Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis
yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan
utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. (Yumizon,
Glomerulonefritis Akut (GNA), 2009, www.gooogle.com, diambil pada tanggal 13
Maret 2010)
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan
dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau
hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang
mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui
merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon
imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis. . (Yumizon,
Glomerulonefritis Akut (GNA), 2009, www.gooogle.com, diambil pada tanggal 13
Maret 2010).
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di
rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya
(26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%),
dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan
terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%). Gejala glomerulonefritis bisa
berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak
diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual,
kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak
mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit
ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%
berakibat

fatal.

(Yumizon,

Glomerulonefritis

www.gooogle.com, diambil pada tanggal 13 Maret 2010).

Akut

(GNA),

2009,

Dari beberapa hal diatas, kelompok kami sangat tertarik untuk mengangkat
Materi tentang Asuhan Keperawatan Klien dengan Masalah Glomerulonefritis
dan

diharapkan

dengan

adanya

makalah

yang

membahas

masalah

glomerulonefritis ini dapat memberikan gambaran dan berbagai informasi yang


berkaitan penyakit glomerulonefritis sehingga kita mengetahui bagaimana cara
untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan Glomerulonefritis baik akut
maupun kronis, mencegah prognosis yang buruk dan juga dapat mengurangi
angka kematian akibat dari penyakit ini.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang konsep gangguan pada sistem
perkemihan khususnya Glomeruloefritis.
2. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan pada
Penyakit Glomerulonefritis baik akut maupun kronik.
3. Untuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Medikal Bedah I.
C. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini dengan menggunakan metode studi kepustakaan yaitu
dengan cara mencari dan membaca literature yang ada di perpustakaan dan di
internet.
D. Ruang Lingkup Penulisan
Pada ruang lingkup makalah ini, perawat hanya membatasi pada Asuhan
Keperawatan dengan masalah Glomerulonefritis Akut dan Kronik
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun secara teoritis dan sistematis yang terdiri dari 3 (tiga) bab,
yaitu sebagai berikut:

BAB I

: Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan,


metode penulisan, ruang lingkup dan sistematika dari penulisan.

BAB II

: Tinjauan teoritis, yang terdiri dari anatomi fisiologi system


perkemihan, konsep dasar penyakit glomerulonefritis, dan asuhan
keperawatan pada klien dengan penyakit Glomerulonefritis.

BAB III

: Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
Tinjauan Teoritis

A. Anatomi Fisisologi Sistem Perkemihan


Sistem perkemihan terdiri atas beberapa organ yaitu ginjal, ureter, vesika
urinaria (kandung kemih), dan uretra.
1. Anatomi Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah organ berbetuk dua-buncis yang terletak di bagian posterior
abdomen, satu buah pada setiap sisi kolumna vertebralis torakal ke-12 sampai
vertebra lumbal ketiga,dimana ginjal kanan biasanya terletak agak lebih
rendah dari ginjal kiri karena hubungannya dengan hati. (Watson,
2002,hlm.384).
Pada orang dewasa ginjal panjangnya 12-13 cm, lebarnya 6 cm dan
beratnya antara 120-150 gram.
Fungsi vital ginjal ialah sekresi air kemih dan pengeluarannya dari tubuh
manusia. Disamping itu ginjal juga merupakan salah satu dari mekanisme
terpenting dari homeostasis. Ginjal berperan penting dalam pengeluaran zatzat toksin/racun, memperlakukan suasana keseimbangan air, mempertahankan
keseimbangan asam-basa cairan tubuh, dan mempertahankan keseimbangan
garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh.

Menurut

smeltzer

(2001,hal.364)

Ginjal

merupakan

organ

yang

berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 kg, terletak
pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah, beberapa centimeter di
sebelah kanan dan kiri garis tengah. Organ ini terbungkus oleh jaringan ikat

tipis yang dikenal sebagai kapsula renis. Di sebelah anterior, ginjal dipisahkan
dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritoneum.di sebelah posterior,
organ tersebut dilindungi oleh dinding toraks bawah. Darah dialirkan ke dalam
setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena
renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis
membawa darah kembali ke dalam vena kava inferior. Ginjal dengan efisien
dapat membersihkan bahan limbah dari dalam darah, dan fungsi ini bisa
dilaksanakan karena aliran darah yang melalui ginjal jumlahnya sangat besar,
25% dari curah jantung.
Urine terbentuk dalam unit-unit fungsional ginjal yang disebut nefron.
Urine yang terbentuk dalam nefron ini akan mengalir ke dalam duktus
pengumpul dan tubulus renal yang kemudian menyatu untuk membentuk
pelvis ginjal. Setiap pelvis akan membentuk ureter. Ureter merupakan pipa
panjang dengan dinding yang sebagian besar terdiri atas otot polos. Organ ini
menghubungkan setiap ginjal dengan kandung kemih dan berfungsi sebagai
pipa untuk menyalurkan urin.
Kandung kemih merupakan organ berongga

yang terletak di sebelah

anterior tepat dibelakang os.pubis. organ ini berungsi sebagai wadah


sementara untuk menampung urine. Sebagian besar dinding kandung kemih
tersusun dari otot polos yang dinamakan muskulus detrusor. Kontraksi otot ini
terutama berfungsi mengososngkan kandung kemih pada saat buang air kecil
(urinari). Uretra muncul dari kandung kemih; pada laki-laki, uretra berjalan
lewat penis dan pada wanita bermuara tepat di sebela anterior vagina. Pada
laki-laki kelenjar prostate yang terletak tepat di bawah leher kandung kemih
mengelilingi uretra di sebelah posterior dan leteral. Sfingter urinalisis eksterna
merupakan otot volunteer yang bulat untuk mengendalikan proses awal
urinasi.
Ginjal terbagi menjadi bagian eksternal yang disebut korteks dan bagian
internal yang dikenal sebagai medula. Pada manusia, setiap ginjal tersusun
dari kurang lebih 1 juta nefron. Nefron, yang dianggap sebagai unit fungsional
ginjal, terdiri atas sebuah glomerulus dan sebuah tubulus. Seperti halnya
pembuluh kapiler, dinding kapiler glomerulus tersusun dari lapisan-lapisan
endotel dan membrane basalis.

