Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Permasalahan


Pengembangan

transportasi, yang

berperan

sebagai

urat

nadi

kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan,


diarahkan pada terwujudnya. Sistem transportasi nasional yang handal dan
berkembang

tinggi

serta

diselenggarakan

secara

terpadu,

sekaligus

menggerakan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang


dan

jasa,

mendukung

pola

distribusi

nasional,

serta

mendukung

pengembangan wilayah dan peningkatan hubungan internasional yang lebih


memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara. (disadur dari Abbas
Salim, 1993 : 274).
Kondisi

sistem

transportasi

diperkotaan

memperlihatkan

kecenderungan yang sangat rumit dan sering terjadi kemacetan terutama pada
jam-jam sibuk.

kondisi ini disebabkan karena tingginya jumlah kendaraan

bermotor yang bergerak di dalam kota. Dari sektor transportasi inilah


rnerupakan sumber pencemaran udara terbesar di perkotaan sekitar 60 %
(Soeharyono,A.:2004)
Sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah, Kota Semarang mengalami
pembangunan pesat dari semua bidang. Karena pesatnya pembangunan dan
untuk mempermudah penataan wilayah administrasi supaya lebih baik lagi,
Kota Semarang dibagi menjadi lima Bagian Wilayah Kota (BWK). Bagian1

2
bagian wilayah kota tersebut sekarang ini sudah berkembang pesat menjadi
pusat kegiatan (central place). Bagian Wilayah Kota IV (BWK IV), merupakan
salah satu bagian wilayah kota yang tingkat pertumbuhannya pesat, wilayah
tersebut dikenal sebagai daerah bisnis, perdagangan, dan padat industri,
karena banyaknya pabrik-pabrik yang dibangun pada wilayah tersebut. Sebuah
industri identik dengan sebuah aktifitas yang melibatkan banyak tenaga kerja,
dan mobilitas dari kegiatan industri. Bagaimana bila industri tersebut lebih dari
satu dalam sebuah wilayah, menggunakan sarana prasaran, infrastruktur yang
sama disetiap harinya, tanpa disertai peningkatan-peningkatan infrastruktur
yang ada, terutama infrastruktur jalan (BAPPEDA: RTRW Kota Semarang,
1999-2005 )
Fungsi utama dari jalan adalah sebagai prasarana lalu-lintas atau
angkutan, guna mendukung kelancaran arus barang, jasa, serta aktifitas
masyarakat. Kenyataan diperkotaan terjadi ketidak seimbangan antara tingkat
pertumbuhan jalan disatu sisi dengan tingkat pertumbuhan kendaraan disisi
lain, dimana pertumbuhan jalan jauh lebih kecil daripada tingkat pertumbuhan
kendaraan. Dengan kondisi yang demikian, dapat dipastikan akan terjadi
pembebanan yang akan dialami oleh Satuan Lalu Lintas Polres Semarang.
Keamanan dan ketertiban serta kelancaran dalam berlalu lintas
merupakan dambaan semua pihak akan tetapi secara faktual hal ini sulit untuk
di wujudkan karena untuk terciptanya harapan tersebut harus didukung oleh
berbagai faktor yang mempunyai peran sangat menentukan. Fungsi lalu-lintas
bukan hanya menjadi pekerjaan dan tanggung jawab Polri, akan tetapi tugas di
bidang lalu lintas tersebut pada dasarnya menjadi tugas dan tanggung jawab
dari semua pihak. (disadur dari Irwan Sunuddin, 2009: 3)

3
Tanpa adanya upaya-upaya pengamanan semua pengguna jalan
sangat mungkin terkena resiko kecelakaan seiring dengan meningkatnya lalu
linats kendaraan. Upaya penindakan pelanggaran lalu lintas dan pencegahan
kecelakaan lalu lintas merupakan rangkaian penegakkan hukum yang sudah
saatnya menjadi orientasi sasaran pemolisian.efek jera dapat menjadi sangat
efektif jika diawali dengan perencanaan yang abik untuk selanjutnya
diimplementasikan dalam penindakan pelanggaran lalu lintas berbahaya yang
menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas yang dapat menelan korban jiwa.
Dampak penjeraan terhadap resiko apabila di tindak dengan integral
penerimaan masyarakat terhadap resiko apabila di tindak dengan integral
penerimaan

masyarakat

terhadap

konsekuensi

atau

akibat

dari

pelanggarannya. (disadur dari Irwan Sunuddin. 2009 : 4)


Polri mencatat, dalam rangkaian Operasi Kepolisian Terpusat "Ketupat
Jaya 2012", mulai H-9 hingga H-8, kecelakaan lalu lintas (laka lantas)
dengan jumlah terbanyak terjadi di Jawa Tengah dengan jumlah 93
laka. Jawa Tengah pun masuk dalam prioritas Polri dalam
mengamankan situasi menjelang dan sesudah lebaran.
"Ranking laka lantas di Polda prioritas 1, yaitu Jawa Tengah dengan 93
laka, Jawa Timur 56 (laka), Jawa Barat 22 (laka), Metro Jaya 12,
Sulawesi Selatan ada 5. Jadi ini di lima Polda yang tertinggi," ujar
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar,
di Mabes Polri, Jakarta, Senin (13/8/2012) kemarin. (Tribunnews.com,
14 Agustus 2012)
Semua

pengguna

ingin

merasakan

keamanan,

ketertiban,

keselamatan, dan kelancaran berkendara. Oleh karena itu kita semua di


harapakan mampu untuk mencegah dari resiko kecelakaan lalu lintas.
Kecelakaan lalu lintas sering terjadi dengan meningkatnya jumlah pemakai
jalan dan volume kendaraan bermotor. Dari segala upaya para petugas
Polantas, untuk mentertibkan dan menindak para pelanggar lalu lintas dan

4
pencegahan kecelakaan lalu lintas. Upaya ini dilakukan semata mata untuk
memberikan rasa aman kepada pengguna jalan.
Berdasarkan

dari

uraian

diatas,

penulis

akan

mengangkat

permasalahan yang disingkat dalam tema penelitian adalah upaya apa saja
yang dilakukan oleh Polres Semarang khususnya Satuan lalu lintas

dalam

menangani terjadinya kecelakaan lalu lintas. Alasan menggunakan tema


tersebut adalah masyarakat setiap harinya menggunakan sarana dan
prasarana jalan raya untuk melakukan mobilitasnya, sementara itu di wilayah
Polres Semarang sering terjadi kecelakaan lalu lintas di karenakan di jalan
kabupaten tersebut merupakan jalan yang sangat padat di tambah oleh
pertemuan dari semua arah, Baik dari pantura dan jalur selatan. Alasan
pemilihan lokasi penelitian yaitu dekat dengan tempat tinggal sehingga
mengerti dan mengetahui kondisi keamanan, keselamatan dan kelancaran lalu
lintasnya.
Berdasarkan hal hal yang telah diuraikan diatas penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang: KINERJA SATUAN LALU LINTAS POLRES
SEMARANG DALAM MENANGANI KECELAKAAN LALU LINTAS.
1.2

Perumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang dari permasalahan judul diatas yang di

kemukakan oleh penulis di atas dalam penelitian sebagai berikut adalah :


Bagaimana Kinerja yang dilakukan oleh satuan lalu lintas Polres Semarang
dalam menangani kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan perumusan permasalahan di atas selanjutnya dapat di
simpulkan persoalan di rumuskan sebagai berikut :

5
1)

Bagaimana kinerja Satuan lalu lintas Polres Semarang saat ini dalam

2)

menangani kecelakaan lalu lintas ?


Bagaimana hambatan Satuan Lalu lintas Polres Semarang dalam

3)

menangani kecelakaan lalu lintas?


Bagaimana upaya yang dilakukan Satuan Lalu lintas Polres Semarang
dalam menangani kecelakaan lalu lintas?

1.3

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian tentang Kinerja Satuan lalu

lintas Polres dalam mengatasi masalah kecelakaan lalu lintas secara terperinci
adalah sebagai berikut:
a.

Untuk mendeskripsikan Kinerja Satuan lalu lintas Polres Semarang?

b.

Menemukan penghambat dalam menangani kecelakaan lalu lintas di


Polres Semarang.

c.

Mendeskripsikan upaya yang dilakukan Satuan lalu lintas Polres


Semarang dalam menangani kecelakaan lalu lintas.

1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini antara lain:

a.

Secara teoritis, kegunaannya adalah untuk mengungkapkan secara


objektif untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan terutama
ilmu Kepolisian serta

memberikan sumbangan konseptual dan

pemikiran tentang kinerja satuan lalu lintas Polres Semarang dalam


menangani

kecelakaan

lalu

lintas

beserta

faktor-faktor

yang

mendukung dan menghambat kinerja dalam rangka menangani


kecelakaan lalu lintas.
b.

Secara praktis, bagi Polri sendiri, penelitian yang dilakukan ini dapat

digunakan sebagai bahan masukan bagi pimpinan Polri pada semua


lapisan organisasi untuk mengambil kebijaksanaan yang tepat dalam
mengenali faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kinerja
dalam rangka mengatasi kecelakaan lalu lintas yang telah dilaksanakan
selama ini.
1.5

Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan

merupakan suatu uraian tentang penulisan

secara teratur dan terinci sehingga permasalahan yang dibahas dapat mengalir
secara runtut. Dengan demikian skripsi ini akan memberikan suatu gambaran
yang utuh secara keseluruhan materi dari bab yang satu ke bab yang lain,
karena saling berkaitan.
Penulisan skripsi ini terbagi dalam 6 (enam) bab, yang terdiri atas :
BAB I . PENDAHULUAN,
Merupakan pengantar dalam pembahasan dan penegasan dari topik
atau judul yang telah dipilih oleh penulis, dalam bab ini penulis akan
menguraikan tentang latar belakang mengapa penulis memilih topik kinerja
satuan lalu lintas dalam menangani kecelakaan lalu lintas di wilayah hukum
Polres Semarang

dikaitkan dengan permasalahan yang menjadi sorotan

masyarakat, dijelaskan juga tentang ruang lingkup, tujuan dan manfaat


penelitian.
BAB II . TINJAUAN KEPUSTAKAAN.
Dalam bab ini penulis menjelaskan kepustakaan penelitian yang
menjadi literatur sekaligus menjelaskan fokus penulisan yang masih berkaitan
dengan penulisan sebelumnya. Juga dijelaskan berkaitan dengan kepustakaan
konseptual dalam penulisan skripsi, dalam kepustakaan konseptual ini penulis

akan menuangkan teori-teori yang mempunyai relevansi dengan pembahasan


masalah, yang telah diambil dari beberapa buku untuk dijadikan sebagai
petunjuk, arah, dan tujuan dalam menyusun kerangka berpikir yang dijadikan
dasar dan pedoman agar tujuan dari penulisan skripsi nantinya dapat tercapai
dengan memberikan dasar keilmuan yang dapat teruji kebenarannya, sehingga
penulisan ini benar-benar merupakan suatu hasil penelitian yang dapat
dipertanggungjawabkan. Kemudian Kerangka berpikir penulis berkaitan dengan
dengan permasalahan yang diteliti.
BAB III . RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN.
Dalam bab ini penulis akan menguraikan pendekatan kualitatif dan
Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan studi dokumen dan
Wawancara dengan pedoman, hal ini digunakan agar dapat mengungkapkan
proses pelaksanaan kegiatan satuan lalu lintas dalam mengatasi kecelakaan
lalu lintas di wilayah hukum Polres Semarang. Selanjutnya juga akan diuraikan
berkaitan dengan Sumber informasi dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan
data (wawancara dan Observasi) Teknis analisis data, sehingga penelitian ini
akan dapat menguraikan permasalahan yang terjadi dan juga dapat digunakan
sebagai bahan memecahkan permasalahan.
BAB IV. TEMUAN PENELITIAN
Dalam bab ini penulis dengan berpedoman pada pokok permasalahan
sebelumnya menguraikan temuan-temuan selama melaksanakan penelitian
baik yeng ditemukan pada saat wawancara ataupun observasi yaitu pertama,
berupa gambaran umum wilayah yang diteliti serta uraian berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan mengatasi kecelakaan lalu lintas oleh Satuan lalu lintas
Polres Semarang. Kedua, tentang gambaran pelaksanaan kegiatan mengatasi

kecelakaan lalu lintas oleh Satuan lalu lintas Polres Semarang. Ketiga
menggambarkan hambatan atau kendala-kendala yang dihadapi oleh Satuan
lalu lintas dalam menangani kecelakaan lalu lintas.
BAB V. PEMBAHASAN
Dalam bab ini, penulis akan menganalisis dan melakuakn pembahasan
dari hasil hasil temuan di lapangan selama pelaksanaan penelitian dengan
berdasarkan konsep dan teori teori yang diterangkan dalam kepustakaan
konseptual dengan menggunakan kerangka berfikir. Sehingga dapat diperoleh
jawaban atas permasalahan yang utama.
BAB VI. PENUTUP.
Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran dari penulis

berkaitan

dengan temuan dalam pelaksanaan penelitian yang diharapkan dapat


bermanfaat dalam rangka mengatasi permasalahan yang ditimbulkan berkaitan
dengan kinerja Satuan lalu lintas dalam mengatasi kecelakaan lalu lintas di
wilayah hukum Polres Semarang. Kesimpulan itu sendiri merupakan jawaban
pertanyaan yang ada pada perumusan permasalahan, sedangkan saran ide-ide
dari penulis yang mungkin dapat diterapkan.

