AA Referat Gagal Jantung
AA Referat Gagal Jantung
PENDAHULUAN
Gagal jantung menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada
beberapa Negara industri maju dan Negara berkembang seperti Indonesia. 1 Data
epidemiologi untuk gagal jantung di Indonesia belum ada, namun ada Survei
Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan
penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan
Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-delapan
(2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di
Indonesia.2 Di antara 10 penyakit terbanyak pada sistem sirkulasi darah, stroke
tidak berdarahah atau infark menduduki urutan penyebab kematian utama, yaitu
sebesar 27 % (2002), 30%( 2003) , dan 23,2%( 2004). Gagal jantung menempati
urutan ke-5 sebagai penyebab kematian yang terbanyak pada sistim sirkulasi
pada tahun 2005.3
Peningkatan insiden penyakit jantung koroner berkaitan dengan
perubahan gaya hidup masyarakat yang turut berperan dalam meningkatkan
faktor risiko penyakit ini seperti kadar kolesterol lebih dari 200 mg%, HDL
kurang dari 35mg%, perokok aktif dan hipertensi.2
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan
darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian
jantung yang tinggi atau kedua-duanya.1
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab tersering terjadinya gagal
jantung di Negara Barat yaitu sekitar 60-75% kasus. Hipertensi mempunyai
kontribusi untuk terjadinya gagal jantung sebesar 75% yang termasuk
didalamnya bersamaan dengan penyakit jantung koroner. Gagal jantung dengan
sebab yang tidak diketahui sebanyak 20 30% kasus.3
Penegakkan diagnosis yang baik sangat penting untuk penatalaksanaan
gagal jantung baik akut maupun kronik. Diagnosis gagal jantung meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan modal dasar untuk menegakkan
1
diagnosis.
Pemeriksaan
penunjang
yang
terdiri
dari
foto
thoraks,
BAB II
GAGAL JANTUNG
2.1. Definisi
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan
darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan
tekanan pengisian jantung yang tinggi atau kedua-duanya.5
Secara singkat menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila
jantung tidak mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh pada tekanan pengisian yang normal, meskipun
aliran balik vena (venous return) ke jantung dalam keadaan normal.6
2.2. Etiologi
Gagal
jantung
dapat
disebabkan
oleh
banyak
hal.
Secara
(autosomal
dominant)
meski
secara
sporadik
masih
outflow
aorta
(kardiomiopati
hipertropik
obstruktif).
jantungyang
mengganggu
kemampuan
Mekanisme Neurohormonal
Beberapa ahli menyarankan gagal jantung dilihat dalam suatu model
neurohormonal yaitu gagal jantung berkembang sebagai hasil ekspresi
berlebihan suatu molekul yang secara biologis aktif, yang dapat
memberikan efek kerusakan jantung dan sirkulasi. 1,4,8
Seiring dengan progresi gagal jantung, masukan inhibisi dari reseptor
arterial dan kardiopulmoner terus menurun, dan masukan eksitasi
meningkat. Akibatnya perubahan keseimbangan ini terjadi peningkatan
aktifitas
pada
sistem
simpatis,
berkurangnya
kemampuan
sistem
Gambar 2.1 Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan parasimpatik pada
gagal jantung.
Dikutip dari : Floras JS10
Angiotensin
II
mempunyai
beberapa
aksi
penting
dalam
mempengaruhi
sirkulasi
perifer
dengan
cara
menurunkan
bioavailabilitas NO.1,5
D. Bradikinin
Penelitian menunjukkan bahwa bradikinin berperan penting dalam
pengaturan tonus pembuluh darah. Bradikinin akan berikatan dengan
reseptor B1 dan B2. Sebagian besar efek bradikinin diperantarai lewat
ikatan dengan reseptor B2. Ikatan dengan reseptor B2 ini akan
menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah. Pemecahan bradikinin akan
dipicu oleh ACE.1,5
E. Remodeling Ventrikel Kiri
Model neurohormonal yang telah dijelaskan di atas gagal
menjelaskan progresivitas gagal jantung. Remodeling ventrikel kiri yang
progresif berhubungan langsung dengan bertambah buruknya kemampuan
ventrikel kiri di kemudian hari. Proses remodeling mempunyai efek
penting pada miosit jantung, perubahan volume miosit dan komponen
nonmiosit pada miokard serta geometri dan arsitektur ruangan ventrikel
kiri.
1,5
12
BAB III
GAGAL JANTUNG KRONIS
Pasien gagal jantung biasanya datang dalam keadaan sudah kronis, dengan
keluhan yang dirasakan bertambah berat sehingga pasien datang ke dokter. Untuk
menegakkan diagnosis pasien dengan gagal jantung kronis, perlu penggalian
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, juga didukung dengan
pemeriksaan penunjang dari yang sederhana sampai pemeriksaan teknologi
terkini, diharapkan dengan demikian akan
13
Stage
C
Kelas
II
Kelas
III
Kelas
IV
14
fungsi
jantung
atau
meningkatnya
volume
intravaskular.
Manisfestasi edema paru dapat berupa batuk atau sesak yang progresif. Edema
paru pada gagal jantung yang berat dapat bermanifestasi sebagai sesak berat
disertai dahak yang disertai darah. Jika tidak diterapi secara cepat, edema
pulmoner akut dapat mematikan.5
GEJALA LAINNYA
Pasien dengan gagal jantung juga dapat muncul dengan gejala
gastrointestinal. Anorexia, nausea, dan rasa cepat kenyang yang dihubungkan
dengan nyeri abdominal dan kembung adalah gejala yang sering ditemukan, dan
bisa jadi berhubungan dengan edema dari dinding usus dan/atau kongesti hati.
