Anda di halaman 1dari 26

KEPERAWATAN MATERNITAS

MANAJEMEN LAKTASI

Oeh :
NI KADEK YULI DHARMAYANTI (010215A045)
NUCKY SEPTIRIANTIKA (010215A049)
VINSENSIUS FERNANDO HUGO (010215A069)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
Jl. GEDONG SONGO CANDI REJO UNGARAN
TAHUN AJARAN 2016/2017

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat
memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama sehingga dapat mencapai
tumbuh kembang yang optimal(Perinasia, 2004). Pencapaian ASI Eksklusif masih
kurang, hal ini berdasarkan data hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2002 2003, pemberian ASI eksklusif pada bayi berumur 2 bulan
hanya 64%. Persentase ini kemudian menurun cukup tajam menjadi 46 % pada
bayi berumur 2-3 bulan dan 14 % pada bayi berumur 4 5 bulan (KBI,2005).
Permasalahan yang utama adalah perilaku menyusui yang kurang mendukung,
faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, gencarnya promosi susu
formula, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya
mendukung PPASI, kurangnya rasa percaya diri ibu bahwa ASI cukup untuk
bayinya dan ibu yang bekerja(Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI).
Pada ibu yang bekerja, salah satu penyebabnya adalah singkatnya masa
cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif
berakhir sudah harus kembali bekerja, hal ini mengganggu upaya pemberian ASI
eksklusif, yang menyebabkan penggunaan susu botol/susu formula lebih dini
(Dwi Sunar Prasetyo,2009). Kondisi di atas diperberat lagi dengan adanya
kecenderungan meningkatnya peran ganda wanita dari tahun ke tahun (Pusat
Kesehatan Kerja Depkes RI).
Salah satu profesi yang menyerap wanita bekerja denga prosentase banyak
adalah profesi keperawatan. Sebagai perawat kita dituntut untuk bisa menjadi role
model bagi masyarakat khususnya dalam penerapan manajemen ASI Eksklusif.
Namun masih banyak perawat yang tidak dapat menjalankan peran ini secara
efektif karena tingkat pengetahuan, persepsi, sikap dan perilaku perawat sendiri
yang kurang mendukung tercapainya Program PP-ASI(SELASI,2009). Hal ini
diperkuat lagi dengan hasil survey awal yang dilakukan peneliti pada bulan
Oktober 2009 bahwa dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap 10 orang
perawat yang menyusui di RSUD Tugurejo Semarang bahwa hanya ada 1 orang
perawat yang memberikan ASI secara Eksklusif sehingga perlu adanya penelitian

lebih lanjut tentang perilaku perawat dalam manajemen laktasi, terutama


manajemen laktasi periode postnatal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan Manajemen Laktasi periode antenatal?
2. Bagaimana langkah-langkah pelaksanaan Manajemen Laktasi?
3. Bagaimanakah proses pemberian Asi?
4. Bagaimanakan manajemen laktasi pada Ibu yang bekerja/Wanita Karir?
5. Bagaimakah tehnik pemerasan susu dan penyimpanan Asi?
1.3 Tujuan
Memperoleh gambaran tentang perilaku perawat dalam manajemen laktasi
periode postnatal.
1.4 Manfaat
1. menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang manajemen
laktasi
2. menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang langkah
manajemen laktasi
3. memberi gambaran cara manajemen laktasi sebagai bekal terjun dalam
masyarakat

BAB II. ANATOMI DAN FISIOLOGI


2.1 Anatomi Payudara
Agar memahami tentang manajemen laktasi perlu terlebih dahulu memahami
anatomi payudara dan fisiologi laktasi. Dibedakan menurut struktur internal dan
struktur external : Struktur internal payudara terdiri dari : kulit, jaringan dibawah

kulit dan korpus. Korpus terdiri dari : parenkim atau jaringan kelenjar dan stroma
atau jaringan penunjang. Parenkim merupakan struktur yang terdiri dari :
1. Saluran kelenjar : duktulus, duktus dan sinus laktiferus. Sinus laktiferus
yaitu duktus yang melebar tempat ASI mengumpul (reservoir ASI),
selanjutnya saluran mengecil dan bermuara pada puting. Ada 15-25 sinus
laktiferus.
2. Alveoli yang terdiri dari sel kelenjar yang memproduksi ASI.
Tiap duktus bercabang menjadi duktulus, tiap duktulus bercabang menjadi
alveolus yang semuanya merupakan satu kesatuan kelenjar. Duktus membentuk
lobus sedangkan duktus dan alveolus membentuk lobulus. Sinus duktus dan
alveolus dilapisi epitel otot (myoepithel) yang dapat berkontraksi. Alveolus juga
dikelilingi pembuluh darah yang membawa zat gizi kepada sel kelenjar untuk
diproses sintesis menjadi ASI. Stroma terdiri dari : jaringan ikat, jaringan lemak,
pembuluh darah syaraf dan lymfa.
Struktur External payudara terdiri dari : puting dan areola yaitu bagian lebih
hitam sekitar puting pada areola terdapat beberapa kelenjar montgomery yang
mengeluarkan cairan untuk membuat puting lunak dan lentur ( Depkes RI, 2005).
Gambar Anatomi Payudara(http://askep-free.blogspot.com/2010/04/manajemen-laktasi.html )

