Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN.
A. LATAR BELAKANG
Upaya pemberdayaan masyarakat perlu mengikutsertakan semua potensi yang
ada pada masyarakat. Dalam hubungan ini, pemerintah daerah harus mengambil
peranan lebih besar karena mereka yang paling mengetahui mengenai kondisi,
potensi dan kebutuhan masyarakatnya.
Terkait dengan upaya penguatan kapasitas masyarakat yang dilakukan,
keberhasilan proses dalam pemberdayaan masyarakat bukan merupakan
keberhasilan pengelola atau fasilitator program, melainkan harus diakui oleh
masyarakat sebagai keberhasilan usaha mereka sendiri, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Lao Tsu (Mardikanto, 2003).
Kekuatan atau daya yang dimiliki setiap individu dan masyarakat bukan dalam
arti pasif, tetapi bersifat aktif, yaitu terus-menerus dikembangkan/dikuatkan
untuk memproduksi atau menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat.
Sebaliknya penguatan masyarakat diarahkan untuk melihat peluang yang
berkembang di lingkungan kelompok dan masyarakat global agar dapat
dimanfaatkan bagi perbaikan kehidupan pribadi, kelompok, dan masyarakat
global (UNDP,1998).
B. TUJUAN
1. Jaring aspirasi masyarakat?
2. Kajian Partisipatif?
3. Latihan kader
4. Rumusan rencana strategi dan aksi
5. Monitor evaluasi
6. Pemetaan sosial

BAB II
PEMBAHASAN
A. Jaring aspirasi masyarakat
Amirudin (2003:3) secara defenitif merumuskan, konsep dari aspirasi
mengandung dua pengertian, aspirasi di tingkat ide dan aspirasi di tingkat
peran struktural. Di tingkat ide, konsep berarti sejumlah gagasan verbal
dari lapisan masyarakat manapun. Ditingkat peran dalam struktur adalah
keterlibatan langsung dalam suatu kegiatan yang diadakan pemerintah.
Menurut Bank Dunia dalam Salman (2005:3) aspirasi adalah kemampuan
untuk mempengaruhi dan mendukung dalam proses pembangunan. Jadi
aspirasi masyarakat adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat baik
berupa keterlibatan langsung maupun berupa sejumlah gagasan verbal
dari lapisan masyarakat manapun sehingga mempengaruhi dan
mendukung dalam porses pembangunan. Prinsip dasar dalam melibatkan
masyarkat secara langsung adalah bahwa apa yang disebut dengan
melibatkan kepentingan rakyat hanya akan terjadi jika masyarakat itu
sendiri yang ambil bagian. Dengan adanya keterlibatan rakyat itu sendiri
maka dengan sendirinya pula akan menjadi penjamin bagi suatu proses
baik dan benar.
Abe dalam Salman (2009:22), beranggapan dengan melibatkan masyarkat
maka secara langsung akan membawa tiga dampak penting yaitu :
1. Terhindar dari peluang terjadinya manipulasi. Karena dengan
terlibatnya masyarakat maka akan memperjelas apa yang
sebetulnya terjadi di masyarakat.
2. Memberikan nilai tambah dalam hal legitimasi rumusan
perencanan. Karena semakin banyak masyarakat yang terlibat,
maka akan semakin baik.
3. Dan juga dapat meningkatkan kesadaran dan keterampilan politik
di masyarakat.
Keterlibatan masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan
daerah baik dalam proses pembuatan keputusan, sampai pada tahap
pengawasan telah diatur dalam undang undang. Misalnya Undang
Undang No. 10 Tahun 2004 tentang keterbukaan. Dalam Pasal 5 yang
disebutkan bahwa masyarakat mempunyai kesempatan dalam proses
pembuatan kebijakan, mulai dari tahap perencanaan, persiapan,
penyusunan, dan pembahasan. Selain itu Pasal 53 juga disebutkan bahwa

masyarakat berhak memberi masukan secara lisan atau tertulis dalam


proses pembuatan kebijakan. Undang Undang No. 32 Tahun 2004 juga
disebutkan tujuan dari otonomi daerah adalah meningkatkan peran serta
masyarakat daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Serta
kewajiban anggota DPRD dalam Undang Undang No. 32 Tahun 2004
untuk menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti serta
memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Dari penjelasan diatas, menunjukkan bahwa masyarakat memiliki peluang
untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutannya, serta adanya peluang
yang luas bagi anggota DPRD untuk mendengar, menghimpun dan
memperjuangkan aspirasi masyarakat untuk menjadi program program
yang mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.
Dengan berkembangnya pelaksanaan demokrasi dan dengan adanya
otonomi daerah, diharapkan masyarakat dapat berupaya secara optimal
untuk memperbaiki kesejahteraannya melalui berbagai program
pembangunan sesuai dengan kepentingan dan potensinya, serta
pemerintah bertindak sebagai katalisator. Untuk itu para elit politik
khusunya anggota DPRD yang berkewajiban untuk menyerap aspirasi
masyarakat harus lebih dekat dengan masyarakat dan tidak lagi
memandang masyarakat sebagai objek dari pembangunan, agar dapat
membuat program yang bisa memecahkan masalah yang ada bukan
memperbanyak masalah yang ada di masyarakat.
Menurut Archon Fung yang dikutip Salman (2009:25), secara umum
dikenal tiga metode untuk memahami aspirasi rakyat yaitu :
a) Luas lingkup partisipasi akan menentukan siapa saja yang berhak
menyalurkan aspirasinya untuk mempengaruhi sebuah kebijakan.
Terdapat lima model dasar yang membedakan luasnya ruang
pastisipasi bagi penyalur aspirasi rakyat; yang pertama, self selected,
yaitu mekanisme yang sepenuhnya membebaskan masyarakat untuk
menyalurkan aspirasinya atau tidak. Kedua, rekurtmen terseleksi, yaitu
hanya orang orang tertentu yang memenuhi persayaratan saja yang
memiliki hak untuk menyalurkan aspirasinya dalam proses pembuatan
kebijakan. Ketiga, random selection yang juga sering dikenal dengan
teknik polling, yaitu penyerapan aspirasi masyarakat dengan memilih
secara acak beberapa individu yang dianggap mewakili masing
masing komunitas. Keempat, lay stakeholders, yaitu proses
penyerapan aspirasi yang melibatkan beberapa warga negara yang
secara sukarela mau bekerja tanpa dibayar. Sekelompok warga diberi

