AGROKLIMATOLOGI
Oleh:
Alif Bagaswara
(A1A015018)
Syifa Nur Baeti
(A1A015037)
Arin Dwi Andini
(A1A015038)
Wiwit Firda Riandini
(A1A015040)
Novita Anggraeni
(A1A015041)
Kelompok 3 (Tegalan)
Rombongan 10
PJ: Nadya Malisa Pohan
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
ii
2
5
6
9
9
10
10
23
25
34
35
36
40
40
41
41
46
47
56
59
60
65
65
66
66
73
73
86
87
88
91
91
93
93
99
99
I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................103
B. Tujuan................................................................................................ 104
II.
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................105
III.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan................................................................................. 108
B. Prosedur Kerja.................................................................................. 108
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil.................................................................................................. 110
B. Pembahasan....................................................................................... 110
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan....................................................................................... 115
B. Saran................................................................................................. 115
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................116
LAMPIRAN........................................................................................................ 117
HALAMAN JUDUL ACARA VI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................121
B. Tujuan................................................................................................ 122
II.
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................123
III.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan................................................................................. 128
B. Prosedur Kerja................................................................................... 128
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil.................................................................................................. 130
B. Pembahasan....................................................................................... 130
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan....................................................................................... 134
B. Saran................................................................................................. 134
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................135
LAMPIRAN........................................................................................................ 136
LAPORAN PRAKTIKUM
AGROKLIMATOLOGI
ACARA I
PENGENALAN ALAT PENGAMATAN CUACA (IKLIM)
Oleh:
Wiwit Firda Riandini
NIM. A1A015040
Kelompok 3 (Tegalan)
Rombongan 10
PJ: Nadya Malisa Pohan
2016
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketetapan
Ketelitian
Sederhana atau tidak rumit
Mudah dibaca oleh pengamat
Kekar atau tahan lama
Biaya pemeliharaan rendah
Harga alat rendah
Persyaratan ini juga berlaku untuk peralatan bidang ilmu lain. Hal lain yang
B. Tujuan
1. Mengenal peralatan yang digunakan untuk pengamatan cuaca
2. Mengetahui tata letak alat pengamatan cuaca di stasiun cuaca
3. Mengetahui prinsip-prinsip dasar kerja alat pengamatan cuaca
kecepatan
angin
(Anemometer)
dan
masih
banyak
yang
lainnya
(Prawirowardoyo,1996).
Stasiun meteorologi mengadakan contoh penginderaan setiap 30 detik dan
mengirimkan kutipan statistik (sebagai contoh, rata-rata dan maksimum). Untuk
yang keras menyimpan modul-modul setiap 15 menit. Hal ini dapat menghasilkan
kira-kira 20 nilai dari hasil rekaman untuk penyimpanan akhir disetiap interval
keluaran. Ukuran utama dibuat di stasiun meteorologi danau vida, pemakaian alat
untuk temperatur udara, kelembaban relatif, temperatur tanah (Fontain, 2002).
Hasil yang didapat setelah dilakukannya suatu pengamatan di stasiun cuaca
atau stasiun meteorologi yakni data-data mengenai iklim. Di indonesia,
berdasarkan ketersediaan data iklim yang ada di sistem database Balitklimat,
hanya ada 166 dari 2.679 stasiun yang menangani data iklim. Umumnya hanya
data curah hujan dan suhu udara, sehingga walaupun metode Penman merupakan
yang terbaik, metode Blaney Criddle akan lebih banyak dipilih karena hanya
memerlukan data suhu udara yang relatif mudah didapatkan (Runtunuwu, 2008).
Prakiraan cuaca baik harian maupun prakiraan musim, mempunyai arti
penting dan banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian. Prakiraan cuaca 24 jam
yang dilakukan oleh BMG, mempunyai arti dalam kegiatan harian misalnya untuk
pelaksanaan pemupukan dan pemberantasan hama. Misalnya pemupukan dan
penyemprotan hama perlu dilakukan pada pagi hari atau ditunda jika menurut
prakiraan sore hari akan hujan lebat. Prakiraan permulaan musim hujan
mempunyai arti penting dalam menentukan saat tanam di suatu wilayah. Jadi,
bidang pertanian ini memanfaatkan informasi tentang cuaca dan iklim mulai dari
perencanaan sampai dengan pelaksanaannya (Setiawan, 2003).
Menurut Tjasyono (2004) alat-alat yang digunakan untuk pengukuran
dalam praktikum kali ini merupakan alat untuk mengukur iklim mikro.
Iklim mikro sendiri merupakan iklim yang terjadi pada suatu daerah yang tidak
cukup luas. Alat-alat meteorologi biasanya mempunyai sifat umum sebagai
berikut:
1. Harus seteliti mungkin (akurat).
2. Harus peka agar diperoleh ketelitian yang tinggi
3. Harus kuat dan tahan lama agar dapat memberikan pelayanan dalam
jangka panjang.
4. Harus mudah dipakai dan sederhana.
Biasanya mempunyai harga murah karena didalam penelitian klimatologi
diperlukan alat yang dipasang dalam jumlah yang besar.
III.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
IV.
B. Pembahasan
Secara luas meteorologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
atmosfer yang menyangkut keadaan fisis dan dinamisnya serta interaksinya
dengan permukaan bumi di bawahnya. Dalam pelaksanaan pengamatannya
menggunakan hukum dan teknik matematik. Pengamatan cuaca atau pengukuran
unsur cuaca dilakukan pada lokasi yang dinamakan stasiun cuaca atau yang lebih
dikenal dengan stasiun meteorologi. Maksud dari stasiun meteorologi ini ialah
menghasilkan serempak data meteorologis dan data biologis dan atau data-data
yang lain yang dapat menyumbangkan hubungan antara cuaca dan pertumbuhan
atau hidup tanaman dan hewan. Lokasi stasiun ini harus dapat mewakili keadaan
pertanian dan keadaan alami daerah tempat stasiun itu berada. Informasi
meteorogis yang secara rutin diamati antara lain ialah keadaan lapisan atmosfer
yang paling bawah, suhu dan kelengasan tanah pada berbagai kedalaman, curah
hujan,
dan
curahan
lainnya,
durasi
penyinaran
dan
reaksi
matahari
(Prawirowardoyo, 1996).
Pengenalan alat pengamatan cuaca dilakukan suatu proses pengukuran dan
pencatatan tentang iklim (cuaca) sangatlah penting bagi kelangsungan hidup
manusia, oleh karenanya perlu diketahui tata cara penggunaan alat-alat guna
mengetahui iklim setempat. Pada sector pertanian pengukuran tersebut sangatlah
penting guna menentukan masa tanam hingga panen, antara lain: curah hujan
10
membentuk suatu pola yang dinamakan iklim. Jadi iklim adalah keadaan unsur
11
cuaca rata-rata dalam waktu yang relatif panjang, dengan unsur-unsur sebagai
berikut: radiasi surya, suhu udara, kelembaban nisbi udara, tekanan udara, angin,
curah hujan, evapotranspirasi dan
keawanan. Unsur
cuaca/iklim bervariasi
jam tertentu. Sedangkan untuk mengetahui iklim di lahan tersebut dengan cara
merata-ratakan data suhu, tekanan, atau curah hujan yang telah kita kumpulkan
dalam waktu puluhan tahun. Oleh karena itu, dapatlah dipahami, informasi yang
diberitakan oleh media televisi maupun surat kabar setiap hari adalah prakiraan
cuaca bukan prakiraan iklim.
Berikut ini adalah penjelasan dan fungsi dari beberapa alat untuk
memprediksi iklim dan cuaca sebagai berikut:
1. Thermohigrometer
Dalam pengukuran suhu udara terdapat dua proses. Pertama
termometer menyamakan suhunya dengan udara secara termodinamik,
sehingga
terjadi
kesetimbangan.
Kedua,
suhu termometer
terukur.
13
menunjukkan
temperatur.
Cara
penggunaannya
dengan
14
Thermometer
ini
dipasangkan
mendatar.
Pemeliharaan
15
16
19
20
Alat dipasang di tempat terbuka, tak ada halangan ke arah timur matahari
terbit dan ke barat matahari terbenam. Kemiringan sumbu bola lensa
disesuaikan dengan letak lintang setempat. Posisi alat tak berubah sepanjang
waktu hanya pemakaian pias dapat diganti-ganti setiap hari. Ada 3 tipe pias
yang digunakan pada alat yang sama:
a. Pias waktu matahari di ekuator
b. Pias waktu matahari di utara
c. Pias waktu matahari di selatan
Halangan terhadap pancaran cahaya surya terutama awan, kabut,
aerosol atau benda-benda pengotor atmosfer lainnya. Lama penyinaran
ditulis dalam satuan jam sampai nilai persepuluhan atau dalam persen
terhadap panjang hari. Lama penyinaran surya dapat diukur dengan berbagai
macam alat yang dapat merekam sinar yang mencapai di permukaan bumi
sejak terbit hingga terbenam; mampu merekam dengan tepat sampai nilai
persepuluh jam (6 menit). Terdapat empat macam/tipe alat perekam sinar
surya, yaitu: Tipe Campbell Stokes, Tipe Jordan, Tipe Marvin, dan Tipe
Foster. Dari 4 tipe tersebut hanya tipe Tipe Campbell Stokes dan Tipe
Jordan saja yang banyak dipakai di Indonesia (Sutiknjo, 2005).
22
V.
A. Kesimpulan
1. Alat yang digunakan dalam memprediksi iklim dan cuaca adalah: Campbell
Stock,
Termohigrometer
(digital),
Termometer
Permukaan
Tanah,
24
25
DAFTAR PUSTAKA
Arisworo, D., dan Yusa. 2006. Biologi. Grafindo Media Perkasa: Jakarta.
Benyamin, Lakitan. 1994. Dasar-dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
Brady, Buckman. 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Aksara: Jakarta.
Daldjoeni, N. 1987. Geografi Kota dan Desa. Penerbit Alumni: Bandung.
Daldjoeni, N. 1983. Pokok-pokok Klimatologi. Penerbit Alumni: Bandung.
Hamdi, Salpul. 2014. Mengenal Lama Penyinaran Matahari Sebagai Salah
Satu Parameter Klimatologi. Berita Dirgantara. Vol. 15 No.1 : 716.
Hanum, C. 2009. Penuntun Praktikum Agroklimatologi. Program Studi Agronomi.
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara: Medan.
Nawawi G. 2007. Pengantar Klimatologi Pertanian. Dinas Pendidikan: Jakarta.
Neiburger, dkk. 1982. Memahami Lingkungan Atmosfer. ITB: Bandung.
Kartasapoetra, A.G. dan M. Sutedjo. 1994. Teknologi Pengairan Pertanian
Irigasi. Bumi Aksara: Jakarta.
Prawiroardoyo, S. 1996. Meteorologi. Institut Teknologi Bandung: Bandung.
Rafii, S. 1995. Meteorologi dan Klimatologi. Penerbit Angkasa: Bandung.
Runtunuwu, E. 2008. Validasi Model Pendugaan Evapotranspirasi: Upaya
Melengkapi Sistem Database Iklim Nasional. Jurnal Tanah dan
Iklim. No 28: 1-4.
Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional: Surabaya.
Sofendi. 2000. Ilmu Geografi. Akademika Pressindo: Jakarta.
26
Susandi, A., Indriani Herlianti, Mamad Tamamadin, dan Irma Nurlela. 2008.
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketinggian Muka Laut di
Wilayah Banjarmasin. Jurnal Ekonomi Lingkungan. 12(2).
Sutiknjo, Tutut D. 2005. Petunjuk Praktikum Klimatologi. Fakultas Pertanian,
Universitas Kediri: Kediri.
Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. ITB: Bandung.
27
LAMPIRAN
HASIL ACARA 1
PENGENALAN ALAT PENGAMATAN CUACA (IKLIM)
No
.
1
Gambar
Nama Alat
Thermohigro
meter
d
a
e
b
c
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Keterangan
Prinsip Kerja
Kegunaan
Temperatur
Kelembapan
Tombol riset
Display
Penunjuk waktu
Tombol
maksimum dan
minimum
28
Thermomete
r Bengkok
a
Thermomete
r Permukaan
Tanah
a
a. Reservoir untuk
jeluk tanah
sedalam 20 cm
b. Pipa kapiler berisi
air raksa dan
skala
a. Batang
termometer
b. Jarum penunjuk
suhu
c. Skala suhu
d. Titik sensitif
29
Termometer
permukaan
tanah dirancang khusus
untuk mengukur suhu
permukaan tanah. Alat ini
berguna pada perencanaan
penanaman
dan
juga
digunakan
oleh
para
ilmuwan iklim, petani, dan
ilmuwan tanah (Hanum,
2009).
Thermomete
r Maksimum
Minimum
a
b
a. Termometer
maksimum berisi
air raksa
b. Pipa kapiler
c. Skala
d. Termometer
minimum berisi
alcohol
30
Ombrometer
Tipe
Hellman
a
e
b
f
c
Ombrometer
Tipe
Observatorium
a. Permukaan
corong penakar
hujan
b. Tabung
pelampung
c. Selang
d. Pintu penakar
hujan
e. Kertas pias
f. Silinder jam
g. Tempat
penampang air
hujan
a. Mulut corong
b. Tabung
penampung air
c. Kran
d. Gelas ukur
c
d
31
Air
yang
masuk
melalui mulut corong
dan
mengakibatkan
pelampung terangkat
dan
menggerakkan
pena yang kemudian
akan menggores kertas
pias secara otomatis
yang
menunjukkan
volume
air
yang
masuk ke dalam alat
(Buckman
Brady,
1982).
Penampung menampung curah hujan
dalam satu periode
waktu
tertentu
(Lakitan, 1994).
Untuk
mengukur
jumlah hujan harian
secara
otomatis
(Daldjoeni, 1987).
Mengukur curah
(Lakitan, 1994).
hujan
Campbell
Stokes
d
a.
b.
c.
d.
Pembakaran
kertas
pias
oleh
radiasi
matahari yang memfokus melalui bola
kaca sebagai lensa
positif pada titik api
lensa (Kartasapoetra,
1986).
a.
b.
c.
d.
e.
Lengan ruji
Cup counter
Wind vane
Kertas pias
Penutup
anemometer
Mengukur besarnya
kecepatan angin berdasarkan
gerakan
baling- baling (cup
caunter) yang akan
tercatat pada kertas
pias di dalam anemometer.
Mengetahui
arah angin berdasarkan gerakan wind
vane
yang
akan
tercatat pada kertas
pias
(Soemarto,
b
c
Anemometer
a
b
e
c
d
32
1987).
33
LAPORAN PRAKTIKUM
AGROKLIMATOLOGI
ACARA II
PENGAMATAN SUHU UDARA PADA LAHAN SAWAH, TEGALAN,
KEBUN CAMPUR DAN KEBUN RUMPUT GAJAH
Oleh:
Novita Anggraeni
NIM. A1A015041
Kelompok 3 (Tegalan)
Rombongan 10
PJ: Nadya Malisa Pohan
2016
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suhu menyatakan tingkat energi rata-rata suatu benda. Suhu dinyatakan
dalam satuan derajat Celsius, Fahrenheit, Reaumur dan Kelvin. Namun yang
paling popular adalah yang disebut dua terakhir.
Dalam biosfer suhu benda alami, beragam menurut tempat dan waktu yang
disebabkan oleh perbedaan benda dalam menerima energy radiasi surya dan hasil
pengaruh energy ini terhadap sekelilingnya. Menurut tempat ia di tentukan oleh
letak menurut ketinggian dan menurut lintang di bumi. Menurut waktu ia di
tentukan oleh sudut inklinasi surya.
Suhu merupakan ukuran derajat panas suatu benda atau tempat, suhu dibagi
dua, yaitu minimum dan suhu maksimum. Alat untuk mengukur suhu dinamakan
Termometer. Termometer yang biasa digunakan adalah thermometer air raksa dan
alcohol. Termometer air raksa pengukuran dapat dilakukan dari suhu 35 C 35
C. Termometer alcohol biasanya digunakan untuk daerah daerah yang dingin
karena titik beku alcohol lebih rendah dari air raksa yaitu 114,7 C. Temperatur
tanah juga akan mempengaruhi komposisi udara tanah, kejadian ini disebab
kanoleh peningkatan dan penurunan aktivitas mikro-organisme tanah. Diatas suhu
70 C diperkirakan laju penyerapan air sama, jika factor lingkungan suhu juga
sama, pada suhu yang ekstrem tinggi mengakibatkan aktifitas terganggu. Suhu
tanah yang rendah akan mrnurunkan laju penyerapan air oleh akar.
34
B. Tujuan
1. Mengetahui suhu udara di atas (ketinggian 1,2 m) lahan sawah, tegalan,
kebun campur, kebun rumput gajah setiap ja selama 2 hari
2. Mengetahui besarnya dan saat (waktu) suhu udara maksimum dan suhu
udara minimum di atas ketinggian (1,2 dan 2,0 m) lahan sawah, tegalan,
kebun campur dan kebun rumput gajah
35
II.
TINJAUAN PUSTAKA
36
Fahrenheit (0F)
C = 5/9 (F-32)
F = 9/5(0C)+32 (Bayong, 2004)
Suhu juga bisa diartikan sebagai suatu sifat fisika dari suatu benda yang
menggambarkan Energy kinetic rata-rata dari pergerakan molekul-molekul. Pada
gas seperti udara, hubungan antara energy kinetik dengan suhu dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Ek = m v2 = 3/2 NkT
Keterangan :
Ek = Energi kinetik rata-rata dari molekul gas
m = Massa sebuah molekul
v2 = Kecepatan kuadrat rata-rata dari gerakan molekul
N
= Tetapan Boltzman
37
udara
menurun
menurut
letak
ketinggian
38
1.
2.
3.
4.
Suhu minimum adalah suhu terendah dimana tanaman masih dapat hidup. Dan
suhu optimum adalah suhu yang dibutuhkan tanaman dimana proses
pertumbuhannya dapat berjalan lancar.
39
III.
METODE PRAKTIKUM
pada
ketinggian
120
cm
dan
200
cm.
40
IV.
Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata-rata dari pergerakan molekul
molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda
tersebut, untuk memindahkan (transfer) panas ke benda-benda lain atau
menerima panas dari benda-benda lain tersebut. Dalam sistem dua benda, benda
yang kehilangan panas dikatakan benda yang bersuhu lebih tinggi (Siregar,
2014).
Suhu atau temperatur udara adalah derajat panas dari aktivitas
molekul dalam atmosfer. Alat untuk mengukur suhu atau temperatur udara atau
derajat panas disebut termometer. Biasanya pengukuran suhu atau temperatur
udara dinyatakan dalam skala Celcius (C), Reamur (R), dan Fahrenheit (F)
(Siregar, 2014).
Selama 24 jam, suhu udara selalu mengalami perubahan-perubahan. Di atas
lautan perubahan suhu berlangsung lebih banyak perlahan-lahan dari pada di atas
daratan. Variasi suhu pada permukaan laut kurang dari 1C, dan dalam keadaan
tenang variasi suhu udara dekat laut hampir sama. Sebaliknya diatas daerah
pedalaman continental dan padang pasir perubahan suhu udara permukaan antara
siang dan malam mencapai 20C. Sedangkan pada daerah pantai variasinya
tergantung dari arah angin yang bertiup. Variasinya besar bila angin bertiup
41
dari atas daratan dan sebaliknya. Suhu pada umumnya diartikan sebagai besaran
yang menyatakan derajat panas dinginnya suatu benda (Siregar, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya suhu udara suatu
daerah, antara lain (Robinson,1966):
1. Lama penyinaran matahari membuat tinggi temperatur. Semakin
miring sinar matahari semakin berkurang panasnya. Semakin
tinggi tempat semakin rendah suhunya. Keadaan tanah, tanah
yang licin dan putih banyak memantulkan panas. Tanah yang
hitam dan kasar banyak menyerap panas. Daratan cepat menerima
2.
3.
4.
5.
6.
kedudukan matahari demikian pula arah angin yang di wilayah iklim sangat
penting peranannya, disini tak banyak pengaruhnya. Tinggi dari permukaan laut
pun sedikit mempengaruhi suhu, kekurangan suhu yang sejalan dengan
bertambahnya tinggi tempat dari permukaan laut adalah 0,57 dalam setiap 100 m.
Hal ini tidak hanya berlaku pada daerah tropika saja melainkan pada
semua daerah yang wilayahnya dibawah 60 garis lintang (Soenarmo,2001).
42
Suhu rata-rata harian terendah terjadi pada pagi hari dan tertinggi setelah
tengah hari.Suhu maksimum terjadi setelah tengah hari, hal ini disebabkan
karena udara adalah perambat panas yang buruk sehingga panas matahari yang
dipancarkan kembali oleh bumi membutuhkan waktu untuk sampai.Panas yang
dipancarkan oleh permukaan bumi oleh udara secara lambat.Fluktusasi suhu
harian terbesar terdapat pada lintang-lintang rendah dan pada tempat dipermukan
bumi (Hasan,1990).
Praktikum pengamatan
suhu
dilakukan
di
lahan
sawah, tegalan, kebun campur dan kebun rumput gajah yang dilakukan setiap
jam selama 2 hari pada ketinggian 120 cm dan 200 cm. Pada pengamatan suhu
udara di lahan kebun campur, diperoleh hasil bahwa terdapat suhu udara
0
maksimum pada ketinggian 200 cm di hari ketiga dengan suhu 34 C pada jam
11:00. Sedangkan suhu udara minimum terjadi pada jam 16:00 dengan suhu
0
23 C pada ketinggian 200 cm di hari kedua. Hal ini terjadi karena pada pagi
menuju siang hari suhu udara akan lebih tinggi dibandingkan pada malam
hari. Fluktuasi suhu udara berkaitan erat dengan proses pertukaran energi
yang berlangsung di atmosfer. Pada siang hari, sebagian dari radiasi matahari
akan diserap oleh gas-gas atmosfer dan partikel-partikel padat yang melayang di
atmosfer. Serapan energi radiasi matahari ini akan menyebabkan suhu udara
meningkat (Lessard, 1994).
Pengamatan yang dilakukan pada lahan tegalan diperoleh bahwa suhu
udara maksimumnya terjadi pada ketinggian 5 cm di hari kedua dengan
0
suhu 39 C pada jam 14:00. Sedangkan suhu udara minimum terjadi pada
43
ketinggian 200 cm di hari kedua dengan suhu 22 C pada jam 16:00. Hal tersebut
terjadi karena pemanasan terhadap bumi pertama kali akan memanaskan tanah.
Seperti yang diketahui bahwa intensitas cahaya matahari paling tinggi adalah
tepat pukul 12:00. Karena pemanasan terjadi terhadap bumi terlebih dahulu baru
sekitar 1-3 jam kemudian lingkungan atau suhu yang merupakan perwujudan
dengan bentuk kalor akan meningkat, atau suhu meningkat (Lakitan, 2002).
Pengamatan yang dilakukan di lahan sawah, diperoleh suhu udara
0
maksimum pada ketinggian 200 cm di hari kedua dengan suhu 46 C pada jam
12:00. Sedangkan suhu udara minimum terjadi pada ketinggian 120 cm di hari
0
kedua dengan suhu 24 C pada jam 05:00. Hal ini terjadi karena sebagian radiasi
pantulan dari permukaan dari permukaan bumi juga akan diserap oleh gas-gas
dan partikel atmosfer tersebut. Karena kerapatan udara dekat permukaan lebih
untuk berkesempatan untuk menyerap radiasi pantulan dari permukaan bumi,
maka pada siang hari suhu udara dekat permukaan akan lebih tinggi
dibandingkan pada lapisan udara yang lebih tinggi. Sebaliknya pada malam
hari,suhu udara dekat permukaan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan
suhu udara yang lebih tinggi (Lakitan, 2002).
Pengamatan
pada
kebun
rumput
gajah
diperoleh
suhu
udara
kedua dengan suhu 24 C pada jam 04:00. Hal tersebut terjadi karena pemanasan
terhadap bumi pertama kali akan memanaskan tanah. Seperti yang diketahui
44
bahwa intensitas cahaya matahari paling tinggi adalah tepat pukul 12:00.
Kerapatan udara dekat permukaan lebih untuk berkesempatan untuk menyerap
radiasi pantulan dari permukaan bumi, maka pada siang hari suhu udara dekat
permukaan akan lebih tinggi dibandingkan pada lapisan udara yang lebih tinggi.
Sebaliknya pada malam hari, suhu udara dekat permukaan menjadi lebih rendah
dibandingkan dengan suhu udara yang lebih tinggi (Lakitan, 2002).
Pengamatan suhu udara yang dilakukan dengan ketinggian 200 cm pada
empat lahan diperoleh hasil bawah suhu udara maksimum terjadi pada kebun
0
rumput gajah di hari kedua dengan suhu 46 C tepat pukul 12:00. Sedangkan suhu
udara minimum diperoleh pada lahan tegalan di hari kedua dengan suhu 220C
pada jam 16:00. Penyebab suhu udara maksimum terletak di kebun rumput
gajah selain karena terik matahari maksimum adalah tengah hari, juga pada
rumput gajah terdapat tumbuhan yang tumbuh secara cepat dan memiliki nisbah
daun serta memiliki ketinggian daun sampai 2-4 meter walaupun tidak setinggi
pada rumput raja sehingga suhu udara maksimum terjadi pada lahan tersebut
(Hanifa dkk, 2012).
Pengamatan suhu udara yang dilakukan dengan ketinggian 120 cm pada
empat lahan diperoleh suhu maksimum terjadi di kebun rumput gajah pada hari
0
kedua dengan suhu 45 C pada jam 10:00. Sedangkan suhu udara minimum
0
45
V.
A. Kesimpulan
1. Pengamatan suhu udara pada dilakukan pada lahan sawah, tegalan,
2.
kebun campuran dan kebun rumput gajah setiap jam selama dua hari
Hasil pengamatan suhu udara di kebun campur diperoleh suhu
0
minimum 22 C di tegalan
7. Hasil pengamatan suhu udara di keempat lahan berbeda pada ketinggian
0
minimum 24 C di sawah
46
B. Saran
1. Praktikan sebaiknya melakukan pengamatan suhu udara di keempat lahan
dengan baik dan benar
2. Praktikan sebaiknya melakukan pengamatan suhu udara di keempat lahan
dengan tepat waktu
47
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, dkk. 2003. Dasar Klimatologi. Bogor: Yudhistira
Hasan. 1990. Dasar-dasar Meteorology Pertanian. PT Soeroengan: Jakarta.
Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Cetakan Ke-2. Raja Grafindo.
Persada: Jakarta.
Kamala sari lubis.2007.Aplikasi Suhu dan Aliran Panas Tanah. USU: Medan.
Kartasapoetra, A.G.2005. KLIMATOLOGI Pengaruh Cuaca Iklim terhadap
Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara: Jakarta.