2.2 Fisiologi Laktasi


Pada masa hamil, terjadi perubahan pada payudara, dimana ukuran payudara
bertambah basar. Ini disebabkan proliferasi sel duktus laktiferus dan sel kelenjar
pembuat ASI. Karena pengaruh hormon yang dibuat plasenta yaitu laktogen,

prolaktin koriogonadotropin, estrogen dan progesteron. Pembesaran juga


disebabkan oleh bertambanya pembuluh darah. Pada kehamilan lima bulan atau
lebih, kadang-kadang dari ujung puting mulai keluar cairan yang disebut
kolostrum. Sekresi cairan tersebut karena pengaruh hormon laktogen dari plasenta
dan hormon prolaktin dari kelenjar hipofise. Produksi cairan tidak berlebihan
karena meski selama hamil kadar prolaktin cukup tinggi pengaruhnya dihambat
oleh estrogen. Setelah persalinan, dengan terlapasnya plasenta, kadar estrogen dan
progesteron menurun, sedangkan prolaktin tetap tinggi. Karena tak ada hambatan
oleh estrogen maka terjadi sekresi ASI. Pada saat mulai menyusui, maka dengan
segera, rangsangan isapan bayi memacu lepasnya prolaktin dan hipofise yang
memperlancar sekresi ASI ( Depkes, 2005).

2.3 Komposisi Asi


Komposisi ASI sedemikian khususnya, sehingga komposisi ASI dari satu ibu
dan ibu lainya berbeda. Pada kenyataanya komposisi ASI tidak tetap dan tidak
sama dari waktu ke waktu dan disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Jenis-jenis
ASI sesuai perkembangan bayi.
Kandungan colostrum berbeda dengan air susu yang mature, karena
colostrum mengandung berbeda dengan air susu yang mature, karena colostrum
dan hanya sekitar 1% dalam air susu mature, lebih banyak mengandung
imunoglobin A (Iga), laktoterin dan sel-sel darah putih, terhadap, yang
kesemuanya sangat penting untuk pertahanan tubuh bayi, terhadap serangan
penyakit (Infeksi) lebih sedikit mengandung lemak dan laktosa, lebih banyak,
mengandung vitamin dan lebih banyak mengandung mineral-mineral natrium
(Na) dan seng (Zn).

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi ASI


Adapun hal-hal yang mempengaruhi produksi ASI antara lain adalah:

a. Makanan Ibu
Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui
tidak secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang
dihasilkan. Dalam tubuh terdapat cadangan berbagai zat gizi yang dapat
digunakan bila sewaktu-waktu diperlukan. Akan tetapi jika makanan ibu terus
menerus tidak mengandung cukup zat gizi yang diperlukan tentu pada akhirnya
kelenjar-kelenjar pembuat air susu dalam buah dada ibu tidak akan dapat bekerja
dengan sempurna, dan akhirnya akan berpengaruh terhadap produksi ASI.
Unsur gizi dalam 1 liter ASI setara dengan unsur gizi yang terdapat dalam
2 piring nasi ditambah 1 butir telur. Jadi diperlukan kalori yang setara dengan
jumlah kalori yang diberikan 1 piring nasi untuk membuat 1 liter ASI. Agar Ibu
menghasilkan 1 liter ASI diperlukan makanan tamabahan disamping untuk
keperluan dirinya sendiri, yaitu setara dengan 3 piring nasi dan 1 butir telur.
Apabila ibu yang sedang menyusui bayinya tidak mendapat tamabahan
makanan, maka akan terjadi kemunduran dalam pembuatan ASI. Terlebih jika
pada masa kehamilan ibu juga mengalami kekurangan gizi. Karena itu tambahan
makanan bagi seorang ibu yang sedang menyusui anaknya mutlak diperlukan.
Dan walaupun tidak jelas pengaruh jumlah air minum dalam jumlah yang cukup.
Dianjurkan disamping bahan makanan sumber protein seperti ikan, telur dan
kacang-kacangan, bahan makanan sumber vitamin juga diperlukan untuk
menjamin kadar berbagai vitamin dalam ASI.
b. Ketentraman Jiwa dan Pikiran
Pembuahan air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang
selalu dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai
bentuk ketegangan emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya.
Pada ibu ada 2 macam, reflek yang menentukan keberhasilan dalam menyusui
bayinya, reflek tersebut adalah:
- Reflek Prolaktin
Reflek ini secara hormonal untuk memproduksi ASI. Waktu bayi
menghisap payudara ibu, terjadi rangsangan neorohormonal pada putting
susu dan aerola ibu. Rangsangan ini diteruskan ke hypophyse melalui

