Anda di halaman 1dari 21

MANIFESTASI PENYAKIT SISTEMIK

PADA RONGGA MULUT

Disusun Oleh:
Arifa Martha Santoso
G99142010
Periode 18 Juli-30 Juli 2016

Pembimbing:
drg. Christianie, Sp. Perio.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2016

MANIFESTASI PENYAKIT SISTEMIK PADA RONGGA MULUT

PENDAHULUAN
Rongga mulut merupakan anatomis lokasi penting yang berperan banyak
proses fisiologis penting, seperti pencernaan, pernapasan dan berbicara. Rongga
mulut dapat berpotensi untuk mencerminkan kondisi internal tubuh manusia (Singhal
et al., 2011). Pemeriksaan yang cermat pada rongga mulut bisa menunjukkan temuan
mengindikasikan kondisi sistemik yang mendasari, serta memungkinkan diagnosis
dini dan pengobatan. Pemeriksaan harus mencakup evaluasi perubahan mukosa,
radang periodontal dan perdarahan, dan kondisi umum gigi (Chi et al., 2010).

A. PENYAKIT HEMATOLOGI
1. Anemia
Anemia atau penurunan

konsentrasi

hemoglobin

disebabkan

ketidaksamaan tingkat produksi sel darah merah terhadap tingkat destruction


(Cavill et al., 2006). Dalam anemia defisiensi besi yang berat manifestasi oral
pertama adalah atrofi glositis (42%); pendataran papilla lidah yang membuat
lidah merah dan gundul. Mukosa pucat (33%),

mulut terbakar (8%)

kandidiasis oral dan cheilitis angularis (58%) juga dapat ditemukan (Adeyemo
et al., 2011 dan Lu et al., 2004). Pada kasus anemia defisiensi besi yang parah
atau sindrom Plummer-Vinson, dapat terjadi komplikasi berupa disfagia dan
kadang-kadang lesi hiperkeratosis mukosa mulut. Ulkus aphtosa berulang
sebagian besar terlihat pada defisiensi vitamin B12 dan folat. 7,28 Lesi oral
pada anemia aplastik yang umum adalah perdarahan pada beberapa daerah
orofasial dapat menjadi tanda-tanda klinis pertama dari penyakit. Sering juga
ditemukan infeksi jamur dan virus (Adeyemo et al. 2011).

2. Thalasemia
Thalassemia adalah kelompok anemia hemolitik herediter. Manifestasi
orofasial yang paling umum adalah pembesaran rahang atas, menonjol
tengkorak dan eminensia molar menonjol (wajah tupai). Hal ini biasanya
mengakibatkan peningkatan ruang antara maksila dan anterior mandibula
dalam dimensi horizontal) dan membuat adanya jarak antar gigi rahang atas
(Singhal et al., 2011).
3. Leukimia
keganasan ini adalah hasil proliferasi klon sel hematopoietik normal
(Franch et al., 2011). Pembengkakan, pendarahan dan ulserasi gingiva dapat
dideteksi pada 30% pasien dengan leukemia mieloblastik akut, tetapi kurang
sering dalam leukemia kronis. Perdarahan terus-menerus setelah ekstraksi,
purpura mukosal, mukosa pucat, infeksi jamur dan virus, ulkus oral, dan
limfadenopati juga dapat dilihat (Bain et al., 2009). Hiperplasia gingiva
karena infiltrasi papilla interdental oleh sel-sel leukemia (Franch et al., 2011).
Terapi Kanker dapat mengakibatkan adanya ulkus oral dan mucositis (Bain et

al., 2009). Infeksi bakterial rongga mulut, yang dapat menjadi sumber
septisemia, merupakan hal yang sering dan harus segera dideteksi dan diobati
secara agresif. Pengobatan leukimia dengan agen kemoterapi dapat
mengakibatkan reaktivasi Herpes Simplex Virus (HSV) yang dapat
mengakibatkan terjadinya mukositis. Namun mukositis akibat kemoterapi
dapat terjadi tanpa reaktivasi HSV, karena penipisan permukaan mukosa
dan/atau supresi sumsum tulang yang mengakibatkan invasi organisme
oportunistik pada mukosa.

