Anda di halaman 1dari 21

https://www.scribd.

com/document/172683120/konsep-diri
Salah satu penentu dalam keberhasilan perkembangan adalah Konsep Diri. Pada kali ini saya
akan menjabarkan bagaimana pentingnya konsep diri dalam kehidupan. Sebelumnya apa sih
konsep diri itu? Jenis-jenis Konsep Diri itu apa saja?
Konsep diri (self consept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan
tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga
dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Para ahli
psikologi kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri, sehingga
terdapat beberapa pengertian.
Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang
tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada
akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung
tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.
Perasaan individu bahwa ia tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki. Padahal segala
keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang
dimiliki. Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki
mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk
diselesaikan. Sebaliknya pandangan positif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki
mengakibatkan seseorang individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah
untuk diselesaikan. Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan
lingkungannya.
Beberapa ahli merumuskan definisi konsep diri, menurut Burns (1993:vi) konsep diri adalah
suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat,
mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan
individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan
lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu (Mulyana, 2000:7). Pendapat
tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat
informasi, pendapat, penilaian atau evaliasi dari orang lain mengenai dirinya. Individu akan
mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah jika ada informasi dari orang lain mengenai
dirinya.
Sebaliknya individu tidak tahu bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau
masukan dari lingkungan maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak
langsung individu telah menilai dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu meliputi
watak dirinya, orang lain dapat menghargai dirinya atau tidak, dirinya termasuk orang yang
berpenampilan menarik, cantik atau tidak. Seperti yang dikemukakan Hurlock (1990:58)
memberikan pengertian tentang konsep diri sebagai gambaran yang dimiliki orang tentang
dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang
mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan
prestasi.
Menurut William D. Brooks bahwa konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang
diri kita (Rakhmat, 2005:105). Sedangkan Centi (1993:9) mengemukakan konsep diri (selfconcept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari
bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri

sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita
harapkan.
Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian
seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan,
karakter, maupun
sikap
yang
dimiliki
individu
(Rini,
2002:http:/www.epsikologi.com/dewa/160502.htm). Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam
bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini
merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan.
Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan
kegagalan bagi dirinya.
Dari beberapa pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri
adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang
dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya.

Fuddin Van Batavia


di dedikasikan bagi rekan alumni PEP Angkatan XX UHAMKA Jakarta.Selangkah Lebih
Maju dalam pengembangan pendidikan Indonesia

Lompat ke isi
Beranda
Home

Profil

Informasi

Materi Kuliah

Questioner

Links

Foto

Komunikasi

Kepemimpinan Kepala Sekolah (Oleh: Didah Dinarsih)


Informasi dari Republika

Konsep Diri
Posted on Maret 15, 2010 by Fuddin Van Batavia
Rate This

a. Pengertian Konsep Diri


Menurut Jacinta, Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan
atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri
negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat
berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan
daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap
pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan
sebagai kesempatan, namun lebih sebagai halangan. Orang dengan konsep diri negatif, akan
mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal, akan ada dua pihak yang disalahkan,
entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain.
Sebaliknya seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat lebih optimis, penuh
percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang
dialaminya. Kegagalan bukan dipandang sebagai kematian, namun lebih menjadikannya
sebagai penemuan dan pelajaran berharga untuk melangkah ke depan. Orang dengan konsep
diri yang positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat
dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang.
Sedangkan, Salbiah berpendapat Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu.
Kehidupan yang sehat, baik fisik maupun psikologi salah satunya di dukung oleh konsep diri
yang baik dan stabil. Konsep diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran,
kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang dirinya. Hal
ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam membina hubungan interpersonal. Meski
konsep diri tidak langsung ada, begitu individu di lahirkan, tetapi secara bertahap seiring
dengan tingkat pertumbuhan dan perkembanga individu, konsep diri akan terbentuk karena
pengaruh lingkungannya . selain itu konsep diri juga akan dipelajari oleh individu melalui
kontak dan pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai stressor yang dilalui individu
tersebut. Hal ini akan membentuk persepsi individu terhadap dirinya sendiri dan penilaian
persepsinya terhadap pengalaman akan situasi tertentu .
Gambaran penilaian tentang konsep diri dapat diketahui melalui rentang respon dari adaptif
sampai dengan non adaptif. Konsep diri itu sendiri terdiri dari beberapa bagian, yaitu :
gambaran diri (body Image), ideal diri, harga diri, peran dan identitas.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang
yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri).
1). Teori perkembangan.
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti
mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya
memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan
eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan,
pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai
oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.
2). Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri
sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi
diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja
dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang
penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.