Kongesti dari hati dan pelebaran kapsula hati dapat mengakibatkan nyeri pada
16
Sensitivitas
(%)
Spesifitas
(%)
(+) Predictive
Value (%)
66
21
33
23
52
81
76
80
23
2
26
22
7
13
10
31
10
99
99
93
95
97
6
6
3
61
2
62
66
21
67
52
81
32
23
2
17
Orthopnea
Nocturnal dyspnea
33
23
76
80
26
22
18
ditekankan bahwa ronkhi seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan gagal
jantung kronik, bahkan ketika pulmonary capilary wedge pressure kurang dari 20
mmHg, hal ini karena pasien sudah beradaptasi dan drainase sistem limfatik
cairan rongga alveolar sudah meningkat. Efusi pleura timbul sebagai akibat
meningkatnya tekanan sistem kapiler pleura, hasilnya adalah transudasi cairan
kedalam rongga pleura. Karena vena pada pleura bermuara pada vena sistemik
dan pulmoner, effusi pleura paling sering terjadi pada kegagalan kedua ventrikel
(biventricular failure). Walau effusi pleura biasanya ditemukan bilateral, angka
kejadian pada rongga pleura kanan lebih sering daripada yang kiri.4
PEMERIKSAAN JANTUNG
Pemeriksaan jantung, walau penting, seringkali tidak dapat memberikan
informasi yang berguna mengenai beratnya gagal jantung. Jika terdapat
kardiomegali, titik impulse maksimal (ictus cordis) biasanya tergeser kebawah
intercostal space (ICS) ke V, dan kesamping (lateral) linea midclavicularis.
Hipertrofi ventrikel kiri yang berat mengakibatkan pulsasi prekodial (ictus)
teraba lebih lama (kuat angkat). Pemeriksaan pulsasi prekordial ini tidak cukup
untuk mengevaluasi beratnya disfungsi ventrikel kiri. Pada beberapa pasien,
bunyi jantung ketiga dapat didengar dan teraba pada apex.1
Pada pasien dengan ventrikel kanan yang membesar dan mengalami
hipertrofi dapat memiliki impulse yang kuat dan lebih lama sepanjang sistole
pada parasternal kiri (right ventricular heave).Bunyi jantung ketiga (gallop)
umum ditemukan pada pasien dengan volume overload yang mengalami
tachycardia
dan
tachypnea,
dan
seringkali
menunjukkan
kompensasi
hemodinamik yang berat. Bunyi jantung keempat bukan indikator spesifik gagal
jantung, tapi biasanya ada pada pasien dengan disfungsi diastolik. Murmur
regurgitasi mitral dan trikuspid umumnya ditemukan pada pasien dengan gagal
jantung yang lanjut.4
PEMERIKSAAN ABDOMEN DAN EKSTRIMITAS
Hepatomegali adalah tanda yang penting tapi tidak umum pada pasien
dengan gagal jantung. Jika memang ada, hati yang membesar seringkali teraba
20
lunak dan dapat berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgitasi katup trikuspid.
Ascites dapat timbul sebagai akibat transudasi karena tingginya tekanan pada
vena hepatik dan sistem vena yang berfungsi dalam drainase peritenium.4
Jaundice dapat juga ditemukan dan merupakan tanda gagal jantung
stadium lanjut, biasanya kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Ikterik
pada gagal jantung diakibatkan terganggunya fungsi hepar sekunder akibat
kongesti (bendungan) hepar dan hipoksia hepatoselular.4
Edema perifer adalah manisfestasi kardinal gagal jantung, hal ini walau
demikian tidaklah spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah
mendapat diuretik. Edema perifer pada pasien gagal jantung biasanya simetris,
beratnya tergantung pada gagal jantung yang terjadi, dan paling sering terjadi
sekitar pergelangan kaki dan daerah pretibial pada pasien yang masih
beraktivitas. Pada pasien tirah baring, edema dapat ditemukan pada sakrum dan
skrotum. Edema yang berlangsung lama dihubungkan dengan kulit yang
mengeras dan pigmentasi yang bertambah.4
KAKEKSIA KARDIAK
Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat ditemukan riwayat penurunan
berat badan dan kaheksia. Walau mekanisme kakeksia tidak sepenuhnya
dimengerti, kemungkinan besar faktor penyebabnya adalah multifaktorial,
termasuk didalamnya adalah meningkatnya basal metabolik rate, anorexia,
nausea, dan muntah-muntah yang diakibatkan oleh hematomegali hepatomegali
dan rasa penuh di abdomen, meningkatnya konsentrasi sitokin pro-inflamasi
yang bersirkulasi, dan terganggunya absorpsi pada saluran cerna akibat kongesti
vena intestinal. Jika terdapat kakeksia maka prognosis gagal jantung akan
semakin memburuk.4
21
peranan penting
dalam mendiagnosa
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung antara
lain adalah : darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum & kreatinine,
SGOT/PT, dan BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada pasien dengan
gagal jantung karena beberapa alasan berikut : (1) untuk mendeteksi anemia, (2)
untuk mendeteksi gangguan elektrolit (hipokalemia dan/atau hiponatremia), (3)
untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk mengukur brain natriuretic
peptide (beratnya gangguan hemodinamik).4
Kandungan elektrolit biasanya normal pada gagal jantung ringan-sedang,
namun dapat menjadi abnormal pada gagal jantung berat ketika dosis obat
ditingkatkan. Kadar serum kalsium biasanya normal, tapi penggunaan diuretik
kaliuretik seperti thiazid atau loop diuretik dapat mengakibatkan hipokalemia.
Derajat hiponatremia juga merupakan penanda beratnya gagal jantung, hal ini
dikarenakan kadar natrium secara tidak langsung mencerminkan besarnya
aktivasi sistem renin angiotensin yang terjadi pada gagal jantung. Selain itu,
rektriksi garam bersamaan dengan terapi diuretik yang intensif dapat
mengakibatkan
hiponatremia.
Gangguan
elektrolit
lainnya
termasuk
22
jaringan, hal ini akan meningkatkan volume overload miokard. Penelitian juga
telah menunjukkan bahwa anemia (kadar Hb <12 gr/dl) dialami pada 25%
penderita gagal jantung.
