Makalah Asuransi
Makalah Asuransi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha
asuransi
merupakan
suatu
mekanisme
yang
memberikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asuransi
Pada prinsipnya, asuransi kerugian adalah mekanisme proteksi atau
perlindungan dari risiko kerugian keuangan dengan cara mengalihkan risiko kepada
pihak lain. Berikut adalah beberapa definisi asuransi menurut beberapa sumber :
1. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang pasal 246
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana sesorang
penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung, dengan
menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena
suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
yang mungkin terjadi karena suatu peristiwa tak tentu.
2. Menurut Undang-undang No. 2 Th. 1992 tentang Usaha Perasuransian
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung,
dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti,
atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
3. Menurut Paham Ekonomi
Asuransi merupakan suatu lembaga keuangan karena melalui asuransi dapat
dihimpun dana besar, yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan,
disamping bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam bisnis
asuransi, serta asuransi bertujuan memberikan perlindungan atau proteksi
atas kerugian keuangan (financial loss), yang ditimbulkan oleh peristiwa
yang tidak diduga sebelumnya (fortuitious event).
B. Manfaat Asuransi
Pada dasarnya asuransi memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara
lain:
1. Rasa aman dan perlindungan
Polis asuransi yang dimiliki oleh tertanggung akan memberikan rasa aman dari
risiko atau kerugian yang mungkin timbul. Kalau risiko atau kerugian tersebut
benar-benar terjadi, pihak tertanggung (insured) berhak atas nilai kerugian
sebesar nilai polis atau ditentukan berdasarkan perjanjian antara tertanggung dan
penanggung.
2. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil
Prinsip keadilan diperhitungkan dengan matang untuk menentukannilai
pertanggungan dan premi yang harus ditanggung oleh pemegang polis secara
periodik dengan memperhatikan secara cermat faktor-faktor yang berpengaruh
besar dalam asuransi tersebut. Untuk mendapatkan nilai pertanggungan, pihak
penanggung sudah membuat kalkulasi yang tidak merugikan kedua belah pihak.
Semakin besar nilai pertangguangan, semakin besar pula premi periodik yang
harus dibayar oleh tertanggung.
3. Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit.
4. Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan
Premi yang dibayarkan setiap periode memiliki substansi yang sama dengan
tabungan. Pihak penanggung juga memperhitungkan bunga atas premi yang
dibayarkan dan juga bonus (sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak).
5. Alat penyebaran risiko
Risiko yang seharusnya ditanggung oleh tertanggung ikut dibebankan juga pada
penanggung dengan imbalan sejumlah premi tertentu yang didasarkan atas nilai
pertanggungan.
6. Membantu meningkatkan kegiatan usaha
Investasi yang dilakukan oleh para investor dibebani dengan risikokerugian yang
bisa diakibatkan oleh berbagai macam sebab (pencurian, kebakaran, kecelakaan,
dan lain-lain).
antara edua belah pihak mendapatkan kekuatan secara hukum. Polis asuransi
memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Nomor polis
2. Nama dan alamat tertanggung
3. Uraian risiko
4. Jumlah pertanggungan
5. Jangka waktu pertanggungan
6. Besar premi, bea materai, dan lain-lain
7. Bahaya-bahaya yang dijaminkan
8. Khusus untuk polis pertanggungan kendaraan bermotor ditambah dengan nomor
polisi, nomor rangka, dan nomor mesin kendaraan.
F. Premi Asuransi
Premi asuransi adalah kewajiban pihak tertanggung kepada pihak
penanggung yang berupa pembayaran uang dalam jumlah tertentu secara periodik.
Jumlah premi tergantung pada faktor-faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya
tingkaat risiko dan jumlah nilai pertanggungan. Jangka waktu pembayaran premi
sangat tergantung pada perjanjian yang sudah dituangkan dalam polis asuransi.
G. Penggolongan Asuransi
1. Menurut Sifat Pelaksanaannya
a. Asuransi sukarela
Pada prinsipnya pertanggungan dilakukan dengan cara sukarela, dan sematamata dilakukan atas kesadaran seseorang akan kemungkinan terjadinya risiko
kerugian atas sesuatu yang dipertanggungkan.
b. Asuransi wajib
Merupakan asuransi yang sifatnya wajib dilakukan oleh pihak-pihak terkait
yang pelakasanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan
yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Menurut Jenis Usaha Perasuransian
Menurut UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian jenis usaha
perasuransian dibagi menjadi beberapa jenis :
a. Usaha Asuransi
1) Asuransi kerugian
Yaitu usaha yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas
kerugian, kehilangan manfaat dn tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang timbul dari peristiwa yag tidak pasti. Usaha asuransi kerugian
ini dapat dipilah sebagai berikut:
a) Asuransi kebakaran adalah asuransi yang menutup risiko kebakaran.
b) Asuransi pengangkutan adalah asuransi pengangkutan penanggung atau
perusahaan asuransi akan menjamin kerugian yang dialami tertanggung
akibat terjadinya kehilangan atau kerusakan saat pelayaran.
c) Asuransi aneka adalah jenis asuransi kerugian yang tidak dapat
digolongkan kedala kedua asuransi diatas, missal : asuransi kendaraan
bermotor, asuransi kecelakaan diri, dan lain sebagainya.