3). Self Perception ( persepsi diri sendiri )


Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu
terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan
diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar
dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif
yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal,
kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif
dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.
c. Pembagian Konsep diri
Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian Konsep diri tersebut di kemukakan
oleh Stuart and Sundeen ( 1991 ) dikutip Salbiah , yang terdiri dari :
1) Gambaran diri ( Body Image )
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap
ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi
tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman
baru setiap individu .Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima
stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya
terpisah dari lingkungan Gambaran diri ( Body Image ) berhubungan dengan kepribadian.
Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek
psikologinya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian
tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga
diri Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan
memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses
dalam kehidupan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi gambaran diri seseorang, seperti,
munculnya Stresor yang dapat menggangu integrasi gambaran diri. Stresor-stresor tersebut
dapat berupa :
a). Operasi.
Seperti : mastektomi, amputasi ,luka operasi yang semuanya mengubah gambaran diri.
Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastik, protesa dan lain lain.
b). Kegagalan fungsi tubuh.
Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi yaitu tidak mengakui atau
asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi saraf.
c). Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fngsi tubuh
Seperti sering terjadi pada klien gangguan jiwa , klien mempersiapkan penampilan dan
pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan.
d). Tergantung pada mesin.
Seperti : klien intensif care yang memandang imobilisasi sebagai tantangan, akibatnya sukar
mendapatkan informasi umpan balik dengan penggunaan intensif care dipandang sebagai
gangguan.
e). Perubahan tubuh berkaitan
Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan
pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya
dengan respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati
perubahan tubuh yang tidak ideal.
f). Umpan balik interpersonal yang negatif
Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga dapat
membuat seseorang menarik diri.
g). Standard sosial budaya.

Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap pada setiap orang dan
keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada
gambaran diri individu, seperti adanya perasaan minder. Beberapa gangguan pada gambaran
diri tersebut dapat menunjukan tanda dan gejala, seperti :
a). Syok Psikologis.
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi
pada saat pertama tindakan.syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap analitas.
Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat klien menggunakan
mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk
mempertahankan keseimbangan diri.
b). Menarik diri.
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan , tetapi karena tidak mungkin
maka klien lari atau menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif, tergantung , tidak ada
motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya.
c). Penerimaan atau pengakuan secara bertahap.
Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul. Setelah
fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang baru.Tanda dan gejala
dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tandatanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi
gangguan gambaran diri yaitu :
1. Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah.
2. Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.
3. Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri.
4. Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.
5. Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang.
6. Mengungkapkan keputusasaan.
7. Mengungkapkan ketakutan ditolak.
8. Depersonalisasi.
9. Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.14
2. Ideal Diri.
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan
standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu Standart dapat berhubungan dengan
tipe orang yang akan diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai- nilai yang ingin di
capai . Ideal diri akan mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan
mewujudkan cita cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga budaya) dan
kepada siapa ingin dilakukan.
Ideal diri mulai berkembang pada masa kanakkanak yang di pengaruhi orang yang penting
pada dirinya yang memberikan keuntungan dan harapan pada masa remaja ideal diri akan di
bentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu :
1. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya.
2. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri.
3. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan
untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasan cemas dan rendah diri.
4. Kebutuhan yang realistis.
5. Keinginan untuk menghindari kegagalan .
6. Perasaan cemas dan rendah diri.
Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan

ideal diri. Ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi
dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai
3. Harga diri .
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa
jauh prilaku memenuhi ideal diri
Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang
tinggi. Jika individu sering gagal , maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh
dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima penghargaan dari
orang lain Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari
hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah.
Harga diri tinggi terkait dengam analitas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima
oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang
buruk dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia. Gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri.
Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional ( trauma ) atau kronis ( negatif self evaluasi
yang telah berlangsung lama ). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung
(nyata atau tidak nyata).
Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri,
seperti :
1). Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan
anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal
untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami
kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya.
Ia merasa tidak kuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan
bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan
mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.
2). Ideal Diri tidak realistis.
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan
berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapat dicapai, seperti cita cita yang
terlalu tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu
menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.
3). Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.
4). Sistim keluarga yang tidak berfungsi.
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri anak
dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak
harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah
tidak akurat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di
lingkungannya.
5). Pengalaman traumatik yang berulang, misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual.
Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana
alam, kecelakaan atau perampokan. Individu yang merasa tidak mampu mengontrol
lingkungan. respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma,
mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya komplin yang biasa
berkembang adalah depresi dan tekanan pada trauma.
4. Peran.
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan

posisinya di masyarakat. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya
pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu.
Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan
hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat
dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran,
tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan. Stress peran terdiri dari konflik peran
yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran yang terlalu banyak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus di
lakukan adalah :
1) Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran.
2) Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan .
3) Kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang di emban.
4) Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
5) Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuaian perilaku peran.
Penyesuaian individu terhadap perannya dipengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu :
1) Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang
peran yang diharapkan .
2) Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan peranannya.
3) Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku perannya.
4) Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan Sepanjang kehidupan
individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau
sementara yang sifatnya dapat karena situasional.
Hal ini, biasanya disebut dengan transisi peran. Transisi peran tersebut dapat di kategorikan
menjadi beberapa bagian, seperti :
1). Transisi Perkembangan.
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan
harus di lalui individu dengan menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda beda. Hal ini
dapat merupakan stresor bagi konsep diri.
2). Transisi Situasi.
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang
berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi
orang tua. Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan
ketegangan peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan.
3). Transisi sehat sakit.
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat diri dan
berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua kompoen
konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri peran dan harga diri. Masalah konsep diri dapat
di cetuskan oleh faktor psikologis, sosiologi atau fisiologi, namun yang penting adalah
persepsi klien terhadap ancaman. Selain itu dapat saja terjadi berbagai gangguan peran,
penyebab atau faktor-faktor ganguan peran tersebut dapat di akibatkan oleh :
1) Konflik peran interpersonal Individu dan lingkungan tidak mempunyai
2) harapan peran yang selaras.
3) Contoh peran yang tidak akurat.
4) Kehilangan hubungan yang penting
5) Perubahan peran seksual
6) Keragu-raguan peran
7) Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan dengan proses
menua
9) Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran
10) Ketergantungan obat

