Anda di halaman 1dari 6

Jumlah Kerusakan

H6
H8
H 10

No.

Perlakuan

H2

H4

1.

4 ekor kutu

++

+++

+++

2.

6 ekor kutu

++

+++

+++

3.

9 ekor kutu

++

+++

4.

11 ekor kutu

+++

+++

H 12

H 13

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

BAB I
1.1 Hasil

Keterangan Kategori

:+

= rusak ringan

++

= rusak sedang

+++

= rusak berat

1.2 Pembahasan
Praktikum kali ini akan membahas tentang pengendalian hayati, dimana pengendalian
hayati ini merupakan salah satu usaha yang dilakukan organisme seperti predator, patogen
maupun parasitoid untuk menjaga kepadatan populasi pada suatu ekosistem. Menurut Oka
(1995:98) menyatakan bahwa pengendalian hayati ialah suatu pengaturan populasi pada
kepadatan organisme dari musuh-musuh alamnya, jadi tingkat kepadatan dari organisme tersebut
akan lebih rendah dibandingkan dengan tidak diatur oleh musuh alamnya.
Dalam hal ini praktikan menggunakan tanaman eceng gondok/ Eichornia crassipes yang
merupakan suatu hama bagi makhluk hidup diperairan yang mengganggu aktifitas
keberlangsungan hidup organisme perairan tersebut contohnya seperti ikan-ikan yang berada di
air, hidupnya menjadi sangat terbatas akibat dari pertumbuhan akar eceng gondok/Eichornia
crassipes yang menjalar ke berbagai tempat.

Menurut pendapat Odum (1971) Eceng gondok ialah tumbuhan yang mempunyai
tingkatan yang tinggi untuk bahan pencemar dibandingkan dengan tumbuhan yang lain sehingga
tumbuhan eceng gondok dapat juga bertahan hidup diwilayah perairan yang tercemar. Tumbuhan
eceng gondok dapat dijadikan biofertilizer yaitu sebagai tumbuhan yang dapat memfiksasi logam
logam berat yang ada di perairan. Pernyataan tersebut hampir sama dengan Tosepu (2012 : 37)
bahwasanya eceng gondok sebagai tumbuhan gulma yang mengganggu ekosistem perairan
sehingga pertumbuhannya perlu dikendalikan. Eceng gondok memiliki beberapa manfaat yang
memberikan keuntungan bagi manusia maupun lingkungan sekitarnya apabila jumlahnya berada
pada toleransi optimal.
Dampak keberadaan eceng gondok ini yaitu dapat menghambat perkembangan populasi
ikan, karena telah menutupi permukaan air. Oleh sebab itu, diperlukan suatu cara atau usaha
dalam mengendalikan pertumbuhan tanaman eceng gondok, dengan menggunakan jasa predator,
parasit ataupun patogen . Sehingga pertumbuhan dari eceng gondok tersebut dapat terhambat .
Adapun parasit yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan eceng gondok ialah dengan
memberi suatu organisme yaitu berupa Kutu eceng gondok/ Neochetina sp.
Menurut Stefhany (2013:2) dalam Gunawan (2007) menyatakan bahwa eceng gondok
ialah tumbuhan gulma yang hidup di daerah perairan yang hidupnya dapat mengapung pada air
yang telah dalam . Eceng gondok ini dapat tumbuh dan berkembang biak dengan cepat. Pada
perkembangbiakan yang vegetative dapat melipat ganda sebanyak dua kali dalam waktu 7
sampai 10 hari. kemudian di perjelas kembali oleh Soerjani (1975:112) ia mengungkapkan
bahwa eceng gondok memiliki daya regenerasi yang sangat cepat karena potongan dari eceng
gondok akan terbawa arus pada suatu ekosistem sehingga akan terus berkembang . Eceng
gondok ini sangat peka pada keadaan yang sumber haranya didalam air yang kurang mencukupi,
akan tetapi responnya pada sumber hara yang tinggi juga besar
Pada praktikum yang dilakukan, praktikan memberikan perlakuan berbeda-beda pada
eceng gondok . Tiap-tiap eceng gondok diberi jumlah kutu yang berbeda, diantaranya berjumlah
4, 6, 9 dan 11 kutu. Pengamatan ini berlangsung selama 2 minggu, namun pengamatan yang
dilakukan hanya 2 hari sekali . Telah terlihat pada hari kedua eceng gondok jumlah kutunya 4
dalam keadaan rusak ringan, yaitu terdapat lubang lubang kecil yang merupakan tanda dari pada
kutu eceng gondok/ Neochetina sp. dalam hal memakan helaian daun pada eceng gondok

