Disusun Oleh:
Arifa Martha Santoso
G99142010
Periode 18 Juli-30 Juli 2016
Pembimbing:
drg. Christianie, Sp. Perio.
PENDAHULUAN
Rongga mulut merupakan anatomis lokasi penting yang berperan banyak
proses fisiologis penting, seperti pencernaan, pernapasan dan berbicara. Rongga
mulut dapat berpotensi untuk mencerminkan kondisi internal tubuh manusia (Singhal
et al., 2011). Pemeriksaan yang cermat pada rongga mulut bisa menunjukkan temuan
mengindikasikan kondisi sistemik yang mendasari, serta memungkinkan diagnosis
dini dan pengobatan. Pemeriksaan harus mencakup evaluasi perubahan mukosa,
radang periodontal dan perdarahan, dan kondisi umum gigi (Chi et al., 2010).
A. PENYAKIT HEMATOLOGI
1. Anemia
Anemia atau penurunan
konsentrasi
hemoglobin
disebabkan
kandidiasis oral dan cheilitis angularis (58%) juga dapat ditemukan (Adeyemo
et al., 2011 dan Lu et al., 2004). Pada kasus anemia defisiensi besi yang parah
atau sindrom Plummer-Vinson, dapat terjadi komplikasi berupa disfagia dan
kadang-kadang lesi hiperkeratosis mukosa mulut. Ulkus aphtosa berulang
sebagian besar terlihat pada defisiensi vitamin B12 dan folat. 7,28 Lesi oral
pada anemia aplastik yang umum adalah perdarahan pada beberapa daerah
orofasial dapat menjadi tanda-tanda klinis pertama dari penyakit. Sering juga
ditemukan infeksi jamur dan virus (Adeyemo et al. 2011).
2. Thalasemia
Thalassemia adalah kelompok anemia hemolitik herediter. Manifestasi
orofasial yang paling umum adalah pembesaran rahang atas, menonjol
tengkorak dan eminensia molar menonjol (wajah tupai). Hal ini biasanya
mengakibatkan peningkatan ruang antara maksila dan anterior mandibula
dalam dimensi horizontal) dan membuat adanya jarak antar gigi rahang atas
(Singhal et al., 2011).
3. Leukimia
keganasan ini adalah hasil proliferasi klon sel hematopoietik normal
(Franch et al., 2011). Pembengkakan, pendarahan dan ulserasi gingiva dapat
dideteksi pada 30% pasien dengan leukemia mieloblastik akut, tetapi kurang
sering dalam leukemia kronis. Perdarahan terus-menerus setelah ekstraksi,
purpura mukosal, mukosa pucat, infeksi jamur dan virus, ulkus oral, dan
limfadenopati juga dapat dilihat (Bain et al., 2009). Hiperplasia gingiva
karena infiltrasi papilla interdental oleh sel-sel leukemia (Franch et al., 2011).
Terapi Kanker dapat mengakibatkan adanya ulkus oral dan mucositis (Bain et
al., 2009). Infeksi bakterial rongga mulut, yang dapat menjadi sumber
septisemia, merupakan hal yang sering dan harus segera dideteksi dan diobati
secara agresif. Pengobatan leukimia dengan agen kemoterapi dapat
mengakibatkan reaktivasi Herpes Simplex Virus (HSV) yang dapat
mengakibatkan terjadinya mukositis. Namun mukositis akibat kemoterapi
dapat terjadi tanpa reaktivasi HSV, karena penipisan permukaan mukosa
dan/atau supresi sumsum tulang yang mengakibatkan invasi organisme
oportunistik pada mukosa.
B. PENYAKIT ENDOKRIN
1. Diabetes Mellitus
Pada diabetes yang kurang terkontrol, gingivitis dan periodontitis
parah sangat umum terjadi. Kondisi inflamasi tersebut memiliki hubungan dua
arah dengan diabetes. Hilangnya perlekatan yang lebih besar (periodontitis)
terlihat pada individu glikemia kurang terkontrol. Penelitian juga telah
menunjukkan bahwa mengobati penyakit periodontal dapat meningkatkan
kontrol glikemik pasien diabetes. (Mealey et al., 2006; Teeuw et al., 2010;
Darre et al., 2008). Infeksi orofasial yang lebih jauh lebih ganas yang umum
terjadi seperti: kandidiasis dalam bentuk cheilitis angularis (celah yang
menyakitkan di sudut-sudut bibir), xerostomia disebabkan oleh dehidrasi,
sialosis (pembengkakan kelenjar ludah yang biasanya bilateral dan tanpa rasa
sakit), lichen planus (mungkin berhubungan dengan obat yang digunakan) dan
sindrom burning mouth. Chi et al., 2010 dan Bain et al., 2009) Keterlambatan
penyembuhan luka, atrofi papila lidah generalisata dan disfungsi rasa juga
terjadi pada pasien dengan kontrol glikemik yang buruk (Chi et al., 2010).
Lebih lanjut, penyakit periodontal yang parah mungkin menjadi
prediktor kuat untuk terjadinya berbagai macam komplikasi diabetes,
termasuk nefropati, stroke, serangan iskemik transien, angina, infark miokard,
dan gagal jantung (Lu dan Wu, 2004 ; Proctor et al., 2005). Federasi Diabetes
Internasional merekomendasikan bahwa perawatan primer untuk diabetes
setiap tahunnya harus mencakup tentang gejala penyakit gusi (misalnya,
pendarahan saat menyikat gigi, bengkak atau gusi kemerahan) dan evaluasi
berkala mendorong pengobatan oleh kesehatan gigi professional (Aliko et al.,
2010). Temuan klinis pada kepala dan leher mungkin termasuk candidiasis,
sialadenosis (pembesaran noninflamasi bilateral kelenjar parotis), atrofi papila
lidah generalisasi, disfungsi rasa, disfungsi saliva, sindrom mulut terbakar,
dan terhambatnya penyembuhan luka (Amanat dan Zahedani, 2013).
2. Penyakit Addison
C. PENYAKIT HIPERSENSITIFITAS
Eritema multiformis (EM), sindrom Stevens-Johnson (SJS) dan toxic
epidermal necrolysis (TEN): EM adalah reaksi akut yang bersifat self-limiting,
hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit dan permukaan mukosa. Prevalensi
lesi oral berkisar 23-70% pasien dengan EM berulang. Bibir merupakan lokasi
yang paling sering terkena. Lesi patognomonik pada EM adalah lesi
serosanguinus pada bibir, yang membuat bibir bengkak dan berlumuran darah.
Ulserasi luas mempengaruhi mukosa mulut. mukosa bukal, lidah, dan mukosa
labial adalah lokasi intra oral yang paling sering terkena. Lesi ini diobati
gejalanya. Obat antivirus membantu mengurangi kekambuhan pada EM terkait
dengan herpes simpleks infections (Greenberg et al., 2008 dan kohli et al., 2011)
TEN / SJS juga merupakan reaksi hipersensitivitas yang lebih parah dari EM.
Selalu ada keterlibatan kulit pada TEN / SJS. Ulkus oral yang luas dan krusta
hemoragik pada bibir adalah lesi oral khas TEN / SJS. dosis tinggi Kortikosteroid
sistemik digunakan untuk kondisi sistemik, serta regresi ulkus oral(Greenberg et
al., 2008 dan kohli et al., 2011).
D. HIV / AIDS
AIDS atau "Acquired Immunodeficiency Syndrome" disebabkan oleh human
immunodeficiency virus (HIV). Secara singkat, manifestasi oral AIDS adalah
kandidiasis atau thrush (94%), infeksi virus (23%) seperti herpes simpleks, herpes
zoster, cytomegalovirus, "hairy leukoplakia" (plak putih di perbatasan lateral lidah
yang tidak bisa dihapuskan ) yang disebabkan oleh virus Epstein-Barr (14%),
Penyakit periodontal dan necrotizing gingivostomatitis (16%), neoplasma seperti,
sarcoma Kaposi, limfoma (12%), aphthae (12%) dan pembengkakan kelenjar
ludah dan xerostomia (2,4 %) (Chi et al., 2010; Pedersen dan Jensen, 2010; Plot et
al., 1984; Leggott et al., 1987).
E. PENYAKIT GINJAL
Penyakit ginjal kronis: gagal ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi
ginjal karena penurunan laju infiltrasi glomerulus. Obat-obat yang digunakan
untuk pengobatan gangguan ini (siklosporin, calcium channel blockers) dapat
menginduksi pembesaran gingiva. manifestasi oral lainnya yang dapat dilihat
pada 90% dari pasien yang rasa tidak enak dan bau tak sedap, xerostomia,
periodontitis, uremik stomatitis, infeksi mulut, erupsi tertunda gigi pada anakanak dan lesi tulang yang berhubungan dengan cacat metabolisme kalsium dan
hiperparatiroidisme sekunder (Proctor et al., 2005).
Stomatitis Uremia cukup jarang, hanya sering ditemui pada gagal ginjal
kronik yang tidak terdiagnosis atau tidak terobati. Kerak atau plak yang nyeri
sebagian besar terdistribusi di mukosa bukal, dasar atau dorsal lidah, dan pada
dasar rongga mulut. Angka insidensinya telah menurun seiring dengan
tersedianya peralatan dialysis di banyak rumah sakit. Mekanisme yang diterima
yang melatarbelakangi timbulnya uremik stomatitis yaitu luka pada mukosa dan
iritasi kimia akibat senyawa amonia yang terbentuk dari hidrolisis urea oleh
urease saliva. Hal ini terjadi bila konsentrasi urea intraoral melebihi 30 mmol/L
(27)
. Diatesis hemoragik yang berasal dari inhibisi agregasi platelet dapat juga
viabilitas dan vitalitas jaringan yang terkena, yang akhirnya menyebabkan infeksi
bakteri.
Ada 2 jenis uremik stomatitis
(27)
general di mukosa mulut, dan eksudat pseudomembran tebal abu-abu yang tidak
berdarah/ulserasi bila diambil. Gejala lain dapat berupa nyeri, rasa terbakar,
xerostomia, halitosis, perdarahan gingiva, dysgeusia, atau infeksi candida. Pada
tipe II, dapat terjadi ulserasi bila pseudomembran tersebut diambil. Tipe ini dapat
mengindikasikan bentuk stomatitis yang lebih parah, infeksi sekunder, anemia
atau gangguan hematologik sistemik yang mendasari ayn disebabkan oleh gagal
ginjal. Secara histologik, kedua tipe uremik stomatitis tersebut menunjukkan
proses inflamtorik yang berat, dengan infiltrasi berat lekosit pmn dan nekrosis
mukosa mulut. Kolonisasi bakteri yan sering ditemukan adalah Fusobacterium,
spirochaeta, atau candida.
F. PENYAKIT RHEUMATOLOGI
1. Sjogrens syndrome (SS)
Pasien Sjogrens syndrome (SS) sering mengalami xerostomia dan
pembengkakan kelenjar parotis (Lilly dan Fotos, 1996). SS sering
dihubungkan dengan arthritis reumatoid. Pada suatu penelitian (Daniel, 1996),
88% pasien dengan SS mengalami abnormalitas aliran ludah pada
submandibular/sublingual, dan 55% mengalami abnormalitas aliran kelenjar
parotis. Pembengkakan kelenjar parotis atau kelenjar submandibular
ditemukan pada 35% pasien SS. Xerostomia dapat dihubungkan dengan
10
fissure tongue, depapilasi dan kemerahan yang terdapat pada lidah, cheilitis,
dan candidiasi.
Fungsi menelan dan bicara menjadi sulit karena adanya xerostomia
persisten. Parotitis bakterial yang biasanya disertai demam dan discharge
purulen dari kelenjar juga dapat terjadi. Hal tersebut meningkatkan karies
gigi, terutama pada servik gigi (Atkinson dan Fox, 1993). Penting untuk
mengenal SS dengan cepat dan merujuk ke dokter gigi karena karies gigi
dapat berkembang cepat. Diagnosa sering dipastikan dengan biopsi glandula
salivarius labialis minor. Secara histologik, terdapat infiltrat limfosit
periduktal.
2. Scleroderma (Sclerosis sistemik progresif)
Scleroderma merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya
sklerosis difus dari kulit, saluran gastrointestinal, otot jantung, paru-paru dan
ginjal. Bibir pasien scleroderma tampak berkerut karena konstriksi mulut,
menyebabkan kesulitan membuka mulut. Fungsi stomatognatik termasuk
mulut dan rahang juga mengalami kesulitan. Fibrosis esophageal menyebakan
hipotensi sphincter esophageal bawah dan gastroesophageal reflux, terjadi
pada 75% pasien scleroderma (Rose dan Kaye, 1990). Disfagia dan rasa
terbakar termasuk gejalanya. Mukosa mulut tampak pucat dan kaku.
Telangietacsias multiple dapat terjadi. Lidah dapat kehilangan mobilitasnya
dan menjadi halus seperti rugae palatal yang menjadi datar. Fungsi glandula
saliva dapat menurun walaupun tidak separah Sjogrens syndrome. Ligamen
periodontal sering tampak menebal pada gambaran radiografik.
3. Rheumatoid Arthritis (RA)
RA adalah penyakit peradangan kronis pada sendi sinovial, yang
kadang-kadang bisa disertai dengan manifestasi extraarticular. Sindrom
Sjogren sekunder dapat dilihat pada hingga 50% kasus. 18,31 Gejala sendi
temporomandibular jarang terjadi, tetapi terlihat adanya perubahan radiologi
seperti erosi kondilus (Bain et al., 2009).
G. PENYAKIT GASTROINTESTINAL
11
1. Penyakit Crohn
Penyakit Crohn adalah suatu penyakit idiopatik yang dapat melibatkan
seluruh saluran pencernaan dengan peradangan transmural, granuloma non
kaseosa, dan fisura. Penyakit ini paling sering terjadi di negara-negara Barat
dan sedikit lebih dominan di kalangan pria kulit putih. Puncak kejadian adalah
di dekade kedua dan ketiga kehidupan, dengan puncak kedua terjadi pada
dekade keenam dan ketujuh. Gejala penyakit Crohn termasuk serangan
intermiten diare, sembelit, sakit perut, dan demam. Pasien bisa mengalami
malabsorpsi dan malnutrisi . Celah atau fistula dapat terjadi pada penderita
yang sakit kronis (Casiglia et al., 2013).
Keterlibatan intraoral pada penyakit Crohn terjadi pada 8-29% pasien
dan dapat terjadi sebelum keterlibatan usus. Dengan keterlibatan mulut,
kemungkinan manifestasi ekstraintestinal lebih besar. Manifestasi oral
penting dalam diagnosis dan biasanya seiring dengan perjalanan penyakit
pada usus (Lourenco et al., 2010). Namun, manifestasi oral pada follow-up
setelah penyakit ini terkontrol mungkin tidak menjadi penanda berulangnya
penyakit usus (Hussey et al, 2011). Manifestasi ekstraintestinal juga sering
ditemukan pada pasien dengan penyakit Crohn, dan dapat bermanifestasi
secara sistemik sebagai arthritis, jari-jari tabuh, sacroiliitis, dan eritema
nodosum.
Gejala Orofacial penyakit Crohn termasuk (1) pembengkakan difus
pada labial , gingival, atau mukosal ; (2) pembengkakan difus pada
cobblestoning pada mukosa buccal dan gingival; (3) pembengkakan difus
pada ulkus aphtosa; (4) pembengkakan difus pada mukosal; dan (5)
pembengkakan difus pada cheilitis angular. granuloma non kaseosa adalah
karakteristik dari penyakit Crohn orofacial. Granuloma oral dapat terjadi
tanpa karakteristik keterlibatan pencernaan
(granulomatoses orofacial).
sarkoidosis,
sindrom
Melkersson-Rosenthal,
dan,
jarang,
akan mengalami manifestasi usus penyakit Crohn masih belum pasti, tapi
terdapat kesamaan histologis yang jelas antara lesi oral dan lesi usus (Casiglia
et al., 2013).
Pembengkakan labial adalah keluhan kosmetik yang paling sering,
tetapi dapat menjadi manifestasi yang menyakitkan dari penyakit. Keterlibatan
gingiva dan mukosa dapat menyebabkan kesulitan saat makan. Pola
pembengkakan, peradangan, bisul, dan fisura ini mirip dengan lesi terjadi di
saluran usus. Peradangan akut dan kronis, yang limfositik dan infiltrat sel
raksasa (giant cell) perivaskular, dan folikel limfoid merupakan temuan
histologis yang paling umum pada penyakit Crohn oral dan gastrointestinal.
Sampel biopsi menunjukkan gambaran granuloma non kaseosa pada sejumlah
kasus. Peningkatan karies gigi dan kekurangan gizi mungkin terkait dengan
penurunan produksi air liur dan malabsorpsi dalam saluran usus (Casiglia et
al., 2013).
Temuan oral seperti dijelaskan di atas mengindikasikan perlunya
evaluasi sistemik yang komprehensif untuk penyakit Crohn usus, termasuk
rujukan untuk kolonoskopi dan biopsi yang berkaitan dengan histopatologi.
keterlibatan rongga mulut dapat mendahului manifestasi dan gejala sistemik.
Jika pada pasien dengan gejala oral namun evaluasi gastrointestinal ditemukan
negatif, maka perlu dilakukan pemeriksaan ulang. Keparahan lesi oral
mungkin bertepatan dengan tingkat keparahan penyakit sistemik, dan dapat
digunakan sebagai penanda gangguan fungsi usus (Halme et al, 1993).
13
2. Kolitis Ulserativa
Kolitis ulserativa adalah kondisi peradangan dengan beberapa
kemiripan dengan penyakit Crohn. Namun, penyakit ini hanya terbatas pada
kolon dan hanya pada mukosa dan submukosa, jarang pada muskularis. Lesi
pada kolon terdiri dari daerah perdarahan dan Ulserasi dengan abses. Lesi
serupa dapat bermanifestasi dalam rongga mulut sebagai Ulserasi aphtosa atau
ulkus hemoragik superficial. Kolitis ulserativa ditandai dengan periode
eksaserbasi dan remisi, dan, umumnya, lesi oral bertepatan dengan
eksaserbasi dari penyakit kolon. Ulserasi serupa mungkin timbul pada pantat,
perut, paha, dan wajah (Handlers et al., 1999). Borok Aphthous atau stomatitis
angularis terjadi pada sebanyak 5-10% pasien.
3. Gastroesofageal Refluks
Penyakit Gastroesophageal reflux (Gastroesophageal reflux disease /
GERD)
Regurgitasi isi lambung (pH 1-2) menurunkan pH rongga mulut di bawah 5,5;
pH asam ini akan mengakibatkan larutnya enamel. pH telah diketahui secara
signifikan lebih rendah pada individu dengan GERD (Aframian, 2010). Hal
ini paling sering terlihat pada permukaan palatal dari gigi rahang atas. Erosi
enamel mengekspos dentin yang mendasari, yang mana materailnya lebih
lembut, lebih kuning. Luasnya erosi tergantung pada frekuensi dan kuantitas
paparan dan durasi penyakit. Dentin yang baru terpapar masih halus dan
14
15
gangguan
16
untuk menjamin skrining untuk infeksi hepatitis C pada semua pasien dengan
lichen planus (Casiglia et al., 2013).
17
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
2011;22(3):454.
Aframian DJ, Ofir M, Benoliel R. Comparison of oral mucosal pH
values in bulimia nervosa, GERD, BMS patients and healthy
3.
4.
5.
6.
7.
8.
of
Systemic
Disease. Am
Fam
Physician.
9.
2010;82(11):1381-1388.
Daniels TE. Sjogren's syndrome: Clinical spectrum and current
10.
18
506.
Franch AM, Esteve CG, Prez MGS. Oral manifestations and dental
management of patient with leukocyte alterations. inflammation.
12.
13.
Ontario; 2008.
Health USDo, Human S. Oral health in America: A report of the
Surgeon General. US Department of Health and Human Services,
National Institutes of Health, National Institute of Dental and
14.
15.
[Medline].
Handlers JP. Oral manifestations of gastrointestinal disease. J Calif
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
2):26S-31S.
Pedersen AM, Jensen SB. Oral manifestations in systemic diseases.
25.
26.
9.
Proctor R, Kumar N, Stein A, Moles D, Porter S. Oral and dental
aspects of chronic renal failure. Journal of dental research.
27.
2005;84(3):199-208.
Reinish EI, Raviv M, Srolovitz H, Gornitsky M. Tongue, primary
amyloidosis, and multiple myeloma. Oral Surg Oral Med Oral
28.
29.
30.
20
31.
32.
33.
55:450-453.
Zegarelli DJ. Fungal infections of the oral cavity. Otolaryngol Clin
North Am 1993; 26:1069-1089.
21