PENERAPAN HACCP
5.1 Penilaian Status Kelayakan Dasar
Syarat utama yang harus dipenuhi oleh sebuah perusahaan untuk
menerapkan HACCP adalah terpenuhinya syarat kelayakan dasar. Secara garis
besar kelayakan dasar mencakup dua aspek penting, yaitu hal-hal yang terkait
dengan cara berproduksi yang baik dan benar (Good Manufacturing Practises)
dan standar operasi yang berkaitan dengan sanitasi dan hygiene proses produksi
(Sanitation Standard Operating Procedure).
5.1.1 Good manufacturing practices
Secara garis besar, penerapan GMP di PT. ICS Banyuwangi dapat
dikelompokkan dalam 3 aspek yaitu aspek bahan baku, aspek bahan pembantu
dan bahan tambahan yang digunakan dalam proses produksi, dan aspek tahapan
proses produksi.
5.1.1.1 Bahan baku
Bahan baku udang yang digunakan PT Misaja Mitra Pati yaitu udang jenis
putih.
Penerimaan
bahan
udang
tersebut
berasal
dari
supplier
yang
Bahan tambahan yang digunakan seperti es, air, dan klorin digunakan
dengan dosis pemakaian yang telah disesuaikan dengan persyaratan yang
ditetapkan pemerintah dan negara tujuan ekspor (buyer). Air yang digunakan
diruang proses sudah mengalami water treatment. Air yang berasal dari sumur
difilter dengan 2 media yaitu media silica dan media karbon aktif. Tidak ada
kontak silang antara air bersih dengan air kotor. Air digunakan sesuai dengan
teknik sanitasi.
5.1.1.3 Tahapan proses produksi udang PND beku
Tahapan proses produksi udang PND beku di PT. ICS Banyuwangi
dilakukan dengan teknologi yang cukup modern dengan telah memperhatikan
aspek sanitasi dan keselamatan kerja karyawan. Pada tiap tahapan proses mulai
dari penerimaan bahan baku hingga pengemasan, produk/bahan dijaga agar dalam
kondisi suhu maksimal 5oC. Tahapan proses pembuatan produk PND beku adalah
sebagai berikut :
1. Penerimaan bahan baku
Bahan baku yang diproses di PT ICS Banyuwangi adalah jenis udang
putih. Udang diangkut dengan menggunakan truk atau pick up yang ditempatkan
pada blong plastik yang ditambahkan es supaya suhu udang dan air maksimal
5oC. Proses pembongkaran udang dilakukan di dalam ruang pembongkaran yang
tertutup agar tidak terkena sinar matahari sehingga suhunya tetap terjaga dingin.
Bahan baku yang akan diproses menjadi produk harus mempunyai tingkat
kesegaran tinggi dan sesuai standar yang ditetapkan perusahaan. Bahan baku yang
diterima dilakukan pengujian antibiotik. Pengujian antibiotik disesuaikan dengan
permintaan yang diinginkan dari buyer
2. Pencucian I
Pencucian udang dilakukan setelah proses penimbangan yang dilakukan dengan
menggunakan air klorin 200 ppm. Tujuan dari pencucian awal ini yaitu untuk
menghilangkan kotoran-kotoran dan bau yang melekat pada udang tersebut,
sehingga kotoran-kotoran yang terbawa dari tambak maupun air laut akan larut
pada pencucian tersebut.
3. Pemotongan kepala
Pemotongan kepala hanya dilakukan dengan menggunakan kuku logam yang
dipasang pada ibu jari dan terbuat dari bahan stainless. Adapun cara pemotongan
kepala (deheading), sebagai berikut:
Udang dipegang punggungnya dengan tangan kiri, dalam posisi tengkurap.
Jempol tangan kanan menggunakan alat pemotong yang disebut skop
terbuat dari bahan stainless
Kulit dan kaki jangan dibuang, ekor jangan sampai terpotong.
