilkan di bagian gambar bawah, adalah untuk menyuntikan obat secara langsung ke
CSF di bagian bawah tulang belakang, setelah area kecil di punggung bawah mati rasa.
2. Terapi Radiasi
Terapi radiasi adalah perawatan kanker yang menggunakan energi tinggi sinar x atau
jenis lain radiasi untuk membunuh sel sel kanker atau menjaga mereka sel kanker agar
tidak tumbuh.
Ada 2 jenis terapi radiasi. Radiasi eksternal terapi menggunakan mesin di luar tubuh
untuk mengirim radiasi terhadap kanker. Radiasi internal terapi menggunakan radioaktif
zat yang berada di dalam jarum, kawat, atau kateter yang ditempatkan secara langsung ke
dalam atau dekat dengan kanker. Cara terapi radiasi diberikan tergantung pada jenis dan
tahap kanker yang sedang dialami.
3. Transplantasi sel induk
Transplantasi sel induk adalah metode pemberian kemoterapi dan mengganti sel darah
yang tidak formal atau hancur oleh pengobatan kanker. Stem Sel (sel darah yang belum
matang) dikeluarkan dari darah atau sumsum tulang dari pasien atau donor dan dibekukan
dan disimpan. Setelah kemoterapi selesai, sel sel induk yang disimpan dicairkan dan
diberikan kembali ke pasien melalui infus. Di masukan melalui infus dengan harapan
dapat menjadi sel sel darah tubuh yang normal.

11

CASE REPORT

Gambar 3. Transplantasi sel induk


Langkah Transplantasi sel induk:
(Langkah 1): darah di ambil dari vena di lengan donor. Pasien atau orang lain
mungkin mnejadi donor. Darah mengalir melalui mesin yang menghilangkan sel
indul. Kemudian darah dikembalikan ke donor melalui pembuluh darah di lengan
lainnya.
(Langkah 2): Pasien menerima kemoterapi untuk membunuh sel sel pembentuk
darah. Pasien mungkin menerima terapi radiasi (tidak ditampilkan).
(Langkah 3): Pasien menerima sel induk melalui kateter ditempatkan ke dalam
pembuluh darah di dada.
4. Terapi Obat Lain
Arsenik trioksida dan semua trans - retinoic acid (ATRA) adalah obat anti kanker
yang membunh sel sel leukemia, meghentikan sel sel leukemia. Obat ini
digunakan dalam pengobatan subtipe AML yang dikenal dengan Leukemia
Promyelocytic:
Faktor faktor yang mempengaruhi prognosis dan pilihan pengobatan:
-

Usia pasien
Subtipe AML
Apakah pasien menerima kemoterapi dimasa lalu untuk mengobati kanker yang

berbeda
Apakah ada riwayat kelainan darah seperti sindrom myelodisplastic
Apakah kanker telah menyebar ke sistem saraf pusat
Apakah kanker telah diobati sebelum atau kambuh (kembali).

Sedangkan untuk pengobatan AML dengan ICH dapat menggunakan rFVIIa


(Rekombinan Faktor VII), dan pada penggunaan rFVIIa yang biasa digunakan adalah
NovoSeven. NovoSeven adalah rekombinan faktor koagulasi VIIA (rFVIIa),
dimaksudkan untuk hemostasis dengan mengakaktifkan jalur ekstrinsik dari kaskade

12

CASE REPORT

koagulasi. NovoSeven adala bitamin K dependent glikoprotein yang terdiri dari 406
resido asam amino (MW 50K Dalton).
Indikasi dan Penggunaan:
-

NovoSeven diindikasikan untuk :


Pengobatan perdarahan pada pasien hemofilia A atau B dengan inhibitor
untuk Faktor VIII atau Faktor IX.
Pencegahan perdarahan di intervensi bedah atau prosedur invasif pada

hemofilia A atau B.
Pengobatan perdarahan pada pasen dengan defisiensi FVII bawaan
Pencegahan perdaragan di intervensi bedah atau prosedur invasif.
Kontraindikasi NovoSeven:
Tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipersensitif terhadap salah satu
komponen NovoSeven (hipersensitivitas terhadap protein mouse, hamster,
atau sapi)

Prognosis
Pengobatan pada AML harus agresif untuk mencapai CR (Complete Remision) karena Remisi
parsil tidak menawarkan kelangsungan hidup yang baik. Lebih dari 25% pasien dewasa dengan
AML (sekitar 45% yang mencapai CR) dapat bertahan selama 3 tahun. Rentan remisi pada
dewasa dengan AML berbandng terbalik dengan usia. Data menunjukkan, durasi remisi bisa
lebih pendek pada pasien yang lebih tua. Pasien dengan leukimia yang mengekspresikan antigen
sel progenitor CD 34 dan atau P-glikoprotein (MDR 1 produk gen) memiliki hasil yang rendah.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Slovak, dkk, pada pasien dewasa dengan CR antara 23%
hinggga 83%, menunjukkan kelangsungan hidup yang sedikit. Sementara pada Pediatric
Oncology Group telah menjelaskan hasil kurang memuaskan dimana 23,8% pasien dengan CR
memilliki kelangsungan hidup selama 4 tahun.
Prognosis ditentukan oleh beberapa faktor. Pertambahan usia merupakan salah satu faktor resiko
karena pasien yang lebih tua memiliki tingkat penyakit hematologi berserta faktor komorbid lain.
Penyakit hematologi (biasanya MDS berhubungan dengan outcome terapi. Pemeriksaan analisis
13