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1

Kepustakaan Penelitian
Kepustakaan penelitian adalah literatur yang menyajikan informasi

tentang hasil penelitian terdahulu, literatur tersebut dapat berupa dokumen


laporan hasil penelitian, skripsi, tesis atau disertasi. Menurut Mudrajat Kuncoro,
2003. Manfaat dari tinjauan pustaka dalam suatu penelitian adalah memberikan
gambaran bagi peneliti untuk membandingkan penelitian yang dibuatnya
dengan penelitian terdahulu yang meneliti masalah yang hampir sama.
Kemudian tujuan utamanya adalah untuk melihat apa saja yang pernah
dilakukan sehubungan dengan masalah yang diteliti (disadur dari Dian 2008 : 9,
menyadur dari Mudrajat kuncoro,2003 : 28).
Salah satu langkah penting berkaitan dengan penelitian adalah
pencarian teori yang berhubungan dengan topik atau judul penelitian yang akan
seperti dibuat dengan merujuk pada khazanah ilmu pengetahuan. Teori seperti
yang telah didefinisikan oleh Kelinger (1999) sebagai seperangkat konstruk
(konsep), definisi dan proposisi yang menyajikan gejala (fenomena) secara
sistematis,hubungan

terperinci

antara

variabel-variabel

dengan

tujuan

meramalkan dan menerangkan gejala tersebut. (disadur dari Novi Indah


Erlyanti, 2012 :22, menyadur dari Kerlinger, 1990:14)
Berdasarkan hasil studi kepustakaan penelitian diperoleh hasil bahwa
penulis tidak menemukan adanya penelitian terdahulu yang mengkaji tentang

10

KINERJA

SATUAN

LALU

LINTAS

POLRES

SEMARANG

DALAM

MENANGANI KECELAKAAN LALU LINTAS.


Namun dalam proses penelitian ini terdapat relevansi dengan skripsi
yang diselesaikan oleh, DIAN SETYAWAN, mahasiswa PTIK Angkatan 51, yang
berjudul PENYELESAIAN PERKARA KECELAKAAN LALU LINTAS PADA
SATLANTAS POLRES BOYOLALI. Dalam penelitian tersebut menggambarkan
bagaimana penyeleseaian perkara kecelakaan lalu lintas pada Satlantas Polres
Boyolali dan faktor-faktor yang mempengaruhi.
Persamaan dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada konsep
efektivitas dari perkara kecelakaan lalu lintas. Sementara perbedaannya adalah
pada fokus permasalahan dalam peneltian terdahulu berfokus pada konsep
penyelesaiannya sedangkan di penelitian ini adalah efektivitas Kinerja Satuan
lalu lintas Polres Semarang beserta hambatan yang ada dan upaya-upaya yang
dilakukan personel lalu lintas Polres Semarang dalam menangani terjadinya
kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Semarang.
Sementara kebaharuan dalam skripsi ini, menekankan pada kinerja dari
satuan lantas dalam menangani kecelakaan lalu lintas di wilayah hukum Polres
Semarang, serta hambatan-hambatan oleh Satuan lalu lintas dan upaya-upaya
yang dilakukan oleh satuan lalu lintas dalam menekan angka kecelakaan lalu
lintas di wilayah Kabupaten Semarang.
2.2

Kepustakaan Konseptual
Kepustakaan konseptual adalah membahas tentang konsep-konsep

dan teori yang memiliki hubungan dengan permasalahan. Teori dan konsep
yang akan digunakan, yaitu meliputi :

11

2.2.1.

Konsep-konsep
Pada kepustakaan Konsep dalam penelitian ini yaitu sebagai pedoman

dalam penelitian dan juga sebagai pendukung dari teori yang di bahas agar
dapat dilakukan sesuai dengan yang dipermasalahkan. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan konsep-konsep yang terkait yaitu :
a.

Konsep Kinerja
Adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar kerja

yang menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil
kerja. (Wikipedia.org, 25 januari 2013)
Sementara itu, pengertian performance sering diartikan sebagai kinerja,
hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan
hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja
berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang
dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan
bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang
mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis, organisasi, kepuasan
konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi. ( disadur dari Wibowo, 2007: 2,
menyadur dari Armstrong dan Baron,1998 :15)
b.

Konsep lalu lintas


Menurut H.S Djasoesman yang dimaksud dengan pengertian lalu lintas

adalah : Gerak pindah manusia dan barang dari suatu tempat ketempat lainnya
dengan menggunakan alat dan jalan sebagai sarana.(disadur dari Eddy
Purwatmo, 1994 : 21)

12

Sedangkan menurut Madellu yang dimaksud dengan pengertian lalu


lintas adalah : Gerak pindah manusia atau barang dari suatu tempat ketempat
lain dengan menggunakan alat. (disadur dari Eddy Purwatmo, 1994 : 21)
c.

Konsep tinjauan manajemen lalu lintas


Berdasarkan Surat Keputusan Direktur lalu Lintas Polri No.

Pol :

Skep/29/IX/2005 tanggal 22 September 2005 Tentang Vademikum Polisi Lalu


Lintas manajemen lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan,
pengawasan, dan pengendalian lalu lintas. Manajemen lalu lintas bertujuan
untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas, dan
dilakukan antara lain dengan :
1. Usaha peningkatan kapasitas ruas jalan, persimpangan, dan atau
jaringan jalan,
2. Pemberian prioritas bagi jenis kendaraan atau pemakai jalan tertentu,
3. Penyesuaian antara permintaan perjalanan dengan tingkat pelayanan
tertentu dengan mempertimbangkan keterpaduan intra dan antar moda,
4. Penetapan sirkulasi lalu lintas, larangan dan atau perintah bagi
pemakai jalan.
Kegiatan perencanaan lalu lintas meliputi :
1. Inventarisasi dan tingkat pelayanan. Maksud inventarisasi antara lain
untuk mengetahui tingkat pelayanan pada setiap ruas jalan dan
persimpangan. Maksud tingkat pelayanan dalam ketentuan ini adalah
merupakan

kemampuan

ruas

jalan

dan

persimpangan

untuk

menampung lalu lintas dengan tetap memperhatikan faktor kecepatan


13
dan keselamatan.
2. Penetapan tingkat pelayanan yang diinginkan. Dalam menentukan
tingkat pelayanan yang diinginkan dilakukan antara lain dengan
memperhatikan : rencana umum jaringan transportasi jalan ; peranan,

kapasitas, dan karateristik jalan, kelas jalan; karateristik lalu lilntas;


aspek lingkungan; aspek sosial dan ekonomi.
3. Penetapan pemecahan lalu lintas.
4. Penyusunan rencana dan program pelaksanaan

perwujudannya.

Maksud rencana dan program perwujudan dalam ketentuan ini antara


lain meliputi : penentuan tingkat pelayanan yang diinginkan pada setiap
ruas jalan dan persimpangan ; usulan aturanaturan lalu lintas yang
akan ditetapkan pada ruas jalan dan persimpangan; usulan pengadaan
dan pemasangan serta pemeliharaan ramburambu lalu lintas, marka
jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, dan alat pengendali dan
pengaman pemakai jalan; usulan kegiatan atau tindakan baik untuk
keperluan

penyusunan

usulan

maupun

penyuluhan

kepada

masyarakat.
Kegiatan pengaturan lalu lintas meliputi :
Kegiatan penetapan kebijaksanaan lalu lintas pada jaringan atau ruas
ruas

jalan

tertentu,

termasuk

dalam

pengertian

penetapan

kebijaksanaan lalu lintas dalam ketentuan ini antara lain perataan


sirkulasi lalu lintas, penentuan kecepatan maksimum dan atau
minimum, larangan penggunaan jalan, larangan dan atau perintah bagi
14
pemakai jalan.
15

Kegiatan pengawasan lalu lintas meliputi :


1. Pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan lalu lintas.
Kegiatan pemantauan dan penilaian dimaksudkan untuk mengetahui
efektivitas

dari

kebijaksanaan-kebijaksanaan

tersebut

untuk

mendukung pencapaian tingkat pelayanan yang telah ditentukan.


Termasuk dalam kegiatan pemantauan antara lain meliputi inventarisasi
mengenai kebijaksanaan kebijaksanaan lalu lintas yang berlaku pada
ruas jalan, jumlah pelanggaran, dan tindakan tindakan koneksi yang
telah dilakukan atau pelanggaran tersebut. Termasuk dalam kegiatan
penilaian antara lain meliputi penentuan kriteria penilaian, analisis
tingkat pelayanan, analisis pelanggaran dan usulan tindakan kebaikan.
2. Tindakan korektif terhadap pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas.
Tindakan korektif dimaksudkan untuk menjamin tercapainya sasaran
tingkat pelayanan yang telah ditentukan. Termasuk dalam tindakan
korektif adalah peninjauan ulang terhadap kebijaksanaa apabila di
dalam pelaksanaannya menimbulkan masalah yang tidak diinginkan.
Kegiatan pengendalian lalu lintas meliputi :
1. Pemberian arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan kebijaksanaan lalu
lintas. Pemberian arahan dan petunjuk dalam ketentuan ini berupa
penetapan atau pemberian pedoman dan tata cara untuk keperluan
pelaksanaan manajemen lalu lintas, dengan maksud agar diperoleh
keseragaman dalam pelaksanaannya serta dapat dilaksanakan sebagai
mana mestinya untuk menjamin tercapainya tingkat pelayanan yang
16
telah ditetapkan.
2. Pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai
hak dan kewajiban masyarakat dalam pelaksanaan kebijaksanaan lalu
lintas.
d.

Konsep Kecelakaan Lalu Lintas


Berdasarkan surat Keputusan Direktur lalu Lintas Polri No.Pol:

SKEP/29/XXI/2005 tanggal 22 september 2005 tentang Vademinkum Polisi lalu

lintas, disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah: suatu peristiwa di jalan
yang tidak sengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan
lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta. Dimana unsurunsur kecelakaan lalu lintas tersebut meliputi pengemudi atau pemakai jalan,
kendaraan, jalan, dan lingkungan.
Dari definisi kecelakaan lalu lintas di atas maka unsur-unsur
kecelakaan lalu lintas berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun
1993 adalah pertama, merupakan peristiwa dijalan yang tidak disengaja dan
tidak disangka-sangka atau kelalaian. Kedua, melibatkan kendaraan. Ketiga,
dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya. Keempat, mengakibatkan manusia
atau kerugian harta benda.
Dari unsur yang pertama, bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan
peristiwa dijalan, jalan menurut undang-undang No.14 Tahun 1992 adalah jalan
yang di peruntukan bagi lalu lintas umum. artinya jika peristiwa atau kejadian
terjadi dijalan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, aka peristiwa tersebut
tidak dapat di katagorikan sebagai kecelakaan lalu lintas.
Unsur yang kedua, melibatkan kendaraan. Artinya dalam peristiwa
tersebut harus ada kendaraan yang terlibat. Definisi kendaraan menurut UU
17
No.14 Tahun 1992 adalah suatu alat yang dapat bergerak dijalan, terdiri dari
kendaraan bermotor atau kendaran tidak bermotor. Kendaraan bermotor adalah
kesadaran yang digerakkan oleh perlatan elektronik yang berada pada
kesadaran itu.
Unsur yang ketiga, dengan atau tanpa memakai jalan lainnya. Artinya
yang dikategorikan kecelakaan lalu lintas tanpa harus melibatkan pemakai jalan

lainnya, yang sering dikenal dengan kecelakaan tunggal atau kecelakaan


sendiri.
Sedangkan unsur keempat, mengakibatkan korban manusia atau
kerugian harta benda. Artinya peristiwa tersebut mengakibatkan adanya
manusia yang menjadi korban atau adanya kerugian harta benda yang
diakibatkan. Korban adalah korban meninggal dunia luka berat dan luka ringan.
Kerugian harta benda dikenal dengan kerugian materiil.
e.

Konsep tinjauan tentang penyidikan


Penyidikan menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab

Acara Hukum Pidana dan Kitab Hukum Pidana adalah serangkaian penyidik
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Tindakan penyidikan merupakan cara untuk mengumpulkan
bukti-bukti awal untuk mencari tersangka yang diduga melakukan tindak pidana
dan saksi saksi yang mengetahui tentang tindak pidana tersebut. ( Pasal 1
KUHAP).
Penyidikan lalu lintas adalah serangkaian tindakan penyidik lalu lintas
dalam hal dan menurut cara yang diatur oleh undang-undang untuk mencari
serta mengumpulkan bukti guna membuat terang perkara yang terjadi dan guna
18
menemukan tersangkanya. (disadur dari Eddy Purwatmo, 1994 : 21)
1. Penyidikan menurut Undang Undang Lalu lintas UU No: 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Pasal 259 adalah
a) Penyidikan Tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
dilakukan oleh:
1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
2) Penyidik Pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus menurut undang undang ini.

b)

Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang Lalu


Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana di maksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas :
1) Penyidik; dan
2) Penyidik pembantu (Pasal 259 UU Lalu lintas dan Angkutan
jalan)

f.