Lessard R. 1994. Methane And Carbon Dioxide Fluxes From Poorly Drained
Adjacent Cultivated And Forest Sites. Canadian Journal of Soil
Science,74 (2):139-146.
Muin, S.N. 2008. Penuntun Praktikum Agroklimatologi. Universitas Bengkulu:
Bengkulu
Siregar, Khairunnisa. 2014. Pengaruh Kelembaban Udara, Suhu udara, Curah
Hujan Dengan Kasur Tuberkulosis Di Kabupaten Batubara Tahun 20102012. Universitas Sumatera Utara: Medan.
Soenarmo,Sri Hartati. 2001. Meteorologi Tropis. Departemen Geofisika dan
Meteorologi ITB: Bandung.
Tjasyono, Bayong.2004. Klimatologi. Bandung: ITB.
48
LAMPIRAN
HASIL ACARA 2
PENGAMATAN SUHU UDARA PADA LAHAN SAWAH, KEBUN CAMPUR, TEGALAN, DAN KEBUN
RUMPUT GAJAH
Grafik 1. Suhu udara pada Kebun Campuran
SUHU UDARA KEBUN CAMPUR
40
30
20
SUHU OC
10
0
0.70833333333333337
0.79166666666666663
0.83333333333333337
0.75
0.91666666666666663
0.95833333333333337
4.1666666666666664E-2
0.875
8.3333333333333329E-2
0.16666666666666666
0 0.20833333333333334
0.125
0.29166666666666669
0.33333333333333331
0.25
0.41666666666666669
0.45833333333333331
0.375
0.54166666666666663
0.58333333333333337
0.66666666666666663
0.50.70833333333333337
0.625
0.79166666666666663
0.83333333333333337
0.75
0.91666666666666663
0.95833333333333337
0.875
4.1666666666666664E-2
8.3333333333333329E-2
0.16666666666666666
0 0.20833333333333334
0.125
0.29166666666666669
0.33333333333333331
0.25
0.41666666666666669
0.45833333333333331
0.375
0.54166666666666663
0.58333333333333337
0.66666666666666663
0.50.70833333333333337
0.625
WAKTU
5 cm
Ketinggian
200 cm
120 cm
Hari ke3
2
200 cm
49
SUHU oC
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0.70833333333333337
0.79166666666666663
0.83333333333333337
0.75
0.91666666666666663
0.95833333333333337
0.875
4.1666666666666664E-2
8.3333333333333329E-2
0.16666666666666666
0 0.20833333333333334
0.125
0.29166666666666669
0.33333333333333331
0.25
0.41666666666666669
0.45833333333333331
0.375
0.54166666666666663
0.58333333333333337
0.66666666666666663
0.50.70833333333333337
0.625
0.79166666666666663
0.83333333333333337
0.75
0.91666666666666663
0.95833333333333337
0.875
4.1666666666666664E-2
8.3333333333333329E-2
0.16666666666666666
0 0.20833333333333334
0.125
0.29166666666666669
0.33333333333333331
0.25
0.41666666666666669
0.45833333333333331
0.375
0.54166666666666663
0.58333333333333337
0.66666666666666663
0.50.70833333333333337
0.625
WAKTU
5 cm
120 cm
200 cm
Ketinggian
Hari ke-
5 cm
200 cm
50
SUHU OC
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0.70833333333333337
0.79166666666666663
0.83333333333333337
0.75
0.91666666666666663
0.95833333333333337
0.875
4.1666666666666664E-2
8.3333333333333329E-2
0.16666666666666666
0 0.20833333333333334
0.125
0.29166666666666669
0.33333333333333331
0.25
0.41666666666666669
0.45833333333333331
0.375
0.54166666666666663
0.58333333333333337
0.5
0.70833333333333337
0.79166666666666663
0.625
0.83333333333333337
0.75
0.91666666666666663
0.95833333333333337
0.875
4.1666666666666664E-2
8.3333333333333329E-2
0.16666666666666666
0 0.20833333333333334
0.125
0.29166666666666669
0.33333333333333331
0.25
0.41666666666666669
0.45833333333333331
0.375
0.54166666666666663
0.58333333333333337
0.5
0.66666666666666663
0.70833333333333337
0.625
WAKTU
5 cm
Ketinggian
Hari ke-
200 cm
120 cm
200 cm
51
SUHU OC
20
10
0
0.70833333333333337
0.79166666666666696
0.83333333333333304
0.75
0.91666666666666596
0.95833333333333304
0.999999999999999
0.875
1.0416666666666701
1.0833333333333299
1.1666666666666701
1.2083333333333299
1.125
1.2916666666666701
1.3333333333333299
1.25
1.4166666666666701
1.4583333333333299
1.375
1.5416666666666701
1.5833333333333299
1.5
1.6666666666666701
1.7083333333333299
1.625
1.7916666666666601
1.8333333333333299
1.75
1.9166666666666601
1.9583333333333299
1.875
2.0416666666666599
2.0833333333333299
2.1666666666666599
2 2.2083333333333299
2.125
2.2916666666666599
2.3333333333333299
2.25
2.4166666666666599
2.4583333333333299
2.375
2.5416666666666599
2.5833333333333299
2.6249999999999898
2.5
2.6666666666666599
2.7083333333333299
WAKTU
5 cm
Ketinggian
200 cm
120 cm
Hari ke2
120 cm
200 cm
52
SUHU OC
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
WAKTU
kebun campur
Lahan
Rumput gajah
sawah
Hari ke2
tegalan
rumput gajah
53
sawah
SUHU oC
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0.70833333333333337
0.79166666666666663
0.83333333333333337
0.75
0.91666666666666663
0.95833333333333337
0.875
4.1666666666666664E-2
8.3333333333333329E-2
0.16666666666666666
0 0.20833333333333334
0.125
0.29166666666666669
0.33333333333333331
0.25
0.41666666666666669
0.45833333333333331
0.375
0.54166666666666663
0.58333333333333337
0.5
0.66666666666666663
0.70833333333333337
0.625
0.91666666666666663
0.95833333333333337
0.75
0.875
1.0416666666666701
1.0833333333333299
11.1666666666666701
1.2083333333333299
1.125
1.2916666666666701
1.3333333333333299
1.25
1.4166666666666701
1.4583333333333299
1.375
1.5416666666666701
1.5833333333333299
1.5
1.6666666666666701
1.7083333333333299
1.625
WAKTU
kebun campur
Lahan
Rumput gajah
Tegalan
Hari ke2
tegalan
rumput gajah
54
sawah
LAPORAN PRAKTIKUM
AGROKLIMATOLOGI
ACARA III
PENGAMATAN SUHU TANAH PADA LAHAN SAWAH, TEGALAN, KEBUN
CAMPUR DAN KEBUN RUMPUT GAJAH
Oleh:
Alif Bagaswara
NIM. A1A015018
Kelompok 3 (Tegalan)
Rombongan 10
PJ: Nadya Malisa Pohan
55
PURWOKERTO
2016
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
56
cuaca (iklim) di atasnya. Terdapat tiga klasifikasi satuan derajat untuk suhu umum
yang meliputi sistem reamur, kelvin, fahrenheit dan celcius. Suhu tanah di permukaan
bumi akan semakin rendah seiring dengan bertambahnya suhu udara di atasnya dan
kepadatan vegetasi yang tumbuh.
Suhu tanah akan menentukan tekstur tanah suatu tempat, kasar atau halusnya
jenis tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah menahan dan menyediakan air
bagi tanaman. Pada daerah kutub ketika suhu tanah membeku, air cenderung terikat
kuat pada tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Sedangkan di daerah gurun,
tanah tidak mampu menahan laju penguapan air sehingga tidak memiliki kandungan
air untuk tanaman.
Hal tersebut membuktikan bahwa selain mempengaruhi aktivitas kerja hormon
dan enzim tanaman, suhu tanah juga mempengaruhi ketersediaan air bagi
pertumbuhan tanaman. Jika idealnya kondisi air pada tanah harus berada pada
kapasitas lapang yang tersedia bagi pertumbuhan tanaman, karena kondisi suhu tanah
yang tidak sesuai akan menyebabkan air tanah menjadi tidak tersedia bagi tanaman.
Akibatnya tanaman kekurangan air dan layu hingga kematian yang dapat merugikan
petani.
Kondisi suhu yang sangat rendah atau sangat tinggi tentu akan mengganggu
proses perkecambahan suatu benih tanaman budidaya. Benih akan cenderung untuk
terus berdomansi pada suhu beku atau akan mengalami kerusakan- kerusakan pada
jaringan karena paparan suhu yang sangat tinggi. Suhu tanah yang juga berpengaruh
pada kelembaban tanah akan memberi dampak langsung pada benih berupa kesulitan
57
dalam memperoleh sejumlah kandungan air tanah, sekalipun itu dari uap air dalam
tanah (kelembaban tanah).
Contoh lain adalah proses penyimpanan hasil fotosintesis yang berupa
karbohidrat ke dalam sistem perakaran yang kita kenal sebagai umbi. Sebagian besar
tanaman dengan umbi tidak akan berkembang secara optimal pada daerah yang
sangat dingin, ukuran umbi akan cenderung kecil dan memiliki rasa yang pahit.
Begitupun pada kondisi kering yang ekstrim, jaringan- jaringan selulosa pada umbi
akan rusak sehingga tidak menghasilkan apapun.
Dalam bidang pertanian, kondisi suhu tanah yang memberi pengaruh besar bagi
pertumbuhan tanaman telah dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan beragam
metode. Perkembangan teknologi pertanian saat ini telah mengenalkan salah satu
prinsip dalam mengendalikan unsur cuaca (iklim) mikro yang berupa suhu tanah.
Cara praktis yang banyak digunakan para petani saat ini adalah dengan menutupi
bidang tanam dengan bahan organik atau plastik terpal.
Mengendalikan
unsur
mikro
tersebut
penting
untuk
menunjang
B. Tujuan
1. Mengetahui suhu tanah (pada kedalaman 5cm, 25 cm, 50 cm, 75 cm dan
100cm) di lahan sawah, tegalan, kebun campur dan kebun rumput gajah setiap
jam selama 2 hari.
2. Mengetahui besarnya dan saat (waktu) suhu tanah maksimum dan minimun
(pada kedalaman 5 cm, 25 cm, 50 cm, 75 cm dan 100 cm) di lahan sawah,
tegalan, kebun campur dan kebun rumput gajah
59
tanaman, tinggi rendahnya suhu disekitar tanaman ditentukan oleh radiasi matahari,
kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk tanaman, kandungan lengas tanah.
Suhu tanah berpengaruh pada berbagai proses dalam tanah yaitu; Aktifitas
mikroorganisme, perombakan bahan organik, Reaksireaksi kimia dalam tanah,
Pelapukan batuan & pedogenesis, Kelarutan hara dalam tanah, Pelindian / pencucian
hara dari tanah, Prosesproses pedologis lainnya, Humifikasi & mineralisasi,
Strukturisasi, Latosolisasi, podsilisasi serta Perubahan lengas tanah.
Distribusi suhu tanah bergantung pada beberapa faktor yang diantaranya
konduktivitas panas, kapasitas panas dan waktu penjalaran panas yang semua itu
berasal dari radiasi matahari yang diterima permukaan bumi pada siang hari.
Pemindahan energi berupa panas dari udara ke permukaan tanah (konduksi)
membutuhkan sejumlah waktu penjalaran sehingga suhu tanah pada kedalaman yang
lebih dalam mengalami keterlambatan. Nilai radiasi matahari yang diserap tanah tidak
selamanya konstan melainkan berubah menurut tempat (latitude dan altitude) dan
waktu (Tjasyono, 1999: 159 dan Sabaruddin, 2012:70-71).
Menurut De Vries (1963) dalam Tjasyono (1999: 169) kapasitas panas tanah
bergantung pada persentase volume dan dan kapasitas panas dari bahan padat, air,
udara, mineral dan bahan organik.
Tjasyono (1999: 170-171) menerangkan bahwa panas yang diterima oleh
permukaan tanah diteruskan ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam melalui
konduksi. Panas yang dijalarkan akan memerlukan waktu. Akibatnya suhu
61
1
2 km). Dalam kedua lapisan dasar ini semua perubahan-
perubahan harian dan variasi cuaca (iklim) terjadi, dengan pembalikkan- pembalikkan
yang terulang laju perubahan suhu yang teratur.
Menurut Tjasyono (1999: 171) bahwa panas yang dikonduksikan ke lapisan
tanah yang lebih dalam akan diserap oleh lapisan tanah yang dilaluinya. Akibatnya
62
suhu tanah yang berada di bawahnya akan semakin rendah. Gelombang suhu harian
dikatakan memiliki amplitudo yang semakin kecil ketika semakin ke bawah.
Amplitudo gelombang suhu didefinisikan sebagai setengah kali beda suhu tanah
maksimum dengan minimum. Amplitudo gelombang suhu yang dimiliki suhu tanah
lebih kecil daripada amplitudo gelombang suhu yang dimiliki suhu udara.
Fluktuasi suhu tanah bergantung pada kedalaman tanah. Makin dalam lapisan
tanah, maka fluktuasi suhu makin kecil sampai pada kedalaman redaman. Kedalaman
redaman ialah kedalaman tanah dengan amplitudo gelombang suhu sama dengan e -1
kali nilai amlitudo gelombang suhu permukaan. Kedalaman redaman bergantung
pada daur suhu tanah dan difusivitas serta konduktivitas panas tanah. Konduktivitas
panas tanah menyatakan kecepatan dan kemampuan energi panas untuk melalui
satuan luas tanah jika gradien suhunya 1 C/cm. Konduktivitas panas sangat
bergantung pada komposisi tanah, kadar air tanah dan suhu rata- rata tanah itu sendiri
(Tjasyono, 1999: 160).