4. Multiple Myeloma (MM)


Bila MM melibatkan rongga mulut, biasanya berupa manifestasi
sekunder pada rahang, terutama mandibula, yang dapat mengakibatkan
pembengkakan rahang, nyeri, bebal, gigi goyah, fraktur patologik (Lee et al.,
1996). Punched out lesions pada tengkorak dan rahang merupakan gambaran
radiografik yang khas. Insidensi keterlibatan rahang pada MM sekitar 15 %
(Witt et al., 1997). Karena MM mengakibatkan immunosupresi, maka timbul
beberapa infeksi seperti oral hairy leukoplakia dan candidiasis (Blomger et
al., 1996). Timbunan amyloid pada lidah menyebabkan macroglossia (Reinish
et al., 1994).
5. Trombositopenia

Dalam banyak kasus, trombositopenia (trombosit biasanya kurang dari


50 103 per uL [50 109 per L]) dapat dideteksi di awal karena adanya lesi
oral. Trauma ringan pada mukosa oral selama fungsi rutin (seperti mengunyah
atau menelan) dapat menghasilkan berbagai jenis lesi hemoragik, termasuk
petekie, purpura, ekimosis, bula hemoragik, dan pembentukan hematoma
(Gambar 9). Selain itu, perdarahan gingival dapat terjadi akibat trauma ringan
atau terjadi secara spontan (Chi et al., 2010).

B. PENYAKIT ENDOKRIN
1. Diabetes Mellitus
Pada diabetes yang kurang terkontrol, gingivitis dan periodontitis
parah sangat umum terjadi. Kondisi inflamasi tersebut memiliki hubungan dua
arah dengan diabetes. Hilangnya perlekatan yang lebih besar (periodontitis)
terlihat pada individu glikemia kurang terkontrol. Penelitian juga telah
menunjukkan bahwa mengobati penyakit periodontal dapat meningkatkan
kontrol glikemik pasien diabetes. (Mealey et al., 2006; Teeuw et al., 2010;
Darre et al., 2008). Infeksi orofasial yang lebih jauh lebih ganas yang umum
terjadi seperti: kandidiasis dalam bentuk cheilitis angularis (celah yang
menyakitkan di sudut-sudut bibir), xerostomia disebabkan oleh dehidrasi,

sialosis (pembengkakan kelenjar ludah yang biasanya bilateral dan tanpa rasa
sakit), lichen planus (mungkin berhubungan dengan obat yang digunakan) dan
sindrom burning mouth. Chi et al., 2010 dan Bain et al., 2009) Keterlambatan
penyembuhan luka, atrofi papila lidah generalisata dan disfungsi rasa juga
terjadi pada pasien dengan kontrol glikemik yang buruk (Chi et al., 2010).
Lebih lanjut, penyakit periodontal yang parah mungkin menjadi
prediktor kuat untuk terjadinya berbagai macam komplikasi diabetes,
termasuk nefropati, stroke, serangan iskemik transien, angina, infark miokard,
dan gagal jantung (Lu dan Wu, 2004 ; Proctor et al., 2005). Federasi Diabetes
Internasional merekomendasikan bahwa perawatan primer untuk diabetes
setiap tahunnya harus mencakup tentang gejala penyakit gusi (misalnya,
pendarahan saat menyikat gigi, bengkak atau gusi kemerahan) dan evaluasi
berkala mendorong pengobatan oleh kesehatan gigi professional (Aliko et al.,
2010). Temuan klinis pada kepala dan leher mungkin termasuk candidiasis,
sialadenosis (pembesaran noninflamasi bilateral kelenjar parotis), atrofi papila
lidah generalisasi, disfungsi rasa, disfungsi saliva, sindrom mulut terbakar,
dan terhambatnya penyembuhan luka (Amanat dan Zahedani, 2013).

2. Penyakit Addison

Penyakit Addison: Penyakit ini disebabkan oleh autoantibodi terhadap


korteks adrenal, menyebabkan kegagalan kortisol dan aldosteron sekresi. Pada
lebih dari 75% pasien, dapat ditemukan hiperpigmentasi dari mukosa mulut
terutama gusi. 4 Tetapi manifestasi ini tidak spesifik dan kondisi lainnya
seperti pigmentasi fisiologis, pigmentasi disebabkan obat atau tembakau,
neurofibromatosis type1, sindrom McCune-Albright dan sindrom PeutzJeghers juga dapat disertai dengan pigmentasi oral (Health USDo, 2000).

