SKENARIO C BLOK 9
Tutorial 6
Tutor : dr. M. Fajrin
70 2009 001
Muhammad Adriwansah
70 2009 004
70 2009 009
70 2009 011
70 2009 025
Amalia Kharisma
70 2009 031
70 2009 054
Berliani Lutfi
70 2009 056
Lupita Putri
70 2009 058
M. Kaisar Pahlawan
70 2009 059
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
Jalan Jenderal Ahmad Yani Talang Banten Kampus-B
13 Ulu Telp. 0711-7780788
PALEMBANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul Laporan Tutorial
Skenario C BLOK 9 sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu
tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat,
dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. Dr. M. Fajrin selaku tutor Tutorial 6
4. Teman-teman seperjuangan
5. Semua pihak yang membantu penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan turotial ini
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam
lindungan Allah SWT. Amin.
Penulis
BAB I
2
PENDAHULUAN
BAB II
3
PEMBAHASAN
2.1 Data
TUTORIAL SKENARIO C
Tutor
: dr. M. Fajrin
Moderator
Notulen
Sekretaris
Waktu
Rule tutorial
I. Klarifikasi Istilah
DM tipe 2 : Suatu penyakit kronik dari metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak
akibat resistensi insulin
Tablet : Bentuk obat padat yang mengandung unsur pengobatan dengan atau tanpa
pelarut yang sesuai.
Glibenclamide : Obat anti DM yang bersifat hipoglikemi.
Pucat : Wajah yang memutih, warna agak memudar dari aslinya.
Mual : Rasa yang tidak mengenakkan atau rasa hendak muntah
Muntah : Keluarnya kembali sesuatu dari dalam perut melalui mulut.
Anemia : Penurunan jumlah eritrosit.
Edema peritibial : Pembengkakan jaringan interstisial di regio tibia.
Delirium : Gangguan mental yang berlangsung singkat biasanya mencerminkan
keadaan toksik yang ditandai oleh ilusi, alusinasi, delusi, kegirangan dan kurang
istirahat.
Glukosa darah : Terdapat glukosa di aliran darah
Glucometer : Alat yang digunakan dalam menentukan proporsi glukosa dalam urin.
Protein urin : Terdapat kandungan protein yang terdapat dalam urin.
Ureum : Hasil akhir dari metabolisme protein
Kreatinin : Bentuk anhidrat kreatin, hasil akhir metabolisme pospokreatin.
III.
Analisis Masalah
1. a. Apa penyebab penurunan kesadaran pada kasus ini?
Bagaimana patofisiologinya?
Jawab :
Hiperglikemia gagal ginjal retensi Na asidosis metabolik hipoksia
kerja otak terganggu kesadaran
B-breathing
C-circulation
D-drugs
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar terbentang dari atas sampai
ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke
duodenum.
7
1. Bagian Pankreas
-
Caput Pancreatis
Collum Pancreatis
Corpus Pancreatis
Cauda Pancreatis
2. Hubungan
-
3. Vaskularisasi
Arteriae
a. A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis)
b. A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis)
c. A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior ,cabang
A.lienalis
Venae.
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.
4. Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar.
Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe coeliaci dan
mesenterica superiores.
5. Inervasi
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan
parasimpatis (vagus).
8
6. Ductus pancreaticus
-
Histologi Pankreas
Fisiologi pankreas
1. Sebagai eksokrin, menghasilkan getah pankreas yang mengandung enzimenzim pencernaan seperti enzim amilase pankreas, enzim-enzim proteolitik, dan
lain-lain.
2. Sebagai endokrin, menghasilkan hormon insulin, glukagon, somatostatin, dan
polipeptida pankreas.
Jawab :
10
Glibenclamide atau yang juga dikenal sebagai Glyburide, adalah obat diabetes
oral yang membantu mengontrol kadar gula dalam darah. Glibenclamide digunakan
untuk mengobati diabetes mellitus tipe 2 (non-insulin dependent). Simpan pada suhu
kamar (< 30oC) dan tempat kering.
Pelaksanaan
1. Berikan bersamaan dengan makanan.
2. Untuk dosis satu kali sehari, berikan saat sarapan.
Instruksi Khusus
1. Gunakan dengan hati-hati pada pasien penderita gagal ginjal atau hati.
2. Tidak boleh digunakan dalam kasus DKA, pembedahan utama, infeksi parah,
stress atau trauma, alergi belerang.
Interaksi Obat
-
11
Kemasan
a.
b.
c.
Farmakodinamik
Glibenklamida adalah hipoglikemik oral derivat sulfonil urea yang bekerja
aktif menurunkan kadar gula darah. Glibenklamida bekerja dengan merangsang
sekresi insulin dari pankreas. Oleh karena itu glibenklamida hanya bermanfaat pada
penderita diabetes dewasa yang pankreasnya masih mampu memproduksi insulin.
Pada penggunaan per oral glibenklamida diabsorpsi sebagian secara cepat
dan tersebar ke seluruh cairan ekstrasel, sebagian besar terikat dengan protein plasma.
Pemberian glibenklamida dosis tunggal akan menurunkan kadar gula darah dalam 3
jam dan kadar ini dapat bertahan selama 15 jam. Glibenklamida diekskresikan
bersama feses dan sebagai metabolit bersama urin.
Farmakokinetik
1. Dosis awal: 2.5-5 mg melalui mulut (per oral) satu kali sehari.
2. Dimulai dari dosis 1.25 mg pada pasien yang mudah terkena hipoglikemia.
3. Tingkatkan dosis dengan kenaikan kurang dari sama dengan 2.5 mg tiap
minggu, berdasarkan pada reaksi pasien .
4. Dosis rumatan: 2.5-20 mg/hari melalui mulut (per oral) sehari 1 kali atau
dalam dosis terbagi
5. Dosis awal 1 kaptab sehari sesudah makan pagi, setiap 7 hari ditingkatkan
dengan 1/2 - 1 kaptab sehari sampai kontrol metabolit optimal tercapai.