Menurut Pioh, et al. (2013:63) suhu tanah sangat erat hubungannya dengan
tanaman tingkat tinggi. Suhu tanah disamping berpengaruh langsung pada
pertumbuhan tanaman juga berdampak pada pelapukkan batuan secara fisik dalam
tanah.selanjutnya diuraikan bahwa Terdapat dua faktor yang mempengaruhi suhu
tanah baik langsung maupun tidak langsung:
1. Jumlah bersih panas yang diabsorbsi tanah.
Menurut Sabaruddin (2012: 71) jumlah bersih panas yang diabsorpsi
tanah termasuk ke dalam radiasi netto yang merupakan radiasi riil yang tersedia
63
64
III.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
65
IV.
Salah satu fisik tanah yang perlu diperhatikan adalah suhu tanah. suhu
merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Suhu berkorelasi positif dengan radiasi matahari. Suhu tanah
maupun suhu udara disekitar tajuk tanaman, tinggi rendahnya suhu disekitar tanaman
ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk
tanaman, kandungan lengas tanah. Suhu tanah berpengaruh pada berbagai proses
dalam tanah meliputi aktifitas mikroorganisme, perombakan bahan organik, reaksi
reaksi kimia dalam tanah, pelapukan batuan, kelarutan hara dalam tanah, pelindian
atau pencucian hara dari tanah, prosesproses pedologis lainnya, humifikasi dan
mineralisasi, strukturisasi, latosolisasi, podsilisasi serta perubahan lengas tanah (Pioh,
et al.,2013:64-65).
Suhu tanah dapat di ukur dengan menggunakan alat yang dinamakan
termometer tanah selubung logam. Suhu tanah ditentukan oleh panas matahari yang
menyinari bumi.Intensitas panas tanah dipengaruhi oleh kedudukan permukaan yang
menentukan besar sudut datang, letak digaris lintang utara dan selatan dan tinggi dari
permukaan laut. Sejumlah sifat tanah juga menentukan suhu tanah antara lain
66
intensitas warna tanah, komposisi, panas jenis tanah, kemampuan dan kadar legas
tanah (Tjasyono, 1999: 158-160).
Seperti yang dijelaskan oleh Tjasyono (1999: 160) bahwa fluktuasi suhu tanah
bergantung pada kedalaman tanah. Makin dalam lapisan tanah, maka fluktuasi suhu
makin kecil sampai pada kedalaman redaman. Kedalaman redaman ialah kedalaman
tanah dengan amplitudo gelombang suhu sama dengan e-1 kali nilai amlitudo
gelombang suhu permukaan. Oleh karena itu, suhu tanah dan pengaruhnya penting
sekali pada kondisi tanah itu sendiri dan pertumbuhan tanaman. Pengukuran dari suhu
tanah biasanya dilakukan pada kedalaman 5 cm, 10 cm, 20 cm, 50 cm, dan 100 cm.
Untuk diketahui pada lapisan terdalam yang mana yang disebut sebagai kedalaman
redaman.
Kegiatan praktikum agroklimatologi acara ketiga pada intinya adalah
melakukan pengukuran terhadap suhu tanah pada lima ukuran kedalaman berbeda di
empat lahan yang berbeda. Pengukuran suhu tanah dilakukan di empat lahan berbeda
yang meliputi lahan sawah, kebun rumput gajah, kebun campur dan tegalan. Di setiap
lahan tersebut dilakukan pengukuran suhu tanah pada kedalaman 5 cm, 25 cm, 50 cm,
75 cm dan 100 cm di bawah permukaan tanah. Pengukuran ini dilakukan untuk
memperoleh informasi suhu tertinggi dan terendah pada tiap lahan dan tiap
kedalaman lubang serta waktu teramatinya. Pengamatan dan pengukuran suhu tanah
dilakukan setiap jam selama 2 hari berturut- turut.
Pada grafik I disajikan perolehan pengukuran suhu tanah pada tingkat
kedalaman yang berbeda di lahan kebun campur. Suhu tanah tertinggi yang teramati
67
serta terukur oleh pengamat mencapai 29C pada pukul 12:00 pada kedalaman 5 cm
dibawah permukaan tanah. Sedangkan suhu tanah terendah yang terukur mencapai
23C pada pukul 15:00 pada kedalaman 50 cm.
Hal ini terjadi karena pada siang hari suhu permukaan tanah akan lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu pada permukaan dibawahnya. Permukaan tanah menyerap
radiasi matahari secara langsung pada siang hari, setelah itu panas merambat ke
permukaan tanah yang lebih dalam (Wisnubroto, et al., 1983). Sedangkan pada sore
hari sekitar pukul 15.00 terjadi hujan disekitar kampus fakultas pertanian, akibatnya
suhu permukaan tanah akan lebih rendah karena suhu tanah terpengaruh oleh suhu air
hujan yang turun.
Hasil pengamatan dan pengukuran terhadap suhu tanah lahan kebun tegalan
pada keadalaman yang berbeda- beda disajikan dalam grafik II. Suhu tanah tertinggi
yang diperoleh dari kegiatan pengamatan dan pengukuran mencapai 30C pada pukul
12:00 siang hari, tepatnya pada kedalaman 5 cm di bawah permukaan tanah. Berbeda
halnya dengan suhu tanah terendah yang terukur mencapi 25C pada pukul 15:00
pada kedalaman 25 cm. Penyebab fluktuasi suhu pada lahan tegalan asih sama dengan
penyebab pada lahan kebun campur yaitu karena pada siang hari tanah meyerap
radiasi matahari maksimal sehingga suhunya akan tinggi sedangkan pada sore hari
terjadi hujan di sekitar kampus fakultas pertanian sehingga suhu tanah akan turun.
Pengamatan dan pengukuran terhadap suhu tanah lahan rumput gajah tidak
berbeda jauh dengan hasil pada lahan tegalan dalam segi fluktuasi suhu tanah yang
masih didominasi kedalaman 5 cm. Hasil pengukuran pada lima kedalaman yang
68
berbeda di kebun campur disajikan dalam grafik III. Suhu tanah tertinggi yang
teramati dan terukur oleh pengamat mencapai 39 C pada pukul 12:00 di kedalaman 5
cm di bawah permukaan tanah. Sedangkan suhu tanah terendah yang diperoleh
mencapai 26 C pada pukul 04:00 dini hari di kedalaman 100 cm.
Hal ini berhubungan dengan kedalaman tanah dari permukaan tanah. Pada
kedalaman yang rendah, air dari hasil hujan pada sore hari akan meresap ke bawah
sehingga pada permukaanyang rendah kandungan airnya akan lebih banyak sehingga
suhu tanah akan lebih rendah. Pada lapisan tanah bagian atas , radiasi matahari
langsung terkena ke tanah bagian tersebut. Sedangkan lapisan tanah bagian bawah
radiasi matahari tidak mampu menembus tanah tersebut.Maka dari itu suhu tanah
bagian atas lebih tinggi dibanding lapisan tanah bagian bawahnya.
Pada grafik IV disajikan data pengukuran suhu tanah pada kedalaman yang
berbeda- beda di lahan sawah. Suhu tanah tertinggi yang teramati dan terukur
termometer mencapai 35 C pada pukul 13:00 di kedalaman 5 cm di bawah
permukaan tanah. Sedangkan suhu tanah terendah yang teramati mencapai 26 0C pada
pukul 06.00 di kedalaman 5 cm.
Hasil pengamatan dan pengukuran suhu tanah ditinjau dari kedalaman lubang
disajikan dalam grafik V sampai IX. Hal ini dilakukan untuk membandingkan selisih
suhu tanah tertinggi dengan suhu tanah terendah pada kedalaman tertentu. Setelah
diketahui selisihnya, maka akan diketahui kedalaman tanah yang seberapa yang
masih sangat dipengaruhi suhu udara di atasnya dan kedalaman tanah yang seberapa
yang dapat dikatakan sebagai kedalaman redaman. Penting sekali membandingkan
69
selisih dari tiap- tiap kedalaman untuk menguji kebenaran penjelasan Tjasyono
(1999: 160) mengenai pengaruh kedalaman tanah yang mengakibatkan semakin
mengecilnya nilai fluktuasi suhu tanah yang berakibat pada eksistensi kedalaman
redaman.
Pada pengamatan suhu tanah kedalaman 5 cm di bawah permukaan tanah di
semua lahan memiliki fluktuasi suhuh yang cenderung mirip. Suhu tanah tertinggi
terjadi di lahan rumput gajah pada pukul 12.00 dengan suhu mencapai 39 0C.
Sedangkan suhu terendah terjadidi lahan kebun campur pada pukul 06.00 dengan
suhu 240C. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari grafik per lahan, telah
diketahui bahwa suhu tanah pada kedalaman 5 cm masih sangat dipengaruhi suhu
udara di atasnya sehingga nilai fluktuasi suhu nya juga akan menjadi yang paling
besar. Pada kedalaman ini belum bisa disebut sebagai kedalaman redaman, kecuali
jika mendapatkan perlakuan pengendalian iklim mikro secara khusus.
Grafik VI menyajikan informasi mengenai fluktuasi suhu tanah pada kedalaman
25 cm di lahan sawah, kebun rumput gajah, kebun campur dan tegalan. Hasil
pengamatan dan pengukuran menunjukkan bahwa suhu tanah tertinggi pada
kedalaman 25 cm di bawah permukaan tanah mencapai 30C pada pukul 21:00 di
lahan tegalan. Sedangkan suhu tanah terendah yang terukur mencapai 24 C pada
pukul 15:00 di lahan kebun campur. Nilai selisih antara suhu tanah tertinggi dengan
suhu tanah terendah mencapai nilai 6 C.
Grafik VII menyajikan informasi pengukuran suhu tanah pada kedalaman 50
cm di bawah permukaan tanah. Pengamatan yang dilakukan di lahan sawah, kebun
70
rumput gajah, kebun campur dan tegalan memperoleh data suhu tanah tertinggi dan
terendah. Pada pukul 17:00 diperoleh data suhu tanah tertinggi yang mencapai 30 C
di rumput gajah. Sedangkan suhu tanah terendah yang dapat terukur pada kedalaman
50 cm di bawah permukaan tanah mencapai 23 C di lahan kebun campur. Nilai
selisih antara suhu tanah tertinggi dengan suhu tanah terendah pada kedalaman 50 cm
mencapai 7 C , lebih besar dari nilai yang dimiliki kedalaman 25 cm.
Suhu tanah pada kedalaman 75 cm di bawah permukaan tanah disajikan dalam
grafik VIII. Pengamatan dan pengukuran terhadap suhu tanah tertinggi memperoleh
informasi pada pukul 17:00 yang mencapai 31 C di lahan kebun rumput gajah.
Pengamatan juga memperoleh informasi suhu tanah terendah yang mencapai 24 C
pada pukul 15:00 di lahan kebun campur. Nilai selisih antara suhu tanah tertinggi
dengan suhu tanah terendah pada kedalaman 75 cm mencapai 7 C , sama dengan
selisih pada kedalaman 50 dan lebih besar dari nilai yang dimiliki kedalaman 25 cm.
Grafik yang terakhir adalah grafik IX yang menyajikan pengamatan dan
pengukuran suhu tanah pada kedalaman 100 cm di lahan sawah, kebun rumput gajah,
kebun campur dan tegalan. Informasi yang diperoleh adalah suhu tanah tertinggi pada
kedalaman 100 cm mencapai 29 C pada pukul 17:00 di lahan sawah. Sementara itu,
suhu udara terendah yang teramati mencapai 25,5 C pada pukul 03:00 di lahan
kebun campur. Nilai selisih dari kedua suhu tanah tersebut mencapai 3,5 C . Dengan
kata lain, fluktuasi suhu tanah yang berlangsung pada kedalaman tanah 100 cm
adalah yang paling kecil. Pada kedalaman tersebut sangat dimungkinkan telah
terjadinya redaman suhu dari udara.
71
72
V.
A. Kesimpulan
1. Suhu Tanah merupakan derajat dari energi kinetik pergerakan dari molekulmolekul tanah, bersumber dari radiasi matahari dan pertukaran kalor di
permukaan bumi serta dapat diukur dengan alat termometer tanah selubung
logam.
2. Suhu berkorelasi positif dengan radiasi matahari. Suhu tanah maupun suhu
udara disekitar tajuk tanaman, tinggi rendahnya suhu disekitar tanaman
ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam
tajuk tanaman, kandungan lengas tanah.
3. Energi panas diterima oleh tanah dari radiasi sinar matahari melalui proses
konduksi. Fluktuasi suhu tanah akan semakin berkurang dengan bertambahnya
kedalaman tanah.
4. Kedalaman tanah dimana tidak lagi dipengaruhi kondisi suhu udara di atas atau
di permukaannya dikatakan sebagai kedalaman redaman.
B. Saran
Kami praktikan berharap untuk praktikum agroklimatologi yang akan datang dapat
didukung dengan fasilitas sarana dan prasarana yang mengikuti perkembangan teknologi
yang ada. Sedangkan untuk para asisten kami mengharapkan agar adanya kontrol dari asisten
pada saat praktikum agar praktikan lebih serius dalam menjalankan praktikum, karena yang
terjadi kemarin pada saat praktikum adalah asisten tidak sama sekali mengunjungi
praktikannya.
73
DAFTAR PUSTAKA
Sabaruddin, L. 2012. Agroklimatologi : Aspek- aspek Klimatik Untuk Sistem
Budidaya Tanaman. ALFABETA, Bandung.
