Anda di halaman 1dari 50

1

TEKNOLOGI FARMASI ECha RIskY

1. Klasifikasi Ruangan Industri Farmasi

Ruangan di industri farmasi merupakan salah satu aspek yang harus dijaga
kebersihannya. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang antar produk
maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Permukaan ruangan harus kedap air, tidak terdapat sambungan atau
retakan, tidak
merupakan tempat pertumbuhan mikroba, mudah dibersihkan, bagian
sudut dan tepi
dinding dibuat melengkung.
2. Pipa saluran udara, listrik, air dipasang diatas langit-langit.
3. Lampu penerangan harus dipasang rata dengan langit-langit.
4. Tahan terhadap bahan pembersih.
Area pabrik dibagi menjadi 4 zona dimana masing-masing zona memiliki
spesifikasi tertentu. Empat zona tersebut meliputi :
a. Unclassified Area
Area ini merupakan area yang tidak dikendalikan (Unclassified area)
tetapi untuk kepentingan tertentu ada beberapa parameter yang dipantau.
Termasuk didalamnya adalah laboratorium kimia (suhu terkontrol), gudang
(suhu terkontrol untuk cold storage dan cool room), kantor, kantin, ruang ganti
dan ruang teknik.
b. Black area
Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area yang termasuk
dalam kelas ini adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti dengan area
produksi, area staging bahan kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap
karyawan wajib mengenakan sepatu dan pakaian black area (dengan penutup
kepala)
c. Grey area
Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area yang masuk
dalam kelas ini adalah ruang produksi produk non steril, ruang pengemasan
primer, ruang timbang, laboratorium mikrobiologi (ruang preparasi, ruang uji
potensi dan inkubasi), ruang sampling di gudang. Setiap karyawan yang masuk
2

ke area ini wajib mengenakan gowning (pakaian dan sepatu grey). Antara
black area dan grey area dibatasi ruang ganti pakaian grey dan airlock.
d. White area
Area ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah LAF). Ruangan
yang masuk dalam area ini adalah ruangan yang digunakan untuk penimbangan
bahan baku produksi steril, ruang mixing untuk produksi
steril, background ruang filling , laboratorium mikrobiologi (ruang uji
sterilitas). Setiap karyawan yang akan memasuki area ini wajib mengenakan
pakaian antistatik (pakaian dan sepatu yang tidak melepas partikel).
Antara grey area dan white area dipisahkan oleh ruang ganti
pakaian white dan airlock.
Airlock berfungsi sebagai ruang penyangga antara 2 ruang dengan kelas
kebersihan yang berbeda untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari ruangan
dengan kelas kebersihan lebih rendah ke ruang dengan kelas kebersihan lebih
tinggi. Berdasarkan CPOB, ruang diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, D dan
E, dimana setiap kelas memiliki persyaratan jumlah partikel, jumlah mikroba,
tekanan, kelembaban udara dan air change rate.

Tabel pembagian kelas ruangan berdasarkan jumlah partikel

Jumlah partikel/m3
Hygine
Kelas At rest In Operational
Zoning
0,5 (m) 5,0 (m) 0,5 (m) 5,0 (m)
A 100 3.520 20 3.520 20
B 100 3.520 29 352.000 2.900
C 10.000 352.000 2.900 29.000
3.520.000
D 100.000 29.000 NS NS
3.520.000
E1 UC NS NS NS NS
E2 UC NS NS NS NS
E3 UC NS NS NS NS

Hygine Class Limit for Microbial contamination (In operation)


3

Zoning Air sample Settle plates Glove print,


(cfu/m3) diam. 90mm 5 fingers
(cfu/4 hours) (cfu/glove)
A 100 <1 <1 <1
B 100 10 5 5
C 10.000 100 50 NS
D/E 100.000 200 100 NS
F UC NS NS NS
Keterangan : UC = Unclassified
NS = No Specification
Kondisi at rest yaitu kondisi dimana tidak ada operator yang beraktivitas di dalam
ruangan, mesin dalam kondisi beroperasi, sedangkan kondisi in operational yaitu
kondisi dimana ada operator yang sedang bekerja di dalam ruangan dan kondisi
mesin sedang beroperasi

Buffer Room/Ruang Antara/Ruang Penyangga


Adalah ruangan yag terletak antara dua ruang dengan kelas kebersihan yang
berbeda. Tujuan ruang antara ada beberapa macam, diantaranya adalah :
1. untuk mengendalikan partikel
2. untuk pencegahan kontaminasi
3. untuk self containment
2. Penentuan Endotoksin

Tujuan penentuan endotoksin yaitu mengetahui jumlah cemaran


mikroorganisme gram negatif yang terdapat pada sediaan farmasi steril dan alat
kesehatan dengan cara penentuan jumlah endotoksin.
Pengujian endotoksin dilakukan karena misal pada saat proses sterilisasi, bila
kemungkinan pada sediaan terdapat produk bakteri gram negatif seperi
salmonella, maka bakteri akan melepaskan endotoksin sebelum sel mengalami
lisis. Endotoksin bersifat heat stabile yang tahan terhadap pemanasan.
Endotoksin terdiri dari lipopolisakarida, umumnya terikat pada protein dan
fosfolipid. LPS merupakan membran luar penyusun dinding sel bakteri gram
negatif.
Efek endotoksin bagi tubuh yaitu :
- Dapat menyebabkan demam
4

- Mengaktivasi sitokin
- Merusak dinding endothelia
- Penurunan tekanan darah yang disebabkan karena peningkatan permeabilitas
kapiler.
Metode analisis The Limulus Amebocyte Lysate (LAL) test adalah uji in vitro
untuk mendeteksi dan analisis kuantitatif endotoksin bakteri. Metode LAL yang
dilakukan mencakup teknik gel-clot dan turbidimetri kinetic dan kromogenik
(kolorimetri).
Prinsip metode LAL yaitu memanfaatkan dasar respon imun dari kepiting
landam kuda terhadap invasi bakteri gram negatif. Bahan2 yang terkandung
dalam amubosit landam kuda diantaranya berbagai protein, faktor, ko-faktor
dan ion-ion yang kemudian berinteraksi menyebabkan kagulasi. Endotoksin
gram negatif mengkatalis aktivasi dalam lisat amubosit limus. Kecepatan awal
aktivasi ditentukan oleh konsentrasi endotoksin.
Prinsip Teknik Gel-Clot yaitu aktivasi dari enzim yang terdapat pada LAL
terhidrolisis oleh endotoksin bakteri gram negatif menghasilkan koagulin, sekali
terhidrolisis maka koagulin yang dihasilkan akan bergabung dengan sendirinya
dan membentuk gumpalan atau bekuan seperti gel.
Prinsip Teknik Kinetic Turbidimetri yaitu dengan menggunakan kecepatan
pembentukan gel yang terjadi akibat koagulasi untuk menentukan kandungan
endotoksin.
Prinsip Teknik Kromogenik yaitu dengan adanya LAL dan endotoksin maka
endotoksin akan mengkatalis aktivasi suatu proenzim, kemudian enzim yang
teraktivasi akan mengkatalis pecahnya PNA. PNA yang dilepaskan diukur
dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 405 nm menghasilkan warna
kuning. Nilai absorbansi sebanding dengan jumlah endotoksin kemudian
dibandingkan dengan kurva endotoksin standar.

3. Keuntungan dan kerugian metode pembuatan tablet


5

Keuntungan metode Granulasi Basah :


Terbentuknya granul memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas, proses
kompaksasi lebih mudah karena pecahnya granul membentuk permukaan
baru yang lebih aktif
Obat-obat dosis tinggi yg mempunyai sifat alir dan kompresibilitas jelek
maka dengan proses granulasi basah hanya perlu sedikit bahan pengikat
Untuk bahan dengan dosis rendah dengan pewarna, maka distribusi lebih
baik dan menjamin keseragaman isi zat aktif
Granulasi basah mencegah segregasi komponen-komponen campuran yang
sudah homogen
Memperbaiki dissolusi obat yang bersifat hidrofob

Kelemahan Metode Granulasi Basah :


Proses lebih panjang dibanding dgn 2 metode lainnya sehingga secara
ekonomis lebih mahal
Peralatan yang digunakan lebih banyak sehingga secara otomatis lebih
banyak pula personnel yang diperlukan
Tidak bisa digunakan untuk obat-obat yang sensitif thd kelembaban dan
pemanasan
Pada tablet berwarna dapat terjadi peristiwa migrasi dan ketidak homogenan
sehingga tablet berbintik-bintik
Incompabilitas antar komponen di dalam formulasi akan diperbesar,
terutama untuk obat-obat campuran (multivitamin, dll)

Keuntungan metode Granulasi Kering :


Alat dan ruangan lebih sedikit daripada granulasi basah
Tidak memerlukan bahan pengikat (larutan pengikat)
Prosesnya lebih cepat, tidak memerlukan proses pemanasan sehingga biaya
produksi dapat ditekan
Untuk obat-obat yang sensitif terhadap kelembaban dan pemanasan, mis.
Vit. E , akan menghasilkan produk yang stabil
Memperbaiki waktu hancur, karena partikel-partikel serbuk tidak terikat oleh
adanya bahan pengikat
Memperbaiki kelarutan dan efek bioaviabilitas
Memperbaiki homogenitas, karena tidak terjadi peristiwa migrasi obat atau
bahan pewarna
6

Kerugian metode Granulasi kering :