Pada saat pencabikan kepala udang mengarah kesamping, dilakukan
dengan hati-hati agar tidak terbawa genjer dan tidak merusak udang
tersebut.
Dalam pemotongan,organ-organ
masih
melekat
di
kepala
harus
dibersihkan.
4. Pencucian II
Pencucian II dilakukan setelah pemotongan kepala yang bertujuan untuk
menghilangkan kotoran-kotoran dan membunuh bakteri pathogen terutama dari
sisa proses potong kepala. Pencucian dilakukan menggunakan air klorin 50 ppm
dengan cara mengaduk-aduk menggunakan batang pengaduk dari bahan stainless
steel. Jika air pencucian II telah kotor maka diganti dengan air yang bersih. Proses
pencucian II ini dilakukan dengan cepat, hati-hati, bersih dan menerapkan sistem
rantai dingin pada suhu 5oC.
5. Pengupasan Kulit dan Pembuangan Usus
Pengupasan kulit dilakukan dengan menggunakan kuku stainless steel.
Pengupasan kulit udang dimulai dari ruas 1-3 dan dilanjutkan ruas 4-5. Selama
proses pengupasan kulit dan pembuangan usus selalu menerapkan sistem rantai
dingin pada suhu 5oC dengan cara memberikan es curah di atas tumpukan udang.
6. Pencucian III
Udang yang telah melewati serangkaian proses koreksi kemudian dilakukan
tahap pencucian yang ke-3 dengan menggunakan air dingin dengan suhu tidak
lebih dari 5oC dengan penambahan klorin sebesar 5 ppm.
7. Sortasi
dimasukkan label yang berisi informasi mengenai jenis produk, ukuran produk
dan tanggal produksi. Jika ada kotoran atau masih ada usus pada udang, maka
dibersihkan terlebih dahulu. Selanjutnya kemasan tersebut ditutup atau diseal
menggunakan mesin vakum.
11. Pembekuan IQF
Proses pembekuan dimulai dengan cara, kemasan udang ditata secara rapi
pada infeed conveyor. Sebelum digunakan, harus dilakukan pengecekan pada
semua konveyor dan peralatan packing agar semua peralatan sudah dalam kondisi
bersih dan siap pakai. Proses pembekuan dapat dimulai setelah suhu pembekuan
yang ditetapkan pada mesin IQF telah mencapai -40oC. Pengaturan mesin IQF
dan kecepatan konveyor sesuai dengan standart produk yang akan dibekukan.
Lama pembekuan tidak lebih dari 2 jam.
12. Pendeteksian Logam
Pendeteksian
logam
dilakukan
dengan
cara
melewatkan
seluruh
produk yang telah dibekukan pada alat pendeteksi logam (metal detector). Pada
kondisi normal, arah gelombang pemancar menyebar kearah penerima atau
produk yang akan dideteksi, apabila ada benda asing baik fero (logam / besi)
maupun non ferro (bukan termasuk logam / besi) maka alat akan berbunyi dan
konveyor pada metal detektor akan berhenti dengan sendirinya.
13. Pengepakan (Packing)
Pengepakan berfungsi untuk mempertahankan mutu produk pada
suhu dingin. Pengepakan udang beku di PT. Istana Cipta Sembada ada dua cara
yaitu pengepakan I menggunakan inner carton. Pengepakan II menggunakan
master carton yang bertujuan untuk melindungi produk secara keseluruhan baik
dari resapan air atau lingkungan lembab, sehingga PT. ICS Banyuwangi
menggunakan kemasan yang berlapis lilin.
14. Penyimpanan
Proses penyimpanan dilakukan setelah semua produk terkemas dengan baik.
Penyimpanan
beku
dilakukan
pada
ruang
yang
dirancang
untuk
menyimpan produk yang dibekukan pada suhu -232oC yaitu Cold Storage.
Penyimpanan beku berfungsi untuk mempertahankan kualitas produk sambil
menunggu untuk diekspor.