nervus vagus, terus kelobus anterior. Dari lobus ini akan mengeluarkan
hormon prolaktin, masuk ke peredaran darah dan sampai pada kelenjar
kelenjar pembuat ASI. Kelenjar ini akan terangsang untuk menghasilkan
ASI.
- Let-down Refleks (Refleks Milk Ejection)
Refleks ini membuat memancarkan ASI keluar. Bila bayi didekatkan pada
payudara ibu, maka bayi akan memutar kepalanya kearah payudara ibu.
Refleks memutarnya kepala bayi ke payudara ibu disebut :rooting reflex
(reflex menoleh). Bayi secara otomatis menghisap putting susu ibu dengan
bantuan lidahnya. Let-down reflex mudah sekali terganggu, misalnya pada
ibu yang mengalami goncangan emosi, tekanan jiwa dan gangguan
pikiran. Gangguan terhadap let down reflex mengakibatkan ASI tidak
keluar. Bayi tidak cukup mendapat ASI dan akan menangis. Tangisan bayi
ini justru membuat ibu lebih gelisah dan semakin mengganggu let down
reflex.
c. Pengaruh persalinan dan klinik bersalin
Banyak ahli mengemukakan adanya pengaruh yang kurang baik terhadap
kebiasaan memberikan ASI pada ibu-ibu yang melahirkan di rumah sakit atau
klinik bersalin lebih menitik beratkan upaya agar persalinan dapat berlangsung
dengan baik, ibu dan anak berada dalam keadaan selamat dan sehat. Masalah
pemebrian ASI kurang mendapat perhatian. Sering makanan pertama yang
diberikan justru susu buatan atau susu sapi. Hal ini memberikan kesan yang tidak
mendidik pada ibu, dan ibu selalu beranggapan bahwa susu sapi lebih dari ASI.
Pengaruh itu akan semakin buruk apabila disekeliling kamar bersalin dipasang
gambar-gambar atau poster yang memuji penggunaan susu buatan.

d. Penggunaan alat kontrasepsi yang mengandung estrogen dan progesteron.


Bagi ibu yang dalam masa menyusui tidak dianjurkan menggunakan
kontrasepsi pil yang mengandung hormon estrogen, karena hal ini dapat

mengurangi jumlah produksi ASI bahkan dapat menghentikan produksi ASI


secara keseluruhan oleh karena itu alat kontrasepsi yang paling tepat digunakan
adalah alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yaitu IUD atau spiral. Karena
AKDR dapat merangsang uterus ibu sehingga secara tidak langsung dapat
meningkatkan kadar hormon oxitoksin, yaitu hormon yang dapat merangsang
produksi ASI.
e. Perawatan Payudara
Perawatan fisik payudara menjelang masa laktasi perlu dilakukan, yaitu
dengan mengurut payudara selama 6 minggu terakhir masa kehamilan.
Pengurutan tersebut diharapkan apablia terdapat penyumbatan pada duktus
laktiferus dapat dihindarkan sehingga pada waktunya ASI akan keluar dengan
lancar.

2.5 Keunggulan ASI dan Manfaat Menyusui


a. Aspek Gizi
Manfaat kolostrum:
Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi

bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.


Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan
bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun cukup
untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu kolostrum harus

diberikan pada bayi.


Kolostrum mengandung

protein,vitamin

yang

tinggi

dan

mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan

kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.


Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama

berwarna hitam kehijauan.


Kolostrum juga mempunyai kemampuan untuk menurunkan timbulnya
reaksi sebuah alergi. Antibodi yang terkandung di dalam kolostrum
dapat melawan alergen (zat pencetus alergi). Zat ini mengandung
kemampuan mengikat IgE (imunoglobulin yang terlibat dalam reaksi
alergi). Dengan kemampuan tersebut, maka kolostrum ini akan dapat

membantu menekan munculnya IgE sehingga akan menghambat dan


mencegah timbulnya reaksi alergi.

Komposisi ASI
ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai,
juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang

terdapat dalam ASI tersebut.


ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk

pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak.


Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan
antara Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan
Casein merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan
susu sapi. ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi
ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada
susu sapi mempunyai perbandingan Whey :Casein adalah 20 : 80,
sehingga tidak mudah diserap.

Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI


Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI
yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk
proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan
bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina

mata.
Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam
lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang
diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA
dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan
dan kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat
dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor) yaitu
masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 (asam
linoleat).

b. Aspek Imunologik
ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.

Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup


tinggi. Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri

patogen E. coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan.


Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat

kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.


Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan
salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih

banyak daripada susu sapi.


Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel
per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: Brochus-Asociated Lympocyte
Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue
(GALT) antibodi

saluran pernafasan, dan Mammary Asociated

Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu.


Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen,
menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini
menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat
pertumbuhan bakteri yang merugikan.

c. Aspek Psikologik
Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mampu menyusui
dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Menyusui
dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih saying terhadap bayi akan
meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya

akan meningkatkan produksi ASI.


Interaksi Ibu dan Bayi: Pertumbuhan dan perkembangan psikologik

bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.