2) Asuransi jiwa (life insurance)
Adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam
penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan. Asuransi jiwa memberikan:
a) Dukungan bagi pihak yang selamat dari suatu kecelakaan.
b) Santunan bagi tertanggung yang meninggal
c) Bantuan
untuk
menghindari
kerugian
yang
disebabkan
oleh
Dalam jenis asuransi ini dibuat dengan jumlah nominal tertentu. Premi
umumnya dibayar mingguan yang dibayarkan di rumah pemilik polis
kepada agen yang disebut debit agent.
3) Reasuransi (reinsurance)
Adalah pertanggungan ulang atau pertanggungan yang dipertanggungkan
atau asuransi dari asuransi. Reasuransi adalah suatu system penyebaran
risiko dimana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari
pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung yang lain. Penyebaran
risiko tersebut dapat dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu koasuransi
dan reasuransi. Koasuransi adalah pertanggungan yang dilakukan secara
bersama atas suatu objek asuransi. Sedangkan reasuransi adalah proses
untuk untuk mengasuransikan kembali pertanggung jawaban pada pihak
tertanggung. Fungsi reasuransi adalah :
a) Meningkatkan kapasitas akseptasi.
b) Alat penyebaran risiko.
c) Meningkatkan stabilitas usaha.
d) Meningkatkan kepercayaan.
Mekanisme untuk reasuransi antara lain:
a) Treaty dan facultative reinsurance
Dalam model ini, reasuradur memberikan sejumlah pertanggungan
yang diinginkan dengan perjanjian kontrak dan reasuradur harus
menerima jumlah yang ditawarkan.
b) Reasuransi proporsional
Pembagian risiko antara ceding company dengan reasuradur dilakukan
secara proporsional berdasarkan jumlah retensi yang telah ditetapkan.
Retensi adalah jumlah maksimum risiko yang ditahan atau ditanggung
oleh ceding company.
c) Reasuransi nonproporsional
Bentuk ini memberikan kemungkinan bagi reasuradur untuk tidak
membayar klaim atau membayar klaim terbatas jumlah yang ada di
treaty. Treaty dalam mekanisme reasuransi adalah pertanggungan yang
dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang
10
11
J. Asuransi Kredit
Asuransi kredit mempunyai kaitan erat dengan jasa perbankan terutama di
bidang perkreditan yang selalu dikaitkan dengan jaminan kredit berupa barang
12
bergerak dan tidak bergerak yang sewaktu-waktu dapat tertimpa risiko yang dapat
mengakibatkan kerugian bagi pemilik barang dan bank sebagai pemberi kredit.
Kredit adalah pinjaman uang yang diberikan oleh pemberi kepada
nasabahnya. Untuk melindungi diri dari kemungkinan nasabah yang tidak dapat
mengembalikan kredit, pemberi kredit menutup asuransi atas kredit tersebut. Dalam
asuransi kredit, yang menjadi pihak tertanggung adalah pemberi kredit (bank
dan/atau lembaga keuangan) dan yang ditanggung oleh penanggung adalah risiko
kredit di mana tidak diperolehnya kembali kredit kepada para nasabahnya (yang
umumnya terdiri atas para pengusaha). Asuransi kredit bertujuan :
1. Melindungi pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit
yang diberikan kepada para nasabahnya.
2. Membantu kegiatan, pengarahan, dan keamanan perkreditan baik kredit
perbankan maupun kredit lainnya diluar perbankan.
Dengan adanya asuransi kredit ini bank terdorong untuk lebih giat
membantu para nasabahnya dalam menyediakan modal untuk mengembangkan
usahanya. Pengelolaan asuransi kredit di Indonesia dipercayakan oleh pemerintah
kepada PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) yang berkantor pusat di
Jakarta, di mana yang menjadi tertanggung adalah bank-bank pemerintah, bankbank swasta, dan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Sebagai imbalan atas
jaminan yang diberikan oleh PT Askrindo, bank membayar premi atas kredit yang
ditanggung. Premi tersebut menjadi beban bank, tetapi dalam praktik, ada juga bank
yang membebankan premi tersebut kepada nasabahnya yang memperoleh kredit.