Sel-sel epitel berada pada salah satu sisi

membrane basalis, dan sel-sel endotel pada sisi lainnya. Glomerulus


5

membentang dan membentuk tubulus yang terbagi menjadi tiga bagian :


tubulus proksimal, ansa henle, dan tubulus distal. Tubulus distal bersatu untuk
membentuk duktus pengumpul. Duktus ini berjalan lewat korteks dan medulla
renal untuk mengosongkan isinya ke dalam pelvis ginjal.
Proses pembentukan urine dimulai ketika darah mengalir lewat
glomerulus. Glomerulus yang merupakan struktur awal nefron, tersusun dari
jonjot-jonjot kapiler yang mendapat darah dari vasa aferen dan mengalirkan
darah balik lewat vasa everen. Tekanan darah menentukan berapa tekanan dan
kecepatan aliran darah yang melewati glomerulus. Ketika darah berjalan
melewati struktur ini, filtrasi terjadi. Air dan molekul-molekul yang kecil akan
dibiarkan lewat sementara molekul-molekul yang besar tetap tertahan di dalam
aliran darah. Cairan disaring lewat dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus
dan memasuki tubulus. Cairan ini dikenal sebagai Fitrat.
Dalam kondisi yang normal, kurang dari 20 % dari plasma yang melewati
glomerulus akan disaring ke dalam nefron dengan jumlah yang mencapai
sekitar 180 liter filtrat perhari. Filtrat tersebut yang sangat serupa dengan
plasma darah tanpa molekul yang besar (protein, sel darah merah, sel darah
putih dan trombosit) pada hakekatnya terdiri atas air, elektrolit, dan molekul
kecil lainnya. Dalam tubulus, sebagian substansi ini secara selektif diabsopsi
ulang ke dalam darah. Substansi lainnya disekresikan dari darah ke dalam
fitrat ketika fitrat tersebut mengalir di sepanjang tubulus. Fitrat akan
dipekatkan dalam tubulus distal serta duktus pengumpul, dan kemudian
menjadi urin yang mencapai pelvis ginjal. Sebagai substansi, seperti glukosa,
normalnya akan diabsorpsi kembali seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan
terlihat dalam urin.
Proses reabsorpsi serta sekresi dalam tubulus sering mencakup transportasi
aktif dan memerlukan penggunaan energi. Berbagai substansi secara normal
disaring oleh glomerulus, direabsorpsi oleh tubulus dan diekskresikan ke
dalam urin mencakup natrium, klorida, bikarbonat, kalium, glukosa, ureum,
kreatinin, serta asam urat.
2. Sistem glomerulus normal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan
diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan
6

korteks dan medula (juxtame-dullary) lebih besar dari yang terletak perifer.
Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul,
yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan kemudian berpadu lagi menjadi
arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut
kutub vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan
tubulus contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman
kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdiri
atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak
paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang
mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel
epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan
sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau foot processes. Maka itu
sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit
terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement
membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler.
Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas
tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina
densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan
sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai
Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis
glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada
kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang
berproliferasi membentuk bulan sabit ( crescent). Bulan sabit bisa segmental
atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :

Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada


dibagian luar korteks.

Glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang


sampai ke bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di
perbatasan korteks dan medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi
sangat penting untuk reabsoprsi air dan slut.

Bagian-bagian nefron
Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai
penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai
sitoplasma yang sangat tipis, yang mengandung banyak lubang disebut fenestra
dengan diameter 500-1000 A. Membran basal glomerulus membentuk suatu
lapisan yang berkesinambungan, antara sel endotel dengan mesangial pada satu
sisi dan sel epitel disisi lain. . (Yumizon, Glomerulonefritis Akut (GNA), 2009,
www.gooogle.com, diambil pada tanggal 13 Maret 2010)
B. Konsep
Glomerulonefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan
peradangan pada kapiler glomerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh
dan sisa-sisa pembuangan.(Suriadi&Rita Yuliani,2001, hal.125) Untuk tujuan
pembahasan pada bab ini glomerulonefritis akan dibahas baik akut maupun kronik
sebagai berikut:
1. Glomerulonefritis Akut
a. Pengertian
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologic pada
ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering ialah infeksi karena
kuman streptokokus. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3-7
tahun dan lebih sering mengenai anak pria dibandingkan dengan anak
wanita.(Ngastiyah, 1997, hal.294)
Glomerulonefritis

adalah

peradangan

dari

membran

kapiler

glomerulus. Glomerulonefritis akut dapat dihasilkan dari penyakit sistemik


atau penyakit glomerulus primer, tapi glomerulonefritis akut post

streptococcus (juga diketahui sebagai glomerulonefritis proliferatif akut)


adalah bentuk keadaan yang sebagian besar terjadi. Infeksi dapat berasal
dari faring atau kulit dengan streptococcus beta hemolitik A adalah yang
biasa memulai terjadinya keadaan yang tidak teratur ini. Stapilococcus
atau infeksi virus seperti hepatitis B, gondok, atau varicela (chickenpox)
dapat berperan penting untuk glomerulonefritis akut pasca infeksi yang
serupa. (Porth,2005)
b. Etiologi
Menurut Ngastiyah (1997) Glomerulonefritis akut didahului oleh
infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit
oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan
29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus
dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan
bahwa :
1. Timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum pasien.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat
masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus
tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain. Mungkin factor
iklim atau alergi yang mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi
dengan kuman streptococcus. GNA juga disebabkan karena sifilis,
keracunan, (timah hitam tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis,
purpura, anafilaktoid, dan lupus eritematosis.
Menurut penyelidikan klinik-imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik menunjukkan hipotensi sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membran
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses autoimun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang
langsung merusak membran basalis ginjal.
9

Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling


sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab
lain diantaranya:
1. Bakteri :

Streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus


Viridans,

Gonococcus,

Leptospira,

Mycoplasma

Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi


dll
2. Virus

Hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus,


influenza, parotitis epidemika dl

3. Parasit

: Malaria dan toksoplasma

Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara


khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya.
Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi
streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis
kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes . S.
pyogenes -hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu
Sterptolisin O dan Sterptolisin S.
1) Sterptolisin O
Streptilisin O adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif
menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH)
tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O
bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika
pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan
pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan
antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah
infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O.
antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena
ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum
antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap
abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru
saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah
serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.