6. Dosis awal untuk orang tua 2.5 mg/hari.
7. Dosis tertinggi 3 kaptab sehari dalam dosis terbagi.
Fisiologi
1. Filtrasi
5. Renin-angiotensin
2. Absorbsi
6. Eritropoetin
3. Reabsorbsi
7. Mengatur pH darah
4. Augmentasi
Histologi
Secara makroskopis
Secara mikroskopik
Unit fungsional ginjal adalah nefron. Pada manusia, setiap ginjal terdiri atas
1-1,5 juta nefron. Nefron terdiri atas Glomerulus (kapsula Bowman) dan Tubulus.
Tubulus terdiri atas tiga bagian utama yaitu Tubulus Proksimalis, Loop of Henle
(lengkungan Henle) dan nefron Distalis. Beberapa nefron Distalis akan bergabung
membentuk tubulus kolektivus
14
Lapisan utama
1. Tunika Fibrosa : Kornea dan Sklera
2. Tunika Vaskulosa : Iris, Koroid, dan Korpus Siliaris
3. Tunika Nervosa : Retina Sifat : Diperbalik, diperkecil, nyata
Fungsi : Sebagai film
15
16
1. Tes Penyaring
Dikerjakan pada awal kasus anemia sehingga dapat dipastikan adanya
anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi :
Kadar hemoglobin
Indeks eritrosit
LED
Hitung retikulosit
Hitung differensial
Trombosit
Cairan intertisial
Cairan intravaskular
Edema
Renin-angiotensin
Cairan extrasel
Aldosteron
17
Kadar
Bukan
Belum
DM
Pasti
DM
DM
Glukosa darah sewaktu
- plasma vena
<100
100-200
18
>200
- darah kapiler
<80
80-200
>200
- plasma vena
<110
110-120
>126
- darah kapiler
<90
90-110
>110
Cara pemeriksaan :
Untuk mengukur kadar ureum diperlukan sampel serum atau plasma
heparin. Kumpulkan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup merah atau bertutup
hijau
(heparin),
hindari
hemolisis.Centrifus
darah
kemudian
pisahkan
19
ANAK : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6 tahun) :
0,3-0,6 mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl.
LANSIA : Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan
penurunan produksi kreatinin.
Cara pemeriksaan :
Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin.
Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain tube)
atau tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan
serum/plasma-nya. Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang dapt
meningkatkan kadar kreatinin serum. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau
minuman, namun sebaiknya pada malam sebelum uji dilakukan, penderita
dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daging merah.
DM-1
Autoimun
DM-2
Resistensi
Insulin
20
Poliuri
Polidipsi
Polipagi
Kurus
Cepat Lelah
Blood Glucose
C-Peptide
Urine Glucose
Urine Protein
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Normal
Ajari anak-anak untuk selalu beraktivitas fisik dan memilik makanan yang
sehat dan seimbang.
Kurangi makanan yang mengandung lemak jenuh dan perbanyak makan buahbuahan dan sayur-sayuran.
Jangan merokok
21
22
IV.
Kerangka Konsep
Resistensi Insulin
Hiperinsulinemia
Intoleransi Glukosa
Glukosa Darah
550 mg/dl
Protein Urin +3
Ureum 200
Kreatinin > 2,5
DM TIPE 2
(hiperglikemi)
Glibenclamide (5mg)
Retinopati Diabetik
Gagal Ginjal
Penglihatan
Edema
Peritibial
Tampak Pucat
Mual
Muntah
B.A.K
sedikit
V. Hipotesis
Mr. Cek Derus, 65 tahun, menderita DM tipe 2 selama 5 tahun sehingga mengalami
gagal ginjal dan retinopati diabetik.
VI.
Learning Issue
No
1.
Pokok Bahasan
Pankreas
What I know
I have to
prove
Fisiologi
Anatomi,
Fisiologi,
2.
Sistem Urinaria
How will I
learn
- Text book
- Internet
Histologi
Anatomi,
Fisiologi
Fisiologi,
- Text book
- Internet
Histologi
3.
4.
Mata
Anatomi, Fisiologi,
DM tipe 2
Histologi
Epidemiologi,
Definisi
Fisiologi
- Text book
Patofisiologi
- Internet
- Text book
Etiologi, Klasifikasi,
- Internet
Gejala, Patofisiologi, ,
Diagnosis,
Penatalaksanaan,
Pencegahan,
5.
Gagal Ginjal
Definisi
Komplikasi, Prognosis
Etiologi, Patofisiologi, Patofisiologi
24
- Text book
6.
7.
8.
Retinopati Diabetik
Tingkat Kesadaran
Definisi
Gejala
Etiologi, Patofisiologi, Patofisiologi
- Internet
- Text book
Gejala
Tingkat
Tingkat
- Internet
- Text book
Kesadaran
Definisi,
Kesadaran
All About of
- Internet
- Text book
Farmakodinamik,
Them
- Internet
Glibenclamide
Farmakokinetik,
Indikasi, KontraIndikasi, Efek
Samping, dll
9.
Kompetensi Dokter
Kompetensi
Kompetensi
- Text book
Umum
Dokter Umum
Dokter Umu
- Internet
VII. Sintesis
PANKREAS
bagian medial dari duodenum. Ductus biliaris communis masuk dari bagian atas dan
belakang dari caput pankreas dan bermuara ke bagian kedua dari duodenum.
Arteri coeliaca, arteri mesenterica superior
dan cabang-cabang arteri pancreaticoduodenalis
memberi darah untuk caput. Arteri pancreatico
dorsal memberi darah untuk leher dan corpus. Arteri
pancreatico caidalis memberi darah untuk caudal.
Jalannya vena mengikuti arteri dan bermuara ke
vena porta. Getah bening berhubungan langsung
antara jaringan getah bening pankreas dengan
ductus thoracicus yang merupakan rute utama
insulin (masuk ke duct.thoracicus). Persarafan,
yaitu saraf-saraf simpatis dan cabang-cabang nervus vagus.
Secara Mikroskopis
Ada 2 fungsi pankreas, yaitu
1.
2.
26
2. Pancreozymin
Dihasilkan oleh duodenum dan mungkin juga oleh jejunum dan anthrum di
lambung.