tersebut. Kemudian diikuti eceng gondok lainnya dengan jumlah kutu 6 dan 9 dalam keadaan
rusak sedang yaitu ukuran lubang pada daunnya sedikit besar dari pada kutu yang jumlahnya 4
dan terakhir eceng gondok yang kutunya berjumlah 11 sudah dalam keadaan rusak berat, dan
ciri-cirinya terdapat lubang pada daun yang melebihi ukuran dari eceng gondok yang jumlahnya
9. Namun belum tampak perubahan warna dari eceng gondok tersebut . Penyebab perbedaan
kondisi kerusakan pada eceng gondok ini ialah terletak pada jumlah kutunya. Semakin banyak
kutu pada eceng gondok, maka semakin banyak pula jumlah kerusakan yang dihasilkan oleh
kutu.
Kemudian saat hari ke 4 telah banyak yang mengalami kerusakan pada helaian daunnya
pada eceng gondok yang jumlah kutunya 6 , namun jumlah kutu 4 masih dalam keadaan rusak
ringan . Dilanjutkan kembali pada pengamatan berikutnya pada hari ke 8 . warna dari eceng
gondok telah mengalami perubahan yaitu berwarna cokelat dan sedikit menimbulkan bau . Hal
ini telah mengidentifikasikan rusaknya eceng gondok yang diakibatkan oleh kutu dapat
menghambat pola pertumbuhan eceng gondok yang begitu cepat. Kemudian dilakukan pada
pengamatan selanjutnya pada hari ke 10 sampai ke hari ke 13 semua perlakuan pada eceng
gondok dengan jumlah kutu 4,6,7,11 semuanya dalam kondisi sudah rusak total. Daun-daunnya
pun sudah tidak ada lagi hanya tersisa bagian akarnya saja.

BAB II
PENUTUP
2.1Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Pengendalian hayati merupakan pengendalian pertumbuhan organisme secara berlebihan yang
dapat menganggu kehidupan organisme lain atau lingkungan sekitarnya yang dapat dilakukan
secara alami maupun buatan. adapun manfaat dari pengendalian hayati adalah dapat
meningkatan keberhasilan pengendalian hama ataupun gulma dalam jumlah besar dengan
biaya yang rendah dalam periode waktu yang singkat tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap manusia dan lingkungan. Sesuai dengan pengamatan yang telah dilakukan selama
kurang lebih dua minggu dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah Neochetina sp maka
semakin cepat terjadinya kerusakan pada eceng gondok.

BAB III
REFLEKSI
1. Pengetahuan dan pengalaman apa yang diperoleh dari praktikum ?
Jawab:
Dapat mengetahui dan menambah wawasan terkait pengendalian hama ataupun
gulma dengan menggunakan metode alami tanpa merusak lingkungan sekitar.
2. Kendala (kesulitan ) apa saja yang ditemukan pelaksanaan praktikum ?
Jawab :
Kendala yang ditemukan saat pelaksanaan praktikum yaitu pada saat pengamatan
kedua terdapat uap pada media eceng gondok . Hal ini disebabkan karena media yang
digunakan berbahan dasar plastik sehingga pada saat mengambil gambar/foto terlihat
blur sehingga foto yang dihasilkan kurang jelas .
2. Saran yang dapat diberikan untuk perbaikan pelaksanaan praktikum yang akan datang ?
Jawab:
Saran saya pada praktikum ini ialah sebaiknya praktikan harus memperhatikan
dalam menyiapkan alat dan bahan untuk praktikum, diusahakan sebaik mungkin
mendapatkan bahan ataupun alat praktikum lengkap semuanya, agar dalam melaksanakan
praktikum tidak mengulur-ulur waktu lagi sampai pada minggu berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Odum, E.P. 1970. Dasar dasar Ekologi. Terjemahan : Samingan T dan Srigandono, B.
Yogyakarta : UGM Press
Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press
Stefany, A.C. dkk. 2013. Fitomerasi Phospat Dengan Menggunakan Tumbuhan Eceng
Gondok (Eichornia Crassipes) Pada Limbah Cair Industri Kecil
Pencuciuan Pakaian (Laundry) . Jurnal Institut Teknologi Nasional Teknik
Lingkungan I Teras . Vol. 1. No. 1. Jurusan Teknik Lingkungan Itenas.
Bandung.
Soerjani, S.W. (1975). Eceng Gondok Sebagai Penyerap Pencemar. Bogor: SEAMEO
Biotrop
Tosepu, R. 2012. Laju Penurunan Logam Berat Plumbum (Pb) Dan Cadmium (Cd) Oleh
Eichornia Crassipes Dan Cyperus Papyrus.Sulawesi tenggara. Universitas
Halouleo Vol. 19, No.1, Maret. 2012: 37 45

Anda mungkin juga menyukai