Pengaruh kontak langsung ibu-bayi : ikatan kasih sayang ibu-bayi
terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin
contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan
kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah
dikenal sejak bayi masih dalam rahim.

d. Aspek Kecerdasan

Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan


untuk perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan

kecerdasan bayi.
Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki
IQ point 4.3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih
tinggi pada usia 3 tahun, dan 8.3 point lebih tinggi pada usia 8.5 tahun,
dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.

e. Aspek Neurologis

Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap dan


bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.

f. Aspek Ekonomis
Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya
untuk makanan bayi sampai bayi berumur 4 bulan. Dengan demikian
akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu
formula dan peralatannya.
g. Aspek Penundaan Kehamilan
Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan,
sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara
umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL).

h. Aspek Sterilitas dan Perrlindungan Infeksi


Ibu yang menyusui setelah melahirkan zat oxytoxin-nya akan
bertambah, sehingga dapat mengurangi jumlah darah yang keluar
setelah melahirkan. Kandungan dan perut bagian bawah juga lebih
cepat menyusut kembali ke bentuk normalnya.

BAB III. MANAJEMEN LAKTASI


3.1 Pengertian

a. Manajemen Laktasi
Manajemen adalah suatu tatalaksana yang mengatur agar keseluruhan proses
menyusui bisa berjalan dengan sukses, mulai dari ASI diproduksi sampai proses
bayi mengisap dan menelan ASI, yang dimulai pada masa antenatal, perinatal
danpostnatal (Dwi Sunar Prasetyono,2009). Ruang lingkup Manajemen Laktasi
periode postnatal pada ibu bekerja meliputi ASI Eksklusif, teknik menyusui,
memeras ASI, memberikan ASI Peras, menyimpan ASI Peras, memberikan ASI
Peras dan pemenuhan gizi selama periode menyusui.

Manajemen laktasi adalah tata laksana yang diperlukan untuk menunjang


keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama dimulai pada masa
kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa menyusui selanjutnya.
(Direktorat Gizi Masyarakat, 2005).
b. Laktasi
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai
proses bayi mengisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian integral dari
siklus reproduksi mamalia termasuk manusia. (Direktorat Gizi Masyarakat, 2005)
3.2 Langkah-langkah kegiatan Menejemen Laktasi menurut Depkes RI
(2005) adalah :
a). Masa Kehamilan (Antenatal).
1. Memberikan komunikasi, informasi dan edukasi mengenai manfaat dan
keunggulan ASI, manfaat menyusui bagi ibu, bayi dan keluarga serta cara
pelaksanaan management laktasi.
2. Menyakinkan ibu hamil agar ibu mau dan mampu menyusui bayinya.
3. Melakukan pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara. Disamping
itu, perlu pula dipantau kenaikan berat badan ibu hamil selama kehamilan.
4. Memperhatikan kecukupan gizi dalam makanan sehari-hari termasuk
mencegah kekurangan zat besi. Jumlah makanan sehari-hari perlu
ditambah mulai kehamilan trimester ke-2 (minggu ke 13-26) menjadi 1-2
kali porsi dari jumlah makanan pada saat sebelum hamil untuk kebutuhan
gizi ibu hamil.
5. Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Penting pula
perhatian keluarga terutama suami kepada istri yang sedang hamil untuk
memberikan dukungan dan membesarkan hatinya bahwa kehamilan
merupakan anugerah dan tugas yang mulia.

b). Saat segera setelah bayi lahir.


1. Dalam waktu 30 menit setelah melahirkan, ibu dibantu dan dimotivasi
agar mulai kontak dengan bayi (skin to skin contact) dan mulai menyusui
bayi. Karena saat ini bayi dalam keadaan paling peka terhadap rangsangan,
selanjutnya bayi akan mencari payudara ibu secara naluriah.
2. Membantu kontak langsung ibu-bayi sedini mungkin untuk memberikan
rasa aman dan kehangatan.

c). Masa Neonetus


1. Bayi hanya diberi ASI saja atau ASI Eksklusif tanpa diberi minum apapun.
2. Ibu selalu dekat dengan bayi atau di rawat gabung.
3. Menyusui tanpa dijadwal atau setiap kali bayi meminta (on demand).
4. Melaksanakan cara menyusui (meletakan dan melekatkan) yang baik dan
benar.
5. Bila bayi terpaksa dipisah dari ibu karena indikasi medik, bayi harus tetap
mendapat ASI dengan cara memerah ASI untuk mempertahankan agar
produksi ASI tetap lancar.
6. Ibu nifas diberi kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) dalam waktu
kurang dari 30 hari setelah melahirkan.

d). Masa menyusui selanjutnya (post neonatal).


1. Menyusui dilanjutkan secara eksklusif selama 6 bulan pertama usia bayi,
yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa makanan atau minuman lainnya.

