Anda di halaman 1dari 86

Hijauan Makanan Ternak (jenis Leguminosa)

1.Gamal ( Gliricidia maculate )

Figure 1

Gamal berasal dari Amerika Tengah dan Brazilia yang beriklim kering. Ditemukan mulai dari
permukaan laut hingga ketinggian 1200 meter. Akan tetapi, tumbuhan ini telah lama
dibudidayakan dan bernaturalisasi di wilayah tropika Meksiko, Amerika Tengah, dan bagian
utara Amerika Selatan, sampai pada ketinggian 1.500 m. Jenis ini juga telah diangkut ke wilayah
Karibia dan kemudian ke Afrika Barat. Ia di introduksikan ke Filipina oleh orang Spanyol pada
awal tahun 1600-an, dan ke Sri Lanka dalam abad ke-18l dari sana tumbuhan ini mencapai

negara Asia lain, termasuk Indonesia (kira-kira tahun 1900), Malaysia, Thailand dan India.
Gamal diperkirakan masuk ke Indonesia untuk digunakan sebagai tanaman pelindung pada areal
perkebunan

di

daerah

Medan

Gamal berbentuk pohon,semak, daun majemuk bersirip ganjil,bunga berbentuk malai, lukar dari
ketiak daun,bunga berwarna merah jambu, buah polongan,akar cukup dalam.
Fungsi tanaman: tanaman pelindung,pagar,makanan ternak,dan penahan erosi.Dapat diperbayak
dengan menggunakan stek ataupun biji. Gamal ditanam sebagai penahan angin, bank protein,
pakan ternak dan pagar hidup.
Tanaman yang diperbanyak dengan setek sudah dapat dipanen perdana pada usia di bawah 1
tahun. Biasanya 8-10 bulan. Sedangkan pada tanaman biji, hasil biomasa baru dapat diperoleh
pada usia sekira 2 tahun.Penanaman setek lebih baik berasal dari batang bawah tanaman yang
cukup usia (diatas 2 tahun), diameter batang cukup besar (diatas 4cm) dengan panjang setek
bervariasi mulai dari 40cm sampai 1.5m. Jarak tanam juga bervariasi, antara 40 -50cm sampai
dengan 1.5 5m tergantung kebutuhan.
Gamal mengandung nilai gizi yang tinggi. Protein kasar berada diantara 18-30% dan nilai
ketercernaan 50-65% (lihat tabel).
Walaupun sangat bermanfaat bagi ternak, tingkat racun dalam Gamal juga sudah dikenal sejak
lama. Sekurang-kurangnya ada beberapa jenis komponen racun dalam Gamal,diantaranya
dicoumerol, suatu senyawa yang mengikat vitamin K dan dapat mengganggu serta
menggumpalkan darah. Dicoumerol diperkirakan merupakan hasil konversi dari coumarin yang
disebabkan oleh bakteri ketika terjadi fermentasi.Zat lain yang perlu diperhatikan adalah Nitrat

(NO3). Sebetulnya nitrat itu sendiri tidak beracun terhadap ternak, tapi pada jumlah yang banyak
dapat menyebabkan penyakit yang disebut keracunan nitrat (nitrate poisoning). Nitrate yang
secara alamiah terdapat pada tanaman di rubah menjadi nitrit oleh proses pencernaan, pada
gilirannya nitrit dikonversi menjadi amonia. Amonia kemudian di konversi lagi menjadi protein
oleh bakteri dalam rumen. Apabila ternak sapi mengkonsumsi banyak hijauan yang mengandung
nitrat dalam jumlah besar, nitrit akan terakumulasi di dalam rumen. Nitrit sekurangnya 10 kali
lebih beracun terhadap ternak sapi dibandingkan nitrat. Nitrit diserap kedalam sel darah merah
dan bersaru dengan molekul pengangkut oksigen, hemoglobin sehingga membentuk
methemoglobin.
Sayangnya, methemoglobin tidak dapat membawa oksigen dengan efisien seperti hemoglobin,
akibatnya detak jantung dan pernafasan ternak meningkat, darah dan lapisan kulit berubah warna
menjadi biru kecoklat coklatan, otot gemetar, sempoyongan dan bila tidak segera ditangani dapat
mati lemas.
Selain itu, dalam Gamal juga terdapat molekul alkaloid yang belum dapat diidentifikasi dan
senyawa pengikat protein yang juga tergolong zat anti nutrisi, tannin walaupun dalam
konsentrasi yang cukup rendah dibandingkan Kaliandra (Calliandra calothrysus).
2.Kaliandra (Calliandra calothrysus)

Tinggi tanaman (pohon) kaliandra dapat mencapai 8 m. tanaman kaliandra dapat tumbuh di
dataran rendah hingga ketinggian 1500 m dpl, toleran terhadap tanah yang kurang subur, dapat
tumbuh cepat dan berbintil akar sehingga mampu menahan erosi tanah dan air.
Manfaat kaliandra pada makanan ternak adalah sebagai bank protein. Penanaman kaliandra pada
tanah-tanah yang kurang produktif dapat menekan pertumbuhan gulma. Selain itu tanaman ini
dapat

digunakan

sebagai

tanaman

penahan

erosi

dan

penyubur

tanah.

Daun kaliandra mudah dikeringkan dan dapat dibuat sebagai tepung makanan ternak kambing.
3.Turi ( Sesbania grandiflora )

Berasal dari daerah srilangka.Tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi (1.200m),
dengan curah hujan 2.000 mm/tahun.Termasuk sejenis tanaman semak.Di Indonesia banyak
ditanam

di

pematang

sawah.

Sifat khusus dari tanaman turi adalah pertumbuhannya yang begitu cepat, tinggi tanaman bisa
mencapai 10 meter, dan bunga besar berbentuk seperti kupu-kupu berwarna merah muda,putih
atau ungu. Berdaun keci-kecil dan bulat,buahnya berbentuk polong yng panjang.Turi dapat
beradaptasi pada tanah asam yang tidak subur,tanah kapur, kadang-kadang juga tumbuh subur
pada

tanah

Digunakan sebagai makanan ternak karena :

yang

tergenang

air.

Merupakan

sumber

vitamin,terutama

pro

vitamin

A,Vitamin

B,C,E.

- sumber mineral,terutama Ca,dan P.


Daun turi merupakan hijauan makanan ternak yang potensial. Komposisi zat gizi daun turi terdiri
atas:
Hijauan
PK (%)
EK(kkal/g)
SDN (%)
Lignin (%)
Abu (%)
Ca (%)
Protein (%)
Turi
27,3
4.825
24,4
2,7
7,5
1,5
0,4

Seluruh masyarakat Timor pasti mengenal Turi/kane/gala-gala. Turi merupakan pohon serbaguna
sebagai makanan hewan, sayuran konsumsi manusia, untuk kayu bakar dan batangnya sebagai
material konstruksi ringan serta sangat baik untuk meningkat kesuburan lahan. Turi bisa
diandalkan sebagai makanan pokok Sapi. Sayangnya tumbuhan ini walau tahan terhadap
kekeringan, tapi tidak tahan terhadap api dan gulma/tanaman penganggu.

4.Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala)

Berasal dari amerika tengah dan selatan.Tumbuh pada ketinggian 0-1200 m dpl,dengan struktur
tanah sedang sampai berat,dan dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur.Curah hujan 7001.650

20-30oc.

mm/tahun,temperature

Tanaman ini berbentuk pohon yang bisa mencapai ketinggian 10 m dan memiliki akar yang
cukup dalam.Daunnya kecil-kecil,bentuknya lonjong,bunganya bertangkai.Tanaman ini toleran
terhadap

hujan,angin,kekeringan,serta

tanah-tanah

yang

kurang

subur.

Lamtoro lebih sesuai pada tanah yang tidak masam (pH 5,5-7,5) dan kurang baik tumbuhnya
apabila tanah masam (pH 4-5,5). Gliricidia mempunyai daya toleransi yang lebih tinggi terhadap
kemasaman tanah, tahan pangkasan dan cepat kembali bertunas sesudah pemangkasan. Kaliandra
mempunyai daya adaptasi yang cukup luas tetapi kalah populer dibandingkan dengan gliricidia.
Lamtoro

dapat

digunakan

sebagai

tanaman

makanan

ternak,

tanaman

pelindung,

mempertahankan kesuburan tanah dan mencegah erosi.Jarak tanam:180-240 cm.pemotongan


pertama dapat dilakukan pada waktu tanam berumur 6 9 bulan kemudian pemotongan dapat
diulangi 4 bulan sekali.

hijauan makanan ternak

HIJAUAN

MAKNAN

TERNAK

Sebagaimana kita ketahui, Hijauan Makanan Ternak (hmt), adalah merupakan salah
satu hal yang sangat penting bagi dunia peternakan. Tanpa manajemen pakan yang
baik, niscaya ternak yang kita pelihara akan merana, karena makanan yang
diberikan ke ternak tidak dapat tersedia secara tetap. Oleh karena itu, diperlukan
suatu cara yang tepat untuk mengatur agar supaya hmt yang diperlukan oleh
ternak
Ada

beberapa

a.

tidak
macam

terganggu
hijauan

makan
Rumput

ternak

pengadaannya.
yang

ada

di

Indonesia:
Gajah

Rumput gajah banyak di jumpai di persawahan. Tingginya bisa mencapai 5 m,


berbatang tebal dan keras, daun panjang, dan dapat berbunga seperti es lilin.
Kandungan rumput gajah terdiri atas; 19,9% bahan kering (BK), 10,2% protein kasar
(PK), 1,6% lemak, 34,2% serat kasar, 11,7% abu, dan 42,3% bahan ekstrak tanpa
nitrogen

(BETN).

Rumput gajah mempunyai beberapa varietas, antara lain varietas afrika dan
varietas

hawai.

1. varietas afrika, ditandai dengan batang dan daun yang kecil, tumbuh tegak,
berbunga dan produksi lebih rendah jika dibandingkan dengan rumput varietas
hawai.
2. varietas hawai, ditandai dengan batang dan daun yang lebar, pertumbuhan
rumpun sedikit menyebar, produksi cukup tinggi, dan berbunga.
Panen pertama pada rumput gajah dapat di lakukan pada umur 90 hari
setelah tanam. Panen selanjutnya setiap 40 hari sekali pada musim hujan dan 60
hari sekali pada musim kemarau. Tinggi potongan dari permukaan tanah antara 1015

cm.

Produksi

hijauan

rumput

gajah

antara

100-200

ton

rumput

segar/hektar/tahun. Alangkah lebih baik kalau sehabis pemanenan rumput gajah


diberi pupuk, pupuk dapat berupa pupuk kimia (urea, npk, tsp/kcl) ataupun pupuk
alami (kotoran kambing). Sehingga pertumbuhan rumput itu akan semakin bagus
dikemudian hari.

b. Rumput Raja atau King Grass


Rumput raja mempunyai karakteristik tumbuh tegak berumpun-rumpun,
ketinggian dapat mencapai kurang lebih 4 m, batang tebal dan keras, daun lebar
agak tegak, dan ada bulu agak panjang pada daun helaian dekat liguna. Permukaan
daun luas dan tidak berbunga kecuali jika di tanam di daerah yang dingin.
Rumput raja dapat di tanam di daeah yang subur di dataran rendah sampai
dataran tinggi, dengan curah hujan tahunan lebih dari 1.000 mm.
Produksi hijauan rumput raja dua kali lipat dari produksi rumput gajah, yaitu
dapat mencapai 40 ton rumput segar/hektar sekali panen atau setara 200-250 ton

rumput segar/hektar/tahun. Mutu hijauan rumput raja lebih tinggi jika dibandingkan
dengan rumput gajah Hawai ataupun rumput Afrika.

c. Rumput Setaria
Rumput setaria sering juga disebut sebagai rumput setaria lampung. Rumput
setaria tumbuh tegak, berumpun lebat, tinggi dapat mencapai 2 m, berdaun halus
dan lebar berwarna hijau gelap, berbatang lunak dengan warna merah keunguunguan, pangkal batang pipih, dan pelepah daun pada pangkal batang tersusun
seperti kipas.
Rumput setaria sangat cocok di tanam di tanah yang mempunyai ketinggian
1200 m dpl, dengan curah hujan tahunan 750 mm atau lebih, dapat tumbuh di
berbagai jenis tanah, dan tahan terhadap genangan air. Pembiakan dapat di lakukan
dengan memisahkan rumpun dan menanamnya dengan jarak 60 x 60 cm.
Pemupukan di lakukan pada tanaman berumur kurang lebih dua minggu, dengan
pupuk urea 100 kg/hektar lahan, dan sebulan sekali di tambah dengan 100 kg
urea/hektar.
Produksi

hijauan

rumput

setaria

dapat

mencapai

100

ton

rumput

segar/hektar/tahun. Komosisi rumput setaria (dasar bahan kering) terdiri atas; abu
11,5%, ekstrak eter (EE) 2,8%, serat kasar (SK) 32,5%, bahan ekstrak tanpa
nitrogen (BETN) 44,8%, protein ksar (PK) 8,3% dan total digestible nutrients (TDN)
52,88%.

d. Turi (sesbania grandiflora)

Sifat khusus dari tanaman turi adalah pertumbuhannya yang begitu cepat,
tinggi tanaman bisa mencapai 10 meter, dan bunga berbentuk seperti kupu-kupu
berwarna merah muda atau putih. Turi dapat beradaptasi pada tanah asam yang
tidak subur, kadang-kadang juga tumuh subur pada tanah yang tergenang air.
Daun turi merupakan hijauan makanan ternak yang potensial. Komposisi zat
gizi daun turi terdiri atas; protein kasar 27,3%, energi kasar 4.825 kkal/kg, SDN
24,4%, lignin 2,7%, abu 7,5%, Ca 1,5% dan P 0,4%.
e. Kaliandra (calliandra calothrysus)
Tinggi tanaman (pohon) kaliandra dapat mencapai 8 m. tanaman kaliandra
dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1500 m dpl, toleran terhadap
tanah yang kurang subur, dapat tumbuh cepat dan berbintil akar sehingga mampu
menahan

erosi

tanah

dan

air.

Manfaat kaliandra pada makana ternak adalah sebagai bank protein. Penanaman
kaliandra pada tanah-tanah yang kurang produktif dapat menekan pertumbuhan
gulma. Selain itu tanaman ini dapat digunakan sebagai tanaman penahan erosi dan
penyubur

tanah.

Daun kaliandra mudah dikeringkan dan dapat dibuat sebagai tepung makanan
ternak kambing. Kaliandra mengandung protein kasar 22,4%, lemak 4,1%, energi
kasar 46,30 kkal/kg, SDN 24,0%, lignin 1995,0%, Ca 1,6% dan P 0,2%.
f. Rumput humidicola (Bracharia humidicola)
Berasal dari Afrika Selatan dan diperkanalkan di Australia, Fiji, Papua New
Guinea,
Dan Asia Tenggara

Nama komersial bagi biji benih rumout ini ialah B. humidicola kultiver Tully,
Sesuai pada semua jenis tanah terutamanya tanah berpasir
Tahan terhadap pemotongan dan hasil bahan kering tinggi
Tidak menyebabkan fotosensitiviti kepada ruminant
Sesuai ditanam di lading kelapa bertanah bris
Tahan pada musim kemarau dan kawasan air bertakung
Rumput ini tumbuhan saka yang berstolon dengan daun berbentuk
lanseolat, kurang berbulu dan rimbun
Bolih dibiak denga biji benih atau tampang
Sesuai dipotong setiap 4 6 minggu
Hasil bahan kering 11 18 tan/ha/tahun
Protein kasar 10.2 % (pada tanah bris, asid sulfat dan pendalaman)
Kekacang yang sesuai ialah epil-epil.

g. Rumput para (Brachiaria mutica)


jenis
Daun
Sistem

menjalar
berbulu

dan

mudah

berukuran
akarnya

mengeluarkan
kira-kira

akar
30

pada
cm

setiap

ruas

panjang

cetek

Bolih tumbuh setinggi 2.5 m dan mudah dibiakkan dengan biji benih atau keratin
batang.

Berasal

dari

Afrika

tetapi

amat

sesuai

dengan

keadaan

setempat

Hidup dengan subur jika mendapat air yang banyak dan mengalir seperti parit
Pertumbuhan

terjejas

pada

musim

kemarau

Untuk mendapat hasil yang tingi perlu di porong atau diragut hingga paras tanah
Tidak

bagitu

Kekacang

tahan

ragutan

yang

sesuai

berbanding
ialah

dengan

centro

rumput
dan

signal
puero

Hasil bahan kering 15 20 tan/ha/tahun (bergantung pada kesuburan tanah &


pengurusan)
Protein

h.

kasar

Rumput

Tahan

parit

membiak

dari

Membiak

ini

pada

dikawasan

Tanpa

memerlukan

Hasil

bahan

pada

naungan

mengunakan
Tengah

menternak

atau

kasar

Berupaya

mengeluarkan

Biasanya

ditanam

Rumput

ini

lebih

liat
tinggi

yang

inputnya
kurang

tahan
10

rendah
subur.

naungan
tan/ha/tahun

7.5.%
biji

dengan

Carribean

tanah

dan

sedikit)

umbisi

dan

kawasan

pembajaan

Protein

leber

kelembapan

system

kering

(berdaun

kawasan

pada

disyorkan

Samada

compressus)

Amerika

sesuai

dengan

Mexico,

subur

Paling
Rumput

(Axonopus

lasak

Berasal

8.1

benih

mengunakan

dikenali

sebagai

yang
tompokan
hiasan

banyak
berakar
halaman

i.

Rumput

Rumput

kerbau

tahunan

(Paspalum

yang

Stolon

dan

batang

yang

Daunya

tirus

berukuran

mempunyai

tegak
20

conjugatum)

setinggi

cm

panjang

stolen

20

dan

60
10

cm

cm

lebar

Berasal dari kawasan Amerika dan hidup segar pada kawasan beriklim lembab,
tanah

berasid

Hasil

dan

bahan

juga

kering

di

kawasan

yang

12

bernaung

tan/ha/tahun

Kandungan Protein kasar dan penghadaman in-vitronya lebih tinggi dibandingkan


dengan

rumput

Protein

lain

kasar

j.

Berasal

yang

Rumput

dari

Afrika

13.6

Mardi

Selatan,

%..

(Dijitaria

sejenis

rumput

setivalva)

yang

bersetolon

Tumbuh bertompok-tompok dan batang yang tegak seperti serai, buku ruas
mempunyai

sedilit

bulu

halus

Stolon pada mulanya tumbuh tegak tetapi kemudian rebah dan menjalar seperti
stolon
Batang
Hasil
Protein

biasa.
dan

daunnya

bahan
kasar

lembut

dan

kering
9.0

16
%

bolih

tumbuh

Sesuai

setinggi

23
untuk

30

-50

cm

tan/ha/tahun
ragutan

Sesuai dibiak dengan keratin rumpun walaupun terdapat sedikit biji benih yang

subur.
Sesuai ditanam pada semua jenis tanah terutamanya jenis tanah gambur.

k.

Rumput

Tingginya

Kuda

diantara

Guinea
1.5

(Panicum

maximum)
2

Terdapat beberapa jenis : Rumput kuda biasa, green panic, hamil, coloniao, dan
makuaene.
Di Malaysia jenis yang biasa ditanam ialah guinea biasa dan hamil, kerana hasil
yang

tinggi

sepanjang

tahun.