Tjasyono, Bayong. 1999. Klimatologi. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Wisnubroto, Soekardi, et al. 1983. Asas- asas Meteorologi Pertanian. Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Pioh, D. Deibij, et al. 2013. Analisis Suhu Udara dan Tanah di Kawasan Wisata Alam
Danau Linow Kota Tomohon Sulawesi-Utara. Journal of Indonesian
Tourism and Development Studies. Vol.1, No.2: 62-67).
74
LAMPIRAN
HASIL ACARA 3
PENGAMATAN SUHU TANAH PADA LAHAN SAWAH, KEBUN CAMPUR, TEGALAN, DAN KEBUN
RUMPUT GAJAH
Grafik 1. Suhu tanah pada Kebun campur
SUHU TANAH KEBUN CAMPUR
30
25
SUHU OC
20
15
0.70833333333333337
0.79166666666666696
0.83333333333333304
0.75
0.91666666666666596
0.95833333333333304
0.999999999999999
0.875
1.0416666666666701
1.0833333333333299
1.1666666666666701
1.2083333333333299
1.125
1.2916666666666701
1.3333333333333299
1.25
1.4166666666666701
1.4583333333333299
1.375
1.5416666666666701
1.5833333333333299
1.5
1.6666666666666701
1.7083333333333299
1.625
1.7916666666666601
1.8333333333333299
1.75
1.9166666666666601
1.9583333333333299
1.875
2.0416666666666599
2.0833333333333299
2.1666666666666599
2 2.2083333333333299
2.125
2.2916666666666599
2.3333333333333299
2.25
2.4166666666666599
2.4583333333333299
2.375
2.5416666666666599
2.5833333333333299
2.6249999999999898
2.5
2.6666666666666599
2.7083333333333299
WAKTU
5 cm
Kedalaman
5 cm
50 cm
Hari
2
25 cm
50 cm
75 cm
Suhu Maksimum
290C pada jam 12.00
-
75
100 cm
Suhu Minimum
230C pada jam 15.00
30
SUHU OC
25
20
15
0.70833333333333337
0.79166666666666696
0.83333333333333304
0.75
0.91666666666666596
0.95833333333333304
0.999999999999999
0.875
1.0416666666666701
1.0833333333333299
1.1666666666666701
1.2083333333333299
1.125
1.2916666666666701
1.3333333333333299
1.25
1.4166666666666701
1.4583333333333299
1.375
1.5416666666666701
1.5833333333333299
1.5
1.6666666666666701
1.7083333333333299
1.625
1.7916666666666601
1.8333333333333299
1.75
1.9166666666666601
1.9583333333333299
1.875
2.0416666666666599
2.0833333333333299
2.1666666666666599
2 2.2083333333333299
2.125
2.2916666666666599
2.3333333333333299
2.25
2.4166666666666599
2.4583333333333299
2.375
2.5416666666666599
2.5833333333333299
2.6249999999999898
2.5
2.6666666666666599
2.7083333333333299
WAKTU
5 cm
Kedalaman
5 cm
25 cm
Hari
1
3
25 cm
50 cm
75 cm
Suhu Maksimum
300C pada jam 12.00
-
76
100 cm
Suhu Minimum
0
25 C pada jam 15.00
SUHU OC
WAKTU
5 cm
Kedalaman
5 cm
100 cm
Hari
2
25 cm
50 cm
75 cm
Suhu Maksimum
390C pada jam 12.00
-
77
100 cm
Suhu Minimum
0
26 C pada jam 04.00
SUHU OC
5 cm
20
15
25 cm
50 cm
75 cm
100 cm
WAKTU
Kedalaman
Hari
5 cm
Suhu Maksimum
350C pada jam 13.00
-
78
Suhu Minimum
0
26 C pada jam 06.00
SUHU OC
WAKTU
Kebun campuran
Lahan
Rumput gajah
Kebun campur
Hari
2
3
Tegalan
Rumput gajah
Suhu Maksimum
390C pada jam 12.00
-
79
Sawah
Suhu Minimum
0
24 C pada jam 06.00
SUHU OC
15
WAKTU
Lahan
Tegalan
Kebun campur
Kebun campur
Tegalan
Hari
1
2
Suhu Maksimum
300C pada jam 21.00
-
80
Rumput gajah
Sawah
Suhu Minimum
0
24 C pada jam 15.00
SUHU OC
35
30
25
20
15
WAKTU
Kebun campur
Lahan
Rumput gajah
Kebun campur
Hari
1
2
Tegalan
Rumput gajah
Suhu Maksimum
300C pada jam 17.00
-
81
Sawah
Suhu Minimum
0
23 C pada jam 15.00
SUHU OC
35
30
25
20
15
WAKTU
Kebun campuran
Lahan
Rumput gajah
Kebun campur
Hari
1
2
Tegalan
Rumput gajah
Suhu Maksimum
310C pada jam 17.00
-
82
Sawah
Suhu Minimum
0
24 C pada jam 15.00
SUHU OC
WAKTU
Kebun campur
Lahan
Sawah
Kebun campur
Hari
1
2
Tegalan
Rumput gajah
Suhu Maksimum
290C pada jam 17.00
-
83
Sawah
Suhu Minimum
0
25.5 C pada jam 03.00
LAPORAN PRAKTIKUM
AGROKLIMATOLOGI
ACARA IV
PENGAMATAN KELEMBAPAN NISBI PADA LAHAN SAWAH, TEGALAN,
KEBUN CAMPUR, DAN KEBUN RUMPIT GAJAH
Oleh:
Syifa Nur Baeti
NIM. A1A015037
Kelompok 3 (Tegalan)
Rombongan 10
PJ: Nadya Malisa Pohan
84
I. PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Dalam dunia pertanian, iklim sangat berpengaruh dalam tumbuh dan
berkembangnya suatu tanaman sehingga dibutuhkan data-data yang lengkap dan
akurat tentang iklim dan cuaca dari suatu wilayah. Beberapa unsur iklim yang penting
adalah: temperatur, kelembapan udara, angin, sinar matahari, curah hujan dan
evaporasi. Untuk mengukur nilai dari beberapa unsur iklim tersebut diperlukan suatu
alat-alat pengukur meteorologis.
Dalam atmosfer senantiasa terdapat uap air. Kadar uap air dalam udara disebut
kelembapan. Kadar ini selalu berubah-ubah tergantung pada temperatur udara
setempat. Kelembapan udara adalah persentase kandungan uap air dalam udara.
Kelembapan udara ditentukan oleh jumlah uap air yang terkandung di dalam udara.
Sedangkan kelembapan nisbi adalah perbandingan antara uap air yang ada di udara
dan jumlah uap air di udara jika pada suhu dan tekanan yang sama udara tersebut
jenuh dengan uap air.
Dalam bidang pertanian kelembapan udara biasanya digunakan untuk
meningkatkan produktifitas dan perkembangan
mengetahui kelembapan udara yang ada di lingkungan tempat yang akan di tanam
tumbuhan, kita dapat menentukkan pemilihan jenis tanaman yang sesuai.
B Tujuan
85
Mengetahui kelembapan nisbi udara diatas lahan sawah, tegalan, kebun campur,
86
kurang dari 2% dari massa seluruhnya, tetapi udara merupakan komponen penyusun
penting dari cuaca dan iklim (Chambers,1978).
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara. Kelembaban
udara penting untuk diketahui karena dengan mengetahui kelembaban udara maka
dapat diketahui seberapa besar jumlah atau kandungan uap air yang ada. Jika
besarnya kandungan uap air yang ada melebihi atau kurang dari kebutuhan yang
diperlukan, maka akan menimbulkan gangguan atau kerusakan (Anggraini,2002).
Menurut Asdak (1995), kelembaban nisbi adalah perbandingan antara
kelembaban aktual dengan kapasitas udara untuk menampung air. Kelembaban nisbi
pada suatu tempat tergantung pada suhu yang menentukan kapasitas udara untuk
menampung uap air serta kandungan uap air aktual di tempat tersebut. Kandungan
uap air yang aktual ini ditentukan oleh ketersediaan air di tempat tersebut serta energi
yang mengungkapkannya. Jika daerah tersebut basah dan panas seperti daerah-daerah
di Kalimantan, maka penguapan akan tinggi yang berakibat pada kelembaban mutlak
serta kelembaban nisbi yang tinggi. Sedangkan daerah pegunungan di Indonesia
umumnya mempunyai kelembaban nisbi yang tinggi karena suhunya rendah sehingga
kapasitas udara untuk menampung uap air relatif kecil (Handoko,1986).
Kelembaban nisbi atau kelembaban relatif yaitu bilangan yang menunjukkan
berapa persen perbandingan antara jumlah uap air yang terkandung di dalam udara
dan jumlah uap air maksimum yang dapat ditampung oleh udara tersebut. Satuan dari
kelembaban nisbi adalah persentase. Kelembaban nisbi suatu lapisan udara pada suatu
daerah tertentu dapat diukur menggunakan suatu alat yang disebut psirometer
(Waryono,1987).
87
sedangkan
yang
menggunakan
88
metode
termodinamika
disebut
III.
METODE PRAKTIKUM
A Bahan dan Alat
1
2
B Prosedur Kerja
Disiapkan semacam sangkar cuaca pada masing-masing penggunaan lahan
Disiapkan psikrometer yang pada bagian tangki termometer bola basah sudah
diberi air
Diletakkan (digantungkan) psikrometer tersebut pada semacam sangkar cuaca
di masing-masing penggunaan lahan pada ketinggian 120 cm pada ketinggian
120 cm. Dihindarkan psikrometer terkena radiasi atau sinar matahari langsung
89
IV.
A Hasil
Terlampir
B Pembahasan
Kelembaban udara adalah banyaknya uap air di udara. Meskipun uap air hanya
merupakan sebagian kecil saja dari seluruh atmosfer, rata-rata kurang dari 2% dari
masa seluruhnya, ini merupakan komponen udara yang penting dari segi cuaca dan
iklim (Chambers, 1978). Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di
udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif)
maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat
dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volume. Kelembaban
nisbi membandingkan antara kandungan/tekanan uap air aktual dengan keadaan
jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk
menampung uap air tersebut (pada keadaan jenuh) ditentukan oleh suhu udara.
Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap jenuh dan tekanan
uap aktual. Masing-masing pernyataan kelembaban udara tersebut mempunyai arti
dan fungsi tertentu dikaitkan dengan masalah yang dibahas ( Handoko,1994).
Kelembapan udara menurut Chambers (1978) adalah banyaknya uap air di
udara. Meskipun uap air hanya merupakan sebagian kecil saja dari seluruh atmosfer,
rata-rata kurang dari 2% dari masa seluruhnya, ini merupakan komponen udara yang
penting dari segi cuaca dan iklim. Sedangkan kelembapan nisbi atau kelembapan
relative menurut Waryono (1987) yaitu perbandingan jumlah uap air yang ada diudara
90
dengan nilai jenuh udara pada suhu dan tekanan tertentu. Satuan dari kelembapan
nisbi adalah persentase.
Kelembapan nisbi juga dipengaruhi oleh kandungan air tanah. Pada musim
hujan di wilayah lahan kering bervegetasi rapat, kadar air tanah tinggi menyebabkan
kelembapan nisbi udara tinggi dan bahkan kelembapan nisbi udara mencapai 100%
(Santosa, 1999).
Kelembaban nisbi pada suatu tempat dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi atau
penggunaan lahan. Pada waktu curah hujan tinggi di wilayah yang vegetasinya lebat
menyebabkan
suhu
udara
rendah
dan
kelembaban
nisbi
udara
tinggi.
Sebaliknya pada keadaan yang sama tetapi vegetasinya renggang menyebabkan suhu
udara lebih tinggi (hangat), dan kelembaban
rendah
(handoko,2006).
Kelembaban nisbi merupakan salah satu besaran untuk menyatakan jumlah uap
air dari atmosfir (Usmadi, 2009). Kelembaban nisbi dinyatakan dengan perbandingan
jenuh dengan 100 persen atau dalam bentuk rumus:
e
100
RH = es
Keterangan :
RH = Kelembaban relative (Relative Humidity).
e
= Tekanan uap.
es
= Tekanan uap maksimum atau tekanan uap jenuh.
Pada praktikum pengamatan kelembapan nisbi pada lahan kebun campur,
tegalan, sawah, dan rumput gajah digunakan alat psikometer untuk mengukur
kelembaban diempat lahan yang akan diukur. Prinsip kerja alat ini telah dijelaskan
oleh Lakitan, 1994 dalam bukunya Dasar-dasar Klimatologi yaitu, kelembaban
91
udara ditentukan oleh jumlah uap air yang terkandung didalam udara. Psikrometer
terdiri dari 2 termometer yaitu termometer bola basah dan termometer bola kering.
Termometer bola kering adalah termometer air raksa biasa sedangkan termometer
bola basah adalah termometer air raksa yang ujung sensornya dibalut dengan kain
kasa ( atau bahan lain) yang dijaga agar selalu lembab. Menurut Kartasapoetra
(1990), psikrometer adalah hygrometer yang menggunakan prinsip termodinamika.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Bayung (1999), Psikrometer (termometer bola basah dan
termometer bola kering) digunakan untuk mengukur kelembapan udara. Prinsip kerja
yang digunakan psikrometer adalah didasarkan pada prinsip termodinamika, terutama
tentang hubungan suhu dan tekanan jenuh udara. Pembacaan alat ini yaitu
berdasarkan suhu yang ditunjukkan oleh bola basah dan bola kering, maka dapat
diketahui selisih suhu antara bola kering terhadap bola basah. Selisih suhu ini yang
nantinya dicocokkan dengan tabel yang menyatakan kelembapan nisbi (RH) suatu
daerah.