Satuan lalu lintas Polres Semarang


Yang

bertugas

melaksanakan

Turjawali

lalu

lintas,

pendidikan

masyarakat lalu lintas (Dikmaslantas), pelayanan dan identifikasi kendaraan


bermotor dan pengemudi, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakkan
hukum di bidang lalu lintas di wilayah Kabupaten Semarang. ( Pasal 59, ayat
2.Perkap No 23 tahun 2010)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Satlantas menyelenggarakan fungsi :
1. Pembinaan lalu lintas kepolisian;
2. Pembinaan partisipasi masyarakat melalui kerja sama lintas
sektoral, Dikamslantas, dan pengkajian masalah di bidang lalu
19
lintas;
3. Pelaksanaan operasi Kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka
penegakkan hukum dan keamanan, keselamatan, ketertiban,
kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas);
4. Pelayanan administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan
bermotor serta pengemudi ;
5. Pelaksanan patroli jalan raya dan penindakan pelanggaran seta
penanganan kecelakaan lalu lintas dalam rangka penegakkan
hukum, serta menjamin Kamseltibcarlantas di jalan raya;
6. Pengamanan dan penyelamatan masyarakat pengguna jalan;
7. Perawatan dan pemeliharaan peralatan dan kendaraan. (Pasal 59,
2.2.2.

ayat 3.Perkap No 23 tahun 2010)


Teori-teori

Menurut Marx dan Goodson (1976 : 235) teori adalah aturan yang
menjelaskan preposisi atau seperangkat preposisi yang berkaitan dengan
beberapa fenomena alamiah dan terdiri atas represenatasi simbiolik dari
hubungan-hubungan yang dapat diamati di antara kejadian-kejadian (yang
dapat diukur), mekanisme yang diduga mendasari hubungan-hubungan
demikian dan hubungan-hubungan yang disimpulkan serta manifestasi
hubungan empiris apa pun secara langsung. Kepustakaan teori pada penelitian
ini memiliki hubungan dengan permasalahan yang diteliti oleh peneliti. Dimana
suatu teori yang ditulis pada penelitian ini memiliki kegunaan sebagai batasanbatasan dan arah yang telah di tentukan.
a. Teori penegakkan hukum
Faktor faktor yang mempengaruhi penegakkan hukum menurut Prof.Dr.
20
Soerjono Soekanto,SH., M.A. Berikut bunyinya adalah :
1.

Faktor hukumnya sendiri, merupakan yang ada di dalam tulisan ini akan

2.

di batasi pada undang-undang saja.


Faktor penegak hukum, pihak pihak yang membentuk maupun

3.

menerapkan hukum
Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hukum

4.

tersebut
Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

5.

atau diterapkan
Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. (Dikutip dari

b.

buku Soerjono Soekanto, 1983 : 8)


Teori Manajemen
Dalam buku Azas-azas manajemen mengungkapkan teori dari

George R. Terry yang menyatakan bahwa proses manajemen meliputi planning,


organizing, actualiting, dan controlling atau yang lebih dikenal dengan P.O.A.C.

Selanjutnya dikatakan bahwa P.O.A.C adalah alat atau instrumen yang


digunakan manajer dalam melaksanakan pekerjaan manajemen, sekaligus
merupakan ciri-ciri pokok yang membedakan seorang manajer dan seorang
non manajer. Secara singkat yang dimaksud dengan P.O.A.C adalah:
1.

Planning (perencanaan) yaitu tindakan mendeterminasi sasaransasaran dan arah tindakan yang akan diikuti. Inventarisasi dan evaluasi
peningkatan pelayanan, Penetapan peningkatan pelayanan yang
diinginkan,

2.

Penetapan

peningkatan

pelayanan

yang

diinginkan,
21

Penetapan permasalahan lantas, Susun rencana dan program lantas.


Organizing (pengorganisasian) yaitu tindakan mendistribusi pekerjaan
antara kelompok yang ada dan menetapkan serta merinci hubunganhubungan yang diperlukan. Penetapan kebijakan lantas pada jaringan

3.

atau ruas jalan tertentu.


Actuating (menggerakkan)

yaitu

merangsang

anggotaanggota

kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dengan kemauan


4.

baik secara antusias. Arahan dan petunjuk, Bimbingin dan suluh.


Controlling (pengawasan) yaitu mengawasi aktifitas-aktifitas agar
sesuai dengan rencana. Pantau dan niali-nilai kebijakan, Tindakan
korektif.
Proses manajemen tersebut haruslah dapat digunakan pimpinan untuk

mencapai tujuannya, dan jika pimpinan tidak mampu menggunakan serta


menjabarkan proses manajemen dalam bidang tugasnya, maka besar
kemungkinan akan terjadi hambatan atau kendala dalam organisasi yang
dipimpinnya.(disadur dari Irwan, 2009 : 33)
2.3

Kerangka Berpikir

Keamanan keselamatan ketertiban kelancaran lalu lintas

adalah

harapan dari masyarakat Indonesia semuanya. Tetapi banyak sekali faktorfaktor yang mempengaruhinya. Peran dari Satuan lalu lintas adalah bukan
hanya didukung oleh faktor yang mempengaruhi dari lalu lintas yang aman dan
nyaman bagi penggunaanya. Tetapi juga tanggung jawab kita bersama dalam
menjaga Keamanan keselamatan ketertiban kelancaran lalu lintas .

22

PERMASALAHAN

Dasar Hukum :
UU No.2 Thn 2002
UU No.22 Thn 2009

Kecelakaan
Pelanggaran

INPUT
Satuan lalu
lintas Polres
Semarang

SUBYEK

METODE

Polisi Lalu

Sosialisasi

lintas

peraturan
lalu lintas
Giat Operasi
Turjawali

OBYEK
Masyarakat
pengguna
jalan

Teori Penegakkan Hukum


Teori Manajemen

FeedBack

Gambar 1
Kerangka Berpikir

Output
Kecelakaan
Turun
Pelanggaran
berkurang

Outcome
Terciptanya
Kamseltibcar
lantas

23

BAB III
RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1

Pendekatan dan Metode Penelitian


Penelitian ini diartikan sebagai rangkaian yang sistematik dilakukan

dengan cara tertentu dan terencana dalam mengkaji, mempelajari atau


menyelidiki suatu permasalahan untuk memperoleh pengetahuan teoritik yang
dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan atau digunakan untuk
pemecahan permasalahan yang sedang dihadapi. Pengetahuan teoritik hasil
penelitian memiliki kebenaran ilmiah karena didukung oleh justifikasi teoritik
yang logis dan data empiris yang sahih. Oleh karena itu penelitian dapat juga
dikatakan sebagai cara mencari atau menemukan kebenaran melalui metode
ilmiah yaitu rangkaian kegiatan teoritik dan empirik. (di sadur dari Irwan, 2009 :
29, menyadur dari farouk Muhammad dan Djali, 2003:1)
Pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan
kualitatif, yaitu Pendekatan melalui analisis terhadap gejala-gejala siosial dan
budaya

masyarakat

yang

bersangkutan

untuk

memperoleh

gambaran

mengenai pola-pola yang berlaku umum dianalisis dengan menggunakan teoriteori yang obyektif. (disadur dari Irwan,2009 : 29)
Pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan atau perilaku orang-orang
dan perilaku yang diamati (Moleong, 1990 : 3; Bogdan dan Taylor : 1992 : 21).
Pada penelitian terhadap penulisan skripsi ini di harapkan mendapatkan
keterangan yang bervariasi.

24

3.2

Sumber Data atau Informasi


Menurut Lofland (1984:47) sumber data utama dalam penelitian

kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan


seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis
datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto, dan
statistik. (disadur dari Lexy Moleong, 2004 :157)
Dalam penulisan ini, dilihat dari cara memperoleh dan mengumpulkan
data, maka penulis membedakan data menjadi 2 (dua) macam yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer adalah yang diperoleh langsung dari
obyek yang diteliti, sedangkan data sekunder adalah sejumlah data atau
keterangan yang diperoleh secara tidak langsung dari responden, melainkan
melalui bahan-bahan dari arsip atau dokumen, literatur-literatur yang telah
disusun oleh instansi atau pihak subyek penelitian. (disadur dari Dian, 2008 :
41)
3.2.1.

Data primer

Sumber informasi untuk memperoleh data primer antara lain :


a.

Kepala kepolisian resort Semarang AKBP Agustinus Pangaribuan, S.IK,

b.
c.
d.
e.

M.SI.
Kepala Satuan lalu lintas Polres Semarang AKP Gusman Fitra, S.IK.
Kepala Unit Kecelakaan Polres Semarang Iptu Ris Andrian S.H.
Anggota Satuan lalu lintas Polres Semarang Aiptu Ngadino.
Masyarakat lainnya, saudara Widya bertempat tinggal di Kabupaten
Semarang
24

3.2.2.

Data sekunder

Sejumlah data atau keterangan yang diperoleh secara tidak langsung


dari responden, melainkan melalui bahan-bahan dari arsip atau dokumen,
literatur-literatur yang telah disusun oleh instansi atau pihak subyek penelitian.
(disadur dari Dian, 2008: 41)
3.3

Teknik pengumpulan data


Dalam penelitian ini, yang dijadikan sumber data utama yang diperoleh

melalui kegiatan wawancara (interview), pengamatan (observation), atau


penggunaan penelitian dokumen-dokumen. Oleh karena itu dalam teknik
pengumpulan data ini penulis terjun langsung ke lapangan dengan melakukan
teknik-teknik pengamatan, wawancara mendalam dan penelitian dokumen yang
merupakan instrumen utama dalam pengumpulan data yang dilakukan. Untuk
lebih jelasnya, maka akan diuraikan tentang teknik-teknik pengumpulan data
tersebut sebagai berikut: (disadur dari Irwan, 2009: 32)
3.3.1.

Pengamatan (Observation)
Ada beberapa alasan mengapa daam penelitian kualitatif, pengamatan

dimanfaatkan sebesar-besarnya seperti yang dikemukakan oleh Guba dan


Lincoln (1981:191:193 sebagai berkut ini :
a.
b.

Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung.


Teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati
sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang

c.

terjadi pada keadaan sebenarnya.


Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi
yang berkaitan dengan pengetahuan proposional maupun pengetahuan
25

d.

yang langsung diperoleh dari data.


Sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data
yang dijaringannya ada yang keliru atau biasa. Kemungkinan keliru itu

terjadi karena kurang dapat mengingat peristiwa atau hasil wawancara,


adanya jarak antara peneliti dan yang di wawancarai, ataupun karena
reaksi peneliti yang emosional pada suatu saat. Jalan yang terbaik
untuk mengecek kepercayaan data tersebut ialah dengan jalan
e.

memanfaatkan pengamatan.
Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasisituasi yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin
memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi, pengamatan
dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan

f.

untuk perilaku yang kompleks.


Dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik komunikasi lainnya tidak
dimungkinkan,

pengamatan

dapat

menjadi

alat

yang

sangat

bermanfaat. Misalkan seseorang mengamati perilaku bayi yang belum


bisa berbicara atau mengamatu orang-orang yang berkelainan, dan
3.3.2.

sebagainya. (disadur dari Lexy Moleong, 2004 : 174)


Wawancara ( Interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interview) yang memberikan atas pertanyaan
itu. Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan mengenai orang,
kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain
kebulatan; mengkontruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami
masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagi yang diharapkan untuk
dialami pada masa yang akan dating; memverifikasi, mengubah, dan
memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia, maupun
bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan memperluas

26

kontruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.


(disadur dari Lexy Moleong, 2004 : 186).
3.3.3.

Penelitian Dokumen (Document Research)


Penelitian

dokumen

diperlukan

dalam

penelitian

yang

akan

dilaksanakan yaitu dengan meneliti dokumen-dokumen yang berkaitan dengan


organisasi Satuan lantas maupun informasi yang bersumber dari media massa.
Penelitian dokumen dalam penelitian yang akan penulis laksanakan merupakan
teknik pendukung saja karena hanya untuk memperjelas informasi yang telah
diperoleh.( disadur dari Irwan, 2009: 33)
3.4

Teknik Analisis Data


Analisis Data Kualitatif (Bodgan & biklen, 1982) adalah upaya yang

dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,


memilah-milahnya menjadi satuan yang menemukan pola, menemukan apa
dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain. (disadur dari Lexy Moleong, 2004 : 248)
Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai
makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat
temuan-temuan umum. (disadur dari Lexy Moleong, 2004 : 248) Proses proses
analisis tersebut diuraikan sebagai berikut :
27

3.4.1.