2. Memperhatikan kecukupan gizi dalam makanan ibu menyusui sehari-hari.


Ibu menyusui perlu makan 1 kali lebih banyak dari biasanya (4-6 piring)
dan minum minimal 10 gelas sehari.
3. Cukup istirahat (tidur siang/berbaring 1-2 jam), menjaga ketenangan
pikiran dan menghindari kelelahan fisik yang berlebihan agar produksi
ASI tidak terhambat.
4. Pengertian dan dukungan keluarga terutama suami penting untuk
menunjang keberhasilan menyusui.
5. Mengatasi bila ada masalah menyusui (payudara bengkak, bayi tidak mau
menyusu, puting lecet, dll ).
6. Memperhatikan kecukupan gizi makanan bayi, terutama setelah bayi
berumur 6 bulan; selain ASI, berikan MP-ASI yang cukup, baik kualitas
maupun kuantitasnya secara bertahap.

3.3 Proses Pemberian Asi


1. Keberhasilan menyusui
Untuk memaksimalkan manfaat menyusui bayi, sebaiknya disusui
selama 6 bulan pertama. Beberapa langkah yang dapat menuntun ibu agar
sukses menyusui secara eksklusif selama 6 bulan pertama, antara lain :
a. Biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah bayi lahir terutama
dalam 1 jam pertama (inisiasi dini), karena bayi baru lahir sangat aktif
dan tanggap dalam 1 jam pertama dan setelah itu akan ngantuk dan
tertidur. Bayi mempunyai refleks menghisap (sucking reflex) sangat
kuat pada saat itu. Jika ibu melahirkan dengan operasi caesar juga
dapat melakukan hal ini (bila kondisi ibu sadar, atau bila ibu telah
bebas dari efek anastesi umum). Proses menyusui dimulai segera
setelah lahir dengan membiarkan bayi diletakan di dada ibu sehingga
terjadi kontak kulit. Bayi akan mulai merangkak untuk mencari puting
Ibu dan menghisapnya. Kontak kulit dengan kulit ini akan merangsang

aliran ASI, membantu ikatan batin (bonding) ibu dan bayi serta
perkembangan bayi.
b. Yakinkan bahwa hanya ASI makanan pertama dan satu-satunya bagi
bayi anda. Tidak ada makanan atau cairan lain (seperti gula, air, susu
formula) yang diberikan, karena akan menghambat keberhasilan
proses menyusui. Makanan atau cairan lain akan mengganggu
produksi dan suplai ASI, menciptakan bingung puting, serta
meningkatnya resiko infeksi.
c. Susui bayi sesuai kebutuhannya sampai ppuas. Bila bayi puas , maka
ia akan melepaskan puting dengan sendirinya.
2. Keteerampilan menyusui
Agar proses menyusui dapat berjalan lancar, maka seorang ibu
harus mempunyai keterampilan menyuusui agar ASI dapat mengalir dari
payudara Ibuke bayi secara efektif. Keterampilan menyusui yang baik
meliputi posisi menyusui dan perlekatan bayi pada payudara yang tepat.
Posisi menyusui harus senyaman mungkin, dapat dengan posisi
berbaring atau duduk. Posisi yang kurang tepat akan menghasilkan
perlekatan yang tidak baik. Posisi dasar menyusui terdiri dari posisi badan
Ibu, posisi badan bayi, serta posisi mulut bayi dan payudar Ibu
(perlekatan/attachment). Posisi badan Ibu saat menyusui dapat posisi
duduk, posisi tidur terlentang, atau posisi tidur miring.
Saat menyusui, bayi harus di sanggah sehingga kepala lurus
menghadap payudara dengan hidung menghadap ke puting dan badan bayi
menempel dengan badan Ibu (sanggahan bukan hanya pada bahu dan
leher). Sentuh bibir bawah bayi dengan puting, tunggu sampai mulut bayi
terbuka lebar dan secepatnya dekatkan bayi ke payudara dengan cara
menekan punggung dan bahu bayi (bukan kepala bayi). Arahkan putung
susu keatas, lalu masukan ke mulut bayi dengan cara menyusuri langitlangitnya. Masukan payudara Ibu sebanyak mungkin ke mulut bayi
sehingga hanya sedikit bagian areola bawah yang terlihat di banding areola
bagian atas. Bibir bayi akan memutar keluar, dagu bayi menempel pada
payudara dan puting susu terlipat dibawah bibir atas bayi.
3. Posisi tubuh yang baik
a. Posisi muka bayi menghadap ke payudara (chin to breast)
b. Perut/dada bayi menempel pada perut/dada Ibu (chest to chest)