10

2) Sterptolisin S
Streptolisin S adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik
disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng
agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat
oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia
dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan
sterptokokus. Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan
juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah
faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.
c. Patofisiologi
Membran dari glomerulus yang normal ada tiga macam sel, epitel,
membran lapisan bawah, dan endothelium. Salah satu dari ketiga sel
tersebut bisa terpengaruh oleh glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut
adalah akibat reaksi antigen antibodi dengan jaringan glomerulus yang
menimbulkan bengkak dan kematian sel-sel kapiler. Reaksi antigen
antibodi mengaktifkan jalur komplimen yang berdampak chemotoxis
kepada polymorfonaclear (PMN) leukosit dan mengeluarkan enzim
lysosomal

yang

(GBM)/membran

menyerang
dasar

glomerular

glomerulus.

Respon

basement
pada

membrane

GBM

adalah

peningkatan terhadap ketiga jenis sel glomerular. Berbagai jenis kesatuan


penyankit mau menyerang sel spesifik, karena itu di sebut diagnosa
diferensial dengan biopsi renal. Kemampuan membuatdiferensial diagnosa
terutama di bantu oleh peningkatan pengetahuan tentang sistem imunitas.
Tanda-tanda dan gejala yang berefleksi kepada keruskan glomerulus dan
terjadinya kebocoran protein masuk ke dalam urin (proteinuria) dan
eritrosit (hematuri). Karena proses penyakit terus berlanjut terjadilah perut
yang berakibat menurunnya filtrasi glomerulus dan berdampak oliguri dan
retensi air, sodium dan produk sisa nitrogen. Kesemua itu berdanpak
produk sisa kebanyakan cairan, edema,dan azotemia yang di tampilkan
melalui nafas pendek, udim yang dependen, sakit kepala, lemah dan
anoreksia.
Menurut Nursalam (2008,hlm.54) patofisiologi dari glomerulonefritis
sebagai berikut:
11

Terjadi sesudah infeksi organ tubuh atau merupakan perkembangan


sekunder dari gangguan sistemik

Merupakan reaksi antigen-antibody terhadap produksi kompleks


imun yang tertinggal di glomerulus dan menghasilkan membran.

Scarring dan kehilangan filter bisa menyebabkan gagal ginjal.


Menurut smeltzer (2001, hal.1438) patofisiologi dari glomeulonefritis

akut sebagai berikut : proliferasi seluler ( peningkatan sel endotelia yang


melapisi glomerulus), Infiltrasi leukosit ke glomerulus, dan penebalan
membran filtrasi glomerulus atau membran basal menghasilkan jaringan
parut dan kehilangan permukaan penyaring. Pada glomerulonefritis akut,
ginjal membesar, bengkak, dan kongesti. Seluruh jaringan renalglomerulus, tubulus dan pembuluh darah-dipengaruhi dalam berbagai
tingkat tanpa memperhatikan tipe glomerulonefritis akut yang ada. Pada
banyak pasien, antigen diluar tubuh (misalnya medikasi, serum asing)
mengawali proses, menyebabkan pengendapan kompleks di glomerulus.
Pada pasien yang lain, jaringan ginjal sendiri berlaku sebagai antigen
penyerang. Elektron-mikroskopis dan analisis imunogluoresen mekanisme
imun membantu identifikasi asal lesi. Biopsi ginjal diperlukan untuk
membedakan berbagai jenis glomerulonefritis akut.

12

Patway Patofisiologi Glomerulonefritis Akut

Initiating Event (infection,antigen-antibody


formation, system deseases)

Glomerular-capillary membrane inflmation

Increased glomerular permeability

Hematuria

Decreased GFR

Proteinuria

Azotemia

Hypoalbuminemia

Activation of renin
angiotensinaldosteron

Sodium and water retention

Edema

Hypertension

Lemone & Burke (2008, Hal 886)


d. Tanda dan Gejala
Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala,
sakit punggung, dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar

13

mata (kelopak), mual dan muntah-muntah. Sulit buang air kecil dan air
seni menjadi keruh.(Admin,Glomerulonephritis Akut (GNA), 2007,
www.gooogle.com, diambil pada tanggal 13 Maret 2010)
e. Manifestasi Klinis
Menurut Nursalam manifestasi klinis penyakit glomerulonefritis
sebagai berikut :
1)

Penyakit ringan umumnya ditemukan saat dilakukan


urinalisis secara rutin

2) Riwayat infeksi : faringitis oleh streptokokus kelompok A, Virus


hepatitis B, dan Endokarditis
3) Proteinuria, Hematuria, dan Oliguria
4) Wajah seperti bulan dan edema pada ekstremitas
5) Lemah dan anoreksia
6) Hipertensi (ringan, sedang, atau berat)
7) Anemia akibat kehilangan sel darah ke dalam urine
8) Dari hasil study klinik kejadian glomerulonefritis akut dapat sembuh
sampai 90%, dengan fugsi ginjal normal dalam 60 hari :

Diuresis biasanya mulai satu-dua minggu sesudah serangan

Renal clearence dan konsentrasi urea darah kembali normal

Edema dan Hipertensi berkurang

Pada pemeriksaan mikroskop proteinuria dan hematuria masih


ada selama beberapa bulan.

Menurut Ngastiah (1997, Hal.296) Gambaran klinik dapat bermacammacam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi sering juga pasien datang
sudah dalam keadaan payah.

Gejala yang sering ditemukan adalah

hematuria( kencing berwarna merah seperti air daging). Kadang disertai


edema ringan disekitar mata atau dapat juga seluruh tubuh. Umumnya
terjadi edema berat bila terdapat oliguria dan gagal jantung. Hipertensi
terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan akan
kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Jika terdapat kerusakan
jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu
dan menjadi permanen jika keadaan penyakitnya menjadi kronik.

14

Hipertensi ini timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal dan


berhubungan dengan gejala serebrum serta kelainan jantung. Suhu badan
umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi sekali pada hari
pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada walaupun tidak ada gejala
infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah,
tidak nafsu makan, diare sering menyertai pasien GNA. Selama fase akut
terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan
filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus pun
menjadi kurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang
dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat.
Fungsi tubulus relatif kurang terganggu. Ion natrium dan air di reabsorpsi
kembali sehingga diuresis mengurang (timbul oliguria dan anuria) dan
ekskresi natrium mengurang, ureum pun direabsorpsi kembali lebih dari
biasa. Akibatnya

terjadi

insufisiensi ginjal akut

dengan urema,

hiperfosfatemia, hidremia, dan asidosis metabolik.