kepercayaan untuk memikirkan atau menangani suatu kebijakan


tertentu. Kita sudah mengenal prinsip penyaluran aspirasi semacam
ini, misalnya melalui Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Kelima,
Professional Stakeholders, yaitu pembuatan kebijakan publik yang
melibatkan tenaga tenaga professional yang digaji atau diberi
honorarium. Asumsinya, tenaga tenaga professional ini memiliki
kapasitas menemukan solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan
yang dihadapi oleh masyarakat.
b) Melihat jenis komunikasi yang terjadi antara pemerintah dengan
warganya, apakah satu arah atau timbal balik. Model komunikasi
timbal balik memberikan ruang yang lebih luas bagi proses penyerapan
aspirasi yang lebih berkualitas.
c) Melihat relevansi antara perkembangan aspirasi dengan substansi
kebijakan. Semakin relevan produk kebijakan yang menghasilkan
dengan persoalan rill yang berkembang di masyarakat, maka proses
penyerapan aspirasi yang terjadi di masyarakat bisa dikatakan semakin
berkualitas.

Bentuk Bentuk Aspirasi


Di dalam Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah serta Tata Tertib DPRD tidak diatur lebih lanjut mengenai bentuk
bentuk aspirasi itu sendiri. Hanya disebutkan bahwa kewajiban DPRD :
menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat.
Namun menurut Marwati (2007:52) dalam aktifitas sehari hari atau
dilihat dari berbagai aspirasi yang masuk di DPRD, dapat kita jumpai
beberapa bentuk aspirasi itu sendiri.
1) Aspirasi dalam bentuk tertulis
Yaitu aspirasi yang dituangkan dalam sebuah catatan yang ditujukan
kepada ketua DPRD yang isinya tentang beberapa hal :
a) Tentang dukungan kepada seseorang / individu
Yakni aspirasi yang disampaikan kepada ketua DPRD yang kaitannya
dengan dukungan kepada orang / individu akibat dari prestasi yang
diraihnya atau yang berguna bagi pengambilan suara dalam pemilu.
b) Tentang pernyataan

Yaitu aspirasi tertulis yang disampaikan kepada ketua DPRD berupa


pernyataan kesiapan, maupun pernyataan suatu kelompok dalam
mendukung seorang pejabat untuk memperoleh kursi di dewan maupun
kepala pemerintahan.
2) Aspirasi dalam bentuk lisan
Yaitu aspirasi yang disampaikan secara langsung dan terbuka di depan
ketua DPRD atau dewan anggota lainnya apabila si pembawa aspirasi
menginginkan jawaban secara langsung, maka hari itu pula anggota
dewan
secara langsung memberikan jawaban yang dikehendaki oleh para
demostran. Biasanya aspirasi dalam bentuk lisan ini dibacakan di depan
anggota dewan untuk didengar.
3) Aspirasi dalam bentuk perseorangan
Biasanya aspirasi dalam bentuk perseorangan berupa pernyataan yang
disampaikan secara tertulis ditujukan kepada ketua DPRD.
4) Aspirasi dalam bentuk unjuk rasa / demostrasi
Aspirasi yang dituangkan ini biasanya dalam jumlah kelompok besar atau
massa. Karena ada rasa simpati dan antipati terhadap sesuatu badan
pemerintah dan simpati terhadap kelompok masyarakat. Unjuk rasa /
demostrasi diatur tersendiri dalam Undang undang Nomor 9 Tahun 1999
tentan Kemerdekaan mengeluarkan pendapat di muka umum.
Penyampaian aspirasi ini wajib melapor pada polisi setempat selambat
lambatnya 3 x 24 jam sebelum kegiatan dimulai.
5) Aspirasi dalam bentuk kunjungan kerja
Aspirasi ini didapatkan pada saat anggota DPRD melakukan kunjungan
kerja ke suatu daerah.
Sedangkan di dalam Pedoman Umum Pengelolaan Aspirasi dan Pengaduan
Masyarakat DPR RI Tahun 2010, bentuk bentuk aspirasi adalah sebagai
berikut :
1) Aspirasi masyarakat secara langsung.
Berupa aksi Demonstrasi dan pengiriman delegasi ke bagian hubungan
masyarakat.
2) Aspirasi masyarakat secara tidak langsung.