11) Kurangnya keterampilan sosial


12) Perbedaan budaya
13) Harga diri rendah
14) Konflik antar peran yang sekaligus di perankan
Gangguan-gangguan peran yang terjadi tersebut dapat ditandai dengan tanda dan gejala,
seperti :
1) Mengungkapkan ketidakpuasan perannya atau kemampuan menampilkan
2) peran
3) Mengingkari atau menghindari peran
4) Kegagalan transisi peran
5) Ketegangan peran
6) Kemunduran pola tanggungjawab yang biasa dalam peran
7) Proses berkabung yang tidak berfungsi Kejenuhan pekerjaan
5. Identitas
Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang
merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh.
Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat yang akan memandang dirinya
berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri),
kemampuan dan penyesuaian diri.Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima
dirinya. Identitas diri terus berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan
perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin.Identitas
jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan
wanita banyak dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masingmasing jenis kelamin tersebut. Perasaan dan prilaku yang kuat akan indentitas diri individu
dapat ditandai dengan:
a. Memandang dirinya secara unik
b. Merasakan dirinya berbeda dengan orang lain
c. Merasakan otonomi : menghargai diri, percaya diri, mampu diri, menerima diri dan dapat
mengontrol diri.
d. Mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri Karakteristik identitas
diri dapat dimunculkan dari prilaku dan perasaan seseorang, seperti :
1) Individu mengenal dirinya sebagai makhluk yang terpisah dan berbeda dengan orang lain
2) Individu mengakui atau menyadari jenis seksualnya
3) Individu mengakui dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai dan prilaku
secara harmonis
4) Individu mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan
sosialnya
5) Individu sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang
6) Individu mempunyai tujuan yang dapat dicapai dan di realisasikan.
Berdasarkan eksplorasi yang cukup komprehensif dari beberapa teori tersebut di atas, maka
dapat dikonklusikan pengertian Konsep diri dapat disintesiskan bahwa konsep diri adalah
sebagai evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki
diri kita secara utuh, meliputi: fisik, intelektual, kepercayaan, sosial, perilaku, emosi,
spiritual, dan pendirian
Variabel Konsep diri terdari lima dimensi yaitu: (1) Dimensi gambaran diri dengan
indikatornya (a) perasaan diri, (b) penampilan fisik, (2) Dimensi ideal diri dengan
indikatornya (a) memiliki cita-cita profesionalis, (b) kemampuan mengajar, (3) Dimensi
Harga Diri dengan indikator (a) pengakuan profesi, (b) penghormatan orang lain, dan (c)
pengembangan karir, (4) Dimensi peran diri dengan indikatornya adalah (a) kesesuaian peran,