Memerlukan mesin Heavy duty (harganya mahal)
Zat warna sukar homogen (tidak terdispersi merata)
Cenderung menghasilkan partikel-partikel halus (fines) yang lebih banyak
dibanding dengan metode granulasi basah, sehingga tablet sering rapuh atau
kurang kuat dan resiko kontaminasi lebih tinggi
Alat/mesin Chilsonator tidak bisa digunakan untuk obat yang tidak larut
karena adanya kemungkinan hambatan kecepatan disolusi (adanya tekanan
merubah sifat obat)

Keuntungan metode Cetak Langsung :


Lebih ekonomis dibanding kedua metode yang lain
Tidak terpengaruh oleh panas dan kelembaban
Stabilitas produk terjamin
Ukuran partikel seragam

Kerugian :
Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara obat dengan pengisi
dapat menimbulkan stratifikasi di antara granul yang selanjutnya dapat
menimbulkan tidak seragamnya isi obat dalam tablet
Pada obat dosis besar, perlu tambahan bahan pengisi sehingga tablet menjadi
besar
Bahan pengisi yang bisa dicetak langsung, biasanya harganya mahal

Granulasi Kering dilakukan dengan cara menekan massa serbuk yang tidak
berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dgn
ukuran partikel yang diinginkan
Pada pembuatan tablet dengan metode cetak langsung, campuran obat dan
semua bahan tambahan (pengisi, penghancur, pelincir) dicampur kemudian
dicetak
Syarat agar campuran tersebut dapat dicetak, antara lain : mempunyai sifat alir
yang baik, kompressibilitas tinggi dan mempunyai efek lubricant yang baik.
7

Granulasi adalah beberapa proses yang bertujuan menyatukan partikel yang kecil
bersama-sama menjadi partikel yang lebih besar, gumpalan yang permanent agar
dapat mengalir bebas seperti pasir yang kering. Beberapa alasan membuat dalam
bentuk granul adalah :
1. Membuat bahan menjadi bebas mengalir
2. Memadatkan bahan
3. Menyiapkan campuran yang seragam yang tidak terpisah-pisah.
4. Meningkatkan daya kempa dari bahan obat.
5. Mengontrol kecepatan pelepasan dari obat
6. Memudahkan pengukuran
7. Mengurangi debu
8. Memperbaiki penampilan dari tablet

4. Data-data preformulasi

Sifar Fisika
o Ukuran partikel
Sifat-sifat fisika dan kimia tertentu dari zat obat dipengaruhi oleh
distribusi ukuran partikel, termasuk laju disolusi obat, bioavailabilitas,
keseragaman isi, rasa, tekstur, warna dan kestabilan. Tambahan pula, sifatsifat
seperti karateristik aliran dan laju sedimentasi juga merupakan faktor-faktor
8

penting yang berhubungan dengan ukuran partikel. Ukuran partikel dari zat
murni dapat mempengaruhi formulasi dan kemanjuran produk. Khususnya efek
ukuran partikel terhadap absorpsi obat. Keseragaman isi dalam bentuk sediaan
padat sangat tergantung kepada ukuran partikel dan distribusi bahan aktif pada
seluruh formulasi yang sama.
o Koefisien partisi dan konstanta disosiasi
Untuk memproduksi suatu respon biologis molekul obat pertamatama
harus menyeberangi sutau membrane biologis yang bertindak sebagai pembatas
lemak. Kebanyakan obat yang larut lemak akan menyeberang dengan proses
difusi pasif sedangakn yang tidak larut lemak akan menyeberangi pembatas
lemak dengan transport aktif. Karena hal ini maka perlu mengetahui koefisien
partisi dari suatu obat. Khusus untuk obat yang bersifat larut air maka perlu
pula diketahui konstanta disosiasi agar diketahui bentuknya molekul atau ion.
Bentuk molekul lebih muda terabsorpsi daripada bentuk ion.
o Kelarutan
Suatu sifat kimia fisika yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan,
terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus memiliki kelarutan dalam
air agar manjur dalam terapi. Agar suatu obat masuk kedalam sistem sirkulasi
dan menghasilkan suatu efek terapeutik, obat pertama-tema harus berada dalam
bentuk larutan. Senyawa-senyawa yang relative tidak larut seringkali
menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu.
o Polimorfisme
Suatu formulasi yang penting adalah bentuk kristal atau bentuk amorf
dari zat obat tersebut. Bentuk-bentuk polimorfismebiasanya menunjukkan sifat
fisika kimia yang berbeda termasuk titik leleh dan kelarutan. Bentuk
polimorfisme ditunjukkan oleh paling sedikit sepertiga dari senua
senyawasenyawa organic.
o Disolusi
Perbedaan aktivitas biologis dari suatu zat obat mungkin diakibatkan oleh
laju disolusi. Laju disolusi adalah waktu yang diperlukan bagi obat untuk
melarut dalam cairan pada tempat absorpsi. Untuk obat yang diberikan secara
oral dalam bentuk padatan, laju disolusi adalah tahap yang menentukan laju
absorpsi. Akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas dan
lama respon serta bioavailabilitas.
9

Sifat Kimia
o Kestabilan
Pengkajian praformulasi yang dihubungkan dengan fase praformulasi
termasuk kestabilan obat itu sendiri dalam keadaan padat, kestabilan fase
larutan dan kestabilan dengan adanya bahan penambah.
Penyelidikan awal dimulai dengan pengetahuan tentang struktur kimia
obat yang mengizikan mengantisipasi reaksi degradasi yang mungkin terjadi.
Ketidak stabilan kimia dari zat obat dapat mengambil banyak bentuk,
karena obat-obat yang digunakan sekarang adalah dari konstituen kimia yang
beraneka ragam. Secara kimia, zat obat adalah alcohol, fenol, aldehid, keton,
ester-ester, asam-asam, garam-garam, alkaloid, glikosida, dan lain-lain. Masing-
masing dengan gugus kimia relative yang mempunyai kecenderungan
berbeda terhadap ketidak stabilan kimia. Secara kimia proses kerusakan yang
paling sering meliputi hidrolisis dan oksidasi.

5. Bahan Tambahan Tablet (Eksipien)


Persyaratan eksipien :
- Pembuatan tablet harus mudah dengan adanya eksipien.
- Harus dipilih eksipien yang membuat mutu tablet lebih baik yang mendukung
pemenuhan syarat.
- Harus dapat melepaskan zat aktif.
- Tidak boleh mempersulit penetapan kadar zat aktif.
- Harus mendukung stabilitas fisik dan kimia zat aktif.
- Harus dapat menghasilkan granul yang mempunyai sifat aliran dan
kompresibiltas yang dikehendaki.

a) Bahan Pengisi (Diluent/Filler)


Tujuan Penggunaan :
Bahan pengisi diperlukan apabila dosis obat tidak cukup untuk membuat
bulk. Berat tablet berkisar 120 700 mg.
Memperbaiki sifat alir dan berfungsi sebagai bahan pengikat sehingga dapat
dikempa atau memacu aliran
Syarat-syarat bahan pengisi :
Harus Non Toksik
Secara fisiologis harus inert/netral
10

Stabil secara fisik dan kimia, baik dalam kombinasi dengan berbagai obat
atau komponen tablet lain
Color compatible (tidak mengganggu warna)
Tidak mengganggu bioavailabilitas obat

Bahan Pengisi dibedakan :


Bahan pengisi yang tidak larut
Contoh : Calcium sulfat, Calcium carbonat, Dibasic calcium phosphat,
Tribasic calcium phosphat, Amylum, dll
Bahan pengisi yang larut
Contoh : Lactose, Sucrose, Manitol, Sorbitol, dll
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan pengisi
Beberapa bahan pengisi dapat mengurangi bioavailabilitas obatnya. Contoh :
Produk Tetrasiklin dengan garam kalsium sebagai pengisi,
bioavailabilitasnya berkurang hingga separuh dari produk standart
Bahan pengisi juga dapat menyebabkan tak tersatukan secara kimia. Contoh
: interaksi antara gugus amin tertentu dengan pengisi laktosa menyebabkan
brown effect (tablet menjadi coklat/memucat)
Bahan pengisi yang bersifat absorbent, misalnya bentonit dan kaolin, tidak
boleh digunakan untuk produk-produk dengan dosis kecil seperti glikosida
jantung, alkaloid dan produk-produk estrogen sintetik.

b) Bahan Pengikat (Binder)


Bahan pengikat memegang peranan yang sangat penting dalam pembuatan granul.
Bahan ini akan menentukan :
Keseragaman ukuran granul
Kekerasan tablet
Waktu hancur
Dissolusi
Compressibility
Density granul
Kemungkinan terjadinya peristiwa migrasi bahan obat
Bahan pengikat ditambahkan, baik dalam bentuk kering maupun cairan dalam
proses granulasi basah atau menaikkan kekompakan kohesi bagi tablet cetak
11

langsung. Namun demikian, bahan pengikat akan lebih efektif bila digunakan
dalam bentuk larutan yang digunakan dalam granulasi basah.
Contoh komposisi bahan pengikat :
Amylum : 5 10 % b/v pasta dalam air
Gelatine : 2 10 % dalam air atau 2% dlm mucilago amyli
PVP (poly vinyl pyrrolidone) : 2 % dalam air atau alkohol
Methyl Celluloce : 2 10 % dalam air
Starch paste (pasta kanji) : 10 20 %

c) Bahan Penghancur (Disintegran)


