Referat Eps Jiwa
Referat Eps Jiwa
NAMA PEMBIMBING :
dr. Suponco Eddi Wahyono, Sp. KJ, MARS
DISUSUN OLEH
Adib Wahyudi (1102010005)
Andhika Dwianto (1102010019)
Arif Gusaseano (1102010033)
Dianta Afina (1102010075)
Gwendry Ramadhany (1102010115)
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sistem piramidal merupakan jalur desending yang terdiri dari serabut yang
berasal dari korteks motorik pada otak yang kemudian disalurkan ke batang otak
dan turun ke spinal cord.
Mekanisme kerja sistem piramidal diawali pada korteks motorik, impuls
gerakan yang diinginkan di teruskan menuju bagian posterior kapsula interna,
kapsula interna meneruskan impuls kepada medula oblongata, setelah mencapai
medulla oblongata impuls diteruskan menuju medula spinalis substansi kelabu,
yaitu bagian integral dari neuron motorik, respon kembali diteruskan menuju
ujung-ujung akson yaitu efektor hingga akhirnya menjadi suatu gerakan yang
sadar. Traktus
pyramidal
dalam gerakan yang terjadi pada tubuh, meskipun demikian keduanya memiliki
fungsi yang berbeda dalam menghasilkan gerakan.
Sindrom ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau reaksi yang
ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi
antipsikotik golongan tipikal. Obat antipsikotik tipikal yang paling sering
memberikan
efek
Trifluoperazine,
samping
Pherpenazine,
gejala
ekstrapiramidal
Fluphenazine,
dan
yakni
Haloperidol,
dapat
pula
oleh
farmakologi
pada
manifestasi
psikosis
ini
terpusat
pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
DEFINISI
Sindrom ekstrapiramidal adalah suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan
oleh penggunaan jangka pendek atau jangka panjang dari medikasi antipsikotik
golongan tipikal karena terjadinya inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia
basalis. Adanya gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung banyak
reseptor D1 dan D2 dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga
bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal. Gejala bermanifestasikan sebagai
gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu diluar kendali
traktus kortikospinal (piramidal).
Gejala ekstrapiramidal sering dibagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi
distonia, tardive dyskinesia, akatisia, dan Sindrom Parkinson. Namun ada
beberapa sumber menyebutkan bahwa Sindrom Neuroleptik Maligna juga masuk
ke dalam gangguan ekstrapiramidal.
2.2.
EPIDEMIOLOGI
Sindrom ekstrapiramidal yang terdiri dari reaksi distonia akut, akhatisia,
2.3.
ETIOLOGI
Sindrom ekstrapiramidal terjadi akibat pemberian obat antipsikotik baik
dalam jangka waktu singkat atau lama yang menyebabkan adanya gangguan
keseimbangan antara transmisi asetilkolin dan dopamine pusat. Obat antispikotik
dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai berikut :
Antipsikosis
Chlorpromazine
Thioridazine
Perphenazine
Trifluoperazine
Fluphenazine
Haloperidol
Pimozide
Clozapine
Zotepine
Sulpride
Risperidon
Quetapine
Olanzapine
Aripiprazole
Dosis (mg/hr)
150-1600
100-900
8-48
5-60
2-100
2-6
25-100
75-100
200-1600
2-9
50-400
10-20
10-20
Gejala Ekstrapiramidal
++
+
+++
+++
+++
++++
++
+
+
+
+
+
+
2.4.
Ketidakseimbangan degeneratif
Ketidakseimbangan metabolik
Ketidakseimbangan sistem endokrin dan eksokrin
Inflamasi
Racun
Tumor atau SOL
Anoxia
PATOFISIOLOGI
Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus, inti-
melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan
penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit
tersebut dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama
(principal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (aksesori).
sindrom
ekstrapiramidal.