(b) profesi tambahan, dan dimensi yang ke (5) Identitas dengan indikatornya (a) sikap positif,
(b) penguasaan spesifikasi, (c) kemampuan komunikasi
B. Penelitian yang relevan
Kajian empiris ini menyajikan beberapa hasil penelitian terdahulu yang mempunyai kaitan
atau kesamaan dengan penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih (1995) mengenai hubungan kepuasan
kompensasi dengan komitmen organisasi dan job involvement. Dalam penelitiannya
kepuasan kompensasi dilihat dari 3 variabel antara lain : (a) Kompensasi material, (b)
Kompensasi sosial, (c) Kompensasi aktivitas sebagai variabel bebas X, komitmen organisasi
dan job involvement sebagai variabel tergantung (Y). Hasil penelitian tersebut adalah
terdapat pengaruh positif antara kepuasan kompensasi dan komitmen organisasi job
involvement. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah adanya
penggunaan kompensasi sebagai salah satu variabel dan kepuasan kerja sebagai variabel
terikatnya, namun masih banyak variabel lain yang tidak ada dalam penelitian Purwaningsih .
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningrat (2000) tentang pengaruh prestasi kerja terhadap
imbalan dan kepuasan kerja yang merupakan studi terhadap Pegawai Kantor Pos kelas III
Purwokerto.
Dalam penelitian tersebut prestasi kerja ada 4 macam variabel :
a. Pengetahuan tentang peraturan
b. Pengetahuan dan kecakapan tentang tata usaha
c. Kuantitas kerja
d. Kualitas kerja.
Sedangkan imbalan ditekankan pada imbalan ekstrinsik yang diterima yaitu :
a. Imbalan finansial
b. Imbalan interpersonal
c. Promosi
Kepuasan kerja dilihat dari imbalan ekstrinsik, analisa data menggunakan analisa jalur (path
analysis). Hasil penelitian dilakukan oleh Wahyuningrat, bahwa prestasi kerja mempunyai
pengaruh signifikan terhadap imbalan. Kemudian secara keseluruhan bahwa variabel
pengetahuan tentang peraturan, pengetahuan dan kecakapan tentang tata usaha, kualitas kerja,
kuantitas kerja, imbalan finansial, imbalan, interpersonal dan promosi secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan imbalan dalam ekstrinsik
Herman Yulianto (1996) dengan penelitian berjudul Faktor-faktor yang mempengaruhi
Kepuasan Kerja, Kebutuhan Berprestasi dan Kinerja. Salah satu tujuan penelitian adalah
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan Petugas
Dinas Luar (PDL). Obyek penelitian adalah Petugas Dinas Luar di Lingkungan Industri
Asuransi Jiwa di Kotamadya Malang. Pengambilan sampel dengan cluster sampling yaitu
membagi perusahaan Asuransi Jiwa menjadi dua kelompok (BUMN dan non BUMN).
Sampel diambil 25 % dari PDL. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis faktor,
variansi dan analisis korelasi. Hasil penelitian menemukan bahwa faktor-faktor yang terdiri
dari penghasilan, kondisi lingkungan kerja, kesempatan untuk mengembangkan potensi dan
kreatifitas, hubungan sosial. Kesempatan untuk maju, perhatian terhadap hak-hak azasi,
pengaruh pekerjaan terhadap kehidupan keluarga, persepsi masyarakat tentang tempat kerja
dan kepemimpinan ditempat kerja secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap
kepuasan kerja. Relevansinya dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-sama
ingin membuktikan bahwa ada faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kepuasan kerja
karyawan
Suwendra (1999) yang melakukan studi kasus tentang Penerapan Sistem Penilaian Prestasi
Kerja Model Sistem Penilaian Kinerja Pegawai (SPKP) dan dampaknya terhadap Kepuasan

Kerja Pegawai di PT Jamsostek (Persero) Kantor Wilayah VI . Salah satu tujuan


penelitiannya adalah untuk mengetahui pengaruh SPKP(Sistem Penilaian Kinerja Pegawai)
terhadap kepuasan kerja. Subyek penelitian adalah pejabat dan staf PT Jamsostek Kanwil VI,
dimana pengambilan sample dilakukan dengan teknik Stratified Random Sampling (SRS),
dengan jumlah sampel sebanyak 80 orang terdiri dari 38 pejabat dan 42 staf. Penelitian
menggunakan analisis regresi dan untuk uji hipotesis dilakukan uji t dan uji F. Hasil
penelitiannya adalah adanya pengaruh antara kerja yang secara mental menantang, imbalan
yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung dan kesesuaian
kepribadian pekerjaan (variabel independen) terhadap kepuasan kerja. Relevansinya dengan
penelitian penulis adalah sama-sama meneliti tentang pengaruh variabel terhadap kepuasan
kerja.
Adji Suratman (2003) melakukan penelitian tentang Studi Korelasional Antara Motivasi
Kerja, Program Pelatihan dan Persepsi Tentang Pengembangan Karir Dengan Kepuasan Kerja
Karyawan yang dilakukan pada PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari Jakarta. Subyek
penelitian adalah Karyawan PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari Yakarta dimana
pengambilan penelitian dengan simple random sampling dengan penyebaran questioner. Hasil
penelitian ini adalah kepuasan kerja karyawan meningkat dengan adanya peningkatan
motivasi kerja, program pelatihan dan persepsi tentang pengembangan karir baik sendirisendiri maupun bersama-sama. Relevansinya dengan penelitian penulis adalah sama-sama
meneliti tentang pengaruh variabel terhadap kepuasan kerja
Dari beberapa kajian empiris diatas bisa diambil kesimpulan bahwa penelitian yang
dilakukan penulis hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Herman Yulianto
(1996) yang berjudul
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja, Kebutuhan Berprestasi dan Kinerja
dimana Herman Yulianto mengambil obyek penelitian pada Petugas Dinas Luar di
Lingkungan Industri Asuransi Jiwa di Kotamadya Malang, perbedaannya terdapat pada
variabel yang dipergunakan dan obyek yang diteliti dimana penulis dalam hal ini lebih
menekankan pada lembaga pendidikan yaitu SMK Negeri dengan variable kepemimpinan
kepala sekolah dan konsep diri guru sebagai variabel bebas dan kepuasan kerja sebagai
variabel terikat
`

Pengaruh Lingkungan Dalam Proses Pembentukan Konsep Diri (Self-Concept)