Makanan
yang
masuk
akan
merangsang
sel-sel
duodenum
SISTEM URINARIA
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya
proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih)
27
28
glomerolus
dengan
simpai
bownman
disebut
badan
malphigi
Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan
simpai bownman. Zat zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai
bownman. Dari sini maka zat zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang
merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal
2. Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut
piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks
atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan
korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak
bergaris garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus
koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan
kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan
lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang
merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami
berbagai proses.
3. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk
corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang
dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing masing bercabang membentuk
beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks
minor ini menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine
masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam
kandung kemih (vesikula urinaria).
Fungsi Ginjal
29
1.
Mengekskresikan
zat
zat
sisa
metabolisme
yang
mengandung
3.
4.
Peredaran Darah
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang
menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis
yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan yang
disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh alat yang disebut dengan simpai
bowman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah yang
meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena
kava inferior.
Persyarafan Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf
inibarjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak ginjal
(kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan senuah kelenjar buntu
yang menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone adrenalin dan hormn
kortison.
2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing masing bersambung dari ginjal ke kandung
kemih (vesika urinaria) panjangnya 25 30 cm dengan penampang 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
30
31
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang
terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah 250 cc sudah cukup untuk
merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding
kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh
relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus
dihantarkan melalui serabut serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara
volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini
hanya dapat terjadi bila saraf saraf yang menangani kandung kemih uretra medula
spinalis dan otak masih utuh.
Bila terjadi kerusakan pada saraf saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia
urin (kencing keluar terus menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing
tertahan). Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan
kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan
otot dan kontraksi spinter interna. Peritonium melapis kandung kemih sampai kira
kira perbatasan ureter masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk
lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri
vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman
dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang
arteri umbilikalis.
4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar.Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok
kelok melalui tengah tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang
menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya 20 cm.
Uretra pada laki laki terdiri dari, Uretra Prostari, Uretra membranosa, dan
Uretra kavernosa. Lapisan uretra laki laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling
dalam), dan lapisan submukosa.
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit
kearah atas, panjangnya 3 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika
32
muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena vena, dan
lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah
atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran
ekskresi.
Warna kuning terantung dari kepekatan, diet obat obatan dan sebagainya.
Bau khas air kemih bila dibiarkan terlalu lama maka akan berbau amoniak.
Reaksi asam bila terlalu lama akan menjadi alkalis, tergantung pada diet (sayur
menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).
33
Dari sekitar 1200nml darah yang melalui glomerolus setiap menit terbentuk
120-125ml filtrat (cairan yang telah melewati celah filtrasi). Setiap harinyadapat
terbentuk 150-180L filtart. Namun dari jumlah ini hanya sekitar 1% (1,5 L) yang
akhirnya keluar sebagai kemih, dan sebagian diserap kembali
Penyaringan (Filtrasi)
Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur
spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein besar
kedalam vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di
34
elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan
glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari
arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus.
Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang disebut
kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman
space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang
menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular
terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium visceral.
Endothelium kapiler terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang
ditembus oleh jendela atau fenestrate.
Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute
menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan
tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses
filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena molekul
protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi (filtration barrier)
bersifat selektiv permeable. Normalnya komponen seluler dan protein plasmatetap
didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring.
Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya
molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik
juga mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi.
Selain itu beban listirk (electric charged) dari sretiap molekul juga mempengaruhi
filtrasi. Kation (positive) lebih mudah tersaring dari pada anionBahan-bahan kecil
yang dapat terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium,
klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari
endapan.Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer)
yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein.
Penyerapan (Absorsorbsi)
Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari
filtered solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal
tiak sama. Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk
35
mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60%
kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus
proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler
peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari komponen cairan tubulus melalui 2
jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan (substance)
dibawa oleh sel dari cairn tubulus melewati epical membrane plasma dan dilepaskan
ke cairan interstisial dibagian darah dari sel, melewati basolateral membrane plasma.
Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler
bergerakdari vcairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur
permeable yang mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler
transport terjadi dari difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui
Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump manekan tiga ion Na kedalam
cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel
berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K
melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior sel bersifat negative . pergerakan Na
melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters yang berada di membrane.
Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya dalam
satu pimpinan sebagai Na (contransport) atau brlawanan pimpinan (countertransport)
Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini
(secondary active transport) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan
organic anion. Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler
dan membuat substansi melewati membrane plasma basolateral dan kedarah melalui
pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal jg di
pengaruhi gradient Na.
36
hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g
glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali.
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang
komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang
masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa
metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03, dalam urin
primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini
melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan
air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan
tubulus distal.
Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di
tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96%
air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang
berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil
pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak
berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna
empedu, dan asam urat.
Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat
makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut
tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa
namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam
darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya
sebagai pelarut.
sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan
pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang
berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme
yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih
rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah.
4. Mikturisi
Peristiwa penggabungan urine yang mengalir melui ureter ke dalam kandung
kemih., keinginan untuk buang air kecil disebabkan penambahan tekanan di dalam
kandung kemih dimana sebelumnya telah ada 170 23 ml urine. Miktruisi
merupakan gerak reflek yang dapat dikendalikan dan dapat ditahan oleh pusat pusat
persyarafan yang lebih tinggi dari manusia, gerakannya oleh kontraksi otot abdominal
yang menekan kandung kemih membantu mengosongkannya
MATA
38
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada
serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian anterior berakhir
pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat
makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan penting untuk
tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat yang merupakan reflek
fovea.
Kira-kira 3 mm kearah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih
kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang ditengahnya agak melekuk dinamakan
ekskavasi faali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk kedalam bola mata ditengah papil
saraf optik. Arteri retina merupakan pembuluh darah terminal.