Beberapa
neuroleptik
tipikal
(seperti
MANIFESTASI KLINIS
Akibat gangguan sistem ekstrapiramidal pada pergerakan dapat dianggap
terdiri dari defisit fungsional primer (gejala negatif) yang ditimbulkan oleh tidak
berfungsinya sistem dan efek sekunder (gejala positif) yang timbul akibat
hilangnya pengaruh sistem itu terhadap bagian lain. Pada gangguan dalam fungsi
traktus ekstrapiramidal gejala positif dan negatif itu menimbulkan dua jenis
sindrom, yaitu :
-
Pada : Parkinson
2.5.1. Gejala negatif
Gejala negatif terjadi akibat kekurangn jumlah dopamin karena
produksinya yang berkurang. Gejala negatif, terdiri dari :
2.5.1.1.
Bradikinesia
Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama
sekali. Gejala ini merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit
8
parkinson
sehingga
menimbulkan
berkurangnya
ekspresi
wajah,
Gangguan postural
Merupakan hilangnya refleks postural normal. Paling sering
ditemukan pada penyakit parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan
karena penderita tidak dapat mempertahankan keseimbangan secara cepat.
Penderita akan terjatuh bila berputar dan didorong.
2.5.2. Gejala Positif
Gejala positif timbul oleh karena terjadi perubahan pelepasan ataupun
disinhibisi dari dopamin, tetapi tidak ditemukan kerusakan struktur, yang terdiri
dari:
-
Gerakan involunter
Tremor
Athetosis
Chorea
Distonia
Hemiballismus
Rigiditas
Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan
ekstremitas secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif
tersebut, dan mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut
sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka
disebut dengan tanda Cogwheel.
Pada penyakit parkinson terdapat gejala positif dan gejala
negatif seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada Chorea
huntington lebih didominasi oleh gejala positif, yaitu : Chorea.
skelet yang timbul beberapa menit dan dapat pula berlangsung lama,
9
sehingga
bernafas
hingga
sianosis
bahkan
kematian..Reaksi distonia akut sering terjadi dalam satu atau dua hari
setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja.
Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari
setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini
terjadi pada kira-kira 10% pasien, lebih lazim pada pria muda, dan lebih
sering dengan neuroleptik dosis tinggi yang berpotensi lebih tinggi, seperti
haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia akut dapat merupakan
penyebab
utama
dari
ketidakpatuhan
dengan
neuroleptik
karena
10
hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu dan umumnya
memburuk dengan penarikan neuroleptik.
Prevalensi bervariasi tetapi tardive diskinesia diperkirakan terjadi 20-40%
pasien yang berobat lama. Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar
5% pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Namun, kasus-kasus berat sangat
melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi berjalan, berbicara, bernapas, dan
makan.
Faktor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan
pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang. Pasien dengan gangguan afektif
atau organik juga lebih berkemungkinan untuk mengalami diskinesia tardive.
Diagnosis banding jika dipertimbangkan diskinesia tardive meliputi penyakit
Hutington, Khorea Sindenham, diskinesia spontan, tik dan diskinesia yang
ditimbulkan obat seperti Levodova, stimulant, dan lain-lain.
2.5.3.3.
Akatisia
Manifestasi berupa keadaan subjektif kegelisahan (restlessness) yang
panjang,, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak umumnya kaki yang
tidak bisa tenang, atau rasa gatal pada otot. Penderita dengan akatisia berat tidak
mampu untuk duduk tenang, perasaannya menjadi cemas atau iritabel, agitasi, dan
pemacuan yang nyata. Akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik
yang memburuk akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim.
Sejauh ini, akatisia merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan
terjadi pada sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik,
terutama pada populasi pasien lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang
gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak. Juga telah dilaporkan
sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau
kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang
memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik
akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim.
Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari akatisisa
hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. Juga, akinesis yang ditemukan
pada parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik dapat menutupi setiap gejala
objektif akatisia. Akatisia sering timbul segera setelah memulai medikasi
neuroleptikdan pasien sudah pada tempatnya mengkaitkan perasaan tidak nyaman.
11
Yang
dirasakan
ini
dengan
medikasi
sehingga
menimbulkan
masalah
ketidakpatuhan pasien.
2.5.3.4.