Manusia adalah makhluk sosial yang satu sama lain saling


membutuhkan. Dalam interaksi sosialnya dengan sesama manusia, juga
sangat dipengaruhi dengan lingkungan dimana manusia membentuk
konsep dirinya dan juga kehidupan sosialnya. Oleh karena itu, tidak
berlebihan bila ada penjulukan manusia selain makhluk sosial juga
sebagai makhluk lingkungan. Maka studi perilaku manusia sedikit banyak merupakan
pendekatan ilmu alam yang secara keilmuan mulai diperkenalkan pada akhir abad ke 19 oleh
Wilhelm Wundt, orang pertama yang memproklamirkan psikologi sebagai sebuah disiplin
ilmu yang ditandai dengan berdirinya laboratorium Leipzig, di Jerman.
Pada tahun 1930 mulai diperkenalkan cabang ilmu psikologi sosial yang objek
material dari psikologi sosial adalah fakta-fakta, gejala-gejala serta
kejadian-kejadian dalam kehidupan sosial manusia. Sekilas ternyata
objek psikologi sosial mirip dengan ilmu sosiologi dan bila
digambarkan sebenarnya psikologi sosial adalah merupakan
pertemuan irisan antara ilmu psikologi dan ilmu sosiologi
Sedangkan hubungan
manusia dan
lingkungan telah
banyak ditemukan
ketidakcocokan antara
manusia dan
lingkungannya. Pada
tahun 1950 an, psikolog
mulai memecahkan
masalah-masalah ini melalui pengembangan perencanaan. Sebuah
bidang kajian yang dimulai dengan meneliti warna, susunan tempat
dudukdi rumah sakit-rumah sakit jiwa, lalu melakukan observasi di
taman-taman nasional dan sampai mempelajari stress yang
terasosiasi dengan pergerakan kota (urban communiting). Penelitian
tersebut, pada akhirnya melahirkan sebuah disiplin dengan nama
psikologi lingkungan. Objek materialnya meliputi : lingkungan psikososial, lingkungan belajar, lingkungan informasi dan lingkungan
binaan. Pertanyaannya, seberapa besar lingkungan mempengaruhi
manusia dalam membentuk konsep diri-sosial?
Pengertian Konsep Diri
Masalah-masalah rumit yang dialami manusia, seringkali dan bahkan
hampir semua sebenarnya berasal dari dalam diri. Mereka tanpa sadar
menciptakan mata rantai masalah yang berakar dari problem konsep diri.
Dengan kemampuan berpikir dan menilai, manusia malah suka menilai
yang macam-macam terhadap diri sendiri maupun sesuatu atau orang

lain dan bahkan meyakini persepsinya yang belum tentu obyektif. Dari
situlah muncul problem seperti inferioritas, kurang percaya diri, dan hobi
mengkritik diri sendiri.
Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan,
pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Definisi yang lebih
rinci lagi adalah sebagai berikut :
a. Konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut
(ciri-ciri sifat ) yang dimiliki (Brehm & Kassin, 1993).
b. Atau juga diartikan sebagai pengetahuan dan keyakinan yang
dimilki individu tentang karakteristik dan ciri-ciri pribadinya
(Worchel, 2000).
c. Definisi lain menyebutkan bahwa Konsep diri merupakan semua
perasaan dan pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri. Hal ini
meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan
dan penampilan diri
Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan
memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat
apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan
kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif
akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan
yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan,
namun lebih sebagai halangan. Orang dengan konsep diri negatif, akan
mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal, akan ada dua pihak
yang disalahkan, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau
menyalahkan orang lain.
Sebaliknya seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat lebih
optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala
sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan
dipandang sebagai kematian, namun lebih menjadikannya sebagai
penemuan dan pelajaran berharga untuk melangkah ke depan. Orang
dengan konsep diri yang positif akan mampu menghargai dirinya dan
melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di
masa yang akan datang.
Ada dua komponen dalam konsep diri yaitu komponen kognitif dan
komponen afektif. Komponen kognitif disebut sebagai citra diri (self
image) sedangkan komponen afektif adalah harga diri (self esteem).
Pembentukan Konsep diri
Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan
seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan
pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua dan
lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa
dirinya. Oleh sebab itu, seringkali anak-anak yang tumbuh dan
dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif, atau pun lingkungan
yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang
negatif. Hal ini disebabkan sikap orang tua yang misalnya : suka
memukul, mengabaikan, kurang memperhatikan, melecehkan, menghina,
bersikap tidak adil, tidak pernah memuji, suka marah-marah, dsb dianggap sebagai hukuman akibat kekurangan, kesalahan atau pun
kebodohan dirinya. Jadi anak menilai dirinya berdasarkan apa yang dia
alami dan dapatkan dari lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap
yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya cukup berharga
sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif.
Konsep diri ini mempunyai sifat yang dinamis, artinya tidak luput dari
perubahan. Ada aspek-aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu
tertentu, namun ada pula yang mudah sekali berubah sesuai dengan
situasi sesaat. Misalnya, seorang merasa dirinya pandai dan selalu
berhasil mendapatkan nilai baik, namun suatu ketika dia mendapat
angka merah. Bisa saja saat itu ia jadi merasa bodoh, namun karena
dasar keyakinannya yang positif, ia berusaha memperbaiki nilai.
Dalam konsep diri ini terdapat beberapa unsur antara lain:
1. Penilaian diri merupakan pandangan diri terhadap:
Pengendalian keinginan dan dorongan-dorongan dalam diri.
Bagaimana kita mengetahui dan mengendalikan dorongan,
kebutuhan dan perasaan-perasaan dalam diri kita.
Suasana hati yang sedang kita hayati seperti bahagia, sedih atau
cemas. Keadaan ini akan mempengaruhi konsep diri kita positif atau
negatif.
Bayangan subyektif terhadap kondisi tubuh kita. Konsep diri yang
positif akan dimiliki kalau merasa puas (menerima) keadaan fisik
diri sendiri. Sebaliknya, kalau merasa tidak puas dan menilai buruk
keadaan fisik sendiri maka konsep diri juga negatif atau akan jadi
memiliki perasaan rendah diri.
2. Penilaian sosial merupakan evaluasi terhadap bagaimana individu
menerima penilaian lingkungan sosial pada diri nya. Penilaian sosial
terhadap diri yang cerdas, supel akan mampu meningkatkan konsep
diri dan kepercayaan diri. Adapun pandangan lingkungan pada
individu seperti si gendut, si bodoh atau si nakal akan menyebabkan
individu memiliki konsep diri yang buruk terhadap dirinya.
3. Konsep lain yang terdapat dalam pengertian konsep diri adalah self
image atau citra diri, yaitu merupakan gambaran:

Siapa saya, yaitu bagaimana kita menilai keadaan pribadi seperti


tingkat kecerdasan, status sosial ekonomi keluarga atau peran
lingkungan sosial kita.
Saya ingin jadi apa, kita memiliki harapan-harapan dan cita-cita
ideal yang ingin dicapai yang cenderung tidak realistis. Bayangbayang kita mengenai ingin jadi apa nantinya, tanpa disadari sangat
dipengaruhi oleh tokoh-tokoh ideal yang yang menjadi idola, baik itu
ada di lingkungan kita atau tokoh fantasi kita.
Bagaimana orang lain memandang saya, pertanyaan ini
menunjukkan pada perasaan keberartian diri kita bagi lingkungan
sosial maupun bagi diri kita sendiri.
Konsep diri yang terbentuk pada diri juga akan menentukan
penghargaan yang berikan pada diri. Penghargaan terhadap diri atau
yang lebih dikenal dengan self esteem ini meliputi penghargaan terhadap
diri sebagai manusia yang memiliki tempat di lingkungan sosial.
Penghargaan ini akan mempengaruhi dalam berinteraksi dengan orang
lain.
Faktor Lingkungan terhadap Pembentukan Konsep diri.
Kita mungkin patut mempertanyakan, mengapa beberapa bagian kota
terlihat sukses dan lainnya tidak? Mengapa orang-orang lebih senang
tinggal di lingkungan tertentu dibandingkan dengan lainnya? Kenapa
anak belajar lebih baik pada sebuah lingkungan ketimbang lingkungan
lainnya?. Seringkali orang bertindak secara instinctive. Mereka
melakukan sesuatu berdasarkan naluri untuk alas an yang tidak dapat
mereka jelaskan secara pasti. Setiap orang memiliki perasaan dasar,
yang secara bawah sadar menjadi kekutan yang mendasari perilakunya.
Kekuatan ini sering juga disebut sebagai NILAI.
Nilai adalah sesuatu yang bertahan lama dan menjadi penopang
psikologis semua makhluk hidup. Nilai memberi manusia kerangka
berfikir, dimana manusia merencanakan dan membangun kehidupannya.
Nilai dibuat untuk sebuah tujuan akhir. Misalnya, kita mengharapkan
kehidupan yang relative tidak rumit, produktif, aktif dan menarik. Kita
menginginkan memiliki rumah yang tidak terlalu kecil, memiliki halaman
yang nyaman dan mudah diurus. Orang lain mungkin memiliki rumah
yang cukup luas, memiliki kolam renang dan garasi untuk parkir mobil
mewah milik pribadi.
Semua orang memiliki nilai individual yang berbeda dalam hidupnya dan
dipenuhi dengan berbagai cara. Sebagai contoh, pengalaman masa kecil
yang miskin akan mendorong keinginan untuk mencuri di masa dewasa
atau malah menjadi seorang dermawan. Tidak adanya privasi di masa
kanak-kanak (di mana bisa juga akibat budaya) dapat menghasilkan efek
yang bervariasi terhadap setiap orang.

Nilai Mempengaruhi Lingkungan.