c. Seluruh badan bayi menghadap ke badan Ibu sehingga telinga bayi


membentuk garis lurus dengan lengan bayi dan leher bayi.
d. Seluruh punggung bayi tersanggah dengan baik
e. Ada kontak mata antara ibu dengan bayi
f. Pegang belakang bahu jangan kepala bayi
g. Kepala terletak di lengan bukan di daerah siku
4. Posisi menyusui yang tidak benar
a. Leher bayi terputar dan cenderung ke depan
b. Badan bayi menjauh badan ibu
c. Badan bayi tidak menghadap ke badan Ibu
d. Hanya leher dan kepala tersanggah
e. Tidak ada kontak mata antara ibu dan bayi
f. C-hold tetap dipertahankan
5. Tanda perlekatan bayi dan ibu yang baik
a. Dagu menyentuh payudara
b. Mulut terrbuka lebar
c. Bibir bawah terputar keluar
d. Lebih banyak areola bagian atas yang terlihat dibanding bagian bawah
e. Tidak menimbulkan rasa sakit pada puting susu
f. Jika bayi tidak melekat dengan baik maka akan menimbulkan luka dan
nyeri pada puting susu dan payudara akan membengkak karena ASI
tidak dapat dikeluarkan secara efektif. Bayi merasa tidak puas dan ia
ingin menyusu sering dan lama. Bayi akan mendpat ASI sangat sedikit
dan berat badan bayi tidak naik dan lambat laun ASI mengering.
6. Tanda perlekatan ibu dan bayi yang tidak baik
a. Dagu tidak menempel pada payudara
b. Mulut bayi tidak terbuka lebar-bibir mencucu/monyong
c. Bibir bawah bayi terlipat kedalam sehingga menghalangi pengeluaran
ASI oleh llidah
d. Lebih banyak areola bagian bawah yang terlihat
e. Terasa sakit pada puting
7. Perlekatan yang benar adalah kunci keberhasilan menyusui
a. Bayi datang dari arah bawah payudara
b. Hidung bayi berhadapan dengan puting susu
c. Dagu bayi merupakan bagian pertama yang melekat pada payudara
(titik pertemuan)
d. Puting diarahkan keatas ke langit-langit bayi
e. Telusuri langit-langit bayi dengan puting sampai di daerah yang tidak
ada tulangnya, diantara uvula (tekak) dengan pangkal lidah yang
lembut
f. Puting susu hanya 1/3 atau dari bagian dot panjang yang terbentuk
dari jaringan payudara.
Pemberian ASI bergantung pada empat macam proses :

1. Proses pengembangan jaringan penghasil ASI dalam payudara


Proses ini dicapai dalam kehamilan dengan adanya rangsangan
pada jaringan kelenjar serta saluran payudara oleh hormon-hormon
estrogen, progesteron dan hormon laktogenik plasenta (Farrer, 2001).
2. Proses yang memicu produksi ASI setelah melahirkan
Setelah plasenta dilahirkan, penurunan produksi hormon dari organ
tersebut terjadi dengan cepat. Hormon hipofise anterior, yaitu prolaktin,
yang tadinya dihambat oleh kadar estrogen dan progesteron yang tinggi di
dalam darah, kini dilepaskan. Prolaktin akan mengaktifkan sel- sel kelenjar
payudara untuk memproduksi ASI. Dalam waktu 3-4 hari setelah bayi
dilahirkan, produksi ASI sudah dimulai dan susu yang matur disekresikan
pada akhir minggu pertama (Farrer, 2001).

3. Proses untuk mempertahankan produksi ASI


Proses ini bergantung pada hormon lain, yaitu oksitosin, yang
dilepas dari kelenjar hipofise posterior sebagai reaksi terhadap pengisapan
puting. Oksitosin mempengaruhi sel-sel mio-epitelial yang mengelilingi
alveoli mammae sehingga alveoli tersebut berkontraksi dan mengeluarkan
air susu yang sudah diskresikan oleh kelenjar mammae. Refleks let-down
ini tidak terjadi karena tekanan negatif oleh pengisapan dan juga bukan
karena payudara yang penuh, namun disebabkan oleh refleks neurogenik
yang menstimulasi pelepasan oksitosin. Ibu menyusui akan mengalami
refleks let-down sekitar 30-60 menit setelah bayi mulai menyusu. Refleks
let-down dapat pula disebabkan oleh faktor-faktor yang murni kejiwaan,
seperti mendengar tangisan bayi, berpikir tentang bayinya atau bahkan
berpikir tentang bayinya atau bahkan berpikir tentang pemberian ASI
sendiri. Sebaliknya, refleks tersebut dapat dihambat oleh kecemasan,
ketakutan, perasaan tidak aman atau ketegangan. Faktor-faktor ini
diperkirakan dapat menigkatkan kadar epinefrin dan neroinefrin dan
selanjutnya akan mengambat transportasi oksitosin ke dalam payudara.
Begitu produksi ASI sudah terjadi dengan baik, pengosongan sakus