Sindrom Parkinson
Faktor risiko antipsikotik menginduksi parkinson adalah peningkatan usia,
dosis obat, riwayat parkinson sebelumnya, dan kerusakan ganglia basalis. Terdiri
dari akinesia, tremor, dan bradikinesia. Akinesia meliputi wajah topeng, jedaan
dari gerakan spontan, penurunan ayunan lengan saat berjalan, penurunan kedipan,
dan penurunan mengunyah yang dapat menimbulkan pengeluaran air liur.
Pada suatu bentuk yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu
status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran
untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala
skizofrenia negatif. Tremor dapat ditemukan pada saat istirahat dan dapat pula
mengenai rahang. Gaya berjalan dengan langkah kecil dan menyeret kaki
diakibatkan karena kekakuan otot.
2.5.3.5.
Lain-lain
Berikut merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam
setelah dosis pertama neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah
pengobatan bertahun-tahun. Manifestasinya meliputi berikut :
2.5.3.5.1. Akinesia : yang meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan
spontan, penurunan ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan
kedipan,
dan
penurunan
mengunyahyang
dapat
menimbulkan
pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang lebih ringan, akinesia
hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara,
penurunan spontanitas, apati dan kesukaran untuk memulai aktifitas
normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala negative
skizofrenia.
2.5.3.5.2. Tremor : khususnya saat istirahat, secara klasik dari tipe penggulung
pil. Tremor dapat mengenai rahang yang kadang-kadang disebut
sebagai sindrom kelinci. Keadaan ini dapat dikelirukan dengan
diskenisia tardiv, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih ritmik,
12
DIAGNOSIS
Diagnosa awal dilakukan dengan anamnesa pasien. Pemeriksaan yang
DIAGNOSIS BANDING
2.7.1
2.7.2
2.7.3
2.7.4
2.7.5
2.7.6
2.7.7
2.7.8
2.7.9
Pada pasien dengan tardive diskinesia dapat pula didiagnosis banding dengan
penyakit Hutington dan Khorea Sindenham.
2.8.
PENATALAKSANAAN
Non-farmakologis :
Menurunkan dosis antipsikotik hingga mencapai dosis minimal yang
efektif
2.8.2 Farmakologis
2.8.2.1 Pada pasien > 60 tahun diberikan L-dopa .Pemberian L-dopa 3-4x 1 hari
dengan total dosis maksimal 600 mg/ hari diberikan 30 menit sebelum
makan, contoh madopar, sinemet.
2.8.2.2 Pada pasien muda diberikan DA (dopamine antagonist)
2.8.2.2.1. Pemberian dopamine agonist :
Contoh ergot da:
2.8.2.2.1.1.
Bromocriptin dimulai dengan dosis 1,25 mg
ditingkatkan sampai total maksimal 40mg/ hari terbagi
dalam 3-5 dosis.
2.8.2.2.1.2.
Pergolide mesylate dimulai dari 0,05 mg 0,05 mg
tiap 4-7 hari sampai 2-4 mg / hari untuk 3x beri
Piribedil 50 mg terbagi 5x/ hari
2.8.2.2.1.3.
14
2.8.2.2.1.4.
2.8.2.2.2.2.
minggu,
untuk
melihat
apakah
pasien
telah
efektif
dan
benzodiazepine,
khususnya
klonazepam
16
dosis
medikasi
antipsikotik
tetapi
ini
hanya
KOMPLIKASI
Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu
mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine.
Amantadine dapat mengeksaserbasi gejala psikotik.
2.10.
PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut akan lebih
baik bila gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada
pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang kronik lebih buruk, Pasien dengan
tardive distonia hingga distonia laring dapat menyebabkan kematian bila tidak
diatasi dengan cepat. Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap pada pasien
yang mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.
18
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan H.I.MD, Saddock B.M.JD, Grebb J.A.MD. Synopsis Psikiatri Jilid 1.
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 1997
Kaplan H.I.MD, Saddock B.M.JD, Grebb J.A.MD. Sinopsis Psikiatri Jilid 2.
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 1997
Maslim. R, SpKJ. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikiatri edisi Ketiga.
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2007
19