Bolih menghasilkan bahan kering sebanyak 20 26 tan/ha/tahun (dengan jarak


pemotongan

6-8

dengan

kadar

Protein

pembajaan

minggu
200-400

kasar

kg
11.9

)
N/ha/tahun
%

Tahan pada musim kemarau yang panjang, memerlukan iklim yang lembab untuk
hidup

subur.

Tahan naungan seperti dibawah kawasan tanaman kelapa dan tanaman utama yang
masih

muda

Tidak sesuai dikawasan air bertakung.

l.

Rumput

signal

(Brachiaria

decumbens)

Rumput signal tumbuh menjalar, cepat membiak dan sesuai dengan iklim
lembabseperti

Malaysia

Buku ruas pada batang mengeluarkan akar dan cabang membolihkannya membiak

dengan

cepat.

Tumbuh setinggi 30 50 cm, daunnya pendek, tirus dan tajam dihujung


Berwarna hijau dan mempunyai sedikit bulu halus. Walaupun berbunga tetapi biji
benih
Cara

kurang
yang

Kadar

paling

baik

penanaman

untuk

dengan

subur
menanam

biji

benih

ialah
ialah

dengan

keratan

antara

tunggul

kg/ha

Bolih hidup dalam keadan kemarau, tidak sesuai kawasan air bertakung
Kombinasi
Tahan
Hasil

kekacang
serangan

bahan

Protein
dengan

yang

sesuai

desmodium

serangga

kering

ialah

kasar
kadar

ialah

pembajaan

dan

14

epil-epil

penyakit
26

tan/ha/tahun,

8.5
200-400

dan

%
kg

N/ha/tahun

Sesuai untuk ternakan ruminant besar, ia tidak disyorkan pada kambing da biri-biri

Kerana

mengakibatkan

fotosensitiviti

dan

jaundis

Hasil susu dari lembu yang merabut rumput campuran dengan petai belalang atau
baja

ialah

6-8

kg/ekor/hari

Ada baiknya sewaktu pemberian makanan kepada ternak di berikan secara campur.
Hal ini bertujuan agar kandungan yang berada di dalam masing-masing tanaman
dapat saling melengkapi, sehingga kambing akan merasa tercukupi kandungan gizi
maupun proteinnya. Selain itu juga akan meminimalkan kambing merasa bosan
makan apabila di sajikan dalam satu jenis tanaman saja secara berulang-ulang
BUDIDAYA RUMPUT GAJAH UNTUK PAKAN TERNAK

Jenis tanaman rumput-rumputan yang berperan dalam pengawetan tanah dan air adalah

yang dapat berfungsi ganda yaitu berkemampuan untuk membantu mencegah berlangsungnya
erosi dan dapat pula bermanfaat bagi hijauan makanan ternak. Rumput gajah merupakan
alternatifnya.
Tanaman rumput-rumputan dapat digunakan dalam usaha pengawetan tanah dan atau
pencegahan erosi dikarenakan :
a. Tanaman rumout-rumputan dapat tumbuh dengan cepat sehingga dalam waktu pendek
tanah telah dapat tertutupi oleh tanaman tersebut secara rapat dan tebal.

b. Bagian atas dari tanaman (daun-daunan) mampu melindungi permukaan tanah dari
percikan air hujan dan memperlambat aliran permukaan.

c. Bagian bawah tanaman (perakaran) dapat memperkuat resistensi tanah dan membantu
melancarkan infiltrasi air kedalamtanah.

Penanaman rumput gajah dapat dilakukan secara monokultur ataupun interkultur dengan
tanaman tahunan sehingga dapat diperoleh manfaat secara maksimal. Pertumbuhannya
yang relatif cepat dalam waktu yang pendek serta peranan daun-daun dan perakarannya
terhadap erosi, maka pembudidayaan rumput gajah dapat menjadi pilihan yang bijaksana
dan menguntungkan.

Rumput Gajah ( Pennisctum purpureum) atau disebut juga rumput napier, merupakan salah
satu jenis hijauan pakan ternak yang berkualitas dan disukai ternak. Rumput gajah dapat
hidup diberbagai tempat (0 3000 dpl), tahan lindungan, respon terhadap pemupukan,
serta enghendaki tingkat kesuburan tanah yang tinggi.

Rumput gajah tumbuh merumpun dengan perakaran serabut yang kompak, dan terus
enghasilkan anakan apabila dipangkas secara teratur.

Pada lahan tumpang sari, rumput gajah dapat ditanam pada guludan-guludan sebagai
pencegah

longsor akibat erosi. Morfologi rumput gajah yang rimbun, dapat mencapai tinggi lebih dari 2
meter sehingga dapat berperan sebagai penangkal angin (wind break) terhadap tanaman
utama.

Rumput gajah dibudidayakan dengan potongan batang (stek) atau sobekan rumpun (pous)
sebagai bibit. Bahan stek berasal dari batang yang sehat dan tua, dengan panjang stek 20
25 cm (2 3 ruas atau paling sedikit 2 buku atau mata). Pemotongan pada waktu
penanaman ruas mata dapat Untuk bibit yang berasal dari sobekan rumpun/ anakan (pous)
sebaiknya berasal dari

rumpun yang sehat, banyak mengandung akar dan calon anakan baru. Sebelum penanaman
bagian vegetatif dari sobekan rumpun dipangkas terlebih dahulu untuk menghindari
penguapan yang tinggi sebelum sistem perakaran dapat aktif menghisap air.

Cara Penanaman :

1. Pembersihan lahan

2. Pengolahan tanah (sebaiknya dilakukan pada akhir musim kemarau sehingga penanaman
dapat dilakukan pada awal musim hujan).

3. Pembuatan lubang-lubang tanaman dengan jarak tanam 60 x 100 cm.

Diperlukan 17.000 bahan stek untuk kebutuhan lahan seluas 1 hektar.

Pemupukan :

1. Pupuk P dan K diberikan 2 kali dalam setahun yaitu pada waktu pengolahan tanah dan 6
bulan

kemudian, dengan dosis masing-masing 200 kg DS dan 200 kg ZK per hektarnya.

2. Pupuk N diberikan 200 kg ZA/ha/tahun yang diberikan setiap kali setelah 2 4 kali
pemotongan.

3. Dapat juga digunakan pupuk kandang sebanyak 400 kw/ha/tahun yang diberikan pada
waktu pengolahan tanah dan setelah pemotongan. Pemungutan Hasil (pemotongan) :

Pemotongan rumput gajah yang pertama dilakukan setelah tanaman berumur 60 hari,

selanjutnya dilakukan selang 40 hari pada musim hujan dan selang 60 hari pada musim
kemarau.

Pada pemotongan batang rumput gajah sebaiknya ditinggalkan 10 cm dari permukaan


tanah. Pemotongan batang tanaman yang terlalu pendek menyebabkan semakin lambatnya
pertumbuhan kembali, namun jika batang yang ditinggalkan terlalu panjang maka tunas
batang saja yang akan berkembang sedangkan jumlah anakan akan berkurang.

Peremajaan :

Dilakukan jika tanaman telah berumur 3 4 tahun setelah tanaman sudah tidak responsive
lagi

terhadap pengelolaan. Setelah pemotongan terakhir, tanah diantara barisan dicangkul dan
dilakukan pemupukan. Buatlah lubang tanam untuk tanaman baru pada perpotongan silang
rumput yang lama, untuk menjaga kesinambungan stok hijauan ternak. Setelah tanaman
baru tumbuh, sisa tanaman lama dibongkar hingga ke akar-akarnya. Komposisi Gizi Rumput
Gajah (bahan kering) :

Bagian yang dapat dicerna dari rumput gajah yaitu :

Bahan kering %

Protein kasar = 10.19

Serat Kasar = 34.15

Lemak = 1.64

Abu = 11.73

BETN = 42.29

Bahan kering %

Protein kasar = 5.92

Serat Kasar = 22.74

Lemak = 0.84

BETN = 25.6

PENANAMAN RUMPUT UNTUK TERNAK

Sistem Budidaya Sapi Potong Pada Ekoregional Padang Pengembalaan


Persiapan lahan
Lahan dibersihkan dari gulma, kemudian digaru dibiarkan selama satu minggu.

Persiapan bibit rumput

Bibit rumput didatangkan dari Sub Balitnak Sungai Putih Kecamatan Galang, Sumatera Utara.
Dipilahkan dalam 5 rumpun, kemudian untuk 1 lubang tanaman disiram dalam hal penyiapan
akar agar jangan kering.
Persiapan kebun bibit rumput kemudian tanah yang telah diolah dipagari dengan pagar duri
dengan tiang dari batang kuda-kuda.
Penanaman rumput rumput yang telah dipisahkan, kemudian ditanam dengan jarak tanam 40 x
60 cm/rumpun.
Pemupukan
Tanah yang telah diistirahatkan diberikan pupuk urea sebanyak 1100 kg/ha, selang beberapa
hari kemudian ditambah dengan pemberian pupuk kandang.
Penyiraman
Disiram setiap hari agar akarnya cepat tumbuh.

Penimbangan
Seluruh sapi ditimbang, diberikan obat cacing sesuai dengan anjuran dan diseleksi dengan
memilih sapi yang baik untuk digemukan dan perkawinan dengan ratio perbandingan 10 ekor
betina dengan 1 ekor jantan.
Pemeriksaan feses
Feses diperiksa di laboratorium

dengan tujuan agar terhindar dari lido parasit, kemudian sapi tersebut disemprot dengan Asumtol
guna pencegahan serangan berupa caplak.
Pengembalaan sapi
Seluruh sapi ditempatkan pada padang pengembalaan yang telah ditumbuhi rumput Brachiria
humicola.
Pengamatan
Setiap 1 bulan sekali sapi tersebut ditimbang dengan tujuan mengetahui pertumbuhan berat
badan, sedang sapi yang dipilih untuk tujuan perkawinan dideteksi dengan jalan pengambilan air
seni (urin), bila telah menunjukan tanda-tanda kebuntingan dilihat
dengan penampilan sapi tersebut, urine dicelupkan ke dalam planotest bila menunjukkan tandatanda kehamilan maka akan tergambar didalam planotest tersebut.

HIJAUAN PAKAN TERNAK: Rumput Gajah


Pennisetum purpureum Schumach.
Nama daerah: Elephant grass, napier grass (Inggris), Herbe dlphant, fausse canne sucre
(Prancis), Rumput Gajah (Indonesia, Malaysia), Buntot-pusa (Tagalog, Filipina), Handalawi
(Bokil), Lagoli (Bagobo), Ya-nepia (Thailand), Co dui voi (Vietnam), pasto elefante (Spanyol)

Asal-usul dan persebaran geografi: Berasal dari Afrika tropika, kemudian menyebar dan
diperkenalkan ke daerah daerah tropika di dunia, dan tumbuh alami di seluruh Asia Tenggara
yang bercurah hujan melebihi 1.000 mm dan tidak ada musim panas yang panjang.
Dikembangkan terus menerus dengan berbagai silangan sehingga menghasilkan banyak kultivar,
terutama di Amerika, Philippine dan India.
Rumput gajah merupakan keluarga rumput rumputan (graminae ) yang telah dikenal manfaatnya
sebagai pakan ternak pemamah biak (Ruminansia) yang alamiah di Asia Tenggara. Rumput ini
biasanya dipanen dengan cara membabat seluruh pohonnya lalu diberikan langsung (cut and
carry) sebagai pakan hijauan untuk kerbau dan sapi, atau dapat juga dijadikan persediaan pakan
melalui proses pengawetan pakan hijauan dengan cara silase dan hay. Selain itu rumput gajah
juga

bisa

dimanfaatkan

sebagai

mulsa

tanah

yang

baik.

Di Indonesia sendiri, rumput gajah merupakan tanaman hijauan utama pakan ternak. Penanaman
dan introduksi nya dianjurkan oleh banyak pihak.
Deskripsi dan Sifat Rumput Gajah
Nilai pakan rumput gajah dipengaruhi oleh perbandingan (rasio) jumlah daun terhadap batang
dan umurnya. Kandungan nitrogen dari hasil panen yang diadakan secara teratur berkisar antara
2-4% Protein Kasar (CP; Crude Protein) selalu diatas 7% untuk varietas Taiwan, semakin tua CP
semakin

menurun)

Pada daun muda nilai ketercernaan (TDN) diperkirakan mencapai 70%, tetapi angka ini menurun
cukup drastis pada usia tua hingga 55%. Batang-batangnya kurang begitu disukai ternak (karena
keras) kecuali yang masih muda dan mengandung cukup banyak air.

Rumput ini secara umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam, dan
tinggi dengan rimpang yang pendek. Tinggi batang dapat mencapai 2-4 meter (bahkan mencapai
6-7 meter), dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari 3 cm dan terdiri sampai 20 ruas /
buku. Tumbuh berbentuk rumpun dengan lebar rumpun hingga 1 meter. Pelepah daun gundul
hingga berbulu pendek; helai daun bergaris dengan dasar yang lebar, ujungnya runcing.

King-Grass 2 minggu setelah panen


Rumput gajah merupakan tumbuhan yang memerlukan hari dengan waktu siang yang pendek,
dengan fotoperiode kritis antara 13-12 jam. Namun kelangsungan hidup serbuk sari sangat
kurang sehingga menjadi penyebab utama dari penentuan biji yang lazimnya buruk. Disamping
itu, kecambahnya lemah dan lambat. Oleh karenanya rumput ini secara umum ditanam dan
diperbanyak secara vegetatif. Bila ditanam pada kondisi yang baik, bibit vegetatif tumbuh
dengan cepat dan dapat mencapai ketinggian sampai 2-3 meter dalam waktu 2 bulan.

Rumput gajah ditanam pada lingkungan hawa panas yang lembab, tetapi tahan terhadap musim
panas yang cukup tinggi dan dapat tumbuh dalam keadaan yang tidak seberapa dingin. Rumput
ini juga dapat tumbuh dan beradaptasi pada berbagai macam tanah meskipun hasilnya akan
berbeda. Akan tetapi rumput ini tidak tahan hidup di daerah hujan yang terus menerus. Secara
alamiah rumput ini dapat dijumpai terutama di sepanjang pinggiran hutan.
Perkembang biakan vegetatif dilakukan baik dengan cara membagi rumpun akar dan bonggol
maupun dengan stek batang (minimal 3 ruas, 2 ruas terbenam di tanah). Hal ini dapat dilakukan
dengan tangan atau dengan peralatan seperti yang dilakukan pada penanaman tebu. Jarak antar
barisan berkisar antara 50 200 cm. di daerah yang lebih kering jaraknya lebih lebar. Jarak
dalam barisan bervariasi mulai dari 50 100 cm. penanaman yang dicampur dengan tanaman
lain semisal ubi kayu dan pisang sering dilakukan di kebun rumah.
Untuk mendapatkan hasil dan ketahanan tinggi, rumput ini ditanam dengan pengairan yang
teratur dan pemupukan yang cukup. Pemupukan yang banyak diterapkan biasanya bila rumput
sering dipotong / dipanen.
Kandungan nutrien setiap ton bahan kering adalah N:10-30 kg; P:2-3 kg; K:30-50 kg; Ca:3-6 kg;
Mg dan S:2-3 kg. dengan hasil bahan kering tiap tahun 20-40 ton/Ha, karenanya banyak zat
diserap dari tanah. Jika tidak dipupuk hasilnya akan segera menurun drastis dan gulma akan
menyerang. Walaupun rumput gajah jarang ditanam dengan polong-polongan (legume), namun
tetap dapat dikombinasikan dengan baik.
Penyakit yang biasa menyerang yaitu kutu Helminthosporium sacchari. Tindakan yang paling
baik untuk mencegahnya adalah dengan menggunakan kultivar yang tahan penyakit tersebut.

Namun demikian secara umum kami tidak menemukan serangan hama pada rumput gajah yang
ditanam. Kebanyakan hanya merupakan serangan belalang dan ulat yang masih bisa di tolerir.
Rumput gajah dapat dipanen sepanjang tahun. Biasanya rumput ini diberikan dalam bentuk
segar, tetapi dapat juga diawetkan sebagai silase. Hasil bahan kering setiap tahun diharapkan
berkisar 2 10 ton/hektar untuk tanaman yang tidak dipupuk atau dengan pupuk yang sedikit,
tetapi yang menggunakan banyak pupuk N dan P hasilnya berkisar antara 6 40 ton/hektar.
Prospek rumput gajah cukup baik bila dilakukan pemupukan yang baik pula. Dengan memanen
pada pertumbuhan yang masih muda atau dengan menggunakan kultivar yang baik akan
mencapai nilai pakan yang tinggi. Keuntungan dari jenis ini adalah kemampuannya berproduksi,
dapat ditanam dalam jumlah besar atau kecil, dan dapat diusahakan secara mekanis atau juga
untuk

pertanian/peternakan

skala

kecil.

Hasil Pengamatan
Kami telah mencoba menanam rumput ini di berbagai tempat, baik di daerah pesisir pantai
selatan pada ketinggian berkisar 0 200 m dpl, maupun di home base Manglayang Farm pada
ketinggian 900 1100 m dpl. Dengan berbagai kondisi tanah / alam dan perlakuan yang berbeda.
Hasil

yang

didapat

pun

berbeda

beda

tentunya

Yang menarik, di Indonesia ternyata ada lebih dari 1 jenis rumput gajah, apa saja ?
Jenis Kultivar di Indonesia
Sekurangnya menurut pengetahuan kami berdasarkan obrolan dengan rekan di BIB Lembang,
ada empat kultivar yang ada di Indonesia. Rumput gajah semuanya merupakan introduksi dan
bukan jenis rumput lokal.

Kultivar rumput gajah tersebut adalah King Grass (P. purpureum cv. King Grass), Taiwan (P.
purpureum cv. Taiwan), Hawaii (P. purpureum cv. Hawaii) dan Africa (P. purpureum cv. Africa).
Namun karena memang bentuknya yang satu sama lain sangat mirip, agak sulit membedakannya
(setidaknya

bagi

mata

awam

seperti

kami).

Namun demikian ada sedikit panduan yang diberikan oleh rekan di BIB Lembang untuk
menentukan berbagai kultivar tersebut.
King: Batang dan daunnya paling raksasa (karena itulah dia disebut King Grass), daunnya
berbulu kasar dan akan terasa perih bila memanen rumput ini tanpa menggunakan baju tangan
panjang (percayalah, penulis sudah merasakannya). Batangnya keras. Produktivitas tinggi,
menurut pengamatan kami dapat mencapai 200 250 ton per hektar per tahun. Pada daun muda,
pangkal

daunnya

memiliki

bercak

bercak

berwarna

hijau

muda.

Pengamatan kami, produksi per rumpun di Cijayana bisa lebih dari 7 kilogram (basah) per panen.

Bercak hijau muda di sekitar pangkal daun King Grass.

Rumput Gajah King Grass di desa Cimahi, kec. Caringin, kab. Garut. Berumur sekitar 8 bulan
sejak hari tanam.
Taiwan: Cukup raksasa, dapat mencapai 4 -5 meter. Kultivar ini yang disenangi dan dianjurkan
oleh BIB Lembang untuk ditanam. Batangnya lunak, daun lebar berbulu lembut, tingkat nutrisi
cukup baik. Ciri ciri lain adalah pada batang muda pangkal batangnya bawah yang dekat ke
tanah berwarna kemerah merahan. Namun beberapa rekan peternak di Lembang kurang
menyukai kultivar ini karena lunaknya batang tersebut sehingga cenderung mudah roboh apabila
diterpa angin kencang. Produktivitas tinggi, bisa mencapai 300 ton / hektar per tahun dengan
kondisi pemupukan dan pemeliharaan optimal. Selain itu, Taiwan (juga King Grass)
membutuhkan air yang cukup banyak. Pengamatan kami, produksi per rumpun bisa lebih dari 7
kilogram (basah) per panen.