C. PENYAKIT HIPERSENSITIFITAS
Eritema multiformis (EM), sindrom Stevens-Johnson (SJS) dan toxic
epidermal necrolysis (TEN): EM adalah reaksi akut yang bersifat self-limiting,
hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit dan permukaan mukosa. Prevalensi

lesi oral berkisar 23-70% pasien dengan EM berulang. Bibir merupakan lokasi
yang paling sering terkena. Lesi patognomonik pada EM adalah lesi
serosanguinus pada bibir, yang membuat bibir bengkak dan berlumuran darah.
Ulserasi luas mempengaruhi mukosa mulut. mukosa bukal, lidah, dan mukosa
labial adalah lokasi intra oral yang paling sering terkena. Lesi ini diobati
gejalanya. Obat antivirus membantu mengurangi kekambuhan pada EM terkait
dengan herpes simpleks infections (Greenberg et al., 2008 dan kohli et al., 2011)
TEN / SJS juga merupakan reaksi hipersensitivitas yang lebih parah dari EM.
Selalu ada keterlibatan kulit pada TEN / SJS. Ulkus oral yang luas dan krusta
hemoragik pada bibir adalah lesi oral khas TEN / SJS. dosis tinggi Kortikosteroid
sistemik digunakan untuk kondisi sistemik, serta regresi ulkus oral(Greenberg et
al., 2008 dan kohli et al., 2011).
D. HIV / AIDS
AIDS atau "Acquired Immunodeficiency Syndrome" disebabkan oleh human
immunodeficiency virus (HIV). Secara singkat, manifestasi oral AIDS adalah
kandidiasis atau thrush (94%), infeksi virus (23%) seperti herpes simpleks, herpes
zoster, cytomegalovirus, "hairy leukoplakia" (plak putih di perbatasan lateral lidah
yang tidak bisa dihapuskan ) yang disebabkan oleh virus Epstein-Barr (14%),
Penyakit periodontal dan necrotizing gingivostomatitis (16%), neoplasma seperti,
sarcoma Kaposi, limfoma (12%), aphthae (12%) dan pembengkakan kelenjar
ludah dan xerostomia (2,4 %) (Chi et al., 2010; Pedersen dan Jensen, 2010; Plot et
al., 1984; Leggott et al., 1987).

E. PENYAKIT GINJAL
Penyakit ginjal kronis: gagal ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi
ginjal karena penurunan laju infiltrasi glomerulus. Obat-obat yang digunakan
untuk pengobatan gangguan ini (siklosporin, calcium channel blockers) dapat
menginduksi pembesaran gingiva. manifestasi oral lainnya yang dapat dilihat
pada 90% dari pasien yang rasa tidak enak dan bau tak sedap, xerostomia,
periodontitis, uremik stomatitis, infeksi mulut, erupsi tertunda gigi pada anakanak dan lesi tulang yang berhubungan dengan cacat metabolisme kalsium dan
hiperparatiroidisme sekunder (Proctor et al., 2005).
Stomatitis Uremia cukup jarang, hanya sering ditemui pada gagal ginjal
kronik yang tidak terdiagnosis atau tidak terobati. Kerak atau plak yang nyeri
sebagian besar terdistribusi di mukosa bukal, dasar atau dorsal lidah, dan pada
dasar rongga mulut. Angka insidensinya telah menurun seiring dengan
tersedianya peralatan dialysis di banyak rumah sakit. Mekanisme yang diterima
yang melatarbelakangi timbulnya uremik stomatitis yaitu luka pada mukosa dan
iritasi kimia akibat senyawa amonia yang terbentuk dari hidrolisis urea oleh
urease saliva. Hal ini terjadi bila konsentrasi urea intraoral melebihi 30 mmol/L
(27)