Menurut Baughman (2000. Hal.196) Pada bentuk penyakit yang lebih
parah, dapat terjadi sakit kepala, malaise, edema fasial, dan nyeri hebat.
Umumnya terjadi hipertensi ringan sampai berat dan nyeri tekan pada
sudut kostovertebral (CVA)
f. Pengelolaan
Menurut Nursalam :
1) Penatalaksanaan gejala dan antihipertensi, obat untuk penatalaksanaan
hiperkalemia

(berhubungan

dengan

insufisiensi

renal),

H2Blocker(untuk mencegah ulcer stres), dan agen pengikat fosfat


(untuk mengurangi fosfat dan menambah kalsium)
2) Terapi antibiotik untuk menyembuhkan infeksi (jika masih ada)
3) Pembatasan cairan
4) Diet ketat pembatasan protein jika terdapat oliguria dan BUN
meningkat. Pembatasan perlu diperketat jika mengarah ke gagal ginjal
5) Tingkatkan karbohidrat untuk membantu tenaga dan mengurangi
katabolisme protein.
6) Asupan potasium dan sodium diperketat jika terdapat edema,
hiperkalemia, atau tanda gagal jantung (CHF)
15

7) Terapi untuk mempercepat progresif glomerulonefritis meliputi :

Penggantian plasma

Pemberian

Imunosupressan

(corticosteroids;cyclopfosphamid

(Cytoxan))
Menurut Baughman (2000, Hal.197)
Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk memulihkan fungsi ginjal
dan untuk mengobati komplikasi dengan cepat.
1) Penisilin, untuk infesi streptokokus residual
2) Preparat diuretik dan antihipertensi
3) Pertukaran plasma (plasmaferesis) dan pengobatan dengan obat-obat
steroid dan sitotoksik untuk mengurangi respon inflamasi, pada
penyakit yang berkembang dengan pesat.
4) Kadang diperlukan dialisis
5) Tirah baring, selama fase akut sampai urine jernih dan BUN, kreatinin,
dan tekanan darah kembali normal.
Nutrisi :
1) Diit protein dibatasi pada peningkatan BUN
2) Natrium dibatasi pada hipertensi, edema, dan gagal jantung kongestif
3) Karbohidrat untuk energi dan penurunan protein katabolisme
4) Cairan diberikan sesuai kehilangan cairan dan berat badan harian ;
masukan dan haluaran.
g. Komplikasi
Menurut Nursalam (2008) :
1)

Hipertensi, congestive heart failure (CHF), end

2)

okarditis

3)

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada fase


akut

4)

Malnutrisi

5)

Hipertensi Encephalopati
Menurut Ngastiyah (1997) :

1) Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi


sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti

16

insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia,


dan hidremia.
2) Ensefalopati hipertensi merupakan gejla serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan
kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah
lokal dengan anoksia dan edema otak.
3) Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap
dan kelainan di miokardium.
4) Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetin yang menurun.
h. Pencegahan
Pencegahan terhadap glomerulonefritis akut oleh streptokokus adalah
pengobatan yang tepat dari faringitis dan infeksi saluran pernapasan atas.
Harus dibuat kultur dan pemberian antibiotik yang tepat.
i. Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi
normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit dengan
menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal
kembali. Fungsi ginjal(ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan
menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Potter dan kawan-kawan
menemukan kelainan sediment urine yang menetap (proteinuria dan
hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di
Trinidad.Gejala fisis menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia
darah menjadi normal pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau
makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu. LED meninggi terus
sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap
untuk beberapa bulan. Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi
akut selama fase penyembuhan, tetapi umumnya tidak mengubah proses
penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine selama 1
tahun dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun
17

dapat terjadi penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur


progresivitas penyakit ini, karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus
yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh sempurna, 2%
meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi
glomerulonefritis kronis.
j. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut ngastiah (1997,hal.297) pemeriksaan diagnostik untuk
glomerulonefritis akut yaitu laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun
sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air). Pada pemeriksaan
urin didapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi. Hematuria
makroskopis ditemukan pada 50 % pasien. Ditemukan pula albumin (+),
eritrosit (+), Leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit dan hialin. Albumin
serum sedikit menurun, demikian juga lomplemen serum (globulin betaIC), ureum dan kreatinin meningkat. Titer antistreptolisin umumnya
meningkat, kecuali kalau infeksi infeksi streptococcus yang mendahului
hanya mengenai kulit saja. Uji fungsi ginjal normal pada 50% pasien.
Pemeriksaan yang lebih penting dan mendesak adalah urinalisis untuk
mengetahui proteinuria, hematuria dan debri-debri jaringan. BUN dan
kreatinin serum diperiksa untuk mengetahui fungsi ginjal. Pemeriksaan
imunologi seperti titer antigen antibodi dan immunoelectrophoresis
dilaksanakan.
Bahkan urin untuk kreatinin clearence dan protein yang bisa
mensajikan informasi penting. Petunjuk-petunjuk untuk mendapatkan
bahan urine terdapat pada kotak berikut.
PETUNJUK UNTUK MENDAPATKAN SPESIMEN
1. Kandung kemih di kosongkan, air kemih di buang saat menjelang
prosedur di lakukan.
2. Air kemih yang kemudian di tampung.
3. Petunjuk spesifik untuk penyimpanan urine di beritahukan,
sebagian kemih harus disimpan dingin selama pengumpulan
4. Orang harus berkemih ke tempat lain sebelum BAB
5. Kandung kemih di kosongkan dan urine ditambahkan ke tempat
penampungan dari waktu yang di tentukan sampai ke akhir
prosedur.
6. Jumlah yang di perlukan dipasang etiket dan di kirim ke
laboratorium
7. Jumlah yang akan dibagi dengan sisanya (5-10ml bahan spesimen)
adalah jumlah yang ditentukan, jumlah keseluruhannya (1) diukur
dan dicatat pada spesimen yang di perlukan dan (2) campurkan
dengan baik sebelum di
18ambil untuk spesimen.