Batang berwarna kemerah merahan merupakan ciri kultivar Taiwan (Cijayana).


Africa: Batang kecil dan keras. Daun kecil. Tumbuh tunas tunas kecil pada ketiak batang.
Sehingga apabila terbiasa melihat King Grass atau Taiwan yang sehat, melihat Africa seperti
melihat rumput kerdil . Kultivar ini yang banyak ditanam di Manglayang Farm. Kenapa ?
Hipotesa kami adalah kultivar ini yang pertama kali masuk dan dikembangkan di daerah
Manglayang. Keunggulan dari Africa adalah kebutuhan airnya yang tidak terlalu banyak.
Sehingga pada musim kering pun masih dapat tumbuh dengan cukup baik. Produktivitas tidak
terlalu tinggi, menurut pengamatan kami hanya sekitar 1 -2 kilogram / rumpun (basah) per panen
(sekitar 100 ton per hektar per tahun).

Rumpun rumput gajah Africa yang sudah tua, perhatikan batangnya yang kecil.
Hawaii: Nah ini kultivar yang paling sulit membedakannya. Hawaii memiliki batang dan daun
yang lunak tapi tidak terlalu besar. Lebih mirip ke Taiwan hanya lebih kecil. Tidak heran, karena
kultivar ini merupakan induk dari kultivar Taiwan yang merupakan hibrid King Grass dengan
Hawaii.
Sedangkan menurut literatur yang ada di Internet, kultivar yang ada di dunia banyak sekali,
namun kultivar kultivar yang disebutkan di atas sulit sekali dicari referensinya, kecuali King
Grass dan Taiwan. Disebutkan disana King Grass merupakan hasil silangan antara P. purpureum
biasa dengan Pearl Millet (Pennisetum galucum).
Kultivar yang cukup menarik adalah tipe Dwarf (kerdil), yaitu Pennisetum purpureum cv. Mott.
Disebutkan bahwa kultivar ini memiliki karakteristik perbandingan rasio daun yang tinggi
dibandingkan batang. Berkualitas nutrisi tinggi pada berbagai tingkat usia dibandingkan jenis
rumput tropis lainnya. Tahan kekeringan, dan hanya bisa di propagasi melalui metoda vegetatif.

Menurut beberapa literatur, jenis ini sudah dibudidayakan di Indonesia, tapi sayangnya penulis
belum berhasil menemukan contoh bibit. Ada yang punya ?
Metoda Penanaman
Seperti telah disinggung diatas, penanaman rumput gajah dilakukan dengan metoda perbanyakan
vegetatif. Cara yang umum diterapkan adalah dengan stek batang dan memecah anakan. Cara
yang pertama memungkinkan perbanyakan dengan lebih cepat, namun agak sedikit lebih lambat
pertumbuhannya dibandingan dengan cara anakan atau pols. Cara penanaman yang biasa kami
lakukan adalah sebagai berikut:
1.

Pengolahan

Lahan

Proses penanaman rumput gajah dimulai pada dengan pengolahan lahan yaitu dengan melakukan
pembersihan lahan dari tanaman gulma, memisahkan bibit yang masih dapat digunakan untuk
kemudian dilakukan pembalikan tanah serta pembuatan ulang dan rekondisi galur tanam.
2.

Pupuk

Dasar

dan

Penanaman

Setelah melakukan pengolahan lahan, dilanjutkan dengan pemupukan dasar menggunakan pupuk
kandang (manure sapi) sekira 3 ton ( 1 ton/ha) dan dilanjutkan dengan mengguludkan lahan
tanam.
Kemudian dilakukan penanaman dengan metoda stek batang. Untuk satu rumpun ditanam
minimal 3 batang, yang masing masing batang terdiri sekurangnya dari 3 ruas. Kami
mengusahakan
3.

ruas

terbenam
Pemupukan

di

dalam

tanah.
Kedua

Pemupukan kedua dilakukan 2 minggu setelah tanam dengan menggunakan pupuk NPK

(16:16:16) dengan dosis 60 kg / hektar. Pemupukan kedua ini biasanya dibarengi dengan
penyaueran (menimbunkan tanah dan rumput liar untuk meninggikan guludan).
4.

Pemupukan

Lanjutan

Pemupukan kimia selanjutnya dilakukan pada musim hujan yang akan datang. Untuk selanjutnya
diharapkan pemupukan cukup dengan menggunakan pupuk kandang sebanyak 2 kali per tahun, 1
kali pada musim hujan, dan 1 kali pada musim kemarau.
5.

Pemeliharaan

Pemeliharaan pada tahun pertama dapat di rinci sebagai kegiatan pemupukan dan
penyiangan/pembersihan gulma seperti berikut (pada lahan 3.2 hektar):
Pemupukan
Pupuk Kandang 3 hari x 4 orang x 2 kali per tahun = 24 Hari Orang Kerja (HOK)
Pupuk Kimia 1 hari x 4 orang x 1 kali per tahun = 4 HOK
Penyiangan
3

hari

orang

kali

per

tahun

24

HOK

Sehingga total pemeliharaan pada tahun pertama adalah 52 HOK


Sedangkan pada tahun kedua dan selanjutnya karena diharapkan sudah tidak menggunakan
pupuk kimia maka yang dibutuhkan hanya 48 H.O
Pola Tanam
Pola tanam menggunakan berbagai metoda. Ada yang menggunakan metoda lorong polikultur
(alley cropping) dengan tanaman sela, ada juga yang menggunakan sistem monokultur / tunggal.

Pada pola lorong, rumput gajah ditanam dengan tanaman sela jagung (Zea mays), Sorghum
(Sorghum bicolor L. Moench) atau Kacang Tanah (Arachis hypogaea) menggunakan jarak dalam
barisan

50

cm

dan

jarak

antar

barisan

250

cm

(50

250

cm).

Penanaman rumput gajah dengan pola lorong (Alley Cropping)


Diproyeksikan jumlah baris dapat mencapai sekitar 100 baris, dimana setiap baris dapat
mencapai rata rata 259 rumpun, sehingga total dalam lahan tersebut mampu menampung rumpun
sebanyak

25.900

rumpun.

Namun kenyataan di lapangan setelah dilakukan penghitungan rumpun, efektif tertanam hanya
9.686 rumpun (37%) sehingga rata rata penyebaran rumpun per hektar nya hanya mencapai 2866
rumpun (total 121 baris x 80 rumpun) dengan total luasan efektif tertanam rumput gajah hanya
8.100 m2. Kondisi ini disebabkan luasan efektif yang dapat ditanami berkurang selain akibat
adanya tanaman sela, juga disebabkan berbagai kondisi lapangan yang kurang menguntungkan

dan tidak dapat ditanami, seperti adanya genangan/rawa, tanah berbatu, adanya embung dan bak
serta lahan yang sudah ditanami leguminosa jenis Gamal (Gliricidia sepium) dan tanaman lain.
Sedangkan pola tanam yang dianjurkan oleh BIB Lembang dilakukan dengan menggunakan pola
monokultur dan lebih rapat. Hal ini tentu berkaitan dengan treatment dan perawatan yang
optimal yang perlu diberikan. Jarak tanam dalam barisan berkisar 70-100cm dan jarak antar
barisan

70-100cm.

Pemanenan
Pada musim penghujan secara umum rumput gajah sudah dapat dipanen pada usia 40 45 hari.
Sedangkan pada musim kemarau berkisar 50 55 hari. Lebih dari waktu tersebut, kandungan
nutrisi semakin turun dan batang semakin keras sehingga bahan yang terbuang (tidak dimakan
oleh

ternak)

semakin

banyak.

Sedangkan mengenai panen pertama setelah tanam, menurut pengalaman kami dapat dilakukan
setelah rumput berumur minimal 60 hari. Apabila terlalu awal, tunas yang tumbuh kemudian
tidak sebaik yang di panen lebih dari usia 2 bulan.
Kesimpulan Sementara
Rumput gajah merupakan tanaman yang cukup baik untuk kebutuhan hijauan pakan ternak, baik
dilihat dari tingkat pertumbuhan, produktivitas hasil panen maupun nutrisi (terutama kandungan
serat)

yang

terkandung

di

dalamnya.

Lain daripada itu, selain sebagai hijauan segar, surplus produksi rumput gajah juga dapat
digunakan sebagai cadangan pakan dalam bentuk kering (hays) ataupun fermentasi dengan
metoda silase setelah terlebih dahulu di cacah.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah nilai investasi dan biaya operasional rumput gajah yang
tinggi.
Hal ini disebabkan biaya olah lahan, penanaman, pemupukan, perawatan dan pemanenan rumput
gajah yang cukup mahal tanpa dibarengi dengan nilai ekonomis dari rumput gajah.
Seperti diketahui, saat ini rumput gajah belum dianggap sebagai komoditi ekonomi yang biasa di
perjual belikan. Terutama pada musim hujan. Pada musim kemarau, di beberapa sentra sapi
(terutama sapi perah) rumput ini sudah mulai memiliki nilai ekonomis.
Tapi tetap akan berbeda dengan nilai ekonomis yang bisa diperoleh apabila lahan yang ada
ditanami dengan berbagai tanaman produktif baik musiman maupun tanaman keras.
Operasional akan semakin tinggi apabila lahan penanaman rumput terletak jauh dari kandang,
sehingga akan menaikkan upah dan ongkos angkut yang harus dibayarkan untuk pemeliharaan
dan panen.
Beberapa solusi (yang tidak semuanya dapat secara praktis dilakukan) adalah:
1. Penanaman rumput gajah harus dilakukan di areal yang dekat dan sekitar kandang sehingga
dapat dengan mudah terjangkau oleh anak kandang/peternak selain itu juga dapat dengan mudah
(dan murah) dilakukan pemupukan (dari pupuk kandang).
2. Meningkatkan produksi protein bagi kebutuhan ternak per luasan areal tanam. Seperti
diketahui, nutrisi terutama protein rumput gajah tidak terlalu bagus. Caranya bisa dengan
mengkombinasikan rumput gajah dengan tanaman leguminosae semak berprotein tinggi seperti
Lamtoro (Leucaena leucocephala), Kaliandra (Calliandra calothrysus) dan Gamal (Gliricidia
sepium). Atau dengan legum merambat seperti Kacang Sentro (Centrosema pubescens),

KembangTelang (Clitoria ternatea), dan Kacang Ruji (Pueraria phaseoloides). Selain sebagai
sumber fiksasi nitrogen dan penyubur tanah, juga sebagai pakan tambahan yang sangat berguna
bagi

ternak.

Gamal, tanaman kombinasi yang baik.


3. Meningkatkan nilai ekonomi lahan dengan melakukan penanaman rumput gajah dengan
metoda lorong pada tanah yang relatif datar dan metoda sengked pada tanah berkontur miring.

Tanaman sela harus yang memiliki nilai ekonomis tinggi, misalnya jenis tanaman semusim
seperti Jagung (Zea mays), Kacang Tanah (Arachis hypogaea), Sorghum (Sorghum bicolor,
Sorghum

vulgare).

Dapat juga digabung dengan tanaman keras seperti Sengon (Albizzia falcata), Suren (Toona
sureni) dan sebagainya yang disesuaikan dengan kapasitas dan karakter lahan.
4. Perlulah kiranya di pikirkan lebih lanjut mengenai metoda produksi rumput gajah, baik
penanaman, pemeliharaan dan pemanenan yang lebih efisien dan berdaya guna.
5. Kami juga sempat mencoba menggembalakan ternak langsung di kebun rumput gajah,
hipotesa awal kami, menggembalakan ternak langsung di lahan rumput gajah dapat mengurangi
tenaga

pemanenan

Hasilnya, kami tetap saja perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk melakukan pengendalian dan
pengawasan ternak, untuk menjaga agar rumput gajah tidak over-graze (dimakan secara
berlebihan) sehingga menganggu pertumbuhan. Dan terutama, rumput gajah tidak tahan injakan
dan kondisi over-grazing
Minggu, 02 Mei 2010
KING GRASS (RUMPUT RAJA)
Rumput raja adalah jenis rumput baru yang belum banyak dikenal, yang merupakan
hasil persilangan antara pennisetum purpereum (rumput gajah) dengan pennisetum
tydoides, rumput ini mudah ditanam, dapat tumbuh dari dataran rendah hingga
dataran tinggi, menyukai tanah subur dan curah hujan yang merata sepanjang
tahun. Produksi rumput ini jauh lebih tinggi dibandingkan rumput lainnya.

Pengolahan tanah

Pada prinsipnya pengolahan tanah sama seperti pengolahan rumput gajah atau
rerumputan
Tanah
Tanah

unggul
dibajak/dicangkul
dibersihkan

dari

lainnya
1-2

kali

sisa-sisa

yaitu:

kemudian
tanaman

diratakan
dan

gulma

Pembuatan parit/lubang tanaman

Bibit tanaman
Penanaman rumput gajah dapat dilakukan dengan stek maupun sobekan rumput
stek terlebih dahulu dipotong-potong sepanjang 25-30 cm atau paling sedikit terdiri
dari dua mata. Sedangkan bila menggunakan sobekan rumpun anak dipilih rumpun
muda yang tingginya 20-25 cm. Kebutuhan bibit per hektar dengan jarak tanam 1 x
1

adalah

sebanyak

10.000

stek

atau rumpun. Waktu tanam yang baik adalah pada awal sampai pertengahan
musim hujan, sehingga pada musim kemarau nanti akan tanaman sudah dalam dan
cukup kuat. Pada penanaman dengan stek harus diperhatikan. Mata tunas jangan
sampai terbalik karena akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Stek dapat
langsung ditancapkan setengahnya ke dalam tanah dengan tegak lurus atau miring
serta jarak tanam 1 x 1 m. Untuk penanaman dengan sobekan rumpun, terlebih
dahulu dibuat lobang sedalam 20 cm. Pada tanah miring tanah tidak perlu diolah,
cukup dibuat lubang-lubang menurut kontur tanahnya sedemikian rupa sehingga
sekaligus dapat berfungsi ganda sebagai penahan erosi. Jarak tanam dalam baris
untuk tanah miring dianjurkan 50 cm dan jarak antar baris adalah 1 meter.

Pemupukan

Pemupukan pertama dilakukan pada waktu pengolahan (perataan) tanah yaitu dengan
menggunakan 10 ton pupuk kandang/ha, 50 kg kcl dan 50 kg sp36/ha. Pemupukan selanjutnya
dilakukan setelah tiga kali pemotongan dengan dosis yang sama. Disamping pupuk-pupuk diatas,
urea jga diberikan pada waktu tanaman berumur 2 minggu dan setiap selesai potong dengan
dosis 50 kg/ha.
Pemeliharaan dan waktu potong
Tanaman rumput raja memerlukan pemeliharaan yang teratur untuk memperoleh
hasil

ayng

tinggi

dan

pertumbuhan

yang

cepat.

Untuk itu perlu dilakukan penyiangan terhadap gulma agar tidak terjadi persaingan.
Pada waktu penyiangan perlu diadakan penggemburan tanha dan pembumbunan
disekitar rumpun tanaman. Pemotongan pertama dapat dilakukan pada umur
tanaman 2-3 bulan sebagai potong paksa. Hal ini bertujuan untuk menyamakan
pertumbuhan

dan

merangsang

pertumbuhan

jumlah

anakan.

Pemotongan

berikutnya dilakukan sekali setiap 6 minggu, kecuali pada waktu musim kemarah
waktu

potong

sebaiknya

diperpanjang.

Tinggi

pemotongan

10-15

cm

dari

permukaan tanah. Hindari pemotongan yang terlalu tinggi karena akan banyak sisa
batang yang mengayu (keras). Dmeikian juga jangan dipotong terlalu pendek,
karena akan mengurangi mata atau tunas muda yang tumbuh.

Produksi hijauan
Produksi hijauan rumput raja dibandingkan dengan rumput gajah cv, hawaii dan cv
afrika dengan interval potong 6 minggu terlihat dalam tabel dibawah ini:
Jenis rumput produksi Prosentase perbandinganbatang dan daun Hijauan segar
(ton/ha/thn)

Bahan

kering

(ton/ha/thn)
Hijauan

segar

Rumput

raja

Bahan

1076

kering

110

48:52

32:68

r.

gajah

cv-hawaii

525

63

59:41

64:36

r.

gajah

cv-afrika

376

40

44:56

44:56

Dari tabel disamping terlihat bahwa produksi rumput raja adalah dua kali lebih
tinggi

dari

rumput

gajah

cv-hawaii,

sedangkan

dengan rumput gajah cv-afrika (berbunga) adalah tiga kali lebih tinggi. Dari
persentase

berat

daun

juga

lebih

besar,

jadi

lebih

menguntungkan.
Kualitas/mutu

hijauan

Mutu hijauahn rumput raja dibandingkan dengan gajah cv-hawaii dan gajah cvafrika

dengan

interval

potong

pada

minggu

tertera

tabel

Kandungan

berikut:

zat

makanan

(%)

Jenis

rumput

Protein
Rumput

kasar
raja

lemak
13.5

NDF

3.5

abu

59.7

18.6

ca
0.37

P
0.35

r.

gajah

cv-hawaii

12.3

2.4

64.2

10.1

0.24

0.39

r.

gajah

cv-afrika

13.5

3.4

64.2

15.8

0.31

0.37

Dari tabel tersebut diatas, pada umumnya mutu hijauan rumput raja lebih baik dari
pada rumput lainnya. Yang hampir menyerupai adalah rumput gajah cv afrika,
tetapi produksi hijauan tiga kali lebih rendah dari rumput king grass.

Daya tampung

Kebutuhan ternak sapi akan hujauan segar menurut perkiraan aksar yaitu 10% dari
berat badan per hari per ekor. Apabila berat seekor sapi perah 600 kg, maka
kebutuhan hijauan per hari adalah 60 kg, jadi kebutuhan akan hijauan per tahun
365 x 80 kg = 21,9 ton. Berdasarkan perhitungan tersebut berarti rumput raja
dapat menampung 49 ekor sapi perah / ha / tahun secara potong angkut.
(Sumber:serdangbedagaikab)

Rumput Gajah Primadona Bagi Ternak


Posted on 23 September 2010

Untuk mendukung ketersediaan hijauan pakan ternak perlu dipersiapkan lahan rumput sebagai
sumber hijauan. Jenis-jenis rumput yang dapat dibudidayakan ada bermacam-macam. Saat ini
yang paling banyak dipilih adalah jenis rumput gajah (Pennisetum purpurium) dengan berbagai
macaam varietasnya. Rumput yang dipilih tentu saja merupakan jenis rumput yang tinggi
produksinya.