Retina terdiri atas lapisan:
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
39
EPIDEMIOLOGI
40
Prevalensi diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2) meningkat dengan cepat pada dekade
terakhir, sampai lebih 40%. Peningkatan prevalensi obesitas lebih 60 % dalam periode yang
sama, berhubungan erat dengan perkembangan DM tipe 2. Penyakit kardiovaskuler
merupakan penyebab utama kematian pada penderita DM tipe 2, yaitu sebesar 60-80%.
Jumlah penderita Diabetes memiliki kecenderungan untuk meningkat, hal ini
disampaikan oleh Prof. Slamet Suryono MD Kepala Pusat Diabetes dan LiPid RS. Dr. Cipto
Mangunkusumo Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Peningkatan ini dapat
dikarenakan faktor keturunan (genetik), faktor kegemukan/obesitas dan adanya perubahan
gaya hidup dari tradisional ke gaya hidup barat. Prevalensi diabetes melitus di seluruh dunia
mengalami peningkatan yang cukup besar. Di tahun 2003, prevalensi didaerah urban sebesar
14,7% (8.2 juta jiwa), sedangkan didaerah rural 7,2 % (5,5 juta jiwa) dibandingkan dengan
total populasi diatas usia 20 tahun. Jadi total prevalensi 13,8 juta jiwa.
Diramalkan, pada tahun 2025 nanti akan terjadi peningkatan jumlah penderita diabetes
sampai 72% dari tahun 2003. Misalnya, di negara-negara Eropa akan terjadi peningkatan dari
48,4 juta (2003) menjadi 58,6 juta (2025), atau meningkat 21 %. Sementara di negara-negara
Asia Tenggara diperkirakan ada peningkatan dari 39,3 juta (2003) menjadi 81,6 juta (2025).
Berarti, akan ada peningkatan sampai 108%.
Prediksi dari World Health Organization (WHO terhadap kenaikan pasien diabetes di
Indonesia yaitu dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030
(Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus 2006). Berdasarkan data IDF (International
Diabetes Federation) tahun 2002, Indonesia merupakan negara ke-4 terbesar untuk prevalensi
diabetes melitus. Obat antidiabetes mampu mengendalikan gula darah. Tapi, sejalan dengan
waktu, obat ini menjadi tidak efektif. Untuk itu, diperlukan penanganan yang tepat bagi
penderita diabetes. Penyakit ini juga perlu diwaspadai, terutama berkenaan dengan komplikasi
yang ditimbulkannya.
FAKTOR RESIKO
Menurut Triplitt (2005) beberapa faktor resiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 antara
lain adalah sebagai berikut :
-
Obesitas dengan berat badan 20 % dari berat badan ideal atau BMI 25 kg/m2
41
Memiliki riwayat diabetes melitus gestasional atau melahirkan bayi dengan berat badan
bayi lahir > 9 pound.
ETIOLOGI - PATAFIOSILOGI
Diabetes mellitus tipe 2 adalah kelainan yang bersifat kronis, ditandai adanya kelainan
permanen dari sistem metabolisme tubuh yang berupa tingginya kadar gula darah
(hiperglikemia). Hal ini terjadi karena insulin tubuh tidak dapat bekerja secara efektif, dan atau
tubuh (sel pankreas) tidak mampu menghasilkan hormon insulin yang memadai. Dengan
demikian, kelainan patologi yang mendasari yang terjadi pada penderita diabetes adalah
kegagalan memproduksi insulin (defisiensi insulin), dan atau kegagalan memanfaatkan insulin
(resistensi insulin), yang akan menimbulkan peningkatan kadar gula darah serta hasil
metabolisme lainnya.
Patofisiologi DM tipe 2 sangat kompleks. Tanpa memperhatikan etiologi,
patofisiologi DM tipe 2 ditandai oleh resistensi insulin, meningkatnya produksi glukosa oleh
hati, terganggunya sekresi insulin. Pada dasarnya defek primer pada DM tipe 2 masih
controversial, banyak ahli di lapangan yang menganggap DM tipe 2 merupakan peran dari
resistensi insulin (Lippincott wiliams and wilkins, 2002). Pada awalnya, terjadi kegagalan aksi
insulin dalam upaya menurunkan gula darah, mengakibatkan sel beta pankreas mensekresikan
insulin lebih banyak untuk mengatasi kekurangan insulin. Dalam keadaan ini, toleransi
glukosa dapat masih normal, dan suatu saat akan terjadi gangguan dan menyebabkan
gangguan toleransi glukosa (IGT) dan belum terjadi diabetes.
Selanjutnya, bila keadaan resistensi insulin bertambah berat, disertai beban glukosa
terus menerus, sel beta pankreas lama kelamaan tidak mampu mensekresikan insulin untuk
menurunkan kadar gula darah. Terlebih, peningkatan glukosa hepatik dan penurunan
42
penggunaan glukosa oleh otot dan lemak mempengaruhi kadar gula darah puasa dan
pospandrial yang menjadi karakteristik DM tipe 2. Akhirnya, sekresi insulin oleh sel beta
pankreas menurun dan terjadi hiperglikemia. Penderita biasanya memperlihatkan kehilangan
sensitivitas perifer terhadap insulin.
Dalam perjalanan terjadi DM tipe 2, sel beta pankreas pada awalnya mampu
melakukan adaptasi terhadap perubahan sensitifitas terhadap insulin. Mekanisme adaptasi ini
diduga melalui peningkatan proses neogenesis, atau pembentukan sel sel baru. Atau, terjadi
peningkatan kelompok sel beta menjadi hipertrofi, atau mungkin akan terjadi kehilangan sel
beta melalui proses apoptosis bahkan terjadi nekrosis. Pada keadaan terakhir ini, sel beta sudah
tidak mampu mensekresikan insulin untuk menurunkan kadar gula darah.
Kemampuan peningkatan sekresi insulin untuk mencegah timbulnya DM tipe 2 sangat
tergantung dari kapasitas adaptasi sel-B pankreas-tempat produksi dan sekresi hormon insulin
untuk memelihara peningkatan konsentrasi insulin. Individu yang gagal mempertahankan
hiperinsulinemia akan mengalami kegagalan toleransi glukosa dan nantinya berkembang
menjadi DM Tipe 2.
