Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK

PENENTUAN KADAR ASPIRIN DALAM TABLET


DENGAN METODE ALKALIMETRI

disusun oleh:
A.A. AYU TIRTAMARA
NIM P07134012027
KELOMPOK I

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2013

TITRASI ALKALIMETRI
PENENTUAN KADAR ASPIRIN DENGAN METODE ALKALIMETRI
Hari/tanggal praktikum : Rabu, 20 Maret 2013
Tempat

: Laboratorium Kimia Jurusan Analis Kesehatan


Politeknik Kesehatan Denpasar

I. LATAR BELAKANG
Asam asetil salisilat atau asetosal atau aspirin merupakan hablur putih, umumnya
seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau berbau
lemah. Stabil di udara kering ; di dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi
asam salisilat dan asam asetat. Sukar larut ( 100-1000 bagian ) dalam air ; mudah larut (110 bagian) dalam etanol; larut dalam kloroform, dan dalam eter, indikasi sebagai
antipiretik dan analgesik (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia, 1995).
Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat
menggunakan katalis 85% H3PO4 sebagai zat penghidrasi (Petrucci, 1989). Asam asetil
salisilat (aspirin) merupakan salah satu senyawa turunan asam salisilat yang digunakan
sebagai obat analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap
demam), dan antiinflamasi (Wilmana, 1995).
Suatu larutan yang normalitasnya diketahui dengan pasti dapat digunakan sebagai
larutan pembanding, digunakan untuk menentukan kadar dari larutan lain menurut reaksi
asam basa, kadar basa ditentukan dengan larutan standar asam. Standarisasi harus
menggunakan standar primer yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : zat harus murni
100%, kotoran maksimum sebesar 0,01 % - 0,02 %, stabil terhadap pemanasan pada waktu
dikeringkan sebelum ditimbang, memiliki berat molekul besar agar penimbangan cukup
banyak untuk ditimbang dengan neraca analitik, dan memberi perubahan yang jelas pada
akhir titrasi (Goenawan,1988).
Studi kuantitatif mengenai penetralan asam-basa paling nyaman apabila dilakukan
dengan menggunakan prosedur yang disebut titrasi, dalam percobaan titrasi, semua larutan
yang konsentrasinya diketahui, sampai reaksi kimia antara kedua larutan tersebut
berlangsung sempurna. NaOH adalah salah satu basa yang umum digunakan di
laboratorium. Namun demikian, karena padatan NaOH sulit diperoleh dalam keadaan
murni, maka perlu distandarisasikan terlebih dahulu. Titik ekuivalen adalah titik dimana
asam telah bereaksi sempurna atau telah dinetralkan oleh basa. Indikator adalah zat yang
memiliki perbedaan warna yang mencolok dalam medium asam atau basa (Chang, 2005).

Reaksi penetralan atau alkalimetri merupakan perlibatan titrasi asam bebas, atau
asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah, dengan suatu basa
standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawanya ion hidrogen dengan ion
hidroksida untuk membentuk air (Basset,1994).
Penentuan kadar aspirin dalam tablet perlu dilakukan karena, jika kadar aspirin
kurang dari 90% maka zat aktif dalam obat tidak akan mampu mengobati penyakit,
sedangkan bila lebih dari 110% maka bila dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan overdosis hingga menimbulkan kematian (Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995).
II. TUJUAN
II.1 Mahasiswa dapat membuat larutan baku Asam oksalat 0,1 N yang diperlukan dalam
titrasi.
II.2 Mahasiswa dapat melakukan pembakuan NaOH dengan larutan Asam oksalat 0,1 N.
II.3 Mahasiswa dapat melakukan penetapan kadar aspirin dengan menggunakan metode
alkalimetri.
III. PRINSIP
Prinsip penentuan kadar aspirin dapat dilakukan dengan metode titrasi asam-basa.
Metode titrasi yang digunakan adalah penetapan kadar dengan cara alkalimetri.
Alkalimetri merupakan titrasi menggunakan larutan standar basa yang digunakan untuk
menentukan asam. Untuk mengetahui konsentrasi aspirin dilakukan titrasi dengan larutan
NaOH 0,1 N. Gugus asetil dalam reaksi netralisasi ini lebih sukar lepas daripada gugus
karbonil sehingga terjadi reaksi sebagai berikut:
O

OH

O-

+ OH

+ H2O

CH3

CH3

Titrasi dilakukan dengan menggunakan indicator fenolftalein dengan trayek pH 8,310. Titik akhir titrasi ditandai saat terjadi perubahan warna yang konstan dari tidak
berwarna menjadi merah muda (fuchsia). Jika NaOH yang ditambahkan berlebih, maka
akan terjadi reaksi sebagai berikut:

O
C

CH

+ NaOH
COONa

OH
+ CH CCONa
3

COONa

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


IV.1Alat
1. Neraca analitik digital
7. Pipet tetes
2. Labu ukur 250 mL
8. Karet hisap
3. Gelas beaker 250 mL
9. Buret, klem, statif
4. Gelas beaker 50 mL
10. Batang pengaduk
5. Pipet volume 10 mL
11. Botol semprot
6. Erlenmeyer 100 mL
12. Aluminium foil
IV.2Bahan
1. Larutan Baku NaOH 0,1 N
2. Larutan Asam Oksalat 0,1 N
3. Indikator Phenolftalein (Pp) 0,1 %
4. Etanol 95%
5. Air suling/aquades
6. Sampel aspirin
IV.3Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat 0,1 N
a. Prosedur Pembuatan NaOH 0,1 N
Ditimbang

Dilarutkan

Dimasukkan dalam labu

2,1gram

dengan

ukur 500 mL,

NaOH

air suling

ditambahkan aquades

bebas CO2

hingga 500 mL
Dikocok hingga homogen.

b. Prosedur Pembuatan Asam Oksalat 0,1 N


Ditimbang

Dilarutkan

Dimasukkan dalam labu

3,1517 gram

dengan

ukur 500 mL, ditambahkan

Asam Oksalat

aquades

aquades hingga 500 mL


dikocok hingga homogen.
c. Prosedur Standarisasi NaOH N dengan Asam Oksalat 0,1 N
Dipipet 10 mL

Larutan baku

Asam Oksalat

Asam Oksalat.

NaOH dimasukkan

dititrasi dengan

+ 3 tetes Pp

ke buret

NaOH

Diamati hinggaa terjadi perubahan


warna menjadi fuchsia tetap

IV.4Penentuan kadar aspirin


Tablet aspirin

dilarutkan dengan 10 mL etanol 95%

ditimbang

(ditutup dengan aluminium foil)

Ditambahkan 3 tetes indikator Pp 0,1%

Dipindahkan ke dalam erlenmeyer

Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai berubah

Titrasi diulang sampai 3 kali

warna menjadi merah muda (fuchsia) konstan


Dihitung % kadar aspirin dalam tablet dan % perolehan kembalinya

V. HASIL PENGAMATAN
V.1 Standarisasi larutan NaOH
dengan larutan Asam Oksalat 0,1 N
No
.
1.
2.
3.

Volume Titrasi
9,50 mL
9,60 mL
9,60 mL
Rata-rata = 9,657 mL

5.2 Penentuan kadar aspirin


No
.
1.
2.
3.

Volume Titrasi
27,00 mL
27,10 mL
27,20 mL
Rata-rata = 27,10 mL

Gambar hasil standarisasi NaOH


Pada gambar di bawah titik
akhir titrasi (TAT) terlewati
tetapi sudah di antisipasi dengan
melihat volume titrasi sebelum

Gambar hasil titrasi aspirin

TAT terlewati. Jadi, volume


titrasi yang dipakai bukan
volume yang titik akhir
titrasinya terlewati.

VI. PERHITUNGAN
VI.1
Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat 0,1 N
Kadar NaOH :
NH2C2O4 x VH2C2O4 = NNaOH x VNaOH
0,1 N
x 10 mL = NNaOH x 9,567 mL
NNaOH = 0,104 N
VI.2
Penentuan Kadar Aspirin
a. Kadar aspirin :
Vrata-rata NaOH x NNaOH = Vaspirin x Naspirin
27,10 mL x 0,104 N = 10 mL x Naspirin
Naspirin = 0,282 N
b. Massa aspirin dalam tablet :
Gram aspirin
Normalitas aspirin=

1000
x

BE aspirin
Gram aspirin
1000
0.282 N=
x
180,2
g/molgram 10mL
gram aspirin
= 0,508

vaspirin

c. Perhitungan % kadar aspirin


Gram aspirin
% kadar aspirin =

x 100%
Massa
tablet
0.508g

% kadar
kadar aspirin
aspirin =
= 84,51%
%
0.6013g

d. Perhitungan % perolehan kembali

x 100%

mgaspirin
x 100
mg kandungan aspirin dalam kemasan
508 mg
perolehan kembali=
x 100
500 mg
perolehan kembali=101, 6
perolehan kembali=