Bahan penghancur (disintegrants) merupakan bahan atau campuran bahan
yang dapat menyebabkan tablet hancur ketika tablet kontak dengan cairan
saluran pencernaan.
Dapat berfungsi menarik air ke dalam tablet, mengembang dan
menyebabkan tablet pecah menjadi bagian-bagian
Fragmen-fragmen tablet tsb akan sangat menentukan kelarutan selanjutnya
dari obat dan tercapainya bioavailabilitas yang diharapkan
Cara penambahan bahan penghancur :
Setelah granulasi (external addition) : bahan penghancur + bahan pelicin
pada granul kering yang sudah diayak agar tablet dapat pecah menjadi
granul setelah kontak dengan air
Sebelum granulasi (internal addition) :penambahan bahan penghancur
sebelum bahan pengikat. Bahan penghancur, bahan obat, bahan pengisi
ditambah bahan pengikat dibuat granul. Untuk menghancurkan tablet sampai
ke partikel serbuk penyusun
Kombinasi : dengan tujuan efektivitas penghancuran tablet lebih baik, tablet
dengan mudah pecah menjadi granul dan selanjutnya granul akan hancur
menjadi partikel penyusunnya
Mekanisme aksi penghancuran :
Bahan yang meningkatkan aksi dari gaya kapiler dalam memproduksi
penyerapan air yang cepat. Bahan ini harus dapat mempertahankan struktur
berpori dari tablet selama pengempaan dan menurunkan tegangan antarmuka
terhadap air. Pengambilan air oleh partikel dalam tablet melalui pori-pori.
Contoh bahannya yaitu Pati, Avicel.
12

Bahan penghancur yang mengalami pengembangan. Bahan ini bekerja


dengan cara menngembang pada saat menyerap air, sehingga menyebabkan
tablet menjadi pecah. Bahan ini menimbulkan sedikit masalah yaitu dapat
menghasilkan massa yang lengket dan berbentuk gel yang dapat menahan
tablet untuk pecah. Contoh bahan ini adalah selulosa, clays, dan alginate
Bahan yang menghasilkan gas. Bahan ini basanya digunakan bila diinginkan
penghacuran dan kelarutan yang cepat dari tablet. Bahan ini bekerja dengan
cara menghasilkan gas pada saat berkontak dengan air, sehingga merusak
atau memecah tablet. Tablet ini biasanya disebut tablet effervescent. Bahan
ini sangat peka terhadap perubahan kelembaban. Contoh bahannnya Natrium
bikarbonat.
Enzim. Bahan ini bekerja dengan prisip Heat of Wetting. Heat of wetting
adalah panas yang dihasilkan akibat pembasahan. Matsumaru meneliti
bahwasanya pati akan sedikit bersifat exothermic pada saat dibasahkan dan
melaporkan bahwa hal ini disebabkan karena penekanan udara oleh air
dalam kapileratau pori-pori tablet.

d) Lubricant, antiadherent dan glidant


Bahan pelincir (lubricants) merupakan bahan atau campuran bahan yang berfungsi
untuk :
Memudahkan tablet didorong keluar dari die
Mencegah tablet melekat pada punch
Mencegah gesekan antara punch dan die
Memperbaiki kecepatan alir (flow rate) granul
Hal-hal yang harus diperhatikan pada penggunaan lubricant :
Ukuran partikel lubricant (umumnya : 80 100 mesh)
Lama waktu pencampuran, karena dapat menyebabkan kenaikan
waktu hancur dan menurunkan kadar dissolusi obat (Max. 5 menit)
Contoh bahan bahan pelincir :
Talk kadar sampai dengan 5 %
Metalic (Mg, As, Ca) Stearat Max 1%
PEG jarang digunakan
Lubrikan bekerja berdasarkan atas dua mekanisme yaitu :
Lubrikasi cairan, disebabkan karena dua permukaan yang begerak dan
dilicinkan oleh cairan lubrikan, Contohnya Minyak mineral, tetapi bahan ini
13

tidak digunakan dalam pembuatan tablet karena dapat menimbulkan noda


minyak pada tablet.
Lubrikasi pembatas, Lubrikasi ini mengakibatkan bagian polar dari molekul
dilindungi oleh karbon berantai panjang dari logam dari permukaan dinding
die.
Lubrikan dapat diklasifikasikan berdasarkan kelarutannya dalam air, yaitu :
1. Lubrikan larut air, contohnya asam borat, natrium benzoate, natrium klorida dsb
2. Lubrikan tidak larut air, contohnya garam-garam stearat, asam stearat, talk dsb
- Lubrikan yang sering digunakan adalah yang tidak larut air, hal ini karena
lubrikan ini efektif pada konsentrasi yang rendah.
- Lubrikan larut air hanya digunakan pada saat akan membuat tablet yang
larut air dengan sempurna sebelum diminum, contohnya tablet effervescent.
- Kedua lubrikan ini haruslah dicampurkan dalam granulasi setelah
dilewatkan pada ayakan no Mesh 200, karena fungsi lubrikan adalah
melapisi sehingga keefektifannya ditentukan oleh luas permukaan.
Antiadherent adalah bahan yang mencegah pelekatan pada punch dan
dinding die, contohnya adalah talk. Magnesium stearat, dan apti jagung merupakan
bahan antiadherent yang terbaik.
Glidant adalah bahan yang memperbaiki sifat alir dari tablet, tetapi hamper
semua glidan memiliki sifat lubrikan yang jelek. Contohnya adalah talk, pati
jagung, Cab-O-sil, syloid dan aerosol. Glidan dapat mengurangi kecenderungan
garnul untuk pecah atau memisah karena disebabkan getaran yang berlebih.
Beberapa bahan dapat bertindak sebagai lubrikan, antiadherent dan glidant.
Tetapi tidak ada bahan yang memiliki tiga sifat tersebut dengan baik, sehingga
menurut beberapa ahli ada baiknya menggunakan dua jenis bahan yang saling
mendukung ketiga sifat tersebut.

e) Pewarna (Coloring agent)


Pewarna dicampurkan kedalam tablet umumnya untuk tiga tujuan yaitu :
Pewarna dapat digunakan sebagai identifikasi dari suatu produk dengan
produk yang lain yang dibuat dalam satu pabrik atau suatu produk yang juga
diproduksi oleh pabrik lain.
Pewarna dapat membantu mengurangi waktu pencampuran dalam
pembuatan tablet.
14

Pewarna ditambahkan untuk nilai estetikanya sehingga menarik perhatian


pasien.
Pewarna yang digunakan haruslah yang disetujui oleh atau terdapat pada daftar
FD&C, berdasarkan kelarutannya diair pewarna dapat dibedakan menjadi :
Pewarna yang larut dalam air (dyes), dimana pencampuran dilakukan
dengan melarutkan dalam larutan pengikat, hal ini dimaksudkan agar
diperoleh keseragaman warna.
Pewarna yang tidak larut air (lakes) dicampurkan dalam keadaan kering,
biasanya digunakan dalam kempa langsung.
Pewarna yang sering digunakan
Pewarna Nama umum
Red 3 Erythrosine
Red 40 Allura red AC
Yellow 5 Tartrazine
Yellow 6 Sunset Yellow
Blue 1 Brilliant Blue
Blue 2 Indigotine
Green 3 Fast Green

f) Pengaroma dan pemanis


Pengaroma atau pemanis umumnya digunakan untuk memperbaiki rasa dari
tablet kunyah. Pengaroma biasanya diperoleh dari bahan alam ataupun secara
sintetik.
Pengaroma jika berupa padatan ditambahkan dalam bentuk butiran spray
atau minyak pada saat lubrikasikarena sifat sensitive bahan ini terhadap
kelembaban dan kecenderungannya menguap saat ada peningkatan suhu.
Pengaroma yang larut air jarang digunakan karena cenderung tidak stabil
saat penyimpanan. Minyak pengaroma biasanya ditambahkan dalam bahan
lubrikan sebanyak 0,7% b/b tanpa mempengaruhi daya alir. Pemanis ditambahkan
utamanya pada tablet kunyah contohnya manitol, laktosa, sukrosa, dan dekstrosa
tetapi kurang menutupi rasa, sehingganya biasanya ditambahkan lagi dengan
saccharin dan aspartame.

g) Adsorben
Melindungi zat khasiat dari pengaruh lembab
Menghomogenkan distribusi zat khasiat
15

Menghindari kebasahan akibat sifat dan kombinasi zat khasiat

Penyerap atau adsorbent seperti silicon dioksida (Syloid, Cab-O-Sil, Aerosil)


dapat menahan sejumlah cairan tanpa menyebabkan basah. Hal ini mengijikan
banyak minyak, ekstrak cair, bahan yang eutektikum dapat dicampurkan kedalam
tablet. Silikon dioksida selain sebagai adsorben juga dapat berfungsi sebagai
glidan.
Bahan lain yang potensial sebagai adsorben yaitu bentonit, kaolin,
magnesium silikat, tricalcium fosfat, magnesium karbonat, dan magnesium oksida.
Bahan cair yang akan ditambahkan dalam formula tablet terlebih dahulu
dicampurkan dengan adsorben.
6. PIL (PILLULAE)
a) Komponen pil
1. Zat utama : Berupa bahan obat
2. Zat tambahan berupa :
Zat Pengisi
Gunanya untuk memperbesar volum pil. Contohnya : Akar manis, bolus alba
atau bahan lain yang cocok.
Zat Pengikat
Membuat massa supaya saling melekat antara satu dengan yang lain.
Contohnya : Sari akar manis, gom akasia dan tragakan.
Zat Penabur
Membuat sediaan yang telah terbentuk tidak melekat satu sama lain.
Contohnya liqopodium dan talk.
Zat penyalut
Digunakan untuk menutup rasa dan bau yang tidak enak. Mencegah
perubahan karena pengaruh udara. Agar pil dapat pecah dalam usus.
Contohnya : Perak, tolu balsam, keratin, sirlak, kolodium, salol, gelatin, gula.
Zat pembasah
Membasahi massa sebelum dibentuk. Contohnya : Air, gliserol, sirup, madu,
campuran bahan tersebut atau bahan lain yang cocok.

7. Pengawet yang digunakan dalam sediaan farmasi


Product Concentration Proportion of USP
Preservative
type (%, w/v) formulations in
16

which preservative
used (%)
Parenteral Benzyl alcohol 0,1-3,0 31,0
Methyl / prophyl 0,08-0,1/
13,8
parabean 0,001-0,023
Phenol 0,2-0,5 7,9
Methyl parabean
0,1 6,6
(alone)
Chlorbutanol 0,25-0,5 5,3
Sodium
0,025-0,66 5,3
metabisulphite
Opthalmic Benzalkonium
0,0025-0,0133 50,0
chloride
Thiomersal 0,001-0,5 19,8
Methyl / prophyl
0,05-/0,01 6,6
parabean
Benzalkonium
0,01/0,1 3,3
chloride plus EDTA
Creams Benzyl alcohol 1,0-2,0 25,4
Methyl / prophyl
NA 18,6
parabean
Methyl paraben
0,1-0,3 11,9
(alone)
Benzoic acid 0,2 8,5
Sorbic acid 0,1 8,5
Chlorocresol 0,05 6,8
Oral Sodium benzoate NA 34,4
Methyl/propyl
NA 18,3
paraben
Methyl paraben
0,1 9,7
(alone)
Methyl paraben plus
NA 7,5
sodium benzoate
*Only the most commonly used agents are listed ; thus percentage in each product
category do not total 100%; NA= not available.

8. Tablet Effervescent
Komponen Tablet effervescent :
17

a) Kandungan Asam
o Food acids (asam sitrat, asam tartrat, dll)
o Acid salts (sodium dihydrogen phosphate, acid citrate salts, dll)
o Food acid yang banyak digunakan adalah asam sitrat dan asam tartrat.
Biasanya penggunaannya dikombinasi karena jika asam sitrat dan asam
tartrat digunakan sendiri-sendiri dalam bentuk tunggal akan
menimbulkan masalah dalam proses pembuatan. Jika digunakan asam
sitrat saja, maka yang terbentuk hanya campuran yang melekat saja,
sukar membentuk granul. Sementara itu, jika digunakan asam tartrat saja,
dapat terbentuk granul, namun granul yang terbentuk akan mudah
kehilangan kekuatannya dan menggumpal.
Kandungan Karbonat
Sering digunakan: natrium bikarbonat, natrium karbonat
Perbandingan Asam-basa
o Dasar: stoikiometri
Persamaan reaksi:
(1) H3C6H5O7.H2O + 3NaHCO3 Na3C6H5O7 + 4H20 + 3CO2
Asam sitrat Na-bikarbonat
(2) H2C4H4O6.H2O + 2NaHCO3 Na2C4H4O6 + 2H2O + 2CO2
Asam tartrat Na-bikarbonat
Jadi, untuk menetralisasi 1 molekul asam sitrat, dibutuhkan 3 molekul natrium
bikarbonat. Dan untuk menetralisasi 1 molekul asam tartrat, dibutuhkan 2 molekul
natrium bikarbonat.
Contoh: berapa jumlah natrium bikarbonat yang dibutuhkan dalam suatu formula
untuk menetralkan campuran 252,0 g asam tartrat dengan 162,0 g asam sitrat?
Jawab:
Untuk 162,0 g asam sitrat (klik pada gambar untuk melihat gambar lebih jelas):

x = 194,3 g natrium bikarbonat

Untuk 252,0 g asam tartrat (klik pada gambar untuk melihat gambar lebih jelas):
18

x = 282,1 g natrium bikarbonat

Jadi, total natrium bikarbonat yang dibutuhkan adalah: 194,3 + 282,1 = 476,4 g
NaCO3

Penentuan perbandingan asam-basa ini juga harus memerhatikan 2 hal,


yaitu:
1) Sifat fisika kimia tablet:
Fisika: jangan sampai penambahan asam-basa memperjelek kekerasan, waktu
hancur, dll dari tablet.
2) Rasa
Umumnya rasa dari asam lebih disukai daripada rasa dari basa yang pahit

b) Binder and Granulating Agents


o Fungsi: untuk membentuk granul. Kenapa dibuat granul? Karena
granul memiliki permukaan yang tidak rata sehingga permukaan-
permukaan antar granul dapat saling masuk dan mengikat. Alhasil,
campuran bisa mengalir dan bisa dikempa.
o Gom alam, gelatin, pasta, dan amilum jarang digunakan karena ikatan
yang muncul terlalu kuat. Jika pecah dalam air, obat keluar masih
dalam bentuk granul sehingga larutnya lama.
o Yang sering digunakan adalah larutan PVP dalam alkohol. Alkohol ini
akan mengering saat proses pengeringan sehingga aman untuk
digunakan.
c) Diluents (Filler)
o Yang digunakan sebagai pengisi adalah bahan yang tidak hanya suka
air, tapi bisa larut dalam air, agar larutan yang dihasilkan nanti jernih.
Contoh: laktosa
o Perlu diperhatikan: ukuran dan kompresibilitas campuran bahan
o Yang banyak digunakan adalah sodium bicarbonate karena harganya
yang cukup murah. Bahan lain yang dapat digunakan sebagai diluent
adalah sodium chloride

c) Lubricants (Pelicin)
19

o Sebagai pelicin, partikel bahan yang digunakan harus halus dan harus
bisa melapisi permukaan partikel. Perlu diperhatikan kata-kata
melapisi permukaan partikel, yang berarti bahwa, penambahan
bahan pelicin harus dilakukan secara eksternal, sebagai pelapis, yang
terakhir kali ditambahkan di dalam formula.
o Fungsi: glidant, lubricants, antiadherent. Kata lubricants telah
digunakan untuk menyebut bahan pelicin secara umum. Namun,
semua bahan pelicin tetap harus memiliki ketiga fungsi tersebut, tidak
hanya berfungsi sebagai lubricants saja.
o Lubrikan hidrofobik seperti talc dan Mg-stearat sukar masuk ke dalam
granul. Jadi, yang sering digunakan adalah lubrikan hidrofilik seperti
sodium benzoate dan PEG 8000 (micronizad).
o Saat melapisi permukaan tablet effervescent, lubricants berfungsi:
Sebagai bantalan
Mengabsorpsi lembab
Mengurangi gaya elektrostatik sehingga tidak terjadi perlekatan
antargranul
Proccessing
o Pembuatan tablet effervescent harus pada kondisi khusus, yaitu pada
kelembaban rendah dengan temperatur tepat atau kurang dari 25 oC.
Jika kondisi ruangan lembab, maka akan muncul masalah tablet sticky
(liat) dan stabilitasnya terganggu.
o Peralatan yang digunakan sama dengan peralatan untuk membuat
tablet biasa, disesuaikan dengan metode yang digunakan. Secara
umum, digunakan mixer, granulator dan mesin tablet.
o Ada beberapa metode pembuatan tablet, yaitu:
Wet granulation
Dry granulation
Fluidized bed granulation

Wet granulation
Prinsipnya sama dengan granulasi basah biasa. Jumlah bahan pengikat yang
digunakan kecil (0,1-0,5%) agar tidak keras. Jika tablet keras, maka melarut dan
hancurnya tablet akan lama. Bahan pengikat yang banyak akan membutuhkan air
20

sebagai pelarut yang banyak dan ini dapat menurunkan stabilitas tablet. 3 metode
granulasi basah:
1) Wet granulation with heat
Metode ini klasik, tapi sulit untuk mengontrol reprodusibilitas hasilnya.
Caranya, asam sitrat hidrous dengan kadar air kecil (8,5%) dicampur. Kadar air
yang kecil ini membuat air tidak akan dapat bereaksi dengan asam-basa selama
proses pencampuran. Kemudian, campuran ini dipanaskan. Saat dipanaskan, air
menguap dan ikatan menjadi agak keras. Terjadilah granul. Namun, granul ini
hanyalah granul kering yang sulit ditebak kekuatan ikatannya sehingga
reprodusibilitasnya jelek. Hasil akan lebih baik jika menggunakan high-speed
mixing.
2) Wet granulation with nonreactive liquids
Metode ini adalah yang paling banyak digunakan, prinsipnya seperti
granulasi basah biasa. Cairan penggranul yang biasa diguanakan adalah etanol dan
isopropanol. Contoh bahan pengikat yang digunakan adalah PVP, berupa larutan
bahan pengikat atau serbuk kering, baru ditambah ke cairan penggranul. Cara
mencampur bahan dengan pengikat ada 3, yaitu:
a) Serbuk pengikat + solven musilago ditambah ke bahan
b) Serbuk pengikat + bahan baru ditambah solven
Air yang ditambahkan sulit dikontrol karena terserap oleh pengikat. Setelah
ditambahkan solven, akan terbentuk gel yang mengikat partikel-partikel bahan.
Proses terbentuknya gel juga sulit.
c) Larutan pengikat ditambahkan langsung ke bahan
Larutan melarutkan partikel bahan. Jadi, yang menjadi pengikat adalah partikel-
partikel permukaan yang melarut ke solutio.
3) Wet granulation with reactive liquids
Air yang digunakan harus dalam jumlah kecil (0,1-0,5%). Menggunakan alat FBG
(fluidized bed granulation). Bahan dicampur di FBG, lalu disemprot bahan
pengikat. Karena panas, solven yang disemprot akan langsung menguap.
Dry granulation
Dilakukan dengan menggunakan mesin tablet (slugging) atau dapat pula
menggunakan roller compactor/chillsonator (klik pada gambar untuk melihat
gambar lebih jelas).
Pretableting Operation
21