. Diatesis hemoragik yang berasal dari inhibisi agregasi platelet dapat juga

berperan dalam terjadinya hemoragik lokal, yang menyebabkan turunnya

viabilitas dan vitalitas jaringan yang terkena, yang akhirnya menyebabkan infeksi
bakteri.
Ada 2 jenis uremik stomatitis

(27)

, pada tipe I, terdapat eritema lokal atau

general di mukosa mulut, dan eksudat pseudomembran tebal abu-abu yang tidak
berdarah/ulserasi bila diambil. Gejala lain dapat berupa nyeri, rasa terbakar,
xerostomia, halitosis, perdarahan gingiva, dysgeusia, atau infeksi candida. Pada
tipe II, dapat terjadi ulserasi bila pseudomembran tersebut diambil. Tipe ini dapat
mengindikasikan bentuk stomatitis yang lebih parah, infeksi sekunder, anemia
atau gangguan hematologik sistemik yang mendasari ayn disebabkan oleh gagal
ginjal. Secara histologik, kedua tipe uremik stomatitis tersebut menunjukkan
proses inflamtorik yang berat, dengan infiltrasi berat lekosit pmn dan nekrosis
mukosa mulut. Kolonisasi bakteri yan sering ditemukan adalah Fusobacterium,
spirochaeta, atau candida.

F. PENYAKIT RHEUMATOLOGI
1. Sjogrens syndrome (SS)
Pasien Sjogrens syndrome (SS) sering mengalami xerostomia dan
pembengkakan kelenjar parotis (Lilly dan Fotos, 1996). SS sering
dihubungkan dengan arthritis reumatoid. Pada suatu penelitian (Daniel, 1996),
88% pasien dengan SS mengalami abnormalitas aliran ludah pada
submandibular/sublingual, dan 55% mengalami abnormalitas aliran kelenjar
parotis. Pembengkakan kelenjar parotis atau kelenjar submandibular
ditemukan pada 35% pasien SS. Xerostomia dapat dihubungkan dengan
10

fissure tongue, depapilasi dan kemerahan yang terdapat pada lidah, cheilitis,
dan candidiasi.
Fungsi menelan dan bicara menjadi sulit karena adanya xerostomia
persisten. Parotitis bakterial yang biasanya disertai demam dan discharge
purulen dari kelenjar juga dapat terjadi. Hal tersebut meningkatkan karies
gigi, terutama pada servik gigi (Atkinson dan Fox, 1993). Penting untuk
mengenal SS dengan cepat dan merujuk ke dokter gigi karena karies gigi
dapat berkembang cepat. Diagnosa sering dipastikan dengan biopsi glandula
salivarius labialis minor. Secara histologik, terdapat infiltrat limfosit
periduktal.
2. Scleroderma (Sclerosis sistemik progresif)
Scleroderma merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya
sklerosis difus dari kulit, saluran gastrointestinal, otot jantung, paru-paru dan
ginjal. Bibir pasien scleroderma tampak berkerut karena konstriksi mulut,
menyebabkan kesulitan membuka mulut. Fungsi stomatognatik termasuk
mulut dan rahang juga mengalami kesulitan. Fibrosis esophageal menyebakan
hipotensi sphincter esophageal bawah dan gastroesophageal reflux, terjadi
pada 75% pasien scleroderma (Rose dan Kaye, 1990). Disfagia dan rasa
terbakar termasuk gejalanya. Mukosa mulut tampak pucat dan kaku.
Telangietacsias multiple dapat terjadi. Lidah dapat kehilangan mobilitasnya
dan menjadi halus seperti rugae palatal yang menjadi datar. Fungsi glandula
saliva dapat menurun walaupun tidak separah Sjogrens syndrome. Ligamen
periodontal sering tampak menebal pada gambaran radiografik.
3. Rheumatoid Arthritis (RA)
RA adalah penyakit peradangan kronis pada sendi sinovial, yang
kadang-kadang bisa disertai dengan manifestasi extraarticular. Sindrom
Sjogren sekunder dapat dilihat pada hingga 50% kasus. 18,31 Gejala sendi
temporomandibular jarang terjadi, tetapi terlihat adanya perubahan radiologi
seperti erosi kondilus (Bain et al., 2009).
G. PENYAKIT GASTROINTESTINAL
11

