Anda di halaman 1dari 5

MENENTUKAN TAHANAN OSMOTIK SEL-SEL DARAH MERAH

Butir-butir darah merah berbentuk bikonkaf yang berisi cairan


instraselluler. Bila sel-sel ini dimasukan ke dalam suatu cairan hipertonis atau
hipotonis terhadap cairan instraselluler, maka terjadi proses osmose dan diffusi.
Adanya proses osmose memungkinkan adanya cairan yang mengalir dari
larutan di luar sel ke dalam sel-sel darah merah, darah tidak mengalami perubahan
bila tekanan osmose cairan tersebut sama dengan tekanan osmose cairan
intraselluler. Bila cairan di luar dari sel-sel tersebut hipertonis (tekanan osmosenya
lebih tinggi), maka sel-sel tersebut akan kehilangan cairan intrasellulernya
sehingga sel darah akan mengkerut. Sedangkan bila cairan diluar sel tersebut
hipotonis (tekanan osmosenya lebih rendah), maka cairan dari luar sel-sel tersebut
akan masuk ke dalam sel sehingga sel akan membengkak dan lama-lama akan
pecah dan hemoglobin akan keluar (proses Hemolisis)

Alat dan bahan yang diperlukan :


-

1 seri tabung reaksi 9 buah dalam rak.

Pipet 1 ml atau 2 ml

Darah sapi atau domba

Larutan NaCl 3 %

Aquadest

Cara kerja :
Sediakan 5 buah tabung reaksi yang bersih
dan kering

Siapkan larutan NaCl 0% (aquades), 0,5%,


0,9%, 1%, 3%.

Isilah tiap-tiap tabung dengan larutan


NaCl : tabung 0,5%, tabung 0,9%, tabung
1%, dan tabung 3% sebanyak 2 cc.

Teteskan 5 tetes darah yang tersedia ke


dalam tiap tabung. Campurkanlah secara
hati-hati. Biarkan selama 30 menit.

Lihat dalam tabung yang mana mulai


terlihat lapisan bening di lapisan atas.

Teteskan pada gelas obyek (lakukan dari


setiap tabung) lihat di bawah mikroskop.
Gambar dan beri penjelasan bila ada
perubahan perbedaan yang dilihat.

PEMBAHASAN
Pada praktikum menentukan tahanan osmotik sel-sel darah merah, darah
dilakukan 5 perlakuan. Pada perlakuan pertama, darah ditambahkan larutan NaCl
0%, setelah diamati menggunakan mikroskop perbesararan 10x40 terlihat sel-sel
darah pecah, hal ini disebabkan NaCl 0% merupakan larutan yang sangat
hipotonis. Peristiwa ini disebut hemolisis, yaitu suatu proses dimana sel-sel darah
merah terlepas dalam plasma atau dengan kata lain keluar dari plasma. Hal ini
sesuai dengan pendapat Frandson (1999) yang menyatakan bahwa hemolisis
merupakan suatu peristiwa dimana pada sel-sel darah merah terjadi karena adanya
toksis bakteri, bisa ular dan parasit darah serta zat-zat lainnya. Hemoglobin yang
berada di dalam darah serta zat-zat lainnya. Hemoglobin yang berada di dalam
plasma menyebabkan warna merah dan keadan tersebut dapat dikatakan sebagai
hemoglobinemia.
Pada perlakuan kedua, darah ditambahkan larutan NaCl 0,5%, setelah
diamati

menggunakan

mikroskop

perbesararan

10x40,

setelah

diamati

menggunakan mikroskop perbesararan 10x40 terlihat sel-sel darah mengkerut, hal


ini disebabkan NaCl 0,5% merupakan larutan yang hipertonis. Hal ini sesuai
dengan pendapat Frandson (1999), yang menyatakan bahwa adanya pergerakan
air keluar dari sel dan terjadinya pengkerutan pada sel dapat disebabkan karena
adanya cairan atau larutan yang bersifat hipertonik yang ada dalam darah tersebut.
Krenasi adalah proses pengkerutan sel darah akibat adanya larutan hipertonis. Hal
ini sesuai dengan pendapat Watson (2002) yang menyatakan bahwa krenasi
merupakan peristiwa dimana sel terjadi pengkerutan akibat adanya cairan atau
larutan yang memiliki sifat yang hipertonis. Faktor penyebab krenasi yaitu adanya

peristiwa osmosis yang menyebabkan pergerakan air di dalam sel sehingga ukuran
sel menjadi berkurang atau mengecil.
Pada perlakuan ketiga, darah ditambahkan larutan NaCl 0,9%, setelah
diamati menggunakan mikroskop perbesararan 10x40 terlihat sel-sel darah
berbentuk tidak membengkak atau mengerut (normal), hal ini disebabkan NaCl
0,9% merupakan larutan isotonik, didalamnya tidak terjadi perubahan osmosis,
yang terjadi hanyalah meningkatnya volume cairan ekstrasel. Menurut Siregar
(1995) larutan isotonis mempunyai arti klinik yang penting karena dapat
diinfuskan kedalam darah tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan osmosis
antara cairan ekstrasel dan intrasel.
Pada perlakuan keempat, darah ditambahkan larutan NaCl 1%, setelah
diamati menggunakan mikroskop perbesararan 10x40 terlihat sel-sel darah
berbentuk tidak membengkak atau mengerut (normal), hal ini disebabkan NaCl
1% merupakan larutan isotonik, didalamnya tidak terjadi perubahan osmosis,
yang terjadi hanyalah meningkatnya volume cairan ekstrasel. Menurut Siregar
(1995) larutan isotonis mempunyai arti klinik yang penting karena dapat
diinfuskan kedalam darah tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan osmosis
antara cairan ekstrasel dan intrasel.
Pada perlakuan terakhir, darah ditambahkan larutan NaCl 3%, setelah
diamati menggunakan mikroskop perbesararan 10x40 terlihat sel-sel darah
mengkerut, hal ini disebabkan NaCl 3% merupakan larutan yang hipertonis. Hal
ini sesuai dengan pendapat Frandson (1999), yang menyatakan bahwa adanya
pergerakan air keluar dari sel dan terjadinya pengkerutan pada sel dapat
disebabkan karena adanya cairan atau larutan yang bersifat hipertonik yang ada
dalam darah tersebut. Krenasi adalah proses pengkerutan sel darah akibat adanya

larutan hipertonis. Hal ini sesuai dengan pendapat Watson (2002) yang
menyatakan bahwa krenasi merupakan peristiwa dimana sel terjadi pengkerutan
akibat adanya cairan atau larutan yang memiliki sifat yang hipertonis. Faktor
penyebab krenasi yaitu adanya peristiwa osmosis yang menyebabkan pergerakan
air di dalam sel sehingga ukuran sel menjadi berkurang atau mengecil.
Dari kelima tabung darah yang berisi larutan NaCl, tabung yang paling
cepat membentuk lapisan bening diatasnya adalah darah yang ditambahkan
larutan NaCl 3%. Semakin kecil konsentrasi NaCl semakin lambat untuk
membentuk lapisan bening. Lapisan bening yang disebut supernatan yang
merupakan lapisan plasma darah.

DAFTAR PUSTAKA
Frandson, R.D. 1999. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Siregar, S.B. 1995. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya : Jakarta.
Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai