Anda di halaman 1dari 5

LAUK NABATI KHAS JAWA TENGAH (WONOGIRI)

Daerah Jawa Tengah merupakan daerah yang kaya akan budaya dan juga
kulinernya. Termasuk jenis makanan yang berupa lauk pauk yang berbahan dasar dari
jenis nabati. Sebagain besar makanan atau lauk yang berasal dari Jawa Tengah
dominan dengan rasa manis. Karena Jawa Tengah memiliki kerajaan-kerajaan yang
dulunya sangat kaya dan terkenal. Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo yang ada di
Jawa Tengah merupakan salah satu tanda dari Kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri
yang masih dapat dirasakan pengaruhnya sampai sekarang. Kerajaan tersebut dulunya
adalah kerajaan yang kaya akan hasil bumi termasuk gula jawa. Kekayaan akan gula
jawa tersebut memberikan pengaruh yang kuat terhadap daerah disekitar kerajaan.
Hal tersebut terlihat dari cirri khas masakannya yang lebih kuat dengan rasa manis.
Namun terlepas dari pengaruh kerajaan-kerajaan yang zaman dulu memiliki
kejayaan, Jawa Tengah juga masih mempunyai daerah yang dulu dapat dikatakan
daerah rawan pangan. Daerah tersebut yaitu daerah atau Kabupaten Wonogiri.
Kabupaten Wonogiri terletak disebelah tenggara provinsi Jawa Tengah. Berbatasan
langsung dengan Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo dan Gunung Kidul. Selain itu
Kabupaten Wonogiri juga berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Timur dan
berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo dan Magetan. Keadaan rawan pangan yang
terjadi di Kabupaten Wonogiri karena kondisi geografisnya yang tidak subur untuk
jenis tanaman sehingga hanya tanaman tertentu yang dapat tumbuh di daerah tersebut.
Lokasi yang kurang strategis menyebabkan akses ke wilayah tersebut tidak lancar.
Namun seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman, masalah-masalah pangan
yang terjadi di daerah Wonogiri dapat diatasi sehingga sekarang Wonogiri sudah
terbebas dari kondisi rawan pangan.
Kerawanan pangan yang dulu sempat terjadi berpengaruh pada jenis makanan
yang dikonsumsi daerah tersebut. Mayarakatnya terbiasa mengonsumsi jenis
makanan yang tersedia di wilayah tersebut. Karena daerahnya kurang subur sehingga
hanya sedikit tanaman yang dapat tumbuh. Salah satunya tanaman yang dapat tumbuh
dengan baik disana adalah wijen. Masyarakat Wonogiri mengolah biji wijen menjadi
makanan yang digunakan sebagai lauk makan. Olahan khas daerah Wonogiri

berbahan dasar wijen dari luar tampak menyerupai pepes. Namun sebenarnya sangat
berbeda. Makanan tersebut disebut dengan cabuk.
Cabuk adalah makanan yang berbahan dasar biji wijen, memiliki warna hitam
pekat, dengan tekstur agak lembek, memiliki aroma dan rasa yang khas. Rasanya
sedikit pedas seperti sambal. Memiliki aroma yang khas dari wijen dan tambahan
daun kemangi yang ada di dalamnya.
SEJARAH
Cabuk merupakan makanan yang berbahan dasar dari biji wijen. Makanan ini
merupakan makanan khas yang berasal dari Wonogiri yang biasanya digunakan
sebagai lauk makan. Tidak diketahui secara pasti kapan cabuk pertama dibuat. Namun
cabuk sudah dikenal masyarakat Wonogiri sejak lama. Pembuatan cabuk ini didorong
oleh kondisi lingkungan wilayah Wonogiri sendiri yang kurang subur dan wijen yang
merupakan salah satu hasil pertanian yang dapat diandalkan di wilayah tersebut.
Masyarakat memanfaatkan hasil pertanian berupa biji wijen untuk membuat makanan
yang dapat dikonsumsi. Bahan tambahan untuk mengolah biji wijen juga bahanbahan yang mudah di dapat di wilayah tersebut. Dari bahan-bahan sederhana yang
tersedia dan mudah didapat di wilayah Wonogiri maka masyarakat membuatnya
dalam bentuk cabuk.
FUNGSI
Cabuk yang ada di wilayah Wonogiri digunakan sebagai lauk makan.
Biasanya cabuk dimakan bersama dengan nasi putih dan zaman dulu dengan tiwul.
Bagi masyarakat Wonogiri cabuk ini berfungsi sebagai sambal. Dengan adanya cabuk
sebagai lauk dapat meningkatkan nafsu makan mereka dan menambah cita rasa
tersendiri dalam makan.
BUDAYA DAERAH
Dalam masyarakat Wonogiri tidak ada penggunaan cabuk sebagai ritual adat
khusus. Hanya saja cabuk digunakan sebagai pelengkap dalam acara bancaan yang
ada di Wonogiri. Bancaan adalah sejenis perayaan adat untuk memperingati kelahiran
bayi atau pernikahan. Ditandai dengan memberikan makanan kepada masyarakat
sekitar yang melakukan tradisi tersebut. Makanan yang diberikan tersebut biasanya