1. Penyakit Crohn
Penyakit Crohn adalah suatu penyakit idiopatik yang dapat melibatkan
seluruh saluran pencernaan dengan peradangan transmural, granuloma non
kaseosa, dan fisura. Penyakit ini paling sering terjadi di negara-negara Barat
dan sedikit lebih dominan di kalangan pria kulit putih. Puncak kejadian adalah
di dekade kedua dan ketiga kehidupan, dengan puncak kedua terjadi pada
dekade keenam dan ketujuh. Gejala penyakit Crohn termasuk serangan
intermiten diare, sembelit, sakit perut, dan demam. Pasien bisa mengalami
malabsorpsi dan malnutrisi . Celah atau fistula dapat terjadi pada penderita
yang sakit kronis (Casiglia et al., 2013).
Keterlibatan intraoral pada penyakit Crohn terjadi pada 8-29% pasien
dan dapat terjadi sebelum keterlibatan usus. Dengan keterlibatan mulut,
kemungkinan manifestasi ekstraintestinal lebih besar. Manifestasi oral
penting dalam diagnosis dan biasanya seiring dengan perjalanan penyakit
pada usus (Lourenco et al., 2010). Namun, manifestasi oral pada follow-up
setelah penyakit ini terkontrol mungkin tidak menjadi penanda berulangnya
penyakit usus (Hussey et al, 2011). Manifestasi ekstraintestinal juga sering
ditemukan pada pasien dengan penyakit Crohn, dan dapat bermanifestasi
secara sistemik sebagai arthritis, jari-jari tabuh, sacroiliitis, dan eritema
nodosum.
Gejala Orofacial penyakit Crohn termasuk (1) pembengkakan difus
pada labial , gingival, atau mukosal ; (2) pembengkakan difus pada
cobblestoning pada mukosa buccal dan gingival; (3) pembengkakan difus
pada ulkus aphtosa; (4) pembengkakan difus pada mukosal; dan (5)
pembengkakan difus pada cheilitis angular. granuloma non kaseosa adalah
karakteristik dari penyakit Crohn orofacial. Granuloma oral dapat terjadi
tanpa karakteristik keterlibatan pencernaan

(granulomatoses orofacial).

Namun, istilah granulomatosa orofasial mencakup berbagai gangguan lainnya,


termasuk

sarkoidosis,

sindrom

Melkersson-Rosenthal,

dan,

jarang,

tuberkulosis. Apakah pasien dengan granulomatoses orofasial selanjutnya


12

akan mengalami manifestasi usus penyakit Crohn masih belum pasti, tapi
terdapat kesamaan histologis yang jelas antara lesi oral dan lesi usus (Casiglia
et al., 2013).
Pembengkakan labial adalah keluhan kosmetik yang paling sering,
tetapi dapat menjadi manifestasi yang menyakitkan dari penyakit. Keterlibatan
gingiva dan mukosa dapat menyebabkan kesulitan saat makan. Pola
pembengkakan, peradangan, bisul, dan fisura ini mirip dengan lesi terjadi di
saluran usus. Peradangan akut dan kronis, yang limfositik dan infiltrat sel
raksasa (giant cell) perivaskular, dan folikel limfoid merupakan temuan
histologis yang paling umum pada penyakit Crohn oral dan gastrointestinal.
Sampel biopsi menunjukkan gambaran granuloma non kaseosa pada sejumlah
kasus. Peningkatan karies gigi dan kekurangan gizi mungkin terkait dengan
penurunan produksi air liur dan malabsorpsi dalam saluran usus (Casiglia et
al., 2013).
Temuan oral seperti dijelaskan di atas mengindikasikan perlunya
evaluasi sistemik yang komprehensif untuk penyakit Crohn usus, termasuk
rujukan untuk kolonoskopi dan biopsi yang berkaitan dengan histopatologi.
keterlibatan rongga mulut dapat mendahului manifestasi dan gejala sistemik.
Jika pada pasien dengan gejala oral namun evaluasi gastrointestinal ditemukan
negatif, maka perlu dilakukan pemeriksaan ulang. Keparahan lesi oral
mungkin bertepatan dengan tingkat keparahan penyakit sistemik, dan dapat
digunakan sebagai penanda gangguan fungsi usus (Halme et al, 1993).