Sebelum penabletan dilakukan, bahan yang sudah dicampur perlu diuji distribusi
ukuran partikelnya, kadar air granulnya dan homogenitas campurannya
Kontrol Kualitas
Setelah penabletan dilakukan, dicek pH larutannya. pH asam akan lebih baik.
Kepada panelis, ditanyakan bagaimana rasa sesungguhnya, tingkat kemanisan dan
aroma dari sediaan yang sudah jadi.
Pengemasan
o Sachet
o Strip dan blister: bagian bawahnya dilapisi aluminum foil agar kedap
air
o Tabung: bagian dalamnya dilapisi aluminum foil agar kedap air

9. Uji Stabilitas
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan zat obat atau produk obat untuk
tetap di dalam spesifikasi yang dibentuk untuk menjaga identitas, kekuatan,
kualitas dan kemurnian melalui luar tes ulang atau berakhirnya masa dating.
Tujuan penelitian stabilitas adalah untuk menentukan umur simpan, yaitu
jangka waktu penyimpanan pada kondisi tertentu di mana produk obat masih
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan perusahaan.
Stabilitas merupakan faktor penting dari kualitas, keamanan dan kemanjuran
dari produk obat. Sebuah produk obat, yang tidak kestabilan yang cukup, dapat
mengakibatkan perubahan fisik (seperti kekerasan, laju disolusi, dll fasa
pemisahan) serta karakteristik kimia (pembentukan zat dekomposisi risiko tinggi)
Stabilitas kimia obat sangat penting karena menjadi kurang efektif
mengalami degradasi.. Dekomposisi juga dapat menghasilkan obat beracun oleh
produk yang berbahaya bagi pasien. Mikrobiologi ketidakstabilan suatu produk
obat steril juga bisa berbahaya.
Penentuan kadaluarsa obat dilakukan melalui serangkaian pengujian yang
disebut uji stabilitas obat. Selama penyimpanan ataupun transportasi, obat bisa
mengalami perubahan secara fisik maupun kimia, sehingga diperlukan suatu uji
stabilitas terhadap produk yang akan dipasarkan.
Stabilitas adalah kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang
ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan. Dari hasil uji
stabilitas, maka kita dapat mengetahu masa edar dari suatu obat. Masa edar
didefinisikan sebagai periode waktu yang ditetapkan pada tingkat konfidensi 95%
22

bahwa dalam periode waktu tersebut produk tetap mengandung zat aktif tidak
kurang dari batas bawah spesifikasi dari jumlah yang tertera pada label. ji stabilitas
ini bertujuan untuk membuktikan bagaimana mutu zat aktif atau produk obat
berubah seiring waktu, dibawah pengaruh faktor lingkungan seperti temperatur,
kelembaban, dan cahaya.
Uji stabilitas sendiri ada 2 jenis, yaitu uji stabilitas dipercepat (Accelered
stability analysis) dan uji stabilitas jangka panjang. Pada uji stabilitas dipercepat,
obat disimpan pada kondisi ekstrim di suatu lemari uji yang disebut climatic
chamber, obat dalam kemasan aslinya dipaparkan pada suhu 40 2 oC dan
kelembanban 75 5%
Pada masa lalu banyak perusahaan farmasi mengadakan evaluasi mengenai
kestabilan sediaan farmasi dengan pengamatan selama 1 tahun atau lebih, sesuai
dengan waktu normal yang diperlukan dalam penyimpanan dan dalam
penggunaan. Metode seperti ini memakan waktu dan tidak ekonomis. Penelitian
yang dipercepat pada temperature tinggi juga banyak dilakukan oleh banyak
perusahaan, tetapi kriterianya sering merupakan criteria buatan yang tidak
didasrkan pada prinsip-prinsip dasar kinetik. Contohnya, cairan pada suhu 37oC
mempercepat penguraian 2 kali lajunya pada temperature normal, sementara
persahaan lain mengandaikan bahwa kondisi tersebut mempercepat penguraian
dengan 20 kali laju normal. Levy telah membuktikan bahwa koefisisen temperature
buatan dan kestabilan tidak dapat diterapkan pada sediaan-sediaan cair dan sediaan
farmasi yang lain. Perkiraan waktu penyimpanan harus diiikuti dengan analisis
yang dirancang secara hati-hati untuk bermacam-macam bahan dalam produk jika
hasilnya ingin cukup berarti.
Metode ini dipercepat untuk produk-produk farmasi yang didasarkan pada
prinsip-prinsip kinetika kimia ditunjukkan oleh Garret dan Carper. Menurut teknik
ini, nilai k untuk penguraian obat dalam larutan pada berbagai temperatur yang
dinaikkan diperoleh dengan memplot beberapa fungsi konsentrasi terhadap waktu.
Logaritma laju spesifik kemudian diplot terhadap kebalikan dari temperatur mutlak
dan hasil berupa garis lurus diekstrapolasi sampai temperature ruang digunakan
untuk memperoleh pengukuran kestabilan obat pada kondisi penyimpanan biasa.

10. Sterilisasi sediaan akhir dan metode-metode sterilisasi


23

Secara umum metode pembuatan sediaan steril dibagi menjadi 2 : metode


sterilisasi akhir dan metode aseptis. Pemilihan metode disesuaikan dengan
stabilitas zat aktif, formula dan metode sterilisasi yang digunakan.

1. Metode sterilisasi akhir


Metode sterilisasi akhir merupakan proses sterilisasi yang dilakukan setelah
sediaan selesai dikemas, untuk selanjutnya dilakukan sterilisasi, jenis metode
sterilisasi yang sering digunakan adalah metode sterilisasi panas lembab
menggunakan autoklaf, namun sterilisasi akhir dapat dilakukan dengan berbagai
metode (panas kering, filterisasi, EM, pengion, gas, dsb), hal ini tergantung
pertimbangan keefektifan, efisiensi, dan ketepatan serta kesesuaian dengan zat-zat
dalam sediaan.

2. Cara aseptic
Cara aseptik bukan termasuk metode sterilisasi. Cara aseptik hanya bisa dilakukan
khusus untuk zat aktif yang tidak tahan/rusak terhadap suhu tinggi, antibiotik dan
beberapa hormon merupakan contoh sediaan dengan perlakuan metode aseptis.
Cara aseptis pada prinsipnya adalah cara kerja untuk memperoleh sediaan steril
dengan cara mencegh kontaminasi jasad renik/partikel asing kedalam sediaan.
Proses cara aseptisnya adalah melakukan sterilisasi pada semua bahan sediaan
(pada awal sebelum pembuatan sediaan) sesuai dengan sifat dari bahan yang
digunakan. kemudian dilanjutkan pada proses pembuatan dan pengemasan dalam
ruang steril atau didalam laminar air flow untuk mencegah kontaminasi. Pada
proses aseptis masih terdapat celah terjadinya kontaminasi, sehingga apabila
metode sterilisasi akhir bisa dilakukan maka metode aseptis tidak perlu dilakukan.

Macam Macam Metode Sterilisasi


a. Sterilisasi Panas/thermal
sterilisasi panas merupakan sterilisasi yang dianggap paling efektif, tetapi
kelemahannya tidak bisa diaplikasikan pada zat aktif yang tidak tahan panas/rusak
karna panas, sterilisasi panas dibagi menjadi 2 :
Sterilisasi Panas Lembab : Sterilisasi panas lembab adalah sterilisasi
dengan menggunakan uap panas dibawah tekanan berlangsung didalam
autoklaf, umumnya dilakukan dalam uap jenuh dalam waktu 30 menit
24

dengan suhu 115 C - 116 C, lama dan suhu tergantung bahan yang
disterilisasi, untuk mengetahuinya lihat farmakope indonesia
Sterilisasi Panas Kering : metode sterilisasi dengan menggunakan oven
pada suhu160 170 C selama 1-2 jam. umumnya sterilisasi panas dilakukan
pada jenis minyak, serbuk yang tidak stabil terhadap uap air, dan alat-alat
gelas ukur yang tidak digunakan untuk pengukuran (Bukan alat ukur)
b. Sterilisasi Radiasi
Sterilisasi radiasi dibagi menjadi 2 :
Radiasi elektromagnetik (EM) adalah sterilisasi menggunakan sinar
ultraviolet (UV). sinar UV ini memotong DNA mikroorganisme sehingga
ekspresi DNA tidak terjadi. keterbatasannya sterilisasi cara ini hanya bisa
bekerja pada permukaan, tidak bisa menembuh bahan padat.
Radiasi pengion adalah metode sterilisasi yang menggunakan sinar gamma
untuk merusak DNA mikroorganisme, kelebihannya bisa menembus zat
padat
c. Sterilisasi Gas
Sterilisasi menggunakan gas etilen oksida, kelemahannya zat ini mudah
terbakar, bersifat mutagenik dan toksik, sehingga dikhawatirkan terdapat residu
setelah sterilisasi. Pilihan sterilisasi cara gas biasanya pilihan akhir bila zat tidak
tahan panas ataupun uap air.
d. Sterilisasi Filtrasi
Sterilisasi yang menggunakan alat khusus yang menggunakan
penyaring/filter matriks pori pori tertentu. menggunakan pori pori 10 nm untuk
virus dan 0,22 nm untuk bakteri.