Reduksi Data

a.

Identifikasi satuan (unit). Pada mulanya diidentifikasikan adanya satuan


yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna

b.

bila dikaitkan dengan fokus dan masalah penelitian.


Sesudah satuan diperoleh, langkah berikutnya adalah membuat koding.
Membuat koding berarti memberikan kode pada setiap satuan, agar
supaya tetap dapat ditelusuri data atau satuannya, berasal dari sumber
mana. Perlu diketahui bahwa dalam pembuatan kode untuk analisis
data dengan komputer cara kodingnya lain, karena disesuaikan dengan
keperluan analisis komputer tersebut. (disadur dari Lexy Moleong, 2004

3.4.2.

: 288)
Sajian data
Setelah

data

direduksi,

maka

langkah

selanjutnya

adalah

mendisplaykan data. Kalu dalam penelitian kuantitatif penyajian data ini dapat
dilakukan dalam bentuk table, grafik, phie chard, pictogram, dan sejenisnya.
Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam
pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. (disadur dari
Sugiyono, 2009 : 249)
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
Dalam hal ini Miles and Huberman (1984) menyatakan the most frequent from
of display data for qualitative research datain the past has been narrative text .
Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
28
adalah dengan teks yang bersifat naratif. (disadur dari Sugiyono, 2009 : 249)
3.4.3.

Penarikan Kesimpulan
Sejak awal pengumpulan data, peneliti harus sudah mulai memahami

makna dari hal-hal yang ditemui dengan mencatat keteraturan, pola-pola,

pernyataan dari berbagi faktor konfigurasi yang mungkin, arah hubungan


kasual, dan proposisi.
Kesimpulan akhir pada penelitian kualitatif, tidak akan ditarik kecuali
setelah proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan yang dibuat perlu
diverifikasi dengan cara melihat dam mempertanyakan kembali, sambil
meninjau secara sepintas pada catatan dilapangan untuk memperoleh
pemahaman yang lebih tepat.

BAB IV
TEMUAN PENELITIAN

4.1

Deskripsi Kecelakaan lalu lintas di Polres Semarang


Wilayah hukum Polres Semarang merupakan daerah penghubung

antara Kabupaten Salatiga dan Kota Semarang yang merupakan jalur lintas
Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi D.I Jogjakarta. Seiring dengan kemajuan
pembangunan dan meningkatkannya aktivitas perekonomian membawa pada
semakin meningkat pula kebutuhan akan sarana transportasi.
Menurut data 2010 dari Polres Kabupaten Semarang Laka lalu lintas
terjadi sebanyak 117 kejadian dengan korban meninggal dunia berjumlah 26
orang, luka berat dan ringan 164 orang dan kerugian material mencapai sekitar
Rp. 114.750,- ( Data tersebut dari Polres Semarang tahun 2011). Hingga 29
Desember 2012 angka kecelakaan Laalu lintas menunjukkan angka 569 kasus,
atau lebih tinggi dari tahun 2011 yang hanya 505 kasus. Kasatlantas Polres
Semarang AKP Gusman Fitra, SIK melalui Kanit Lakalantas Polres Semarang
Iptu Ris Andrian mengatakan bahwa diperkirakan, hingga tutup tahun angka
kecelakaan akan mencapai 600

kasus, agar lebih jelas akan di jelaskan di

bawah :
Berdasarkan analisa dan evaluasi diatas dari penyebab kecelakaan
lalu lintas adalah faktor kesalahan human error. Dari faktor dari
kendaraan adalah tidak maksimalnya dari fungsi kendaraan seperti
rem atau fungsi teknis kendaraan yang sangat kecil dan berpengaruh
besar terjadi kecelakaan lalu lintas. (dari wawancara Kanit laka Iptu
Ris Andrian, 7 Februari 2012)

29

30

4.1.1.

Keadaan Geografi Kabupaten Semarang


Secara administrasi letak geografis Kabupaten Semarang dibatasi oleh

6 (enam) wilayah tingkat II pada sisi-sisinya. Selain itu ditengah-tengah wilayah


Kabupaten Semarang juga terdapat wilayah administrasi tingkat II Kota
Salatiga. Disisi sebelah barat Kabupaten Semarang berbatasan dengan wilayah
administrasi Kabupaten Kendal dan Kabupaten Temanggung, disisi selatan
berbatasan dengan wilayah administrasi Kabupaten Magelang, Boyolali dan
kota

Salatiga,

sedangkan

sebelah

utara

berbatasan

dengan

wilayah

administrasi kota Semarang dan Kabupaten Demak. ( Intel Dasar Polres


Semarang, 2012)
Secara geografis Kabupaten Semarang terletak pada 110 0 . 14 54,74
-1100 . 39 3 Bujur Timur dan 7

. 357-70 . 300 Lintas Selatan. Keempat

koordinat bujur dan lintang tersebut membatasi wilayah seluas 95.020,674 Ha


atau sekitar 2,92 % luas Propinsi Jawa Tengah. ( Intel dasar Polres Semarang,
2012)
Suhu udara rata-rata di Kabupaten Semarang dapat dikatakan relatifve
sejuk. Hal ini dimungkinkan karena jika dilihat berdasarkan dari ketinggian dari
permukaan laut Kabupaten Semarang berada pada ketinggian 500 M s/d
2000 M diatas permukaan laut. Dengan Desa Candirejo Kecamatan Ungaran
Barat merupakan desa dengan ketinggian terendah, dan Dusun Batur
Kecamatan Getasan merupakan wilayah desa dengan ketinggian tertinggi. .
( Intel dasar Polres Semarang, 2012)
Kabupaten Semarang dilintasi jalan negara yang menghubungkan
Yogyakarta - Surakarta - Kota Semarang atau lebih dikenal dengan Joglo

31

Semar sedangkan untuk angkutan umum antar kota dilayani dengan bus yakni
di terminal Sisemut Kecamatan Ungaran Barat, Terminal Bawen dan Terminal
Ambarawa. ( Intel dasar Polres Semarang, 2012)
Wilayah Kabupaten Semarang terdiri atas 19 Kecamatan, 208 Desa,
dan 27 Kelurahan. Luas Kecamatan terbesar adalah Kecamatan Pringapus
seluas 78,35 Ha atau 8,25 % dari luas wilayah seluruh Kabupaten Semarang,
dan luas Kecamatan terkecil adalah Kecamatan Ambarawa seluas 28,22 Km2
atau 2,97 % dari luas wilayah seluruh Kabupaten Semarang. ( Intel dasar
Polres Semarang, 2012)

Sumber : Data Intelejen Dasar Polres Kabupaten Semarang tahun 2013

Gambar 2
Peta Kabupaten Semarang

4.1.2.

Keadaan Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Semarang pada Tahun 2011 menurut

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Semarang sebesar


1.047.072 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Suruh dengan
67.825 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk di Kabupaten Semarang yang

32

terkecil berada di Kecamatan Bancak dengan jumlah penduduk 23.377 jiwa.


Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan terbanyak berada di Kecamatan
Suruh dengan jumlah 33.811 jiwa dan 34.014 jiwa. Sedangkan jumlah
penduduk laki-laki perempuan terkecil di Kecamatan Bancak dengan jumlah
penduduk 11.491 jiwa dan 11.886 jiwa. ( Intel dasar Polres Semarang, 2012)
4.1.3

Gambaran umum Polres Semarang


Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort, disingkat Polres adalah

badan pelaksana utama kewilayahan Polda yang berkedudukan di bawah


Kapolda, dengan demikian maka Polres Semarang yang terletak di daerah
Propinsi Jawa Tengah merupakan pelaksana utama kewilayahan Polda Jawa
Tengah dan berkedudukan di bawah Kapolda Jawa Tengah.
Polres

bertugas

menyelenggarakan

tugas

pokok

Polri

dalam

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum dan


memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
dalam wilayah hukumnya, sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan atau
kebijakan yang berlaku dalam organisasi Polri.
Dalam

pelaksanaan

menyelenggarakan

fungsi

tugas

pokok

Memberikan

kepolisian,

pelayanan

Polres

kepolisian

juga
kepada

masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk penanganan dan pelaporan,


Intelijen memberikan pencegahan gangguan dan pemeliharaan keamanan
dalam negeri, Penyelidikan dan Penyidikan di bidang tindak pidana termasuk
fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik lapangan serta kesamptaan
kepolisian yang meliputi kegiatan Turjawali dan tindak pidana ringan dan
penegendalian masyarakat serta

pengamanan obyek vital. Lalu lintas

33

Kepolisian meliputi kegiatan Turjawali Lalu lintas. Pembinaan masyarakat yang


meliputi penyuluhan masyarakat, pembinaan dan pengembangan masyarakat.
Dalam menyusun organisasinya Polres Semarang mengacu kepada
Keputusan Kapolri No. Pol : Kep/07/1/2005 tanggal 31 Januari 2005. Adapun
susunan organisasi Polres Semarang dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini:

KAPOLRES
WAKAPOLRES

BAG OPS

URTELEMAT
IKA
SAT
INTELK
AM

BAG MIN

BAG
BINAMITRA
UNIT
P3D
SAT
RESKI
M

UR
DOKKES

SAT
NARKO
BA

SAT
SABHAR
A

TAUD
SAT
OBSU
S

SAT
LANTA
S

POLSEK
Sumber data: Bagian administrasi Polres Semarang, 2012

Gambar 3
Struktur Organisasi Polres Semarang
Dari

struktur

organisasi

tersebut

bahwa

disebutkan

Satlantas

merupakan unsur pelaksana utama dan seorang kasat bertanggung jawab


kepada Kapolres dalam pelaksanaan tugas kesehariannya.
4.1.4

Satuan lalu lintas Polres Semarang.


Struktur organisasi Satuan Lalu Lintas Polres Semarang disusun

berdasarkan SKEP Kapolri No. Pol : SKEP/07/I/2005 tanggan 31 Januari 2005,


dimana disebutkan bahwa Satuan Lantas Polres Semarang dipimpin oleh 1

SPK

34

(satu) orang Kasat Lantas yang berpangkat AKP (Ajun Komisaris Polisi). Kasat
Lantas Polres Semarang membawahi Kaur Min Ops dan beberapa unit, yang
dikepalai oleh seseorang Kanit. Adapun Kaur Min Ops pada pelaksanaan
tugasnya membawahi 2 (dua) bagian, yaitu Badan Urusan (Ba Ur) Tilang dan
Administrasi (Min) Lantas. Sedangkan unit-unit yang terdapat di Satuan lantas
Polres Semarang dikepalai oleh seorang Kanit yang berpangkat perwira, dan
terdiri dari Kanit Patroli, Kanit Reg Ident lalu lintas, Kanit kecelakaan dan Kanit
Dikyasa Lantas. Adapun susunan organisasi Polres Semarang dapat dilihat
pada Gambar 4 di bawah ini :

KAPOLRES
WAKA

KASATLANTA
S

KAUR BINOPS

KANIT
DIKYA
SA

KAUR MIN TU

KANIT
TURJAW
ALI

KANIT
LAKA

KANIT
REGIDENT

Sumber minops Satlantas Polres Semarang, 2012

Gambar 4
Struktur organisasi Satuan Lalu Lintas
Satuan lalu lintas merupakan unsur pelaksana utama dari organisasi
Polres Semarang yang berada dibawah Kapolres, bertugas menyelenggarakan
dan membina fungsi teknis bidang lalu lintas yang terdiri dari unit kecelakaan
lalu lintas, unit patroli, unit regident (registrasi dan identifikasi), dan unit dikyasa
(pendidikan dan rekayasa).

35
35

Data personel Polres Semarang dalam sistem kepangkatan, mulai dari


Perwira sampai pegawai negeri sipil.
Tabel 1.
Jumlah personel berdasarkan kepangkatan
Satlantas Polres Semarang
NO

PANGKAT

DSPP

RIEL

JABATAN

1.

AKP

KASAT LANTAS

IPTU

KAUR/KANIT

IPDA

KANIT

AIPTU

12

17

ANGGOTA

AIPDA

10

ANGGOTA

Bripka

18

18

ANGGOTA

Brigadir

20

40

ANGGOTA

Briptu

25

31

ANGGOTA

Bripda

35

ANGGOTA

10

PNS

ANGGOTA

11

Pegawai Harian Lepas

ANGGOTA

TOTAL

136

139

Sumber minops Satlantas Polres Semarang Februari, 2012

Dari tabel 1 diatas di sebutkan bahwa jumlah DSPP dan Riel dari
personel satlantas di Polres Semarang masih sangat kurang dari jumlah DSPP
sehingga dari situlah kita dapat melihat faktor yang sangat menghambat kinerja
Satuan lalu lintas karena jumlah personelnya sangat minim dari jumlah
kebutuhan, mengingat wilayah hukumnya dari Polres Semarang mencakup
sangat luas, sampai di wilayah Salatiga. Di samping itu wilayah Kabupaten
36
Semarang yang berada di tengah tengah pertemuan arus dari arah Semarang
menuju Solo dan Jogjakarta yang sedemikian padatnya dan rawan terjadi
kecelakaan karena wilayah topografi medannya yang meliputi tanjakan dan
37
turunan.

