Anda di halaman 1dari 4

Bahasa Makian Dikalangan Remaja

Bojonegoro
Redaksi

Selasa, Juli 21, 2015

Dari Anda, Info & Publik, Kabar Bojonegoro, Opini

Dewasa ini, bahasa banyak mengalami perkembangan, baik bahasa Indonesia, bahasa gaul
dan bahasa daerah (Jawa). Hal ini tidak luput dari maraknya sinetrondan acara televisi yang
mempengaruhi pergaulan remaja dari segi bahasa. Banyak sinetron yang saat ini menyajikan
cerita-cerita berlatarkan sekolahan, gaya bahasa para pemain cenderung alay dan neko-neko.
Bahasa yang disebut-sebut sebagai bahasa gaul ini begitu mudah ditirukan oleh para remaja.
Saat berkomunikasi pun tidak jarang mereka menyelipkan bahasa gaul.
Bahasa daerah pun juga mengalami beberapa perkembangan seperti halnya bahasa yang
digunakan dalam pergaulan yaitu makian. Di Indonesia Timur, berbincang-bincang dengan
menyelipkan kata makian adalah hal yang sudah biasa.
Seperti pada kutipan berikut Contohnya, kata anjing, anjrit, dan yeson , dalam masyarakat
Indonesia Timur daerah Papua Barat Kota Sorong, kita selalu mendengar KO ANJING!
ketika kita mendengar ini, kita akan presepsikan sebagai kata caci maki, tetapi dalam
pergaulan sehari-hari ini merupakan keakraban dalam masyarakat ini( Kompasiana,2013 ).
Makian adalah kata keji yang diucapkan karena marah dan sebagainya (KBBI). Makian
adalah kata yang diucapkan seseorang untuk saling menyapa temannya agar lebih akrab.
Kata-kata makian tidak jarang digunakan untuk bahan bercandaan, seperti yang biasa
dilakukan oleh seorang teman apabila bercanda dengan mengucapkan kata makian, agar tidak
terkesan kasar jika didengar oleh orang lain, misalnya kata "dancuk" agar terkesan tidak
kasar, maka saat mengucapkannya dengan nada rendah sambil tersenyum.
Bagi orang yang menerima ucapan-ucapan seperti itu mungkin dirasa menyerang, tetapi bagi
yang mengucapkannya, ekspresi dengan makian adalah alat pembebasan dari segala bentuk
dan situasi yang tidak mengenakkan tersebut walaupun dengan tidak menolak adanya fakta
pemakaian makian yang secara pragmatis (bersifat praktis) untuk mengungkapkan pujian,
keheranan, dan menciptakan suasana pembicaraan yang akrab (Periksa Allan, 1986, 17 ).
Misalnya, Ahli sosiologi Donna Eder dan ahli sosiolinguistik Kristin Hasund ( Tannen, 2002,
184 187 ) menemukan bahwa pemakaian kata-kata makian, hinaan, ejekan dan tuturan
sejenisnya diantara wanita-wanita kelas pekerja atau dibawahnya sangat lazim dan
penggunaanya merupakan simbol keakraban.
Dengan demikian seperti yang terjadi dikalangan remaja Bojonegoro, bagaimana pun juga
kata-kata makian mempunyai kedudukan yang sentral dalam aktivitas berkomunikasi secara
verba sebagai salah satu sarana untuk menjalankan fungsi emotif bahasa.
Fungsi emotif (untuk menyatakan perasaan) merupakan salah satu fungsi bahasa yang
terpenting. Namun dari penjelasan diatas, tidak semua remaja beranggapan bahwa kata
makian itu hal yang lumrah. Masih banyak remaja berasumsi kalau memaki adalah perilaku