Walaupun begitu, yang menjadi tertanggung bukan nasabahnya, tetapi bank
pemberi kredit.
13
14
perjanjian
harus
transaksi
jelas
secara
bisnis
hukum
di
antara
ataupun
pihak-pihak
yang
non-hukum
untuk
mempermudah jalannya kegiatan bisnis tersebut saat ini dan masa mendatang.
Akad dalam praktek muamalah menjadi dasar yang menentukan sah atau
tidaknya suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut menjadi sangat
menentukan di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara perusahaan dengan
peserta harus jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong
(takaful).
Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau
perjanjian jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas
adanya penjual, pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara
itu di dalam perjanjian yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya
memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjualbelikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa
besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan
sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita
15
itu
terjadi
pada
asuransi
konvensional,
dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas
usia tertanggung, sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan
Yang Mahakuasa. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi
ditakdirkan meninggal, perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung
merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya,
perusahaan akan untung dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan
16
kata lain kedua belah pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing
pihak menjalankan transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran
dan jumlah pembayaran mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun akad,
yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama berpendapat bahwa perjanjian jual
beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.
Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu
suatu niat tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan
mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat,
karena kita menghindari larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar.
Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan
asuransi (transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang
terkumpul adalah milik peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah
(mudharib) tidak bisa mengklaim menjadi milik perusahaan.
3. Tabarru dan Tabungan
Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya
sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri
(dermawan). Niat bertabbaru bermaksud memberikan dana kebajikan secara
ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi
syariah, ketika di antaranya ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana
tabarru disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah,
dana klaim yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan
oleh sesama peserta untuk saling menolong.
Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah
sangat dianjurkan dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat
besar di hadapan Allah, sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi
SAW,"Barang siapa memenuhi hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi
hajatnya."(HR Bukhari Muslim dan Abu Daud).
Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving
maka dana yang dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana
tabarru terdapat pula unsur dana tabungan yang digunakan sebagai dana
investasi oleh perusahaan. Sementara investasi pada asuransi kerugian syariah
menggunakan dana tabarru karena tidak ada unsur saving. Hasil dari investasi
17
akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad awal. Jika peserta
mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan
kepada peserta secara penuh.
4. Maisir (Judi)
Allah SWT berfirman dalam surat al-Maidah ayat 90,"Hai orang-orang
yang beriman sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan."
Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional
terdapat unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al
qimar sama dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir
dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus
asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum
periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka
ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polistidak
mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional
membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan
yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang
bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang
polis mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi
jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim yang dibayar.
Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak
/sedikitnya klaim yang dibayarkannya.
5. Riba
Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya
dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga
dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung
keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan
pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan
menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang
harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
18
19
dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan
si awal perjanjian (akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih
dapat dikembalikan sebagian ke peserta (tidak hangus). Jumlahnya sangat
tergantung dari hasil investasinya.
7. Konsep Taawun Dalam Asuransi Syariah
Sebagian para ahli syariah meyamakan sistem asuransi syariah dengan
sistem aqilah pada zaman Rasulullah SAW. Dr. Satria Effendi M.Zein dalam
makalahnya mendefinisikan takaful dengan at takmin, at taawun atau at takaful
(asuransi bersifat tolong menolong), yang dikelola oleh suatu badan, dan terjadi
kesepakatan dari anggota untuk bersama -sama memikul suatu kerugian atau
penderitaan yang mungkin terjadi pada anggotanya. Untuk kepentingan itu
masing-masing anggota membayar iuran berkala (premi). Dana yang terkumpul
akan terus dikembangkan, sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk
kepentingan di atas, bukan untuk kepentingan badan pengelola (asuransi
syariah). Dengan demikian badan tersebut tidak dengan sengaja mengeruk
keuntungan untuk dirinya sendiri. Disini sifat yang paling menonjol adalah
tolong-menolong seperti yang diajarkan Islam.
8. Dewan Pengawas Syariah
Pada asuransi syariah seluruh aktivitas kegiatannya diawasi oleh Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional
(DSN), baik dari segi operasional perusahaan, investasi maupun SDM.
Kedudukan DPS dalam struktur organisasi perusahaan setara dengan dewan
komisaris.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
DAFTAR PUSTAKA
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=1626
http://asuransisyariah.net/
21
Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Lain.
Jakarta : Salemba Empat.
22