CASE REPORT

sitogenik pada sumsum tulang merupakan faktor prognostik yang penting untuk diketahui.
Pasien dengan t(8;21), t(15;17) atau inversi 16 memiliki prognosis dengan tingkah harapan hidup
hingga 65%. Pasien dengan penemuan sitogenik normal memiliki prognosis sedang dan tingkat
harapan hidup hingga 25%. Pasien dengan resiko rendah sitogenik faktor (terutama -7,-5)
memiliki prognosis buruk dengan tingkat harapan hidup kurang daro 10%. Mutasi FLT3 juga
mempunyai prognosis buruk. Mutasi CEBPA berhubungan dengan durasi remisi yang lama.
Mutasi NPM berhubungan dengan peningkatan respon kemoterapi. Pada dewasa, pengobatan
harus dibedakan antara pasien AML muda (18-60 tahun) dan pasien tua (>60 tahun). Dengan
pemberian regimen kemoterapi standart, kurang lebih 30-35% dewasa muda meiliki angka
harapan hidup 5 tahun lebih lama darpada pasien yang lebih tua (>60 tahun).

DAFTAR PUSTAKA
America Cancer Society.2014. Leukemia Akut Myeloid (Myelogenous). http://www.cancer.org
Barbara Deschler, MD & Michael Lubbert,MD, PhD. 2006. Acute Myeloid Leukemia:
Epidemiology & Etiology. America Cancer Society
Chen, C. Y., Tai, C. H., Tsay, W., Chen, P. Y., & Tien, H. F. (2009). Prediction of fatal intracranial
hemorrhage in patients with acute myeloid leukemia. Europe: Oxford University Press.

Chen et all. 2012. Intracranial Hemorrhage in Adult Patients with Hematological Malignancies.
BMC Medicine. Taiwan : Department of Internal Medicine, National Taiwan University
Hospital.
Estcourt, L. J., Stanworth, S. J., Collet, D., & Murphy, M. F. (2014). Intracranial haemorrhage in
trombocytopenic haematology patients - a nested case-control study: the InCiTe study protocol. BMJ
Open , 1-2.

14

CASE REPORT

Guidelines for The Management of Acute Myelogenous Leukemia. 2006. Cancer Care Nova
Scotia. http://www.cancercarens.ca
Kayser S, Dohner K, Krauter J, et al. 2016. The impact of therapy-related acute myeloid
leukemia (AML) on outcome in 2853 adult patients with newly diagnosed AML. Blood.
117(7):2137-45. [Medline].
Kurnianda, Johan. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Fakultas
Kedoteran Universitas Indonesia.
Lowenberg, Bob. 2016. Introduction to The Review Series on Advances in Acute Myeloid
Leukemia. Blood Journal:127 (1).
M, Bernal-Mizrachi L, Pan L, et al. Prognostic significance of leukopenia at the time of
diagnosis in acute myeloid leukemia. Clin Lymphoma Myeloma Leuk. 2011 Oct. 11(5):427-32.
[Medline].
Metzeler KH, Maharry K, Radmacher MD, et al. TET2 Mutations Improve the New European
LeukemiaNet Risk Classification of Acute Myeloid Leukemia: A Cancer and Leukemia Group B
Study. J Clin Oncol. 2011 Apr 1. 29(10):1373-81. [Medline].
Myint H, Lucie NP: The prognostic significance of the CD34 antigen in acute myeloid
leukaemia. Leuk Lymphoma 7 (5-6): 425-9, 1992. [PUBMED Abstract]
Pemmaraju, N., Sasaki, K., Johnson, D., Daver, N., Kharghan, V. A., Chen, M., et al. 2015. Successful
treatment of intracranial hemorrhage with recombinant activated factor VII in a patient with newly
diagnosed acute myeloid leukemia: a case report and review of the literature. Frontiers Oncology , 1-3.

Pramadewi, Gita. 2009. Laporan Kasus : Acute Myeloblastic Leukemia. Banjarmasin :


Universitas Lambung Mangkurat.
Sekeres, M. A., & Keng, M. 2014. Acute Myeloid Leukemia. Retrieved Mei 20, 2016, from
ClevelandClinic:

http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/hematology-

oncology/acute-myelogenous-leukemia/
Seller, K. 2015.Acute Myelogenous Leukemia. Retrieved Mei 20, 2016, from Medscape:
http://emedicine.medscape.com/article/197802-overview#a2

15

CASE REPORT

Stein, M.Eytan, Martin S. Tallman. 2016. Review Series: Advances in Acute Myeloid Leukemia.
Emerging therapeutic drugs for AML. Blood Journal
Slovak ML, Kopecky KJ, Cassileth PA, Harington DH,dkk.2013. Karyohpic Analysis Predicts
Outcomes of Premission and Postremission Theraphy in Adult Acute Myeloid Leukemia:a
Southwest Oncology Group/Eastern Couperative Oncology Group Study. Blood Journal.
Hematology Library.org
The American Society of Hematology. (2015, December 10). Introduction to the review series on
advances in acute myeloid leukemia (AML). (B. Lowenberg, & J. M. Rowe, Eds.) Blood
Journal,1.
Vardiman JW, Thiele J, Arber DA, et al. The 2008 revision of the World Health Organization
(WHO) classification of myeloid neoplasms and acute leukemia: Rationale and important
changes. Blood. 2009;114:937-951.

16

Anda mungkin juga menyukai