Konsep Diri
Konsep Diri
com/document/172683120/konsep-diri
Salah satu penentu dalam keberhasilan perkembangan adalah Konsep Diri. Pada kali ini saya
akan menjabarkan bagaimana pentingnya konsep diri dalam kehidupan. Sebelumnya apa sih
konsep diri itu? Jenis-jenis Konsep Diri itu apa saja?
Konsep diri (self consept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan
tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga
dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Para ahli
psikologi kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri, sehingga
terdapat beberapa pengertian.
Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang
tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada
akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung
tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.
Perasaan individu bahwa ia tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki. Padahal segala
keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang
dimiliki. Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki
mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk
diselesaikan. Sebaliknya pandangan positif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki
mengakibatkan seseorang individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah
untuk diselesaikan. Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan
lingkungannya.
Beberapa ahli merumuskan definisi konsep diri, menurut Burns (1993:vi) konsep diri adalah
suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat,
mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan
individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan
lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu (Mulyana, 2000:7). Pendapat
tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat
informasi, pendapat, penilaian atau evaliasi dari orang lain mengenai dirinya. Individu akan
mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah jika ada informasi dari orang lain mengenai
dirinya.
Sebaliknya individu tidak tahu bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau
masukan dari lingkungan maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak
langsung individu telah menilai dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu meliputi
watak dirinya, orang lain dapat menghargai dirinya atau tidak, dirinya termasuk orang yang
berpenampilan menarik, cantik atau tidak. Seperti yang dikemukakan Hurlock (1990:58)
memberikan pengertian tentang konsep diri sebagai gambaran yang dimiliki orang tentang
dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang
mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan
prestasi.
Menurut William D. Brooks bahwa konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang
diri kita (Rakhmat, 2005:105). Sedangkan Centi (1993:9) mengemukakan konsep diri (selfconcept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari
bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri
sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita
harapkan.
Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian
seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan,
karakter, maupun
sikap
yang
dimiliki
individu
(Rini,
2002:http:/www.epsikologi.com/dewa/160502.htm). Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam
bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini
merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan.
Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan
kegagalan bagi dirinya.
Dari beberapa pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri
adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang
dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya.
Lompat ke isi
Beranda
Home
Profil
Informasi
Materi Kuliah
Questioner
Links
Foto
Komunikasi
Konsep Diri
Posted on Maret 15, 2010 by Fuddin Van Batavia
Rate This
Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap pada setiap orang dan
keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada
gambaran diri individu, seperti adanya perasaan minder. Beberapa gangguan pada gambaran
diri tersebut dapat menunjukan tanda dan gejala, seperti :
a). Syok Psikologis.
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi
pada saat pertama tindakan.syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap analitas.
Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat klien menggunakan
mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk
mempertahankan keseimbangan diri.
b). Menarik diri.
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan , tetapi karena tidak mungkin
maka klien lari atau menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif, tergantung , tidak ada
motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya.
c). Penerimaan atau pengakuan secara bertahap.
Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul. Setelah
fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang baru.Tanda dan gejala
dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tandatanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi
gangguan gambaran diri yaitu :
1. Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah.
2. Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.
3. Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri.
4. Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.
5. Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang.
6. Mengungkapkan keputusasaan.
7. Mengungkapkan ketakutan ditolak.
8. Depersonalisasi.
9. Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.14
2. Ideal Diri.
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan
standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu Standart dapat berhubungan dengan
tipe orang yang akan diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai- nilai yang ingin di
capai . Ideal diri akan mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan
mewujudkan cita cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga budaya) dan
kepada siapa ingin dilakukan.
Ideal diri mulai berkembang pada masa kanakkanak yang di pengaruhi orang yang penting
pada dirinya yang memberikan keuntungan dan harapan pada masa remaja ideal diri akan di
bentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu :
1. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya.
2. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri.
3. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan
untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasan cemas dan rendah diri.
4. Kebutuhan yang realistis.
5. Keinginan untuk menghindari kegagalan .
6. Perasaan cemas dan rendah diri.
Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan
ideal diri. Ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi
dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai
3. Harga diri .
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa
jauh prilaku memenuhi ideal diri
Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang
tinggi. Jika individu sering gagal , maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh
dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima penghargaan dari
orang lain Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari
hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah.