VII. PEMBAHASAN
Larutan NaOH merupakan larutan baku sekunder sebab NaOH memiliki
kemurnian yang bervariasi dikarenakan sifatnya yang mudah menyerap CO2 di udara
(Gandjar dan Rohman, 2007), maka larutan NaOH perlu distandarisasi dengan larutan
baku primer asam oksalat. Setelah distandarisasi, larutan NaOH telah menjadi larutan
baku primer karena telah diperoleh normalitas yang sebenarnya yaitu 0,104 N, barulah
larutan NaOH dapat digunakan untuk penentuan kadar aspirin dalam tablet. Hal tersebut
dilakukan untuk meminimalkan kesalahan dalam penentuan kadar aspirin dalam tablet.
Alkohol digunakan sebagai pelarut karena mampu untuk mempercepat pelarutan
karena sifat aspirin yang sukar larut dalam air. Aspirin bersifat polar sehingga akan
mudah larut dalam alkohol yang juga bersifat polar. Hal ini berdasarkan teori like
dissolves like yang berarti senyawa polar akan mudah larut dalam pelarut polar dan
senyawa non polar akan mudah larut dalam pelarut non polar.
Penggunaan indikator phenolphthalein (Pp) adalah indikator yang paling tepat
untuk menguji suatu perubahan ke basa dikarenakan perubahan warnanya yang
mencolok yaitu dari bening ke merah muda saat terjadi lonjakan pH dari asam ke basa.
Suatu asam lemah (aspirin) bereaksi dengan NaOH menghasilkan garam basa (pH> 7)
dan rentang trayek indikator Pp yaitu 8,3 10 lebih mendekati dengan titik ekuivalen
campuran aspirin dengan NaOH jika dibandingkan dengan bromtimol biru trayek pH
basanya 4,2-6,3.
Penentuan kadar aspirin dalam tablet (tablet aspirin yang diproduksi oleh Bayer)
dilakukan dengan metode alkalimetri dan diperoleh hasil berupa kadar (normalitas)
aspirin dalam tablet adalah 0,282 N. Setelah dilakukan perhitungan maka diperoleh
massa aspirin dalam tablet adalah 0,508 gram = 508 mg.
Ketentuan pada Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) menyebutkan bahwa tablet
aspirin mengandung Asam Asetilsalisilat tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari
110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket/kemasan tablet. Pada praktikum ini,
diperoleh persen kadar aspirin dalam tablet adalah 84,51% yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang disebutkan di atas. Faktor yang mempengaruhi ketidak sesuaian antara
kadar yang diperoleh dengan ketentuan berlaku adalah :
1. Adanya kehilangan saat preparasi sampel dimana ada aspirin yang masih
menempel pada dinding gelas beaker karena belum seluruhnya larut dengan
alkohol sehingga tidak ikut dititrasi.
2. Kesalahan dalam standarisasi NaOH dimana normalitas yang dihasilkan tidak
sesuai dengan yang sebenarnya sehingga berpengaruh pada perhitungan
normalitas aspirin dan perhitungan gram aspirin

3. Kesalahan dalam penimbangan tablet aspirin akan berpengaruh dalam perhitungan


% kadar aspirin.
4. Tablet memang memiliki kadar yang tidak sesuai dengan kadar yang tertera pada
kemasan atau dengan kata lain terjadi kesalahan saat memproduksi.

Menurut Swarzt (1997), nilai rata-rata perolehan kembali sediaan obat seharusnya
antara 98-102% dari nilai teoritis, dimana pada praktikum ini diperoleh persen
perolehan kembali yang masuk pada rentang (range) tersebut yaitu sebesar 101,6%.

VIII. KESIMPULAN
Melalui praktikum ini dapat diperoleh:
1. Untuk membuat larutan baku Asam Oksalat 0,1 N memerlukan 3,1517 gram
Asam Oksalat yang dilarutkan dalam 500 mL aquadest.
2. Pembakuan NaOH dilakukan dengan metode asidimetri dengan menggunakan
larutan baku primer asam oksalat untuk penetapan kadar larutan NaOH. Setelah
distandarisasi, larutan NaOH telah menjadi larutan baku primer karena telah
diperoleh normalitas yang sebenarnya yaitu 0,104 N.
3. Penentuan kadar aspirin dalam tablet (tablet aspirin yang diproduksi oleh Bayer)
dilakukan dengan metode alkalimetri, larutan baku primer yang digunakan adalah
NaOH, indikator yang digunakan adalah fenolftaelin (Pp) 0,1%, dan diperoleh
hasil berupa kadar (normalitas) aspirin dalam tablet adalah 0,282 N.
4. Pada praktikum ini, diperoleh persen kadar aspirin dalam tablet adalah 84,51%
yang tidak sesuai dengan ketentuan pada Farmakope Indonesia Edisi IV (1995)
menyebutkan bahwa tablet aspirin mengandung Asam Asetilsalisilat tidak kurang
dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada
etiket/kemasan tablet.
5. Menurut Swarzt (1997), nilai rata-rata perolehan kembali sediaan obat seharusnya
antara 98-102% dari nilai teoritis, dimana pada praktikum ini diperoleh persen
perolehan kembali yang masuk pada rentang (range) tersebut yaitu sebesar
101,6%.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Basset. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC. Halaman 261.
Chang. 2005. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga. Halaman 439.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 1995.


Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Halaman 31.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Goenawan. 1988. Kimia Larutan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Halaman 6.
Swartz, M.E., and Krull, I.S.. 1997. Analytical Method Development and Validation.
Marcell Dekker, USA.
Wilmana, P. F. 1995. Analgesik, Antipiretik, Antiinflamasi Non Steroid. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
X. LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Pembimbing
(A.A. Ngurah Putra Riana Prasetya, S.Farm, Apt.)

Denpasar, 10 April 2013


Praktikan
(A.A. Ayu Tirtamara)

Anda mungkin juga menyukai