k. Penyuluhan Kesehatan
Menurut Baughman (2000. Hal. 197)
1) Instruksikan pada jadwal evaluasi lanjut tentang tekanan darah,
urinalis untuk protein, dan pemeriksaan BUN dan kreatinin untuk
menentukan apakah penyakit telah tereksaserbasi
2) Instruksikan untuk memberitahu dokter bila gejala gagal ginjal
terjadi misalnya ; kelelahan, mual, muntah, penurunan haluaran
urinarius
3) Anjurkan untuk mengobati infeksi dengan segera
4) Rujuk ke perawat kesehatan komunitas yang diindikasikan untuk
pengkajian dan deteksi gejala dini.
2. Glomerulonefritis Kronik
a. Pengertian
Glomerulonefritis Kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada
beberapa penyakit, dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran
fungsi ginjal selama bertahun-tahun.
Glomerulonefritis kronik adalah kategori heterogen dari penyakit
dengan berbagai kasus. Semua bentuk gambaran sebelumya dari
glomerulonefritis dapat meningkat menjadi keadan kronik. Kadangkadang glomerulonefritis pertama dilihat sebagai sebuah proses kronik.
(Lucman and sorensens,1993,page.1496)
Pasien dengan penyakit ginjal (glomerulonefritis) yang dalam
pemeriksaan urinnya masih selalu terdapat hematuria dan proteinuria
dikatakan menderita glomerulonefritis kronik. Hal ini terjadi karena
eksaserbasi berulang dari glomerulonefritis akut yang berlangsung dalam
beberapa waktu beberapa bulan/tahun, karena setiap eksaserbasi akan
menimbulkan kerusakan pada ginjal yang berkibat gagal ginjal
(Ngastiyah,1997)
b. Etiologi
19

Penyebabnya tidak diketahui. Pada 50% penderita ditemukan


glomerulopati sebagai penyebabnya, meskipun tidak pernah timbul
gejala-gejalanya.
c. Tanda dan gejala
Menurut Price dan Wilson (1995, hal. 831) Glomerulonefritis kronik
(GNK) ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat
akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Umumnya GMK
tidak mempunyai hubungan dengan GNAPS (Glomerulonefritis akut
pasca streptokok) maupun GNPC (Glomerulonefritis progresif cepat),
tetapi kelihatannya merupakan penyakit denova. Penyakit cenderung
timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada
stadium yang sudah lanjut, ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul.
Menurut stadium penyakit, mungkin akan timbul poliuria atau oliguria,
berbagai derajat proteinuria, hipertensi, ozotemia progresif dan kematian
akibat uremia. Pada GNK yang lanjut maka ginjal tampak mengkerut,
kadang-kadang beratnya hanya tinggal 50 gram saja dan permukaannya
bergranula. Perubahan-perubahan ini disebabkan karena berkurangnya
jumlah nefron karena iskemia dan hilangnya nefron. Dilihat dengan
mikroskop maka tampak sebagian besar glomerulus mengalami
perubahan. Mungkin terdapat campuran antara perubahan-perubahan
membranosa dan proliferatif dan pembentukan epitel berbentuk sabit.
Akhirnya tubulus mengalami atropi, Fibrosis interstisialis dan penebalan
dinding arteria. Kalau semua organ strukturnya telah mengalami
kerusakan hebat, maka organ ini disebut ginjal stadium akhir, dan
mungkin sulit menentukan apakah lesi asalnya terjadi pada glomerulus,
interstisial, dan disebabkan oleh pielonefritis kronik, atau vaskuler.
Glomerulonefritis

kronik

awitannya

mungkin

seperti

glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibody


yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan sehingga terabaikan.
Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang
sekitar seperlima dari ukuran normal, dan terdiri dari jaringan fibrosa
yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1-2 mm atau
kurang. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks, menyebabkan
permukaan ginjal kasar dan irreguler. Sejumlah glomeruli dan
20

tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, dan cabang-cabang arteri


renal menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah,
menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir (ESRD).

(Smeltzer,2001,

hlm.1440)
d. Patofisiologi
Menurut

Smeltzer(2001,

hlm.1440)

Glomerulonefritis

kronik

awitannya mungkin seperti glomerulonefritis akut atau tampak sebagai


tipe reaksi antigen-antibody yang lebih ringan, kadang-kadang sangat
ringan sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini,
ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal dan
terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjasi lapisan
yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut
merusak sisa korteks, menyebabkan permukaan ginjal

kasar dan

irreguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan


parut, dan cabang-cabang arteri renal menebal. Akhirnya terjadi
kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap
akhir (ESRG).
e. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2001, hlm.1440) Gejala Glomerulonefritis kronik
bervariasi.

Banyak

pasien

dengan

penyakit

yang

telah

parah

memperlihatkan kondisi tanpa gejala sama sekali untuk beberapa tahun.


Kondisi mereka secara insidental dijumpai ketika terjadi hipertensi atau
peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum. Diagnosis dapat
ditegakkan ketika perubahan vaskuler atau perdarahan retina ditemukan
selama pemeriksaan mata. Indikasi pertama penyakit dapat berupa
perdarahan hidung, stroke, atau kejang yng terjadi secara mendadak.
Beberapa pasien hanya memberitahu bahwa tungkai mereka sedikit
bengkak dimalam hari. Mayoritas pasien pasien juga mengalami gejala
umum seperti kehilangan berat dan kekuatan badan, peningkatan
iritabilitas, dan peningkatan berkemih dimalam hari (nokuria), sakit
kepala, pusing, dan gangguan pencernaan umumnya terjadi.
Seiring dengan berkembangnya glomerulonefritis kronik, tanda dan
gejala insufisiensi renal dan gagal ginjal kronik dapat terjadi. Pasien
21

tampak sangat kurus, pigmen kulit tampak kuning keabu-abuan dan


terjadi edema perifer (dependen) dan periorbital. Tekanan darah mungkin
normal atau naik dengan tajam. Temuan pada retina mencakup hemoragi,
adanya eksudat, arteriol menyempit dan berliku-liku, serta papiledema.
Membran mukosa pucat karena anemia. Pangkal vena mengalami
distensi akibat cairan yang berlebihan. Kardiomegali, irama galop, dan
tanda gagal jantung kongestif lain dapat terjadi. Bunyi krekel dapat
didengar di paru.
Neuropati perifer disertai hilangnya reflek tendon dan perubahan
neurosensori muncul setelah penyakit terjadi. Pasien mengalami konfusi
dan memperlihatkan rentang penyakit yang menyempit. Temuan lain
mencakup perikarditis disertai friksi perikardial dan pulsus paradoksus
(perbedaan tekanan darah lebih dari 10 mmHg selama inspirasi dan
ekspirasi).
f. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Smeltzer(2001,hal.1440) Sejumlah nilai laboratorium
abnormal muncul. Urinalisis menunjukkan gravitasi spesifik mendekati
1.010, berbagai proteinuria, dan endapan urinarius (butir-butir protein
yang disekresi oleh tubulus ginjal yang rusak). Ketika gagal ginjal terjadi
dan filtrasi glomerulus menurun di bawah 50 ml/menit, perubahan
berikut dapat dijumpai :

Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, masukan dari makanan dan


medikasi, asidosis, dan katabolisme.

Asidosis

metabolik

akibat

sekresi

asam

oleh

ginjal

dan

ketidakmampuan untuk regenerasi bikarbonat.

Anemia akibat penurunan eritropoesis (produksi sel darah merah)

Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui


membran glomerulus yang rusak.

Serum fosfot meningkat akibat penurunan ekskresi renal

Serum kalsium meningkat (kalsium terikat pada fosfot untuk


mengkompensasi peningkatan kadar serum fosfor)

Hipermagnesemia akibat penurunan ekskresi dan ingesti antasid yang


mengandung magnesium

22

Kerusakan hantara syaraf akibat abnormalitas elektrolit dan uremia.


Pemeriksaan sinar X pada dada menunjukkan pembesaran jantung

dan edema pulmoner. Elektrokardiogram mungkin normal namun dapat


juga menunjukkan adanya hipertensi disertai hipertropi ventrikel kiri dan
gangguan elektrolit, seperti hiperkalemia dan puncak gelombang T yang
tinggi.
g. Penatalaksanaan
Gejala yang muncul pada pasien glomerulonefritis kronis akan
menjadi pedoman perawatan rawat jalan. Jika terjadi hipertensi, tekanan
darah diturunkan dengan natrium dan pembatasan cairan. Protein dengan
nilai biologis yang tinggi (produk susu, telur dan daging) diberikan untuk
mendukung status nutrisi yang baik pada pasien. Kalori yang adekuat
juga penting untuk menyediakan protein bagi pertumbuhan dan
perbaikan jaringan. Infeksi traktus urinarius harus ditangani dengan tepat
untuk mencegah kerusakan renal lebih lanjut.
Jika edema berat terjadi, pasien harus tirah baring. Kepala tempat
tidur dinaikkan untuk kenyamanan dan diuresis. Berat badan harian
dipantau, dan diuretik digunakan untuk mengurangi kelebihan cairan.
Masukan natrium dan cairan disesuaikan dengan kemampuan ginjal
pasien untuk mengekskresi air dan natrium.
Dimulainya dialisis dipertimbangkan diawal terapi untuk menjaga
agar kondisi fisik paien tetap optimal, mencegah ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, dan mengurangi resiko komplikasi gagal ginjal.
Rangkaian penanganan dialisis sebelum pasien menunjukkan komplikasi
signifikan adalah lambat.
Menurut Lukman and Sorensens (1993, page.1492) obat yang biasa
dipakai seperti rifampin, penicillin, sulfonamid, cepalospirin, allopurinol,
captopril,

cimetidine,

azathioprine,

phenytoin,

thiazin,

lithium,,

nonstreroid anti agen inflamasi dan furosemide bila memungkinkan.


h. Prognosis
Menurut Ngastiah (1997, hal.302) Menurunnya fungsi ginjal dapat
berlangsung perlahan-lahan, tetapi kadang dapat berangsung cepat dab

23

berakhir dengan kematian terjadi dalam 5-10 tahun bergantung pada


kerusakan ginjal.
i. Penyuluhan
Menurut Baughman,Diane C (2000,hal.1999)
1) Anjurkan pasien dan keluarga tentang rencana pengobatan yang
dianjurkan dan resiko ketidakpatuhan terhadap instruksi termasuk
penjelasan dan penjadwalan untuk evaluasi tindak lanjut tekanan
darah urinalisis untuk protein dan cast, darah terhadap BUN dan
kreatinin.
2) Rujuk pada perawat kesehatan rumah atau perawat yang bertugas di
rumah untuk pengkajian yang seksama atas kemajuan pasien dan
penyuuhan

berlanjut

tentang

masalah-masalah

yang

harus

dilaporkan. Pada pemberi asuhan keperawatan, diit yang dianjurkan


dan modifikasi cairan, dan penyluhan tentang obat-obatan
3) Berikan bantuan pada klien dan keluarga serta dukungn mengenai
dialisis dampak jangka panjang.
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Nursalam (2008) :
a. Kaji riwayat kesehatan ; pusatkan pada infeksi yang terakhir atau
gangguan gejala imunologis kronis (sistemic lupus erythematosus dan
skleroderma)
b. Kaji spesimen urine untuk mengetahui adanya darah, protein, warna dan
jumlah.
c. Lakukan pemeriksaan fisik, khususnya amati tanda edema, hipertensi,
hipervolemia, (pembesaran vena leher dan peningkatan tekanan vena
jugularis), pengembangan bunyi paru, dan kardiak aritmia
d. Evaluasi status jantung dan laboratorium serum untu ketidakseimbangan
elektrolit.
Pada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk
melakukan pengukuran berat dan tinggi badan, tekanan darah, adanya
sembab atau asites. Melakukan pemeriksaan kemungkinan adanya
penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelainan ginjal seperti atritis,
24

ruam kulit, gangguan kardiovaskular, paru dan system syaraf pusat.


Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang
mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini
kecepatan filtrasi glomerulus juga berkurang. Filtrasi air, garam, ureum
dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan
kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relative kurang
terganggu, ion natrium dan air diresorbsi kembali sehingga diuresis
berkurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium juga
berkurang. Ureum diresorbsi kembali lebih dari pada biasanya, sehingga
terjadi insufiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidrema dan
asidosis metabolik.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpenito (2006) diagnosa keperawatan yang terkait dengan
penyakit glomerulonefritis antara lain :
a. Nyeri kronis yang berhubuingan dengan peradangan dan trauma jaringan
b. Gangguan kenyamanan yang berhubungan dengan peradangan dan infeksi
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan anoreksia sekunder akibat malaise.
d. Resiko ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan sifat kronis
kondisi tubuh
e. Risiko ketidakefektifan pelaksanaan program terapeutik yang berhubungan
dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang pencegahan kekambuhan
(asupan cairan yang adekuat, sering berkemih, tindakan kebersihan setelah
ke kamar mandi, dan berkemih setelah aktivitas seksual, tanda dan gejala
kekambuhan, serta terapi farmakologis)
Menurut Engran (1998), diagnosa keperawatan untuk Glmerulonefritis
Sebagai berikut :
1. Perubahan volume cairan : kelebihan b.d faktor ; kerusakan kapiler
glomerulus sekunder terhadap proses inflamasi
2. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor: anoreksia dan
kehilangan protein sekunder terhadap kerusakan glomerulus.
3. Intoleransi aktivitas b.d perubahan produksi SDM sekunder terhadap
kerusakan gunjal dan masukan nutrisi tak adekuat

25

4. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d Imunosupresi sekunder terhadap terapi


steroid, disfungsi imunologis.
5. Ansietas b.d fakor : takut tentang kemungkinan memburuknya kerusakan
ginjal, kurang pengetahuan, tentang pemeriksaan diagnostik, rencana
tindakan.

3. Intervensi
a. Nyeri Kronis b.d peradangan dan trauma jaringan
Intervensi :
1) Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi lamanya, intensitas (skala 0-10)
Rasional :
Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala
nyeri pasien sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa
etiologi terjadinya komplikasi.
2) Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
Rasional :
Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi
3) Catat petunjuk nyeri non-verbal, contoh gelisah, menolak, bergerak,
berhati-hati

dengan

abdomen,

takikardi,

berkeringat.

Selidiki

ketidaksesuaian antara petunjuk verbal dan non-verbal


Rasional :
Petunjuk non-verbal dalam berupa fisiologis dan psikologis dan dapat
digunakan

dalam

menghubungkan

petunjuk

verbal

untuk

mengidentifikasi luas/beratnya masalah


Rasional :
Pilihan makanan akan tergantung pada diagnosa.
4) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional :
Analgetik berfungsi untuk memblokir rangsang nyeri di pusat syaraf.

26

Perubahan volume cairan : kelebihan b.d faktor ; kerusakan kapiler


glomerulus sekunder terhadap proses inflamasi
Intervensi :
1) Pantau :

Kecendrungan berat jenis urin dan proteinuria

Masukkan dan haluaran setiap 2-4 jam

Hasil laporan laboratorium serum: elektrolit, BUM,


kreatinin, albumin

Status umum ( apendiks F) setiap 8 jam

timbang berat badan setiap hari ( timbangan, waktu, dan


jumlah pakaian sama )

Rasional :
Untuk mengidentifikasi kemajuan ke arah atau penyimpanan dari hasil
yang diharapkan.
2) Berikan diuretik loop yang di programkan dan evaluasi efektivitasnya :
resolus edema, bunyi paru bersih, penurunan tekanan, peningkatan
haluaran urine, dan penurunan berat badan, natrium serum dalam batas
normal.
Rasional :
Hipertensi pada glomerulonefritis akut lebih tergantung pada volume
daripada renin. Diuretik mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
Hiponatremia, hipokalemia dan aidosis metabolik hipokoremik dapat
terjadi dengan terapi diuretik agresif.
3) Beritahu dokter tentang temuan yang menandakan berkembangnya
insufisiensi ginjal yang meliputi peningkatan BUN dan kreatinin
serum, dan penurunan secara kontinue haluaran urine disertai dengan
perubahan mental. Berikan obat yang diresepkan (agen sitotoksik
seperti cytoxan atau kortikosteroid seperti prednison) untuk mencegah
kerusakan glomerulus lanjut bila perkembangan glomerulonefritis
berjalan cepat evaluasi efektivitasnya. Jadwalkan obat untuk mencapai
efektivitas terapeutik maksimum dan hindari interaksi merugikan
antara obat dengan obat. Konsul pada referensi farmakologi atau
farmasis bila diperlukan

27

Rasional :
Tindakan

awal

untuk progresi

glomerulonefritis

adalah

agen

imunosupresif. Tindakan segera diperlukan untuk mencegah penyakit


ginjal tahap akhir. Agen Cytotoxic menghambat deposisi kompleks
imun di glomerulus, sedangkan kortikosteroid mengurangi inflamasi
pada glomerulus.
4) Konsul dokter bila manifestasi kelebihan cairan menetap atau
memburuk terhadap tindakan. Siapkan untuk hemodialisa atau dialisa
peritoneal bila diepesankan.
Rasional :
Tindakan

awal

untuk progresi

glomerulonefritis

adalah

agen

imunosupresif. Tindakan segera diperlukan untuk mencegah penyakit


ginjal tahap akhir. Agen Cytotoxic menghambat deposisi kompleks
imun di glomerulus, sedangkan kortikosteroid mengurangi inflamasi
pada glomerulus.
Rasional :
Dilalisa mungkin sementara diperlukan untuk mengeluarkan produk
sisa nitrogen dan kelebuhan cairan sampai fungsi diperbaiki.
c. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor: anoreksia dan
kehilangan protein sekunder terhadap kerusakan glomerulus.
Intervensi :
1) Pantau :

Hasil albumin, protein, hemoglobin, hematokrit, BUMN, dan


kreatinin serum

Persentase makanan yang dikonsumsi ada sekali makan

Timbang berat bdan setiap minggu

Rasional :
Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan ke arah atau penyimpangan
dari hasil yang diharapkan. Hemoglobin dan hemotokrit rendah
menyebabkan sedikit oksigen yang tersedia untuk digunakan oleh
tubuh, mengakibatkan kelelahan. Peningkatan BUM dan kreatinin
serum menandakan insufisiensi ginjal dan kebutuhan dialisa