Menurut Umar (2012), tinggi-rendahnya kelembapan udara di suatu tempat
sangat bergantung pada beberapa faktor yaitu:
a) Suhu
Daerah yang memiliki suhu udara yang tinggi memiliki kelembaban rendah
karena suhu udara yang tinggi dapat mempercepat penguapan air di suatu tempat
sehingga uap air yang terkandung di tempat tersebut sangat sedikit, begitu pula
daerah yang memiliki suhu rendah pasti memilihi kelembaban yang tinggi.
b) Kuantitas dan kualitas penyinaran kualitas intensitas
92
semakin
93
Suhu dan kelembaban nisbi udara juga dipengaruhi oleh kandungan air tanah.
Pada musim hujan di wilayah lahan kering bervegetasi rapat kadar air tanah tinggi
menyebabkan suhu udara rendah dan kelembaban nisbi udara tinggi dan bahkan dapat
mencapai 100% (Susilo, 1999).
Menurut Wardoyo (1996) semakin besar radiasi sinar matahari maka akan
semakin tinggi suhu udara. Kondisi ini akan menyebabkan kelebaban nisbi semakin
meningkat. Ini menendakan bahwa kenaikan dan penurunan suhu udara pada saat
matahari terbit dan saat menjelang matahari terbit mempengaruhi kadar uap air dalam
udara, sehigga mempengaruhi kelembaban nisbi, namun hal tersebut tidak berlaku
apabila kondisi cuaca mendung pada jam terbit matahari. Karena pada saat mendung
fluks radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi menjadi rendah dan suhu
udara akan menurun sehingga kelembaban naik. Sedangkan saat malam hari suhu
cenderung turun menyebabkan uap air tetap tetapi kerapatannya berkurang.
Kemampuan menahan uap air pun akan turun dan akhirnya menyebabkan
kelembaban nisbi cenderung tinggi pada malam hari.
94
tekanan tertentu.
Kelembapan nisbi suatu lapisan udara pada suatu daerah tertentu dapat diukur
psikrometer agar tidak terjadi kesalahan data. Selain itu sebaiknya tempat praktikum
diberi cahaya (lampu) pada malam hari yang cukup agar pengamat lebih mudah untuk
mengamati pengamatan yang sedang dijalankan.
DAFTAR PUSTAKA
95
96
LAMPIRAN
HASIL ACARA 4
PENGAMATAN KELEMBABAN NISBI PADA LAHAN SAWAH, TEGALAN, KEBUN CAMPUR, DAN KEBUN RUMPUT
GAJAH
90
RH (%)
80
70
60
0.70833333333333337
0.79166666666666663
0.83333333333333337
0.91666666666666663
0.95833333333333337
0.75
4.1666666666666664E-2
8.3333333333333329E-2
0.875
0.16666666666666666
0.20833333333333334
10.29166666666666669
0.33333333333333331
0.125
0.41666666666666669
0.45833333333333331
0.25
0.54166666666666663
0.58333333333333337
0.375
0.66666666666666663
0.70833333333333337
0.50.79166666666666663
0.83333333333333337
0.625
0.91666666666666663
0.95833333333333337
0.75
4.1666666666666664E-2
8.3333333333333329E-2
0.875
0.16666666666666666
0.20833333333333334
10.29166666666666669
0.33333333333333331
0.125
0.41666666666666669
0.45833333333333331
0.25
0.54166666666666663
0.58333333333333337
0.375
0.66666666666666663
0.70833333333333337
0.5 0.625
WAKTU
Lahan
Hari
Kelembapan Maksimum
pada Jam
Kelembapan Minimum
pada Jam
97
Kebun Campur
98
LAPORAN PRAKTIKUM
AGROKLIMATOLOGI
ACARA V
PENGAMATAN PENGUAPAN AIR HARIAN PADA LAHAN SAWAH,
TEGALAN, KEBUN CAMPUR, DAN KEBUN RUMPIT GAJAH
Oleh:
Arin Dwi Andini
NIM. A1A015038
Kelompok 3 (Tegalan)
Rombongan 10
PJ: Nadya Malisa Pohan
2016
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penguapan air harian pada pengamatan kali ini terjadi pada lahan sawah,
tegalan, kebun campur, dan kebun rumput gajah. Lahan sawah adalah suatu
bentuk pertanian yang dilakukan dilahan basah dn memerlukan banyak air.
Tegalan adalah suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada pengairan
air hujan. Kebun campur merupakan bentuk pengusahaan lahan yang polikultur.
Dan kebun rumput gajah merupakan suatu bentuk lahan yang dimana sebagian
besar ditumbuhi oleh rumput gajah.
Penguapan adalah perubahan cairan es menjadi gas (uap air). Proses ini
berlangsung pada permukaan bumi (benda mati) ataupun pada permukaan
tanaman (benda hidup). Penguapan yang diperankan oleh benda mati disebut
evaporasi, sedangkan penguapan yang diperankan oleh tanaman disebut traspirasi.
Dibidang pertanian kedua penguapan ini berjalan bersamaan, maka penguapan ini
disebut evapotranspirasi.
Evaporasi (penguapan) terjadi ketika air dipanaskan oleh sinar matahari,
sehingga permukaan molekul-molekul aor memiliki cukup energi untuk
melepaskan ikatan air tersebut, yang kemudian terlepas dan mengamang sebagai
uap air yang tidak terlihat di atmosfer.
103
B. Tujuan
1. Mengetahui penguapan harian pada lahan sawah, tegalan, kebun campur,
dan kebun rumput gajah selama 3 hari
2. Mengetahui penguapan harian yang paling besar dari keempat penggunaan
lahan.
= Evaporasi
105
106
III.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu panic evaporasi yang terdiri atas tatakan kayu
(pallet), panic plastik diameter 60 cm (bak), mistar pengamatan, pipa paralon,
gelas ukur, toples, dan jerigen untuk mengisi air.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini terdiri atas lahan sawah, tegalan,
kebun campur, dan kebun rumput gajah, air ledeng (sumur), boring pengamatan,
dan alat pencatat.
B. Prosedur Kerja
1. Sebuah panic evaporasi disiapkan.
2. Panci evaporasi ditempatkan di atas palet pada lahan sawah, tegalan, kebun
campur, dan kebun rumput gajah pada permukaan yang rata. Kemudian
panic diisi dengan air setinggi 20 cm.
3. Mistar yang diikat pada pipa ditempatkan di dalam panic dan biarkan
permukaan air tenang.
107
4. Waktu yang tercatat dimulai pada pukul 17.00 WIB diamati tinggi
permukaan air pada mistar pembacaan dan dicatat tingginya (mm1). Biarkan
air dalam panic menguap selama 24 jam.
5. Hari berikutnya pada waktu yang sama dilakukan pembacaan permukaan air
yang kedua dan dicatat tingginya (mm2). Kemudian hari berikutnya lagi
pada waktu yang sama juga dilakukan hal yang sama, sehingga
mendapatkan tinggi permukaan air yang ketiga (mm3).
6. Jika selama pengamatan di waktu tertentu turun hujan, makatoples yang
berisi air hujan dipindahkan kedalam gelas ukur, lalu dilihat dan dicatat
volumenya. Volume air hujan pada 24 jam pertama dijumlahkan (VH1)
danpada 24 jam yang kedua (VH2). Kemudian dibuat table pengamatan dari
keempat lahan, dihitung, dan dibuat histogram evaporasi.
108
IV.
Penguapan air dari permukaan bumi, baik yang berasal dari permukaan air,
tanah atau dari jaringan tumbuhan.
2.
3.
4.
5.
permukaan menjadi molekul uap air (gas) di atmosfer melalui kekuatan panas
(heat energy). Evaprasi dipengaruhi oleh: Faktor-faktor meteorologis yang teridri
atas suhu air, suhu udara/atmosfer, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara
dan sinar matahari (radiasi).
Konsep evaporasi merupakan pemindahan air dari areal bervegetasi baik
melalui evaporasi maupun transpirasi. Dalam evapotranspirasi, evaporasi dan
transpirasi dikenal istilah potensial dan actual. Istilah potensial mengekspresikan
109
laju evaporasi dan evapotranspirasi akan terjadi dengan laju maksimum pada
keadaan yang mungkin terjadi bilafaktor ketersediaan energy pengendali dan
air/kelengasan yang akan ditransfer dalam keadaan tak terbatas (tidak menjadi
faktor pembatas).
Berdasarkan tabel dan grafik pengamatan penguapan harian pada empat
lahan diatas menunjukan bahwa kebun campur memiliki penguapan atau
evaporasi harian 1 sebesar 52,8 mm dan evaporasi harian 2 sebesar 8,4 mm
sehingga didapatkan rata-rata evaporasi harian
110
rumout gajah terletak diantara pepohonan sehingga tidak terkena sinar matahari
secara langsung.
Evaporasi merupakan proses penguapan air yang berasal dari permukaan
bentangan air atau bahan padat yang mengandung air. Laju evaporasi sangat
tergantung pada masukan energi yang diterima. Semakin besar jumlah energi yang
diterima, maka akan semakin banyak molekul air yang diluapkan. Sumber energi
utama untuk evaporasi adalah radiasi matahari (Lakitan, 2002).
Evaporasi juga dapat diartikan sebagai proses penguapan dari liquid (cairan)
dengan penambahan panas (Critchfield, 1982).
Selain masukan energi, laju evaporasi juga dipengaruhi oleh kelembaban
udara diatasnya. Laju evaporasi akan semakin terpacu jika udara diatasnya kering
(kelembabannya rendah); sebaliknya akan terhambat jika kelembaban udaranya
tinggi. Jika udara diatasnya dalam kondisi jenuh uap air, maka evaporasi tidak
dapat berlangsung, walaupun cukup besar masukan energi yang diterima (Lakitan,
2002).
Menurut Wisnubroto (1986), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
besarnya evaporasi antara lain:
1. Kecepatan angin, makin cepat anginnya makin besar penguapan.
2. Temperatur, makin tinggi temperaturnya makin besar penguapannya.
3. Kelembaban relatif, udara yang makin besar kelembaban relatifnya
penguapan makin kecil
Laju evapotransiprasi dapat diestimasi melalui beberapa pendekatan atau
diukur secara langsung. Pengukuran laju evapotranspirasi secara langsung adalah
dengan menggunakan alat yang disebut lisimeter (lysimeter). Lisimeter mengukur
111
laju evaporasi berdasarkan pengurangan berat akibat menguapnya air dari silinder
tanah dengan struktur yang tidak terganggu (undistrubed soil) yang bagian
atasnya ditanami dengan tanaman, sesuai dengan jenis vegetasi yang akan diukur
laju evapotranspirasinya (Critchfield, 1982).
Berbagai faktor yang menghambat dan mempercepat kecepatan dan
jumlah penguapan menurut Hasan(1970) adalah:
1. Suhu
Kecepatan penguapan berubah-ubah langsung terhadap suhu air. Dengan
kenaikan suhu air dan tekanan uap air, kemampuan titik- titik air untuk menguap
keudara mengalami kenaikan dengan cepat. Hal ini identik dengan kenyataan
bahwa air panas akan mengalami penguapan lebih cepat dari pada air dingin;
2. Kelembapan nisbi (kelembaban udara)
Kelembapan udara dipengaruhi oleh jumlah uap air diudara.
Penguapan akanlebih besar apabila kelembaban nisbi rendah.
3. Angin
Angin sangat mempercepat terjadinya penguapan, karena angin
mengganti udara basah dekat permukaan air dengan udara kering. Untuk
lautan, biasanya angin hanya menggerakan udara basah tanpa membawa
udara kering dari atas permukaan laut.
4. Susunan air
Penguapan berubah-ubah secara kebalikan dengan kadar garam pada
air, sehingga penguapan lebih tinggi pada air tawar dari pada air asin.
Dalam keadaan yang ekuivalen air laut akan menguap lebih lama 5% dari
112
air tawar.
5. Wilayah Penguapan (luas permukaan)
Penguapan akan lebih besar pada daerah yang memiliki permukaan
yang luas dari pada daerah yang memiliki permukaan yang kecil.
6. Tekanan Udara
Pada umumnya, jika tekanan udara lebih rendah di atas permukaan
air, penguapannya lebih besar. Pengaruh tekanan udara yang rendah tersebut
bisa diabaikan dengan faktor-faktor lain, misalnya kelembapan nisbi yang
tinggi.