Disfungsi sel beta dalam sekresi insulin, merupakan salah satu dari 4 gangguan
metabolik pada penderita DM tipe 2. Gangguan metabolik lain adalah obesitas, kegagalan aksi
insulin dan peningkatan glukosa endogen (EGO). Kenyataannya, disfungsi sel beta, kegagalan
aksi insulin dan obesitas merupakan substansi gangguan metabolic utama yang terjadi pada
individu sebelum terdiagnosa menderita DM tipe 2, yang berpengaruh dalam perkembangan
toleransi glukosa normal (NGT) sampai terjadi gangguan toleransi glukosa (IGT).
Pada penelitian cross-sectional, individu dengan IGT umumnya lebih sering ditemukan
pada keadaan obes dan resistensi insulin dibanding pada individu NGT. Sedangkan pada IGT,
EGO menggambarkan gangguan produksi glukosa dari organ hepar tidak terjadi peningkatan.
Kegagalan sekresi insulin pada IGT sebagai penyebab terjadi peningkatan glukosa darah,
masih sering dipertanyakan. Beberapa penelitian mengemukakan, terdapat respon yang rendah
pada awal sekresi yang terjadi pada beberapa menit setelah diberikan glukosa, baik intravena
mau pun oral pada insididu IGT dibanding pada NGT.
Respon awal sekresi insulin yang rendah, merupakan tahap awal perkembangan
diabetes pada individu yang mempunyai factor risiko. Meski demikian, dapat ditemukan juga
keadaan sekresi insulin yang normal bahkan meningkat pada NGT mau pun IGT. Hal yang
sama juga didapatkan adanya respon sekresi insulin fase akhir yang rendah atau lebih tinggi
43
pada IGT dibanding NGT. Hal ini menjadi menarik, dalam upaya menggambarkan patogenesis
DM mellitus tipe 2 dan menjelaskan, mengapa terdapat individu dengan IGT yang tidak
berkembang menjadi DM tipe 2.
Disfungsi sel pankreas juga memainkan peranan utama dalam perkembangan
toleransi glukosa yang tidak normal. Baik pada IGT maupun DM tipe 2, penekanan sekresi
glukagon setelah makan diperlambat dan dikurangi; peningkatan level glukagon pada populasi
ini dibandingkan dengan populasi normal. Demikian juga, setelah makan malam penekanan
produksi glukosa hepar melemah pada IGT dan DM tipe 2. Kelemahan ini sebagian
berhubungan dengan resistensi insulin hepar; sebuah kajian yang menggunakan pemasukan
glukosa bertahap menunjukan peningkatan level insulin, produksi glukosa hepar menurun
pada orang yang sehat, level insulin yang lebih tinggi dibutuhkan untuk mencapai efek yang
sama pada pasien dengan DM tipe 2.
PEMERIKSAAN FISIK
Funduscopic examination
1. Funduscopic pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pada retina, termasuk
cakram optik dan makula.
2. Jika perdarahan atau exudates terlihat, pasien harus dirujuk ke dokter mata sesegera
mungkin. Penguji yang tidak dokter mata cenderung meremehkan keparahan
retinopati, terutama jika pasien siswa tidak membesar.
Foot examination
1. Pedis dorsalis dan posterior tibialis pulses harus teraba dan ada atau tidaknya
dicatat. Hal ini sangat penting pada pasien yang memiliki infeksi kaki karena miskin
lebih rendah-ujung aliran darah dapat menunda penyembuhan dan meningkatkan
resiko amputasi.
44
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Gula Darah
Cara pemeriksaan glukosa darah, yaitu metode pengukuran kadar gula standard
menggunakan bahan plasma darah yang berasal dari pembuluh vena. Plasma darah
adalah bagian cair dari darah. Intinya adalah darah yang sudah tidak mengandung
bahan-bahan padat lagi seperti sel darah merah hematokrit dan yang lainnya. Pada alat
pengukur gula darah portabel yang banyak terdapat di pasaran, metode mendapatkan
plasma dari darah dengan melakukan penyaringan darah yang diambil yang dilakukan
oleh strip tempat menaruh sediaan darah yang diambil. Pengukuran kadar gula darah
sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah darah diambil dari vena. Pengukuran
darah vena dan kapiler pada saat puasa memberikan hasil yang identik pada saat puasa
tetapi tidak untuk pengukuran 2 jam setelah makan dimana hasil dari darah kapiler
menunjukkan nilai yang lebih tinggi.
Ada sebuah metode pemeriksaan kadar gula darah lainnya yang dapat
membantu menentukan pengelompokan gangguan kadar gula darah yaitu OGTT (Oral
Glucose Tolerance Test = Tes Toleransi Glukosa Oral ). Hal ini penting disebutkan
karena tes glukosa darah puasa saja mempunyai nilai kegagalan untuk mendeteksi
diabetes yang telah diderita sebelumnya (Tetapi belum diketahui kepastiannya) sebesar
30% OGTT merupakan metode pengukuran yang dapat mengidentifikasi kondidi IGT
secara akurat OGTT diperlukan untuk memastikan seseorang mengalami gangguan
toleransi glukosa yang tidak terdeteksi (dicurigai) dan juga berarti mengeluarkan orang
tersebut dari kecurigaan yang ada. Tes OGTT disarankan untuk dilakukan pada
45
seseorang yang memiliki kadar gula puasa 6.1 6.9 mmol/L atau 110 125 mg/dL
untuk menentukan kepastian status toleransi glukosanya
Glukosa dalam Urin
Dengan urin ditetesi benedict, lalu d panaskan, lihat perubahan warna. Apbila
urin berubah menjadi merah bata, berati positif urin mengandung glukosa. Kadar
kreatinin dan hasil uji protein urin yang abnormal juga menunjukkan salah satu
komplikasi DM, yaitu defisiensi kerja ginjal. Ginjal tidak mampu menyaring protein
dengan baik, sehingga protein ikut terlarut dalam urin. Pemeriksaan untuk memantau
komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat urine (pemeriksaan ini
jarang dilakukan). Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum
dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
Mikroalbuminuria : ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau
sebesar 20-200 mg/menit. Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi
makroalbuminuria. Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang
menetap
dari
fungsi
ginjal.