28

2) Berikan lingkungan yang nyaman, bebas bau pada saat makan


Rasional :
Nyeri dan bau menyebabkan anoreksia
3) Berikan makanan sedikit dan sering. Berikan permen keras dan es batu
bila pasien pada pembatasan cairan mengalami haus. Alokasi waktu
pemberian cairan sehingga pasien menerima sesuatu untuk diminum
saat interval reguler dan pada saat makan dan minum obat.
Rasional :
Makanan sedikit-sedikit kemutngkinan menyebabkan distensi gaster,
sehingga menurunkan mual. Batu es dan cairan melumasi mulut dan
mencegah mukosa oral kering. Permen juga memantu memperbaiki
rasa pada mulut
4) Rujuk pasien pada ahli diet untuk instruksi tentang modifikasi diet
yang diprogramkan, seperti pembatasan masukan natrium untuk
glomerulonefritis akut bila oliguria. Jelaskan bahwa natrium dibatasi
untuk membantu menghilangkan retensi cairan.
Rasional :
Ahli diet adalah spesialis dalam bidang nutrisi dan dapat membantu
pasien memahami hubungan antara penyakit glomerulus dan
pembatasan diet dan memilih makanan yang memenuhi kebutuhan
nutrisi relatif terhadap pembatasan diet. Kepatuhan ditingkatkan bila
pasien memahami hubungan antara kondisi mereka dan terapi yang
diprogramkan.
5) Berikan sumber protein dan kalori opitimal pada diet bila albumin
serum rendah secara bermakna.
Rasional :
Diet tinggi protein dapat mencegah kesimbangan nitrogen aktif, yang
terjadi pada proteinuria masif. Karbohidrat untuk mensuplai kalori
yang dipergunakan pada efek pemecahan protein
6) Anjurkan ambulasi dan sosialisasi untuk tolerans.
Rasional:
29

Latihan meningkatkan peristaltik yang membantu merangsang nafsu


makan. Sosialisasi membantu menghilangkan depresi, yang sering
terjadi pada berbagai derajat selama penyakit kronis dan akut.
d. Intoleransi aktivitas b.d perubahan produksi SDM sekunder terhadap
kerusakan gunjal dan masukan nutrisi tak adekuat
Intervensi :
1) Pantau :

Frekuensi nadi dan pernapasan sebelum dan sesudah aktivitas

Hasil laporan JDL

Rasional :
Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan ke arah atau penyimpangan
dari hasil yang diharapkan. Anemia ditunjukkan oleh hemoglobin
rendah, menimbulkan kelelahan. Sehingga jumlah oksigen yang
tersedia untuk jaringan berkurang karena jumlah SDM yang membawa
oksigen lebih sedikit.
2) Berikan periode istirahat. Hindari gangguan. Batasi pengunjung bila
diindikasikan
Rasional :
Periode kerja singkat dengan periode istirahat menghemat konsumsi
oksigen
3) Mungkinkan aktivitas untuk ditoleransi. Bantu dalam AKS sesuai
kebutuhan. Hentikan aktivitas bila pasien mengeluh lelah, frekuensi
pernapasan lebih dari 24 X/menit dan frekuensi nadi lebih dari 100
X/menit dengan kerja minimal
Rasional :
Temuan ini menunjukkan intoleransi terhadap tingkat aktivitas
e. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d Imunosupresi sekunder terhadap terapi
steroid, disfungsi imunologis.
Intervensi :
1) Pantau :

Suhu setiap 4 jam


30

Laporan JDL, khususnya SDP

Rasional :
Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan ke arah atau penyimpangan
dari hasil yang diharapkan.
2) Ikuti tindakan keperawatan umum(tehnik mencuci tangan yang baik
sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien, memakai sarung
tangan bila kontak dengan darah atau cairan tubuh yang mungkin
terjadi).
Rasional :
Untuk mencegah infeksi nasokomial. Tindakan kewaspadaan umum
menolong melindungi pasien dan yang merawatnya.
3) Konsul dokter jika manifestasi dari infeksi ditemukan seperti
peningkatan suhu, SDP lebih dari 10.000/mm3, urin keruh, bau
menyengat, diikuti oleh disuria. Jika diduga adanya infeksi salauran
kemih, lakukan pemeriksaan urine bersih untuk kultur.
Rasional :
Karena agen imunosupresif melemahkan kemampuan pasien untuk
melawan infeksi, infeksi oportunistik dapat berkembang.
f. Ansietas b.d fakor : takut tentang kemungkinan memburuknya kerusakan
ginjal, kurang pengetahuan, tentang pemeriksaan diagnostik, rencana
tindakan.
Intervensi :
1) Anjurkan pasien dan orang terdekat untuk mengungkapkan tentang
rasa takut. Berikan privasi tanpa gangguan. Sediakan waktu bersama
mereka untuk mengembangkan hubungan.
2) Berikan informasi tentang:

Sifat kondisi, khususnya

hubungan antara infeksi

streptokokal kulit atau tenggorok dan glomerulonefritis

Tujuan tindakan yang diprogramkan

Pemeriksaan diagnostik meliputi ; tujuan, deskripsi


singkat,

persiapan

yang

diperlukan

perawatan setelah pemeriksaan.

31

sebelum

pemeriksaan,

BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Glomerulonefritis adalah peradangan dari membran kapiler glomerulus.
Glomerulonefritis akut dapat dihasilkan dari penyakit sistemik atau penyakit
glomerulus primer, tapi glomerulonefritis akut post streptococcus (juga diketahui
sebagai glomerulonefritis proliferatif akut) adalah bentuk keadaan yang sebagian
besar terjadi. Infeksi dapat berasal dari faring atau kulit dengan streptococcus beta
hemolitik A sedangkan glomerulonefritis kronik adalah kategori heterogen dari
penyakit dengan berbagai kasus. Semua bentuk gambaran sebelumya dari
glomerulonefritis dapat meningkat menjadi keadan kronik.
B. Saran

32

Daftar Pustaka

Carpenito-Moyet,Lynda Juall.2006. Buku saku Diagnosa


Keperawatan.Jakarta: EGC

Engram, Barbara.1998.Rencana Asuhan Keperawatan medikal-bedah.Jakarta:


EGC

Nursalam.2008.Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan.Jakarta:Salemba Medika

Smeltzer,Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan medikal


Bedah.Jakarta:EGC

Lemone, Priscilla&Kren Buite.2008.Medical Surginal Nursing:Critical


Thingking in Client Care Fourt Edition. United States of
Amerika:Pearson Prentice Hall.

Luckman and Sorensen.1993.Medical Surginal nursing : a psychophysiologic


approach.4 th ed.United states of Amerika : W.B Saunders Company.

Admin,Glomerulonephritis Akut (GNA), 2007, www.gooogle.com, diambil


pada tanggal 13 Maret 2010)

Yumizon, Glomerulonefritis Akut (GNA), 2009, www.gooogle.com, diambil


pada tanggal 13 Maret 2010

33

34

Anda mungkin juga menyukai