11. Tegangan permukaan dan Fenomena antarmuka


Aplikasi Tegangan Permukaan dan Antarmuka dalam Bidang Farmasi :
- formulasi sediaan serbuk yang hidrofob
- menentukan jenis surfaktan untuk membuat emulsi
- meningkatkan stabilitas suspensi dan emulsi
- mengatasi sediaan obat yang berbusa
- adsorbsi obat pada saluran pencernaan

Tegangan Permukaan
25

terjadi karena adanya gaya kohesi (yaitu gaya tarik-menarik antar partikel
sejenis. Resultan gaya tidak sama dengan nol.

Ilustrasi

cairan yang terletak di permukaan cenderung memperkecil luas


permukaannya dengan menyusut sekuat mungkin/ mengerutkan permukaan
lapisan cairan seolah-olah tertutup selaput elatis tipis pada permukaannya

Tegangan Antarmuka
adalah gaya per satuan panjang yang terdapat pada antarmuka dua fase cairan
yang tidak dapat tercampur.
permukaan : gas/padat, gas/cair
setiap permukaan : antar muka
- emulsi : cair-cair
- suspensi : cair-padat

Rumus Tegangan Permukaan


26

Metode Menentukan Tegangan Permukaan pada Cairan


- Metode Kapiler
- Metode Cincin Du Nuouy

1. Metode Kapiler

h : elevation of the liquid (m)


y : surface tension (N/m)
p : density of liquid

2. Metode Cincin Du Nuouy


Prinsip : gaya yang diperlukan untuk mengangkat cincin sampai ke permukaan
cairan dijadikan dasar
penentuan tegangan permukaan.

cincin de nuouy tebuat dari platina

Efek Suhu
surface tension always decreases with temperature as thermal motions reduce
the effect of intermolecular attractions.
Itulah alasan mengapa mencuci pakaian kotor dengan air panas lebih mudah
dari pada mencuci air dengan air dingin, tegangan permukaan kecil, sehingga
mudah dibasahi (air lebih banyak kontak dengan kotoran)

Efek Surfaktan
semakin tinggi konsentrasi surfaktan, tegangan permukaan semakin kecil.

Antarmuka Padatan-Cairan
27

- Wettability
adhesi >> kohesi = mudah terbasahi
adhesi << kohesi = sukar terbasahi

Zat pembasah digunakan dalam pembuatan suspensi, berguna untuk menurunkan


tegangan permukaan cairan. contoh : tween dan span. Untuk zat padat dipakai
humektan berguna untuk mengusir udara di permukaan. contoh : gliserin,
propilenglikol

Antarmuka Cairan-Cairan
Hidrofob Hidrofil :
Surfaktan

apabila surfaktan dimasukan ke dalam fase minyak-air maka gugus polar akan
terarah ke fase air, dan fase nonpolar ke arah minyak sehingga terbentuk misel
seperti gambar berikut :

HLB ( Hidrophyl-Lipophyl-Balance) adalah ukuran surfaktan yang menunjukan


keseimbangan bagian hidrofil dan lipofil. Harga HLB makin besar berarti surfaktan
makin bersifat hidrofil.

12. Suspensi
a) Suspensi terdiri dari beberapa jenis yaitu :
28

1. Suspensi Oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan
ditujukkan untuk penggunaan oral.
2. Suspensi Topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukkan untuk penggunaan pada kulit.
3. Suspensi Optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel
yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk penggunaan
pada mata.
4. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung partikel-partikel
halus yang ditujukkan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
5. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium
cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran
spinal.
6. Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua
persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai.

b) Stabilitas Suspensi
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara
memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari pertikel. Cara
tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas suspensi adalah :
1. Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut
serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran
partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya.
Sedangkan antar luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan
hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil
luas penampangnya.
2. Kekentalan / Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan
tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil). Hal
ini dapat dibuktikan dengan hukum STOKES
29

Ket :
V = Kecepatan Aliran
d = Diameter Dari Partikel
p = Berat Jenis Dari Partikel
p0 = Berat Jenis Cairan
g = Gravitasi
= Viskositas Cairan

3. Jumlah Partikel / Konsentrasi


Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka
partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering
terjadi benturan antara partikel tersebut.
Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh
karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan
terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.
4. Sifat / Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan
yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah
merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengruhi.
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer,
homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat
dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan
tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending agent
(bahan pensuspensi), umumnya besifat mudah berkembang dalam air
(hidrokoloid).

Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokan menjadi


dua, yaitu :
1. Bahan pensuspensi dari alam.
Bahan pensuspensi dari alam yang biasanya digunakan adalah jenis gom /
hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga
30

campuran tersebut membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya


mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah dan akan menambah
stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, PH,
dan proses fermentasi bakteri.
a. Termasuk golongan gom :
Contonya : Acasia ( Pulvis gummi arabici), Chondrus, Tragacanth , Algin
b. Golongan bukan gom :
Contohnya : Bentonit, Hectorit dan Veegum.
2. bahan pensuspensi sintesis
a. Derivat Selulosa
Contohnya : Metil selulosa, karboksi metil selulosa (CMC), hidroksi metil
selulosa.
b.Golongan organk polimer
Contohnya : Carbaphol 934.

c) Cara Mengerjakan Obat Dalam Suspensi


1. Metode pembuatan suspensi :
Suspensi dapat dibuat dengan cara :
Metode Dispersi
Metode Precipitasi

2. Sistem pembentukan suspensi :


Sistem flokulasi
Sistem deflokulasi
Secara umum sifat-sifat dari partikel flokulasi dan deflokulasi adalah :
a. Deflokulasi
Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.
Sedimentasi yang terjadi lambat masing-masing patikel mengendap terpisah
dan ukuran partikel adalah minimal.
Sediaan terbentuk lambat.
Diakhir sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi
lagi.
b.Flokulasi
Partikel merupakan agregat yang basa
Sedimentasi terjadi begitu cepat
31

Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi
kembali seperti semula.

d) Formulasi suspensi
Membuat suspensi stabil secara fisis ada 2 kategori :
Pada penggunaan Structured Vehicle untuk menjaga partikel deflokulasi
dalam suspensi Structured Vehicle, adalah larutan hidrokoloid seperti tilose,
gom, bentonit, dan lain-lain.
Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun
terjadi cepat pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah
disuspensikan kembali.
Pembuatan suspensi sistem flokulasi ialah :
1. Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium.
2. Lalu ditambah zat pemflokulasi, biasanya berupa larutan elektrolit, surfaktan
atau polimer.
3. Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir.
4. Apabila dikehendaki agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, maka
ditambah Structured Vehicle.
5. Produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam Structured Vehicle.

e) Penilaian Stabilitas Suspensi


1. Volume sedimentasi
Adalah Suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula
mula dari suspensi (Vo) sebelum mengendap.

2. Derajat flokulasi.
Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir dari suspensi flokulasi (Vu)
terhadap volume sedimentasi akhir suspensi deflokulasi (Voc).

3. Metode reologi
Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu
menemukan perilaku pengendapan, mengatur vehicle dan susunan partikel untuk
tujuan perbandingan.
4. Perubahan ukuran partikel
32

Digunakan cara Freeze-thaw cycling yaitu temperatur diturunkan sampai titik


beku, lalu dinaikkan sampai mencair kembali. Dengan cara ini dapat dilihat
pertumbuhan kristal, yang pokok menjaga tidak terjadi perubahan ukuran
partikel dan sifat kristal.

13. Emulsi
Emulsi adalah
dispersi koloidal 2 cairan yang tidak bercampur karena perbedaan kepolaran.
globul terdispersi makromolekul (dengan ukuran 100-100.000 m) dalam
medium pendispersi.
Tahap penentu pembentukan emulsi:
Tahap pemisahan: disrupsi dan distruksi. Ruahan menjadi globul ditentukan
oleh waktu dan kecepatan pengadukkan. Pengadukkan dengan kecepatan
tinggi menggunakan ultraturax sudah pecah (sudah opak seperti susu dan
kecepatan diturunkan) masuk ke dalam tahap stabilisasi.
Tahap stabilisasi: mekanisme kerja emulgator.
Faktor yang harus diperhatikan dalam proses emulsifikasi:
1. Polidispersi globul sferis tergantung dari pengadukkan fasa terdispersi.
2. Enersi antar muka 2 cairan yang tidak bercampur menyebabkan
ketidakstabilan sehingga usaha enersi antar muka minimum.
3. Stabilisator pada antar muka.
4. Bahan peningkat viskositas dapat mengurangi kecepatan penggabungan
globul terdispersi.
5. Dibentuk 2 fase stabilisasi dengan fase ketiga adalah emulgator atau multi
emulsi (o/w/o, w/o/w)
Tujuan Pembentukan Emulsi:
1. Meningkatkan kelarutan
2. Meningkatkan stabilitas
3. Memperbaiki penampilan
4. Menutupi rasa tidak enak
5. Efek obat diperlambat
Faktor yang Mempengaruhi Proses Emulsifikasi:
Tegangan permukaan 2 fase cair, karena adanya perbedaan polaritas dan zat
cair tersebut.
33

Energi bebas permukaan: dapat membentuk koalescen, yaitu penggabungan


globul.
Emulgator: film antar muka, tolak menolak muatan, dan repulsi sterik untuk
emulgator muatan.