Rumput gajah mempunyai kelebihan antara lain produksi tinggi, dapat mencapai 250
ton/ha/thn dengan kadar protein cukup tinggi, lebih tahan kering dan disukai oleh ternak.
Rumput gajah mempunyai banyak varietas antara lain varietas Afrika, Hawai, Capricorn,
Raja/King Grass, Lampung, Taiwan, dan lain sebagainya.
Dalam budidaya rumput gajah ini, yang perlu dipersiapkan tahapan-tahapannya adalah
sebagai berikut :
1. Persiapan Lahan
Tanaman pakan ternak menghendaki tanah yang gembur dan subur. Tanah yang miskin hara
sebaiknya dipupuk terlebih dahulu dengan pupuk kandang. Waktu pengolahan/persiapan lahan
sebaiknya pada akhir musim kemarau menjelang musim penghujan.
2. Pengolahan Tanah
Pada tahapan ini yang dilakukan adalah melakukan pembersihan, pembajakan dan penggaruan
untuk menggemburkan tanah. Pembersihan dilakukan terhadap pohon-pohonan semak belukar
dan alang-alang. Untuk pohon dapat disisakan pada lajur tertentu sebagai peneduh dan penahan
kelembaban.
3. Penanaman
Penanaman bibit rumput gajah dapat melalui biji, sobekan rumpun (pols) batang atau stek.
Penanaman yang lebih mudah melalui sobekan rumpun dan stek. Pada penggunaan sobekan
rumpun dapat diambil 3 4 akar rumpun yang ukurannya tidak terlalu kecil. Jarak tanam yang
ideal adalah 30 X 50 cm. Apabila batang/stek yang digunakan maka harus dipilih umur batang
yang cukup tua (sekitar 2 bulan) dengan jumlah mata ruas 2- 3 buah. Jarak tanam yang
dianjurkan adalah 30 x 30 cm dengan posisi batang ditancapkan miring 30 untuk mempermudah
pertumbuhan akar. Pemupukan dapat dilakukan pada saat umur rumput 2 3 minggu

menggunakan pupuk Urea dan KCl. Pemupukan berikutnya terus diulang pada umur yang sama
setiap kali selesai panen. Dosis pupuk urea yang disarankan adalah 500 kg/ha.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan berkala dapat dilakukan dengan penyulaman dan penyiangan atau merapikan
rumpun yang tumbuh subur di luar jalur tanam. Pengairan dapat dilakukan sebelum pemupukan
pada saat kondisi lahan terlalu kering.
5. Pemanenan/pemotongan
Rumput gajah dapat dipanen pada umur 40 hari atau sebelum rumput berbunga. Umumnya pada
umur lebih dari 50 hari, rumput akan mulai berbunga dan mengeras batangnya, hal ini harus
dihindari karena dapat menurunkan nilai gizi dari rumput yang aan dikonsumsi ternak.
Pemotongan dilakukan pada ruas batang terbawah dengan menyisakan batang sepanjang 5-10
cm.
6. Menghitung Kebutuhan Lahan Rumput
Yang perlu dipersiapkan sebelum memulai memelihara ternak adalah ketersediaan rumput yang
dapat memenuhi kebutuhan selama dipelihara. Sebagai contoh :
* Jika jumlah sapi yang dipelihara 10 ekor, maka bobot badan rata-rata 500 kg.
* Kebutuhan rumput per ekor = 10% X 500 kg = 50 kg.
* Kebutuhan rumput/hari = 50 kg X 10 ekor = 500 kg.
* Umur potong rumput 40 hari, kebutuhan selama 40 hari untuk 10 ekor sapi = 40 X 500 kg =
20.000 kg.
* 1 Ha lahan dapat menghasilkan minimal 60.000 kg rumput sekali panen.
* Jadi lahan yang dibutuhkan = 1 Ha / 60.000 kg X 20.000 kg = 0,33 Ha.
7. Komponen Produksi Rumput

a. Lahan (sewa, beli)


b. Bibit (1 ton/Ha 4 pick up)
c. Pengolahan lahan + tanam
d. Pemupukan (500 kh urea/Ha/Panen)
e. Irigasi (1 X saat kemarau)
f. Pemotongan
g. Transportasi
Contoh perhitungan biaya produksi rumput adalah sebagai berikut :
Biaya produksi rumput :
* Sewa lahan 1 Ha/tahun
* Bibit 500 kg
* Pengolahan tanah tanam

= Rp. 15.000.000,= Rp.

500.000,-

= Rp. 1.000.000,-

* Pupuk 6 X 500 kg X Rp. 2.000,- = Rp. 6.000.000,* Irigasi 6 X Rp. 100.000


Jumlah

= Rp.

600.000,-

= Rp. 23.100.000,-

Produksi/Ha/tahun 350 ton


Jadi Harga / kg rumput = Rp. 23.100.000,- / Rp. 350.000,- = Rp. 66,- (artinya lebih murah).
Semoga dengan penjelasan diatas dapat bermanfaat terutama bagi pemula atau peternak yang
tertarik dengan usaha peternakan khususnya sapi potong/sapi perah

BUDIDAYA RUMPUT RAJA ( KING GRASS )

Penyediaan pakan hijauan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam usaha peternakan ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau dan domba). Adapun macam pakan hijauan
unggul yang ada diantaranya ter-diri dari bangsa rerumputan unggul dan kacang-kacangan
(legume). Dintara bangsa rerumputan yang paling tinggi produksinya adalah rumput Raja
Pemilihan Lokasi

Sumber air. Suplai air diperlukan bagi daerah yang sering mengalami kemarau
panjang atau apabil akan digunakan sistem penyebaran pupuk secara otomatis
melalui saluran pem-buangan.

Kesuburan Tanah. Perlu diketahui keadaan tanah untuk diperhitungkan unsurunsur hara, apa dan berapa banyak yang perlu ditam-bahkan. Tanah dengan pH
diatas 7 sebagai tanah alkalis (basa).

Untuk menaikan pH tanah dapat ditam-bahkan kapur, sedangkan untuk menurunkna pH tanah dapat digunakan pupuk yang mengandung sulfur (ZA).

Topografi. Rumput ini mudah ditanam dan dapat tumbuh dari dataran rendah
sanpai dataran tinggi. Topografi ini penting dalam perencanaan peggunaan alat
mekanisasi dan sistem penanaman rumput. Penggunaan traktor pada kemiringan
tanah sampai 18

sudah tidak efektif lagi. Disamping itu semakin tinggi derajat

kemiringan tanah semakin rendah efisiensi penggunaan pupuk dan membu-tuhkan


upaya keras untuk mempertahankan kelestarian kesuburan tanah.

2. Pentahapan Kerja

Pemilihan Bibit. Penggunaan bibit yang baik berarti efisiensi waktu, tenaga dan
biaya serta jaminan memperoleh pertum-buhan yang baik, apabila faktor-faktor
lain tidak menghambat. Stek diperoleh dari potongan batang yang cukup umur
dan sehat, minimum terdiri dari 2 mata dan atau panjang 30 cm. Dapat lebih tahan
lama disimpan ditempat yang sejuk.

Waktu Pengolahan Tanah dan Penanaman. Pertumbuhan awal sangat peka


terhadap pengaruh luar, terutama keadaan air dan suhu. Pada tanah tanpa irigasi
pengolahan tanah dilakukan pada musim hujan. Namun jarak yang terlam-pau
lama antara akhir pengolahan dan penanaman dapat menyebabkan tanah tersebut
memadat kembali.

Pengolahan Tanah dan Penanaman. Pengo-lahan tanah bertujuan untuk


mempersiapkan media tumbuh yang opti-mum bagi suatu tanaman. Adapun
urutannya sebagai berikut :

Pembersihan lahan. Membersihkan lahan terhadap pohon, semak belukar


atau tanaman lainnya.

Pencangkulan/pembajakan. Bertujuan me-mecah lapisan tanah menjadi


bongkahan untuk mempermudah peng-gemburan selan-jutnya. Dengan
mem-balik lapisan tanah tersebut dan mem-biarkan beberapa saat,
diharapkan mineralisasi bahan organik berlang-sung lebih cepat karena

aktifitas micro organisme dipergiat, sehingga tanah menjadi masak.


Diusahakan kedala-man pencangkulan 40 cm.

Penggemburan/penggaruan. Tujuan untuk menghancurkan bongkahan


besar menjadi struktur yang lemah dan sekaligus membebaskan tanah dari
sisa perakaran tumbuh-tumbuhan liar. Ber-samaan dengan peng-gemburan
perlu dilakukan pemupukan dasar (N, P dan K) dengan kebutuhan per
hektar 80 kg TSP, 60 kg KCl dan 110 kg urea. Pada tanah yang miring,
peng-gemburan dilakukan menurut kontur (contour) tanahnya, hal ini
untuk mem-perkecil kemungkinan erosi. Setelah itu dibiar-kan dahulu
tanah tersebut 7 hari.

Penanaman. Pada daerah tanpa irigasi, penanaman dapat dilakukan


setelah hujan pertama. Namun apabila masa istirahat selesai dan tanah
sudah basah karena air, tanamkan bibit rumput Raja. Kalau menggunakan
stek, pena-namannya dengan cara memasukkan bagian dari panjang
stek dengan kemiringan 30 0 atau dapat juga ditanam seperti tanaman
tebu, yaitu stek dimasukkan kedalam tanah secara terlentang. Sedangkan
jika bibitnya memakai pols (sobekan akar), mena-namnya seperti
menanam padi, dengan kebutuhan setiap lubang 2 stek. Tujuh hari setelah
penanaman, alirkan air secukupnya ke lahan tanaman tersebut dan lakukan
penyulaman apabila terda-pat stek atau pols yang mati.

Kebutuhan Bibit Rumput. Dianjurkan menggu-nakan jarak tanam 60 x 100 cm,


sehingga perkiraan kebutuhan bibit rum-put dalam hampar tanah seluas 1 hektar
sebanyak :

10.000
---------- x 2 stek = 33,332 stek/hektar
0,60

Apabila rata-rata 1 kg bibit rumput = 15 stek, maka perkiraan kebutuhan bibit rumput
untuk 1 ha = 2.222 kg.

Perawatan Rumput Raja. Perawatan dapat dilakukan dengan pendagiran dan


pemupukan 3 - 4 kali per tahunnya atau pendagiran dilakukan setiap kali
pemang-kasan dan atau tergantung dari kondisi daerah masing-masing. Adapun
penda-giran rumput ini dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu : dengan cara
membersihkan tanamanan liar, baru kemudian penggem-buran tanah disekitarnya
atau langsung dilaksanakan penggemburan tanah dengan cara pencangkulan
disekitar rumpun rumput dengan membalikkan tanah tersebut.

Pengairan Rumput. Pengairan dilakukan 7 hari setelah dilaksanakannya


pemupukan. Dalam pelaksanaan ini harus diperhatikan jangan sampai kedapatan
air yang menggenang sebab dapat menye-babkan kerusakan tanaman dan bahkan
kematian tanaman.

Pemotongan (defoliasi) Rumput. Rotasi pemangkasan rumput Raja dapat dilakukan pada umur 45 55 hari, namun disarankan pada umur 55 hari.

Peremajaan Rumput. Peremajaan rumput dapat dilakukan setelah tanaman


tersebut mencapai umur 3 4 tahun atau setinggi-tingginya 4,5 tahun. Hal ini
tergantung situasi dan konsidi daerahnya. Sedangkan pelaksa-naannya dapat
dilakukan secar bertahap, yaitu diantara rumpun lama ditanam stek atau pols baru,
setelah tanaman tresebut mulai tumbuh dengan baik, maka rumpun lama
dibongkar. Begitu seterusnya sehingga kebutuhan runput potongan tetap tersedia

Pengenalan Jenis Tanaman Pakan

PENDAHULUAN
Identifikasi genus atau species hijauan pakan menjadi semakin penting untuk dilakukan
mengingat semakin pentingnya arti hijauan pakan bagi kebutuhan ternak khususnya ruminansia.
Identifikasi hijauan pakan khususnya rumput dapat dilakukan berdasarkan tanda-tanda atau
karakteristik vegetatif.
Hijauan pakan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yakni jenis rumput-rumputan dan
jenis daun-daunan. Hijauan pakan rumput-rumputan dapat berupa rumput lapangan atau rumput
unggul. Hijauan pakan daun-daunan yang gizinya paling baik adalah daun leguminosa. Jenis

leguminosa umumnya memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan
rumput-rumputan.
Tujuan diadakannya praktikum pengenalan jenis hijauan pakan diantaranya adalah agar
mahasiswa mampu mengenali dan memahami tentang karakteristik jenis-jenis penting rumput
dan legum, serta mahasiswa mampu mengenali ciri khas masing-masing jenis hijauan pakan.
Manfaat diadakannya praktikum ilmu tanaman pakan, khususnya pada materi pengenalan jenis
hijauan pakan adalah dapat mengenali dan memahami tentang karakteristik jenis-jenis penting
rumput dan legum, serta mampu mengenali ciri khas masing-masing jenis hijauan pakan.
2.1. Rumput (Gramineae)
Rumput merupakan hijauan pakan yang memiliki ciri perakaran serabut, bentuk dan dasar
sederhana, perakaraan silindris, menyatu dengan batang, lembar daun terbentuk pada pelepah
yang muncul pada buku-buku (nodus) dan melingkari batang (Soedomo, 1985). Akar utama
rumput terbentuk sesudah perkecambahan dan selama pertumbuhan tanaman muda (seedling).
Akar sekunder berbentuk padat di bawah permukaan tanah dekat dengan batang dasar
(Reksohadiprodjo, 1985).
Rumput dibedakan menjadi dua golongan yaitu rumput potong dan rumput gembala
(Soegiri et. al, 1982). Syarat rumput potong adalah produksi per satuan luas cukup tinggi,
tumbuh tinggi secara vertikal, banyak anakan dan responsif terhadap pemupukan, contohnya
adalah Pennisetum purpureum, Panicum maximum, Euchlaena mexicana, Setaria sphacelata,
Panicum coloratum, Sudan grass. Syarat rumput gembala adalah pendek atau menjalar (stolon),
tahan renggut dan injak, perakarannya kuat dan dalam, serta tahan kekeringan. Contohnya adalah

Brachiaria brizantha, Brachiaria ruziziensis, Brachiaria mutica, Paspalum dilatatum, Digitaria


decumbens, Chloris gayana (Susetyo, 1985).
2.1.1 Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
Rumput gajah berasal dari Afrika daerah tropik, perennial, dapat tumbuh setinggi 3 sampai 4,5
m, bila dibiarkan tumbuh bebas, dapat setinggi 7 m, akar dapat sedalam 4,5 m. Berkembang
dengan rhizoma yang dapat sepanjang 1 m. Panjang daun 16 sampai 90 cm dan lebar 8 sampai
35 mm (Sutopo, 1988). Rumput gajah mempunyai perakaran dalam dan menyebar sehingga
mampu menahan erosi serta dapat juga berfungsi untuk menutup permukaan tanah (Soegiri et. al,
1982).
Rumput gajah adalah tanaman tahunan, tumbuh tegak, mempunyai perakaran dalam dan
berkembang dengan rhizoma untuk membentuk rumpun (Soedomo, 1985). Adaptasi rumput ini
toleran terhadap berbagai jenis tanah, tidak tahan genangan, tetapi responsif terhadap irigasi,
suka tanah lempung yang subur, tumbuh dari dataran rendah sampai pegunungan, tahan terhadap
lindungan sedang dan berada pada curah hujan cukup, sekitar 1000 mm/tahun atau lebih. Kultur
teknis rumput ini adalah bahan tanam berupa pols dan stek, interval pemotongan 40 60 hari,
responsif terhadap pupuk nitrogen, campuran dengan legum seperti Centro dan Kudzu,
produksinya 100 200 ton/ha/th (segar), 15 ton/ha/th (BK), renovasi 4 8 tahun
(Reksohadiprodjo, 1985). Rumput Gajah toleran terhadap berbagai jenis tanah, tidak tahan
genangan, tetapi respon terhadap irigasi, suka tanah lempung yang subur, tumbuh dari dataran
rendah sampai pegunungan, tahan terhadap lingkungan sedang dengan curah hujan cukup, 1000
mm/th atau lebih (Susetyo, 1985).
2.1.2. Rumput Raja (Pennisetum purpupoides)

Rumput raja pertama kali dihasilkan di Afrika Selatan, termasuk dalam famili Graminae, sub
famili Poanicoidea dan tribus Paniceae. Rumput raja termasuk tanaman perennial, beradaptasi
dengan baik di daerah tropis, tanah tidak terlalu lembab dengan drainase yang baik (Widjajanto,
1992). Rumput raja tumbuh tegak membentuk rumpun, tumbuh dengan baik di dataran rendah
sampai tinggi dengan curah hujan sekitar 1000 1500 mm/th, tidak tahan naungan dan genangan
air, hidup pada tanah dengan pH sekitar 5. Tanaman ini tidak dapat diperbanyak dengan
menggunakan stek dengan panjang sekitar 25 30 cm atau 2 ruas (Reksohadiprodjo, 1985).
Rumput Raja mempunyai ciri-ciri antara lain: tumbuh berumpun rumpun, batang tebal, keras,
helaian daun panjang dan ada bulu serta permukaan daunnya luas. Produksi rumput Raja segar
dapat mencapai 40 ton /hektar sekali panen atau antara 200 250 ton/hektar/tahun (Rukmana,
2005). Tanaman rumput raja dapat dikombinasikan dengan tanaman legum agar karakternya
lebih meningkat. Rumput raja berfungsi mencegah kerusakan tanah akibat erosi yang melanda
permukaan tanah akibat sapuan air pada musim penghujan (Syarief, 1986). Bahan tanaman
rumput raja ada dua macam yaitu dengan stek dan robekan rumpun yang dapat tumbuh pada
tempat sampai ketinggian 1500 meter dari permukaan air laut (Sukamto, 2006).
2.1.3. Rumput Setaria (Setaria sphacelata)
Rumput setaria dikenal dengan sebutan rumput Goden Timothy atau Setaria sphacelata, berasal
dari Afrika tropik dan memilki siklus hidup parenial. Rumput setaria merupakan tanaman yang
dapat membentuk rumpun yang lebat, kuat, dengan atau tanpa stolon dan rhizoma
(Reksohadiprodjo, 1985). Rumput Setaria daunnya lebar dan agak berbulu pada permukaan
atasnya. Pangkal batangnya berwarna cokelat keemasan. Setaria sphacelata biasanya
dikembangbiakkan dengan pols (Soegiri et. al, 1982). Rumput ini ketika dewasa dapat mencapai

ketingian 180 cm, tahan kering dan genangan, hidup pada ketinggian 1000 kaki, dan pada curah
hujan

25

inchi

pertahunnya

(Reksohadiprodjo,

1985).

Rumput setaria yang dipotong pada umur 43 56 hari mempunyai kandungan bahan kering,
lemak kasar, serat kasar, BETN, protein kasar, dan abu masing-masing sebesar 20,0%; 2,5%;
31,7%; 45,2%; 9,5%; dan 2,2 %. Pada kondisi optimum, Setaria memiliki kandungan protein
kasar lebih dari 18 % dan serat kasar 25 % (Soedomo, 1985). Rumput setaria tumbuh baik pada
curah hujan 750 mm/th atau lebih, toleran terhadap berbagai jenis tanah tetapi lebih suka pada
tanah tekstur sedang, tahan genangan dan kering apabila lapisan olah dalam. Kultur teknisnya
adalah bahan tanam berbentuk pols, biji (2 5 kg/ha), jarak tanam 70 x 90 cm, responsif
terhadap pupuk nitrogen, pemotongan 35 40 hari (musim hujan) dan 60 hari (musim kemarau)
(Reksohadiprodjo, 1985).
2.1.4. Rumput Benggala (Panicum maximum)
Panicum maximum atau rumput Benggala atau disebut juga Guinea grass berasal dari Afrika
tropik dan sub tropik. Rumput jenis ini dapat berfungsi sebagai penutup tanah, penggembalaan,
ataupun diolah dalam bentuk hay dan silase (Reksohadiprodjo, 1985). Ciri tanaman ini adalah
tumbuh tegak membentuk rumpun, tinggi dapat mencapai 1 1,8 m, daun lebih halus daripada
rumput gajah, buku dan lidah daun berbuku, banyak membentuk anakan, bunga tersusun dalam
malai dan berwarna hijau atau kekuningan, serta akar serabut dalam (Setyati,1980).
Sifat hidup dari Panicum maximum adalah perennial, tumbuh baik pada daerah dataran rendah
sampai 1959 dari permukaan laut, curah hujan yang sesuai untuk rumput jenis ini adalah 1000
2000 mm/thn, rumput jenis ini tahan kering tetapi tumbuh baik jika cukup air walaupun tidak
tahan genangan (Setyati, 1980). Panicum maximum juga tahan naungan, responsif terhadap

pupuk nitrogen, dan juga tahan penggembalaan sehingga dapat dijadikan rumput potong ataupun
pastura

(Reksohadiprodjo,

1985).