Aspirasi yang disampaikan baik kelompok maupun perseorangan secara


tertulis melalui surat atau media elektronik (email) yang ditujukan kepada
anggota dewan. Selain itu dapat juga dengan memberikan opini melalui
surat kabar.
3) Aspirasi masyarakat melalui media elektronik atau secara Online.
Aspirai yang disampaikan kepada anggota dewan melalui media
elektronik, yaitu website resmi tanpa harus datang secara langsung atau
mengirimkan berkas surat. Dapat juga melaluin SMS center dan juga
melalui operator telepon.

B. Kajian Partisipatif
Khairul (2006:46) memulai pembahasannya mengenai partisipasi
sebagai the action or act of partaking, having or forming a part of. Dalam
pengertian ini, partisipasi bisa bersifat transitif atau intrasitif, bisa pula
bermoral atau tak bermoral. Kandungan pengertian tersebut juga bersifat
dipaksa atau bebas, dan bisa pula bersifat manipulative maupun spontan.
Isra (2010:282) menyebutkan partisipasi masyarakat diartikan sebagai
keikutsertaan masyarakat, baik secara individual maupun kelompok,
secara
aktif dalam penentuan kebijakan publik atau perundang-undangan.
Sedangkan Santosa dalam Isra (2010:282) menambahkan bahwa
pengambilan
keputusan publik yang partisipatif bermanfaat agar keputusan tersebut
benarbenar
mencerminkan kebutuhan, kepentingan serta keinginan masyarakat.
Menurut Adi dalam Salman (2009:20) partisipasi adalah keikutsertaan
ataupun keterlibatan masyarakat dalam proses pengidentifikasi masalah,
pengidentifikasian potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan
pengambilan keputusan alternatif solusi penanganan masalah,
pelaksanaan
upaya mengatasi masalah, dan juga keterlibatan masyarakat dalam
proses
mengevaluasi perubahan yang terjadi. Keikutsertaan masyarakat dalam
berbagai tahap perubahan ini akan membuat masyarakat menjadi lebih
berdaya dan dapat semakin memiliki ketahanan dalam menghadapi
perubahan. Sebaliknya bila masyarakat tidak banyak dilibatkan dalam
berbagai tahapan perubahan dan hanya bersikap pasif dalam setiap

perubahanan yang yang direncanakan pelaku perubahan (misalnya, pihak


lembaga Pemerintah, LSM maupun sektor swasta), masyarakat cenderung
akan menjadi lebih dependent (tergantung) pada pelaku perubahan. Bila
hal
ini terjadi secara terus menerus, maka ketergantungan masyarakat pada
pelaku perubahan akan menjadi semakin meningkat.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa partisipasi masyarakat adalah
keterlibatan
masyarakat baik secara individu maupun kelompok dalam proses
pengidentifikasian masalah, pembuatan keputusan, pelaksanaan kegiatan,
maupun monitoring kegiatan baik secara sukarela maupun memiliki
kepentingan demi kehidupan dan lingkungan mereka.

. Keith Davis dalam Hamidi (2007:43) ada beberapa persyaratan agar


dapat melaksanakan partisipasi secara efektif, persyaratan tersebut
antara lain :
1. Waktu. Yang dimaksud disini adalah waktu untuk memahami pesan
yang disampaikan oleh pemrakarsa (dalam hal ini anggota DPRD).
Pesan tersebut mengandung informasi mengenai apa dan bagaimana
serta mengapa perlu peran serta. Pesan pesan itu disampaikan
melalui komunikasi, yaitu usaha dan kegiatan untuk menumbuhkan
pengertian yang sama antara pemrakarsa yang disebut sebagai
komunikator dan penerima pesan/komunikan.
2. Subyek partisipasi hendaklah relevan atau berkaitan dengan organisasi
dimana individu yang bersangkutan itu tergabung atau sesuatu yang
menjadi perhatiannya/kepentingannya.
3. Partisipan harus memiliki kemampuan untuk berpartisipasi, artinya
memiliki pola pikir yang setara dengan komunikator.
4. Partisipan harus memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi
timbal balik, misalnya menggunakan bahasa yang sama atau sama
sama memahami, sehingga terciptanya pertukaran yang
efektif/berhasil.
5. Para pihak yang bersangkutan bebas dalam melaksanakan peran
tersebut, sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Dapat
diartikan masyarakat berhak mendapatkan informasi dan akses secara
tebuka sesuai dengan undang undang yang berlaku.