113
DAFTAR PUSTAKA
114
115
LAMPIRAN
HASIL ACARA 5
PENGAMATAN PENGUAPAN HARIAN PADA LAHAN SAWAH, TEGALAN,
KEBUN CAMPUR, DAN KEBUN RUMPUT GAJAH
Tabel Pengamatan
Lahan
Kebun
Campur
mm1
mm2
mm3
VH1
VH2
200 mm
220 mm
228 mm
403 ml
6 ml
Tegalan
200 mm
235 mm
235 mm
536 ml
6 ml
Sawah
200 mm
236 mm
224 mm
565 ml
6,5 ml
Rumput
Gajah
200 mm
235 mm
235 mm
546 ml
0 ml
Perhitungan
1. Evaporasi Kebun Campur
to
volume hujan 2
6 cm 3
=
= 0,04 cm = 0,4 mm
2
2
122,7 cm
122,7 cm
30 ,6 mm
2
2
116
117
2. Evaporasi Tegalan
to
2
2
mm
3. Evaporasi Sawah
to
t1 =
volume hujan2
6,5 cm
=
= 0,05 cm = 0,5 mm
2
122,7 cm
122,7 cm 2
E V h=
||
EV 1+ E V 2 82+ (11,5 )
=
= 70,5 mm
2
2
to
=
= 4,44 cm = 44,4 mm
122,7 cm2
122,7 cm 2
118
volume hujan2
0 cm3
=
= 0 cm = 0 mm
2
2
122,7 cm
122,7 cm
E V h=
||
EV 1+ E V 2 79,4 +0
=
= 79,4 mm
2
2
Kebun Campur
Tegalan
Sawah
Rumput Gajah
50
Evaporasi (mm)
40
30
20
10
0
Lahan
119
LAPORAN PRAKTIKUM
AGROKLIMATOLOGI
ACARA VI
KLASIFIKASI IKLIM DI BIDANG PERTANIAN
Oleh:
Alif Bagaswara
(A1A015018)
Syifa Nur Baeti
(A1A015037)
Arin Dwi Andini
(A1A015038)
Wiwit Firda Riandini (A1A015040)
Novita Anggraeni
(A1A015041)
Kelompok 3 (Tegalan)
Rombongan 10
PJ: Nadya Malisa Pohan
120
2016
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Iklim merupakan salah satu sumber daya alam yang perlu diperhitungkan dalam
pengembangan daerah, sehingga keterkaitan iklim dalam pembangunan dan
pengembangan daerah tertentu tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan pengetahuan
tentang keadaan iklim suatu daerah, maka dapat disusun perencanaan pembangunan
yang tepat, terutama pembangunan bidang pertanian. Semenjak diperkenalkannya
revolusi hijau, konsep tradisional dalam pendugaan iklim perlahan mulai
ditinggalkan, sumber daya alam seperti informasi tentang iklim sulit untuk diperoleh
pengguna dan diambil dengan keputusan (petani dan pemerintah).
Praktikum klasifikasi iklim untuk bidang pertanian sangat penting untuk
menentukan tanaman apa yang cocok ditanam di iklim tersebut. Dalam dunia
pertanian, iklim sangat berpengaruh dalam tumbuh dan berkembangnya suatu
tanaman sehingga dalam penanaman tanaman dibutuhkan penentuan iklim atau cuaca
yang cocok agar tanaman dapat berproduksi dengan baik. Klasifikasi iklim dapat
membantu memudahkan petani untuk menentukan letak penanaman yang cocock
untuk suatu tanaman sehingga dapat optimal pertumbuhannya.
Wilayah Indonesia terbentuk dari berbagai komponen lahan, mencakup formasi
geologi/litologi danterraindengan kondisi iklim yang beragam. Komponen lahan
tersebut merupakan faktor pembentuk tanah utama, dan sangat menentukan tingkat
121
kesesuaian serta potensinya untuk pertanian. Wilayah Indonesia memiliki dua kondisi
iklim yang sangat berbeda. Kawasan Barat Indonesia (KBI) umumnya beriklim basah
dengan curah hujan merata sepanjang tahun, yang berdampak terhadap reaksi tanah
atau pH yang masam dan kejenuhan basa yang rendah. Kawasan Timur Indonesia
(KTI) umumnya beriklim kering, sehingga tanahnya bereaksi netral sampai alkali,
dan kejenuhan basanya tinggi.
B. Tujuan
1. Menetapkan kelas iklim suatu daerah berdasarkan data curah hujan suatu
stasiun cuaca menurut Schmidt-Ferguson dan Oldeman.
2. Menetapkan keadaan iklim berdasarkan kelas iklim menurut Schmidt-Ferguson
dan Oldeman.
122
123
berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidangbidang tersebut (Lakitan,2002).
Wilayah Indonesia memiliki dua kondisi iklim yang sangat berbeda. Kawasan
Barat Indonesia (KBI) umumnya beriklim basah dengan curah hujan merata
sepanjang tahun, yang berdampak terhadap reaksi tanah atau pH yang masam dan
kejenuhan basa yang rendah. Kawasan Timur Indonesia (KTI) umumnya beriklim
kering, sehingga tanahnya bereaksi netral sampai alkali, dan kejenuhan basanya
tinggi. Namun, itu semua berkaitan dengan jenis batuan. Di daerah tropis, suhu udara
dan curah hujan sangat berperan dalam proses pelapukan batuan, baik secara fisik
maupun kimia, serta terhadap pembentukan dan perkembangan sifat-sifat tanah.
Tanah didataran tinggi umumnya terbentuk dari bahan volkan, dan dengan suhu
rendah proses pelapukan berlangsung lambat, sehingga kesuburan tanahnya secara
alami akan terawetkan. Namun, karena umumnya berada pada topografi yang
berlereng curam dengan tanah yang labil dan rentan longsor, penggunaannya sangat
terbatas (Lingga, 2003).
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut
waku maupun tempat dan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi
kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu, klasifikasi iklim untuk wilayah
Indonesia
(Asia
Tenggara
umumnya)
seluruhnya
dikembangkan
dengan
124
Klasifikasi iklim Mohr didasarkan atas jumlah bulan basah dan bulan kering dalam
setahun. Bulan basah dalam klasifikasi iklim Mohr adalah bulan dengan total hujan
kumulatif > 100 mm, sedangkan bulan kering total curah hujan kumulatifnya < 60
mm, dan bulan lembab total curah hujan kumulatifnya antara 60 hingga 100 mm.
Sebelumnya, Boerema telah memplubikasi profil curah hujan untuk wilayah
Indonesia tapi belum melakukan usaha pengklasifikasian zona ilkim Indonesia
dengan kriteria yang jelas. Boerema menyajikan 69 tipe curah hujan di pulau jawa
madura dan 84 tipe di luar jawa madura. Klasifikasi lainnya untuk wilayah Indonesia
diusulkan oleh F.H. Schmidt dan J.H.A. Fergusson yang klasifikasinya didasarkan
atas nisbah antara jumlah bulan kering dengan jumlah bulan basah dalam setahun.
Nisbah ini diberi symbol Q, berdasar nilai Q ini, wilayah Indonesia dibagi menjadi 8
zona iklim. Klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia seluruhnya dikembangkan
dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utamanya. Hal ini dilakukan
karena variasi curah hujan untuk wilayah Indonesia sangat nyata, sedang unsur iklim
lain tidak berfluktuasi secara nyata sepanjang tahun. Oldeman menyusun klasifikasi
iklim Indonesia berdasar jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut.
Beda dengan klasifikasi Mohr, dalam klasifikasi Oldeman bulan basah adalah bulan
dengan total curah hujan kumulatif > 200 mm, bulan kering adalah bulan dengan total
curah hujan < 100 mm, bulan lembab dengan total curah hujan kumulatif antara 100
hingga 200 mm. Berdasar jumlah bulan basah berturut-turut ini, Oldeman membuat 5
zona agroklimat utama, istilah agroklimat digunakan untuk mencerminkan zona iklim
yang dikaitkan dengan kebutuhan budidaya pertanian.
125
Sistem
klasifikasi
penggolongan
iklim
menurut
Schmidt-Ferguson
Md
Mw
x 100%
Keterangan:
Q
= Perbandingan bulan kering dan bulan basah (%)
Md = Mean (rata-rata) bulan kering, yaitu perbandingan antara jumlah bulan
kering dibagi dengan jumlah tahun pengamatan
Mw = Mean (rata-rata) bulan basah yaitu perbandingan antara jumlah bulan basah
dibagi dengan jumlah tahun pengamatan
Schmidt-Ferguson menggolongkan iklim sebagai berikut:
Tipe Iklim
Besarnya Nilai (%)
Tipe Iklim A
0 < Q < 14,3
Tipe Iklim B
14,3 < Q < 33,3
Tipe Iklim C
33,3 < Q < 60
Tipe Iklim D
60 < Q < 100
Tipe Ikilm E
100 < Q < 167
Tipe Iklim F
167 < Q < 300
Tipe Iklim G
300 < Q < 700
Tipe Iklim H
700 < Q
(Hartono, 2007)
126
Tipe tipe hujan diatas mempunyai ciri vegetasi tertentu sebagai berikut:
1. Tipe A : daerah sangat basah dengan ciri vegetasi hutan hujan tropika
2. Tipe B : daerah basah dengan ciri vegetasi hutan hujan tropika
3. Tipe C : daerah agak basah dengan ciri vegetasi hutan rimba, diantara jenis
4.
5.
6.
7.
8.
vegetasi yang gugur daunnya pada periode musim kemarau, diantaranya jati
Tipe D : daerah sedang dengan ciri vegetasi hutan musim
Tipe E : daerah agak kering dengan ciri vegetasi hutan sabana
Tipe F : daerah kering dengan ciri vegetasi hutan sabana
Tipe G : daerah sangat kering dengan ciri vegetasi padang ilalang
Tipe H : daerah ekstrim kering dengan ciri vegetasi padang ilalang
Oldeman membagi wilayah iklim menjadi lima bagian, yaitu sebagai berikut :
1. Iklim A : Jika terdapat lebih dari 9 bulan basah berturut-turut.
2. Iklim B : Jika terdapat 7-9 bulan basah berurutan.
3. Iklim C : Jika terdapat 5-6 bulan basah berurutan.
4. Iklim D : Jika terdapat 3-4 bulan basah berurutan.
5. Iklim E : Jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan. (Yani dan Rahmat,
2007)
127
128
III.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah tabel curah hujan bulanan pada
beberapa lokasi di Indonesia, tabel curah hujan bulanan selama 10 tahun di Bukateja,
tabel contoh curah hujan bulanan selama 10 tahun di Klampok, tabel curah hujan
bulanan 10 tahun di Krikil, tabel curah hujan bulanan selama 10 tahun di Wanadadi,
tabel curah hujan bulanan selama 10 tahun di Banjarnegara, tabel curah hujan bulanan
selama 10 tahun.Alat yang digunakan dalam praktikum adalah alat tulis, kalkulator.
B. Prosedur Kerja
Klasifikasi Iklim Menurut Schmidth-Ferguson
a Menyusun data curah hujan bulanan menurut bulan (Januari-desember)
b
c
d
bulan lembab.
Merata-rata jumlah bulan basah, jumlah bulan kering, dan jumlah bulan
lembab
g
h
adalah Q
Menentukan kelas iklimnya
Menetapkan keadaan iklimnya
129
sampai Desember
Menentukan bulan basah (BB) dan bulan kering (BK). Bila curah hujan
bulanan > 200 mm sebagai bulan basah dan bila curah hujan bulanan
d
e
f
130
IV.
B. Pembahasan
Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman. Berdasarkan gambaran iklim dapat diidentifikasi tipe vegetasi
yang tumbuh di lokasi tersebut. Untuk mengetahui apakah tanaman dapat hidup
sesuai untuk iklim tertentu, diperlukan syarat tumbuh dan informasi cuaca yang lebih
rinci dari beberapa dekade dengan nilai rata-rata bulanan dan pola sebaran sepanjang
tahun, sedangkan untuk menduga keragaman tanaman diperlukan informasi cuaca
harian (Irianto, et al., 2000).
Faktor cuaca yang sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah curah
hujan, suhu, angin serta radiasi. Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling
bervariasi, terutama di daerah tropis. Boer (2003) mengatakan bahwa hujan
merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat
tinggi baik menurut waktu maupun tempat, oleh karena itu kajian tentang iklim lebih
banyak diarahkan pada faktor hujan.
Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan
iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan
maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas
manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala
global maupun skala lokal (Irianto, 2003). Perubahan iklim akan mempengaruhi
131
hasil-hasil penelitian yang selama ini menggunakan iklim sebagai bahan penyusun
utama dari penelitian tersebut, seperti misalnya peta iklim yang dibuat oleh Oldeman.
Penggolongan iklim menurut Oldeman menggunakan dasar adanya bulan basah
yang berturut-turut dan bulan kering berturut-turut. Dalam hal penentuan bulan basah
dan kering menurut Oldeman bulan basah yaitu suatu bulan dengan curah hujan lebih
dari 200 mm sedangakan bulan kering yaitu suatu bulan dengan curah hujan yang
kurang dari 100 mm.
Menurut As-syakur (2010), Oldeman mengklasifikasikan iklim menjadi 17
golongan. Kriteria yang digunakan adalah:
1. Bulan Basah: jika curah hujan dalam waktu satu bulan > 200 mm
2. Bulan Kering: jika curah hujan dalam waktu satu bulan < 100 mm
Konsep iklim Odeman secara kusus memperhatikan kebutuhan tanaman
terhadap air selama satu bulan (Laserio, 2014). Metode oldemen hanya memakai
unsur curah hujan sebagai dasar klasifikasi iklim. Bulan basah dan bulan kering
secara berturut-turut yang dikaitkan dengan pertanian untuk daerah daerah tertentu.
Maka penggolongan iklimnya dikenal dengan sebutan zona agrokilamt (agro-climatic
classification) (Riyadi, 2006). Klasifikasi iklim Oldeman ini diarahkan kepada
tanaman pangan seperti padi dan palawija. Pembagian iklim ini merupakan hasil
penelitian di Indonesia yang merupakan negara pengkonsumsi hasil padi.
Klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson ini didasarkan atas nisbah antara jumlah
bulan kering dengan jumlah bulan basah dalam setahun (Lakitan, 2002).
Penggolongan iklim menurut Schmidt-Fergusson menggunakan cara mengambil datadata curah hujan untuk 10 tahun, akan tetapi yang diambil dari 10 tahun itu langsung
berapa bulan kering (< 60 mm) dan bulan basah (>100 mm) dijumlahkan dan dirata-
132
rata. Bulan lembab ternyata dalam penggolongan inipun tidak dihitung. Persamaan
yang dikemukakan Schmidt adalah sebagai berikut:
Pada praktikum ini membahas tentang pengklasifikasian iklim pada data 10
tahun berturut-turut pada tempat-tempat berbeda menurut pengkelasan SchmidtFerguson dan pengklasifikasian menurut Oldeman.