4.2

Kinerja yang ditemukan di Satuan Lalu lintas Polres Semarang

a.

Kinerja Satuan Lalu Lintas Polres Semarang dalam Menangani


Kecelakaan Lalu Lintas
Yang merupakan kinerja lalu lintas Polres Semarang dalam menangani

kecelakaan lalu lintas, dapat dilihat dari berbagai data antara lain:
Tabel 2.
Data penyelesaian perkara tahun 2010

Sumber minops Satlantas Polres Semarang, 2012

Tabel 3.
Data penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas tahun 2011

39
Sumber minops Satlantas Polres Semarang, 2012

38

Tabel 4.
Data penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas tahun 2012

Sumber minops Satlantas Polres Semarang, 2012

4.2.1

Beberapa kawasan black spot di wilayah Kabupaten Semarang :


Berdasarkan studi dokumen yang dilakukan oleh peneliti di wilayah

Polres Semarang didapatkannya data daerah rawan kecelakaan (black spot) di


Polres Semarang, dapat di lihat dengan data antara lain :
Tabel 5.
Data daerah rawan kecelakaan (black spot) di Kabupaten Semarang
NO.

LOKASI

Tanjakan Ketekan, Kec.


Jambu

2.

Daerah Lemah Abang,


kr.jati

3.

Kawasan Apacinti, Kec.


Bawen

4.

Pertigaan Chytroen

KETERANGAN
- Kondisi jalan menanjak dan turunan tajam.
- Tidak ada bahu jalan, sarana prasarana
seperti marka dan rambu sangat minim.
- Kondisi jalan yang licin di waktu hujan.
- Kondisi jalan yang berkelok menanjak dan
turunan tajam.
- Tidak ada bahu jalan.
- Kondisi jalan licin, di waktu hujan.
- Kondisi jalan yang berkelok menanjak dan
turunan tajam.
- Tidak ada bahu jalan.
- Serta rambu lalu lintas minim.
- Kondisi jalan licin, di waktu hujan
- Arah Semarang terdapat jembatan, akses
keluar masuk karyawan.
- Turunan, sedikit tikungan, dan jarak pandang
terbatas.

39

5.

Pertigaan Ngobo Semarang

6.

Simpang 3 Bawen

7.

Langensari (Macet), yang


berada di jalan Semarangsolo Km 28

- Penerangan cukup, berdekatan dengan


proyek dan karoseri.
- Akses Keluar masuk kampung.
- Akses keluar masuk karywan dan kendaraan
berat, berdiri pangkalan ojek, kios kaki lima di
bahu jalan dari arah Semarang tepat setelah
turunan dan jarak pandang terbatas.
- Angkutan umum orang atau barang berhenti
gunakan badan jalan.
- Terdapat marka jalan-jalan beraspal
bergelombang.
- Pemukiman penduduk dan SPBU ramburambu ada namun kurang penerangan jalan.
- Tidak ada jalur penyelamat rata-rata
kendaraan kecepatan tinggi.
- Jalan tanjakan berada 100 meter dari lokasi
psar pertigaan arah pemukiman tidak
tersedia.
- Bahu jalan, angkutan berhenti gunakan
badan jalan.
- Banyak penyeberang jalan tidak
berkelompok, kendaraan bermotor keluar
masuk pertigaan memotong jalur utama.
- Angkutan berhenti gunakan badan jalan.

Sumber minops Satuan lalu lintas Polres Semarang, 2012

4.2.2

Faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Semarang.


Salah satu faktor penyebab kecelakaan lalu lintas di wilayah hukum

Polres Semarang adalah faktor manusia. Banyaknya peristiwa dari kecelakaan


yang terjadi di wilayah Polres Semarang karena dari kesalahan manusia yang
meliputi dari pengemudi yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas serta ugal
ugalan. Ada yang dalam kondisi badan tidak fit atau sedang mengantuk.
Yang kedua adalah faktor dari kendaraan itu sendiri, karena di wilayah
Polres Semarang merupakan faktor geografi perbukitan yang wilayah juga di
dominasi oleh kendaraan berat seperti truk dan bus. Yang melewati wilayah
tersebut. Berikutnya adalah faktor lingkungan yang seperti kondisi jalan yang
bergelombang dan turunan tajam

dan tanjakan serta tikungan tajam,

kurangnya lampu penerangan di malam hari. Dan juga faktor cuaca yang

40

memegang peranan penting. Seperti kondisi hujan lebat, sehingga jarak


pandang kita terganggu. Yang mengakibatkan kecelakaan lalulintas. (Kanit
Laka Polres Semarang Iptu Andri Ris Nugroho, 4 Februari 2013)
Akan tetapi pada kenyataannya adalah bahwa masalah keselamatan
berlalu lintas di Indonesia kondisinya masih sangatlah buruk. Kecelakaan lalu
lintas masih terus terjadi dengan korban meninggal dunia dan luka berat yang
terus meningkat. Dari tahun ketahun. Hal ini menunjukkan akan buruknya
manajemen keselamatan dalam mengemudi serta kesadaran dari para pemakai
jalan dalam berkemudi akan keselamatan dari dirinya sendiri dan orang lain.
Begitu pula di wilayah hukum Polres Semarang. Di wilayah tersebut juga tidak
terlepas dari permasalahan-permasalahan lalu lintas seperti kecelakaan lalu
lintas.
Sementara dari data dokumen yang ditemukan bahwa kejadian
kecelakaan lalu lintas di wilayah Semarang yang cenderung meningkat baik
kuantitas maupun kualitas yang merupakan akibat dari meningkatnya volume
dan jumlah kendaraan yang tinggi yang tidak dibarengi dengan penumbuhan
sarana dan prasarana infranstruktur dan pengamanan jalan serta kepadatan
jalan oleh pengguna jalan. (Intelejen Dasar Polres Semarang, 2012).
4.3 Hambatan Satuan Lalu Lintas Polres Semarang dalam Menangani
Kecelakaan Lalu Lintas
1)

Kemampuan Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh Satuan lalu lintas
Polres Semarang

41

Tabel 6.
Pendidikan Kompetensi Personel Satuan Lalu Lintas Polres Semarang
PENDIDIKAN
UMUM

JUMLAH

SMP

SMA/SMU/

139

MAN

TOTAL

PENDIDIKAN POLRI
PENDIDIKAN
JML
PEMBENTUKAN
KEJURUAN
AKPOL
1
DASPA LANTAS
PENDIDIKAN

JML
3

SECAPA

DASBA LANTAS

SEBA

133

DIKMAS LANTAS

LAKA LANTAS

139

139

Sumber minops Satlantas Polres Semarang, Januari 2013

Tabel 5 diatas menunjukkan jumlah personel Satuan lalu lintas Polres


Semarang berdasarkan pendidikannya. Pendidikan umum sebanyak 139 orang
dengan mayoritas tingkat SMA sebanyak 139 orang. Sementara untuk jumlah
personel berdasarkan pendidikan pembentukan sebanyak 139 orang dengan
jumlah terbesar adalah SEBA (sekolah bintara) dengan jumlah 133 orang.
Sedangkan total personel yang telah mendapat pendidikan kejurusan lalu lintas
hanya 4 orang yang masing-masing telah melaksanakan pendidikan dasar
perwira lantas sebanyak 3 orang, pendidikan bintara lalu lintas sebanyak 1
orang. Jumlah personel yang sudah melaksanakan pendidikan pengembangan
berbanding jauh dengan tingkat kebutuhan di lapangan. Dikarenakan belum
mempunyai keahlian khusus di bidangnya. Kebanyakan para personel tersebut
belum terlatih dibidangnya dan mempelajari dengan cara otodidak atau belajar
sendiri dari pengalaman yang diterimanya.
2)

Anggaran yang di terima untuk Satuan Lalu Lintas Polres Semarang

42

Dana yang di terima untuk kegiatan operasional Satuan lalu lintas


Polres Semarang sendiri yaitu di sesuaikan dengan DIPA Polres Semarang.
Tabel 7
Anggaran Dipa 2012

70

Dana per
kasus
Rp 303.000

Rp 21.210.000,00

Rp 1.405.000

Rp 8.430.000,00

No

Jenis

Jumlah

1.

BAC
P21/ laka tidak
menonjol
P21/ laka menonjol
Angkutan Umum/laka
tidak menonjol
Pribadi
Tabrak lari (12 bulan)

2.
3.
4.
5.
6.

Jumlah Total

Rp 108.222.00,00

Rp 4.844.000

Rp 29.064.000,00

6
5

Rp 3.780.000
Rp 2.621.000

Rp 22.680.000,00
Rp 15.725.000,00

Sumber minops Satlantas Polres Semarang, 2012

3)

Sarana dan Prasarana yang dimiliki adalah :


Tabel 8.
Sarana prasarana yang dimiliki Satuan lalu lintas Polres Semarang

NO
Jenis Kendaraan
1.
Mobil SIM keliling
2.
Unit TPTKP laka

Jumlah
1
1

3.

Sedan PJR

4.

Double cabin

5.

Uji sim

6.
7.
8.

Pick TPTKP laka


R2 900 cc
R2 225 cc

4
3
9

9.

R2 125 cc

10.

Lain-lain

Sumber minops Satlantas Polres Semarang, 2012

4.4

21
1

Keterangan
Bus SIM Keliling
Ford Ranger
2 Hyundai
2 Lancer
1 Mazda
Isuzu D-Max
1 Honda Revo
1 Grandmax
Toyota Kijang
Yamaha Diversion
Yamaha Scorpio
Suzuki TS
Yamaha Rx
Mitsubishi Kuda

43

Upaya yang dilakukan Satuan lalu lintas Polres Semarang dalam


menangani kecelakan lalu lintas
Adapun jenis upaya-upaya yang dapat menangani kecelakaan lalu
lintas

1. Upaya Preemtif
Upaya preemtif dilakukan dengan menitik beratkan kepada usahausaha berupa penyuluhan dan sosialisasi dengan masyarakat dalam
melakukan pencegahan sehingga sedini mungkin dapat mencegah
terjadinya laka lantas di Kabupaten Semarang.

2. Upaya Preventif
Upaya tersebut dilakukan dengan Turjawali Lalu Lintas.

Dengan

melakaukan pengaturan dan patroli rutin itu dapat mencegah


kecelakaan lalu lintas yang terjadi di wilayah Kabupaten Semarang.
3. Upaya Represif
Kepolisian juga menempuh pula langkah represif melalui operasi
kepolisian dijalan raya, yang ditujukan kepada pengemudi dan
kelengkapan kendaraan bermotor yang dipakainya. Tindakan represif
ditempuh oleh Satuan lalu lintas Polres Semarang dengan melakukan
Operasi dijalan tentang kelengkapan surat surat kendaraan bermotor.
Apabila di temukan pelanggaran maka

tindakan tegas bagi para

pelanggar lalu lintas dijalan dengan sanksi tilang dan tidak ada toleransi
apapun.
4.4.1

Penanganan

kecelakaan

lalu

lintas

sesuai

dengan

peraturan
44

Perundang-undangan.
Dalam penanganan dan penyidikan kecelakaan lalu lintas, anggota lalu
lintas mengacu kepada UU NO. 22 Tahun 2009 pada pasal 1 UU NO.
22 tahun 2009 yang semua unsure-unsurnya terpenuhi.

1.

UU NO. 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan angkutan jalan pasal
310 :
(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang
karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan
kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang
karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan
korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban
luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
45
mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000, 00 (dua belas juta rupiah)

2.

Pasal 311 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan :

(1) Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan


Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa
atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
(2)

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan


dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2),
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah).
(3)

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan


kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama
4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan
juta rupiah).
(4)

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda
46
paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
(5)

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan


pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling
banyak Rp24.000.000, 00 (dua puluh empat juta rupiah). (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96)

3.