Kontrol
DM
yang
ketat
dapat
memperbaiki
Pengukuran
mikroalbuminuria
secara
semikuantitatif
dengan
menggunakan strip atau tes latex agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor
pasien tes-tes ini kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah cara
kuantitatif: metode Radial Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay (RIA), Enzymlinked Immunosorbent assay (ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif
memiliki presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta semuanya menggunakan
antibodi terhadap human albumin. Sampel yang digunakan untuk pengukuran ini
adalah sampel urine 24 jam.
DIAGNOSIS
Diagnosis DM harus didasarkan atas yang dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menegakkan diagnosis DM
harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai.
46
Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan
cara enzimatik dengan bahan glukosa darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis
DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang
terpercaya . Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler. Saat
ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang
umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai
alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara
pemeriksaan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala , hasil pemantauan
dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan,
gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita.
Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga
digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil
pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal , belum cukup kuat untuk
menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan
sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa
darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral
(TTGO) yang abnormal.
PENATALAKSANAAN
47
50-55% karbohidrat
30-35% lemak.
Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan kecil
sebagai berikut :
-
48
2) Latihan
Pada waktu melakukan gerak badan (exercise), ambilan (uptaake) glukosa oleh
otot yang sedang bekerja dapat mencapai kenaikan sampai beberapa kali lipat,
disamping penyediaan rutin untuk otak dan organ vital lainnya. Pada waktu melakukan
latihan jasmani mendadak, curah jantung akan naik 5-6 kali lipat dari biasanya. Oleh
karena itu biasakan untuk melakukaan jalan cepat dengan frekuensi 3-4 kali dalam
seminggu dengan waktu 30 menit.
3) Pemantauan
Ditujukan untuk mengurangi morbiditas akibat komplikasi akut maupun kronis,
baik dilakukan selama perawatan di rumah sakit maupun secara mandiri di rumah,
meliputi :
-
kemungkinan infeksi.
pemeriksaan keton urine (terutama bila kadar gula > 250 mg/dl).
fungsi ginjal.
49
tumbuh kembang.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh medis dan paramedic antara lain :
-
4) Terapi
50
KOMPLIKASI
Akut :
1.
Ketoasidosis Diabetik
2.
3.
Koma Hipoglikemia
Kronis :
1. Makroangiopati :
-
2. Mikroangiopati :
-
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
3. Neuropati
4. Rentan infeksi TBC, ISK, ginggivitis
5. Kaki diabetik gabungan 1 sampai 4
6. Disfungsi ereksi mikro + neuropati
PROGNOSIS
Pada waktu ini Diabetes Mellitus harus kita anggap sebagai suatu penyakit yang
menahun yang tidak dapat sembuh, akan tetapi dapat dikontrol dengan baik. Dalam
perjalanannya penyakit ini mempunyai tendens progresif, akan tetapi kekecualian juga ada.
Kesimpulan adalah bahwa seorang penderita DM dalam lanjutan penyakitnya membutuhkan
lebih banyak insulin dari pada permulaan penyakitnya. Tetapi kemungkinan tetap ada bahwa
jumlah insulin yang dibutuhkan di kemudian hari menjadi berkurang (dalam keadaan remisi).
Dalam suatu observasi dari serombongan penderita DM yang tidak membutuhkan insulin
51
ternyata bahwa setelah 5 tahun 45% dari penderita-penderita ini tetap tidak memerlukan
terapi dari insulin.
Sejak penemuan insulin maka prognosa dapat lebih baik, dalam arti bahwa hidupnya
penderita dapat diperpanjang lebih lama dibandingkan zaman pre-insulin. Sembuhnya DM
jarang sekali terjadi. Pada penderita-penderita yang gemuk, kadang-kadang metabolisme
hidrat arang kembali menjadi normal jika berat badan meraka berkurang dan atau pun kembali
ke normal. Dalam hal ini janganlah kita anggap orangnya sembuh, lebih baik jika dibilnag
bahwa menjadi latent.
GAGAL GINJAL
DEFINISI
Dalam membahas gagal ginjal kronik (GGK), maka erat kaitannya dengan penyakit
ginjal kronik (Chronic Kidney Disease/ CKD). Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses
patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progersif, dan pada umumnya berakhir pada gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel.
Kriteria penyakit gagal ginjal kronik:
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural dan
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus, dengan
manifestasiKelainan patologis dan terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan
dalam komposisi darah atau urin.
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/ menit/ 1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
KLASIFIKASI
52
Klasifikasi penyakit ginjal kronik menurut Prof. Dr Ketut Suwitra, Sp.PD didasarkan
atas 2 hal, yaitu atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnostic etiologi. Klasifikasi
berdasarkan derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
(140 umur) X BB
LFG (ml/mnt/1,73m2) =
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit
LFG
Derajat
Penjelasan
(ml/mnt/1,73m2)
90
60 89
30 59
15 29
5
Gagal ginjal
Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnostik etiologi
Penyakit
Penyakit ginjal diabetes
Penyakit ginjal non diabetes
ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang disebabkan oleh banyak jenis penyakit
lain. Penyakit tersebut antara lain sebagai berikut.
53
54
Glomerulonefritis
merupakan
penyakit
peradangan
ginjal
bilateral.
Peradangan dimulai dari dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan
atau hematuria. Meskipun lesi terutama ditemukan pada glomerulus, tetapi seluruh
nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, mengakibatkan gagal ginjal kronik.
Kematian
yang
diakibatkan
oleh
gagal
ginjal
umumnya
disebabkan
oleh
55
perubahan-perubbahan
khas
yang
menyerupai
nefrosklerosis
56
kemih walaupun GFR yang memadai tetap dipertahankan. Akibatnya timbul asidosis
metabolik.
6. Penyakit Metabolik
Nefropati diabetika (penyakit ginjal pada penderita diabetes) merupakan
penyebab kematian dan kecacatan yang umum pada penderita diabetes melitus. Kirakira 50% penderita diabetes melitus tergantung insulin (tipe I atau IDDM) dan 6%
penderita tak tergantung insulin (tipe II atau NIDDM) mengalami gagal ginjal.