yang buruk dan tidak pantas diucapkan didepan umum. Seperti yang terjadi pada remaja di
Bojonegoro, remaja disini berusia sekitar 15 tahun sampai 17 tahun dan pergaulannya pun
sebatas teman di lingkungan sekolah, tempat nongkrong, rumah dan lingkungan pertemanan,
maka 67% dari mereka beranggapan kalau memaki itu hal yang dilarang.
Sedangkan 33% berpendapat bahwa memaki adalah hal yang biasa saja. Hal ini menunjukkan
jika masih ada remaja remaja yang menganggap tabu (taboo) tentang kata makian. Mereka
mulai mengenal kata makian dari bangku sekolah, ada yang sejak di sekolah dasar, sekolah
menengah pertama bahkan saat baru masuk sekolah menengah keatas. Lalu 93% remaja di
Bojonegoro yang terdiri dari 2 orang dari Sukoharjo, 5 orang dari Kalitidu, dan 8 orang dari
Ngulanan mengatakan bahwa mereka pernah mengumpat dan 7% tidak pernah.
Makian yang biasa mereka tuturkan adalah makian seperti kata dasik, tetapi untuk makian
yang satu ini banyak dari para penuturnya tidak mengetahui makna atau artinya. Selain kata
dasik, ada juga yang sering diucapkan adalah kata matanem, makian ini memiliki maksud
orang yang mendapat kata ini untuk lebih melihat sesuatu dengan jelas dan seksama. Jika
diaplikasikan ke bentuk kalimat, penggunaannya seperti contoh ini "matanem petho, wes
dipasangi tanda kok ditabrak": mata kamu buta, sudah dipasang tanda kok ditabrak. Kata
em merupakan kata ganti milik untuk kamu ( bahasa Bojonegoroan).
Berikut makian yang biasa dituturkan ketika marah atau sekedar bercanda.
1. KCC, singkatan dari kakean cocot (banyak omong), makian ini sering diucapkan oleh
remaja untuk menegur atau mengolok olok temannya yang suka banyak bicara dan
tidak penting, seperti bocah kok KCC ( bahasa Jawa ). Kata cocot merupakan kata
kasar untuk menyebut mulut, ini dikarenakan mulut memiliki fungsi untuk berbicara
dan biasanya diucapkan oleh orang Jawa Timuran.
2. Lonthe, merupakan sebutan untuk wanita nakal yang suka menjajakan dirinya kepada
laki laki atau biasa disebut sebagai wanita penggoda. Orang Jawa menyebut wanita
pekerja seks komersial dengan sebutan lonthe dan biasanya wanita tersebut memakai
pakaian ketat dan serba mini. Jadi apabila ada perempuan yang ganjen atau memakai
pakaian kurang sopan, maka akan diolok olok seperti lonthe.
3. Suriyat, Joni, Markathi adalah nama orang gila. Suriyat nama orang gila di desa
Sukoharjo, Kalitidu, dia menggunakan pakaian yang berlapis-lapis, sehingga jika ada
seorang yang memakai baju berlapis akan dimaki seperti Suriyat. Makian ini
digunakan untuk menganggap orang yang cara berpakaian tidak rapi seperti orang gila
dan biasanya mondar-mandir dijalan raya. Joni nama orang gila di Alun-alun
Bojonegoro, dia memiliki perawakan yang lumayan tampan. Beberapa remaja yang
tahu, menggunakan nama Joni untuk mengejek teman-temannya yang memiliki wajah
tampan namun berperilaku aneh atau nyeleneh. Sedangkan Markathinama orang gila
di Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro. Penampilannya sangat berantakan dengan baju
compang camping dan rambut gimbal. Remaja yang berasal dari Kalitidu dan
sekitarnya menggunakan nama Markathi untuk memaki teman-teman perempuan
yang pakaiannya tidak rapi dan terutama jika orang tersebut memiliki rambut yang
berantakan. Nama orang gila di gunakan oleh remaja untuk memaki sesama teman
disaat bercanda. Jadi walaupun mereka saling memaki, biasanya akan diikuti tawa
dari kedua belah pihak.

4.

PPLL singkatan dari pah poh longah longoh (bahasa Jawa) yang artinya tidak
paham sesuatu atau bloon. Makian ini kadang diucapkan oleh guru kepada muridnya
yang tidak mengerti materi yang dijelaskan yang kemudian oleh para muridnya yang
lain digunakan untuk saling mengejek teman atau bahan bercandaan ketika ada teman
yang diajak komunikasi tetapi tidak paham.

5. Mbahmu salto, mbah adalah bahasa jawa dari kata nenek atau kakek dan salto adalah
gerakan jungkir balik di udara tanpa menyentuh tanah (KBBI). Maksud dari makian
ini ialah, orang tua seperti nenek atau kakek mustahil melakukan salto yang sering
dilakukan oleh anak muda. Makian ini diucapkan ketika penutur makian tidak dapat
melakukan hal yang dianggapnya mustahil.
6. Diancuk dan diamput, makian ini mendapat imbuhan di-, diancuk atau juga biasa
diucapkan dengan kata jancuk memiliki arti bersetubuh. Makian ini biasa digunakan
oleh penutur bahasa Indonesia dari Jawa Timur, sedangkan diamput sendiri
merupakan perubahan fonologi* dari kata diancuk. Hal ini terjadi dalam usaha
penutur untuk memperhalus ucapan.
7. Huasyu adalah perubahan fonologi dari kata asu anjing. Anjing adalah hewan yang
menjijikkan dan untuk beberapa orang tidak suka dengan anjing. Makian ini biasanya
digunakan secara tidak sengaja saat bersin. Beberapa remaja, menggunakannya ketika
berpapasan dengan orang yang tidak disukainya, walaupun tidak sedang bersin
mereka tetap berpura-pura bersin.
8. Demit termasuk nama setan. Digunakan saat si penutur merasa jengkel karena orang
yang dicari suka pergi tanpa bilang bilang. Contohnya saja, wong kok koyok demit,
ngilang ae penggaweane : orang kok seperti demit, menghilang saja kerjaannya.
9. Taek (tai), benda yang baunya tidap sedap. Makian ini bermaksudkan bahwa si
penutur tidak setuju atau tidak dapat menerima suatu hal. Bentuk dalam kehidupan
sehari harinya seperti ini, ah tai kamu, kemarin bilangnya bisa datang tapi
nyatanya! Aku kecewa dengan kamu.
10. Gombal mukio, pakaian lusuh atau kotor yang tidak dapat dipakai. Makian ini
digunakan untuk mengejek teman yang berbicara omong kosong atau tidak ada
buktinya. Jadi kata kata omong kosong itu diibaratkan seperti gombal yang tidak
dapat dipakai. Mukio sendiri hanya berupa tambahan atau modifikasi kata.
11. Modar (mati), penutur makian mengucapkannya ketika perasaannya benar benar
kesal dan mengharapkan si penerima makian itu mati. Adapun penggunaannya yang
lain ialah ketika seorang murid mendapat pertanyaan dari guru dan murid tersebut
takut tidak bisa menjawab. Seperti contoh percakapan berikut. Guru : Doni, kerjakan
soal yang ada di papan tulis. Doni :Modar...siapa yang ngerti? Akukan belum
belajar.
12. Goblok atau bodoh sekali ini digunakan untuk memaki seseorang yang tidak dapat
melakukan sesuatu yang diperintahkan. Orang Bojonegoro memiliki penekanan yang
berlebihan dalam mengucapkan sebuah kata kata, maka saat orang Bojonegoro yang
mengucapkannya akan terdengar lucu. Kata yang seharusnya hanya terdengar
goblok menjadi guoblok.

Dari beberapa makian tersebut, para ahli mengkategorikan kata kata makian menjadi
delapan macam ( Rohmadi, Wijana, 2006,119-130 ) :

Yang Berhubungan Dengan Keadaan. Seperti contoh diatas adalah kata Suriyat, Joni,
Markathi yang mewakili kata orang gila, dan PPLL atau bloon, modar ( mati ),goblok.

Yang Berhubungan Dengan Binatang. Seperti huasyu yang berasal dari kata asu,
contoh lain adalah kampret,buaya dan bandot.

Yang Berhubungan Dengan Benda. Taek (tai), gombal mukio, dan sompret.

Yang Berhubungan Dengan Bagian Tubuh. Bentuk makian ini lebih mengarah ke
bagian tubuh yang berkaitan dengan aktivitas seksual, namun tidak semuanya. Dari
contoh sebelumnya ada KCC, matanem petho (mata kamu buta).

Yang Berhubungan Dengan Kekerabatan. Mbahmu salto.

Yang Berhubungan Dengan Makhluk halus. Demit, setan, setan alas.

Yang Berhubungan Dengan Aktivitas. Diancuk dan diamput.

Yang Berhubungan Dengan Profesi. Lonthe,bajingan,sundal dan sebagainya.

Dari penjelasan tersebut, remaja di Bojonegoro lebih banyak menggunakan makian yang
berhubungan dengan keadaan. Jika dibandingakan dengan remaja yang berasal dari luar kota,
kategori makian yang banyak diucapkan adalah yang berhubungan dengan binatang. Namun
dilihat dari seringnya penuturan, makian yang berhubungan dengan aktivitas lebih sering
diucapkan. Penutur makian pun tidak hanya sebatas remaja pada umumnya, kini anak
dibawah umur pun juga tidak segan-segan mengucapkan makian dikala bertengkar dengan
teman sepermainan.
Pada kenyataannya masih banyak orang yang meluapkan emosi dengan mengeluarkan katakata makian. Remaja di Bojonegoro pun masih menganggap makian adalah hal yang tabu,
sedangkan untuk remaja yang berasal dari luar kota, makian adalah hal yang lumrah
dikatakan ketika berkomunikasi atau bercanda dengan lawan bicara sebagai bentuk
keakraban. Lingkungan yang berbeda memberi pandangan yang berbeda pula pada
masyarakat di dalam lingkungan tersebut. Jika dilihat lagi dari penuturnya, orang dewasa
lebih banyak menggunakan makian sebagai bentuk mengekspresikan emosi disaat marah. Hal
ini terlihat dari banyaknya berita tentang keributan di acara hiburan musik orkes dangdut atau
konser lainnya, hanya karena sebuah senggolan ketika berjoget, sebuah kata makian keluar
dan terjadilah sebuah keributan.
Oleh karena itu, hendaknya kata makian digunakan pada saat yang tepat, waktu yang tepat
dan pada orang yang tepat, karena tidak semua orang dapat menerima kata makian.
*Fonologi : ilmu yang mempelajari tentang bunyi.

Anda mungkin juga menyukai