13

2. Kolitis Ulserativa
Kolitis ulserativa adalah kondisi peradangan dengan beberapa
kemiripan dengan penyakit Crohn. Namun, penyakit ini hanya terbatas pada
kolon dan hanya pada mukosa dan submukosa, jarang pada muskularis. Lesi
pada kolon terdiri dari daerah perdarahan dan Ulserasi dengan abses. Lesi
serupa dapat bermanifestasi dalam rongga mulut sebagai Ulserasi aphtosa atau
ulkus hemoragik superficial. Kolitis ulserativa ditandai dengan periode
eksaserbasi dan remisi, dan, umumnya, lesi oral bertepatan dengan
eksaserbasi dari penyakit kolon. Ulserasi serupa mungkin timbul pada pantat,
perut, paha, dan wajah (Handlers et al., 1999). Borok Aphthous atau stomatitis
angularis terjadi pada sebanyak 5-10% pasien.
3. Gastroesofageal Refluks
Penyakit Gastroesophageal reflux (Gastroesophageal reflux disease /
GERD)

adalah suatu kondisi yang umum terjadi di Amerika Serikat.

Regurgitasi isi lambung (pH 1-2) menurunkan pH rongga mulut di bawah 5,5;
pH asam ini akan mengakibatkan larutnya enamel. pH telah diketahui secara
signifikan lebih rendah pada individu dengan GERD (Aframian, 2010). Hal
ini paling sering terlihat pada permukaan palatal dari gigi rahang atas. Erosi
enamel mengekspos dentin yang mendasari, yang mana materailnya lebih
lembut, lebih kuning. Luasnya erosi tergantung pada frekuensi dan kuantitas
paparan dan durasi penyakit. Dentin yang baru terpapar masih halus dan

14

mengkilap, sedangkan dentin yang terpapar berulang kali dapat ternoda.


Dentin yang terpapar sering sensitif terhadap perubahan suhu dapat timbul
karies yang jauh lebih cepat, yang diakibatkan oleh kandungan mineral yang
lebih rendah.
Erosi berbeda dengan karies gigi dalam hal bahwa erosi bersifat keras,
pudar-area di mana enamel telah larut dan dentin yang mendasari terkena. Di
sisi lain, karies bersifat halus, dentin berubah warna dan berasal dari
pemecahan bakteri gula menjadi asam, yang demineralisasi permukaan gigi
(Schroeder, 1995). Prevalensi karies tidak meningkat pada penderita
Gastroesophageal reflux disease / GERD, mungkin karena lingkungan asam
dapat mengganggu pembentukan biofilm gigi. Perawatan gigi yang baik dan
kontrol asam membantu menurunkan prevalensi erosi. Namun, setelah erosi
terjadi, maka tidak dapat diubah dan hanya dapat diobati dengan prosedur
restoratif bedah. Oleh karena itu, pengenalan dini dan pendidikan pasien
adalah pengobatan yang paling efektif.

4. Penyakit Hati Kronis


Penyakit hati kronis berdampak penyakit hati terhadap banyak sistem tubuh,
salah satunya adalah jalur koagulasi. Hati mensintesis banyak faktor

15

pembekuan yang diperlukan untuk hemostasis. Selain itu, vitamin K, vitamin


yang larut dalam lemak, membutuhkan fungsi hati yang baik untuk agar
mampu diserap dari usus. Pada pasien dengan penyakit hati,