Gout merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperurisemia
(peningkatan kadar asam urat plasma). Penyakit ini mempunyai dua bentuk. Gout
primer merupakan suatu gangguan metabolisme asam urat herediter. Sembilan puluh
lima persen kasus menyerang pria. Gout sekunder mungkin timbul akibat peningkatan
produksi asam urat pada keadaan seperti leukemia, polisitemia vera, atau mieloma
multipel, atau dapat juga diakibatkan oleh pengurangan ekskresi asam urat seperti yang
dijumpai pada gagal ginjal kronik.
Hiperparatiroidisme primer akibat hipersekresi hormon paratiroid merupakan
penyakit yang secara relatif jarang ditemukan. Penyakit ini pada akhirnay dapat
mengakibatkan nefrokalsinosis dan selanjutnya dapat menyebabkan gagal ginjal.
Penyebab yang paling sering adalah adenoma kelenjar paratiroid.
Amiloidosis merupakan suatu penyakit metabolik di mana amiloid, suatu
glikoprotein yang tidak dapat larut dan berlilin tertimbun pada berbagai jaringan lunak
tubuh. Saat ini dikenal dua bentuk klinis utama. Amiloidosis primer atau kongenital
lebih sering ditemukan pada lidah, jantung, saluran cerna dan saraf perifer dari ginjal.
Amiloidosis sekunder seringkali menyertai penyakit infeksi kronik seperti tuberkulosis,
artritis reumatoid kronik (25%), dan mieloma multipel (10%-20%), dan dengan
paraplegia (40%). Pada amiloidosis sekunder ginjal seringkali ikut terserang. Sindrom
nefrotik dan kematian akibat gagal ginjal sering terjadi pada penyakit ini.
PATOFISIOLOGI
Gangguan fungsi ginjal pada GGK dapat dijelaskan dengan dua pendekatan teoritis.
Sudut pandang tradisional menjelaskan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit
namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang
berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya.
Misalnya lesi organic pada medula akan merusak susunan anatomic dari lengkung Henle dan
57
vasa kreta, atau pompa klorida pada pars ascebden lengkung Henle yang akan menggangu
psoses aliran balik pemekat dan aliran balik penukar.
Pendekatan kedua dikenal dengan hipotesis nefron utuh atau hipotesis Bricker, yang
berpendapat bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur, namun sis
nefrron yang masih utuh tetap bekerja tersebut sudah menurun secara progresif. Dua adaptasi
penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan
seluruh beban kerja ginjal. Kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi pada setiap nefron
mengalami peningkatan meskipun GFR untuk seluruh masa nefron dalam ginjal turun dibawah
nilai normal.
Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah. Namun akhirnya, jika
sekitar 75% massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi setiap
nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus (keseimbangan antara
filtrasi glomerulus dengan reabsorbsi tubulus) tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas
baik pda proses ekskresi maupun konversi solute dan air menjadi berkurang. Sedikit
perubahan pada diet dapat merubah keseimbangan yang rawan tersebut, karena semakin
rendah GFR semakin besar perubahan ekskresi per nefron. Hilangnya kkemampuan
memekatkan dan mengencerkan kemih menybabkan berat jenis kemih tetap pada 1.010 atau
285 mOsmol (sama dengan konsentrasi plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan
nokturia.
Hipotesis nefron utuh ini didukung oleh beberapa pengamatan eksperimental. Bricker
dan fine (1969) telah memperlihatkan bahwa pada penderita pielonefritis dan anjing-anjing
yang ginjalnya dirusak pada percobaan maka nefron yang masih bertahan akan mengalami
hipertrofi dan menjadi lebih aktif dari keadaan normal. Juga diketahui bila satu ginjal orang
normal dibuang, maka ginjal yang tersisa akan mengalami hipertrofi dan fungsi ginjal ini
mendekati kemampuan yang sebelumnya dimiliki oleh keduua ginjal itu bersama-sama. Juga
dibuktikan bahwa ginjal normal dalam keadaan dimana masa solut meningkat akan bertindak
sama seperti ginjal yang mengalami gagal ginjal progresif.
58
RETINOPATI DIABETIK
Retinopati diabetika adalah komplikasi diabetes militus pada mata, yang merupakan
penyebab kebutaan, dan di beberapa Negara maju keadaan ini merupakan penyebab utama dari
kebutaan. Di Amerika Serikat 12 % dari penderita yang mengalami kebutaan disebabkan oleh
diabetes militus, Indonesia, menurut WHO, merupakan Negara yang menduduki peringkat
keenam dalam jumlah penderita diabetes mellitus sesudah India, Cina, Rusia, Jepang dan
Brasil. Data ini menyebutkan bahwa jumlah penderita diabetes mellitus mencapai angka 4,6
%. Tahun 1995, penderita diabetes mellitus di Indonesia diperkirakan berjumlah 5 juta.
Dengan makin meningkatnya populasi penduduk usia lanjut di masa akan dating, maka
diperkirakan jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun 2025 akan menjadi 12 juta orang.
Dengan demikian penderita yang mendapat komplikasi pun akan bertambah dan akan menjadi
lebih serius. Gangguan pada jantung, ginjal, stroke, dan kebutaan adalah komplikasi yang
perlu mendapat perhatian. Dibandingkan dengan orang yang tidak menderita diabetes, maka
penderita diabetes mellitus mempunyai resiko 25 kali untuk menjadi buta. Diperkirakan
sekitar 2 % dri penderita diabetes mellitus menjadi buta. Dan 75 % dari penderita diabetes
mellitus, menderita retinopati pada saat dia meninggal. Untuk itu, penting kita mengenal
Retinopati diabetika lebih dini untuk mencegah atau mengurangi bahaya kebutaan yang
menugkin terjadi.
PATOFISIOLOGI
59
Penyebab pasti dari retinopati diabetika ini masih menjadi tanda tanya.Namun
beberapa teori telah dikemukakan untuk menerangkan bagaimana proses dan perkembangan
penyakit ini.