5.1.2 Standard Sanitation Operational Procedure
Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP) adalah suatu prosedur
pelaksanaan standar sanitasi yang harus dipenuhi oleh suatu unit produksi untuk
mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah terutama produk
pangan. SSOP bertujuan untuk mencegah kontaminasi secara langsung terhadap
produk yang dihasilkan. Kegiatan ini mencakup keseluruhan bagian yang
berhubungan dengan produk dan mengandung uraian tentang proses produksi
yang akan dilakukan dalam unit pengolahan.
Konsentrasi Klorin
50 ppm
200 ppm
200 ppm
200 ppm
50 ppm
10 ppm
5 ppm
Sedangkan untuk alat lain yang kontak dengan produk seperti keranjang semua
terbuat dari plastik yang memiliki sifat kuat dan tahan lama.
Peralatan dan wadah yang masih digunakan dirawat dengan baik sebelum
dan sesudah digunakan dengan cara dibersihkan menggunakan air berklorin 100
ppm. Setiap kali sortasi, potong kepala, kupas dan cabut usus serta sotasi untuk
menunggu bahan yang lain datang meja ataupun alat dibersihkan dahulu
menggunakan air kran yang telah mengandung klorin 5 ppm.
3. Pencegahan kontaminasi silang
Pencegahan kontaminasi silang telah dilakukan dengan baik oleh PT ICS
Banyuwangi. Perusahaan telah mendesain lay-out/rancang bangunan pabrik yang
bergerak satu arah (Lampiran 1). Selain itu ada aturan yang berlaku bahwa
karyawan yang bekerja di area non produksi apabila ingin masuk ke dalam ruang
produksi harus meminta izin kepada petugas kebersihan karyawan dan harus
dibersihkan badan dan menggunakan pakaian yang telah disediakan untuk masuk
ke dalam ruang produksi. Petugas sanitasi dan kebersihan juga selalu mengawasi
kegiatan karyawan selama jam kerja. Karyawan dilarang keluar ruang produksi
selama jam kerja jika tidak ada keperluan yang penting. Karyawan yang pergi ke
toilet harus melepas semua seragam yang dikenakan untuk bekerja di ruang
produksi. Karyawan yang diketahui melanggar aturan ini akan dikenakan sanksi
oleh perusahaan.
Tangan pekerja, sarung tangan, baju seragam, peralatan yang kontak
langsung dengan produk, yang mengalami kontak dengan limbah, lantai, dan
objek lain yang tidak saniter, tidak boleh kontak dengan produk sebelum
dibersihkan dan disanitasi. Sebagian besar proses produksi di industri pembekuan
udang ini dilakukan secara manual. Kontak langsung operator pada produk
memiliki peluang cukup besar menyebabkan kontaminasi. PT ICS Banyuwangi
telah menetapkan prosedur dalam hal program mencegah kontaminasi silang
berupa aturan-aturan yang harus dilaksanakan terutama oleh karyawan sebelum
memasuki ruang proses, sebagai berikut :
Menggunakan pakaian pekerja yang telah disiapkan perusahaan yang
dicuci 2 hari sekali dilengkapi dengan kerudung atau penutup kepala
sebanyak 3 lapis, serta dilengkapi sepatu karet dan apron.
Melewati
pembersih
yang
dikenal
dengan
koro-koro
apabila
dimungkinkan ada kotoran yang menempel pada badan atau ada rambut
yang keluar, sebanyak 2 kali setelah memakai pakaian dan sebelum
memasuki ruang proses.
Mencuci tangan dengan air kran dan menggunakan hand soap.
Merendam tangan dalam liquid soap selama 20 detik dan dikeringkan
menggunakan kain.
Waktu mencuci tangan melewati kolam yang berisi genangan air yang
mengandung klorin 100 ppm setinggi kurang lebih 20 cm untuk mencuci
sepatu.
Megeringkan tangan dengan hand dryer, memakai sarung tangan proses,
dan menyemprotkan alkohol pada sarung tangan sebelum memulai kerja.
4. Kebersihan pekerja
Kebersihan pekerja merupakan faktor penting yang harus selalu dijaga dan
diawasi. Kebersihan pekerja yang terjaga akan menghasilkan produk yang aman.
Karena selama proses produksi berlangsung, pkerja selalu bersentuhan dengan
produk. PT. ICS Banyuwangi telah menyediakan sarana dan prasarana untuk tetap
menjaga kebersihan karyawannya, antara lain ; menyediakan fasilitas cuci tangan,
menyediakan petugas kebersihan yang selalu memantau dan memeriksa
kebersihan pakaian dan badan karyawan, menyediakan kolam air klorin untuk
merendam sepatu boot di area yang memungkinkan terjadi kontaminasi, ruang
ganti (karyawan wanita dan pria yang dilengkapi loker), tempat makan, tempat
penyimpanan sepatu/sandal para karyawan dan sarana toilet yang selalu dijaga
kebersihannya. Di ruang proses juga dilengkapi bak cuci tangan berupa air dengan
kandungan klorin 5 ppm, seluruh karyawan diwajibkan melakukan cuci tangan
setiap 60 menit sekali yang ditandai dengan bunyi bel alarm.
Pada waktu-waktu tertentu diadakan inspeksi rutinan utuk memeriksa kuku
dan rambut karyawan untuk menjaga kebersihan dan keamanan mutu produk yang
dihasilkan. Apabila ditemukan karyawan yang memiliki kuku yang panjang dan
rambut yang keluar dari kerudung penutup kepala, maka karyawan tersebut tidak
diizinkan bekerja sebelum memotong kuku dan merapihkan rambutnya.
5. Pencegahan atau perlindungan dari adulterasi
Pencegahan dan perlindungan dari adulterasi (pencemaran bahanbahan/zatzat berbahaya) telah dilakukan oleh perusahaan dengan berbagai cara. Untuk
mencegah terjadinya adulterasi dari bahan/zat yang beracun atau berbahaya
dilakukan dengan memisahkan bahan-bahan tersebut ditempatkan di ruang yang
terpisah dengan ruang produksi. Adulterasi dari limbah pengolahan dicegah
dengan penanganan limbah secara cepat dan berhati-hati. Limbah tidak boleh
dibiarkan menumpuk di meja kerja selama kerja berlangsung. Petugas sanitasi
selalu berkeliling membersihkan limbah padat seperti kulit, kepala, usus dan
limbah padat lain, dan membuang limbah tersebut di ruang limbah padat yang
terpisah dengan ruang produksi tetapi mudah dijangkau oleh petugas sanitasi.
Sedangkan limbah cair dialirkan ke penampungan limbah cair yang berada
cukup dari ruang produksi dan dipastikan tidak akan kembali ke ruang produksi.
Bahan-bahan kimia dan tambahan yaitu klorin digunakan sesuai metode yang
dipersyaratkan. Semua bahan-bahan kimia tersebut disimpan terpisah dan diberi
label. Untuk bahan-bahan kimia berbahaya disimpan pada tempat yang berbeda
untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
6. Pelabelan dan penyimpanan, bahan tambahan, bahan pembantu dan
bahan beracun yang tepat dan benar
Pelabelan dan penyimpanan bahan beracun yang tepat dan benar telah
dilakukan oleh PT. ICS Banyuwangi. Bahan-bahan seperti klorin, sabun cair dan
racun tikus telah diletakkan, dilabel dan disimpan di tempat yang benar. Untuk
penggunaan
bahan-bahan
tersebut
juga
tidak
sembarang
orang
yang
karyawan yang sakit secara tidak langsung menjadi carrier bagi mikroba
pathogen yang dapat menjadi kontaminan terhadap produk. PT. ICS Banyuwangi
sangat memberikan perhatian terhadap kesehatan karyawannya. Perusahaan tidak
akan memperbolehkan karyawan yang sakit untuk bekerja. Karyawan yang sakit
diperbolehkan bekerja kembali ketika telah sembuh.
8. Pengendalian dan pemberantasan hama.
Sumber kontaminan selain berasal dari karyawan dan lingkungan pabrik,
juga dapat berasal dari binatang-binatang yang ada di lingkungan sekitar pabrik
seperti; tikus, lalat, kumbang, burung, semut, kecoa dan lain sebagainya. PT. ICS
Banyuwangi mengantisipasi adanya hama dan binatang dengan memasang
jebakan, alat pembunuh, racun dan sebagainya. Untuk menghalau masuknya
burung dan serangga ke dalam ruang produksi, perusahaan memasang blower dan
kawat kasa pada lubang ventilasi, untuk mencegah masuknya lalat, semut dan
kecoa dipasang plastik curtain disetiap pintu masuk dan keluar, dan untuk
membunuh lalat yang masuk ke dalam ruang produksi dipasang insect lamp,
sedangkan untuk mencegah masuknya tikus, disetiap got/pipa telah dipasang
kawat kasa. Selain itu untuk menghindari munculnya hama dan binatang yang ada
diluar ruang produksi, selalu diadakan pemeriksaan dan penyemprotan jika
ditemukan adanya kumpulan hama.
5.2 Penyusunan dan Pelatihan Tim HACCP
Tim HACCP harus memiliki pegetahuan dan pengalaman multi disiplin dalam
mengembangkan dan menerapkan sistem manejemen keamanan pangan. Keahlian
yang dicakup diantaranya tentang produk, proses dan sistem manajemen
keamanan pangan yang diterapkannya. Tim HACCP di PT. ICS Banyuwangi yaitu
Manajer operasional, manajer produksi, manajer pengadaan, manajer PPIC, QA,
QC, staf laboratorium.
5.3 Deskripsi produk
Deskripsi produk adalah sebuah daftar yang berisikan seluruh jenis produk akhir
yang dicakup dalam konsep HACCP. Dengan deskripsi produk ini maka akan
lebih mudah diidentifikasi mengenai produk udang tersebut. Deskripsi udang beku
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Deskripsi Udang PND Beku
Nama produk
Nama species
Asal bahan baku
Penerimaan
Keterangan
udang putih (Litopenaeus vannamei)
Udang diambil dari tambak sekitar Banyuwangi dan
Situbondo
bahan Dari supplier di angkut dengan alat pengangkut, udang
baku
Hasil prroduksi
Pembekuan
Cara pengepakan
Bahan pengepakan
Penyimpanan
Batas penyimpanan
Pelabelan
carton/master carton.
Plastik, inner karton, master karton, strapping band.
Disimpan pada tempat yang dingin dengan suhu -20oC.
1 tahun
Label yang harus dicantumkan adalah mutu udang, nama
produk, jenis produk, label size, berat, tanggal produksi,
kode pabrik.
Anjuran penggunaan Dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi
Pemasaran
Dipasarkan di Jepang dan Eropa
Sumber : PT. ICS (2013)
5.4 Identifikasi Konsumen
Produk udang PND beku yang dihasilkan PT. ICS Banyuwangi merupakan
produk dengan mutu ekspor yang ditujukan untuk negara Jepang dan Eropa.
Dengan diterapkannya HACCP dalam unit pengolahan udang diharapkan dapat
menghindari dan mencegah bahaya-bahaya yang kemungkinan beresiko buruk
terhadap konsumen dan menghasilkan produk yang aman,bermutu tinggi, dan
tidak merugikan secara ekonomi.
5.5 Membuat Diagram Alir Proses Produksi Udang PND Beku
Secara ringkas proses pembuatan produk udang kupas beku dapat dilihat
dari diagram alir proses pembuatan produk udang kupas beku pada Gambar X.
Udang putih
Penerimaan bahan baku
Soaking
Pencucian I
Pencucian tahap akhir
Pemotongan kepala
Penimbangan
Pencucian II
Pengemasan
Pengupasan kulit &
pembuangan usus
Pembekuan IQF
Pencucian III
Pendeteksian logam
Sortasi warna
Pengepakan
Sortasi ukuran
Penyimpanan
Sortasi final
alir
tersebut
telah
ditetapkan
atau
dinyatakan
valid
dalam
Penerapan 7 prinsip HACCP harus sesuai dengan aturan yang telah distandarkan
di seluruh dunia dan harus taat azas, artinya tiap tahap harus dilakukan sesuai
urutannya serta sistematik sehingga diperoleh hasil yang maksimal. Penerapan
prinsip HACCP meliputi:
5.7.1 Analisis bahaya ( Hazard Analysis)
Analisa bahaya di PT. ICS Banyuwangi dilakukan dengan melakukan pengamatan
pada tiap tahapan proses pembuatan produk udang kupas beku, sejak udang
dipanen, diterima, diolah hingga menjadi produk yang siap dipasarkan dan
membuat dugaan kemungkinan/resiko bahaya yang akan timbul dari tiap tahapan.
Analisa bahaya meliputi tahapan proses, penyebab bahaya, bahaya potensial yang
terjadi, kategori bahaya, pengendalian, peluang bahaya (probabilty), tingkat
keparahan (severity), dan upaya pencegahan. Kategori bahaya yang mungkin
ditemukan ada 3 jenis yaitu, bahaya keamanan pangan (food safety), mutu pangan
(wholesomeness) dan penipuan ekonomi (economic frauds). Ruang lingkup dalam
penyusunan HACCP ini meliputi seluruh bahaya yang terkait yaitu bahaya fisik,
kimia dan biologi. Produk yang dipilih adalah udang PND beku.
Tabel x. Pengelompokan bahaya
Kelomok Bahaya
Biologi
Kimia
Kelompok Bahaya
Jenis
1. S. Aureus
2. V. cholera
3. V. parahaemolyticus
4. E. coli
5. Salmonella spp.
Senyawa antibiotik: Chloramphenicol
Nitrofurant (AOZ), OTC / CTC
Sumber
Fisik
1. Logam
2. Serangga
3. Penanganan kasar
pekerja
nyata terhadap keamanan pangan dan harus ditangani dalam rencana HACCP. Di
dalam analisa bahaya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menganalisa semua potensi bahaya yang mungkin timbul pada setiap
tahapan proses dan kemungkinan penyebabnya
2. Menentukan kategori-kategori bahay food safety (biologi, kimia, fisika),
wholesomeness atau economic fraud
3. Menganalisa keterkaitan antara suatu bahaya dan penyebabnya dengan
SSOP dan GMP
4. Menganalisa peluang terjadinya bahaya dan tingkat keseriusan bahaya
yang terjadi
5. Mengidentifikasi apakah suatu potensi bahaya nyata atau tidak
6. Memberikan alasan secara jelas mengapa suatu bahaya dinyatakan nyata
atau tidak
7. Melakukan tindakan pencegahan agar bahaya atau penyimpangan
yangterjadi tidak melampaui batas kritis atau critical limit.
Analisa bahaya pada proses pembekuan udang PND beku di PT. ICS
Banyuwangi didapatkan 3 jenis bahaya yang signifikan, yaitu bahaya yang tidak
dapat dieliminasi dengan menerapkan GMP ataupun SSOP. Bahaya signifikan
terletak pada tahap penerimaan bahan baku, tahap pendeteksian logam dan
tahapan pembekuan. Pada tahap penerimaan bahan baku bahaya signifikan yang
timbul adalah karena adanya residu antibiotik. Residu antibiotic yang mungkin
terdapat pada udang adalah chloramphenicol (CAP) dan Oksitetracikline (OTC).
Bahaya ini termasuk bahaya yang dapat mempengaruhi keamanan pangan. Pada
tahap pembekuan terdapat bahaya yang signifikan dan dapat mempengaruhi mutu
dari produk, yaitu berupa driploss. Driploss merupakan kerusakan karakteristik
udang dikarenakan pembekuan terjadi dalam waktu yang lambat/terlalu lama.
Walaupun produk awwet, tetapi jika telah mengalami driploss, produk sudah
turun mutunya. Pada tahap pendeteksian logam didapatkan bahaya yang
signifikan yang dapat mempengaruhi keamanan pangan berupa logam atau benda
asing lainnya yang mungkin terbawa ke dalam produk, baik yang berasal dari
tambak (dalam hal ini supplier) ataupun yang berasal dari pecahan alat karyawan
selama proses produksi berlangsung.
Penerapan sistem HACCP pada proses produksi produk udang PND beku di PT.
ICS Banyuwangi adalah sebagai berikut :
mempengaruhi mutu. Bahaya ini berpotensi muncul pada saat proses pembekuan.
Driploss merupakan kerusakan karakteristik udang dikarenakan pembekuan
terjadi dalam waktu yang lambat/terlalu lama. Walaupun produk awet, tetapi jika
telah mengalami driploss, produk sudah turun mutunya. Hal ini tentunya akan
sangat berpengaruh pada penerimaan produk oleh konsumen.
Bahaya signifikan lain yang termasuk dalam titik kendali kritis adalah
bahaya logam yang ada dalam produk. Logam yang ada dalam produk dapat
berasal dari bahan baku ataupun berasal dari proses pengolahan. Logam yang
berasal dari bahan baku biasanya berasal dari usus udang, karena factor
lingkungan biasanya dalam usus udang terdapat pasir dan bahan yang
mengandung logam. Sedangkan asal logam dari proses biasanya berasal dari alat
kerja seperti pecahan meja stainless, wadah untuk penimbangan, dan alat logam
lainnya. logam yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan
sangat berbahaya karena dapat merusak saluran pencernaan. Metal detector
termasuk CCP karena merupakan suatu tahap untuk Mereduksi adanya
kontaminan dan bahaya signifikannya dapat berupa pecahan logam yang dapat
membahayakan konsumen. Sedangkan pada packaging dan pelabelan termasuk
CCP karena apabila salah pelabelan akan bisa merugikan perusahaan ataupun
nantinya juga konsumen.
5.7.3 Penetapan Batas Kritis (Critical Limit)
Batas kritis merupakan kondisi/keadaan yang memberikan batasan atau perbedaan
antara produk yang aman dan tidak aman. Batas kritis juga dapat diartikan sebagai
satu atau lebih toleransi yang harus dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu CCP
secara efektif dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik
(Thaheer 2005).
Batas kritis ini tidak boleh dilampaui karena batas-batas ini sudah
merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat dikontrol. Batas kritis
ini tidak boleh dilanggar untuk menjamin keamanan produk akhir. PT. ICS
menetapkan batas kiritis tertentu untuk tiap potensi bahaya sesuai dengan standar
yang berlaku dan sesuai permintaan buyer.
5.7.4 Menetapan Prosedur Monitoring (Monitoring Procedure)
Batas kritis yang telah ditetapkan sebagai batasan titik kendali tidaklah
dibiarkan begitu saja, melainkan harus selalu dipantau dan dimonitoring
keberadaanya. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa penanganan terhadap
titik kendali kritis masih dalam kondisi terkendali. Monitoring merupakan
tindakan dari pengujian atau observasi yang dicatat oleh unit usaha untuk
melaporkan keadaan CCP. Kegiatan ini untuk menjamin bahwa critical limit tidak
terlampaui.
5.7.5 Menetapkan tindakan koreksi (Corrective Action)
Tindakan koreksi merupakan prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan
ketika kesalahan serius atau kritis ditemukan atau batas kritis terlampaui.
Tindakan koreksi secara terencana dalam HACCP plan, sehingga setiap titik
kendali kritis memiliki tindakan koreksi yang spesifik dan penerapan tindakan
koreksi harus jelas orang yang berwenang untuk melaksanakan tindakan koreksi
tersebut. Selain itu tindakan koreksi yang dilakukan haruslah terekam dan tercatat.
Tindakan koreksi harus segera dilaksanakan apabila terjadi kegagalan dalam
pengawasan pada CCP. Tindakan koreksi harus mengurangi atau mengeliminasi
potensi bahaya dan resiko yang terjadi ketika batas kritis terlampaui pada CCP.
5.7.6 Menetapkan Prosedur Verifikasi (Verification Procedure)
Verifikasi adalah konfirmasi yang dilakukan dengan menyertakan bukti dan
penjelasan objektif bahwa suatu persyaratan khusus telah terpenuhi (ISO 8402
1994 dalam Thaheer 2005). Verifikasi merupakan metode, prosedur, pengujian,
dan cara penilaian lainnya disamping pemantauan untuk menentukan kesesuaian
dengan HACCP plan. Tindakan verifikasi yang dapat dilakukan adalah :
penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat, pemeriksaan kembali rencana
HACCP dan catatan CCP, catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang
menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP atau penyimpangan dari rencana
dan tindakan koreksi yang dilakukan. Suatu sistem pemeriksaan oleh pihak
perusahaan untuk menentukan efektif tidaknya rencana HACCP. Pelaksanaan
verifikasi ini dapat dibedakan menjadi dua bagian besar yaitu :
- internal verifikasi oleh pihak perusahaan
- eksternal verifikasi oleh pihak pemerintah (6 bulan atau 1 tahun sekali)
Pada tahap penerimaan bahan baku, metal detecting, pengepakan dan
pelabelan, serta gudang penyimpanan verifikasi yang dilakukan adalah adanya
evaluasi oleh kepala bagian QC.
5.7.7 Prosedur Pencatatan dan Dokumentasi (Record Keeping)
Salah satu kunci dari keberhasilan jalannya sistem HACCP yaitu
keakuratan
sistem
pencatatan
(record
keeping).
Semua
kegiatan
yang
berhubungan dengan pemantauan CCP dan kegiatan lainnya yang terkait harus
dicatat dengan baik, pencatatan ini akan menyediakan data dimana terjadi
penyimpangan terhadap batas kritis dan tindakan koreksi untuk mengatasi
penyimpangan tersebut.
Pada metal detecting dilakukan pencatatan keadaan mesin metal detecting
Penerimaan
bahan baku
Analisis
Bahaya
Batas kritis
Apa yang
dipantau
Suhu
udang
Suhu, bau,
.>5oC,
dekomposisi
warna, dan
kehilangan
tekstur
warna alami
dan bau
Antibiotik
Tidak ada Jaminan tanpa
L/G
penggunaan
antibiotik oleh
pemasok
Pembekuan
Driploss
Deteksi
logam
Logam dan 0%
benda asing
Pemantauan
Cara
frekuensi
pemantauan
Pengukuran
dengan
termometer
5 ekor
udang
untuk tiap
keranjang
Siapa yang
memantau
Staf QC
Tindakan
koreksi
rekaman
verifikasi
Penambahan
es,
dipisahkan
atau ditolak
Rekaman
penerimaan
Pemeriksaan
oleh kepala QC
setiap hari
Pengecekan
Tiap
L/G
pada pemasok
saat
penerimaan
Staf QC
kembali
Pengecekan
visual
Tiap
periode
produksi
Staf QC
Proses ulang
Tiap
periode
produksi
Staf QC
Proses ulang
Logam
dan Visual check
benda asing
Dokumen
L/G
Pemeriksaan
oleh kepala QC,
analisa residu
antibiotik dan
mikrobiologi
setiap frekuensi
pasokan
Cek
ulang Pengecekan
rekaman
ketepatan tiap
pekerja,
pemeriksaan
oleh kepala QC
Cek
ulang Pengecekan
rekaman
ketepatan tiap
pekerja,
pemeriksaan
oleh kepala QC