alveolaris mammae yang teratur akan mempertahankan produksi tersebut


(Farrer, 2001).
4. Proses sekresi ASI (refleks let down)
Cara terbaik dalam mempersiapkan pemberian ASI adalah keadaan
kejiwaan ibu yang sedapat mungkin tenang dan tidak mengahadapi banyak
permasalahan. Higiene perorangan dan kesejahteraan yang normal sangat
penting, kebersihan tangan dan kuku jari tangan ibu atau orang lain yang
akan merawat bayi juga ditekankan. Putting susu tidak boleh disentuh
dengan tangan yang belum dicuci bersih dan saputangan tidak boleh
digunakan sebagai ganjal di balik BH untuk menghentikan perembasan
ASI. Bantalan disposabel kini sudah tersedia untuk keperluan ini dan dapat
dikenakan dalam waktu yang relatif singkat jika perembasan ASI
menimbulkan masalah. Ibu harus mengenakan pakaian yang tidak
menghalangi pemberian ASI, jika gaun yang dikenakan harus dinaikkan
dahulu ke atas untuk mengeluarkan payudara, maka cara ini tentunya tidak
mengenakkan pada bagian bawah pakaian semacam ini bisa terdapat lokia.
BH khusus untuk laktasi yang bersih dan dapat juga menyangga payudara
harus dikenakan sepanjang siang serta malam harinya untuk memberikan
kenyamanan dan mencegah statis air susu pada daerah-daerah payudara
yang tergantung. Jika ibu tidak memiliki BH khusus semacam ini, ibu
dapat mengggunakan alat penguat (binder) untuk mengatasi untuk
mengatasi masalah ini. BH untuk laktasi harus dapat dibuka dari depan
dan talinya bisa diturunkan sebelum ibu menyusui bayinya. Tali tersebut
dapat dipasang kembali setelah ibu selesai menyusui.
Prosedur membersihkan puting berbeda antara rumah sakit yang
satu dan rumah sakit lainnya. Namun, selama puting berada dalam
keadaan bersih, apakah dibersihkan dengan cara mengusapnya memakai
air yang steril ataukah dibersihkan secara khusus dengan larutan
pembersih, caranya tidak menjadi masalah. Setiap kerak atau air susu yang
mengering dan setiap bekas krim/ salep yang dioleskan sebelumnya harus
dibersihkan dengan hati-hati. Larutan alkohol tidak boleh dipakai untuk

membersihkan puting karena dapat membuat puting menjadi kering dan


mudah pecah-pecah.
Bayi harus berada dalam keadaan bersih, tangan, mata, hidung,
pakaian, popok dan selimut harus diperiksa dahulu sebelum bayi disusui.
Perhatian terhadap semua detail ini akan membantu mengurangi
kemungkinan infeksi pada payudara dan menghidari komplikasi lainnya
(Farrer, 2001).
3.4 Manajemn Laktasi Bagi Wanita Karir
Pemberian ASI perah saat ibu bekerja memberikan kesempatan untuk
tetap menyusui saat ibu berada di dekat bayi, beberapa kasus kegagalan
pemberian ASI hingga anak 2 tahun karena saat bekerja ibu tidak memberikan
ASI sehingga suplai ASI berkurang dan meningkatkan angka penyapihan dini
(early weaning).
Memompa ASI saat bekerja menimbulkan rasa kedekatan ibu pada anak.
Penghematan keuangan keluarga, mengurangi risiko kesehatan yang
diasosiasikan dengan pemberian susu formula, Ibu lebih jarang meninggalkan
kantor karena anak yang diberi ASI relatif lebih jarang sakit dibandingkan
anak yang tidak diberi ASI.
a) Teknik Memerah ASI

a.
b.
c.
d.

Persiapan Memerah.
Cuci bersih kedua tangan Anda dengan benar dan menggunakan sabun.
Usahakan rileks dan pilihlah tempat atau ruangan untuk memerah
ASI yang tenang dan nyaman.
Kompres payudara dengan air hangat. Gunakan handuk kecil, waslap, atau
kain lembut lainnya.

Teknik memerah ASI dengan tangan metode massage, stroking, dan


shaking yang disebut metode Marmet dikembangkan oleh Chele Marmet.
a. Massage
Massage Pergunakan 2 jari, yaitu telunjuk dan jari tengah. Tangan kanan
mengurut payudara kiri dan tangan kiri mengurut payudara kanan. Bila

payudara besar, gunakan keempat jari Dengan tekanan ringan, lakukan


gerakan melingkar dari dasar payudara dengan gerakan spiral ke arah puting
susu.
b. Stroke
Dengan menggunakan jari-jari tangan, tekan-tekanlah payudara secara
lembut. Dari dasar payudara ke arah puting susu dengan garis lurus, kemudian
dilanjutkan

secara

bertahap

ke

seluruh

bagian

payudara.

Dengan

menggunakan sisir yang bergigi lebar, sisirlah payudara secara lembut, dari
dasar payudara ke arah puting susu. Dengan ujung jari, lakukan stroke dari
dasar payudara ke arah puting susu.
c. Shake
Dengan posisi tubuh condong ke depan, kocok/goyangkan payudara
dengan lembut menggunakan tangan, biarkan daya tarik bumi meningkatkan
stimulasi pengeluaran ASI. Untuk menjamin pengeluaran ASI lancar, lakukan
perawatan pemijatan payudara secara rutin, dan kompres air hangat & air
dingin bergantian.
d. Let-down reflex (LDR)
Sering disebut milk ejection reflex adalah sebuah proses hormonal yang
menyebabkan ASI mengalir deras. Ibu biasanya merasakan sensasi geli atau
seperti kesemutan beberapa saat ketika sedang menyusui bayi. Menurut buku
The Breastfeeding Answer Book, saat sedang menyusu, gerakan ritmik
rahang, bibir, dan lidah bayi mengirimkan sinyal pada bagian hipotalamus
(otak) ibu sehingga hormon prolaktin dan oksitosin dilepaskan, dan masuk ke
dalam aliran darah. Hormon ini menyebabkan sehingga otot-otot kecil yang
mengelilingi gudang ASI (alveoli) menekan ASI ke dalam saluran sehingga
menuju reservoir ASI (lactiferous sinuses) yang terletak 1 inci di belakang
puting dan keluar dari payudara.