Pengelolaan tanaman ini dapat dilakukan dengan budidaya total, untuk perbanyakan tanaman ini
dapat menggunakan biji 4 12 kg/ha atau dengan menggunakan sobekan rumput, jarak tanam
yang sesuai adalah 60 x 60 cm (Soegiri et. al, 1982). Panicum maximum dapat ditanam bersama
leguminosa Centrosema dengan perbandingan 4 6 kg Panicum per ha dan 2 3 kg Centro per
ha

atau

dalam

baris-baris

berseling

(Reksohadiprodjo

,1985).

Pemotongan dapat dilakukan 40 60 hari sekali atau dengan kata lain pemotongan pertama
dapat dilakukan 2 3 bulan. Pembongkaran kembali dapat dilakukan setelah 5 7 tahun
(Widjajanto,1992). Panicum maximum mampu menghasilkan produksi biji 75 300 kg/ha dan
menghasilkan produksi hijauan sebanyak 100 150 ton bahan kering per ha per tahun
(Reksohadiprodjo,

1985).

2.2.

Legum

(Leguminoceae)

Legum termasuk dicotyledoneus dimana embrio mengandung dua daun biji cotyledone
(Susetyo,1985). Famili legume dibagi menjadi tiga group sub famili yaitu mimosaceae, tanaman
kayu dan herba dengan bunga reguler. Tanaman kayu dan herba dengan ciri khas bunga
berbentuk kupu-kupu, kebanyakan tanaman pakan ekonomi penting termasuk dalam group
papilionaceae. Legume yang ada mempunyai siklus hidup secara annual, binial atau perennial
(Soegiri et. al, 1982).
2.2.1. Sentro (Centrosema pubescens)

Centrosema pubescens berasal dari Amerika selatan tropis dan memiliki fungsi sebagai tanaman
penutup tanah, tanaman sela, dan pencegah erosi. Legum Centrosema pubescens termasuk sub
familia Papiloniceae dari famili Leguminoceae (Soedomo, 1985). Batang Centro panjang dan
sering berakar pada bukunya, tiap tangkai berdaun tiga lembar, berbentuk elips dengan ujung
tajam dan bulu halus pada kedua permukaannya. Bunga berbentuk tandan berwarna ungu muda
bertipe kacang ercis dan kapri. Polong berwarna coklat gelap, panjang 12 cm, sempit dengan
ujung tajam terdiri dari 20 biji (Widjajanto, 1992). Centrosema pubescens tumbuh dengan
membelit pada tanaman lain atau menjalar di pagar dan juga menjalar bersamasama dengan
rumput menutupi permukaan tanah. Batang panjang, sering berakar pada bukunya, daun dengan
tiga anak daun yang berbentuk telur dengan ujung tajam, berambut, panjangnya 5 12 cm dan
lebar

10

cm

(Susetyo,

1985).

2.2.2. Kalopo (Calopogonium mucunoides)


Calopogonium muconoides berasal dari Amerika Selatan Tropik bersifat perennial, merambat
membelit dan hidup di daerah daerah yang tinggi kelembabannya (Reksohadiprodjo, 1985).
Pertumbuhan kalopo menjalar, merambat, tidak tahan terhadap penggembalaan, tidak tahan
naungan yang lebat akan tetapi dapat tumbuh dengan baik didaerah yang lembab (Sukamto,
2006).
Kalopo memiliki batang lunak ditumbuhi bulu-bulu panjang berwarna cokelat dan daunnya
ditutupi oleh bulu halus berwarna cokelat keemasan, sehingga kurang disukai oleh ternak
(Soegiri et. al ,1982). Kalopo biasa dikembangbiakkan dengan dengan biji dan mampu tumbuh
baik pada tanah sedang sampai berat pada ketinggian 200 1000 m diatas permukan laut dan
membutuhkan curah hujan tahunan sebesar 1270 mm (Reksohadiprodjo, 1985).

2.2.3. Gamal (Gliricidia sepium)


Gamal adalah sejenis legum yang mempunyai ciri-ciri tanaman berbentuk pohon, warna batang
putih kecoklatan, perakaran kuat dan dalam (Syarief, 1986). Gamal merupakan leguminosa
berumur panjang, tanaman ini dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan dengan temperatur
suhu antara 20 30 oC dengan ketinggian tempat antara 750 1200 m. Tanaman ini mampu
hidup di daerah kering dengan curah hujan 750 mm/thn dan tahan terhadap genangan.
Perkembangan tanaman ini dengan stek, dengan banyak cabang dan responsif terhadap pupuk N
(Soedomo,

1985).

Penanaman gamal yang harus diperhatikan yaitu jarak tanaman dibuat 2 2,5 m antar baris.
Tanaman gamal tinggi menjulang dengan batang lurus panjang. Kulit batangnya mudah sekali
lecet atau terkelupas. Bunga gamal tersusun dalam rangkaian dengan warna merah muda
keputihan. (Reksohadiprodjo, 1985). Komposisi nutrisi daun gamal terdiri atas bahan kering
23%; protein kasar 25,2%; lemak 4,9%; BETN 55,5% (Rukmana, 2005).
2.2.4. Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Leucaena leucocephala atau lamtoro merupakan leguminosa yang berasal dari Amerika tengah,
Amerika selatan dan Kepulauan Pasifik. Tanaman ini tumbuh tegak, berupa pohon dan tidak
berduri (Sutopo, 1988). Lamtoro dapat tumbuh pada daerah dataran rendah sampai dengan 500
m di atas permukaan air laut dengan curah hujan lebih dari 760 mm/th (Soedomo, 1985).
Lamtoro dapat tumbuh baik pada tanah dengan tekstur berat dengan drainase yang baik dan
sangat

responsif

terhadap

Ca

dan

pada

tanah

masam

(Susetyo,

1985).

Bahan tanam dari lamtoro adalah berupa biji dan stek. Lamtoro dapat dipotong pertama kali
setelah mencapai tinggi 0,6 0,9 m yaitu sekitar umur 4 6 bulan, dengan interval pemotongan

2 3 bulan (Soegiri et. al, 1982). Tanaman lamtoro dapat di tanam bersama dengan rumput
Guinea. Daun muda lamtoro terdapat racun mimosin (Sutopo, 1988). Lamtoro berakar dalam,
mempunyai ketinggian antara 6,5 sampai 33 ft. Daun daunnya berkurang, berbunga dengan
bentuk bola berwarna putih kekuning-kuningan atau merah muda. Lamtoro dapat ditanam untuk
makanan ternak, pemotongan pertama dapat dilakukan 6 9 bulan sesudah penyebaran bijinya,
pemotongan dilakukan sampai sisa tanaman adalah 2 sampai 4 inchi dari atas tanah dan
kemudian pemotongan berikutnya dapat dilakukan tiap 45 bulan sekali. Petai cina atau lamtoro
ini dapat ditanam sebagai tanaman annual dan perennial (Reksohadiprodjo, 1985).
2.2.5. Puero (Pueraria phaseoloides)
Puero (Pueraria phaseoloides) memiliki kultur teknis dikembangbiakkan dengan biji (Susilo,
1991). Puero termasuk tanaman jenis legum berumur panjang, yang berasal dari daerah
subtropis, tetapi bisa hidup di daerah tropik dengan kelembaban yang tinggi. Tanaman ini
tumbuh menjalar dan memanjat (membelit), bisa membentuk hamparan setinggi 6075 cm
(Sutopo, 1985). Puero berasal dari India Timur, siklus hidupnya perenial. Ciri-cirinya tumbuh
merambat, membelit dan memanjat. Sifat perakarannya dalam, daun muda tertutup bulu
berwarna coklat, daunnya berwarna hijau tua dan bunganya berwarna ungu kebiruan (Soegiri et
al., 1982).
2.2.6.

Orok-orok

(Crotalaria

juncea)

Crotalaria juncea L, meruapakan species yang tinggi nilainya, karena bermanfaat sebagai pupuk
hijau, pakan ternak, dan produksi serat yang mempunyai peranan penting untuk dipakai sebagai
bahan untuk industri kertas (Bang, 1990). Ciri-ciri tanaman ini adalah batangnya tumbuh tegak
lurus, berbentuk bulat dan sedikit di atas permukaan tanah melebar. Warna kulit batang hijau

muda atau hijau kekuning-kuningan. Cabangnya tumbuh memancar dan terdapat sepanjang
batang dari pangkal sampai ujung. Tinggi batang, dari tanah sampai ujung, berdaun tunggal dan
letaknya tersebar. Tangkai daun pendek, sedangkan daunnya berbentuk taji dengan tepi yang rata
dengan ukuran panjang 3,5 sampai 5 cm dan lebar 0,75 sampai 1,95cm. Daun berwarna hijau
muda berbulu halus seperti beludru, baik pada helaian atas maupun bawah dan berakhir pada
ujung helaian daun (Joenoes, 1978).

Rumput (Grass)
19:38 | by Edi Prayitno,S.Pt
Rumput merupakan tumbuhan monokotil, mempunyai sifat tumbuh, yaitu membentuk
rumpun, tanaman dengan batang merayap pada permukaan, tanaman horisontal dengan merayap
tetapi tetap tumbuh ke atas dan rumpun membelit (Sarwono,1987). Menurut Sistematika
taxonominya Rumput termasuk sebagai berikut:

Sistematika Taxonomi

Golongan

Phylum

Spermatophyta

Sub phylum

Angiospermae

Class

Monocotyl

Ordo

Glumiflora

Family

Graminae

Sub Family

Panicoldea

Genus

Pennisetum, Panicum, Setaria

Spesies

Purpureum, Maximum

Leguminosa
19:41 | by Edi Prayitno,S.Pt
Leguminosa

termasuk

dicotyledoneus

dimana

embrio

mengandung

dua

daun

biji/cotyledone. Famili legume dibagi menjadi 3 group sub famili, yaitu: mimisaceae, tanaman
kayu dan herba dengan bunga regular, caesalpinaceae, tanaman dengan bunga irregular dan
papilonaceae, tanaman kayu dan herba ciri khas berbentuk bunga kupu-kupu (Susetyo, 1980).
Hijauan pakan jenis leguminose (polong-polongan) memiliki sifat yang berbeda dengan rumputrumputan, jenis legume umumnya kaya akan protein, Ca dan P. Leguminose memiliki bintilbintil akar yang berfungsi dalam pensuplai nitrogen, dimana di dalam bintil-bintil akar inilah
bakteri bertempat tinggal dan berkembang biak serta melakukan kegiatan fiksasi nitrogen bebas
dari udara. Itulah sebabnya penanaman campuran merupakan sumber protein dan mineral yang
berkadar tinggi bagi ternak, disamping memeperbaiki kesuburan tanah (AAK, 1983). Lebih
jelasnya berikut sistematika Taxonomi dari legum :

Sistematika Taxonomi

Golongan

Phylum

Spermatophyta

Sub phylum

Angiospermae

Class

Dicotyl

Ordo

Rosales

Family

Leguminoceae

Sub Family

Papillionaceae

Genus

Centrosema, Peuroria,Calopogonium

Spesies

Pubescens, Phaseloides, Mucunoides

Kebanyakan tanaman pakan dan tanaman ekonomi penting termasuk dalam papiloneceae
group. Legume ada yang mempunyai siklus hidup secara annual, biennial atau perennial (Soegiri
et al., 1982). Leguminosa memegang peranan penting sebagai hijauan pakan ternak dan rumputrumputan untuk ternak herbivora (Lubis, 1992). Dijelaskan lebih lanjut bahwa leguminosa
mempunyai sifat-sifat yang baik sebagai bahan pakan dan mempunyai kandungan protein dan
mineral yang tinggi. Tanaman leguminosa meskipun mempunyai kandungan nutrisi cukup tinggi
tetapi hanya dapat digunakan sebagai campuran pakan hijauan paling banyak 50% dari total
hijauan yang diberikan (Susetyo, 1980). Hal ini disebabkan karena dalam leguminosa terdapat
zat anti nutrisi seperti mimosin, anti tripsin, dan juga mempunyai banyak bulu sehingga
palatabilitasnya rendah. Jenis leguminosa antara lain: Sentro (Centrosema pubescens, Puero
(Pueraria phaseoloidse), Kalopo (Calopogonium muconoides), Gamal (Gliricida maculata)
Lamtoro (Leucaena Leucocephala). Berikut beberapa contoh karakteristik beberapa jenis legum :
Sentro (Centrosema pubescens)
Centrosema pubescens merupakan legum yang berasal dari Amerika Selatan, merupakan
tumbuhan perennial. Legum ini responsif terhadap pupuk P (Sutopo, 1985). Centrosema
pubescens merupakan legum herba yang membelit, menjalar atau memanjat, batang agak tumbuh

berbulu dan tidak berkayu, mempunyai tiga daun pada setiap tangkai (trifoliat), berambut,
panjangnya 5-12 cm dan lebar 3-10 cm (Soegiri et al., 1982).
Puero (Pueraria phaseoloidse)
Legum ini disebut juga puero, tropikal kudzu, kacang ruji (Jawa) yang berasal dari India
timur dan siklus hidupnya perennial. Ciri-ciri legum ini adalah tumbuh merambat, membelit,
memanjat, sifat perakarannya (pada buku) dalam, daun muda tertutup bulu berwarna coklat,
warna bunga ungu kebiruan (Reksohadiprojo, 1985).. Adaptasi legum ini adalah tumbuh di
daerah tropika, curah hujan lebih dari 1270 mm/th, ketinggian 0-1.000 m, suhu sedang sampai
dengan tinggi, tidak tahan suhu rendah, tahan musim kering panjang, kisaran tanah luas, tanah
masam miskin Ca dan P, responsif terhadap pupuk P, sebagai legum pioner, tahan genangan
(Reksohadiprojo, 1985).
Kalopo (Calopogonium muconoides)
Calopogonium mucunoides merupakan tanaman leguminosa yang berasal dari Amerika
Selatan tropik yang bersifat perennial, dan hidup pada daerah yang kelembaban udaranya tinggi
(Reksohadiprojo, 1985). Calopogonium mucunoides merupakan tanaman penutup tanah,
tanaman sela dan tanaman pemberantas gulma. Calopogonium mucunoides tumbuh menjalar dan
memanjang, membentuk hamparan yang dapat mencapai ketinggian 30-50 cm. (Soegiri et al.,
1990).
*Review by Edi Prayitno, S.Pt
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1983. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja dan Perah. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.
Hartadi, H., S. Reksodiprodjo dan A.D. Tillman. 1980. Tabel Komposisi Bahan Makanan Ternak
Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan, Jakarta.
Mc Ilroy, R. J. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya Paramita. Jakarta.

Reksohadiprojo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BFFE.


Yogyakarta.
Sarwono, B. 1987. Macam-Macam Rumput Potong. Trubus, Jakarta.
Soegiri, Ilyas, H. S., Damayanti. 1982. Mengenal Beberapa Jenis Hijauan Makanan Ternak
Daerah Tropik. Direktorat Bina Produksi Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan
Departemen Pertanian, Jakarta.
Susetyo, S. 1980. Padang Penggembalaan. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas
Peternakan IPB, Bogor.
Sutopo, L. 1985. Teknologi Benih. CV. Rajawali, JakartaLubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan
Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.
0 komentar
Reaksi:
Link ke posting ini
0 Responses
Leguminosa

termasuk

dicotyledoneus

dimana

embrio

mengandung

dua

daun

biji/cotyledone. Famili legume dibagi menjadi 3 group sub famili, yaitu: mimisaceae, tanaman
kayu dan herba dengan bunga regular, caesalpinaceae, tanaman dengan bunga irregular dan
papilonaceae, tanaman kayu dan herba ciri khas berbentuk bunga kupu-kupu (Susetyo, 1980).
Hijauan pakan jenis leguminose (polong-polongan) memiliki sifat yang berbeda dengan rumputrumputan, jenis legume umumnya kaya akan protein, Ca dan P. Leguminose memiliki bintilbintil akar yang berfungsi dalam pensuplai nitrogen, dimana di dalam bintil-bintil akar inilah
bakteri bertempat tinggal dan berkembang biak serta melakukan kegiatan fiksasi nitrogen bebas
dari udara. Itulah sebabnya penanaman campuran merupakan sumber protein dan mineral yang
berkadar tinggi bagi ternak, disamping memeperbaiki kesuburan tanah (AAK, 1983). Lebih
jelasnya berikut sistematika Taxonomi dari legum :

Sistematika Taxonomi

Golongan

Phylum

Spermatophyta

Sub phylum

Angiospermae

Class

Dicotyl

Ordo

Rosales

Family

Leguminoceae

Sub Family

Papillionaceae

Genus

Centrosema, Peuroria,Calopogonium

Spesies

Pubescens, Phaseloides, Mucunoides

Kebanyakan tanaman pakan dan tanaman ekonomi penting termasuk dalam papiloneceae
group. Legume ada yang mempunyai siklus hidup secara annual, biennial atau perennial (Soegiri
et al., 1982). Leguminosa memegang peranan penting sebagai hijauan pakan ternak dan rumputrumputan untuk ternak herbivora (Lubis, 1992). Dijelaskan lebih lanjut bahwa leguminosa
mempunyai sifat-sifat yang baik sebagai bahan pakan dan mempunyai kandungan protein dan
mineral yang tinggi. Tanaman leguminosa meskipun mempunyai kandungan nutrisi cukup tinggi
tetapi hanya dapat digunakan sebagai campuran pakan hijauan paling banyak 50% dari total
hijauan yang diberikan (Susetyo, 1980). Hal ini disebabkan karena dalam leguminosa terdapat
zat anti nutrisi seperti mimosin, anti tripsin, dan juga mempunyai banyak bulu sehingga
palatabilitasnya rendah. Jenis leguminosa antara lain: Sentro (Centrosema pubescens, Puero
(Pueraria phaseoloidse), Kalopo (Calopogonium muconoides), Gamal (Gliricida maculata)
Lamtoro (Leucaena Leucocephala). Berikut beberapa contoh karakteristik beberapa jenis legum :
Sentro (Centrosema pubescens)
Centrosema pubescens merupakan legum yang berasal dari Amerika Selatan, merupakan
tumbuhan perennial. Legum ini responsif terhadap pupuk P (Sutopo, 1985). Centrosema

pubescens merupakan legum herba yang membelit, menjalar atau memanjat, batang agak tumbuh
berbulu dan tidak berkayu, mempunyai tiga daun pada setiap tangkai (trifoliat), berambut,
panjangnya 5-12 cm dan lebar 3-10 cm (Soegiri et al., 1982).
Puero (Pueraria phaseoloidse)
Legum ini disebut juga puero, tropikal kudzu, kacang ruji (Jawa) yang berasal dari India
timur dan siklus hidupnya perennial. Ciri-ciri legum ini adalah tumbuh merambat, membelit,
memanjat, sifat perakarannya (pada buku) dalam, daun muda tertutup bulu berwarna coklat,
warna bunga ungu kebiruan (Reksohadiprojo, 1985).. Adaptasi legum ini adalah tumbuh di
daerah tropika, curah hujan lebih dari 1270 mm/th, ketinggian 0-1.000 m, suhu sedang sampai
dengan tinggi, tidak tahan suhu rendah, tahan musim kering panjang, kisaran tanah luas, tanah
masam miskin Ca dan P, responsif terhadap pupuk P, sebagai legum pioner, tahan genangan
(Reksohadiprojo, 1985).
Kalopo (Calopogonium muconoides)
Calopogonium mucunoides merupakan tanaman leguminosa yang berasal dari Amerika
Selatan tropik yang bersifat perennial, dan hidup pada daerah yang kelembaban udaranya tinggi
(Reksohadiprojo, 1985). Calopogonium mucunoides merupakan tanaman penutup tanah,
tanaman sela dan tanaman pemberantas gulma. Calopogonium mucunoides tumbuh menjalar dan
memanjang, membentuk hamparan yang dapat mencapai ketinggian 30-50 cm. (Soegiri et al.,
1990).