Pasal 312 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang lalu lintas dan angkutan jalan
:
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang terlibat
kecelakaan lalu lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan
kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan
kecelakaan lalu lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia
terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a,
huruf b, dan huruf c, tanpa alas an yang patut dipidan dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp
75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Penyelesaian melalui jalur hukum dengan penyidikan hanya diterapkan

pada kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia


ataupun pada kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka berat,
sebagaimana diatur dalam pasal 359 dan pasal 360 KUHP (Kitab UndangUndang Hukum Pidana). Dalam hal penetapan tersangka terjadinya kecelakaan
lalu lintas, penyidik Polres Semarang Kabupaten Semarang berpedoman pada
Pasal 1 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
memuat unsur-unsur yang bersifat komulatif.
47
Dalam penyelesaian masalah kecelakaan lalu lintas dilaksanakan
setelah diketahui adanya informasi mengenai adanya suatu kecelakaan
lalu lintas. Semarang maka diketahui bahwa informasi kecelakaan lalu
lintas diperoleh langsung dari petugas ataupun secara tidak langsung
dari laporan masyarakat ataupun saksi di tempat kejadian perkara.
(Berdasarkan hasil wawancara dengan Iptu Andri Kanit Laka Satlantas
Polres Semarang, 4 Februari 2013)
Dalam menerima laporan dari masyarakat, sesegera mungkin anggota
unit laka segera mendatangi TKP dengan membawa perlengkapan. Laporan

disampaikan melalui alat komunikasi misalnya telepon. Setelah menerima


telepon dan sesegera mungkin mendatangi TKP kecelakaan lalu lintas dengan
cepat. Dan tidak lupa untuk mencatat nomor telepon yang memberi informasi
tersebut.
Diketahui atau ditentukan langsung oleh anggota Polri. Apabila
mengetahui, melihat dan mendengarkan suatu peristiwa kecelakaan
lalu lintas ditemukan langsung oleh anggota Polri khususnya polisi lalu
lintas maka anggota yang bersangkutan wajib segera melakukan
tindakan-tindakan sesuai dengan kewenangan Kepolisian kemudian
melaporkan kepada atasan atau piket lalu lintas yang sedang bertugas
untuk melaporkan bantuan dalam menangani TKP (Tempat Kejadian
Perkara). Hal yang perlu mendapatkan perhatian dalah bahwa setiap
petugas Polri tanpa surat perintah dapat melakukan penangkapan,
penggeledahan,
penyitaan
dan
tindakan
lain
yang
dipertanggungjawabkan menurut hukum yang berlaku. Anggota dituntut
untuk segera melakukan tindakan pengamanan TKP (Tempat Kejadian
Perkara) kecelakaan lalu lintas dan melakukan tindakan pertama serta
menyerahkan tersangka beserta atau tanpa barang bukti kepada
petugas polisi lalu lintas yang berwenang kemudian petugas polisi lalu
lintas tersebut wajib untuk membuat berita acaranya guna untuk
penyidikan dan penyelidikan Kepolisian ( wawancara dengan Iptu
Andri, kanit LAKA Polres Semarang, 4 februari 2013).
Kemudian dalam pelayanan dan penangan yang dilakukan oleh Satuan
lalu lintas Polres Semarang adalah penyedian alat dan peralatan yang
diperlukan. Serta ketepatan dan kecepatan waktu untuk mendatangi TKP Laka
Lantas.

BAB V
PEMBAHASAN

5.1.

Kinerja Satuan lalu lintas Di Polres Semarang


Dengan adanya kebutuhan dari masyarakat untuk menggunakan

sarana transportasi lalu lintas dalam kehidupan mereka sehari hari, maka
timbulah masalah - masalah sosial. Salah satunya diantaranya adalah
masalah kecelakaan lalu lintas yang sering kita temui.
Kecelakaan lalu lintas telah menjadi suatu permasalahan lalu
lintas yang dapat menimbulkan masalah dan kerugian besar di
masyarakat, permasalahan ini selalu terjadi di jalur lalu lintas manapun.
Tidak terjadi di Indonesia saja tetapi di negara manapun. Penyebabnya
bermacam-macam baik faktor manusia, kondisi jalan, keadaan geografi,
faktor kendaraan, faktor cuaca dan faktor dari kendaraan. Dari faktorfaktor tersebut sangat mempengaruhi satu sama lain.
Pelanggaran lalu lintas juga di pandang memberi kontribusi pada
kecelakaan lalau lintas. Dari hasil studi dokumentasi terungkap bahwa 42
persen dari 1260 kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi mulai bulan
Januari sampai dengan Agustus 1997 pada umumnya diawali dengan
pelanggaran peraturan lalu lintas oleh pengemudi. Sisanya sebanyak 58
persen disebabkan oleh kondisi kendaraan, jalan dan alam. Namun,
seorang perwira pengolah data kecelakaan lalu lintas menerangkan
bahwa walaupun tidak dominan, pengemudi tetap ikut memberi kontribusi
bagi timbulnya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh faktor bukan
manusia. Berdasarkan uraian diatas bahwa pelanggaran lalu lintas itu
48

49
merupakan penyebab utama dari timbulnya kecelakaan lalu lintas.
(disadur dari Farouk Muhammad, 2008 :49)
Seperti di wilayah hukum Polres Semarang tersebut di kawasan
tersebut ada yang namanya kawasan black spot. Kawasan tersebut
diantaranya rata-rata merupakan faktor kondisi jalan bergelombang serta
tanjakan dan turunan. Adanya faktor cuaca yang sangat mempengaruhi.
Karena wilayah di daerah Kabupaten Semarang yang sering terjadi hujan
di saat musim penghujan. Yang mengakibatkan jalanan menjadi licin.
Tentunya dalam suatu upaya-upaya dalam pelaksanaannya
terdapat kendala-kendala di lapangan. Dalam hal ini peneliti menganalisa
kasus menggunakan teori manajemen dan teori penegakkan hukum,
melihat masalah dalam upaya -upaya yang dilakukan dalam menekan
tingkat kecelakaan lalu lintas.
Teori penegakkan hukum dan teori manajemen dianggap mampu
dalam menganalisis apa yan terjadi, dimana nantinya diharapkan dapat
memberikan konstribusi terhadap upaya Satuan Lalu Lintas Semarang
dalam menekan tingkat kecelakaan.
Oleh karena itu dalam pembahasan inii penelitian akan
membahas

permasalahan

yang

ada

dengan

teori-teori

tersebut.

Kecelakaan lalu lintas menurut Berekbout yang dikutip oleh MH. Ritonga
(2003: 28, dalam skripsi Irwan sunuddin, 2009 : 71) memiliki 4 (empat)
faktor penyebab, yaitu manusia, kendaraan, jalan, dan lingkungan.

50

5.1.1

Hambatan di Satuan lalu lintas Polres Semarang adalah

a. Faktor Sumber daya manusianya, atau jumlah personel yang di


rasa masih kurang. Hal ini tidak dapat mendukung kinerja dari
kegiatan operasional tersebut. Karena sangat berpengaruh
signifikan dalam kecepatan dan ketepatan para personel
tersebut. Apalagi jumlah personel yang sudah melaksanakan
pendidikan kejuruan lalu lintas baik dari bintara dan perwira nya
sangat sedikit sekali. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kinerja
para Anggota di lapangan. Karena kemampuan dan keterampilan
anggota sangat terbatas, mereka dapat dengan cara otodidak
bukan teori melainkan melalui turunan para seniornya.
b. Anggaran Satuan lalu lintas Polres Semarang di tentukan oleh
Dipa yang sudah ada. Semuanya itu memerlukan dipa yang
cukup untuk kegiatan operasional. Di samping wilayah hukum
Polres Semarang sangat luas sampai ke wilayah Tengaran dan
Salatiga. Oleh karena itu harus ada dipa dan anggaran yang
cukup untuk mendukungnya seluruh kegiatan operasional Satuan
lalu lintas Polres Semarang
c. Method atau metode,
1)
Penempatan personel, berbagai cara yang dilakukan oleh
Unit kecelakaan Lalu lintas adalah dengan penempatan
personel pada posisi yang cocok dengan keterampilan dan
keahliannya yaitu penggantian pada regu jaga. Plotting
anggota, selalu mengecek dan mengontrol anggota dan
mengawasi

para

anggota

yang

melakukan

kegiatan

operasionalnya. Dalam penempatan personel ini tentunya


yang sangat diharapkan oleh seseorang personel adalah
penempatan yang tepat pada posisi yang menjadi keinginan
personel masing-masing. Hal ini sangat tergantung pada

51
kesempatan kerja yang terbuka padanya yaitu kesempatan
untuk bekerja yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan
keterampilannya

serta

adanya

kesempatan

untuk

mengembangkan diri. (disadur dari Irwan sududdin, 2009 :


84)
Seseorang

dapat

maksimal

melaksanakan

kinerjanya

apabila seseorang itu merasa nyaman dengan pekerjaan


dan keterampilan yang diembannya. Sebaliknya apabila
penurunan kinerja seseorang personel atau anggota sering
diakibatkan dari kesalahan sumber daya manusia yang
tidak sesuai dengan penempatan pegawai dan tidak adanya
ketertarikan di bidang tersebut. Akibatnya semangat para
personel atau pegawai melemah dan tidak bergairah. Hal ini
di sebabkan dari ketidak sesuaian dari pendidikan dan
bakat seseorang.
2)

Pendisiplinan kerja, disiplin kerja adalah salah satu faktor


dari keberhasilan kinerja. Oleh karena itu kita harus
membiasakan disiplin, baik dari dalam diri sendiri dan orang
lain itu sendiri. Di wilayah Polres Semarang sendiri
dilakukan dengan pendisiplinan kerja meliputi dengan
sistem pengawasan dan pengendalian yaitu melakukan Apel
pagi tidak boleh terlambat pada jam 6.00 pagi dan sistem
pelaporan tiap harinya. Dan menempatkan personel pada
tempat yang dianggap rawan kecelakaan lalu lintas. Hal itu
harus selalu dilakukan pengecekan dan pengendalian oleh
pimpinan

langsung

maupun

tidak

langsung.

Tujuan

52
diadakannya disiplin kerja adalah agar anggota selalu bisa
merasa siap sedia apabila ada masyarakat yang segera
meminta bantuan dan pertolongan.
d. Sarana Prasarana yang ada di Satuan lalu lintas. Yang seperti
penulis bahas di atas adalah kelemahan dari Satuan lalu lintas
Polres Semarang adalah keterbatasannya saran dan prasarana
yang mendukung kegiatan operasional di lapangan seperti
kendaraan bermotor yang sangat terbatas jumlahnya di tambah
wilayah Polres Semarang sangat luas sekali mempunyai 16
Polsek dan 19 kecamatan yang tersebar di wilayah Kabupaten
Semarang, di tambah lagi wilayah perbukitan berupa tanjakan
dan turunan. Dan wilayah Polres Semarang dikelilingi oleh
Dataran tinggi. Dan juga alat komunikasi seperti Handy Tolky
yang sangat sedikit dan rata rata

para personel anggota

mempunyai sendiri dengan membelinya bukan dari inventaris


negara, serta jumlah komputer untuk operasional yang sedikit
yang kurang untuk para penyidik melakukan penyidikan terhadap
kecelakaan lalu lintas. Setara di wilayah yang sangat rawan
kecelakaan lalu lintas seperti di tujuh kawasan Black spot di
Wilayah Kabupaten Semarang tidak ada pos pantaunya. Untuk
5.1.2

mengawasi keadaan lalu lintas yang rawan kecelakaan.


Analisa Manajemen Lalu Lintas Kecelakaan Polres Semarang
melalui Jalur hukum dan Penyidikan
Kinerja anggota Unit Laka Polres Semarang adalah sesuai

dengan tugas pokoknya yang diemban sebagai aparat penegak hukum,.


Sesuai dengan pasal 13 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisisan Negara Republik Indonesia yaitu memelihara keamanan dan

53
ketertiban serta menjamin keamanan umum, Substansi tugas pokok
kepolisian adalah menegakkan hukum bersumber dari ketentuan
pperaturan perundang-undangan yang memuat tugas pokok Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam mengemban tugas pokok Kepolisian.
Salah satunya dalam hal menangani tingkat kecelakaan Satuan
Lalu Lintas Polres Semarang melakukan manjemen kinerja melalui jalur
hukum dan penyidikian, diantaranya sebagai berikut:
a.

Planning

(perencanaan) tindakan penetapan atau arah dari

kegiatan yang akan dilakukan. Dalam hal ini pemeriksaan


terhadap saksi, korban maupun tersangka. Maka akan di
rencanakan terlebih Kegiatan perencanaan tersebut :
1. Menyusun dan menyiapkan administrasi penyidikan sesuai
dengan

Juklak atau Juknis proses penyidikan kecelakaan

2.
3.

lalu lintas.
Menyiapkan penyidik sesuai dengan identitas penyidiknya.
Menyusun daftar pertanyaan untuk saksi dan tersangka

4.

dalam rangka pemeriksaan.


Menyiapkan kebutuhan sarana dan prasarana yang ada dan

5.

kebutuhan anggaran yang di butuhkan.


Mengajukan rencana penyidikan kepada atasan Penyidik

6.

secara berjenjang.
Apabila Penyidik telah melakukan kegiatan Penyidikan,
sebagaimana di atur dalam Pasal 110 KUHAP, penyidik
segera menyerahkan berkas perkara kepada penuntut
umum. Kemudian apabila penuntut umum berpendapat
bahwa hasil penyedikan kurang lengkap, penyidik menerima
kembali perkara dan segera melengkapinya. Penyidikan
dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas (14)
hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara

54
atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah
ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum
kepada penyidik, artinya berkas telah selesai (P.21) maka
perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan. Apabila ternyata
tidak cukup bukti maka penyidik mengeluarkan SP3 (Surat
Perintah Penghentian Penyidikan) yang diatur di dalam
Pasal 109 KUHAP. Untuk itu penyidik menghentikan
penyidikan dikarenakan tidak terdapat cukup bukti seperti
yang diatur dalam Pasal 184 KUHP (minimal dua alat bukti)
atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak
pidana atau penyidikan diberhentikan demi hukum dengan
alasan karena nebis in idem, tersangka meninggal dunia,
dan perkara pidana telah kadaluwarsa atau saksi tidak
b.

mendukung dalam memberikan keterangan.