Harga diri tinggi terkait dengam analitas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima
oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang
buruk dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia. Gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri.
Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional ( trauma ) atau kronis ( negatif self evaluasi
yang telah berlangsung lama ). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung
(nyata atau tidak nyata).
Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri,
seperti :
1). Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan
anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal
untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami
kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya.
Ia merasa tidak kuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan
bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan
mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.
2). Ideal Diri tidak realistis.
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan
berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapat dicapai, seperti cita cita yang
terlalu tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu
menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.
3). Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.
4). Sistim keluarga yang tidak berfungsi.
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri anak
dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak
harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah
tidak akurat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di
lingkungannya.
5). Pengalaman traumatik yang berulang, misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual.
Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana
alam, kecelakaan atau perampokan. Individu yang merasa tidak mampu mengontrol
lingkungan. respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma,
mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya komplin yang biasa
berkembang adalah depresi dan tekanan pada trauma.
4. Peran.
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan
posisinya di masyarakat. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya
pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu.
Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan
hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat
dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran,
tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan. Stress peran terdiri dari konflik peran
yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran yang terlalu banyak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus di
lakukan adalah :
1) Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran.
2) Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan .
3) Kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang di emban.
4) Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
5) Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuaian perilaku peran.
Penyesuaian individu terhadap perannya dipengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu :
1) Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang
peran yang diharapkan .
2) Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan peranannya.
3) Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku perannya.
4) Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan Sepanjang kehidupan
individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau
sementara yang sifatnya dapat karena situasional.
Hal ini, biasanya disebut dengan transisi peran. Transisi peran tersebut dapat di kategorikan
menjadi beberapa bagian, seperti :
1). Transisi Perkembangan.
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan
harus di lalui individu dengan menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda beda. Hal ini
dapat merupakan stresor bagi konsep diri.
2). Transisi Situasi.
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang
berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi
orang tua. Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan
ketegangan peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan.
3). Transisi sehat sakit.
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat diri dan
berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua kompoen
konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri peran dan harga diri. Masalah konsep diri dapat
di cetuskan oleh faktor psikologis, sosiologi atau fisiologi, namun yang penting adalah
persepsi klien terhadap ancaman. Selain itu dapat saja terjadi berbagai gangguan peran,
penyebab atau faktor-faktor ganguan peran tersebut dapat di akibatkan oleh :
1) Konflik peran interpersonal Individu dan lingkungan tidak mempunyai
2) harapan peran yang selaras.
3) Contoh peran yang tidak akurat.
4) Kehilangan hubungan yang penting
5) Perubahan peran seksual
6) Keragu-raguan peran
7) Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan dengan proses
menua
9) Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran
10) Ketergantungan obat
(b) profesi tambahan, dan dimensi yang ke (5) Identitas dengan indikatornya (a) sikap positif,
(b) penguasaan spesifikasi, (c) kemampuan komunikasi
B. Penelitian yang relevan
Kajian empiris ini menyajikan beberapa hasil penelitian terdahulu yang mempunyai kaitan
atau kesamaan dengan penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih (1995) mengenai hubungan kepuasan
kompensasi dengan komitmen organisasi dan job involvement. Dalam penelitiannya
kepuasan kompensasi dilihat dari 3 variabel antara lain : (a) Kompensasi material, (b)
Kompensasi sosial, (c) Kompensasi aktivitas sebagai variabel bebas X, komitmen organisasi
dan job involvement sebagai variabel tergantung (Y). Hasil penelitian tersebut adalah
terdapat pengaruh positif antara kepuasan kompensasi dan komitmen organisasi job
involvement. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah adanya
penggunaan kompensasi sebagai salah satu variabel dan kepuasan kerja sebagai variabel
terikatnya, namun masih banyak variabel lain yang tidak ada dalam penelitian Purwaningsih .
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningrat (2000) tentang pengaruh prestasi kerja terhadap
imbalan dan kepuasan kerja yang merupakan studi terhadap Pegawai Kantor Pos kelas III
Purwokerto.
Dalam penelitian tersebut prestasi kerja ada 4 macam variabel :
a. Pengetahuan tentang peraturan
b. Pengetahuan dan kecakapan tentang tata usaha
c. Kuantitas kerja
d. Kualitas kerja.
Sedangkan imbalan ditekankan pada imbalan ekstrinsik yang diterima yaitu :
a. Imbalan finansial
b. Imbalan interpersonal
c. Promosi
Kepuasan kerja dilihat dari imbalan ekstrinsik, analisa data menggunakan analisa jalur (path
analysis). Hasil penelitian dilakukan oleh Wahyuningrat, bahwa prestasi kerja mempunyai
pengaruh signifikan terhadap imbalan. Kemudian secara keseluruhan bahwa variabel
pengetahuan tentang peraturan, pengetahuan dan kecakapan tentang tata usaha, kualitas kerja,
kuantitas kerja, imbalan finansial, imbalan, interpersonal dan promosi secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan imbalan dalam ekstrinsik
Herman Yulianto (1996) dengan penelitian berjudul Faktor-faktor yang mempengaruhi
Kepuasan Kerja, Kebutuhan Berprestasi dan Kinerja. Salah satu tujuan penelitian adalah
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan Petugas
Dinas Luar (PDL). Obyek penelitian adalah Petugas Dinas Luar di Lingkungan Industri
Asuransi Jiwa di Kotamadya Malang. Pengambilan sampel dengan cluster sampling yaitu
membagi perusahaan Asuransi Jiwa menjadi dua kelompok (BUMN dan non BUMN).
Sampel diambil 25 % dari PDL. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis faktor,
variansi dan analisis korelasi. Hasil penelitian menemukan bahwa faktor-faktor yang terdiri
dari penghasilan, kondisi lingkungan kerja, kesempatan untuk mengembangkan potensi dan
kreatifitas, hubungan sosial. Kesempatan untuk maju, perhatian terhadap hak-hak azasi,
pengaruh pekerjaan terhadap kehidupan keluarga, persepsi masyarakat tentang tempat kerja
dan kepemimpinan ditempat kerja secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap
kepuasan kerja. Relevansinya dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-sama
ingin membuktikan bahwa ada faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kepuasan kerja
karyawan
Suwendra (1999) yang melakukan studi kasus tentang Penerapan Sistem Penilaian Prestasi
Kerja Model Sistem Penilaian Kinerja Pegawai (SPKP) dan dampaknya terhadap Kepuasan
lain dan bahkan meyakini persepsinya yang belum tentu obyektif. Dari
situlah muncul problem seperti inferioritas, kurang percaya diri, dan hobi
mengkritik diri sendiri.
Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan,
pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Definisi yang lebih
rinci lagi adalah sebagai berikut :
a. Konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut
(ciri-ciri sifat ) yang dimiliki (Brehm & Kassin, 1993).
b. Atau juga diartikan sebagai pengetahuan dan keyakinan yang
dimilki individu tentang karakteristik dan ciri-ciri pribadinya
(Worchel, 2000).
c. Definisi lain menyebutkan bahwa Konsep diri merupakan semua
perasaan dan pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri. Hal ini
meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan
dan penampilan diri
Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan
memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat
apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan
kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif
akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan
yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan,
namun lebih sebagai halangan. Orang dengan konsep diri negatif, akan
mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal, akan ada dua pihak
yang disalahkan, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau
menyalahkan orang lain.
Sebaliknya seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat lebih
optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala
sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan
dipandang sebagai kematian, namun lebih menjadikannya sebagai
penemuan dan pelajaran berharga untuk melangkah ke depan. Orang
dengan konsep diri yang positif akan mampu menghargai dirinya dan
melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di
masa yang akan datang.
Ada dua komponen dalam konsep diri yaitu komponen kognitif dan
komponen afektif. Komponen kognitif disebut sebagai citra diri (self
image) sedangkan komponen afektif adalah harga diri (self esteem).
Pembentukan Konsep diri
Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan
seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan
pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua dan
lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa
dirinya. Oleh sebab itu, seringkali anak-anak yang tumbuh dan
dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif, atau pun lingkungan
yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang
negatif. Hal ini disebabkan sikap orang tua yang misalnya : suka
memukul, mengabaikan, kurang memperhatikan, melecehkan, menghina,
bersikap tidak adil, tidak pernah memuji, suka marah-marah, dsb dianggap sebagai hukuman akibat kekurangan, kesalahan atau pun
kebodohan dirinya. Jadi anak menilai dirinya berdasarkan apa yang dia
alami dan dapatkan dari lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap
yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya cukup berharga
sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif.
Konsep diri ini mempunyai sifat yang dinamis, artinya tidak luput dari
perubahan. Ada aspek-aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu
tertentu, namun ada pula yang mudah sekali berubah sesuai dengan
situasi sesaat. Misalnya, seorang merasa dirinya pandai dan selalu
berhasil mendapatkan nilai baik, namun suatu ketika dia mendapat
angka merah. Bisa saja saat itu ia jadi merasa bodoh, namun karena
dasar keyakinannya yang positif, ia berusaha memperbaiki nilai.
Dalam konsep diri ini terdapat beberapa unsur antara lain:
1. Penilaian diri merupakan pandangan diri terhadap:
Pengendalian keinginan dan dorongan-dorongan dalam diri.
Bagaimana kita mengetahui dan mengendalikan dorongan,
kebutuhan dan perasaan-perasaan dalam diri kita.
Suasana hati yang sedang kita hayati seperti bahagia, sedih atau
cemas. Keadaan ini akan mempengaruhi konsep diri kita positif atau
negatif.
Bayangan subyektif terhadap kondisi tubuh kita. Konsep diri yang
positif akan dimiliki kalau merasa puas (menerima) keadaan fisik
diri sendiri. Sebaliknya, kalau merasa tidak puas dan menilai buruk
keadaan fisik sendiri maka konsep diri juga negatif atau akan jadi
memiliki perasaan rendah diri.
2. Penilaian sosial merupakan evaluasi terhadap bagaimana individu
menerima penilaian lingkungan sosial pada diri nya. Penilaian sosial
terhadap diri yang cerdas, supel akan mampu meningkatkan konsep
diri dan kepercayaan diri. Adapun pandangan lingkungan pada
individu seperti si gendut, si bodoh atau si nakal akan menyebabkan
individu memiliki konsep diri yang buruk terhadap dirinya.
3. Konsep lain yang terdapat dalam pengertian konsep diri adalah self
image atau citra diri, yaitu merupakan gambaran:
-pengenalan tubuh
-nama panggilan
- pengalaman budaya
-interaksi sosial
-hubungan interpersonal/personal
Body image
Mencakup persepsi tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi
tubuh bisa mempengaruhi dengan orang lain. Kadang seoran yang bentuk
tubuhnya merasa beda dari orang lain (cacat) sering kali seseorang itu tidak mau
berinteraksi dengan masyarakat.
Hal ini mempengaruhi body image dengan hubungan sosial.
Sejak lahir individu mengeksplorasi tubuhnya menerima stimulus dari orang lain
kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari
lingkungangambaran diri berhubungan dengan kepribadian, cara individu
memandang dirinya memiliki dampak terhadap perkembangan psikologisnya.
DAFTAR PUSTAKA
Halim, Deddy. 2005. Psikologi Arsitektur :Pengantar Kajian Lintas
Disiplin Jakarta : Grasindo
Artikel :
Arief Sosiawan, Edwi. Psikologi Sosial
Alatas, Alwi. Pendidikan Remaja dari Sudut Pandang Islam
Nama
: Mira Lestari
: Jawa
Pertanyaan
b. Sedih
Jawab:
Ketika saya sedih saya mengekspresikannya dengan menangis,murung,malas
berkomunikasi dengan orang lain.dan saya jarang melakukan aktifitas yang biasa
saya lakukan setiap hari.
c. Senang
Jawab:
Ketika saya senang saya mengekspresikannya dengan cara
tertawa,tersenyum dan bawaan hati saya selalu senang.tetapi juga
terkadang saya merasa terharu,ketika saya merasa amat bahagia.
Nama
: ratna ariyani
: sunda
Pertanyaan
b. Sedih
Jawab:
Ketika saya sedih saya mengekspresikannya dengan jarang melakukan aktifitas
yang biasa saya lakukan setiap hari. Misalnya bersih-bersih rumah,dan juga saya
terkadang menceritakannya kepada orang lain (teman).
c. Senang
Jawab:
ketika saya senang saya mengekspresikannya dengan sikap dan
tingkah laku yang menyenangkan,misalnya: tersenyum,ramah,jika
bertegur sapa dengan orang lain.
Jawab:
Ketika saya berada dilingkungan masyarakat saya kurang berkomunikasi dan bersosialisasi
dengan masyarakat sekitar.Karena kesibukan kuliah saya yang padat,dan saya jarang berada
dirumah.
Kesimpulan
Dari observasi yang telah kami lakukan didapat data sebagai berikut :