Crop Livestock Systems Indonesia


Rabu, 23 Maret 2011
PADANG RUMPUT DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK
Sejak ribuan tahun yang silam telah terdapat interaksi kuat antara budaya umat
manusia, ruminansia, rumput serta padang rumput. Pada masa sekarang, ilmu
pengetahuan mengidentikasi adanya berbagai jenis padang rumput dan jenis-jenis
rumput yang baik untuk produksi ternak ruminansia. Perkembangan itu didukung
oleh adanya nilai ekonomi dari padang rumput, aktivitas-aktivitas penelitian yang
sistematis dan adanya organisasi-organisasi yang secara konsisten memperhatikan
keberadaan padang rumput sebagai aset produksi peternakan ruminansia. Hal-hal
tersebut merupakan bagian dari uraian ini dengan tidak mengesampingkan bahwa

hijauan juga berperan dalam perkembangan budaya maupun pemeliharaan


lingkungan hidup yang menjamin stabilitas kesejahteraan manusia. Diskripsi
tentang jenis-jenis hijauan pakan ternak yaitu rumput, leguminosa dan limbah
pertanian juga disajikan secara cukup ekstensif.
1. Sebelum masehi
Istilah padang rumput kiranya bukanlah hal yang asing untuk masyarakat.
Mendengar istilah itu kiranya akan timbul imajinasi tentang suatu area luas dan
datar yang ditumbuhi rumput-rumputan serta, mungkin, dilengkapi segerombolan
sapi yang sedang merumput. Dokumentasi sejarah memang menyebutkan bahwa
hewan ruminansia, sebelum dijinakkan dan diternakkan oleh manusia untuk diambil
hasil-hasilnya adalah hidup dengan bebas merumput di padang rumput.

Disampaikan oleh Rifkin (1993) bahwa rumput-rumputan dan berbagai bentuk


padang rumput selain mempunyai peran sebagai sumber pakan/nutrisi untuk
mendukung kehidupan ternak ruminansia juga merupakan faktor penyebab
perubahan budaya pertanian diberbagai belahan dunia. Disampaikan bahwa salah
satu pusat perkembangan budaya pemeliharaan sapi pada berbagai wilayah dunia,
termasuk Eropa, adalah kawasan padang rumput alam yang disebut stepa Eroasia
(Eurasia steppes). Padang rumput alam ini sangat luas, terbentang antara Eropa
Timur dan Ukraina di Barat serta Mongolia dan Mancuria di Timur (lihat Gambar
2.1.). Ribuan tahun sebelum masehi, kawasan stepa itu didiami suku bangsa Kurga
yang bersifat nomadik. Setelah mampu menjinakkan kuda sehingga dapat
ditunggangi dan mengembangbiakkannya kemudian maka suku bangsa Kurga mulai
menjinakkan kawanan sapi. Lebih lanjut, jumlah pemilikan sapi menjadi ukuran
kesejahteraan anggota masyarakat suku bangsa Kurga. Pemeliharaan sapi itu
bertumpu pada ketersediaan rerumputan pada padang rumput alam yang dapat
diaksesnya sebagai sumber pakan yaitu stepa Eroasia. Karena stepa Eroasia secara
periodik mengalami kekeringan yang berakibat pada berkurangnya produksi rumput
maka suku bangsa Kurga harus melakukan ekspansi untuk mencukupi pakan untuk
sapi mereka yang jumlahnya menjadi semakin banyak. Sejak 4.400 4.300 tahun
sebelum masehi, dengan menunggang kuda, orang-orang Kurga bersama kawanan
sapinya melakukan perjalanan mengikuti jalur-jalur padang rumput alam kearah
selatan hingga India, ke Timur hingga wilayah Cina, ke Utara hingga kepulauan
Balkan dan Skandinavia serta ke Barat hingga wilayah Spanyol dan Inggris. Suku
bangsa Kurga, seperti layaknya cowboy Amerika pada abad sembilan belas
mempunyai superioritas militer yang bertumpu pada kemampuan mereka berkuda.
Menggunakan kekutan militer itu suku bangsa Kurga menguasi teritori padang
rumput di daerah arid di kawasan empat musim. Pada teritorial itu mereka sekaligus
mengintroduksi budaya penggembalaan sapi dalam skala besar. Suku-suku bangsa
asli kawasan Eropa yang semula bercocok tanam untuk kehidupannya, dengan

adanya intervensi orang-orang Kurga kemudian berubah menjadi peternak sapi.


Hingga saat ini, memelihara sapi yang dilepas merumput di padang rumput menjadi
budaya bangsa-bangsa di Eropa.

Gambar 2.1. Peta daerah bentangan stepa Eroasia dari Hongaria disebelah Barat
hingga Manchuria disebelah Timur serta suasana stepa tersebut yang berupa
bentangan padang rumput luas

2. Padang rumput
Kenyataan menunjukkan bahwa rerumputan adalah komponen vegetasi yang
menutupi lebih dari setengah permukaan lahan didaerah tropis dan sub-tropis.
Adapun padang rumput (dalam bahasa Inggris disebut grassland) adalah tipikal
dataran terbuka atau lahan yang ditumbuhi rumput-rumputan tinggi atau rendah
disertai tanaman-tanaman semak dengan tidak ada atau ada sedikit tanaman perdu
serta pohon-pohonan. Biasanya, perdu dan/atau pohon-pohonan itu berada
disepanjang daerah aliran air hujan atau tempat penampungan air hujan. Apabila
jenis rumput yang tumbuh pada padang rumput bersifat endemik atau asli
setempat maka rumput itu disebut dengan rumput alam. Jenis padang rumput alam
ini masih dapat dijumpai di semua benua: Afrika, Amerika Selatan, Amerika Utara,
Eropa, Asia dan Australia. Disamping itu, terdapat pula padang rumput buatan yang
sengaja dibuat dengan menanam jenis-jenis hijauan pakan ternak hasil seleksi atau
pemuliaan tanaman yang bermutu.
2.1. Terminologi
Pada tahun 1966, Pratt, Greenway dan Gwynne mengusulkan penggunaan luas
kanopi (canopy cover) dari pohon-pohonan dan tanaman semak serta perdu sebagai
kriteria padang rumput. Usulan itu mendefinisikan padang rumput sebagai area
yang didominasi rumput-rumputan namun terdapat pula pohon-pohonan, tanaman
perdu serta semak secara menyebar atau mengelompok dengan luas kanopi tidak

lebih dari dua persen dari total area. Apabila kanopi dimaksud luasnya berada
diantara dua sampai dua puluh persen maka area tersebut didefinisikan sebagai
padang rumput bertanaman kayu-kayuan dan semak (bushed and wooded
grasslands). Definisi ini dapat diterima oleh kalangan ahli padang rumput seperti
disampaikan dalam pustaka bidang hijauan pakan ternak yang disusun oleh
misalnya Mannetje (1978) serta Crowder dan Chheda (1982). Namun, antar lokasi
atau ekologi dijumpai hamparan padang rumput dengan komposisi antara rumput,
semak dan pepohonan yang beragam hingga memerlukan terminologi tertentu
untuk menyebutnya seperti dibawah ini.

- Sabana. Kawasan yang disebut sabana adalah kawasan dengan vegetasi rumputrumputan serta tanaman berkayu. Dikenal pula sebagai ekosistem tanam-tanaman
berkayu. Ruang antar pohon cukup luas karena kanopi antar pohon tidak saling
menutup. Ruang antar kanopi yang terbuka itu memungkinkan sinar matahari
mencapai permukaan lahan untuk menunjang kehidupan rerumputan. Seringkali
sabana dijumpai sebagai bentuk transisi antara ekosistem hutan dan padang pasir.
Istilah sabana (dalam bahasa Inggris disebut savana) pertama kali digunakan pada
tahun 1535 oleh Oviedo dengan mengacu pada suatu kata dari bahasa Spanyol
zavana yang dipakai untuk menggambarkan area terbuka dengan lembah-lembah
yang ditumbuhi rerumputan sperti llanos yang ada di kawasan Venezuela (Crowder
dan Chheda, 1982).
- Stepa. Pada awalnya, istilah stepa (dalam bahasa Inggris disebut steppe)
digunakan untuk menyebut kawasan di Rusia dan Asia yang ditumbuhi vegetasi
yang tidak membutuhkan banyak air untuk hidupnya. Stepa secara fisik mempunyai
persamaan dengan Prairie dibenua Amerika. Perbedaanya adalah bahwa prairie
didominasi oleh jenis-jenis rumput yang tumbuh tinggi sedangkan rumput pada
kawasan stepa adalah jenis-jenis yang tumbuh pendek.

Memperhatikan jenis-jenis vegetasi pada dua jenis padang rumput diatas, Keay
(1959) membuat diskripsi bahwa sabana adalah area yang ditumbuhi rumputrumputan mesophytic (membutuhkan pasokan air medium), bersifat perennial dan
tingginya minimum 80 cm. Sedangkan stepa adalah area yang ditumbuhi rumputrumputan xerophytic (membutuhkan pasokan air rendah), bersifat perennial dan
tingginya kurang dari 80 cm. Kedua definisi itu sekaligus menunjukkan bahwa
sabana berada pada kawasan yang relatif lebih basah (semi-arid) dibandingkan
kawasan stepa yang relatif lebih kering (arid). Namun kemudian, Pratt dkk (1966)
menyatakan bahwa definisi dari Keay diatas tidak sesuai untuk kondisi Afrika Timur
karena berbagai padang rumput yang ada disana dapat digolongkan sebagai stepa
maupun sabana. Namun karena istilah sabana dan stepa sudah lama digunakan
dengan maksud untuk membedakan dua ekosistem padang rumput maka kedua

terminologi yang mempunyai nilai sejarah itu tidak mungkin dihilangkan dari sistem
padang rumput secara global. Berakar pada persoalan ini maka Pratt dkk (1966)
mendefinisikan padang rumput secara lebih universal seperti telah disampaikan
pada alinea pertama uraian ini.

Selain definisi padang rumput seperti yang disampaikan oleh Pratt dkk (1966)
diatas, terdapat definisi lain yang disampaikan oleh Mannetje (1978). Penulis yang
disebutkan terakhir itu mendefinisikan padang rumput sebagai suatu ekosistem
sumber pakan hijauan untuk ternak ruminansia. Kata ekosistem dalam pengertian
ini mengandung arti bahwa manusia berkepentingan dengan seluruh komponenkomponen sistem padang rumput seperti tanah, tanaman, faktor-faktor iklim
pendukungnya serta ruminansia yang pakannya bergantung pada padang rumput
itu secara langsung atau tidak langsung. Ketergantungan ruminansia terhadap
padang rumput terjadi secara langsung pada sistem ekstensip dimana ternak
merumput (grazing) pada padang rumput. Sedangkan pada sistem intensif dimana
pemberian pakan dilakukan secara cut and carry maka ternak tidak berinteraksi
langsung dengan padang rumputnya.
2.2. Pertanian Padang Rumput
Jika tidak ada aktivitas ekonomi, padang rumput sebagaimana diuraikan diatas
hanya akan menjadi bagian kekayaan ekosistem dunia. Ternyata manusia
memanfaatkan kekayaan ekosistem itu untuk peningkatan kesejahteraannya.
Seperti telah disampaikan pada sub-bab 2.1. bahwa ribuan tahun sebelum masehi
stepa Ero-Asia telah dimanfaatkan sebagai basis kegiatan pemeliharaan sapi. Ternak
ini menjadi ukuran kesejahteraan masyarakat suku bangsa Kurga. Disamping itu,
kebutuhan akan padang rumput untuk memelihara sapi yang menjadi semakin
banyak telah mendorong suku bangsa Kurga untuk melakukan ekspansi guna
memperluas penguasaan teritorialnya. Setelah sapi dan budaya pemanfaatan
padang rumput meluas hingga ke Eropa maka terjadilah periode intensifikasi
pemanfaatan padang rumput. Tercatat dalam sejarah budaya pemeliharaan sapi
bahwa pada tahun 1800-an, bangsa Irlandia dan Skotlandia melakukan investasi
demi mengintensifkan pemanfaatan padang rumput yang mereka miliki sebagai
sarana memelihara sapi untuk memproduksi daging (Rifkin, 1993). Konsumen
utama daging itu adalah orang-orang Inggris yang dikenal sebagai konsumen paling
fanatik di Eropa. Kemudian, pada tahun 1870-an para imigran Inggris tercatat mulai
memanfaatkan padang rumput yang ada di benua Amerika untuk memelihara sapi
dan menghasilkan daging. Dari waktu ke waktu, kegiatan itu semakin berkembang
sehingga para pengusaha Bank di Amerika, investor dari Edinburg-Scotland dan
para spekulator lokal melakukan investasi secara besar-besaran. Padang rumput
dipandang sebagai tambang emas karena dengan investasi yang dilakukan itu
dapat diproduksi daging untuk memasok kebutuhan masyarakat Eropa, terutama

Inggris. Sebagai upaya mendukung transportasi sapi dan daging yang dihasilkan
padang rumput Amerika untuk dikirim ke konsumennya di Eropa maupun di Amerika
sendiri maka dibangunlah sarana jalur-jalur kereta api.

Adanya keuntungan yang diperoleh dari memanfaatkan


padang rumput untuk memelihara sapi dan menghasilkan daging seperti
disampaikan diatas telah mendorong terbentuknya suatu bentuk pertanian padang
rumput (grassland agriculture). Pertanian ini bertumpu pada tata-laksana
pemanfaatan lahan untuk budidaya rumput-rumputan dan leguminosa dalam
rangka usaha produksi ternak ruminansia. Usahatani padang rumput (grassland
farming) kemudian berkembang sebagai salah satu bentuk kegiatan manusia.
Tujuan kegiatan pertanian itu adalah memanfaatan padang rumput untuk
menyediakan pakan murah dalam bentuk rumput-rumputan, hoi atau silase. Usaha
itu tidaklah mudah karena ternyata sistem produksi padang rumput adalah cukup
kompleks apalagi, setelah manusia berkeinginan memanfaatkannya secara lebih
efisien. Berbagai persoalan yang berkembang dalam tatalaksana pemanfaatan
padang rumput kemudian membutuhkan penanganan secara ilmiah. Bagaimana
mendapatkan produksi hijauan yang bermutu dalam jumlah banyak dan bagaimana
memanfaatkannya secara optimal merupakan contoh dari persoalan padang rumput
yang memerlukan jawaban empiris. Situasi itu telah mendorong berkembangnya
ilmu pengetahuan tentang padang rumput (science of grassland). Ilmu ini
merupakan ramuan dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan yaitu dari kompleks
ilmu tanah, ilmu iklim, ilmu tanaman, ilmu ternak dan ilmu ekonomi. Ramuan ilmu
pengetahuan itu diharapkan bukan hanya dapat mendasari mekanisme produksi
ternak yang efisien namun juga sekaligus mampu menjaga mutu lahan sehingga
tercipta sistem pertanian/peternakan yang berkelanjutan (sustainable animal
agriculture systems).

Disampaikan diatas bahwa faktor keuntungan dari kegiatan produksi daging


berbasis pada padang rumput telah mendorong berkembangnya pertanian padang
rumput (grassland agriculture). Secara formal, The American Forage and Grassland

Council, pada tahun 1959, mendefinisikan pertanian padang rumput sebagai


pemanfaatan rumput dalam pertanian secara tepat guna (the proper use of grass in
agriculture). Pada masa sekarang, pertanian padang rumput tidak hanya
membudidayakan rumput namun juga leguminosa. Integrasi kedua jenis tanaman
itu dalam pertanian padang rumput memberikan berbagai manfaat untuk petani
serta masyarakat luas. Manfaat itu meliputi hal-hal seperti terlindunginya tanah dari
erosi oleh air dan/atau angin, tersedianya pakan bermutu yang murah untuk ternak
ruminansia dan juga satwa liar, tersedianya habitat yang baik untuk satwa liar
(seperti halnya pada taman-taman safari) serta terjaganya kesuburan lahan karena
bahan organik lahan mengalami penambahan secara lebih berkelanjutan.

Perkembangan manajemen padang rumput (grassland) sebagai basis produksi sapi


lebih lanjut melahirkan terminologi lain yaitu pastura (pasture). Adapun yang
dimaksud dengan terminologi ini adalah lahan pada suatu unit usahatani atau ranci
(ranch) yang ditumbuhi vegetasi untuk dirumput ternak ruminansia. Pada tahun
1990-an dimana teknologi manajemen pastura semakin berkembang maka batas
pastura antar tiap unit usahatani semakin jelas dengan adanya pagar listrik
(electronic fence). Pastura semakin berkembang dinegara-negara yang maju
peternakannya seperti Amerika, Australia dan negara-negara di Eropa. Melalui
manajemen pastura yang bertujuan mendapatkan produksi ternak tinggi maka
padang rumput alam diperbaiki dengan melakukan introduksi jenis-jenis hijauan
yang unggul dari segi mutu maupun kuantitas produksinya disertai tata-laksana
pengelolaan lahan dan pengairan.
2.3. Riset dan Organisasi Pengembangan Padang Rumput
Padang rumput telah lama dirasakan sebagai bagian kehidupan yang memberikan
berbagai manfaat untuk pengelolanya serta masyarakat luas. Walaupun demikian
peningkatan pemanfaatannya dirasa perlu terus-menerus dikembangkan untuk
mendapatkan efisiensi sistem produksi ternak ruminansia yang lebih baik.
Diperkirakan pada abad enam belas peternak di Inggris mulai memperbaiki padang
rumput alam dengan rumput-rumput hasil seleksi. Hal ini diikuti dengan mulai
diterapkannya teknik pembuatan padang rumput campuran antara rumput dan

leguminosa pada abad tujuh belas. Seratus tahun kemudian, pola ley farming yaitu
penggunaan lahan secara bergantian untuk produksi tanaman pangan dan rumput
diterapkan. Pemupukan padang campuran rumput dan leguminosa mulai dilakukan
pada sekitar tahun 1880-an.