Menurut Sundariningrum dalam Sugiyah (2001: 38)


mengklasifikasikan partisipasi menjadi 2 (dua) berdasarkan cara
keterlibatannya, yaitu :
a. Partisipasi Langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan
tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap
orang
dapat mengajukan pandangan, membahas pokok permasalahan,
mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap
ucapannya.
b. Partisipasi tidak langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak
partisipasinya.
Cohen dan Uphoff yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D (2011: 61-63)
membedakan patisipasi menjadi empat jenis, yaitu pertama, partisipasi
dalam
pengambilan keputusan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga,
partisipasi dalam pengambilan pemanfaatan. Dan Keempat, partisipasi
dalam
evaluasi.
Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini
terutama berkaitan dengan penentuan alternatif dengan masyarakat
berkaitan
dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama.
Wujud
partisipasi dalam pengambilan keputusan ini antara lain seperti ikut
menyumbangkan gagasan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat,
diskusi dan
tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan.
Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan sumber
daya dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program.
Partisipasi dalam pelaksanaan merupakan kelanjutan dalam rencana
yang
telah digagas sebelumnya baik yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan maupun tujuan.
Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi dalam

pengambilan manfaat tidak lepas dari hasil pelaksanaan yang telah


dicapai
baik yang berkaitan dengan kualitas maupun kuantitas. Dari segi
kualitas
dapat dilihat dari output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat
dari
presentase keberhasilan program.
Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam evaluasi ini
berkaitan dengan pelaksanaan pogram yang sudah direncanakan
sebelumnya.
Partisipasi dalam evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian
program yang sudah direncanakan sebelumnya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
partisipasi adalah keterlibatan suatu individu atau kelompok dalam
pencapaian
tujuan dan adanya pembagian kewenangan atau tanggung jawab
bersama.
2. Bentuk Partisipasi
Bentuk partisipasi menurut Effendi yang dikutip oleh Siti Irene Astuti
D (2011: 58), terbagi atas:
a. Partisipasi Vertikal
Partisipasi vertikal terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat
terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam
hubungan dimana masyarakat berada sebagai status bawahan,
pengikut,
atau klien.
b. Partisipasi horizontal
Partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai prakarsa dimana
setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal
satu
dengan yang lainnya.
Menurut Basrowi yang dikutip Siti Irene Astuti D (2011: 58),
partisipasi masyarakat dilihat dari bentuknya dapat dibedakan menjadi
dua,
yaitu:

a. Partisipasi fisik
Partisipasi fisik adalah partisipasi masyarakat (orang tua) dalam
bentuk menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan, seperti mendirikan
dan menyelenggarakan usaha sekolah.
b. Partisipasi non fisik
Partisipasi non fisik adalah partisipasi keikutsertaan masyarakat
dalam menentukan arah dan pendidikan nasional dan meratanya
animo
masyarakat untuk menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan,
sehingga pemerintah tidak ada kesulitan mengarahkan rakyat untuk
bersekolah.

C. Latihan kader
Kader merupakan orang yang mau merelakan waktu, tenaga dan
pikirannya kepada orang lain untuk mencapai tujuan yang telah diyakini
kebenarannya. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah orang yang
mempunyai jiwa peduli dan mampu mengajak masyarakat untuk untuk
perpikir dan bertindak positip serta berpartisipasi dalam setiap kegiatan
pembangunan
Sebagai proses penumbuhkembangan, penggerakan prakarsa dan partisipasi
serta swadaya gotong royong masyarakat dalam pembangunan di desa dan
kelurahan memerlukan peran serta masyarakat yang akan berperan sebagai
Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM). Kader Pemberdayaan Masyarakat
merupakan mitra Pemerintah Desa dan Kelurahan yang diperlukan keberadaan
dan peranannya dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan
partisipatif di Desa dan Kelurahan;
Sebagai dasar hukum KPM adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah MenJadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4493).
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4587). Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005
tentang Kelurahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588). Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik lndonesia

Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor
4593) dan secara khusus keberadaan KPM diatur olehPeraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat.
Pengertian
Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) adalah anggota masyarakat Desa dan
Kelurahan yang memiliki pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk
menggerakkan masyarakat berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat dan
pembangunan partisipatif.
Sedangkan Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan
dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan
dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa/Kelurahan adalah upaya untuk
mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat desa dan kelurahan yang
meliputi aspekekonomi, sosial budaya, politik dan lingkungan hidup melalui
penguatan pemerintahan desa dan kelurahan, lembaga kemasyarakatan dan
upaya dalam penguatan kapasitas masyarakat.
Dalam proses pemberdayaan sebagai pendekatan pembangunan dikenal adanya
konsep Pembangunan Partisipatif, yaitu pembangunan yang dilaksanakan dari,
oleh dan untuk masyarakat meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,
pemanfaatan dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan serta pengembangan
tindak lanjut hasil pembangunan, dengan peranserta seluruh lapisan
masyarakat.
Pola pemberdayaan yang terjadi dalam pembangunan partisipatif mempunyai
benang merah dengan keswadayaan masyarakat. Swadaya masyarakat adalah
bantuan atau sumbangan dari masyarakat baik dalam bentuk uang, material dan
non fisik dalam bentuk tenaga dan pemikiran dalam kegiatan pembangunan.
Bentuk konkret swadaya masyarakat dalam masyarakat kita adalah adanya
gotong royong masyarakat, yaitu kegiatan kerjasama masyarakat dalam
berbagai bidang pembangunan yang diarahkan pada penguatan persatuan dan
kesatuan masyarakat serta peningkatan peran aktif masyarakat dalam
pembangunan serta adanya partisipasi masyarakat sebagai peran aktif
masyarakat
dalam
proses
perencanaan,
pelaksanaan,
pembiayaan,
pemanfaatan, pemeliharaan dan pengembangan hasil pembangunan.
KPM dibentuk di desa dan kelurahan berdasarkan Keputusan Kepala Desa/
Lurah. Pembentukan KPM dilakukan melalui proses pemilihan dari calon-calon
KPM. KPM berjumlah antara 5 (lima) sampai dengan 10 (sepuluh) orang yang
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.
Dalam
pembentukan
KPM,
Pemerintah
Kabupaten/Kota
melakukan
penyelenggaraan pelatihan bagi calon KPM, pemberian Sertifikat/Surat
Keterangan telah mengikuti pelatihan kepada calon KPM yang telah mengikuti
pelatihan dengan baik dan dapat melakukan pemberian identitas diri sebagai
KPM berupa kartu KPM.
Peran dan Tupoksi KPM
KPM mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa atau Lurah dan Lembaga
Kemasyarakatan dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan
partisipatif, yang meliputi:

1. menggerakkan dan memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif


dalam kegiatan pembangunan diwilayahnya;
2. membantu masyarakat dalam mengartikulasikan kebutuhannya dan
membantu mengidentifikasi masalahnya;
3. membantu masyarakat mengembangkan kapasitas agar dapat menangani
masalah yang dihadapi secara efektif;
4. mendorong dan meyakinkan para pembuat keputusan untuk benar-benar
mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap kebutuhan
masyarakat; dan
5. melakukan pekerjaan purna waktu untuk menghadiri pertemuan/
musyawarah, membantu kelompok masyarakat dalam memperoleh akses
terhadap berbagai pelayanan yang dibutuhkan.
Dalam melaksanakan tugas tersebut diatas, KPM mempunyai fungsi :
1. pengidentifikasian masalah, kebutuhan dan sumber daya pembangunan
yang dilakukan secara partisipatif;
2. penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat bersama Lembaga
Kemasyarakatan kepada Pemerintah Desa atau Kelurahan;
3. penyusunan rencana pembangunan dan fasiltasi musyawarah
perencanaan pembangunan secara partisipatif;
4. pemberian motivasi, penggerakkan dan pembimbingan masyarakat dalam
pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif;
5.

penumbuhkembangan prakarsa, swadaya dan gotong royong masyarakat


dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif;

6. pendampingan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan


masyarakat dan pembangunan partisipatif;
7. pendampingan masyarakat dalam pemantauan dan proses kesepakatan
penyempurnaan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dan
pembangunan;
8. pendampingan masyarakat dalam pemanfaatan, pemeliharaan dan
pengembangan hasil pembangunan;
9. penumbuhkembangan dinamika Lembaga Kemasyarakatan dan kelompokkelompok masyarakat yang bergerak di bidang ekonomi, sosial budaya,
politik, dan pelestarian lingkungan hidup dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat;

10. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan Kader Teknis dalam


pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif; dan
11.penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat
dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik lndonesia.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, KPM mempunyai peran sebagai
berikut :
1. Pemercepat perubahan (enabler), yaitu membantu masyarakat untuk
mengidentifikasi masalah, mengembangkan kapasitas agar dapat
menangani masalah yang dihadapi secara Iebih efektif dan
mengembangkan hubungan di antara pemeran/ stakeholders
pembangunan dengan baik;
2. Perantara (mediator), yaitu melakukan mediasi individu atau kelompok
dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan atau pelayanan
masyarakat atau kelompok masyarakat dengan stakeholder lainnya, dan
individu atau kelompok masyarakat apabila terjadi konflik dalam
masyarakat;
3. Pendidik (educator), yaitu secara aktif memberikan berbagai masukan
yang positif dan langsung sebagai bagian dari pengalamanpengalamannya. Membangkitkan kesadaran individu atau kelompok warga
masyarakat bahwa ketidakberdayaan mereka disebabkan oleh
ketidaksadarannya pada berbagai masalah yang ada pada dirinya.
Memberi informasi melalui kegiatan belajar-mengajar untuk mendidik dan
membiasakan warga yang didampinginya berfikir lebih matang secara
komprehensif. Menularkan dan membagi pengalaman dan pengetahuan
yang telah diperoleh selama menjadi pendamping kepada masyarakat;
4. Perencana (planner), yaitu mengumpulkan data mengenai masalah yang
terdapat dalam masyarakat, kemudian menganalisa dan menyajikan
alternatif tindakan yang rasional untuk menangani masalah dan
mengembangkan program pemberdayaan masyarakat dan pembangunan
patisipatif;
5. Advokasi (advocation), yaitu memberikan advokasi dani atau mewakili
kelompok masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun pelayanan
dan mendorong para pembuat keputusan/Kepala Desa/Lurah untuk mau
mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap kebutuhan
masyarakat;
6. Aktivis (activist), yaitu melakukan perubahan institusional yang lebih
mendasar dengan tujuan pengalihan sumber daya ataupun kekuasaan
pada kelompok yang kurang mendapatkan keuntungan. Memperhatikan
isu-isu tertentu, menstimulasi kelompok-kelompok yang kurang

diuntungkan untuk mengorganisir diri dan melakukan tindakan melalui


negosiasi dalam mengatasi konflik; dan
7. Pelaksana teknis (technical roles), yaitu mengorganisir warga masyarakat,
tetapi juga melaksanakan tugas-tugas teknis seperti mengumpulkan data,
mengolah data, menganalisis, mengoperasikan komputer, menulis,
presentasi dan mengatur serta mengendalikan keuangan.
KPM dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan perannya, KPM
(sepuluh) dasar langkah kegiatan sebagai berikut:

melakukan 10

1. penyiapan diri KPM dan LKMD/LPM atau sebutan lain;