Memerah Dengan Pompa

Memerah menggunakan pompa sangat mudah, cukup dengan mengikuti


instruksi yang tertera pada pompa Ibu. Berikut adalah cara memerah dengan
menggunakan pompa :
a. Atur posisi sehingga bisa bersandar dengan santai, jangan sampai bahu
tegang, intinya buat posisi senyaman
b. Atur posisi sehingga bisa bersandar dengan santai, jangan sampai bahu
tegang, intinya buat posisi senyaman
b) Cara Menyimpan ASI
ASI dapat di simpan dengan cara membekukan di freezer atau
mendinginkannya ke dalam lemari es.
Setelah di pompa, simpanlah ASI pada

botol steril dengan tutup yang rapat,

cangkir plastik

kantong ASI

Pastikan anda menuliskan label atau tanggal ASI tersebut pada


botol, gelas, atau kantong ASI.
Jangan menambahkan ASI yang baru anda pompa kedalam ASI
yang sudah beku.
Jangan membekukan kembali ASI yang sudah dicairkan
Simpan dalam jumlah 60 120 ml untuk mencegah mubazir
c). Wadah Penyimpanan ASI
Aneka Wadah
a. wadah yang terbuat dari stainlees steel
b. wadah yang terbuat dari kaca (beling) dengan tutup yang rapat
c. wadah yang terbuat dari semi kaca atau plastik dengan permukaan
yang keras (jenis yang tembus pandang dan tidak buram) dan tutup
yang rapat
d. Kantong plastik khusus untuk menyimpan ASI
e. Kantong plastik makanan bening (food Grade)

Kondisi Wadah
- bening tanpa gambar

- tidak mudah bocor


- bisa dibersihkan atau disterilkan
- untuk botol kaca, simpan dalam jumlah 1/2 atau 3/4 saja untuk
menghindari pemuaian yang beresiko menyebabkan botol retak atau
pecah

d). Mencairkan ASI yang telah di simpan (Beku)


Pindahkan Ke bagian lemari es non freezer hingga mencair
Pindahkan ke air dingin
Pindahkan ke dalam baskom air hangat
Panaska n di atas panci berisi air dengan api kecil
Atau gunakan bottle warmer
Jangan memanaskan langsung atau dengan microwave
Tes suhu ASI dan bila perlu cicipi sebelum diberikan
FIFO = first in First Out

BAB IV. PENUTUP


4.1 Kesimpulan
Manajemen laktasi adalah tata laksana yang diperlukan untuk
menunjang keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama
dimulai pada masa kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa
menyusui selanjutnya. (Direktorat Gizi Masyarakat, 2005).
Pemberian ASI perah saat ibu bekerja memberikan kesempatan
untuk tetap menyusui saat ibu berada di dekat bayi. Memompa ASI saat
bekerja menimbulkan rasa kedekatan ibu pada anak. Penghematan
keuangan keluarga, mengurangi risiko kesehatan yang diasosiasikan
dengan pemberian susu formula, Ibu lebih jarang meninggalkan kantor
karena anak yang diberi ASI relatif lebih jarang sakit dibandingkan anak
yang tidak diberi ASI.

Daftar Pustaka
Judarwanto.

Pemberian

ASI

saat

Ibu

Bekerja.

2009.http://supportbreastfeeding.wordpress.com/2009/01/09/breasfeedingworking/. Diakses tanggal 4 April 2016


Kebijakan Departemen Kesehatan tentang Peningkatan Pemberian ASI pada
Pekerja Wanita. http://www.akbideub.ac.id. Diakses tanggal 4 April 2016
Manajemen laktasi yang baik. 2009.http://lifestyle.okezone.com. Diakses tanggal
4 April 2016
Pemberian

ASI

Eksklusif

dan

faktor-Faktor

yang

Mempengaruhi.

http://library.usu.ac.id. Diakses tanggal 4 April 2016


Pemberian

ASI

Eksklusif

di

Indonesia

Masih

Memprihatinkan.2005.

http://kbi.gemari.or.id. Diakses tanggal 4 April 2016


Perinasia. Manajemen Laktasi: Menuju Persalinan Aman dan Bayi Baru Lahir
Sehat. Cetakan ke dua. Jakarta. Perinasia. 2004.
Purwanto H. Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.1999
Pelatihan konseling Laktasi. 2009. http://sentralaktasi.multiply.com/journal?
&page_start=20. Diakses tanggal 4 April 2016
Varney, Helen et all. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta; EGC

Hubertin, SP. 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta; EGC


Siregar. 2004. Penelitian Pemberian ASI Eksklusif dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Jakarta;

Anda mungkin juga menyukai