Pengembangan teknik-teknik produksi padang rumput semakin menuntut dukungan


riset yang sistematis. Secara formal tercatat bahwa riset terkait dengan bidang
padang rumput dan pastura dimulai dengan pendirian Agricultural Research Station
di Rothamsted pada tahun 1843. Kemudian, penelitian pemupukan pada pastura di
Jerman dilakukan pada abad sembilan belas. Tercatat berikutnya bahwa riset dalam
bidang nutrisi ternak yang merumput di padang rumput dimulai di Rowett Research
Institute di Skotlandia pada tahun 1914. Riset dalam bidang pemuliaan hijauan
pakan ternak tercatat dimulai tahun 1919 oleh Welsh Plant Breeding Station di
Aberystwyth, Inggris.

Pada tahun 1920, para ilmuwan yang bekerja di negara-negara Eropa Utara dan
Eropa Tengah mendorong berdirinya International Grassland Congress. Organisasi
ini secara berkesinambungan berupaya mendorong interaksi antara ilmuwan dan
teknisi untuk perbaikan tatalaksana pemanfaatan dan peningkatan produksi padang
rumput. Hingga saat ini organisasi ini selalu aktif melakukan pertemuan-pertemuan
international. Jiwa untuk mengembangkan padang rumput demi kepentingan umat
manusia diungkapkan dalam website milik The International Grassland Congress
(2006) sebagai berikut to promotes interchange of information on all aspects of
natural and cultivated grasslands and forage crops for the benefit of mankind,
including sustained development, food production and the maintenance of
biodiversity. Selain organisasi yang berkembang di Eropa seperti disampaikan
diatas, di benua Amerika berkembang The American Forage and Grassland Council.
Organisasi berperan mempromosikan riset dan pendidikan dalam bidang hijauan
pakan ternak dan efisiensi pemanfaatan padang rumput. Ada pula organisasi yang
didirikan sekitar tahun 1970-an dengan nama International Rangeland Congress
yang berupaya untuk meningkatkan pengetahuan dan apresiasi pemanfaatan
ekosistem padang rumput alam (rangeland) untuk kepentingan masyarakat luas.
Adapun di Amerika selatan berkembang lembaga riset dengan nama Centro
Internacional de Agriculture Tropical (CIAT). Lembaga ini, bekerjasama dengan Food
and Agriculture Organization (FAO) menyajikan website berisi profile dari lebih 600
species hijauan pakan ternak jenis rumput maupun leguminosa. Melalui website ini
(http://www.fao.org/ag/agp/agpc/doc/gbase/default.htm) dapat diketahui diskripsi
tiap jenis hijauan pakan ternak disertai dengan foto.

Sama dengan yang terjadi di Eropa dan Amerika, di Australia berkembang


organisasi yang mempromosikan riset dan pendidikan untuk pengembangan
padang rumput yang menamakan diri The Tropical Grassland Society. Organisasi ini
secara konsisten membiayai riset, kongres, penerbitan jurnal hasil-hasil penelitian
serta newsletter yang terkait dengan pengembangan hijauan pakan ternak serta
padang rumput. Disamping itu, lembaga riset Australia yaitu Commonwealth
Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) mengintroduksikan berbagai
jenis hijauan ke Australia pada tahun-tahun antara 1930 sampai 1950. Riset untuk
seleksi dan pemuliaan yang dilakukan lembaga ini menghasilkan berbagai kultivar
atas species-species hijauan pakan ternak yang berasal dari Afrika.

Kecuali website yang memuat diskripsi berbagai jenis hijauan pakan ternak tersebut
diatas, pada saat ini upaya pengembangan dan peningkatan hijauan pakan ternak
serta pastura tropika juga difasilitasi oleh hadirnya website bernama Tropical
Forages (http://www.tropicalforages.info). Website ini adalah hasil kerjasama
berbagai lembaga yang berkecimpung dalam promosi serta riset hijauan pakan
ternak dan/atau pertanian padang rumput serta lembaga donor yang menaruh
perhatian dalam bidang itu yaitu FAO, CIAT, CSIRO, ILRI (International Livestock
Research Institute) dan DFID (Department for International Development).
Australian Centre for International Agricultural Research serta Department of
Primary Industires and Fisheries of the Queensland Government.
3. Hijauan Pakan Ternak
Sejalan dengan kegiatan manusia untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya
dari ternak ruminansia, padang rumput alam diperbaiki mutunya dengan melakukan
introduksi jenis-jenis tanaman unggul sebagai hijauan pakan ternak. Pastura, pada
umumnya dikembangkan dengan membudidayakan jenis-jenis rumput dan
leguminosa pakan ternak yang unggul dari segi kualitas dan produksinya. Hal itu
dapat dilihat secara nyata pada peternakan ruminansia berbasis pastura seperti
yang ada di Australia, Amerika atau Eropa. Pola peternakan ekstensif pada negaranegara itu umumnya bersifat monokultur. Seorang peternak sapi potong atau sapi
perah atau kambing, dapat dikatakan bahwa pendapatannya sepenuhnya
bergantung pada usaha peternakannya itu. Lahan yang mereka miliki atau kuasai,
dialokasikan secara khusus untuk produksi ternak ruminansia. Untuk itu, lahan
sepenuhnya digunakan untuk budidaya jenis-jenis rumput dan/atau leguminosa
pakan ternak hasil seleksi yang mempunyai manfaat secara spesifik untuk
ruminansia.

Berbeda dengan situasi diatas, pada kawasan pertanian campuran (mixed farming)
dimana ruminansia umumnya dipelihara secara intensip seperti halnya di Jawa, Bali

dan Madura, maka lahan yang dimiliki atau dikuasai oleh petani-ternak umumnya
diprioritaskan untuk budidaya tanaman pangan dan/atau tanaman industri. Apabila
ada diantara petani-ternak membudidayakan hijauan pakan ternak maka hal itu
dilakukan pada lahan-lahan marjinal seperti galengan sawah atau tegalan, tanah
miring atau datar yang kondisi fisik atau kesuburan lahannya tidak layak untuk
budidaya tanaman pangan dan/atau tanaman industri. Ternak ruminansia diberi
pakan secara zero grazing. Apabila kepada petani-ternak ditanyakan tentang jenis
pakan hijauan yang diberikan kepada ternak ruminansia yang mereka pelihara
maka umumnya mereka menyatakan bahwa ternak mereka diberi pakan rumput.
Tetapi, jika komposisi botani dari hijauan yang diberikan kepada ternak diamati
secara detil akan teridentifikasi bahwa rumput yang dimaksud meliputi juga daun
daunan tanaman semak atau pohon-pohonan serta limbah pertanian seperti jerami
padi, jerami jagung dan pucuk tebu.

Situasi diatas menunjukkan bahwa hijauan pakan ternak pada kawasan pertanian
campuran lebih beragam daripada di kawasan pastura. Beragam jenis hijauan itu,
oleh masyarakat petani-ternak di pedesaan di Jawa disebut dengan satu kata yaitu
rumput. Penyebutan beragam jenis vegetasi dengan istilah rumput juga dilakukan
ditingkat akademisi dan peternak negara-negara maju. Sebagai contoh, istilah
padang rumput yang dalam bahasa inggris disebut grassland sebenarnya tidak
menunjukkan suatu area yang hanya ditumbuhi rumput-rumputan saja. Kenyataan
menunjukkan bahwa padang rumput juga ditumbuhi beragam jenis vegetasi
termasuk rumput, leguminosa, tanaman semak maupun pohon-pohonan. Untuk
tidak terjebak dengan persoalan semantik, jenis-jenis hijauan yang dimanfaatkan
sebagai pakan ternak ruminansia atau hijauan pakan ternak pada kawasan yang
berbasis pada pastura, padang rumput atau pada kawasan dengan pemberian
pakan secara zero grazing dapat dikelompokkan atas rumput, leguminosa, daundaunan dan limbah pertanian.

Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang masing-masing jenis hijauan pakan


ternak, terlebih dahulu akan disampaikan berbagai terminologi dalam pustakapustaka asing yang seringkali membingungkan pembacanya. Terminologi tersebut
hadir sebagai hasil aktivitas manusia memanfaatkan padang rumput alam hingga
menjadi pastura yang difasilitasi oleh riset dan teknologi. Adapun terminologi
dimaksud yaitu:
- Forage. Terminologi ini menunjuk pada bagian-bagian tanaman yang dapat
dimakan oleh ternak (edible parts of plants) dengan cara dirumput (grazing) atau
dipanen sebagai pakan (zero grazing). Namun, biji dari tanaman dimaksud tidak
termasuk dalam pengertian forage.

- Herbage. Adapun yang dimaksud dengan herbage adalah biomasa tanamtanaman semak yang berada diatas tanah tempat tumbuhnya serta akar yang
dapat dimakan ternak dan umbi. Biji dari tanaman dimaksud tidak termasuk dalam
pengertian herbage.
- Browse. Adapun yang dimaksud dengan terminologi ini adalah daun dan tangkai
daun tanam-tanaman perdu, woody vines, pohon, kaktus serta vegetasi bukan
semak yang dapat dikonsumsi oleh ternak.
- Fodder. Terminologi ini menunjukkan jenis-jenis rumput kasar seperti jagung serta
sorghum yang dipanen saat daunnya masih hijau (segar) bersama-sama bijinya dan
mengalami perlayuan dilapangan sebelum semuanya diberikan kepada ternak.
- Residue. Adapun yang dimaksud dengan residue adalah forage yang tinggal
dilahan pertanian sebagai konsekuensi dari panen tanaman.
- Silage. Adapun yang dimaksud dengan silage adalah forage yang diawetkan dalam
keadaan segar. Pengawetan dilakukan pada kondisi an-aerob atau kedap udara.
- Hay. Adapun yang dimaksud dengan hay adalah rumput atau jenis tanaman lain
yang dipanen kemudian dikeringkan dan digunakan sebagai pakan ternak.
- Haylage. Adapun yang dimaksud dengan haylage adalah produk dari pembuatan
silase dengan kadar air sekitar 45%.
Selanjutnya, definisi dari rumput dan leguminosa disampaikan secara lebih
ekstensif seperti dapat diikuti dari uraian pada sub-bab dibawah ini.
3.1. Rumput
Rumput tergolong dalam Famili Gramineae yaitu tanaman monokotiledon (bijinya
terdiri atas satu kotiledon atau disebut juga berkeping satu). Struktur rumput relatif
sederhana, terdiri dari akar yang bagian atasnya silindris dan langsung
berhubungan dengan batang. Batangnya berbuku, helai daunnya keluar dari
pelepah daun (sheath) pada buku batang. Malai rumput terdiri atas beberapa bunga
yang nantinya menghasilkan biji. Hampir semua rumput adalah tanaman herba
(tidak berkayu) sedangkan ukuran, bentuk dan pola tumbuhnya sangat beragam.

Asal usul rumput sebagai suatu jenis tanaman spesifik belum diketahui dengan
pasti. Sejarah mencatat bahwa rumput sudah menjadi vegetasi di dunia sejak 20
juta tahun yang lampau. Penyebaran rumput pada seluruh benua mengalami
akselerasi pada jaman es Pleistocene sekitar satu juta tahun yang lalu.
Penyebarannya pada beragam lingkungan serta persilangan-persilangan yang
terjadi secara alamiah menyebabkan rumput-rumputan semakin beragam. Melalui

sistem klasifikasi tanaman yang dimiliki para ilmuwan bidang sistimatika tumbuhan
dapat diidentifikasi bahwa pola distribusi rumput-rumputan mempunyai hubungan
dengan distribusi iklim dunia. Pengelompokan genus dan species secara regional
dapat dilakukan. Kehadiran suatu jenis rumput pada kawasan tertentu dianggap
sebagai jenis asli kawasan itu. Hingga saat ini dikenal tiga kawasan sebagai asal
dari jenis-jenis rumput budidaya yaitu kawasan Ero-Asia, Afrika Timur dan Amerika
Selatan. Kawasan Ero-Asia tengah dan Mediteran dikenal sebagai asal-usul berbagai
species rumput temperate (empat musim). Sedangkan rumput-rumput tropika yang
dikenal berasal dari Afrika meliputi species-species Adropogon, Brachiaria,
Cenchrus, Chloris, Cynodon, Dichantium, Digitaria, Eragrostis, Hyparrhenia, Melinis,
Panicum, Pennisetum, Setaria, Sorghum dan Urochloa. Sedangkan species-species
yang dikenal berasal dari Amerika Selatan adalah Axonopus, Paspalum, Tripsacum
dan Zea.

Terdapat lebih dari 600 genus dan lebih dari 10.000 species rumput didunia ini
namun hanya sekitar puluhan sampai ratusan species yang dibudidayakan manusia.
Diantara berbagai species itu, yang paling populer di Indonesia adalah rumput
gajah (Pennisetum purpureum). Rumput ini memang paling menonjol dipromosikan
untuk dibudidayakan di kawasan pertanian campuran dimana lahan yang dapat
dialokasikan untuk menanam rumput relatif sempit. Pada satu unit lahan maka
rumput gajah memberikan biomasa yang besar dibandingkan jenis rumput lain. Hal
itu dikarenakan rumput itu tumbuh tegak dan tinggi, mencapai 1,5 meter, sehingga
jumlah biomasa per unit tanamannya lebih tinggi daripada jenis-jenis rumput yang
tumbuh pendek. Pada Gambar 2.2. dapat dilihat bahwa rumput gajah dapat
melebihi tinggi manusia jika dibiarkan lama tidak dipotong atau dipanen.

Gambar 2.2. Tanaman rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang populer


dibudidayakan sebagai pakan hijauan untuk ruminansia di ndonesia

3.1.1 Sebagai Bahan Pangan


Kehadiran rumput didunia tidak hanya bermanfaat untuk kehidupan ruminansia.
Interaksi rumput dengan manusia secara langsung telah menjadikan rumput
sebagai bagian dari budaya pangan manusia. Dahulu kala, diperkirakan sebelum
13.000 tahun yang silam, manusia masih hidup secara nomadik. Migrasi yang
dilakukan manusia dari satu lokasi ke lokasi lain juga disertai dengan proses
mengumpulkan biji dari beragam jenis tanaman untuk dibawa sebagai persediaan
pangan. Sebagian besar biji tanaman yang dikumpulkan itu berasal dari rumputrumputan (Crowder dan Chheda, 1992). Beberapa jenis tanaman itu mengalami
perkawinan silang pada lingkungan barunya sehingga menambah keragaman jenis
tanaman penghasil pangan. Dalam perkembangan budaya manusia, sekitar 11.000
tahun yang silam, seleksi mulai dilakukan terhadap jenis-jenis tanaman yang paling
disukai manusia untuk dikembangkan demi mengamankan ketersediaan pangan
mereka. Proses ini menghasilkan jenis-jenis tanaman pangan seperti sorgum
(Sorghum), bulrush millet (Pennisetum americanum), finger millet (Eleusine
coracana), teff (Eragrostis abyssinia) di Afrika; padi (Oryza sativa) di Asia; gandum
(Triticum spp), rye (Secale cereale) dan barley (Hordeum spp) di Euro-Asia serta
jagung (Zea mays) di Amerika.

Budidaya jenis-jenis rumput sebagai tanaman pangan mulanya dilakukan dengan


pola berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lain sehingga budidaya dapat selalu
dilakukan pada lahan yang subur (slash and burn agriculture). Hal ini, kecuali dapat
menjamin produksi butiran untuk pangan juga memfasilitasi penyebaran dan
kehadiran jenis-jenis rumput lain. Karena, setelah biji tanaman pangan dipanen
untuk pangan kemudian lahan tempat tumbuhnya ditinggalkan untuk berpindah ke
lahan lain maka lahan yang ditinggalkan secara alamiah akan ditumbuhi rumputrumputan semusim, diikuti rumput-rumputan tahunan dan kemudian tanamantanaman berkayu. Rumput-rumputan ini menjadi sumber pakan alamiah untuk
ruminansia.

Setelah melewati masa pola kehidupan mengumpulkan dan berburu (hunting and
gathering) untuk menjamin keamanan pangan kemudian pada periode antara
11.000 sampai 10.000 tahun yang lalu, pola hidup manusia yang nomadik mulai
berubah menjadi semi-menetap (Reed, 1969; Flannery, 1969). Pola hidup semimenetap atau menetap itu menuntut penangkaran dan budidaya tanaman pangan.
Hewan herbivora yang mulanya merumput bebas pada padang rumput alam yang

terbentuk akibat perladangan berpindah juga harus ditangkar agar dapat dipelihara
ditempat tertentu sehingga tidak mengganggu/ memakan tanaman pangan yang
sedang tumbuh pada lahan pertanian sampai bijinya dapat dipanen. Dengan
demikian, proses penangkaran hewan diperkirakan juga berlangsung pada kurun
waktu dimana orang mulai melakukan budidaya tanaman pangan secara semimenetap atau menetap. Selama proses penangkaran, hewan herbivora dipelihara
dengan diberi pakan rumput-rumputan, daun-daunan tanaman semak atau pohonpohonan serta daun dan batang limbah tanaman pertanian. Bahan-bahan dengan
ligno-selulosa tinggi ini tidak bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia dan
justru ternak herbivora dapat mengubahnya menjadi bahan-bahan yang dibutuhkan
manusia seperti susu, daging, kulit dan wool.
3.1.2. Sebagai Bahan Pakan
Telah disingung pada berbagai sub-bab diatas tentang adanya interaksi antara
rumput, padang rumput dan ruminansia sejak masa silam hingga saat ini. Padang
rumput alam di Eropa, Asia, Amerika dan Australia secara tradisional telah menjadi
sumber pakan ruminansia yang merumput di padang itu. Investor yang berupaya
mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan padang rumput alam untuk
memproduksi daging atau susu melakukan investasi memperbaiki produktivitas
padang rumput alam. Hal ini difasilitasi pula oleh riset yang memungkinkan efisiensi
tatalaksana pemanfaatan padang rumput serta seleksi jenis-jenis rumput yang
sesuai untuk dibudidayakan dalam rangka peningkatan produktivitas. Sejalan
dengan hal ini berbagai jenis rumput telah terseleksi dari kawasan Ero-Asia, Afrika
dan Amerika Selatan (lihat alinea 2 sub-bab 2.3.1.) untuk dibudidayakan secara
khusus dalam rangka menunjang peningkatan produksi ternak ruminansia.