Pada tabel 1 yaitu data curah hujan bulanan selama 10 tahun di Banjarnegara.
Pada perhitungan menurut Schmidt-Ferguson Banjarnegara memiliki rata-rata BB
8,7 dan BK 2,8 sehingga dapat dicari zona agroklimatologinya dengan cara nilai
rata-rata BK dibagi dengan nilai rata-rata BB dikali 100% sehingga diperoleh hasil
32,18% zona iklim ini adalah daerah basah (B). Menurut perhitungan Oldeman di
Banjarnegara memiliki BB 8 dan BK 3 sehingga kelas agroklimatologinya adalah
B2.
Pada tabel ke 2 yaitu data curah hujan bulanan selama 10 tahun di Klampok.
Pada perhitungan Schmidt-Ferguson Klampok memiliki rata-rata BB 8,1 dan BK 3
sehingga dapat dicari zona agroklimnya dengan cara nilai rata-rata BK dibagi dengan
rata-rata BB dikali 100 % sehingga diperoleh hasil 37% zona iklim ini adalah daerah
agak basah (C). Menurut perhitungan Oldeman di Klampok memilikki BB 8 dan BK
2 sehingga kelas agroklimatologinya B2.
Pada tabel ke 3 yaitu data curah hujan bulanan selama 10 tahun di Bukateja.
Pada perhitungan menurut Schmidt-Ferguson Bukateja memiliki rata-rata BB 8,4
dan BK 2,8 sehingga dapat dicari zona agroklimatologinya dengan cara nilai ratarata BK dibagi dengan nilai rata-rata BB dikali 100% sehingga diperoleh hasil
133
33,33 % zona iklim ini adalah daerah basah (B). Menurut perhitungan Oldeman di
Bukateja memilikki BB 8 dan BK 3 sehingga kelas agroklimatologinya adalah B2.
Pada tabel ke 4 yaitu data curah hujan bulanan selama 10 tahun di Wanadadi.
Pada perhitungan menurut Schmidt-Ferguson Wanadadi memiliki rata-rata BB 9 dan
BK 2,2 sehingga dapat dicari zona agroklimatologinya dengan cara nilai rata-rata
BK dibagi dengan nilai rata-rata BB dikali 100% sehingga diperoleh hasil 24,44%
zona iklim ini adalah daerah basah(B). Menurut perhitungan Oldeman di Wanadadi
memiliki BB 8 dan BK 2 sehingga kelas agroklimatologinya adalah B2.
Pada tabel ke 5 yaitu data curah hujan bulanan selama 10 tahun di Krikil. Pada
perhitungan Schmidt-Ferguson Krikil memiliki rata-rata BB 7,8 dan BK 3 sehingga
dapat dicari zona agroklimatologinya dengan cara nilai rata-rata BK dibagi
dengan nilai rata-rata BB dikali 100% sehiingga diperoleh hasil 39,47 % zona iklim
ini adalah daerah basah (B). Menurut perhitugan Oldeman kdi Krikil memiliki BB 6
dan BK 4 sehingga kelas agroklimatologinya adalah C3.
134
V.
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil perhitungan menurut Schmidt-Ferguson di Banjarnegara
zona agroklimatnya daerah basah (B) dan perhitungan Oldemannya adalah zona
agroklimat B2.
2. Perhitungan menurut Schmidt-Ferguson di Klampok zona agroklimatnya
daerah agak basah (C) dan perhitungan menurut Oldemannya adalah zona
agroklimat B2.
3. Perhitungan menurut Schmidt-Ferguson di Bukateja zona agroklimatnya
daerah basah (B) dan perhutungan Oldemannya adalah zona agroklimat B2.
4. Perhitungan menurut Schmidt-Ferguson di Wanadadi zona agroklimatnya
daerah basah (B) dan perhitungan Oldemannya adalah zona agroklimat B2.
5. Perhitungan menurut Schmidt-Ferguson di Krikil zona agroklimatnya daerah
basah (B) dan perhitungan Oldemannya adalah zona agroklimat C3.
B. Saran
1 Sebaiknya praktikan lebih serius dalam menjalani praktikum agar tujuan dari
praktikum ini dapat terlaksana dengan baik. Dan praktikan seharusnya belajar
materi terlebih dahulu sebelum praktikum barlangsung.
2 Sebaiknya asisten praktikum sesekali mengunjungi praktikan yang sedang
mengamati lahan.
135
DAFTAR PUSTAKA
As-syakur, A.R., I W. Nuarsa , dan I N. Sunarta. 2010. Pemutakhiran Peta Agroklimat
Klasifikasi Oldeman di Pulau Lombok Dengan Aplikasi Sistem
Informasi Geografi. 2 :79-87
Boer, Rizaldi. 2003. Penyimpangan Iklim di Indonesia. Makalah Pada Seminar
Nasional Ilmu Tanah Dengan Tema Menggagas Strategi Alternatif
Dalam Menyiasati Penyimpangan Iklim Serta Implikasinya Pada
Tataguna Lahan Dan Ketahanan Pangan Nasional. Universitas Gajah
Mada: Yogyakarta.
Bayong, Tjasyono.2004. Klimatologi. Bandung: ITB
Irianto, Gatot, Le Istiqlal Amin, dan Elza Surmaini. 2000. Keragaman Iklim Sebagai
Peluang Diversifikasi. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat: Bogor.
Lakitan, Benyamin. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. PT Rajagrafindo Persada:
Jakarta.
Laserio, S. D., Asrizal Dan Syafrijon. 2014. Analisis Data Parameter Hujan
Mengunakan Fitur Guide Pada Matlab Berdasarkan Hasil Pengukuran
Instrumen Optical Rain Gauge di Loka Pengamatan Atmosfer
Kototabang Lapan. 1 :89-96.
Riyadi, Agung. 2006. Kajian Status Waduk Tirta Shinta dan Kelayakannya untuk
Industri Ethanol di Kotabumi Lampung Utara. 7 (3) : 296-302.
136
LAMPIRAN
HASIL ACARA 6
KLASIFIKASI IKLIM DI BIDANG PERTANIAN
Tabel 1. Curah hujan bulan pada Banjarnegara
Tahun
I 1982
II 1983
III 1984
IV 1985
V 1986
VI 1987
VII 1988
VIII 1989
IX 1990
X 1991
Jumlah
Rata-rata
a.
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
556
453
679
606
454
641
528
503
493
251
5164
516.4
527
544
549
523
325
697
388
432
595
355
4935
493.5
513
336
500
532
792
409
642
413
393
460
4990
499
230
474
733
506
491
213
151
270
353
376
3797
379.7
0
574
209
231
189
10
287
277
269
104
2150
215
Metode Schmidt-Fergusson
Q=
BK
BB
x 100% =
2.8
8.7
Jun
Jul
(mm)
0
0
101
0
46
51
149
27
236
76
59
34
257
23
341
161
146
163
0
0
1335
535
133.5
53.5
Agust
Sept
Okt
Nov
Des
0
0
10
80
77
0
5
64
146
0
382
38.2
0
12
316
56
325
0
68
42
15
0
834
83.4
3
392
376
229
303
0
322
302
118
167
2212
221.2
125
654
455
433
580
495
313
530
327
359
4271
427.1
631
519
433
425
449
614
244
271
441
386
4413
441.3
b. Metode Oldeman
BB = 8 (tipe B)
BK = 3 (sub-divisi 2) Zona Agroklimat = B2
x 100% = 32.18%
137
SchmidtFergusson
BB
BK
6
6
9
3
9
3
9
2
10
0
6
6
9
2
10
1
11
1
8
4
87
28
8.7
2.8
Jan
I 1982
II 1983
III 1984
IV 1985
2V 1986
VI 1987
VII 1988
VIII 1989
IX 1990
X 1991
Jumlah
Rata Rata
404
419
479
303
230
371
509
339
262
527
3843
384.3
Feb
Mar
233
331
319
264
206
562
252
380
237
385
3169
316.9
208
336
412
352
687
149
455
212
396
159
3366
336.6
Apr
157
257
362
314
304
104
218
312
444
114
2586
258.6
Mei
0
515
146
160
23
178
585
291
114
0
2012
201.2
a. Metode Schmidt-Fergusson
Q=
BK
BB
x 100% =
3
8.1
Jun
Jul
(mm)
5
10
8
2
49
63
148
28
264
84
28
rusak
280
24
317
107
196
155
0
0
1295
473
129.5
52.5
b.
Agust
Sep
Okt
Nov
Des
0
0
48
39
28
0
85
67
117
0
384
38.4
0
6
374
545
472
0
84
0
20
0
1501
150.1
0
233
234
409
176
rusak
517
211
62
0
1842
204.6
50
371
202
596
659
139
521
189
208
94
3029
302.9
447
455
289
213
422
525
332
34
351
372
3440
344
Metode Oldeman
BB = 8 (tipe B)
BK = 2 (sub-divisi 2)
Zona Agroklimat = B2
x 100% = 37%
138
SchmidthFerguson
BB
BK
5
7
8
4
9
2
10
2
9
2
7
3
9
1
9
2
10
1
5
6
81
30
8.1
3
Tahun
I 1982
II 1983
III 1984
IV 1985
V 1986
VI 1987
VII 1988
VIII 1989
IX 1990
X 1991
Jumlah
Rata-Rata
a.
355
475
549
297
194
320
506
491
408
662
4257
425.7
Feb
Mar
229
335
259
396
520
714
220
601
309
496
4079
407.9
250
269
397
263
618
321
385
341
286
227
3357
335.7
Apr
291
332
492
376
328
235
178
471
317
318
3338
333.8
Mei
0
513
130
209
84
78
441
294
646
0
2395
239.5
Metode Schmidt-Fergusson
Q=
BK
BB
x 100% =
2.8
8.4
Jun
Jul
(mm)
0
14
5
0
83
128
102
55
275
74
46
29
237
20
458
114
230
196
0
0
1436
630
143.6
63
b.
Agust
Sept
Okt
Nov
Des
0
0
60
33
23
0
132
60
162
0
470
47
0
12
350
24
249
0
77
0
79
0
791
79.1
0
325
247
330
237
0
331
294
221
256
2241
224.1
57
382
197
472
555
605
550
355
312
511
3996
399.6
275
431
265
244
256
743
393
254
525
0
3386
338.6
Metode Oldeman
BB = 8 (tipe B)
BK = 3 (sub-divisi 2)
Zona Agroklimat = B2
x 100% = 33.33%
139
SchmidthFerguson
BB
BK
5
7
8
4
10
0
9
3
9
1
6
5
10
1
10
1
11
0
6
6
84
28
8.4
2.8
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
509
464
567
640
780
718
638
492
248
54
5110
511
466
474
569
472
514
518
307
424
475
491
4710
471
520
450
416
169
839
394
755
378
445
271
4637
463.7
323
331
715
515
562
304
355
139
302
218
3764
376.4
5
733
306
345
158
250
484
142
274
78
2775
277.5
a. Metode Schmidt-Fergusson
Q=
BK
BB
x 100% =
2.2
9
Jun
Jul
(mm)
29
18
156
8
105
142
222
28
161
79
101
83
258
32
366
293
189
136
0
0
1587
819
158.7
81.9
b.
Agust
Sept
Okt
Nov
Des
BB
BK
0
1
29
177
68
2
87
57
87
0
508
50.8
0
16
386
102
417
8
21
75
66
0
1087
108.7
20
394
527
430
580
8
400
218
201
239
3017
301.7
172
498
724
513
797
290
663
295
249
683
4884
488.4
613
661
540
578
453
813
426
544
671
619
5918
591.8
6
9
11
11
10
8
9
10
10
6
90
9
6
3
1
1
0
3
2
1
0
5
22
2.2
Metode Oldeman
BB = 8 (tipe B)
BK = 2 (sub-divisi 2)
Zona Agroklimat = B2
x 100% = 24.44%
140
Tahun
I 1982
II 1983
III 1984
IV 1985
V 1986
VI 1987
VII 1988
VIII 1989
IX 1990
X 1991
Jumlah
Rata-rata
678
408
500
184
217
359
368
251
225
419
3609
360.9
Feb
Mar
142
526
320
136
241
0
233
190
213
155
2156
215.6
454
192
428
228
763
317
344
220
193
187
3326
332.6
Apr
92
159
510
179
230
236
96
184
197
207
1936
193.6
Mei
0
473
114
68
70
161
148
172
117
0
1323
132.3
a. Metode Schmidt-Fergusson
Q=
BK
BB x 100% =
3
7.6
Jun
Jul
(mm)
0
14
36
0
114
31
144
78
70
66
36
50
148
20
139
79
131
102
0
0
818
440
81.8
44
b.
Agust
Sept
Okt
Nov
Des
0
0
35
54
79
0
36
33
79
0
316
31.6
0
11
335
99
294
0
88
0
24
0
851
85.1
6
235
209
219
168
16
207
121
107
rusak
1288
143,1
695
340
365
840
772
183
220
118
153
0
3636
363.6
304
727
219
145
288
460
174
22
384
rusak
2923
324,7
Metode Oldeman
BB = 5 (tipe C)
BK = 4 (sub-divisi 3)
Zona Agroklimat = C3
x 100% = 39.4%
141
SchmidthFerguson
BB
BK
5
6
8
4
10
2
8
1
8
0
6
6
8
2
9
2
10
1
4
6
76
30
7,6
3