2. pendataan umum dan prioritas lokasi garapan;
3. penyiapan masyarakat;
4. pendataan bersama masyarakat;
5. penyusunan rencana pembangunan bersama masyarakat;
6. penyusunan prioritas usulan rencana pembangunan tingkat
desa/kelurahan;
7. pengorganisasian dan pengerahan swadaya gotong royong;
8. pelaksanaan dan pembinaan kegiatan pembangunan;
9. penilaian dan pelaporan keberhasilan pembangunan; dan
10. tindak lanjut hasil pembangunan.
Hubungan Kerja
Hubungan kerja KPM dengan Kepala Desa atau Lurah, Lembaga Kemasyarakatan,
Kader Teknis, dan kelompok masyarakat adalah bersifat koordinatif dan
konsultatif. Hubungan kerja tersebut meliputi :
1. KPM dengan Kepala Desa atau Lurah, yaitu memberikan bantuan teknis
dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan
partisipatif;
2. KPM dengan Lembaga Kemasyarakatan, yaitu membantu seluruh kegiatan
pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif;
3. KPM dengan KPM lainnya, yaitu kerjasama yang saling mendukung secara
integratif dan sinergis;

4. KPM dengan Kader Teknis, yaitu sinkronisasi, integrasi dan harmonisasi


kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif; dan
5. KPM dengan Kelompok Masyarakat, yaitu memberikan pendampingan
dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif.
Ukuran Kinerja
Ukuran
kinerja
keberhasilan
kegiatan
KPM
meliputi
indikator
masukan (inputs), indikator
proses (throughputs), indikator
keluaran (outputs), dan indikator manfaat (outcomes).
Indikator masukan (inputs) meliputi:
1. Tersedianya pedoman/panduan pelaksanaan pembinaan, pengendalian
dan kegiatan KPM dalam rangka terwujudnya pemberdayaan masyarakat
dan pembangunan partisipatif;
2. Tersedianya tenaga pelaksana (SDM), baik KPM maupun pembinanya;
3. Tersedianya dana pendukung;
4. Tersedianya sarana dan prasarana; dan
5. Tersedianya kelengkapan administrasi.
Indikator proses (throughputs) meliputi:
1. terlaksananya pembinaan, pengendalian dan kegiatan KPM dalam tugas
serta fungsinya sebagai pelaksana pemberdayaan masyarakat dan
pembangunan partisipatif;
2. terlaksananya administrasi pembinaan, pengendalian dan kegiatan KPM;
dan
3. terlaksananya koordinasi dengan pihak terkait dalam pembinaan,
pengendalian dan kegiatan KPM.
Indikator keluaran (outputs) meliputi:
1. terbentuknya KPM yang berkompeten minimal 5 (lima) kader pada setiap
desa dan kelurahan; dan
2. terbentuknya tim pembina dan pengendali KPM dari tingkat desa dan
kelurahan hingga nasional.
Indikator manfaat (outcomes) meliputi:
1. meningkatnya kuantitas maupun kualitas perencanaan pembangunan di
Desa dan Kelurahan, pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dan

pembangunan partisipatif, pemanfaatan hasil-hasil pembangunan dengan


baik, pemeliharaan hasil-hasil pembangunan, serta pengembangan tindak
lanjut hasil pembangunan; dan
2. bertambahnya jumlah KPM yang berkompeten di setiap desa dan
kelurahan.
Pendanaan
Adapun sumber pendanaan KPM diperoleh dari :
1. swadaya masyarakat;
2. bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau Anggaran
Kelurahan;
3. bantuan dari APBD Kabupaten/Kota dan APBD Provinsi;
4. bantuan dari APBN; dan
5. bantuan lainnya yang sah dan tidak mengikat.
D. Rumusan rencana strategi dan aksi
Isbandi Rukminto Adi mempunyai rumusan strategi strategi yang
menjadikan beberapa tahap dalam melakukan pemberdayaan yakni :

1. Tahap persiapan (engagement), tahap persiapan ini memiliki


substansi penekanan pada dua hal elemen penting yakni penyiapan
petugas dan penyiapan lapangan. Tahapan ini adalah tahapan
prasyarat sukses atau tidaknya sebuah program pemberdayaan
berlangsung.
2. Tahap pengkajian (assestment), sebuah tahapan yang telah terlibat
aktif dalam pelaksanaan program pemberdayaan karena
masyarakat setempat yang sangat mengetahui keadaan dan
masalah ditempat mereka berada. Tahapan ini memiliki penekanan
pada faktor identifikasi masalah dan sumber daya yang ada dalam
sebuah wilayah yang akan menjadi basisi pemberdayaan serta
pelaksanaan program.
3. Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan (designing),
dalam tahap ini program perencanaan dibahas secara maksimal
dengan melibatkan peserta aktif dari pihak masyarakat guna
memikirkan solusi atau pemecahan atas masalah yang mereka
hadapi di wilayahnya. Dalam tahap ini dipikirkan secara mendalam
agar program pemberdayaan yang ada nantinya tidak melulu
berkisar pada program amal (charity) saja dimana demikian itu
tidak memberikan manfaat secara pasti dalam jangka panjang.
4. Tahap pemformulasian rencana aksi (designing), pada tahap ini
masyarakat dan fasilitator menjadi bagian penting dalam
bekerjasama secara optimal. Hal ini disebabkan masyarakat telah
menjabarkan secara rinci dalam bentuk tulisan tentang apa-apa
yang akan mereka laksanakan baik tujuan jangka pendek maupun
jangka panjang.
5. Tahap pelaksanaan program atau kegiatan (implementasi), tahap ini
merupakan bentuk pelaksanaan serta penerapan program yang
telah dirumuskan sebelumnya bersama para masyarakat. Tahapan
ini berisi tindakan aktualisasi bersinergi antara masyarakat dengan
pelaku pemberdayaan (dalam bahasa Isbandi disebut sebagai
petugas).
6. Tahap evaluasi, tahapan yang memiliki substansi sebagai proses
pengawasan dari warga dan petugas terhadap program
pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan dengan
melibatkan warga. Tahapan ini juga akan merumuskan berbagai
indikator keberhasilan suatu program yang telah diimplementasikan
serta dilakukan pula bentuk-bentuk stabilisasi terhadap perubahan
atau kebiasaan baru yang diharapkan terjadi.

7. Tahap terminasi (disengagement), sebuah tahapan dimana seluruh


program telah berjalan secara optimal dan petugas fasilitator
pemberdayaan masyarakat sudah akan mengakhiri kerjanya.
Tahapan ini disebut sebagai tahap pemutusan hubungan antara
petugas dengan para masyarakat yang menjadi basis program
pemberdayan ketika itu. Petugas pun tidak keluar dari komunitas
secara total, melainkan ia akan meninggalkannya secara bertahap.
Dari 7 tahapan yang dikemukakan oleh Isbandi Rukminto Adi dalam
melakukan pemberdayaan, terlihat memang dalam tahapan
pemberdayaan masyarakat harus selalu dilibatkan sejak dalam
tahap perencanaan sampai pada tahap implementasi dan evaluasi.
Hal ini terkait dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin
dicapai oleh masyarakat karena masyarakat memang lebih tahu
semua permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan
mereka. Fasilitator hanya bertindak untuk memfasilitasi dan
mengarahkan aspirasi dari masyarakat.

E. Monitoring dan Evaluasi


1. Monitoring
Monitoring merupakan upaya supervisi dan reviewe kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematis oleh pengelola program untuk
melihat apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan yang
direncanakan. Monitoring seringkali disebut juga evaluasi
proses.
2. Tujuan dan manfaat Monitoring
Seawal mungkin bisa menemukan dan memperbaiki masalah dalam
pelaksanaan program, misalnya:
Bagiamana strategi yang tidak berfungsi
Mekanisme program mana yang tidak sesuai
Apakah program sudah berjalan sesuai rencana
Apakah ada masalah baru dalam pelaksanaannya
Manfaat
Manajemen: Monitoring akan memberikan informasi tentang proses dan
cakupan program kepada pimpinan program serta memberikan umpan
balik pelaksanaan program.
Evaluasi: Monitoring yang tepat dan baik dapat mentafsirkan hasil akhir
program secara akurat

Citra :Monitoring yang dilakukan dengan baik memberikan kesan bahwa


pemimpin program sangat peduli terhadap sumber dana dan daya yang
diperlukan
Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses menentukan nilai atau besarnya sukses


dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. (APHA)
Evaluasi adalah bagian integral (terpadu) dari proses manajemen,
termasuk manajemen promosi kesehatan. Mengapa orang melakukan
evaluasi, tidak lain karena orang ingin mengetahui apa yang telah
dilakukan telah berjalan sesuai rencana, apakah semua masukan yang
diperkirakan sesuai dengan kebutuhan dana apakah kegiatan yang
dilakukan memberi hasil dan dampak yang seperti yang diharapkan.
Evaluasi sebagai suatu proses yang memungkinkan administrator
mengetahui hasil programnya dan ber-dasarkan itu mengadakan
penyesuaian-penyesuaian untuk mencapai tujuan secara efektif,
(Klineberg).
1. Tujuan evaluasi
-

Untuk membantu perencanaan dimasa datang

Untuk mengetahui apakah sarana dimanfaatkan dengan sebaikbaiknya

Untuk menemukan kelemahan dan kekuatan dalam pelaksanaan


program

Untuk membantu menentukan strategi program

Untuk motivasi

Untuk mendapatkan dukungan sponsor

F. Pemetaan sosial
Pemetaan Sosial adalah satu kegiatan yang dilakukan untuk
menemukenali kondisi sosial budaya masyarakat lokal
Kondisi sosial budaya yang dimaksud mencakup antara lain:
a. Nilai-nilai apakah yang dianut oleh masyarakat secara dominan,
yang mampu
menggerakkan masyarakat

b. Kekuatan-kekuatan sosial apakah yang mampu mendatangkan


perubahan-perubahan
sehingga masyarakat dapat berubah dari dalam diri mereka sendiri
c. Seperti apa karakter dan karakteristik masyarakat, khususnya
dalam menyikapi
intervensi sosial
d. Seperti apakah pola informasi, komunikasi yang terjadi di tengah
masyarakat, baik
penyebaran informasi maupun dalam kerangka pembelajaran
e. Media-media seperti apakah dalam mensosialisasikan calon yang
epektif
f.

Kekuatan-kekuatan sosial yang dominan di dalam kerangka


perubahan sosial

g. Faktor-faktor lingkungan apakah yang berpengaruh terhadap sikap


dan perilaku
masyarakat

Tujuan
a. Sebagai langkah awal pengenalan lokasi sasaran dan pemahaman tim
terhadap kondisi geografis kelurahan dan Kecamata
b. Untuk mengetahui kondisi sosial masyarakat kelurahan
c. Sebagai dasar pendekatan dan metoda pelaksanaan membentuk opini
terhadap calon dan partai
d. Sebagai dasar penyusunan rencana kerja yang bersifat taktis terhadap
permasalahan yang dihadapi
e. Sebagai acuan dasar untuk mengetahui terjadinya proses perubahan sikap
dan
perilaku pada masyarakat sasaran
Output Pemetaan sosial
Data dan Informasi tentang:
a. Data Demografi: jumlah penduduk, komposisi penduduk menurut
usia, mata
pencaharian, dll
b. Data Geografi: topografi, letak lokasi ditinjau dari aspek geografis,
aksesibilitas lokasi, pengaruh lingkungan geografis terhadap kondisi
sosial
masyarakat, dll.

c. Data psikografi: nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut, mitos,


kebiasaankebiasaan, adat istiadat, karakteristik masyarakat, pola hubungan
sosial yang
ada,motif yang menggerakkan tindakan masyarakat, pengalaman
masyarakat, pandangan dan sikap perilaku terhadap intervensi dari
luar, kekuatan sosial yang paling berpengaruh, dll.
d. Pola komunikasi: media yang dikenal dan digunakan, bahasa,
kemampuan baca tulis, orang yang dipercaya, informasi yang biasa
dicari, tempat memperoleh informasi
Ruang lingkup
Batasan wilayah pemetaan sosial adalah setiap kelurahan sasaran . Obyek
yang diamati:
Tingkat aksesibilitas lokasi kelurahan
Letak lokasi kelurahan dari aspek geografis
Sarana informasi yang dimiliki masyarakat
Penyebaran atau konsentrasi masyarakat miskin
Kelompok-kelompok sosial: jenis dan keragaannya. Misal: apakah
kelompok pengajian merupakan kelompok elit (eksklusivisme, etnik)
Hubungan sosial antar kelompok
Apa saja kegiatan-kegiatan kelompok
Golongan masyarakat menurut: aliran kepercayaan, aliran politik,
kepentingan,cprofesi
Jenis profesi di kalangan masyarakat
Tingkat mobilitas penduduk
Metoda
Cara pengumpulan data:
1. Pengumpulan data sekunder diambil dari kelurahan dan kecamatan
2. Pengumpulan data primer dilakukan melalui:
a. Wawancara bersturktur terhadap: anggota masyarakat yang
dianggap mengetahui informasi yang diperlukan (lurah, dan
pimpinan-pimpinan lembaga-lembaga lokal, pemuka masyarakat,
pemuka agama)
b. Observasi (pengamatan langsung): terhadap kondisi-kondisi
lingkungan sosial, hubungan sosial, kebiasaan-kebiasaan
masyarakat setempat, dll
c. Dialog dengan kelompok-kelompok masyarakat

Langkah-langkah pelaksanaan pemetaan social


a. Menyusun disain dan pengorganisasian pelaksanaan pemetaan sosial
b. Menyiapkan perangkat-perangkat (instrumen) atau panduan pelaksanaan,
antara lain panduan wawancara berstruktur, panduan observasi,
penetapan sasaran-sasarannya, baik tujuan maupun respondennya.
c. Uji coba instrumen secara internal (dalam lingkungan tim) dan
penyempurnaan
instrumen.
d. Praktek pengumpulan data dan informasi
e. Diskusi temuan-temuan lapangan dalam tim untuk melihat ketepatan,
kelengkapan, dan
akurasi informasi dan data
f.

Analisa data dan informasi

g. Penyimpulan-penyimpulan tentang keragaan sosial


h. Penggunaan hasil pemetaan sosial (keragaan sosial) untuk menentukan
cara pendekatan, media yang digunakan, metode sosialisasi dan
pelatihan, cara penggerakan masyarakat, cara penghimpunan
masyarakat, dan teknik-teknik pemberdayaan

DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.uny.ac.id/7720/3/bab%202%20%20%2007110241010.pdf
http://digilib.unila.ac.id/3605/17/BAB%20II.pdf
http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4032/3/T2_092011008
_BAB%20II.pdf
http://dokumen.tips/documents/metode-pemberdayaanmasyarakat.html
http://www.kompasiana.com/wind/evaluasi-program-pemberdayaanmasyarakat-untuk-pembangunan-desa-pmpd-kabupatenminahasa_5500e3878133111918fa7fb1

Anda mungkin juga menyukai