gangguan

hemostasis dapat terlihat dalam mulut sebagai petekie atau perdarahan


gingival berlebihan pada trauma minor. Hal ini sangat sugestif jika terjadi
tanpa adanya peradangan. Oleh karena itu, perawatan khusus harus diambil
dalam setiap jenis operasi oral atau perdarahan berat dapat terjadi sebagai
akibat dari kurangnya faktor pembekuan.
Satu-satunya manifestasi dari penyakit hati lanjut yang tampak di
mukosa mulut adalah ikterik, yang merupakan pigmentasi kuning yang
dihasilkan dari pengendapan bilirubin di dalam submukosa. Ikterik dapat
terjadi karena gangguan dalam metabolisme, produksi, atau sekresi bilirubin.
Kerusakan hepatoseluler mempengaruhi sekresi, membatasi metabolisme
bilirubin, sehingga bilirubin terkonjugasi bocor keluar dari sel dan masuk ke
dalam aliran darah. Senyawa yang larut dalam air ini secara longgar terikat
dengan albumin, dan disimpan dalam lapisan mukosa di seluruh tubuh. Ketika
ikterik disebabkan penyakit hati kronis, warna kuning mencerminkan
hubungan langsung dengan fungsi hati. Ikterik bermanifestasi pada tingkat
bilirubin serum lebih besar dari 2,5-3 mg / dL atau 2-3 kali nilai dasar. Karena
lebih tipis, mukosa pada palatum molle dan di daerah sublingual sering
pertama kali muncul kekuningan. Seiring waktu, perubahan kuning bisa
terlihat di mukosal manapun.
Karena tingkat progresifitas yang tinggi menjadi hepatitis kronis
(50%) dan sirosis, hepatitis C merupakan penyebab infeksi utama penyakit
hati kronis di seluruh dunia. Hubungan antara hepatitis C dan lichen planus
oral masih kontroversial. Hubungan ini cenderung lebih besar di Eropa dan
Asia daripada di Amerika Serikat, di mana belum ada korelasi signifikan yang
telah diketahui. Hubungan antara 2 kondisi ini adalah lemah dan tidak cukup

16

untuk menjamin skrining untuk infeksi hepatitis C pada semua pasien dengan
lichen planus (Casiglia et al., 2013).

17

DAFTAR PUSTAKA

1.

Adeyemo TA, Adeyemo WL, Adediran A, Akinbami AA, Akanmu


AS. Orofacial manifestations of hematological disorders: Anemia
and hemostatic disorders. Indian Journal of Dental Research.

2.

2011;22(3):454.
Aframian DJ, Ofir M, Benoliel R. Comparison of oral mucosal pH
values in bulimia nervosa, GERD, BMS patients and healthy

3.

population. Oral Dis. 2010 Nov. 16(8):807-11. [Medline].


Aliko A, Ciancaglini R, Alushi A, Tafaj A. Sicca symptoms, and
lacrimal and salivary flow in Albanian patients with rheumatoid

4.

arthritis. Journal of oral pathology & medicine. 2010;39(8):651-6.


Atkinson JC, Fox PC. Sjogren's syndrome: Oral and dental

5.

considerations. J Am Dent Assoc 1993; 124:74-86.


Bain S, Hamburger J, Scully C. Common Medical Conditions: A

6.

Guide for the Dental Team: Wiley. com; 2009.


Blomgren J, Back H. Oral hairy leukoplakia in a patient with
multiple myeloma. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol

7.

Endod 1996; 82:408-410.


Cavill I, Auerbach M, Bailie GR, Barrett-Lee P, Beguin Y,
Kaltwasser P, et al. Iron and the anaemia of chronic disease: a
review and strategic recommendations. Current Medical Research

8.

and Opinion. 2006;22(4):731


Chi AC, Neville BW, Krayer JW, Gonsalves WC. Oral
Manifestations

of

Systemic

Disease. Am

Fam

Physician.

9.

2010;82(11):1381-1388.
Daniels TE. Sjogren's syndrome: Clinical spectrum and current

10.

diagnostic controversies. Adv Dent Res l996; 10:3-8.


Darr L, Vergnes JN, Gourdy P, Sixou M. Efficacy of periodontal
treatment on glycaemic control in diabetic patients: A meta-analysis

18

of interventional studies. Diabetes & metabolism. 2008;34(5):49711.

506.
Franch AM, Esteve CG, Prez MGS. Oral manifestations and dental
management of patient with leukocyte alterations. inflammation.

12.

2011;J Clin Exp Dent(1):e53-259.


Greenberg MS, Glick M. Burkets oral medicine: BC Decker

13.

Ontario; 2008.
Health USDo, Human S. Oral health in America: A report of the
Surgeon General. US Department of Health and Human Services,
National Institutes of Health, National Institute of Dental and

14.