Tidak banyak dari belasan atau puluhan ribu species rumput yang kemudian terpilih
menjadi jenis-jenis rumput budidaya. Untuk tujuan memperbaiki padang rumput
alam, membangun pastura ataupun untuk keperluan pemuliaan hijauan pakan
ternak terdapat karakteristik yang diharapkan dari jenis-jenis rumput ataupun
leguminosa yang akan diseleksi. Karakteristik harapan itu dapat bersifat umum atau
spesifik. Adapun karakter harapan yang spesifik itu bergantung pada situasi kondisi
tertentu dimana rumput atau leguminosa terseleksi akan dimanfaatkan. Sedangkan
karakter yang secara umum diharapkan dari rumput atau leguminosa adalah
mampu berproduksi tinggi dengan kualitas baik, persisten, mampu ber-asosiasi
dengan jenis-jenis hijauan lain serta mudah untuk dikembangbiakkan. Karakteristik
tersebut pada akhirnya harus dapat memberikan produksi ternak yang tinggi.
Adapun diskripsi dari masing-masing karakter itu adalah:
1. Kemampuan Produksi dan Kualitas Tinggi. Artinya, bahwa hijauan mampu
menghasilkan bahan kering yang tinggi, toleran terhadap cekaman air, temperatur

tinggi ataupun rendah, mempunyai tingkat kecernakan dan palatabilitas tinggi


sehingga dapat dikonsumsi ternak dalam jumlah tinggi pula.
2. Persisten. Berbeda dengan tanaman pangan maka hijauan pakan ternak, rumput
atau leguminosa, diharapkan untuk lebih permanen pada pastura. Untuk itu maka
mereka diharapkan untuk tahan terhadap pemotongan normal ataupun
penggembalaan, mampu menghasilkan biji, tahan kekeringan, temperatur ekstrim
dan api serta tahan terhadap penyakit dan serangan hama
3. Mampu berasosiasi dengan species lain. Berbagai pastura seringkali dibangun
dengan mencampur rumput dan leguminosa dengan tujuan menyediakan hijauan
berkualitas tinggi secara kontinyu, menyediakan ransum seimbang dalam hal
protein, energi dan mineral serta menekan kebutuhan pupuk nitrogen dengan
memanfaatkan transfer nitrogen dari leguminosa pada rerumputan. Terkait dengan
hal ini, beberapa faktor yang relevan dengan kemampuan ber-asosiasi yang perlu
diperhatikan adalah sifat tumbuh tanaman (membelit, merayap atau vertikal),
kemampuan berkompetisi atas unsur hara ataupun sinar matahari, mempunyai
palatabilitas baik dan mempunyai respon yang positip terhadap pemotongan
4. Mudah dikembangbiakkan. Meskipun diketahui berbagai jenis rerumputan
ataupun leguminosa dapat dikembangbiakkan dengan stek ataupun sobekan
rumpun (secara vegetatip) tetapi kemampuannya untuk menghasilkan biji perlu
mendapatkan perhatian. Hal tersebut untuk memastikan adanya regenerasi
tanaman seandainya terjadi keadaan alamiah yang tidak diharapkan seperti musim
kering yang panjang dan memungkinkan pembuatan padang rumput baru melalui
cara generatip. Apabila kemampuan hijauan pakan ternak menghasilkan biji adalah
buruk maka kemungkinan akan menimbulkan beberapa masalah seperti mahalnya
harga biji tanaman itu dan kegiatan seleksi serta pemuliaan dapat terhambat
karena biji yang tersedia untuk evaluasi hanya sedikit.

Untuk setiap kawasan selalu dijumpai jenis-jenis rumput yang dapat beradaptasi
dengan kondisi setempat. Beberapa jenis rumput budidaya yang sesuai untuk
kawasan dengan iklim tropika basah adalah Brachiaria mutica, Cynodon dactylon,
Digitaria decumbens, Melinis minutiflora, Pennistem clandestinum, Pennisetum
purpureum, Paspalum dilatatum, Paspalum plicatulum dan Setaria anceps. Adapun
untuk kawasan tropika kering maka terdapat jenis-jenis rumput budidaya seperti
Cenchrus ciliaris, Chloris gayana, Panicum coloratum, Panicum maximum, Panicum
antidotale.
3.2. Leguminosa
Leguminosa adalah tanaman dikotilledon (bijinya terdiri dari dua kotiledon atau
disebut juga berkeping dua). Famili tanaman leguminosa terbagi atas tiga sub-famili

yaitu Mimosaceae, Caesalpinaceae dan Papilionaceae. Mimosaceae adalah tanaman


perdu berkayu dengan bunga biasa sedangkan Caesalpinaceae mempunyai bunga
irregular. Adapun Papilionaceae adalah tanaman semak berkayu dengan bunga
papilionate atau berbentuk seperti kupu. Antar jenis leguminosa terdapat
perbedaan morfologi. Umumnya, sistem perakaran leguminosa terdiri atas akar
primer yang aktif dan mempunyai cabang-cabang sebagai akar sekunder. Akar
primer (tap root) tumbuh jauh kedalam tanah. Sistem perakaran itu umumnya
terinfeksi oleh bakteri dari species Rhizobium sehingga terbentuk bintil-bintil atu
nodul-nodul akar. Antara bakteri dan tanaman leguminosa terjadi simbiose
mutualistik. Untuk pertumbuhannya, bakteri menggunakan Nitrogen yang diserap
dari udara dan kemudian populasi bakteri yang mati menjadi sumber Nitrogen
untuk pertumbuhan tanaman leguminosa.

Sama seperti rumput, asal-usul leguminisa tidak diketahui dengan pasti. Fosil tertua
menunjukkan bahwa leguminosa, bersama rumput, hadir didunia sejak lebih dari
seratus tiga puluh juta tahun yang lalu, pada era mesozoic periode cretaceous pada
jaman neocomian. Bentuk dasar leguminosa yang ada saat itu seperti pohon-pohon
tropika. Kemudian, interaksinya dengan dengan mamalia primitif pada era itu
(seperti Dinosaurus) yang bersifat browser (meramban daun pepohonan) serta
injakan mamalia besar itu membuat pohon leguminosa mengalami penurunan
populasi dan evolusi. Struktur tanaman ini mengalami modifikasi menjadi tanaman
semak, tanaman pemanjat berkayu, tanaman musiman dan akhirnya menjadi
tanaman tahunan (Semple, 1970). Tanaman leguminosa ini tersebar diseluruh
benua namun tidak pernah menjadi tanaman yang dominan pada suatu kawasan
seperti layaknya rumput. Apabila rumput secara alamiah dapat menjadi tanaman
dominan pada suatu kawasan sehingga membentuk padang rumput (grassland)
tetapi, tidak ada suatu kawasan didunia yang dapat disebut sebagai padang
leguminosa (legumelands). Mungkin karena ada tenggang waktu yang lama (sekitar
110 juta tahun) sejak hadirnya rumput di dunia (yaitu sekitar 130 juta yang silam)
dan baru digunakan oleh ruminansia pada jaman Miocene, sekitar 20 juta tahun
yang lalu (Stewart, 1956). Tenggang waktu itu memungkinkan rumput tumbuh baik
dan menyebar disemua bagian dunia. Sabana di Afrika saat ini, misalnya, ditumbuhi
rumput secara lebih merata walaupun pada sabana itu terdapat juga pohon dan
semak leguminosa. Umumnya jumlah leguminosa di padang rumput tidak lebih dari
10 persen dari jenis-jenis tanaman di padang itu.

Seperti halnya rumput, melalui proses seleksi yang dilakukan manusia terhadap bijibijian sejak budaya hidup masih secara nomadik hingga menetap maka sebagian
jenis-jenis leguminosa berkembang menjadi bahan pangan. Jenis-jenis leguminosa
pangan yang kita kenal saat ini adalah seperti Glycine max, Arachis hypogea, Vigna
sinensis.

Peran penting dari leguminosa tropika sebagai hijauan pakan untuk pastura maupun
pakan ternak ruminansia baru mendapatkan perhatian sejak tiga dekade yang lalu.
Sebelum kurun waktu itu, ilmuwan lebih memperhatikan jenis-jenis leguminosa
temperate seperti species-species dari genus Medicago, Trifolium, Vicia dan
Melilotus. Melalui riset maka dari benua Afrika mulai dikenal manfaat jenis-jenis
leguminosa tropika seperti dari genus Glycine, Vigna, Indigofera, Dolichos dan
Alysicarpus. Sedangkan dari kawasan Amerika tropis dikenal jenis-jenis leguminosa
pakan ternak seperti dari genus Calopogonium, Centrosema, Desmodium,
Leucaena, Phaseolus, Stylosanthes dan Teramnus.

Pada masa silam, sejak jaman kekaisaran romawi, tanaman pohon atau perdu telah
dimanfaatkan manusia sebagai pakan ternak dengan cara dipotong dan daunnya
diberikan kepada ternak atau ternak dibiarkan meramban. Namun, manfaat penting
tanaman berkayu itu sebagai pakan ternak hanya diketahui kemudian (Baumer,
1992). Sebagai misal, perdu leguminosa Gliricidia maculata dan Gliricidia sepium
telah di-introduksi ke Afrika pada akhir abad kedelapan belas sebagai tanaman
naungan untuk perkebunan tanaman teh, kopi dan cokelat. Namun manfaat penting
kedua jenis leguminosa itu sebagai pakan hanya dikenal sejak beberapa dekade
yang lalu setelah diketahui bahwa daunnya mengandung 20-30% protein kasar,
14% serat kasar dengan kecernaan antara 50 sampai 70%.
3.3. Daun-daunan
Adapun yang dimaksud dengan daun-daunan dalam sub-bab ini adalah daundaunan dari tanaman yang tidak tergolong sebagai jenis tanaman yang secara
konvensional dikenal sebagai hijauan pakan ternak seperti rumput-rumputan
ataupun leguminosa. Mereka dapat tergolong sebagai tanaman buah-buahan
ataupun tanam pohon dikawasan hutan. Penggunaan daun-daunan ini umumnya
dapat diamati dikawasan pertanian intensif dinegara-negara tropis, khususnya pada
musim kemarau yang merupakan periode dimana jenis-jenis hijauan pakan ternak
konvensional sulit didapatkan. Adapun beberapa jenis daun-daunan yang dimaksud
misalnya berasal dari tanaman alpukat (Persea sp), nangka (Artocarpus sp) serta
pisang (Musa sp). Jenis-jenis pohon yang daunnya dilaporkan digunakan sebagai
pakan ruminansia di kawasan asia meliputi Erythrina variegata, Ficus (F.
exasperata, F. bengalnensis, F. religiosa), Albizia lebbeck, Tamarindus indica,
Cajanus cajan (Devendra, 1990).
3.4. Limbah tanaman pertanian

Limbah tanaman pertanian yang dimaksud dalam sub-bab ini adalah bagian-bagian
dari tanaman yang dibudidayakan setelah produk utamanya dipanen untuk
kepentingan manusia. Khususnya pada kawasan tropis dimana pemeliharaan
ruminansia dilakukan oleh mereka yang mengoperasikan sistem pertanian
campuran maka petani-ternak pada kawasan itu juga memanfaatkan limbah
tanaman pertanian yang dibudidayakannya sebagai pakan untuk ternak ruminansia
mereka. Adapun jenis-jenis limbah tersebut beragam antar lokasi, tergantung pada
jenis tanaman pertanian yang dibudidayakan setempat. Pada kawasan Asia-Pasifik,
jenis-jenis limbah pertanian itu meliputi jerami padi, jerami kacang tanah, jerami
kacang kedelai, tebon jagung, jerami sorghum, daun ketela pohon, daun ketela
rambat, daun talas dan pucuk tebu. Jenis-jenis limbah dimaksud selaras dengan
jenis-jenis tanaman pertanian yang umum dibudidayakan.

Sejalan dengan penggunaan limbah pertanian seperti dimaksud diatas, petani


ternak juga mengembalikan kotoran ternak yang dihasilkannya ke lahan pertanian
sebagai pupuk. Kondisi itu menjadikan pola pertanian campuran pada sebagian
besar kawasan tropis bersifat terintegrasi antara tanaman dan ternak dengan
tujuan memaksimumkan sumberdaya pada tingkat rumahtanggatani (Schiere dan
Kater, 2001). Integrasi semacam itu akhir-akhir ini menjadi semakin populer
dikawasan empat musim sebagai bagian sistem pertanian yang disebut New
Conservation Agriculture.

Khususnya untuk jenis tanaman jagung, pada kawasan tropika, menghasilkan tebon
jagung setelah buah jagungnya dipanen untuk konsumsi manusia. Oleh petaniternak, tebon jagung dapat langsung diberikan kepada ternak dalam keadaan segar
atau terlebih dahulu dikeringkan matahari menjadi hoi (hay) kemudian disimpan
dan diberikan kepada ternak pada saat musim paceklik pakan (umumnya terjadi
pada musim kemarau). Pada berbagai negara dikawasan empat musim, tanaman ini
justru dibudidayakan sebagai hijauan pakan ternak. Tanaman jagung dipanen
sekaligus bersama buahnya untuk diberikan kepada ternak ruminansia sebagai
sumber zat makanan dan energi. Jenis tanaman ini juga dibudidayakan untuk
diawetkan dalam bentuk segar yang disebut silase untuk digunakan sebagai pakan
pada musim dingin (winter). Saat itu ternak tidak dapat merumput di padang
rumput yang bersalju dan harus dikandangkan dan diberi pakan silase jagung.
4. Apresiasi terhadap rumput
Masyarakat agraris seharusnya dapat menghargai pentingnya rumput dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagian besar pangan nabati seperti beras, jagung atau
kacang tanah adalah produk vegetasi kelompok rumput dan leguminosa. Bahan
pangan seperti daging, susu, keju, sosis daging sapi, es krim, yoghurt, kefir, susu

pasturisasi, susu bubuk, susu kental manis atau butter juga tidak akan hadir dalam
sistem pangan tanpa rumput. Wool dan kulit sebagai bagian budaya manusia
adalah hasil dari interaksi ruminansia dan rumput. Boleh dikatakan bahwa
memperkenankan ruminansia mengkonsumsi hijauan kiranya adalah pilihan terbaik
yang telah dilakukan peradaban manusia untuk memanfaatkan jenis-jenis vegetasi
yang tidak dapat dimanfaatkan manusia sebagai pangannya. Pilihan itu
memungkinkan bahan-bahan ligno-selulosik dikonversi menjadi produk-produk yang
berguna untuk kesejahteraan umat manusia.

Masyarakat konsumen modern mengenal daging dan susu serta segala bentuk
olahannya sebagai produk dari ternak ruminansia. Namun, kelompok masyarakat ini
umumnya tidak mengenal peran vital rumput untuk keberlanjutan sistem produksi
ternak ruminansia. Apresiasi pada rumput dan jenis hijauan pakan ternak lainnya
kiranya hanya dijumpai di pedesaan dimana masyarakat petani-ternak
terkonsterasi. Apabila populasi masyarakat ini semakin menurun seperti yang
terjadi di Amerika atau Belanda (dimana masyarakat petaninya hanya sekitar dua
persen) maka proses bagaimana produk-produk peternakan dihasilkan tidak lagi
dikenal oleh masyarakat konsumennya. Rumput untuk masyarakat konsumen
modern lebih dipersepsi sebagai asesoris keindahan lingkungan dalam bentuk
taman dan tempat rekreasi atau justru vital sebagai komponen sarana olahraga
seperti golf dan sepak bola. Keberadaan rumput seperti itu memang secara nyata
dihadapi dan dinikmati sehari-hari oleh masyarakat konsumen modern.

Peran vital jenis-jenis hijauan pakan ternak terhadap lingkungan sebenarnya tidak
hanya terbatas pada keindahan lingkungan sebagaimana dipersepsi oleh
masyarakat konsumen modern. Pendekatan akademik menunjukkan bahwa
komunitas jenis-jenis hijauan pakan ternak, dalam proses respirasinya,
menghasilkan oksigen yang menjamin kontinyuitas pasokan udara segar didunia.
Disamping itu, komunitas hijauan pakan ternak juga berkemampuan melindungi
lahan dari proses erosi akibat siraman air atau hembusan angin. Jenis-jenis
leguminosa pakan perdu seperti Gliricidia sp atau Leucaena sp, berpotensi
dimanfaatkan sebagai penahan angin (wind breaker) atau naungan yang
memberikan kenyamanan tempat tinggal. Secara umum dapat disimpulkan bahwa
rumput dan leguminosa bukan saja potensial sebagai pakan ruminansia namun juga
berperan, atau dapat diperankan, untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dan
kesejahteraan manusia.

Tidak mudah mengukur nilai ekonomi dari jenis-jenis hijauan yang tumbuh secara
alamiah dan yang sengaja dibudidayakan pada sebagian besar permukaan lahan di
Indonesia. Jika kontribusi sektor peternakan pada tahun 2002 bernilai sekitar 8,3

triliun rupiah maka sebagian tentunya dihasilkan dari sistem produksi ternak
ruminansia yang sampai saat ini masih belum optimal dalam hal pemanfaatan
sumberdaya pakan hijauan yang tersedia. Pada tahun yang sama, sekitar 60%
ruminansia di Indonesia berada di pulau Jawa yang luasnya hanya sekitar 7% dari
luas wilayah. Padahal, data statistik tahun 1999 menunjukkan bahwa luas area
padang rumput yang potensial digunakan sebagai basis produksi ternak ruminansia
di Kawasan Indonesia Timur diperkirakan tiga kali lipat dari yang tersedia di pulau
Jawa (Ifar dan Bambang, 2002). Jika sumberdaya ini dimanfaatkan secara optimal,
tentunya nilai ekonomis lahan rumput yang kosong dan idle itu akan meningkat.
Lebih lanjut, jika total produksi ternak ruminansia yang hidup dari padang rumput
alam atau buatan, termasuk tenaga kerja dan pupuk yang dihasilkannya dihitung
maka boleh diyakini bahwa padang rumput yang saat ini kosong dan idle itu adalah
sumberdaya bernilai tinggi dan sekaligus merupakan potensi ekonomi untuk masa
depan. Sejarah perkembangan produksi ternak ruminansia di Eropa, Amerika dan
Australia menunjukkan bahwa lahan berupa padang rumput alam yang dianggap
tidak produktif untuk pertanian tanaman ternyata adalah aset bernilai ekonomi
tinggi untuk produksi ternak ruminansia.
Daftar Pustaka
Crowder, L.V. and Chheda, H.R. 1982. Tropical Grassland Husbandry. Longman Inc.
New York.

Flannery, K.V. 1969. Origin and Ecological Effects of Early Domestication in Iran and
The Near East. In P.J. Ucko and G.W. Dimbleby (eds). The Domestication and
Exploitation of Plants and Animals. Gerald Duckworth. London, pp 12-100.

Ifar,S dan Bambang, A.N. 2002. Potensi dan Prospek Usaha Peternakan Sapi Potong
di Kawasan Timur Indonesia (KTI) Dalam Kerangka Pengembangan Kawasan
Ekonomi Terpadu (KAPET). Semiloka Strategi Pengembangan KAPET di Kawasan
Timur Indonesia dalam Menghadapi Era Global, 5-6 Juli, Universitas Brawijaya.

Keay, R.W.J. 1959. Vegetation Map of Africa South of The Tropic of Cancer. Oxford
Univ. Press. London.

Mannetje, L.t. 1978. The Role of Improved Pastures for Beef Production in The
Tropics. Trop. Grassland 12, 1-9

Pratt, D.J., Greenway, P.J. and Gwynne, M.D, 1966. A Classification of East African
Rangeland, With An Appendix on Terminology. J. Appl. Ecol. 3, 369-382

Rifkin, J. 1993. Beyond Beef. The Rise and Fall of The Cattle Culture. Penguin Books
USA Inc. New York.

Reed, C.A. 1969. The Pattern of Animal Domestication in the Prehistoric Near East.
In P.J. Ucko and G.W. Dimbleby (eds). The Domestication and Exploitation of Plants
and Animals. Gerald Duckworth: London, pp: 261-380

Ruthenberg, H. 1980. Farming Systems in The Tropics. Clarendon Press. Oxford.

Schiere, H dan Kater, L. 2001. Mixed Farming Systems. Mixed Crop-Livestock


Farming, A Review of Traditional Technologies. An FAO Report Based on Literature
and Field Experiences. FAO Rome.

Stewart, O.C. 1956. Fire as The First Great Force Employed by Man. In H.L. Thomas
(ed). Mans Role in Changing the Face of the Earth. Univ. Chicago Press. Pp: 115
-133.
Diposkan oleh Crop Livestock Systems di 03:00
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Lecture-1
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Arsip Blog

2011 (3)
o

Maret (3)

TENTANG BLOG INI

PADANG RUMPUT DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK

PEMANFAATAN SUMBERDAYA HIJAUAN

Agribisnis Peternakan

Saya :
Crop Livestock Systems
Malang, Jawa Timur, Indonesia
Lihat profil lengkapku
Pengikut

Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai