Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN

AGUSTUS 2016

UNIVERSITAS HASANUDDIN

SKIZOAFEKTIF TIPE MANIA

DISUSUN OLEH:
ANDI NIRMAWATI. AR
C 111 12 O63
SUPERVISOR:
Dr.dr.H.Muh.Faisal Idrus, SpKJ(K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:


Nama

: Andi Nirmawati. AR

Nim

: C 111 12 063

Judul Refarat

: Gangguan Artikulasi Berbicara Khas

Judul Kasus

: Skizoafektif Tipe Mania

Adalah benar telah menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul Skizoafektif tipe
mania dan telah disetujui serta telah dibacakan di hadapan pembimbing dan
supervisor.

Makassar,

Agustus 2016

Mengetahui,
Supervisor

Dr.dr. H.Muh.Faisal Idrus, SpKJ(K)

Residen Pembimbing

dr. Ismariani Mandan

LAPORAN KASUSGANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK


(F25.0)
Tanggal Masuk : 20 Agustus 2016
No.RM

: 076888

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. SS

Usia

: 37 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Status Perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Suku

: Bugis

Pekerjaan

: Tidak ada

Alamat

: Lanrae,Kel.Nepo Mallusetasi, Barru

LAPORAN PSIKIATRIK
Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis dan alloanamnesis dari :
Nama
: Ny. Maemunah
Umur
: 35 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pendidikan Terakhir
: D2
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Lanrae, Sanepu, Barru
Hubungan dengan pasien
: Adik Kandung
I.

RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan Utama
Gelisah

2. Riwayat Gangguan Sekarang


a) Keluhan dan Gejala
Seorang pasien perempuan masuk ke RSKD dengan diantar oleh
keluarganya karena gelisah dan mengganggu tetangga. Terakhir kali
pasien masuk ke RSKD 5 bulan yang lalu,pasien tidak mengonsumsi
obat sejak keluar dari RSKD karena putus rawat jalan . Kondisi pasien
lebih tenang saat keluar dari RSKD sebelumnya dan pasien juga
sempat bekerja sebagai tukang ojek. Saat ini pasien sering
membongkar barang, merepotkan tetangga, melarang anaknya pergi ke
sekolah dan sulit tidur di malam hari. Pasien mengusir suaminya dari
rumah sehingga pasien tinggal sendiri dan dijenguk anaknya seminggu
sekali. Pasien menolak bantuan dari keluarga karena merasa barangbarangnya akan diambil. Awalnya pasien sering mencurigai suaminya
memberi uang kepada orang lain dan selingkuh setelah ekonomi
keluarganya jatuh akibat gagal panen 7 tahun lalu.
Pasien selalu curiga pada setiap orang yang ditemuinya, ia merasa
orang-orang berkomentar tentang dirinya.Pasien sering mendengar
bunyi-bunyi yang sebenarnya tidak ada atau merasa ada yang
meneriakinya.Pasien juga gampang marah. Pasien juga merasa kalau
terkadang ada ular disekitarnya untuk melindunginya. Pasien suka
tampil di depan umum, bernyanyi di acara pesta, berjoget di acara
pernikahan sambil menari candoleng-doleng
Awal perubahan perilaku pasien sejak 7 tahun lalu saat usahanya
gagal panen. Pasien dulunya adalah orang yang pendiam dan memiliki
hubungan yang baik dengan orang-orang disekitarnya. Dulunya pasien
suka membagi-bagikan hasil panen dan pakaian kepada orang lain.
b) Hendaya dan premorbid

Perilaku pasien yang suka mengganggu tetangga , sering


membongkar barang-barang, sulit tidur dan merasa jika keluarganya
akan mengambil hartanya membuat pasien tidak dapat memiliki
pekerjaan, hubungan dengan orang disekitarnya menjadi tidak
harmonis dan pasien sendiri juga tidak dapat menikmati waktu
tidurnya dengan baik. Dari hasi diatas, dapat dikatakan bahwa pasien
mengalami hendaya dalam bidang pekerjaan, hendaya dalam bidang
social dan hendaya dalam waktu senggang.
c) Faktor stressor psikososial
Pasien mempunyai masalah ekonomi sejak kebangkrutan usahanya 7
tahun yang lalu
d) Hubungan gangguan, sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan
psikis sebelumnya:
Berdsarkan hasil dari autoanamnesis dan alloanamnesis, pasien tidak
memiliki riwayat penyakit infeksi, trauma, kejang, minum alkohol dan
mengonsumsi NAPZA.Namun, pasien memiliki riwayat merokok satu
bungkus per-hari.
3. Riwayat gangguan sebelumnya :
Riwayat dirawat di RSKD Dadi 5 bulan yang lalu, kemudian
mengonsumsi obat jalan. Riwayat pengobatan Haloperidol 1,5 mg,
Chlorpromazin 100 mg 1x1 malam, Heximer 2 mg 2x1. Pasien masuk
dengan keluhan mengamuk.
4. Riwayat kehidupan pribadi :
Pasien lahir di Barru pada tahun 1979, lahir normal di rumah,
cukup bulan, dan ditolong oleh dukun beranak. Pasien meminum ASI
selama 2 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan masa kanak-kanak awal
pasien seperti berjalan, berbicara baik, perkembangan motorik berlangsung
baik. Pasien bermain dengan teman seusiannya.

Pasien

tinggal

bersama

kedua

orangtuanya

dan

cukup

mendapatkan perhatian dan kasih sayang. Hubungan pasien dengan


saudara baik. Pasien juga mendapatkan pendidikan yang layak.
Pasien hanya bersekolah hingga kelas 3 SMP karena pasien
dinikahkan oleh orang tuanya.
Pasien pernah bekerja sebagai petani tetapi berhenti sejak 7 tahun
terakhir dan sempat mengojek untuk beberapa bulan.. Dalam kehidupan
sehari-hari, pasien dikenal sebagai orang yang pendiam tapi mempunyai
hubungan yang baik dengan orang disekitarnya. Pasien sendiri memeluk
agama islam dari orang tuanya.
Riwayat kehidupan keluarga :

Pasien merupakan anak kelima dari enam bersaudara (, , , , ,


). Pasien mempunyai hubungan yang baik dengan keluarganya. Riwayat
keluarga dengan gangguan serupa ada yaitu ibu kandung. Ayah pasien
sudah meninggal.
Situasi sekarang :
Pasien tinggal sendiri karena mengusir suaminya beberapa bulan yang lalu.
Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya :
Pasien mengetahui dirinya sakit dan perlu pengobatan
II. STATUS MENTAL
A. Deskripsi umum

Seorang pasien wanita memakai baju tidur berwarna


bercorak,perawakan sedang, wajah sesuai

biru

umur dan perawatan diri

cukup baik. Kesadaran pasien berubah, aktivitas psikomotor hiperaktif


dengan pembicaraan spontan, lancar, intonasi meningkat, kecepatannya
meningkat dan kesan membanjir. Sikap pasien kooperatif terhadap
pemeriksa.
B. Keadaan Afektif (mood), perasaan, dan empati, perhatian :
Mood
: Hipertimik
Afek
: - Ekpresi : meningkat
- Keserasian :Inapropriate
Empati
: Tidak dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (kognitif) :
Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan pasien sesuai
dengan pendidikan. Pasien mempunyai daya konsentrasi yang baik,
orientasi waktu,orang dan tempat yang baik. Daya ingat jangka
panjang,sedang,pendek dan segera pasien dinilai baik. Pikiran abstrak
pasien baik. Bakat kreatif dari pasien belum diketahui dan pasien
mempunyai kemampuan menolong diri sendiri yang baik.
D. Gangguan Persepsi :
Pasien mempunyai halusinasi auditorik berupa mendengar seseorang
yang meneriaki pasien, dan halusinasi visual berupa melihat ada ular
disekitarnya. Pasien tidak memiliki ilusi,depersonalisasi dan derealisasi.
E. Proses Berpikir :
1. Arus pikiran :
Produktivitas pasien kesan meningkat dan kontinuitas flight of
idea, pasien tidak memiliki hendaya berbahasa.
2. Isi pikiran :
Pasien tidak memiliki gejala preokupasi. Pasien mengalami
gangguan isi piker berupa waham bizarre, dimana pasien merasa jika
ada ular disekitar pasien yang berniat melindunginya.
F. Pengendalian impuls
Tidak terganggu
G. Daya nilai :

Norma sosial
: Terganggu
Uji daya nilai
: Terganggu
Penilaian realitas
: Terganggu
H. Tilikan (insight)
Derajat 4 (Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak
diketahui pada dirinya)
I. Taraf dipercaya

: Dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT:


1. Status Internus
a. Keadaan umum
: Baik
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Tanda vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi
: 80x/menit
- Suhu
: 36,5C
- Pernapasan
: 20x/menit
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, jantung, paru dan
abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada
kelainan.
2. Status Neurologi
a. GCS
: E4M6V5
b. Rangsang meningeal : tidak dilakukan
c. Tanda ekstrapiramidal
- Tremor tangan : tidak ada
- Cara berjalan
: normal
- Keseimbangan : baik
d. Sistem saraf motorik dan sensorik dalam batas normal
e. Kesan
: normal
IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA :

Seorang pasien perempuan masuk ke RSKD dengan diantar oleh


keluarganya karena gelisah dan mengganggu tetangga. Terakhir kali masuk
RSKD 5 bulan yang lalu, dan pasien tidak mengonsumsi obat sejak keluar
RSKD karena putus rawat jalan. Saat keluar dari RSKD kondisi pasien sudah
lebih tenang dan sempat bekerja sebagai tukang ojek. Saat ini pasien sering
membongkar barang, merepotkan tetangga, melarang anaknya pergi ke
sekolah dan sulit tidur di malam hari. Pasien mengusir suaminya dari rumah
sehingga pasien tinggal sendiri dan dijenguk anaknya seminggu sekali. Pasien
menolak bantuan dari keluarga karena merasa barang-barangnya akan
diambil. Awalnya pasien sering mencurigai suaminya memberi uang kepada
orang lain dan selingkuh setelah ekonomi keluarganya jatuh akibat gagal
panen 7 tahun lalu.
Pasien selalu curiga pada setiap orang yang ditemuinya, ia merasa orangorang berkomentar tentang dirinya.Pasien sering mendengar bunyi-bunyi
yang sebenarnya tidak ada atau merasa ada yang meneriakinya.Pasien juga
gampang marah. Pasien juga merasa kalau terkadang ada ular disekitarnya
untuk melindunginya. Pasien suka tampil di depan umum, bernyanyi di acara
pesta, berjoget di acara pernikahan sambil menari candoleng-doleng
V. FORMULASI DIAGNOSTIK
Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis didapatkan adanya
gejala klinis yang bermakna yaitu berupa pola prilaku yang gelisah, sering
menganggu tetangga,membongkar barang-barang, sulit tidur dan mudah
marah. Keadaan ini mengakibatkan keluarga dan pasien terganggu dan tidak
nyaman (distress), sulit melakukan pekerjaan dengan benar, dan sulit mengisi
waktu luangnya dengan hal yang bermanfaat (disability). Oleh karena itu,
digolongkan sebagai gangguan jiwa. Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan

tanda disfungsi otak sehingga dapat digolongkan gangguan jiwa non


organik. Pasien mengalami hendaya dalam menilai realita sehingga
digolongkan sebagai gangguan jiwa psikotik non-organik.
Berdasarkan

uraian diatas, pasien memiliki tanda schizophrenia

berupa : adanya halusinasi auditorik (mendengar seseorang meneriakinya)


disertai waham bizarre yang mengatakan jika dirinya dilindungi oleh ular
yang berada disekitarnya. Gejala-gejala khas tersebut berlangsung selama
kurun waktu > 1 bulan. Dan dari pemeriksaan status mental didapatkan
pembicaraan spontan, lancar, kecepatan meningkat, intonasi meningkat kesan
membanjir. Sikap pasien kooperatif. Mood gembira, afek hipertimia, arus
pikir flight of ideas . Sehingga juga memenuhi kriteria Gangguan Afektif tipe
Mania. Gejala-gejala schizophrenia telah ada bersamaan dengan munculnya
gejala gangguan afektif tipe mania dan sama-sama menonjol. Berdasarkan
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III) diagnosis
diarahkan pada Skizoafektif tipe manik (F25.0).
Pasien dikenal sebagai orang yang ramah dan pendiam serta cukup
dermawan sehingga diarahkan kepada ciri kepribadian tidak khas.
Dari pemeriksaan internus dan neurologi tidak ditemukan kelainan
kondisi / penyakit medis lainnya.
Adapun faktor psikososial yang mempengaruhi pasien adalah masalah
ekonomi yang dialami oleh pasien semenjak usahanya gagal 7 tahun yang
lalu.
VI. EVALUASI MULTIAKSIAL :
Aksis I :
Skizoafektif tipe manik (F25.0).
Aksis II :
Ciri kepribadian tidak khas
Aksis III :

Tidak terdapat gangguan fisik


Aksis IV :
Faktor stressor psikososial adalah kebangkrutan usahanya saat gagal
panen 7 tahun yang lalu
Aksis V :
GAF scale saat ini 60-51: Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
VII. DAFTAR PROBLEM :
Organobiologik :
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, namun diduga terdapat
ketidak seimbangan neurotransmitter, maka dari itu pasien memerlukan
farmakoterapi.

Psikologik :Ditemukan hendaya dalam menilai realita sehingga


diperluakan psikoterapi
Sosiologik :Ditemukan adanya hendaya sosial dan hendaya pekerjaan.

VIII. RENCANA TERAPI :


Farmakoterapi :
- Olanzapin 10mg 0-0-1
- Depacote 250 mg 1 tab/8jam /oral) 50
Psikoterapi :
Psikoterapi supportif adalah adalah bentuk psikoterapi yang memberikan
dukungan kepada pasien yang berada dalam keadaan krisis atau trauma
psikologis.

a.

Tujuan :
Mendukung fungsi-fungsi ego, atau memperkuat mekanisme defense
yang ada
b. Memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan yang baru

dan lebih baik


c. Perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif
Sosioterapi :

Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang


disekitarnya tentang gangguan yang dialami pasien sehingga mereka
dapat menerima dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
membantu proses pemulihan pasien.
IX. PROGNOSIS :
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad malam
Ad fungtionam
: dubia ad bonam
Faktor pendukung ke arah baik:
- Tidak ada kelainan organik
- Hubungan dengan anggota keluarga baik
Faktor pendukung ke arah yang buruk:
- Relaps
- Ada riwayat penyakit yang sama di dalam keluarga, yakni ibu
kandung.

X. FOLLOW UP :
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya,
efektifitas terapi serta kemungkinan terjadinya efek samping dari obat yang
diberikan.
XI. DISKUSI
Gambaran utama gangguan skizoafektif adalah adanya episode depresi
mayor, manik atau campuran yang terdapat bersamaan dengan gejala-gejala
skizofrenia (memenuhi kriteria A skizofrenia). Kriteria A Skizofrenia tersebut
yaitu adanya waham, halusinasi, perilaku aneh, atau gejala negative. Gejala ini

10

berlangsung paling sedikit satu bulan. Atau dengan kata lain diagnosis
gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitive adanya
skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan, simultaneously.1
Episode manik ditandai dengan adanya suasana perasaan melambung,
meningkat, ekspansif, atau iritabel yang berlangsung paling sedikit satu
minggu. Episode campuran ditandai dengan campuran kedua suasana perasaan
tersebut berlangsung paling sedikit satu minggu.1
Gambaran utama harus terjadi dalam periode tunggal yang terusmenerus atau suatu periode waktu yang individunya terus-menerus
memperlihatkan gejala aktif atau residual psikosis. Skizoafektif berlangsung
paling sedikit satu bulan. Pada individu gejala ini dapat berlangsung bertahuntahun.1
Dari anamnesis, ditemukan adanya rasa berlebihan yang berlangsung
satu minggu disertai gejala-gejala pembicaraan kacau, waham, halusinasi,
perilaku kacau, atau gejala negative. Pemeriksaan didapatkan tanda-tanda
mania yaitu seperti mood hipetimia, iritabel, banyak bicara, meningkatnya
aktivitas motorik.1
Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif F252
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitive adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol
pada saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari
yang stau sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama,
bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak

memenuhi kriteria baik scizofrenia maupun episode manic atau depresif.


Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala
scizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang
berbeda

11

Bila seorang pasien scizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah


mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
Pasca Schizofrenia).
Beberapa pasien dapat mengalami episode scizoafektif berulang, baik
berjenis manic (F25.0) maupun depresi (F25.1) atau campuran dari
keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode

skizoafektif terselip diantara episode manik atau depresif (F30-F33).


Pedoman Diagnortik Ganguan skizoafektif tipe manic F25.0: 2
Kategori ini digunakan baik untuk skizoafektif tipe manic yang tunggal
maupun untuk ganguan berulang dengan sebagian besar episode

skizoafektif tipe manik.


Afek yang meningkat secara menonjol atau adanya peningkatan afek
yang tak begitu menonjol dikombinasikan dengan iritabilitas atau

kegelisahan yang memuncak.


Dalam episode yang sama harus jelas ada setidaknya satu atau lebih baik
dua, gejala skizofrenia yang khas.
(A)
Thought echo= isi pikiran dirinya sendiri berulang atau
bergema dalam kepalanya, dan isi pikiran ulangan, walaupun
-

isinya sama, namun kualitasnya berbeda.


Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing
dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya

(withdrawal)
Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar
sehingga orang lain atau umum dapat mengetahuinya

(B)
-

Delusion

of

control

waham

tentang

dirinya

dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar


Delusion of influence = waham tentang dirinya
dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar

12

Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak


berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang
dirinya = secara jelas merujuk ke pergerakan anggota
tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan, atau penginderaan
khusus)
Delusion perception = pengalaman tentang dirinya yang

tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya yang bersifat
mistik atau mukjizat
(C)
Halusinasi auditorik
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus

(D)

terhadap perilaku pasien, atau


Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri

(di antara berbagai suara yang berbicara), atau


Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh
Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya

setempat dianggap tidak wajar, dan sesuatu yang mustahil, misalnya


perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan
kemampuan

di

atas

manusia

biasa

(misalnya

mampu

mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing


dari dunia lain)
Psikofarmaka antiskizofrenia dibagi menjadi antipsikotik generasi I dan
antipsikotik generasi II. Saat ini, obat lini pertama yang disarankan adalah
antipsikotik generasi II.5
Pada pasien diatas dengan gangguan psikotik yaitu halusinasi auditorik,
maka diindikasikan untuk pemberian Obat-Antipsikotik Dibenzodiazepine
yang dapat memblokade Dopamine pada reseptor pasca-sinaptik neuron di
otak, khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal sehingga efektif
untuk gejala positif dan berafinitas terhadap Serotonin 5 HT2 Receptors,

13

sehingga

efektif

juga

untuk

gejala

negatif.

Olanzapine

adalah

thianobenzodiazepine dengan afinitas tinggi untuk serotonin 5-HT2, histamine


H1, alfa 1 adrenergik, D1, dan D2 reseptor dopamine. Pasien diberikan
Olanzapine. Olanzapine memiliki afinitas yang tinggi terhadap D2 reseptor
dan afinitas yang tinggi terhadap 5-HT reseptor. Afinitas Olanzapine yang
tinggi terhadap D2 reseptor mirip dengan Haloperidol sedangkan afinitas
Olanzapine therhadap 5-HT mirip dengan Clozapine. Berdasarkan penelitian
dan pengalaman klinis . Uji klinis membuktikan bahwa olanzapine memiliki
manfaat antipsikosis yang lebih baik dibanding haloperidol dan beberapa
penelitian juga menjelaskan bahwa olanzapine ini berguna untuk gejala-gejala
negative pada pasien dengan sindrom psikotik. Sementara antara olanzapine
dan risperiodone sama-sama efektif untuk pengobatan pasien dengan
schizophrenia. Olanzapine menunjukkan efikasi superior terhadap gejala
negative, bersama dengan efek samping ekstrapiramidal yang lebih rendah,
dibandingkan dengan risperidone.3,4
Pada pasien diatas juga diberikan anti mania yaitu Divalproex Na
(Depacote). Sindrom mania disebabkan oleh karena tingginya kadar serotonin
dalam celah sinap neuron, khususnya pada sistem limbic, yang berdampak
terhadap dopamine receptor supersensitivity. Divalproex Na merupakan
salah satu obat pilihan untuk meredakan sindrom mania akut pada pasien
dengan schizoafektif tipe mania. Efek anti mania dari Divalproex Na
disebabkan kemampuannya mengurangi dopamine receptor supersensitivity,
dengan meningkatkan cholinergic muscarinic activity, dan menghambat
Cyclic AMP (adenosine monophosphate) & phosphoinositides.3

14

WAWANCARA AUTOANAMNESIS
DM

: Dokter Muda

: Pasien

DM

: Assalamualaikum buk, nama saya dokter Andin. Bisa tau siapa namata
bu?

: waalaikumusalam. Namaku Sahra

DM

: Bagaimana kabarnya hari ini ibu Sahra?

: Kabarku hari ini baik dok

DM

: Kenapaki dibawa ke rumah sakit bu?

: Katanya saya suka jalan ke rumahnya orang, makan apa, sembarang


kukerja

DM

: Ibu sudah menikah?

: Sudah, 4 anak ku, kelahiran 17 Agustus,seandainya kulapor I ada


bedeng hadiahnya mobil di?. Natinggalkanma suamiku karena jelek
meka

DM
P

: Natinggalkan ki atau kita usir i?


: Ku usir ki juga karena tidak ada pekerjaanya, sekarang kerjami di
ToliToli untuk perempuan lain. Masih bisa kah kembali suamiku sama
saya?

DM

: Kenapaki dulu bisa masuk disini (RSKD) sebelumnya bu?

: Karena sakitka nabilang keluargaku, Mengamuk ka.

DM

: Bagaimna bisa kita mengamuk?

: Tidak ji.

DM

: Ada yang kasih marah-marahki?

: Ada. Kapan ka pindah, mauka pindah di sebelah?

DM

: Nanti pi ibu, sementara disini mi dulu,jadi siapa yang kasi marahki?

15

: Itu semua orang-orangka.

DM

: Bagaimna memangki orang-orang bu?

: Naceritaka itu semua orang.

DM

: Bagiamana kita bisa bilang kalau naceritaki orang?

: Kutauji saja.

DM

:Ibu masih kita ingat namanya anak-anak ta?

: Masih, yang pertama Alamsyah, Amaliah, Fahrul sama Agus.

DM

: Masih kita ingat umurnya anak ta?

: Masih, yang pertama 18 tahun, yang kedua 16 tahun, yang ketiga 7


Tahun sama yang keempat 5 tahun. Dok, adaga laptop disitu?

DM

: Mauki apa laptop?

: Ada Flash Disk ku.

DM

: Ibu, pernah ada kita lihat yang lain-lain atau tidak?

: Ada ular biasa di dekatku, mauka najagai.

DM

: Untuk apaki najagai ?

: Tidak tauka, adaji saja,

DM

: Ada memang yang mau celakai ki kah?

: Ada, orang.

DM

: Siapa?

: Ada, dokter ki tensika dulu.

DM

: Ibu kenapa dulu berhentiki rawat jalan? Minum obat?

: Karena keluargaku tidak maumi, obat yang dari rumah sakit itu waktu
Cuma satu bulan ji.

DM

: Jadi bukan kita yang berhenti? Tapi keluargata yang tidak maumi?

: Iye.

DM

: Ibu, pergika dulu di, makasih banyak ibu dan janganki lupa haruski
teratur minum obat ta.

16

: Iye dok.
DAFTAR PUSTAKA
1. Utama, Hendra. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Badan Penerbit FKUI.
Jakarta
2. Maslim, R Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJIII. Cetakan 1. 2001. Jakarta : Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
FK-Unika Atma Jaya. Dicetak oleh PT. Nuh Jaya.
3. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi
3. 2007. Jakarta : Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atma Jaya. Dicetak oleh PT. Nuh Jaya.
4. Seed Shoja Shafti and Mahsa Gilanipoor. Clinical Study : A
Comparative studi between olanzapine and Risperidone in Management
of schizophrenia. Schizofrenia Research and Treatment Volume 2014
(2014), Article ID 307202, 5 Pages.
5. Kapita Selekta Kedokteran edisi 4. Jakarta : Media Aesculapius. 2014

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

REFERAT

17

FAKULTAS KEDOKTERAN

AGUSTUS 2016

UNIVERSITAS HASANUDDIN

GANGGUAN ARTIKULASI BERBICARA


KHAS

DISUSUN OLEH:
ANDI NIRMAWATI. AR
C 111 12 314
SUPERVISOR:
Dr.dr.H.Muh.Faisal Idrus, SpKJ(K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

BAB I

18

PENDAHULUAN
Kemampuan berbicara adalah salah satu hal yang mendasar bagi seluruh
aspek kehidupan manusia karena memungkinkan seseorang untuk berbagi
perasaan, pikiran, ide dan informasi dengan yang lain. Banyak anak yang
mengalami perlambatan dalam perkembangan kemampuan bicara, bahkan
beberapa anak mengalami problema yang serius dalam perkembangan
kemampuan

komunikasi

ini.

Anak-anak

yang

mengalami

gangguan

perkembangan bicara dan bahasa yang spesifik beresiko untuk mengalami


gangguan pada proses pembelajaran, emosi dan tingkah laku.1
Abnormalitas utama dari bicara adalah gangguan kelancaran bicara
(kegagapan) dan artikulasi.

Kegagalan artikulasi dapat normal terjadi pada

anak-anak hingga usia 4 tahun, tapi pada usia 12

tahun sebagian besar

pembicaraan sudah sempurna.2 Pada anak-anak dengan gangguan artikulasi


yang spesifik mengalami kegagalan yang berat dalam mengucapkan kata-kata
sehingga kata-kata mereka sulit untuk dimengerti oleh orang lain. 3,11
Gangguan artikulasi biasanya lebih terlihat pada usia sekolah dibanding
pada anak-anak usia pra-sekolah.9 Gangguan artikulasi kebanyakan didiagnosis
dan disembuhkan pada masa kanak-kanak sehingga jarang ditemukan pada
orang dewasa, namun gangguan artikulasi yang tidak tertangani pada usia
sekolah dini beresiko tinggi untuk menghasilkan poorer adolescent outcomes
dan prevalensi orang dewasa yang mengalami gangguan artikulasi belum
diketahui .10,12

19

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Gangguan artikulasi bicara yang spesifik adalah suara bicara
anak-anak berada dibawah usia mental yang sesuai, namun
kemampuan berbahasanya berada dalam tingkatan normal.4
B. EPIDEMIOLOGI
Gangguan bicara merupakan salah satu masalah yang sering
terdapat pada anak-anak. Menurut NCHS, berdasarkan atas laporan
orang tua (diluar gangguan pendengaran serta celah pada palatum) maka
angka kejadiannya 0,9 persen anak dibawah 5 tahun dan 1,94 persen
pada naka usia 5-14 tahun. Dari hasil evaluasi langusng terhadap anak
sekolah, angka kejadiannya 3,8 kali lipat lebih tinggi dibandingkan hasil
wawancara. Diperkirakan gangguan bicara dan Bahasa pada naka adalah
sekitar 4-5 persen.5
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi gangguan
artikulasi adalah setidaknya 3 persen pada anak pra-sekolah, 2 persen
pada anak-anak uasia 6-7 tahun dan 0,5 persen pada remaja usia 17
tahun. Kurang lebih 7-8 persen anak usia 5 tahun dalam sebuah
komunitas besar mengalami gangguan perkembangan artikulasi baik
secara struktural ataupun neurologi. Studi lain menemukan 7,5 persen
anak-anak usia antara usia 7-11 tahun mengalami gangguan artikulasi.6
C. ETIOLOGI

20

Faktor-faktor yang memengaruhi adanya gangguan bicara dapat


mencakup problem perinatal, faktor genetik dan masalah pada
pendengaran. Dikatakan jika banyak kecenderungan gangguan ini
mengalami remisi pada anak-anak yang sangat muda karena disebabkan
oleh adanya keterlambatan maturasi dari otak.
Kemungkinan pendapat mengenai penyebab neuronal didukung
oleh observasi pada anak-anak yang mengalami gangguan artikulasi
juga dapat menunjukkan Soft Neurogenical Sign misalnya gangguan
bahasa dan gangguan membaca. Faktor genetik sendiri berkaitan dengan
adanya data dari studi pada anak kembar yang menunjukkan adanya
tingkat kesesuaian yang lebih tinggi untuk kembar monozigot.
Gangguan artikulasi jarang yang disebabkan oleh faktor
struktural atau mekanikal.Gangguan artikulasi tidak dapat disebut
sebagai Speech Sound Disorder jika terdapat penyebab neurologisnya
dan dapat bercabang menjadi diagnose dysarthria, apraxia ataupun
dyspraxia.
Faktor lingkungan diduga memegan peran dalam problem
gangguan artikulasi, tapi faktor konstitusional tampaknya memegang
peranan yang lebih signifikan. Tingginya proporsi gangguan artikulasi
atau Speech Sound Disorder dalam suatu keluarga menunjukkan adanya
komponen genetik dalam perkembangan gangguan ini.6,12

D. GAMBARAN KLINIK dan DIAGNOSIS

21

Gambaran Klinik

Anak-anak dengan gangguan artikulasi akan mengalami


keterlambatan atau ketidak mampuan untuk memproduksi artikulasi
atau bunyi kata-kata yang sesuai dengan usia, intelejensi, dan dialek.
Bunyinya sering terdengar bersifat substitusi-contohnya penggunaan
huruf t menjadi huruf k dan bersifat omission-dimana huruf konsonan
terakhir tidak disebutkan. Pada kasus berat, gangguan ini dapat muncul
pada usia 2-3 tahun, namun pada beberapa kasus ditemukan jika
gangguan ini tidak tampak hingga usia 6 tahun. Artikulasi seorang anak
baru dapat dikatakan mengalami gangguan apabila terdapat perbedaan
yang signifikan dengan anak lain yang memiliki level usia, intelegensia
dan pendidikan yang sama.
Anak-anak dengan gangguan artikulasi tidak dapat melafalkan
fonem tertentu dengan benar, mereka mengubah, mensubstitusi atau
bahkan lupa untuk menyebut fonem tersebut.
Pada

gangguan

artikulasi

tipe

omission

(penghilangan

fonem),fonem tersebut sepenuhnya hilang, contoh : bu untuk kata blue,


ca untuk car.
Pada gangguan tipe substitution (penggantian fonem), fonem
yang sulit diganti atau salah penyebutan, contohnya : wabbit untuk
rabbit, fum untuk thumb.
Pada tipe distortion, penyebutan fonem nyaris benar namun
tidak beraturan. Pada tipe addition (penambahan fonem), puhretty untuk
kata pretty.

22

Tipe omission adalah jenis yang paling paling serius dari


gangguan artikulasi, lalu tipe substitusi dan tipe distorsi. Tipe omission
yang sering pada anak-anak yang lebih muda sedangkan tipe distorsi
bnyak pada anak-anak yang lebih tua.6
Kriteria Diagnostik
Kriteria diagnostik dalam mendiagnosis gangguan artikulasi dapat
menggunakan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) III atau Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM) V.
F80 GANGGUAN PERKEMBANGAN KHAS BERBICARA DAN
BERBAHASA
F80.0 Gangguan Artikulasi Berbicara Khas
Pedoman Diagnostik
Gangguan perkembangan khas dimana penggunaan suara untuk
berbicara dari anak, berada di bawah tingkat yang sesuai dengan usia

mentalnya, sedangkan tingkat kemampuan bahasanya normal.


Usia penguasaan suara untuk berbicara, dan urutan dimana suara ini

berkembang, menunjukkan variasi individual yang cukup besar.


Diagnosis ditegakkan hanya jika beratnya gangguan artikulasi di luar
batas variasi normal bagi usia mental anak; kemampuan berbahasa
ekspresif dan reseptif dalam batas normal; kelainan artikulasi tidak
langsung diakibatkan oleh suatu kelainan sensorik, structural atau
neurologis; dan salah ucap jelas tidak normal dalam konteks
pemakaian Bahasa percakapan sehari-hari dalam kehidupan anak.

Tabel 1 Kriteria Diagnostik Gangguan Artikulasi Berbicara Khas Menurut PPDGJ-III 7

F80.0 GANGGUAN KOMUNIKASI


SPEECH SOUND DISORDER
Kriteria diagnosis :

23

a. Kesulitan persisten dengan produksi bunyi suara yang mengganggu


kejelasan ucapan atau menghambat pesan dari komunikasi verbal
b. Gangguan menyebabkan keterbatasan dalam komunikasi efektif
yang berdampak pada partisipasi social, prestasi akademik, atau
kinerja kerja, secara individu maupun dalam berbagai kombinasi.
c. Onset gejala adalah pada periode awal perkembangan
d. Kesulitan tidak disebabkan kondisi bawaan atau diperoleh , seperti
cerebral palsy, sumbing langit-langit mulut, tuli atau kehilangan
pendengaran, cedera otak traumatis, atau medis lainnya atau
kondisi neurologis .

Tabel 2 Kriteria Diagnosis Enkopresis Menurut DSM-V 8


E. DIAGNOSIS BANDING
Kelemahan kemampuan mendengar atau sensori lain, kelemahan
pendengaran atau ketulian dapat terjadi pada gangguan bicara.
Berkurangnya produksi bunyi suara dapat disebabkan karena
kelemahan pendengaran, atau deficit oragn sensori yang lain atau

defisit motoric-speech.
Dysarthria, kelemahan berbicara dapat dianggap karena gangguan

motoric, seperti pada cerebral palsy


Selective mutism,keterbatasan bicara bisa disebabkan karena
selective mutism, suatu gangguan ansietas dimana bicara berkurang
pada kondisi tertentu,mereka akan normal jika di rumah atau dengan

orang terdekat.
F. PENATALAKSANAAN

24

Phonological approach, biasanya digunakan pada anak-anak


dengan bentuk ekstensif dari kegagalan bunyi suara multiple seperi
pada

penghapusan

konsonan/consonant

deletion

atau

pada

consonant cluster reduction. Pada terapi ini difokuskan untuk


pelatihan bunyi spesifik, seperti konsonan akhir, dan ketika pasien
sudah menguasainya, maka dilanjutkan dengan latihan dengan

kalimat yang panjang dan bermakna.


Traditional approach, digunakan pada pasien yang mangalami
masalah hanya pada beberapa fonem, pada terapi ini pasien diminta
untuk menyebutkan fonem yang bermasalah dan klinisi dengan
tanggap memberikan umpan balik mengenai posisi lidah dan mulut
yang benar untuk penyebutannya agar dapat meningkatkan

kemampuan artikulasi pasien.


G. PROGNOSIS dan PERJALANAN PENYAKIT
Remisi spontan biasa terjadi pada anak-anak dengan gangguan
artikulasi hanya pada beberapa fonem. Anak-anak dengan gangguan
artikulasi persisten selama 5 tahun kemungkinan akan mengalami
gangguan bicara dan gangguan Bahasa yang lainnya, karena itulah
avaluasi komprehensif dibutuhkan. Anak-anak dengan usia diatas 5
tahun beresiko tinngi untuk mengalami gangguan persepsi pendengaran.
Kesembuhan spontan jarang terjadi pada anak-anak di atas usia 8 tahun

25

Intervensi dini dapat sangat menolong pasien, karena pada anakanak dengan gangguan artikulasi ringan, dapat mengalami perbaikan
dalam beberapa bulan.

BAB III
KESIMPULAN
Gangguan artikulasi bicara yang spesifik adalah suara bicara anakanak berada dibawah usia mental yang sesuai, namun kemampuan
berbahasanya berada dalam tingkatan normal.
Gangguan artikulasi terbagi atas 4 tipe yaitu, omission, substitution,
addition dan distortion.
Faktor-faktor yang memengaruhi adanya gangguan bicara dapat
mencakup problem perinatal, faktor genetik dan masalah pada pendengaran.
Dikatakan jika banyak kecenderungan gangguan ini mengalami remisi pada
anak-anak yang sangat muda karena disebabkan oleh adanya keterlambatan
maturasi dari otak. Faktor lingkungan diduga memegan peran dalam problem
gangguan artikulasi, tapi faktor konstitusional tampaknya memegang peranan
yang lebih signifikan. Tingginya proporsi gangguan artikulasi atau Speech
Sound Disorder dalam suatu keluarga menunjukkan adanya komponen genetik
dalam perkembangan gangguan ini.

26

Diagnosis gangguan artikulasi dapat ditegakkan dengan menggunakan


kritreia klinis dari PPDGJ-III dan DSM V.
Remisi spontan biasa terjadi pada anak-anak dengan gangguan
artikulasi hanya pada beberapa fonem. Anak-anak dengan gangguan artikulasi
persisten selama 5 tahun kemungkinan akan mengalami gangguan bicara dan
gangguan Bahasa yang lainnya, karena itulah avaluasi komprehensif
dibutuhkan. Anak-anak dengan usia diatas 5 tahun beresiko tinngi untuk
mengalami gangguan persepsi pendengaran. Kesembuhan spontan jarang
terjadi pada anak-anak di atas usia 8 tahun
Intervesi dini dapat sangan menolong pasien, karena pada anak-anak
dengan gangguan artikulasi ringan, dapat mengalami perbaikan dalam
beberapa bulan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Meadow,Newell S. J. 2005. Lecture Note : Pediatrika. Surabaya :
Penerbit Airlangga.
2. Fadhli A. 2010. Buku Pintar Kesehatan Anak. Yogyakarta :
Percetakan Galangpress.
3. Cowen P, Harrison P dan Burns T. 2012. Shorter Oxford Textbook of
Psychiatry Sixth Edition. United Kingdom : Oxford University
Press.
4. Bastaman T K, et al. 2004. Leksikon Istilah Kesehatan Jiwa dan
Psikiatri Edisi 2. Jakarta : EGC.
5. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
6. Sadock b J, et al. 2015. Synopsis of Psychiatry Eleventh Edition.
New York : Wolter Kluwer.
7. Maslim R. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta : PT.Nuh Jaya
8. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic And Statistical
Manual Of Mental Disorders Fifth Edition Dsm-5. Washington,DC :
American Psychiatric Publishing.

27

9. Preston J L, et al. Preschool speech error patterns predict


articulation and phonological awareness outcomes in children with
histories of speech sound disorders. 2012 22(2) 173-184.
10. Lewis B A, et al. Adolescent Outcomes of Children With Early
Speech Sound Disorders With and Without Language Impairment.
2014 (24) 150-163.
11. Murphy C F B, et al. Adolescent Outcomes of Children With Early
Speech Sound Disorders With and Without Language Impairment.
2015 64(6) 1-12.
12. Peter B, et al. Motor sequencing deficit as an endophenotype of
speech sound disorder: A genome-wide linkage analysis in a
multigenerational Family. 2012 22(5) 226-234.

28

Anda mungkin juga menyukai