Lingkungan dapat sangat mempengaruhi manusia, tidak peduli
berapapun usianya. Misalnya pada kasus ekstreem pada anak-anak yang
tinggal di pemukiman kumuh, kehidupan ekonomi yang tidak baik, pola
asuh orang tua yang tidak berfungsi dengan baik. Seseorang yang hidup
dalam lingkungan tersebut terikat pada nilai yang didapatnya dari
pengalaman tersebut. Seringkali kriminalitas muncul akibat
pengalamannya tersebut. Namun perasaan hidup yang lebih bersih dan
teratur bisa juga muncul dari pengalaman tersebut. Tidak ada yang bisa
meramalkan perilaku manusia. Kita hanya bisa mengatakan pengalaman
apa yang mempengaruhi lingkungannya.
Contoh lainnya adalah berdasarkan penelitian, tingkat stress pada
masyarakat kota lebih besar dibanding masyarakat di desa. Kemacetan
lalu lintas, polusi udara, polusi air, mahalnya biaya hidup adalah
beberapa faktor penyebab tingginya tingkat stress pada masyarakat kota.
Berdasarkan gejala-gejala tersebut, orang mulai memikirkan bagaimana
pola pemukiman yang baik yang dapat membuat orang hidup lebih
nyaman dan terlindungi.
Lingkungan hidup sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai manusia. Seringkali
keberadaan materi-materi lingkungan seperti rumah tinggal, jalan raya
dan sebagainya hanya dianggap sebagai materi fisik belaka. Padahal
lebih dari itu keberadaannya berupa fisik juga mempengaruhi nilai-nilai
dalam blok-blok persepsi dan psikologi manusia. Meskipun pada awalnya
manusia yang membentuk bangunan dan lingkungan, namun selanjutnya
bangunan dan lingkungan menjadi kekuatan yang membentuk konsep
diri-sosial.
Lingkungan Mempengaruhi Nilai.
Manusia dipengaruhi oleh ruang dan lingkungannya. Orang lebih bisa
menerima ruang dan lingkungannya jika itu membuatnya merasa
nyaman. Memasang karpet di kantor akan membuat para karyawan
merasa lebih dihargai. Pengaturan jarak tempat duduk yang baik, warna
dinding kelas memberikan rasa nyaman dan mendorong pelajar untuk
lebih konsentrasi dalam menerima materi pelajaran di kelas. Tetapi
apabila nilai-nilai tersebut diabaikan, akan melahirkan perasaanperasaan yang menghilangkan bisa sangat mengganggu kenyamanan
seseorang dalam aktivitasnya. Karyawan akan sangat tertekan apabila
ditempatkan pada ruang kerja yang menjadikan mereka hanya sebagai
perangkat perpanjangan mesin tanpa mengindahkan nilai-nilai
kemanusiaannya. Jarak tempat duduk yang tidak memperhatikan kaidahkaidah antropometri dan ergonomi, akan menghilangkan motivasi belajar
para siswa.
Panti weda merupakan salah satu contoh bagaimana nilai-nilai manusia
diabaikan. Orang yang pindah di panti tersebut biasanya dilarang

membawa perabotan pribadi. Padahal bagi sebagian orang-orang tua


tersebut, kehadiran perabot menyimpan kenangan dan menjadi alat
pengenal lingkungan yang diperlukan oleh mereka. Kepindahan
menghilangkan rumah mereka; bangunan, orang-orang dan kenangan
tidak lagi bersama mereka di tempat pengasingannya.
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat kita ambil beberapa kesimpulan :
1. Manusia adalah makhluk yang memiliki persepsi terhadap dirinya
dan orang lain.
2. Persepsi tersebut lahir dari nilai-nilai yang diyakininya.
3. Nilai-nilai tersebut muncul dari pengalaman-pengalaman yang
dialaminya dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungan
hidupnya.
4. Nilai-nilai mempengaruhi lingkungan dan selanjutnya lingkungan
mempenguri nilai-nilai.
Oleh sebab itu penataan lingkungan sangat memerlukan kajian psikologi
sebagai disiplin ilmu. Kerjasama psikolog dan perancang lingkungan
binaan sangat dibutuhkan untuk memberikan rasa keman Pengaruh kultur
dan sosial terhadap konsep diri
Pengaruh kultur dan sosial terhadap konsep diri akan memberikan persepsi
individu akan sifat,sikap,perilaku,dan hubungan sosial.
Individu dilahirkan dengan tidak membawa kepribadian tetapi dipengaruhi oleh
lingkungan di sekitarnya, pengalaman dalam kehidupan akan membentuk
kepribadian tetapi setiap orang juga harus menyadariapa yang sedang terjadi
dan apa yang telah terjadi pada diri sendiri terhadap terhadap hubungan dengan
orang lain.
Konsp diri bukan bawaan (hereditas) sejak lahir tetapi berkembang melalui
tahapan-tahapan tertentu karena interaksi dengan lingkungan.
Sejak lahir seorang mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain.
Dengan demikian pengaruh kultur dan sosial merupakan suatuperkembangan
kosep diri dari dari individu melalui hubungan atau interaksi dengan orang lain
seperti:
-lingkungan
-penggunaan bahasa
-suara
-pengalaman

-pengenalan tubuh
-nama panggilan
- pengalaman budaya
-interaksi sosial
-hubungan interpersonal/personal

Kemampuan dalam bidang tertentuyang dinilai oleh diri kelompokatau


masyarakat serta aktualisasi diri dengan meralisasikan potensi yang dimilikinya.
Pemgaruh kultur dan budaya terhadap konsep diri terjadi pada saat masa
kanak-kanak hal ini di pelajari melalui kontak dan pengalaman pribadi dengan
orang terdekat.
Belajar melalui cermin orang lain dengan cara pandangan diri merupakan
interprestasi diri atas pandangan orang lain terhadap dirinya, ketika anak mulai
tumbuh dewasa akan sangat dipengaruhi oleh budaya di keluarga dimana
perilakunya akan banyak dibentuk dari budaya keluarga dengan ukuran dan
interprestasi atau perilaku di kehidupan keluarga demikian halnya pada saat
remaja di pengaruhi teman sekolah, lingkungan bermain dan orang lain yang
dekat dengan dirinya. pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus
hidupnya akan membentuk konsep diri seseorang.
Persepsi terhadap diri pribadi (self perception )
Proses psikologis di asosiasikan dengan interprestasi dan pemberian makna
terhadap orang atu objek tertentu yang dikenal dengan persepsi.
Menurut fisher.
Persepsi di definisikan sebagai interprestasi terhadap konsep diri berbagi
sensasi reresentasi dari hubungan personal atau intertpersonal.