Craniofacial Research Rockville, MD; 2000.


Hussey S, Fleming P, Rowland M, Harty S, Chan L, Broderick A.
Disease outcome for children who present with oral manifestations
of Crohn's disease. Eur Arch Paediatr Dent. 2011 Jun. 12(3):167-9.

15.

[Medline].
Handlers JP. Oral manifestations of gastrointestinal disease. J Calif

16.

Dent Assoc. 1999 Apr. 27(4):311-7. [Medline].


Lee S, Huang J, Chan C. Gingival mass as the primary
manifestation of multiple myeloma: Report of two cases. Oral Surg

17.

Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 1996; 82:75-79.


Lilly JP, Fotos PG. Sjogren's syndrome: Diagnosis and management

18.

of oral complications. Gen Dent l996; 44:404-408.


Loureno SV, Hussein TP, Bologna SB, Sipahi AM, Nico MM. Oral
manifestations of inflammatory bowel disease: a review based on
the observation of six cases. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2010

19.

Feb. 24(2):204-7. [Medline].


Kelleher M, Bishop K, Briggs P. Oral complications associated with
sickle cell anemia: A review and case report. Oral Surg Oral Med

20.

Oral Pathol Oral Radiol Endod 1996; 82:225-228.


Kohli PS, Kaur J. Erythema Multiforme-Oral Variant: Case Report
and Review of Literature. Indian Journal of Otolaryngology and
Head & Neck Surgery. 2011;63(1):9-12.
19

21.

Leggott PJ, Robertson PB, Greenspan D, Wara DW, Greenspan JS.


Oral manifestations of primary and acquired immunodeficiency

22.

diseases in children. Pediatr Dent. 1987;9(2):98-104.


Lu S-Y, Wu H-C. Initial diagnosis of anemia from sore mouth and
improved classification of anemias by MCV and RDW in 30
patients. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral

23.

Radiology, and Endodontology. 2004;98(6):679-85.


Mealey BL. Periodontal disease and diabetes A twoway street. The
Journal of the American Dental Association. 2006;137(suppl

24.

2):26S-31S.
Pedersen AM, Jensen SB. Oral manifestations in systemic diseases.

25.

Ugeskrift for laeger. 2010;172(44):3033.


Piot P, Taelman H, Bila Minlangu K, Mbendi N, Ndangi K,
Kalambayi K, et al. Acquired immunodeficiency syndrome in a
heterosexual population in Zaire. The Lancet. 1984;324(8394):65-

26.

9.
Proctor R, Kumar N, Stein A, Moles D, Porter S. Oral and dental
aspects of chronic renal failure. Journal of dental research.

27.

2005;84(3):199-208.
Reinish EI, Raviv M, Srolovitz H, Gornitsky M. Tongue, primary
amyloidosis, and multiple myeloma. Oral Surg Oral Med Oral

28.

Pathol 1994; 77:121-125.


Rose LF, Kaye D. Internal medicine for dentistry. 3rd ed. St. Louis

29.

(MO): Mosby Yearbook; 1990. pp. 878-879


Singhal S, Dian D, Keshavarzian A, Fogg L, Fields JZ, Farhadi A.
The role of oral hygiene in inflammatory bowel disease. Digestive

30.

diseases and sciences. 2011;56(1):170-5.


Schroeder PL, Filler SJ, Ramirez B, Lazarchik DA, Vaezi MF,
Richter JE. Dental erosion and acid reflux disease. Ann Intern Med.
1995 Jun 1. 122(11):809-15. [Medline].

20

31.

Teeuw WJ, Gerdes VEA, Loos BG. Effect of Periodontal Treatment


on Glycemic Control of Diabetic Patients A systematic review and

32.

meta-analysis. Diabetes care. 2010;33(2):421-7.


Witt C, Borges AC, Klein K, Neumann H. Radiographic
manifestations of multiple myeloma in the mandible: A
retrospective study of 77 patients. J Oral Maxillofac Surg 1997;

33.

55:450-453.
Zegarelli DJ. Fungal infections of the oral cavity. Otolaryngol Clin
North Am 1993; 26:1069-1089.

21

Anda mungkin juga menyukai