Growth hormone
Hormon ini pernah diduga mempunyai peran dalam perkembangan retinopati dabetika.
Pernah dilaporkan retinopati diabetika seorang penderita wanita menjedi mereda setelah dia
mengalami nekrosis dari glandula pituitary akibat pendarahan post partum. Keadaan ini
membuat para ahli melakukan pengrusakan pada gladula pituitary seorang penderita retinopati
diabetika untuk mengobatinya ( pada tahun 1950-an ). Namun tindakan ini ditinggalkan oleh
karena banyak efek sampingnya dan ditemukan fotokoagulasi untuk pengobatannya.
60
dinding pembuluh darah kapiler ini bisa bertambah berat dan mikroanuerisma ini bisa pecah.
Terjadi perdarahan yang letaknya bisa superfisial, dikenal berbentuk flame shaped atau letak
yang lebih dalam yang berbentuk blot atau dot.Permeabilitas kapiler yang tergganggu
mengakibatkan merembesnya cairan dari dalam pembuluh darah kapiler tersebut dan secara
klinis terlihat sebagai penebalan retina gambaran eksudat.
Apabila terus berlanjut, bisa terjadi sumbatan pembuluh darah kapiler retina dan ini
mengakibatkan timbul hipoksia jaringan retina. Infark dari jaringan neuroretina sebagai
akibatnya akan memberikan gambaran cotton wool spots . Pada keadaan ini biasanya tidak
ada keluhan keluhan yang jelas dari penderita. Gangguan penglihatan baru terjadi apabila
terdapat gangguan pada makula ( fovea sentral ). Dimana permeabilitas kapiler yang terganggu
akan memberikan kesempatan untuk cairan plasma merembes keluar kapiler dan menumpuk di
makula (edema makula). Pada saat inilah visus penderita terganggu. Jaringan retina yang
iskemia akan makin bertambah luas, dan ini akan mengakibatkan timbulnya faktor
vasoproliferatif yang akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru ( neovaskuler ).
Pembentukan neovaskuler ini terjadi pada jaringan vena menembus membrana limitan interna
dan pada jaringan kapiler diantara permukaan retina membrana hialoid. Neovaskuler yang
paling banyak ditemukan berada didaerah sekitar papil. Nervus Optikus. Pembukuh darah
yang baru terbentuk ini bertumbuh didepan retina dan ruang subhialois. Pembuluh darah baru
ini merupakan jaringan yang rapuh dan oleh karena goyangan badan kaca ( corpus vitreum),
maka terjadi robekan pembuluh ini dan akan terjadi perdarahan dipermukaan retina atau
kedalam badan kaca. Tentu saja keadaan ini akan sangat mengganggu penglihatan penderita.
Terjadinya pembuluh darah baru ini sering berkaitan dengan terdapatnya pembentukan
jaringan jaringan fibroglial, sehingga peningkatan pembuluh darah baru, selalu disertai dengan
pembentukan jaringan fibrosis. Pada stadium lanjut, seringkali pembuluh darahnya menciut,
dan yang tinggal adalah jaringan fibrosis yang melengket ke retina dan membrana hialoid.
Apabila badan kaca berkontraksi dan tarikan ini diteruskan ke retina dan membrana hialoid.
Apabila badan kaca berkontraksi dan tarikan ini diteruskan ke retina oleh jaringan fibrotik
tadi, maka terjadilah edema retina dan yang lebih berat lagi, terjadi robekan pada retina yang
berakibat ablasio retina.
61
Klaisifikasi Retinopati Diabetika yang umum dipakai adalah klasifikasi berdasarkan Early
Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS ) adalah :
A.
62
Akibat gangguan pada Blood retinal barrier , maka terjadi perembesan cairan
plasma yang mengandung protein dan lipid keluar pembuluh darah kapiler ini. Apabila
cairannya diserap oleh tubuh, maka yang tinggal memberikan gambaran eksudat padat.
4. Cotton wool spots
Merupakan daerah infark dari jaringan retina oklusi arterior prekapiler. Pada
pemeriksaan angiografi terlihat tidak adanya perfusi kapiler, sehingga terlihat
hiplofloresensi.
5. Sausage appearance
Gambaran pembuluh darah vena yang tidak sama besar dan melebihi pada tempattempat tertentu akan memberikan gambaran seperti sosis. Keadaan ini sejalan dengan
peningkatan iskemia retina, sehingga pelebaran vena ini sering berlanjut dengan
Proliferative Diabetic Retinopathy.
6. Edema macula
Diduga disebabkan oleh karena nekrosis dan rusaknya fungsi kapiler retina. Sehingga
terjadi eksudasi dan rembesan yang menimbulkan edema macula. Visus biasanya sudah
terganggu.
B.
63
Retina terlihat terangkat dan bias ditemukan robekan pada retina. Agak berbeda dengan
ablasio regmatogenosa ( retina terlihat bergelombang ), ablasio akibat tarikan ini
terlihat kaku dan tidak banyak gelombangnya. Pada stadium ini terlihat adanya kaitan
antara retina dengan jaringan fibrosis yang ada didalam badan kaca tersebut.
Kebutaan pada penderita diabetes adalah akibat kedua keadaan yang terakhir ini. Sehingga
penatalaksanaan penderita dengan keadaan ini harus mendapat perhatian sepenuhnya.
TINGKAT KESADARAN
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran (kualitatif) dibedakan menjadi :
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
64
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin
adalah kuantitaif yaitu GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan
derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil
pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera
kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran.
Penilaian
Tingkat Kesadaran
15
Sadar
13 14 :
9 12 :
38
66
3.a Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat)
3.b Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :pemeriksaan
laboratorium sederhan atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat)
Tingkat Kemampuan 4
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau
X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri
hingga tuntas.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, dkk. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : EGC
Isselbacher, dkk. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robins. Jakarta : EGC
Ganiswarna, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FK UI
Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Guyton, dkk. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Harper, dkk. 1979. Biokimia. Jakarta : EGC
Haznam, dkk. 1976. Endokrinologi. Bandung : Dwi Emba
67
68