Body image
Mencakup persepsi tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi
tubuh bisa mempengaruhi dengan orang lain. Kadang seoran yang bentuk
tubuhnya merasa beda dari orang lain (cacat) sering kali seseorang itu tidak mau
berinteraksi dengan masyarakat.
Hal ini mempengaruhi body image dengan hubungan sosial.
Sejak lahir individu mengeksplorasi tubuhnya menerima stimulus dari orang lain
kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari
lingkungangambaran diri berhubungan dengan kepribadian, cara individu
memandang dirinya memiliki dampak terhadap perkembangan psikologisnya.

usiaan pada efek keberadaan bangunan-bangunan dan penataan


lingkungan secara luas.

DAFTAR PUSTAKA
Halim, Deddy. 2005. Psikologi Arsitektur :Pengantar Kajian Lintas
Disiplin Jakarta : Grasindo
Artikel :
Arief Sosiawan, Edwi. Psikologi Sosial
Alatas, Alwi. Pendidikan Remaja dari Sudut Pandang Islam

Nama

: Mira Lestari

Suku / adat istiadat yang dianut

: Jawa

Pertanyaan

1. Bagaimana sikap Anda jika menghadapi keadaan :


a. Marah / kesal / ada masalah
Jawab:
Ketika marah saya mengekspresikannya secara langsung dengan orang yang telah
memmbuat saya kesal.

b. Sedih
Jawab:
Ketika saya sedih saya mengekspresikannya dengan menangis,murung,malas
berkomunikasi dengan orang lain.dan saya jarang melakukan aktifitas yang biasa
saya lakukan setiap hari.

c. Senang

Jawab:
Ketika saya senang saya mengekspresikannya dengan cara
tertawa,tersenyum dan bawaan hati saya selalu senang.tetapi juga
terkadang saya merasa terharu,ketika saya merasa amat bahagia.

2. Bagaimana perilaku Anda terhadap lingkungan di masyarakat ketika bersosialisasi


dan beradaptasi dengan mereka, apakah mudah untuk berkomunikasi dengan mereka
atau tidak?
Jawab:
Ketika saya berada dilingkungan masyarakat saya dapat berkomunikasi dengan
baik.

Nama

: ratna ariyani

Suku / adat istiadat yang dianut

: sunda

Pertanyaan

3. Bagaimana sikap Anda jika menghadapi keadaan :


a. Marah / kesal / ada masalah
Jawab:
Ketkka saya marah saya mengekspresikannya langsung,misalnya melampiaskan
kemarahan saya dengan kepada benda-benda yang ada didekat saya.

b. Sedih
Jawab:
Ketika saya sedih saya mengekspresikannya dengan jarang melakukan aktifitas
yang biasa saya lakukan setiap hari. Misalnya bersih-bersih rumah,dan juga saya
terkadang menceritakannya kepada orang lain (teman).

c. Senang
Jawab:
ketika saya senang saya mengekspresikannya dengan sikap dan
tingkah laku yang menyenangkan,misalnya: tersenyum,ramah,jika
bertegur sapa dengan orang lain.

2. Bagaimana perilaku Anda terhadap lingkungan di masyarakat ketika bersosialisasi


dan beradaptasi dengan mereka, apakah mudah untuk berkomunikasi dengan mereka
atau tidak?

Jawab:
Ketika saya berada dilingkungan masyarakat saya kurang berkomunikasi dan bersosialisasi
dengan masyarakat sekitar.Karena kesibukan kuliah saya yang padat,dan saya jarang berada
dirumah.

Kesimpulan
Dari observasi yang telah kami lakukan didapat data sebagai berikut :

Dari 15 responden,didapat 8 responden suku jawa dan 7 responnden suku sunda.


menyatakan bahwa ketika mereka menghadapi masalah mereka menanggapi dengan
respon yang berbeda-beda seperti ketika mereka dalam keadaan marah,mereka
menanggapi dengan cara mengalikan pada benda yang ada didekat mereka dan ada
juga yang langsung dengan cara memarahi orang yang sudah memmbuaatnya kesal.
Ketika mereka bersedih.Mereka menanggapi respon dengan cara menangis,malas
berkomunikasi dengan orang lain,dan ada juga yang menceritakaan kesedihannya
tersebut kepada orang lain ( temannya ).
Ketika senang mereka mengekspresikannya dengan cara tertawa,tersenyum

Anda mungkin juga menyukai