Organizing (pengorganisasian) yaitu tindakan mendistribusikan
pekerjaan yang ada kepada tenaga kerja yang tersedia dan
menetapkan aturan kepada para pekerja. Pengorganisasian ini
dilakukan dalam ilmu Kepolisian yaitu dalam pembagian tugas
sebelum

dilakukan

penyidikan

dan

penanganan

adanya

kecelakaan lalu lintas. Pengorganisasian dalam Penyidikan ada


dua cara yaitu :
1. Melibatkan Unit Penyidikan yang rutin atau secara struktural
telah ada pada Organisasi Lalu lintas. Jumlah penyidik yang
dilibatkan dalam pelaksanaan penyidikan adalah satu
perkara ada 3 Penyidik yang menangani. Disamping
Penyidik harus mempunyai etika dan profesionalisme. Kerja
sama antara penyidik dalam rangka pelaksanaan penyidikan

55
harus tetap terjaga. ( disadur dari modul naskah manajemen
2.

penyidikan, 2008: 34)


Melibatkan Penyidik yang diperluas ( diluar struktur rutin
yang telah tersedia). Pengorganisasian penyidikan dengan
melibatkan penyidik yang diperluas umumnya atau karena
untuk penyidikan tindak pidana yang berskala luas karena
unit penyidikan berstruktur /rutin, dinilai kurang memadai
untuk menangani sendiri penyidikannya. ( disadur dari modul

c.

naskah manajemen penyidikan, 2008: 36)


Actuating (menggerakkan) yaitu perangsangan terhadap anggota
atau pekerja agar para pekerja itu mau melaksanakan tugas
dengan semangat yang tinggi dan penuh rasa tanggung jawab.
Setiap individu memiliki kondisi internal, dimana kondisi internal
tersebut berperan dalam aktifitas dirinya sehari hari. Salah satu
dari kondisi internal tersebut adalah motivasi. (disadur dari
Hamzah Buno, 2006 :1) Untuk menemukan titik terang dalam
pengungkapan arah penyidikan lebih lanjut keterangan saksi
pada proses penyidikan perkara kecelakaan lalu lintas selaku
penyidik pembantu mulai melakukan pemeriksaan terhadap
saksi-saksi dalam kecelakaan lalu lintas dengan menggunakan
surat perintah, dengan menggunakan surat perintah tersebut
anggota Satuan lalu lintas Polres Semarang mulai melakukan
langkah pemeriksaan terhadap saksi saksi kecelakaan Lalu
lintas. Apabila dalam teknis penyidikan kemungkinan timbul
permasalahan yang tidak terduga sebelumnya atau tidak termuat
dalam perencanaan, maka perlu dilakukan upaya pemecahan
permasalahan, seperti gelar perkara, koordinasi atau tindakan

56
lain yang diperlukan. Untuk menyeleseikan masalah yang ada
dan kendala yang dihadapi oleh penyidikan maka penyidik dan
atasan penyidik harus meminta bantuan teknis secara berjenjang
dalam bentuk back up satuan yang lebih tinggi terhadap satuan di
d.

bawahnya.
Controling (pengawasan dan pengendalian) yaitu mengawasi dan
mengendalikan aktifitas para anggota dan pekerja agar berjalan
sesuai dengan yang di harapkan dari awal perencanaan dan
berakhir sesuai dengan hasil yang diinginkan. Untuk memastikan
langkah penyidikan sesuai dengan perencanaan penyidikan
maka harus dilakukan pengawasan dan pengendalian terhadap
kinerja anggota. Karena dari pengawasan dan pengendalian
tersebut dapat dimengerti hambatan-hambatan di lapangan oleh
anggota. Upaya pengendalian tersebut dapat dengan melalui
laporan dari hasil tugas dan perkembangan hasil penyidikan yang
tertuang

pada

lembar

kontrol.

Dari

pengawasan

dan

pengendalian terhadap proses penyelidikan dan penyidikan


kecelakaan lalu lintas dapat sesuai dengan Job description dari
Kasat lantas maupun Kanit kecelakaan Polres Semarang. Tujuan
dari adanya pengawasan dan pengendalian adalah menghindari
dari penyimpangan dalam penyidikan dan penyelidikan agar
sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Fungsi pengawasan
memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan dan
mengevaluasi

suatu

perencanaan,

pengorganisasian

serta

pelaksanaan penyidikan. (disadur dari modul naskah manajemen


penyidikan, 2008 : 43). Penerapan azas efisiensi manapun
efektivitas merupakan wujud dari manajemen modern seperti

57
dikatakan davids & Hancock (1985) dalam adrianus yang
menguraikan

bahwa

penerapan

prinsip-prinsip

manajemen

modern dapat diadopsi organisasi Kepolisian sebagaimana


layaknya perusahaan Publik (2005: 184-185). Asumsi bahwa
kegiatan pemolisian selaku aktivitas publik yang dilakukan oleh
lembaga publik (dalam hal ini Polri) sebenarnya mengenal dan
harus

memberlakukan

prinsip-prinsip

yang

sama

dengan

kegiatan-kegiatan publik di bidang lain-lain serta dilakukan oleh


lembaga-lembaga lainnya. (disadur dari Irwan sunuddin, 2009:
78) Hubungan yang kita lihat dari efisiensi dan efektifitas kinerja
dapat dilihat dari hasil usaha yang telah kita lakukan untuk
mengurangi angka kecelakaan lalu lintas di wilayah Polres
Semarang.
5.2

Faktor-Faktor yang Menjadi Hambatan Satuan Lalu Lintas


Semarang Dalam Menangani Kecelakaan Lalu Lintas
Analisa dari kinerja anggota Satuan Lalu lintas Polres Semarang

adalah sesuai juga dengan tugas pokoknya yang diemban sebagai aparat
penegak hukum. Sesuai dengan pasal 13 Undang-undang No.2 tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu (1) memelihara
keamanan dan ketertiban serta menjamin keamanan umum. Substansi
tugas pokok Kepolisian adalah menegakkan hukum bersumber dari
ketentuan peraturan perundang undangan yang memuat tugas pokok
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam mengemban tugas pokok
Kepolisian.

58
5.2.1

Faktor dari hukumnya sendiri


Didalam tulisan ini, maka yang di artikan dengan undang undang

dalam

material

adalah

(Purbacaraka

&Soerjono

Soekanto,1979)

peraturan tertulis yang berlaku umum dibuat oleh penguasa pusat


maupun Daerah yang sah.
a. Peraturan Pusat yang berlaku untuk semua warga negara atau
suatu golongan tertentu saja maupun yang berlaku umum di
sebagian wilayah negara.
b. Peraturan setempat yang hanya berlaku di suatu tempat atau
daerah saja ( disadur dari. Soerjono Soekanto 1983: 11)
Dalam menegakkan hukum di jalan oleh para personel lalu lintas
khususnya Satuan lalu lintas mengacu kepada UU NO 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU No 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), UU No 8 Tahun 2001 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana dan Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2012 tentang
Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jasa
Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.
Serta juga dalam menentukan tersangka apabila telah terjadi
kecelakaan lalu lintas adalah para personel anggota Satuan lalu lintas
dalam hal melakukan penyidikan dengan menggunakan pasal 1 UU
No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan angkutan jalan yang semua
unsur-unsurnya terpenuhi.
Dan juga apabila unsur-unsurnya

terpenuhi tersebut penyidik

menetapkan tersangka dengan dakwaan menggunakan pasal 310 dan


311 pada Undang-undang no 22 tahun 2009 Tentang lalu lintas dan
angkutan jalan.

59
Apabila penyidik menemukan kesulitan dalam menetapkan atau
kesalahan maka penyidik dapat memanggil saksi ahli yang sesuai
dengan dalam pasal 7 ayat (1) huruf h KUHAP.
Dan

apabila

dalam

terjadinya

kecelakaan

terdapat

luka

ringan( LR) atau kerugian material, maka pihak dari kepala Satuan Lalu
lintas Polres Semarang akan melakukan mediasi dengan jalan damai
antara pihak yang terjadi kecelakaan. Salah satu hal dari kebijakan yang
diambil adalah dengan terwujudnya jalur keadilan bagi kedua belah pihak.
Penyelesaian kasus tersebut tidak dengan jalur hukum melainkan melalui
dengan penyeleseaian kedua belah pihak.
Keseluruhan

hal

yang

didapat

adalah

dalam

melakukan

penegakkan hukum di masyarakat bahwa faktor dari hukumnya sendiri


adalah hal yang sangat menentukan, karena hukum itu di buat untuk di
taati bukan untuk di langgar oleh masyarakat. Kita sebagai aparat
penegak hukum disini berkewajiban untuk menegakkan hukum dengan
setegak-tegaknya tanpa memilih-milih dalam menegakkan keadilan
tersebut.
5.2.2

Faktor penegak hukum


Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut

mempunyai kedudukan (status) dan peranan ( role). Kedudukan (sosial)


merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan, yang tinggi,
sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya
merupakan suatu wadah yang isinya adalah hak-hak kewajiban tertentu.
Hak-hak kewajuban tadi merupakan peranan atau role. Oleh karena itu
orang yang mempunyai kedudukan tertentu, tidak lazim memegang
peranan juga. (disadur dari Soerjono Soekanto, 1983 :20)

60
Oleh

karena

itu

di

organisasi

Kepolisian

tersebut,

para

Kasatlantas dan khususnya Kanit Kecelakaan yang mengurusi langsung


dalam urusan terjadinya kecelakaan lalu lintas tersebut mempunyai
kedudukan dan peranan yang berarti. Oleh karena itu mereka semua
mempunyai kebijakan masing-masing dalam menentukan keputusan
mereka.

Di

samping

mempunyai

kedudukan

dalam

menentukan

keputusannya mereka semua juga harus melihat kultur dari kebudayaan


dan adat di wilayah masing-masing. Oleh sebab itu para penegak hukum
di wilayah harusnya sadar dan mengerti tentang kebiasaan adat mereka
di wilayah masing-masing. Karena apabila para pimpinan di wilayah
tersebut tidak mengetahui kebiasaan adat di wilayah tersebut akan
menimbulkan konflik baru yang di sebabkan oleh ketidakpuasan
masyarakat di wilayah.
Seorang penegak hukum, sebagaimana halnya dengan wargawarga masyarakat lainnya, lazimnya mempunyai beberapa kedudukan
dan peranan sekaligus. Dengan demikian tidaklah mustahil, bahwa antara
berbagai kedudukan dan peranan akan menimbulkan konflik (status
conflict dan conflict of roles, disadur dari Soerjono Soekanto, 1983 : 21)
5.2.3

Faktor sarana atau fasilitas


Tanpa adanya sarana dan fasilitas tertentu, maka tidak mungkin

penegakkan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana dan


prasarana tersebut mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan
terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang
cukup. Kalau hal tersebut tidak terpenuhi maka mustahil penegakkan
hukum akan tercapai ntuk mencapai tujuannya. ( disadur dari Soerjono
Soekanto, 1983 : 37)

61
Dari penulis yang di sajikan di bab IV tersebut di bahas
permasalahan, yaitu :
a. Masalah sumber daya manusia yang kurang di Satuan lalu lintas
itu sendiri, seperti para personel yang sedikit sekali yang
melaksakan pendidikan kejuruan lalu lintas di bandingkan dengan
jumlah yang ada di Satuan lalu lintas tersebut. Hal ini sangat
berpengaruh dalam hal kinerja yang berlangsung. Maksudnya
dalam hal ini adalah keadaan dimana sumber daya manusia nya
kurang memiliki keahlian dan keterampilan dalam melakukan
kegiatan, karena penanganan kecelakaan ini adalah hal yang
mendasar yang dilakukan oleh personel Satuan lalu lintas Polres
Semarang. Karena kalau tidak memiliki dasar teori dan dapat
mengaplikasikannya
penyidikan

akan

di

wilayah

maka

penanganan

dan

menghambat para kinerja personel dan

keberhasilan dalam tugas.


b. Yang kedua adalah permasalahan hal yang menunjang dari
sumber daya tersebut, dalam hal ini adalah berupa kendaraan
operasional dan komputer yang ada. Pada saat ini jumlah
kendaraan bermotor sangat sedikit sekali, untuk mendukung
kegiatan operasional para personel Satuan lalu lintas masih
sangat belum mencukupi,

di samping wilayah Kabupaten

Semarang yang sangat luas dan bentuk dari topografi wilayahnya


adalah sebagaian besar di kelilingi oleh tanjakan dan turunan. Hal
ini yang sangat menyulitkan para personel untuk menempuh ke
tempat tujuan. Karena di butuhkan dukungan kendaraan
operasional dan dukungan anggaran dipa yang cukup. Di
samping masalah kendaraan

operasional adalah masalah

62
komputer di penyidik Satuan lalu lintas yang jumlahnya masih
kurang untuk melakukan penyidikan kecelakaan lalu lintas. Hal ini
sangat menghambat jalannya kinerja personel Satuan lalu lintas
5.2.4

Polres Semarang.
Faktor masyarakat
Penegakkan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, di pandang


dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakkan
hukum tersebut. Di dalam bagian ini, di tengahkan secara garis besar
perihal

pendapat

masyarakat

mengenau

hukum,

yang

sangat

mempengaruhi kepatuhan hukumnya. (disadur dari Soerjono Soekanto,


1983: 45)
Dalam hal ini menegakkan hukum di wilayah masing masing
daerah berbeda kultur masyarakat dan kebiasannya. Pada dasarnya
polisi di sini adalah sebagai sarana mediasi dalam meredam suatu
perkara. Penyeleseaian suatu perkara yang di akibatkan oleh kecelakaan
lalu lintas, yang di akhiri adanya terjadinya korban meninggal dunia di
seleseikan tetap sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku
sesuai dengan pasal 310 dan pasal 311 Undang-undang lalu lintas dan
angkutan jalan raya. Tetapi apabila hanya mengalami luka ringan dan
kerugian material dilakukan penyelesaian sengketa dengan jalur damai,
seorang kasatlantas atau kanit laka sebagai mediasi atau penengah
dalam menyeleseikan suatu perkara.
Disimpulkan bahwa, para aparat kepolisian khususnya personel
lalu lintas tersebut akan bekerja secara maksimal apabila di dukung oleh
faktor masyarakat tersebut. Karena dari faktor tersebut masyarakat

tersebut, polisi akan mengerti kemauan para anggota masyarakat


tersebut.