berupa nasi, aneka lauk, dan gudangan (urap) yang dilengkapi dengan cabuk. Tidak
ada filosofi mengenai penambahan cabuk. Namun tradisi ini sudah berlangsung turun
temurun sehingga sampai sekarang setiap ada tradisi bancaan pasti selalu ada cabuk
sebagai pelengkap lauknya.
BAHAN UTAMA
Bahan utama dalam pembuatan cabuk ini adalah biji wijen. Yang selanjutnya
ditambah dengan bumbu-bumbu untuk menambah cita rasa dan mendapatkah rasa
yang khas. Bumbu tersebut antara lain: cabai, bawang putih, garam, gula jawa,
ditambah parutan kelapa dan daun kemangi. Selain itu yang menjadi ciri khas cabuk
Wonogiri adalah adanya londo. Cabai digunakan untuk mendapatkan rasa pedas
sehingga menghasilkan cabuk yang rasanya pedas seperti sambal. Bawang putih
untuk menambah cita rasa gurih pada cabuk. Garam ditambahkan untuk memberikan
rasa asin. Gula jawa digunakan untuk memberikan rasa manis dan menyeimbangkan
rasa pada cabuk. Selain itu ditambahkan pula parutan kelapa untuk menambah rasa
gurih. Daun kemangi juga ditambahkan yang bertujuan untuk mendapatkan rasa dan
aroma yang khas pada cabuk. Dan yang menadi ciri khas cabuk ini adalah londo.
Yang berasal dari daun pisang yang kering atau merang padi yang dibakar menjadi
abu, kemudian abu hasil pembakaran ditambah sedikit air lalu dikeringkan dan
ditumbuk agar menjadi tepung. Tepung inilah yang disebut londo yang ditambahkan
pada cabuk yang menghasilkan warna hitam pekat yang khas.
CARA PENGOLAHAN
Dalam membuat cabuk tidak ada metode khusus yang digunakan. Cara
pengolahannya masih dilakukan secara tradisional dan sederhana. Pertama yaitu
memilih biji wijen yang baik untuk digunakan kemudian disangrai sampai kering.
Setelah disangrai biji wijen kemudian ditumbuk agar halus. Proses menumbuk yang
dilakukan masyarakat Wonogiri masih menggunakan alat tradisional yang mereka
sebut dengan lumpang dan alu. Setelah wijen menjadi tepung yang halus
kemudian dikukus selama kurang lebih satu jam. Setelah itu dicampur dengan tepung
londo dan sedikit parutan kelapa. Lalu diaduk sampai rata. Kemudian dikukus lagi
dengan waktu yang hampir sama dengan pengukusan pertama yaitu satu jam. Setelah

dikukus untuk kedua kalinya biji wijen yang telah dicampur londo dan kelapa
ditiriskan.
Kemudian dicampur dengan cabai, bawang merah, garam, gula jawa yang telah
dihaluskan. Semua bahan dicampur sampai rata kemudian ditambahkan parutan
kelapa sedikit dan daun kemangi untuk menambahkan aroma yang khas. Setelah
semua bahan tercampur rata dibungkus dalam daun pisang dengan bentuk memanjang
seperti pepes. Dengan kedua ujung daun ditutup dengan tusuk gigi. Kemudian
dipanggang diatas bara api sampai daun berwarna kecoklatan. Pemanggangan ini
selain untuk mematangkan makanan juga untuk mendapatkan aroma yang khas dari
daun pisang yang dipanggang.
PENGARUH ASING
Sampai sekarang resep cabuk dari daerah Wonogiri merupakan resep asli yang
turun temurun dan belum ada modifikasi dengan makanan lain. Namun perbedaan
yang terlihat hanya terjadi pada proses pembuatannya. Pada masyarakat modern
sekarang ini pembuatan cabuk dilakukan dengan alat yang modern. Salah satunya
dalam proses pembuatan tepung wijen menggunakan mesin penggiling modern.
Sehingga lebih mudah dan cepat. Namun masih banyak masyarakat yang
mempertahankan pembuatan cabuk dengan alat tradisional karena mereka merasa
dengan alat tradisional cabuk yang dihasilkan memiliki cita rasa yang khas.

Gambar cabuk

http://m.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20141202123402-262-15220/cabuk-wijen-sipepes-hitam-dari-wonogiri/ diunduh pada 25 Maret 2015


http://www.travelmatekamu.com/2014/06/20/cabuk-si-hitam-wijen-yang-khas-dariwonogiri/ diunduh pada 25 Maret 2015
http://soloraya.com/2014/05/28/ini-dia-kuliner-khas-wonogiri-yang-aduhai/ diunduh
pada 25 Maret 2015

Anda mungkin juga menyukai