Pemeriksaan Biomarker BNP sangat disarankan untuk diperiksa pada
semua pasien yang dicurigai gagal jantung untuk menilai beratnya gangguan
hemodinamik dan untuk menentukan prognosis. Biomarker Atrial Natriuretic
Peptide (ANP) dan BNP disekresikan sebagai respon terhadap meningkatnya
tekanan pada dinding jantung dan/atau neurohormon yang bersirkulasi. Karena
ANP memiliki waktu paruh yang pendek, hanya NT-ANP yang secara klinis
berguna. Untuk BNP, N-Terminal Pro-BNP dan BNP memiliki nilai klinis yang
bermakna. Kadar ANP dan BNP meningkat pada pasien dengan disfungsi
sistolik, sementara disfungsi diastolik peningkatan kadarnya lebih rendah. Pada
disfungsi sistolik, kadar BNP ditunjukan berbanding lurus dengan wall stress,
ejeksi fraksi, dan klasifikasi fungsional. Pemeriksaan BNP berbanding lurus
dengan beratnya gagal jantung berdasarkan kelas fungsionalnya. 1
Gambar 4. Kadar BNP berbanding lurus dengan beratnya gagal jantung menurut
kelas fungsionalnya. Dikutip dari: Maisel AS dkk.1
Fungsi ginjal memiliki peran penting pada progresi disfungsi ventrikel dan
gagal jantung. Penurunan pada fungsi renal, terutama pada glomerular filtration
23
rate (GFR), menurut NYHA adalah prediktor mortalitas yang lebih kuat
dibandingkan klasifikasi kelas fungsional.4
Fungsi hepar sering ditemukan abnormal pada gagal jantung sebagai akibat
hepatomegali yang menyertai. Aspartate aminotransferase (AST/SGOT) dan
alanine aminotransferase (ALT/SGPT) dapat meningkat, protrombin time (PT)
dapat
memanjang,
dan
pada
sebagian
kecil
kasus
dapat
terjadi
hiperbilirubinemia.4
Urinalisis harus dilakukan pada semua pasien dengan gagal jantung untuk
mencari infeksi bakteri, mikroalbunuria dan mikrohematuri. Konsentrasi dan
volume urine harus mendapat perhatian seksama terutama pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal dan yang mendapat diuretik.4
interstitial dan/atau paru. Hal ini konsisten dengan temuan tidak adanya ronkhi
pada kebanyakan pasien gagal jantung kronis, walau tekanan arteri pulmonal
sudah meningkat. Keberadaan dan beratnya effusi pleura juga merupakan
informasi penting dalam evaluasi pasien dengan gagal jantung, dan terbaik
dinilai melalui CXR dan CT-scan.3 Temuan pada foto toraks dengan penyebab
dan implikasi klinisnya dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Temuan pada Foto Toraks , Penyebab dan Implikasi Klinis
Kelainan
Kardiomegali
Hipertropi ventrikel
Kongesti vena paru
Edema interstisial
Efusi pleura
Garis Kerley B
Penyebab
Dilatasi ventrikel kiri,
ventrikel kanan, atria, efusi
perikard
Hipertensi, stenosis aorta,
kardiomiopati hipertropi
Peningkatan tekanan
pengisian ventrikel kiri
Peningkatan tekanan
pengisian ventrikel kiri
Gagal jantung dengan
peningkatan pengisian
tekanan jika ditemukan
bilateral, infeksi paru,
keganasan
Peningkatan tekanan limfatik
Implikasi Klinis
Ekhokardiografi, doppler
Ekhokardiografi, doppler
Gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri
Pikirkan diagnosis non kardiak
ELEKTROKARDIOGRAM
Pemeriksaan elektrokardiogram (ECG) harus dilakukan untuk setiap pasien
yang dicurigai gagal jantung.1 Dampak diagnostik elektrokardiogram (ECG)
untuk gagal jantung cukup rendah, namun dampaknya terhadap terapi cukup
tinggi.1 Temuan EKG yang normal hampir selalu menyingkirkan diagnosis gagal
jantung.1 Gagal jantung dengan perubahan EKG umum ditemukan. Temuan
seperti gelombang Q patologis, hipertrofi ventrikel kiri dengan strain, right
bundle branch block (RBBB), left bundle branch block (LBBB), AV blok, atau
perubahan pada gelombang T dapat ditemukan. Gangguan irama jantung seperti
takiaritmia supraventrikuler (SVT) dan fibrilasi atrial (AF) juga umum.
Ekstrasistole ventrikular (VES) dapat sering terjadi dan tidak selalu
25
dan
nonsustained
dapat
dianggap
sebagai
sesuatu
yang
membahayakan. Jenis aritmia seperti ini biasanya tidak terdeteksi pada resting
ECG tapi dapat terdeteksi pada monitoring holter 24- atau 48- jam.4
yang cukup baik. Karena hal tersebut beberapa peneliti telah mengusulkan angka
prediksi persentase Vo2 dibandingkan nilai absolut Vo2 max.1
Karena pasien dengan gagal jantung umumnya memiliki kemampuan
latihan yang terbatas dan ULBJ tidak ditoleransi baik oleh banyak pasien, latihan
submaksimal atau symptom-driven exercise test yang dikenal dengan 6-minutes
walking test menjadi popular digunakan untuk evaluasi rutin. Pada test ini diukur
jarak yang dapat ditempuh dalam 6 menit pada koridor yang datar dimana pasien
dapat berjalan sesuai kemampuannya, berjalan lebih pelan, lebih cepat, atau
berhenti. Test ini memperkirakan puncak Vo2 max dan merupakan faktor
independen yang berhubungan erat dengan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular. Karena kemudahan-nya, test ini semakin sering digunakan pada
uji klinis multisenter untuk menilai efektivitas suatu terapi.
ECHOCARDIOGRAPHY
Pemeriksaan echo saat ini telah menjadi metode diagnostik umum
digunakan untuk menilai anatomi dan fungsi jantung, myokardium dan
perikadium, dan mengevaluasi gerakan regional dinding jantung saat istirahat
dan saat diberikan stress farmakologis pada gagal jantung. Pemeriksaan ini noninvasif, dapat dilakukan secara cepat di tempat rawat, dapat dengan mudah
diulang secara serial, dan memungkinkan penilaian fungsi global dan regional
ventrikel kiri. Pada penilaian gagal jantung echocardiography adalah metode
diagnostik yang dapat dipercaya, dapat diulang, dan aman dengan banyak fitur
seperti doppler echo, doppler tissue imaging, strain rate imaging, dan cardiac
motion analysis.4
Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal jantung adalah penilaian
Left-ventricular ejection fraction (LVEF), beratnya remodelling ventrikel kiri,
dan perubahan pada fungsi diastolik. 3 Echo dua dimensi sangat berharga dalam
menilai fungsi sistolik dan diastolik pada pasien dengan gagal jantung. Tabel 4
mendeskripsikan temuan ekokardiografi yang sering ditemukan pada gagal
jantung.
Tabel 4. Temuan Echocardiography pada Gagal Jantung
27
TEMUAN UMUM
DISFUNGSI SISTOLIK
DISFUNGSI DIASTOLIK
berkurang <45%
Ventrikel kiri membesar
Dinding ventrikel kiri tipis
Remodelling eksentrik
kontraksi ventrikular
Remodelling LV (konsentrik
ventrikel kiri
Regurgitasi ringan-sedang
vs eksentrik)
Hipertrofi ventrikel kiri atau
ventrikel kiri.
Tidak ada mitral
katup mitral*
Hipertensi pulmonal*
Pengisian mitral berkurang*
Tanda-tanda meningkatnya
normal
Dinding ventrikel kiri tebal,
katup)
Morfolofi dan beratnya
minimal.
Hipertensi pulmonal*
Pola pengisian mitral
kelainan katup
Mitral inflow dan aortic
abnormal.*
Terdapat tanda-tanda
tekanan pengisian
meningkat.
(rendah/tinggi)
Keterangan : * Temuan pada echo-doppler.
28
dan terdapat bukti yang terbatas bahwa gagal jantung dapat simtomatik
pada antara LVEF 40-50%. 15
Dapat disimpulkan bahwa tujuan pengobatan gagal jantung antara lain :
a) Menurunkan mortalitas
b) Mempertahankan / meningkatkan kualitas hidup
c) Mencegah terjadinya kerusakan miokard, progresivitas kerusakan
miokard, remodelling miokard, timbulnya gejala-gejala gagal jantung dan
akumulasi cairan, dan perawatan di rumah sakit.
29
Terapi farmakologik
Modifikasi faktor risiko
Rekomendasi diet
Rekomendasi olah raga
Kepatuhan
Prognosis
Dikutip dari: Dickstain dkk15
30
Terapi
dengan ACEI
memperbaiki
fungsi
ventrikel
dan
BUKTI A.
Pasien yang harus mendapatkan ACEI :
31
atau hiperkalemia
Sangat umum untuk meningkatkan dosis secara perlahan tapi
meningkatkan secara cepat sangat mungkin pada pasien yang
dimonitoring ketat.
Tabel 6. Obat obat Gagal Jantung dengan Dosis Awal dan Target
Dosis yang diinginkan
untuk
perawatan akibat
perburukan gagal jantung. Pada pasien yang dirawat, terapi dengan ARB
33
gagal
jantung.
Angiotensin
Reseptor
ACEI.
Pasien dengan gejala menetap (kelas fungsionaal II-IV NYHA)
walaupun sudah mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan bete
bloker.
infark miokard.
Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone
Kontraindikasi :
35
Titrasi dosis :
DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung yang
disertai tanda dan gejala kongesti.Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti B
Diuretik
memperbaiki
kesejahteraan
hidup
pasien
dengan
mengurangi tanda dan gejala kongesi vena sistemik dan pulmoner pada
pasien dengan gagal jantung. Diuretik mengakibatkan aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) dan biasanya digunakan bersamaan
dengan ACEI atau ARB. Dosis diuretik harus disesuaikan dengan
kebutuhan tiap pasien dan membutuhkan monitoring klinis yang cermat.
Secara umum loop diuretik dibutuhkan pada gagal jantung sedang-berat.
Thiazid dapat pula digunakan dengan loop diuretik untuk edema yang
resisten, namun harus diperhatikan secara cermat kemungkinan dehidrasi,
hipovolemia, hiponatremia, atau hipokalemia. Selama terapi diuretik,
36
Diuretik
dan
ACEI/ARB/atau
antagonis
aldosteron
dapat
digunakan bersamaan.
Pasein dengan menggunakan ACEI/ARB/antagonis aldosteron
digunakan bersamaan dengan diuretik, penggantian kalium biasanya
tidak dibutuhkan.
Hiperkalemia yang berat dapat terjadi jika diuretik hemat kalsium
termasuk antagonis aldosteon digunakan bersamaan dengan
ACEI/ARB. Penggunaan diuretik antagonis non-aldosteron harus
dihindari. Kombinasi dari antagonis aldosteron dan ACEI/ARB
hanya boleh diberikan pada supervisi yang cermat.
dan natriuresis.
Selalu mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan hingga terrdapat
perbaikan klinis dari segi tanda dan gejala gagal jantung. Jenis dan
37
Tabel 7. Diuretik yang umum diberikan pada gagal jantung dan dosis hariannya
Keterangan:
*Dosis harus disesuaikan dengan volume status / berat badan pasien , dengan pertimbangan dosis yang besar
dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan ototoksisitas.
** Jangan menggunakan thiazid jika eGFR < 30mL/menit, kecuali diresepkan dengan loop diuretic
Tabel 8. Keadaan yang mungkin terjadi pada pemberian diuretik jangka panjang,
dan tindakan yang disarankan
38
ANTAGONIS ALDOSTERON
Antagonis aldosteron menurunkan angka masuk rumah sakit untuk
perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka keselamatan jika
ditambahkan pada terapi yang sudah ada, termasuk dengan ACEI.
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
39
ditoleransi.
sehari.
40
mg tiga kali sehari, atau jika tidak dapat ditoleransi hingga dosis
maksimal tertoleransi.
Kemungkinanan efek samping yang dapat timbul :
41
42
stroke yang lebih tinggi, seperti yang ditemukan pada pasien dengan
gagal jantung.
43
44
ANGIOGRAFI KORONER
Direkomendasikan pada pasien dengan risiko tinggi PJK tanpa
kontraindikasi untuk memastikan diagnosis dan merencanakan strategi
terapi.Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti C
Direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan bukti temuan
kelainan vulvular yang signifikan.Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti C
Harus dipertimbangkan pada pasien gagal jantung yang mengalami gejala
angina walau sudah diberikan terapi farmakologis yang optimal.Kelas
Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti C
DETEKSI VIABILITAS MIOKARDIUM
Karena miokardium viable dapat menjadi target revaskularisasi,
deteksinya harus dipikirkan pada work-up diagnostik pasien gagal jantung
dengan PJK. Beberapa modalitas dengan akurasi diagnostik yang tak jauh
berbeda dapat digunakan untuk mendeteksi miokardium yang fungsinya
terganggu namun masih dapat diselamatkan (viable). Karenanya
pemeriksaan dengan menggunakan dobutamine stress echo, pencitraan
nuklir dengan Single Positron Emission Computed Tomography (SPECT)
dan/atau dengan Positron Emission Tomography (PET), Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dengan dobutamin dan/atau kontrast,
Computed Tomography (CT) dengan kontras dapat digunakan untuk
mendeteksi miokardium yang viable.Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat
Bukti C
OPERASI KATUP
Penyakit katup jantung atau vulvular heart disesase (VHD) dapat
menjadi penyebab yang mendasari gagal jantung, atau menjadi faktor
yang memperburuk gagal jantung yang membutuhkan mangemen terapi
spesifik.
Guideline ESC mengenai VHD dapat diterapkan pada hampir
semua pasien dengan gagal jantung. Walau penurunanLVEF merupkan
45
faktor risiko yang penting untuk kematian peri- dan post- operatif yang
penting, tindakan operatif tetap dapat dipertimbangkan .9
Managemen optimal gagal jantung dan kondisi ko-morbid sebelum
operasi sangatlah penting. Operasi darurat harus dihindari sebisa
mungkin.
Rekomendasi spesifik mengenai operasi untuk pasien VHD dengan
gagal jantung sulit untuk disediakan, sehingga keputusan harus
didasarkan pada penilaian klinis dan echocardiografi yang seksama
dengan
memperhatikan
komorbidatas
kardivaskular
dan
non-
stenosis
aorta
berat
dan
penurunan
fungsi
LVED
46
operatif
direkomendasikan
pada
pasein
dengan
regurgitasi aorta berat dan LVEF yang menurun. (LVEF < 50%)Kelas
Rekomendasi IIa, Bukti tingkat C.
Fungsi ventrikel kiri biasanya membaik setelah operasi, dan pada
suatu studi ditunjukan bawah pada group yang menjalani operasi
memiliki prognosa yang lebih baik dibandingkan yang tidak menjalani
operasi. Disisi yang lain risiko operatif semakin tinggi seiring semakin
beratnya disfungsi ventrikel kiri.15
47
(jika
memungkinkan
dilakukan
perbaikan
katup).Kelas
48
aneurysmectomy
(reseksi
aneurisma)
dapat
(implant pertama
konvensional) dan NYHA kelas II-IV, ejeksi fraksi yang rendah (<35%),
49
pasien NYHA kelas III-IV yang tetap simtomatik meski telah diberikan
terapi medikal optimal, dan mereka yang memiliki LVEF rendah (<35%)
dan
pemanjangan
QRS
komplek
(lebar
QRS
>120
ms).Kelas
50
52
pada
pasien
simtomatik
yang
refrakter
terhadap
Demografik
Klinis
EKG
Fungsional Laboratorik
Usia Lanjut*
Hipotensi
Takikardia,
Gelombang
Q
Penyebab
iskemia*
Riwayat
Resusitasi*
NYHA FC
III-IV*
Riwayat
perawatan
karena
gagal
jantung*
QRS lebar
Hiponatremi*
Hipertrofi
ventrikel
kiri
Aritmia
ventrikular
kompleks
Peningkatan
Troponin
Peningkatan
aktivasi
biomarker
humoral
Komplians
buruk
Takikardia
Toleransi
latihan yang
rendah
Atrial
Fibrilasi
Disfungsi
Ginjal
Rales pada
paru
Body Mass
Index yang
rendah
Stenosis
Aorta
, hipeDiabetes
Anemia
COPD
Kelainan
nafas saat
tidur
Penurunaan
kapasitas
fungsional,
puncak VO2
yang
rendah*
Elevasi BNP /
NT pro-BNP*
Imaging
Ejeksi
fraksi yang
rendah*
Hasil yang
buruk pada
tes jalan 6
menit
Peningkatan
kreatinin /
BUN
Peningkatan
volume LV
Tingginya
slope
VF/VCO2
Peningkatan
anemia
bilirubin
Cardiac
Index
rendah
Nafas
Periodik
(Chayne
Stokes)
Peningkatan
asam urat
Tekanan
pengisian
ventrikel kiri
tinggi
Pola
pengisian
mitral
restriktif,
hipertensi
pulmonal
Fungsi
ventrikel
kanan yang
terganggu
Depresi
Dikutip dari : Mann DL dkk. 4
54
BAB IV
GAGAL JANTUNG AKUT
Gagal Jantung akut (GJA) yaitu suatu keadaan kegagalan jantung
untuk menjalankan fungsinya yang terjadi secara cepat atau timbul tiba-tiba yang
memerlukan penanganan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan
pertama gagal jantung, atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya
Pasien yang mengalami gagal jantung akut dapat memperlihatkan kedaruratan
medic (medical emergency)
(acute pulmonary
oedema). 15
Disfungsi jantung dapat berhubungan dengan atau diakibatkan
ischemia jantung, gangguan irama jantung, disfungsi katup jantung, penyakit
perikard, peninggian dari tekanan pengisian ventrikel atau peninggian dari
tahanan sirkulasi sistemik.15
4.1 Klasifikasi
Presentasi klinis pada GJA mencerminkan suatu spektrum keadaan yang
sangat bervariasi, dan klasifikasi apapun akan memiliki keterbatasan. Pasien
dengan GJA biasanya datang dengan satu dari enam kategori klinis. Keberadaan
edema paru dapat mempersulit menentukan GJA masuk kategori klinis yang
mana. Overlap antara berbagai kondisi ini dapat dilihat pada gambar 6.15
55
Presentasi klinis pasien dengan gagal jantung akut dapat dibagi kedalam 6
kategori :
1. Gagal Jantung Akut Dekompensasi / Acute Decompensated Heart Failure
Keadaan gagal jantung akut dekompensasi, dapat berupa keadaan
dekompensasi yang baru pertama kali ( de novo ) dan dapat juga merupakan
perburukan dari gagal jantung yang kronis (acute on chronic). Kedua keadaan
ini masih lebih ringan dan tidak termasuk syok kardiogenik, edema paru, atau
krisis hipertensi.
2. Gagal Jantung Akut Hipertensif/ Hypertensive Acute Heart Failure
Gagal jantung akut hipertensif yaitu tanda dan gejala gagal jantung
disertai dengan tekanan darah yang tinggi dan fungsi sistolik ventrikel kiri
yang relatif baik. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan tonus simpatik yaitu
didapatkan tachycardia dan vasokontriksi. Keadaan pasien dapat berupa
euvolemik atau sedikit hipervolemik, dan seringkali disertai kongesti paru
tanpa tanda-tanda kongesti sistemik. Dengan respon yang cepat dan terapi
yang tepat, mortalitas selama perawatan akan menjadi lebih rendah.
56
3. Edema paru
Pasien dengan presentasi klinis sesak nafas yang
hebat/ severe
respiratory distress, takipnu dan ortopnu dengan ronki basah di hampir semua
lapangan paru. Saturasi oksigen di arteri < 90% pada udara ruangan, sebelum
diberikan terapi oksigen.
4. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik yaitu ditemukan bukti adanya hipoperfusi jaringan
akibat gagal jantung walau sudah terdapat koreksi preload dan adanya aritmia
berat. Syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah
sistolik (SBP) <90 mmHg, atau penurunan Mean Arterial Pressure (MAP)
<30 mmHg, dan/atau urine output yang rendah atau tidak keluar (<0.5
mL/kg/jam). Gangguan irama sangat sering ditemukan. Berdasarkan
penelitian, hipoperfusi organ dan kongesti paru dapat terjadi dengan cepat.
5. Gagal jantung kanan terisolasi
Gagal jantung kanan ditandai dengan sindroma berkurangnya output
tanpa adanya kongesti paru dengan peningkatan Jugular Venous Pressure
(JVP) dengan atau tanpa pembesaran hati, dan disertai dengan rendahnya
tekanan pengisian ventrikel kiri (filling pressure) yang rendah.
Berbagai klasifikasi GJA digunakan pada Intensive Cardiac Care Unit
(ICCU). Klasifikasi Killip didasarkan pada temuan klinis GJA setelah Infark
Miokard Akut (IMA). Klasifikasi Forrester yang juga didasarkan pada tanda
klinis dan karakteristik hemodinamik gagal jantung setelah IMA. Klasifikasi
Killip, dapat dilihat pada Tabel 10. Klasifikasi Kilip didesain untuk memberikan
estimasi klinis mengenai beratnya gangguan sirkulasi pada terapi infark miokard
akut. Gambar 7 menunjukkan klasifikasi klinis dari modifikasi Klasifikasi
Forrester.
Tabel 10. Klasifikasi beratnya gagal jantung pada kontek Infark Miokard Akut
57
Klasifikasi Killip
Stage I
Tidak terdapat gagal jantung. Tidak terdapat tanda dekompensasi jantung. Prognosis
Stage II
kematian sebanyak 6%
Gagal jantung. Terdapat : ronkhi, S3 gallop, dan hipertensi vena pulmonalis, kongesti paru
Stage III
dengan ronkhi basah halus pada lapang bawah paru. Prognosis kematian sebanyak 17%
Gagal jantung berat, dengan edema paru berat dan ronkhi pada seluruh lapang paru. Kilip P
Stage IV
sebanyak 67%
Dikutip dari: Dickstain dkk. 15
58
sirkulasi dengan peninggian output pada keadaan seperti infeksi, anemia atau
tirotoksikosis.9
Tabel 11. Penyebab dan faktor pencetus gagal jantung akut
Penyakit Jantung Iskemik
Miopati
Diseksi aorta
Post-partum kardiomiopari
Gagal sirkulasi
Aritmia akut
Septikemia
Tirotoksikosis
Anemia
Shunts
Tamponade
Emboli paru
Ketidakpatuhan meminum obat
Kelebihan cairan masuk / volume overload
Infeksi terutama pneumonia
Operasi
Disfungsi renal
Asma/PPOK
Penyalahgunaan obat
Penyalahgunaan alkohol
Dikutip dari: Dickstein A dkk. 15
4.2 Diagnosis
Diagnosis gagal jantung akut didapatkan dari gejala dan tanda klinis yang
didapat, yang dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan
didukung dengan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, Rontgen
Thoraks,
59
4.2.1
sangatlah penting, dengan fokus pada anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada
anamnesa alasan paling umum pada pasien GJA untuk mencari bantuan medis
adalah gejala berhubungan dengan kongesti, dan pada sebagian kecil kasus
hipoperfusi. Berdasarkan Acute Decompensated Heart Failure National Registry
(ADHERE) dari 187.565 perawatan, 89% pasien datang dengan sesak, 34%
dengan sesak saat istirahat, dan 31% dengan keluhan lelah. Pada registry
Initiation Management Predischarge Assessment of Carvedilol Heart Failure
(IMPACT-HF), banyak gejala secara spesifik ditanyakan, dan ditemukan bahwa
banyak gejala berhubungan dengan sesak dan tanda kelebihan cairan saat datang.
Pada penelitian single-center yang kecil, dilakukan wawancara secara cermat
60
terhadap pasien yang dirawat karena GJA (63% pasien terdokumentasi memiliki
LVEF < 40%), ditemukan bahwa gejala secara gradual bertambah berat seiring
waktu dari hitungan hari hingga mingguan sebelum perawatan, pada 62% pasien
gejala dialami lebih dari 1 minggu sebelum masuk rawat. Berdasarkan hal ini
dapat disimpulkan bahwa perawatan sebetulnya memungkinkan untuk dicegah
bila dilakukan intervensi dini.15
4.2.2
Pemeriksaan Penunjang
segmen elevasi
61
C. Fungsi Ginjal
D. Fungsi Hati
62
Pada penelitian yang melibatkan pasien GJA yang dirawat pada unit
intensif, 61% memiliki temuan laboratorium disfungsi hati, yang mempengaruhi
dosis obat-obat tertentu.
4.2.2.5 Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling
bermanfaat dalam membantu menilai struktur dan fungsi jantung.
Pemeriksaan ini merupakan baku utama (gold standar) untuk menilai
gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan membantu memperkirakan
hasil dan kemampuan bertahan kasus gagal jantung. Penilaian
ekokardiografi/doppler dapat mengevaluasi dan memonitor regional dan
global dari fungsi sistolik dan diastolik baik jantung kiri maupun yang
kanan, struktur dan fungsi katup, patologi perikardium, komplikasi
mekanik akibat miokard infark akut. Semua pasien dengan gagal
jantung akut sebaiknya
63
alasan
empirik.
Data
jangka
panjang
mengenai
GJA sebagian besar berupa konsensus para ahli tanpa didukung oleh uji
klinis acak yang kuat. Algoritme gagal jantung akut dapat dilihat pada
gambar 10.
4.3.3
TERAPI OKSIGEN
Direkomendasikan untuk memberikan oksigen sedini mungkin pada pasien
hipoksemia untuk mencapai saturasi oksigen > 95% (90% pada pasien dengan
COPD). Harus hati-hati pada pasien COPD agar jangan sampai terjadi
hiperkapnia. Rekomendasi Kelas I, Tingkat Bukti C
64
Ventilasi Non-Invasif
Ventilasi non infasif (VNI) adalah semua modalitas yang membantu
ventilasi tanpa menggunakan tube endotrakeal, hal ini misalnya dapat dicapai
dengan masker yang menutupi seluruh wajah. Pada tiga meta-analisis dilaporkan
bahwa aplikasi dini VNI pada edema pulmoner akut kardiogenik mengurangi
kemungkinan perlunya intubasi dan menurunkan mortalitas jangka pendek.
Walau demikian pada, 3CPO, sebuah uji klinis acak yang besar VNI ditemukan
memperbaiki parameter klinis saja, dan tidak menurunkan mortalitas.
Ventilasi dengan tekanan akhir respirasi positif (PEEP) harus dipikirkan sedini
mungkin pada pasien dengan edema paru kardiogenik akut dan semua pasien
dengan GJA hipertensif karena dapat memperbaiki parameter klinis termasuk
keluhan sesak. Harus digunakan secara berhati-hati pada shock kardiogenik dan
gagal jantung kanan.Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B
Kontraindikasi :
Pasien yang tidak dapat bekerjasama (pasien yang tidak sadar, gangguan
kognitif berat, atau cemas)
Pasien yang membutuhkan intubasi endotraheal karena hipoksia progresif
yang mengancam jiwa.
Harus hati-hati pada pasien dengan obstruksi jalan nafas kronis.
Bagaimana memberikan NVI :
Inisiasi : berikan PEEP 5-7.5 cmH2O harus diberikan pada mulanya dan
dititrasi hingga didapat respon klinis hingga 10cmH2O, pengiriman FiO2
harus > 0.40.
Durasi : biasanya tiap 30 menit/jam hingga sesak pasien dan saturasi oksigen
meningkat tanpa tekanan airway positif kontinyu (CPAP)
Potensi Efek Samping :
-
65
Morfin
Morfin dan analognya pada GJA harus dipertimbangkan pada stadium awal
terapi pasien yang masuk dengan gagal jantung berat, terutama bila disertai
dengan gelisah, sesak, cemas, atau nyeri dada.
Morfin mengurangi keluhan sesak dan gejala lain pada pasien dengan GHA
dan dapat membuat pasien lebih mau bekerjasama jika diberikan ventilasi non
invasif. Bukti yang menyokong penggunaan morfin pada GJA masih terbatas.
Dosis bolus intravena sebesar 2,5 5 dapat diberikan secepat mungkin
setelah dipasang akses intravena pada pasien dengan GJA. Dosis ini dapat
diulang sesuai kebutuhan.
DIURETIK
Pemberian diuretik secara intravena pada pasien dengan GJA direkomendasikan
bila terdapat gejala akibat kongesti dan overload cairan. Terpi dan dosis
penggunaan diuretik pada gagal jantung dapat dilihat pada tabel 12.Kelas
Rekomendasi I, Tingkat Bukti B
Tabel 12. Indikasi dan dosis penggunaan diuretik pada gagal jantung akut
Retensi
Cairan
Sedang
Berat
Refrakter
terhadap
loop
Tambahkan HCT
Dosis
Harian
(mg)
20-40
0.5-1
10-20
40-100
5-40
mg/jam
1-4
20-100
50-100
Metolazone
2.5-10
Diuretik
Furosemide
Bumetanide
Torasemide
Furosemide
Furosemide drip
Bumetanide
Torasemide
Catatan
Oral atau IV tergantung dari gejala klinis
Titrasi dosis tergantung renspon klinis
Monitor K, Na, Kreatinin, Tekanan Darah
I.V. tingkatkan dosis
Lebih baik efeknya dibandingkan IV dosis tinggi
Oral atau IV
Oral
Kombinasi ini lebih baik dibandingkan dosis loop
diuretik yang sangat tinggi
Tebih poten jika Klirens Kreatinin <30 ml/menit
66
diuretic
Spironolakton
Disertai
Acetazolamide
alkalosis Tambahkan
yang
Dobutamine
refrakter (vasodilatasi
terhadap renal) atau
loop
dobutamine.
diuretik
dan
thiazid
Dikutip dari:Dickstain dkk.15
25-50
0.5
Kombinasi dengan diuretik lain seperti thiazid dapat berguna pada kasus
dengan resistensi diuretik. Pada kasus dengan GJA dengan volume overload,
thiazid (hidroclorotiazid 25mg p.o.) dan antagonis aldosterone (spironolactone,
eplerenon 25-50 mg po) dapat diberikan bersamaan dengan loop diuretik.
Kombinasi beberapa macam obat seringkali lebih efektif dan mililiki efek
samping yang lebih rendah jika diberikan satu dosis obat dengan dosis yang
tinggi.
VASODILATOR
Vasodilator direkomendasikan saat fase awal gagal jantung akut tanpa
adanya gejala hipotensi. Vasodilator akan mengurangi gejala kongesti pulmonal
tanpa mengganggu isi sekuncup atau peningkatan kebutuhan oksigen, terutama
pada pasien sindroma koroner akut. Indikasi vasodilator parenteral pada gagal
jantung akut sangat bermanfaat.
parenteral pada gagal jantung akut dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Indikasi dan dosis pemberian vasodilator pada gagal jantung akut
EfekVasodilator
Indikasi
Dosis
samping
Lainnya
utama
Nitrogliserin
Isosorbide
Dinitrat
Kongesti
paru/edema,
TD>90 mmHg
Kongesti
paru/edema,
Dimulai 10-20
mcg/menit, dinaikkan
hingga 200 mcg/menit
Dimulai dengan 1
mg/jam, naikkan
Hipotensi,
nyeri kepala
Hipotensi,
nyeri kepala
Toleransi jika
digunakan
terus-menerus
Toleransi jika
digunakan
67
TD>90 mmHg
Kongesti pada
pasien Gagal
Nitroprusside
Jantung
Hipertensif
Nesiritide
Kongesti paru /
(banyak tidak
edema dengan
tersedia)
TD>90 mmHg
Dikutip dari: Dickstain dkk.15
hingga 10 mg/jam
terus-menerus
Hipotensi,
toksisitas
isosianat
Bolus 2 mcg/kg +
infusan 0.015-0.03
mcg/kg/menit
Hipotensi
Sensitif
terhadap
cahaya
NITROGLISERIN
Terapi nitrogliserin merupakan terapi kerja cepat yang efektif dan dapat
diprediksi hasilnya dalam mengurangi preload. Data menunjukkan bahwa
nitrogliserin intravena juga dapat mengurangi afteroload. Oleh karena itu,
nitrogliserin intravena merupakan terapi tunggal yang baik untuk pasien dengan
gagal jantung dekompensasi berat dengan edema paru yang besar.
INOTROPIK
Obat- obatan inotropik dipertimbangkan pada gagal jantung akut dengan
lowoutput states, adanya gejala dan tanda hipoperfusi dan kongesti disamping
pemberian vasodilator dan atau diuretik. Penggunaan obat inotropik dapat
menyebabkan peningkatan aritmia atrial dan ventrikular. Oleh karena itu
pemantauan irama jantung melalui EKG harus dilakukan. Dobutamin merupakan
positif obat inotropik yang bekerja melalui perangsangan receptor 1 untuk
menghasilkan efek inotropik dan kronotropik positif. Dopamin juga dapat
merangsang reseptor adrenergic. Dopamin dosis rendah dapat merangsang
stimulasi reseptor dopaminergik dan mempunyai efek diuresis yang terbatas.
Dosis tinggi dopamin dapat digunakan untuk mempertahankan tekanan darah
dengan menimbulkan efek takikardi, aritmia dan stimulasi reseptor adrenergic
yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi. Dopamin dosis rendah sering
dikombinasikan dengan dobutamin dosis tinggi. Penggunaan vasopresor
(noradrenalin) tidak direkomendasikan sebagai terapi lini pertamapada gagal
68
jantung. Dan hanya diindikasikan pada syok kardiogenik ketika kombinasi dari
inotropik dan fluid challenge test gagal dalam mengembalikan tekanan darah
yang adekuat. Pasien dengan sepsis dengan komplikasi gagal jantung akut dapat
menggunakan vasopressor. Dosis obat obat inotropik dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 14. Dosis obat- obatan inotropik pada gagal jantung akut.
Nama Obat
Dobutamine
Dopamine
Bolus
Tidak diberikan
Tidak diberikan
Kecepatan Infusan
2-20 mcg/kg/menit (+)
<3 mcg/kg/menit : efek renal
Milrinone
(+)
0.375-0.75 mcg/kg/menit
Enoximone
Levosimendan*
menit
0.25-0.75 mg/kg
12 mcg/kg dalam 10 menit
1.25-7.5 mcg/kg/menit
0.1
mcg/kg/menit,
(dapat dipilih**)
Norepinephrine
Epinephrine
Tidak diberikan
1 mcg dapat diberikan IV saat
hingga
dapat
0.2
mcg/kg/menit
0.2-1.0 mcg/kg/menit
0.05-0.5 mcg/kg/menit
VASOPRESSOR
Penggunaan vasopresor (norepinephrine) tidak direkomendasikan sebagai
pilihan terapi pertama dan hanya diindikasikan pada shock kardiogenik ketika
kombinasi dari agen inotropik dan tes penambahan cairan gagal mengembalikan
tekanan darah ke tekanan darah sistolik > 90 mmHg, dengan perfusi organ yang
cukup, walau telah terdapat perbaikan dari kardiak output. Pasien GJA dengan
penyulit sepsis kemungkinan besar membutuhkan vasopressor. Karena syok
kardiogenik biasanya dihubungkan dengan tingginya resistensi vaskular sistemik,
semua vasopressor harus digunakan secara berhati-hati dan dihentikan
pemberiannya secepat mungkin. Nor-adrenaline dapat digunakan bersamaan
dengan inotropik yang dibahas diatas, idealnya melalui akses vena sentral.
69
4.4
PROGNOSIS
Prognosis gagal jantung akut pada sindroma koroner akut dapat
menggunakan klasifikasi Killip. Persentase kematian pada kilip I
sebanyak 6% , kilip II sebanyak 17%, Kilip III sebanyak 38%, dan kilip
IV sebanyak 67%.
Gagal jantung akut ditemukan berbagai prediktor mortalitas
univariate dan multivariate. Meningkatnya kadar BNP atau peningkatan
kecil marker nekrosis miokard seperti troponin telah ditunjukan
memiliki kemampuan baik untuk memperkirakan outcome selama
perawatan dan mortalitas setelah dipulangkan. Anemia juga merupakan
faktor prediktor yang hingga kini kurang dihargai, dan saat ini telah
menjadi target terapi intervensi pada banyak uji klinis. Neurohormon
seperti endothelin, dan marker inflamasi (seperti C-reactive protein, IL6), juga merupakan prediktor kuat mortalitas.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Hess OM, Carrol JD. Clinical Assessment of Heart Failure. In: Libby P,
Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editor. Braunwalds Heart
Disease. Philadelphia: Saunders; 2007. p. 561-80.
70
72
73