5.2.5

63

Faktor budaya
kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai

yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan


konseps-konseps abstrak mengenai apa yang dianggap baik ( sehingga
dianuti) dan apa yang dianggap buruk ( sehingga dihindari). (disadur dari
Soerjono Soekanto, 1983 : 61)
Berbeda dengan pembahasan diatas, faktor budaya adalah
kelihatannya sama tetapi penerapannya berbeda. Dalam hal ini para
personel melakukan penegakkan hukum di sesuaikan juga dengan
kebiasan masyarakat dan kebudayaan yang ada di wilayah tersebut
seperti halnya dalam menentukan tindak pelanggaran lalu lintas. Setiap
wilayah

atau

Polres maka

mempunyai

kebijakan

masing-masing

pimpinan. Semua keputusan dan kebijakan akan di patuhi dan


dilaksanakan oleh bawahannya. Oleh sebab itu para personel anggota
Polisi dalam menegakkan hukum juga harus melihat dari segi budaya
yang di terapkan di wilayah ia bertugas. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap kinerja yang ada untuk mendukung kegiatan operasianal.
5.3

Upaya Satuan Lalu Lintas Polres Semarang dalam Menekan

5.3.1

Tingkat kecelakaan Lalu di Semarang


Penempatan personel atau anggota di wilayah yang rawan terjadi
kecelakaan lalu lintas atau kawasan black spot.

Terobosan dari upaya untuk mengurangi angka kecelakaan lalu


lintas adalah dengan menempatkan anggota patroli jalan raya untuk
melaksanakan penempatan yang dirasa rawan terjadi kecelakaan lalu
lintas. Selain dari menempatkan anggota di tempat yang rawan terjadi
kecelakaan lalu lintas juga untuk mengurangi terjadi nya tindak kejahatan
yang timbul. Untuk mengurungkan niat pelaku berbuat jahat di jalan.
Apalagi didukung daerah yang rawan di wilayah Polres Semarang yang
keadaan geografinya berupa tanjakan dan turunan yang sepi dan gelap
dan juga banyak sekali kebun dan hutan jati.
5.3.2

Memelihara Perasaan Aman


Selalu memberikan pelayanan yang terbaik, seperti menjamin

keamanan dan ketertiban di setiap wilayah. Masyarakat akan antusias


kepada Polisi apabila ia sanggup menjamin keamanan selama 24 jam.
Tetapi dimana Polisi telah meninggalkan tempat, di situlah muncul
pelanggaran lalu lintas ataupun kejahatan lainnya oleh karena itu
diadakan Turjawali di setiap jam-jam yang dianggap rawan, seperti pagi
hari pada saat masyarakat akan beraktifitas dan sore hari pada saat
masyarakat selesei beraktifitas.
5.3.3

Harus

menyediakan

pelayanan

yang

tersedia

kepada

masyarakat.
Dengan tadi melakukan patroli keliling oleh anggota unit di tiap
tiap daerah yang dianggap rawan terjadinya kecelakaan lalu lintas, itu
merupakan upaya dari memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Dengan

memudahkan

pelayanan

kepada

masyarakat

yang

membutuhkan seperti pengaturan lalu lintas dan dapat memberi petunjuk

64

jalan kepada pengguna jalan dan memberikan nomor TMC kepada para
pengguna jalan raya di Kabupaten Semarang.
5.3.4

65

Melaksanakan Operasi Kepolisian


Dengan

melaksanakan

Operasi

Kepolisian

tersebut

yang

mengutamakan kepada kelengkapan surat-surat kendaraan. Namun


terkadang sering dilaksanakan dengan PPNS, yang ditujukan kepada
angkutan umum. Pada prakteknya penerapan seperti ini sangatlah efektif,
tetapi sebenarnya tidak. Karena Operasi Kepolisian membutuhkan
sumber daya yang sangat besar. Dengan demikian kegiatan tersebut
harusnya berguna untuk kegiatan yang lainnya yang lebih bermanfaat. Ini
menghindari adanya pelanggaran lalu lintas.
5.3.5

Penyuluhan dan pendidikan Lalu lintas oleh Unit Dikyasa


Pembinaan

semacam

ini

dilakukan

untuk

memberikan

penyuluhan kepada masyarakat khusunya siswa dan pelajar. Program


semacam ini sanagt baik dan mendidik, karena dengan program tersebut
masyarakat akan mengerti dan paham dengan adanya

bahaya

kecelakaan lalu lintas. Karena kecelakaan lalu lintas tersebut tidak


memilih, siapapun akan menjadi korbannya. Oleh karena itu kita harus
mengantisipasinya.

66

BAB VI
PENUTUP

6.1

Kesimpulan
Dalam bab ini, akan membahas mengenai kesimpulan dari

penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti mengenai Kinerja Satuan


Lalu Lintas Polres Semarang dalam menangani kecelakaan lalu lintas.
Maka dapat disimpulkan hal hal sebagai berikut :
a.

Pada umumnya peningkatan kecelakaan di Indonesia dari tahun


ketahun melambung tinggi. Kecelakaan lalu lintas yang menjadi
pokok

permasalahan

dalam

mewujudkan

keamanan

dan

ketertiban lalu lintas. Kinerja yang ada sudah baik diihat dari
penyeleseaian perkara dari tahun 2010-2012 yang P-21 sudah
b.

terseleseikan secara cepat transparan serta akuntabel.


Hambatan yang mempengaruhi kinerja dari Satuan lalu lintas
kemampuan dan keterampilan personel Satuan lalu lintas Polres
Semarang sebagian besar

perlu di tingkatkan karena sedikit

sekali yang melaksanakan pendidikan kejuruan lalu lintas. Saran


dan prasarana yang ada di Satuan lalu lintas yang masih sangat
kurang dan belum memadai, karena dukungan sarana dan
prasarana tersebut sangat membantu kinerja para

personel

untuk menangani kecelakaan lalu lintas tersebut. Karena wilayah


Kabupaten Semarang yang bentuk topografinya adalah berupa
tanjakan dan turunan maka harus ada dukungan kendaraan

67
operasional yang mendukung kegiatan tersebut. Hal ini juga
untuk mewujudkan kecepatan dan ketepatan dalam mendatangi
c.

TKP kecelakaan lalu lintas.


Upaya untuk mengurangi tingkat kecelakaan Satuan Lalu Lintas
Polres Semarang melakukan beberapa terobosan antara lain
adalah menempatan personel atau anggota di wilayah yang
rawan terjadi kecelakaan lalu lintas atau kawasan

black spot,

memelihara perasaan aman, menyediakan pelayanan yang


tersedia kepada masyarakat, melaksanakan operasi kepolisian,
serta melakukan penyuluhan dan pendidikan Lalu lintas oleh Unit
Dikyasa. Ini merupakan cara yang inovatif bagi Satuan Lalu
Lintas Polres Semarang dalam mewujudkan keamanan dan
ketertiban lalu lintas.
6.2

Saran
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, maka penulis dapat

memberikan beberapa saran kepada Satuan Lalu Lintas Polres


Semarang, sebagai berikut :
a.

Sumber daya manusia berkompetensi dengan meningkatkan


kemampuan pelatihan fungsi teknis, karena hal ini sangat
mendukung kegiatan operasional. Apabila di wilayah mempunyai
personel yang sumber daya manusianya tinggi maka akan
meningkatkan kinerja yang ada di Satuan lalu lintas polres
68
Semarang. Untuk mengusulkan kepada satuan atas untuk
menambah Anggaran guna mendukung kegiatan penyidikan dan

b.

penyelidikan dari kegiatan-kegiatan lain Satuan lalu lintas.


Dapat menekan pemelihara keamanan dan ketertiban serta
menjamin keamanan umum. Substansi tugas pokok Kepolisian

adalah menegakkan hukum bersumber dari ketentuan peraturan


perundang undangan yang memuat tugas pokok Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam mengemban tugas pokok
Kepolisian. Meningkatkan kecepatan dalam hal quick respon
dalam hal mendatangi TKP kecelakaan lalu lintas serta
penyeleseian berkas perkara dengan cepat dan transparansi
serta

akuntabel.

Lebih

menekankan

dalam

mengurangi

hambatan-hambatan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu


faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana prasana,
faktor masyarakat serta faktor budaya. Serta diharapkan
menerapkan dan mengemban tugas pokok Kepolisian agar
c.

manajemen profesional terwujud.


Berfikir inovatif dan produktif yang diharapkan masyarakat
kepada petugas Kepolisian lalu lintas di Semarang. Upaya-upaya
inovatif

adalah

faktor

pendukung

kepolisian

dalam

meminimalisirkan kejadian kecelakaan yang terjadi di lapangan.


Serta kerja produktif sebagai hasil dari kerjasama antara petugas
kepolisian dengan masyarakat dalam mewujudkan lalu lintas
yang tertib, aman dan kondusif seperti halnya melakukan
penyuluhan pentingnya berkendara tertib berlalu lintas dan
melakukan Turjawali.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku karya perorangan
Farouk, Muhammad. 2008. Praktik Penegakan Hukum Bidang Lalu
Lintas, Jakarta : PTIK Press & Restu Agung.
Moleong, Lexy. 2004. Metode Penelitian Kualitatif, edisi revisi, Bandung :
Remaja Rosdakarya.

Novi Indah Erlyant dkk.,2012. Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta:


Tera riset.
Salim, Abbas. 1993. Manajemen Transportasi, Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Soekanto, Soerjono. 1983, Faktor-faktor yang mempengaruhi
Penegakkan Hukum, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, edisi
revisi, cet. 8, Bandung : Alfabeta.
UNO, Hamzah. 2006, Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta : PT
Bumi aksara.
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja,edisi,cet.3, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sumber buku karya Instansi
Surat Keputusan Direktur Lalu Lintas Polri, No.Pol. : SKEP/29/IX/2005. 22
September 2005. Vademikum Polisi Lalu Lintas
Sumber perundang-undangan
Republik Indonesia, Peraturan Kapolri No 23 Tahun 2010. Tentang ,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian
Resort dan Kepolisian Sektor.
Republik Indonesia, Undang-Undang No 8 Tahun 1981. Tentang , Hukum
Acara Pidana.
Republik Indonesia, Undang-Undang No 22 Tahun 2009. Tentang, LaluLintas dan Angkutan Jalan.

Sumber internet
Gani Kurniawan, Angka Kecelakaan tertinggi terjadi di Jawa Tengah
dalam http :// http://www.tribunnews.com., 14 Agustus 2012.
kinerja dalam http://id.wikipedia.org/wiki., 25 Januari 2001.

Sumber skripsi makalah


Dian Setyawan. 2008. Penyelesaian Perkara Kecelakaan Lalu Linta
pada Satlantas Polres Boyolali. Skripsi, Jakarta : Perguruan Tinggi
Ilmu Kepolisian.
Eddy Purwatmo.1994.Penyidikan Kecelakaan Lalu lintas oleh Satuan
Lalu lintas di Polres Sidoarjo. Skripsi, Jakarta : Perguruan Tinggi
Ilmu Kepolisian.Irwan Sunuddin. 2009. Kinerja Satlantas Polres
Bogor dalam mengatasi Kecelakaan Lalu Lintas. Skripsi, Jakarta :
Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.

Anda mungkin juga menyukai