Mekanisme Stabilisasi Emulsi:


1. Emulgator surfaktan: membentuk lapisan film monolayer pada antar muka
globul. Macam2 surfaktan: surfaktan kationik, anionik, nonionik (Span dan
Tween), dan zwitter ion. Surfaktan harus dipanaskan karena akan
meningkatkan asosiasi globul dan menurunkan viskositas fase terdispersi
sehingga lebih mudah terbentuk.
2. Emulgator koloid hidrofil: membentuk lapisan film multilayer pada antar
muka globul dan dapat meningkatkan viskositas. Contoh koloid hidrofil:
gelatin, agar-agar, tragakan, karagenan, gom arab, dan Na-alginat. Koloid
hidrofil harus dikembangkan terlebih dahulu. Lapisan film multilayer
terbentuk karena adanya air sehingga terbentuk crosslink/struktur 3 dimensi
di sekitar globul karena adanya ikatan hidrogen sehingga dapat menjerat air.
Selulosa jika digunakan sebagai koloid hidrofil, hati-hati terhadap valensi
tinggi karena dapat merusak lapisan multilayer sehingga terbentuk
koalescen. Koalescen adalah ukuran lapisannya berkurang karena
emulgatornya berkurang.
3. Emulgator partikel halus: membentuk lapisan monolayer pada antar muka
globul karena kemampuan partikel halus teradsorpsi pada permukaan.
Kekuatan stabilisator pada emulgator partikel halus sangat lemah, tergantung
dari keruahan minyak. Tidak terbentuk lapisan multilayer dikarenakan
partikel halus teradsorpsi pada permukaan globul. Contoh yang sering
digunakan adalah veegum, bentonit, dan PGA. Veegum dan bentonit harus
ditambahkan dengan air panas lalu dikocok dengan blender dengan
kecepatan tinggi agar partikel dapat dipecah sehingga air bisa berpenetrasi
ke dalamnya. PGA dikembangkannya tidak boleh dengan di blender karena
nanti polimernya akan terpecah-pecah. Apabila terpecah makan akan tidak
dapat membentuk crosslink antar polimer tersebut.
- Tegangan permukaan yang tinggi distabilkan oleh emulgator. Hal ini diperlukan
agar partikel tidak bergabung. Jika partikel bergabung, maka dosis tidak merata.
34

- Pengadukkan dapat mendispersikan fase terdispersi. Hal ini disebabkan karena


memberikan energi kinetika yang dapat menyebabkan fase terdisperdi terpecah
menjadi globul-globul kecil.
- Untuk membuat antasid tidak disarankan menggunakan koloid hidrofil sebagai
suspending agent, karena kapasitas penetralannya asamnya tidak sempurna.
Antasid digunakan untuk menetralkan asam lambung akibat gastritis dengan
mengadsorpsi asam lambung. Karena mempunyai kemampuan untuk
mengadsorpsi sehingga kapasitas penurunanya menurun.
Formulasi Dalam Emulsi:
1. Fasa terdispersi
2. Fasa pendispersi
3. Komponen aditif
Ketiga faktor di atas menentukan:
Pembentukan emulsi. Parameter fisikanya adalah: panas, waktu
pengadukkan, dan kecepatan pengadukkan. Parameter kimianya: stabilitas
kimia (pH) dan penguraian (toksisitas).
Pertimbangan formula, tergantung dari konsistensi/viskositas dan rheologi.
Pemilihan fasa minyak dilihat faktor-faktor yang mempengaruhinya,
misalnya konsistensi, rasa, dan koefisien partisi zat aktif dengan aditif.

Penentuan koefisien partisi adalah memakai air-oktanol lalu ditambahkan zat


kemudian kocok sekian menit. Lalu tentukan konsentrasi fasa minyak dan fasa air.
Koefisien partisi = [pada minyak]/[pada air]

Aditif dalam sediaan emulsi:


1. Pengawet, misalnya propil paraben (tidak larut baik dalam air) dan metil
paraben.
2. Antioksidan
3. Emulgator
4. Flavour

M/A atau A/M, dasar pemilihannya adalah misalnya A/M diperlukan dosis yang
besar. Hal ini dikarenakan dilepaskannya sedikit-sedikit. Contoh A/M adalah TPN
(Total Parenteral Nutrition). Tipe A/M lebih viskos daripada M/A.
35

Bentuk ketidakstabilan emulsi:


1. Flokulasi: dikarenakan emulgator kurang, lapisan pelindung tidak menutupi
semua bagian globul sehingga 2 globul bersatu membentuk aggregat.
2. Koalescens: dikarenakan hilangnya lapisan film dan globul semakin besar
dan bersatu.
3. Kriming: dikarenakan adanya pengaruh gravitasi sehingga terjadi pemekatan
di permukaan dan di dasar.
4. Inversi fasa: dikarenakan adanya perubahan viskositas.
5. Breaking/demulsifikasi: pecah akibat hilangnya lapisan film karena
pengaruh suhu.

Mikroemulsi: dispersi cair-cair dalam bentuk miselar dengan ukuran partikel 10-
100 nm. Dalam mikroemulsi terjadi solubilisasi miselar dimana misel-misel
bergabung dan membutuhkan konsentrasi surfaktan yang tinggi.
Faktor yang harus diperhatikan dalam mikroemulsi:
1. Luas permukaan partikel terdispersi: memepengaruhi enersi antar muka.
2. Stabilita fisik dan pembentukan sistem yang spontan.
3. Derajat solubilisasi: misel surfaktan, globul emulsi, dan solubilisasi yang
terjadi.
4. Kinetika solubilisasi tergantung dari derajat solubilisasi dan transisi misel
surfaktan dan globul emulsi.
5. Pengaruh temperatur dan komposisi mikroemulsi.

Mikroemulsi: partikel lebih kecil, luas permukaan lebih besar tetapi karena adanya
konsentrasi surfaktan dan co-surfaktan yang tinggi menyebabkan partikel
terselimuti secara rapat sehingga lebih stabil daripada emulsi biasa dan tidak
memerlukan pengocokkan yang kuat. Co-surfaktan diperlukan untuk menurunkan
hidrofilisitas fase air. Contoh co-surfaktan: etoksidiglikol, poligliseril 6-dioleat,
poligliseril 6-isostearat, poligliseril 3-diisostearat.
Sifat mikroemulsi:
Ukuran partikel 10-100 nm
Stabil
Sederhana
Ada kekuatan solubilisasi
Ada peningkat aktivitas
36

Penampilan: cair dan transparan.


Contoh formula:
Gliserin
Trietanolamin
Mg-alumunium silikat
Metil paraben
Air

Pada mikroemulsi, fase minyak memakai yang viskositasnya rendah. Hal ini
dikarenakan agar densitasnya tidak naik sehingga mudah dicampur dan tidak
kriming.

Emulgel: sediaan emulsi yang fase airnya ditingkatkan viskositasnya dengan


menambahkan gelling agent.
Emulgel mikroemulsi lebih sulit pembuatannya karena konsentrasi surfaktan dan
co-surfaktan yang tinggi menyebabkan air sulit berpenetrasi.
Formulasi emulsi dengan rasio fase air-minyak:
untuk menilai potensial termodinamika dalam sistem 2 fasa pada T&P
konstan adalah energi bebas Gibbs berhubungan dengan HLB.
perubahan spontan akan terjadi karena adanya reduksi energi bebas (G < 0)
Komposisi tergantung dari 1 komponen independen dalam sistem 2 fasa.

14. Kestabilan Emulsi


Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan
air dicampurkan lalu dikocok kuat-kuat, keduanya akan membentuk sistem dispersi
yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di
sebelah dalam fasa yang lainnya. Secara umum, sebuah emulsi dapat juga dianggap
tidak stabil secara fisik jika:
a) Fase internal atau fase terdispersi selama penyimpanan cenderung
membentuk kumpulan bulatan (glubule),
b) bulatan-bulatan berasal atau kumpulan dari bulatan tersebut naik ke
permukaan atau turun ke dasar emulsi membentuk sebuah lapisan fase
internal yang pekat, dan
c) Apabila semua atau sebagian cairan dari faase internal menjadi tidak-
teremulsi dan membentuk lapisan berbeda pada bagian atas atau bawah
37

emulsi sebagai akibat dari penggabungan butiran-butiran fase internal.


Disamping itu, emulsi bisa dipengaruhi oleh kontaminasi dan pertumbuhan
mikroba dan perubahan-perubahan kimia dan fisik lainnya.
Bila proses pengocokan pada air dan minyak tadi dihentikan, akan terjadi
pemisahan kembali. Pemisahan ini akan mengganggu kestabilan emulsi.

Kestabilann emulsi ini dipengaruhi oleg gaya-gaya yang bekerja pada sistem
tersebut yang ditentukan oleh dua gaya, yaitu :
- Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals.
Gaya ini menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk
agregat dan mengendap.
- Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan
ganda elektrik yang bermuatan sama (Anonim, 2009). Gaya ini akan
menstabilkan dispersi koloid.

Kestabilan emulsi pada sistemnya juga dipengaruhi oleh beberapa faktor


penting. Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi, adalah:
Tegangan antarmuka rendah
Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka
Tolakan listrik double layer
Relatifitas phase pendispersi kecil
Viskositas tinggi

15. Salep
A. Definisi Salep
Salep dan cream adalah sediaan yang berbentuk setengah padat, terutama
untuk pemakaian lokal. Sediaan setengah padat ini diformulasikan dengan
konsistensi sedemikian rupa, sehingga diperoleh produk yang halus dan lembek
yang mudah dioleskan pada permukaan kulit. Bagian kulit yang paling
berpengaruh untuk absorpsi obat adalah : bagian epidermis, kelenjar rambut,
kelenjar keringat serta kelenjar minyak.
Epidermis adalah lapisan kulit paling luar di mana salep/cream tersebut
dioleskan. Tebal epidermis tersebut berlain-lainan tergantung dari letak kulit,
sehingga sangat berpengaruh pada daya penyerapan obat. Bagian epidermis ini
dilapisi oleh suatu lapisan film yang terdiri dari lemak-lemak, yang mempunyai
38

pH sekitar 4,5-6,5 dengan akibat diperoleh absorpsi yang berbeda pula. Telah
terbukti bahwa absorpsi obat ke dalam kulit selain melalui lapisan epidermis tadi,
juga melalui saluran-saluran di dalam kulit, seperti kelenjar rambut dan kelenjar
keringat.
Faktor-faktor yang memegang peranan di dalam proses absorpsi melalui kulit
antara lain adalah:
1. Koefisien partisi dari pada obat.
2. Kelembaban dan suhu kulit.
3. Jenis penyakit yang terdapat pada kulit.
4. Konsentrasi bahan berkhasiat.
5. Dasar salep/cream yang dipakai.
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen
dalam dasar salep yang cocok. Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan
untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lender (Anonim, 1979).
Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok:
dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar saleop serap, dasar salep yang dapat
dicuci dengan air dan dasar salep yang dapat larut dalam air. Setiap salep obat
menggunakan salah satu dasar salep tersebut (Anonim, 1995)
Macam-macam dasar salep antara lain :
1. Dasar salep hidrokarbon,
Dasar salep ini yaitu terdiri antara lain vaselin putih, Vaselin kuning, Paravin
encer, Paravin padat, Jelene, Minyak tumbuh-tumbuhan, Campuran Vaselin
dengan malam putih, malam kuning.
Dasar salep hidrokarbon (dasar bersifat lemak) bebas air, preparat yang
berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila lebih
minyak sukar bercampur. Dasar hidrokarbon dipakai terutama untuk efek
emolien. Dasar salep tersebut bertahan pada kulit untuk waktu yang lama dan
tidak memungkinkan larinya lembab ke udara dan sukar dicuci. Kerjanya
sebagai bahan penutup saja. Tidak mengering atau tidak ada perubahan dengan
berjalannya waktu (Ansel, 1989).
2. Dasar salep serap
Dasar salep ini dapat dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama
terdiri atas dasar yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam
minyak (Paraffin hidrofilik dan Lanolin anhidrat) dan kelompok kedua terdiri
39

atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan
air tambahan (Lanolin) (Ansel, 1989).
3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep hidrofilik
dan lebih tepatnya disebut krim. dasar salep ini mudah dicuci dari kulit atau
dilap basah, sehingga lebih dapat diterima untuk bahan dasar kosmetik.
Beberapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif dengan menggunakan dasar
salep ini. Keuntungan lain adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah
menyerap air pada kelainan dermatologik (Ansel, 1989).
4. Dasar salep larut dalam air
Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari
konstituen larut air. Sama halnya dengan dasar salep yang dapat dicuci dengan
air dasar salep ini banyak memiliki keuntungan (Ansel, 1989).

Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang
diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, serta
stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan
dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan.
Misalnya obat-obat yang dapat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep
hidrokarbondaripada dasar salep yang mengandung air meskipun obat tersebut
bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air (Anief, 2003).

B. Metode Pembuatan Salep


1. Metode Pelelehan
Zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai
membentuk fasa yang homogen
2. Metode Triturasi
Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau
dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa
basis
3. Zat yang mudah larut dalam air dan stabil
Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat larut dalam air yang
tersedia, maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampur dengan basis
salep yang dapat menyerap air,
4. Salep yang dibuat dengan peleburan
40

a. Dalam cawan porselen


b. salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil bagian
lemaknya (air ditambahkan terakhir)
c. Bila bahan-bahan dari salep mengandung kotoran, maka masa salep yang
meleleh perlu dikolir (disaring dengan kasa)dilebihkan 10-20%.

Basis salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok :


1. basis hidrokarbon,
2. basis absorpsi (basis serap),
3. basis yang dapat dicuci dengan air, dan
4. basis larut dalam air.
Basis salep yang lain seperti basis lemak dan minyak lemak serta basis silikon.
Setiap salep obat menggunakan salah satu basis salep tersebut

Basis hidrokarbon
1. sifat inert
2. umumnya merupakan senyawa turunan minyak bumi (Petrolatum) yang
memiliki bentuk fisik semisolid dan dapat juga dimodifikasi dengan wax atau
senyawa turunan minyak bumi yang cair (Liquid Petrolatum)
3. Basis ini digolongkan sebagai basis berminyak bersama dengan basis salep
yang terbuat dari minyak nabati atau hewani
Sifat minyak yang dominan pada basis hidrokarbon menyebabkan basis
ini sulit tercuci oleh air dan tidak terabsorbsi oleh kulit. Sifat minyak yang
hampir anhidrat juga menguntungkan karena memberikan kestabilan optimum
pada beberapa zat aktif seperti antibiotik.
Basis ini juga hanya menyerap atau mengabsorbsi sedikit air dari
formulasi serta menghambat hilangnya kandungan air dari sel-sel kulit dengan
membentuk lapisan film yang waterproff.
Basis ini juga mampu meningkatkan hidrasi pada kulit. Sifat-sifat
tersebut sangat menguntungkan karena mampu mempertahankan kelembaban
kulit sehingga basis ini juga memiliki sifat moisturizer dan emollient.
Selain mempertahankan kadar air, basis ini juga mampu meningkatkan
hidrasi pada kulit (horny layer) dan hal ini dapat meningkatkan absorbsi dari zat
aktif secara perkutan. Hal ini terbukti dengan mengukur peningkatan efek
vasokonstriksi pada pemberian steroid secara topikal dengan basis hidrokarbon.
41

Kerugian Basis Hidrokarbon


1. Sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian serta sulit
tercuci oleh air sehingga sulit dibersihkan dari permukaan kulit.
2. Hal ini menyebabkan penerimaan pasien yang rendah terhadap basis
hidrokarbon jika dibandingkan dengan basis yang menggunakan emulsi seperti
krim dan lotion.

Beberapa contoh kandungan basis hidrokarbon


1. Soft Paraffin
Basis diperoleh melalui pemurnian hidrokarbon semisolid dari minyak bumi.
Jenis sof paraffin yaitu :
berwarna kuning digunakan untuk zat aktif yang berwarna
berwarna putih (melalui proses pemutihan) digunakan untuk zat aktif yang tidak
berwarna, berwarna putih, atau berwarna pucat.
Proses pemutihan menyebabkan sebagian pasien sensitif terhadap soft paraffin
yang berwarna putih
2. Hard Paraffin
Merupakan campuran bahan-bahan hidrokar-bon solid yang diperoleh dari
minyak bumi. Sifat fisiknya tidak berwarna s/d berwarna putih, tidak berbau,
memiliki tekstur berminyak seperti wax, dan memiliki struktur kristalin.
Hard paraffin biasanya digunakan untuk memadatkan basis salep.
3. Liquid Paraffin
Merupakan campuran hidrokarbon cair dari minyak bumi. Umumnya transparan
dan tidak berbau. Mudah mengalami oksidasi sehingga dalam penyimpanannya
ditambahkan antioksidan seperti Butil hidroksi toluene (BHT), digunakan untuk
menghaluskan basis salep dan mengurangi viskositas sediaan krim. Jika
dicampur dengan 5% low density polietilen, lalu dipanaskan dan dilakukan
pendinginan secara cepat, akan menghasilkan massa gel yang mampu
mempertahankan konsistensinya dalam rentang suhu yang cukup luas (-15oC
hingga 60oC).
Sifatnya stabil pada perubahan suhu, kompatibel terhadap banyak zat aktif,
mudah digunakan, mudah disebar, melekat pada kulit, tidak terasa berminyak
dan mudah dibersihkan.

C. Pertimbangan Pemilihan Bahan :


42

Pemilihan basis salep disesuaikan dengan sifat zat aktif dan tujuan penggunaan.
Sifat :
1. Basis hidrokarbon bersifat kompatibel dengan banyak zat aktif karena inert,
2. Sedikit atau tidak mengandung air,
3. Tidak mengabsorbsi air dari lingkungannya.
4. Kandungan airnya yang sangat sedikit dapat mencegah hidrolisis zat aktif
seperti beberapa antibiotik.
5. Kemampuan menyerap air yang rendah menyebabkan basis ini dapat
digunakan pada eksudat (luka terbuka).
6. Meskipun demikian, basis ini tetap meningkatkan hidrasi kulit sehingga
meningkatkan absorbsi zat aktif secara perkutan.

Oleh karena itu, basis hidrokarbon merupakan basis dari salep dasar dan
jika tidak disebutkan apa-apa maka basis hidrokarbon yang digunakan sebagai
salep dasar adalah vaselin putih.
Dasar salep Hidrokarbon ini dikenal sebagai dasar salep berlemak,
bebas air, dimana preparat berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam
jumlah sedikit saja. Bila lebih, akan susah bercampur. Salep ini dimaksudkan
untuk memperpanjang kontak obat dengan kulit dan bertindak sebagai
pembalut/penutup. Dasar salep ini digunakan sebagai emolien dan sifatnya
sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama.
Contoh : vaselin kuning dan putih, salep kuning dan putih, paraffin dan minyak
mineral. Vaselin kuning boleh digunakan untuk mata, sedangkan yang putih
tidak boleh karena masih mengandung H2SO4.

1. Vaselin Kuning/Flavum
Vaselin kuning adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon
setengah padat yang diperoleh dari minyak bumi. Dapat mengandung zat
penstabil yang sesuai. Pemerian : massa seperti lemak, kekuningan hingga
amber lemah; berfluoresensi sangat lemah walaupun setelah melebur, dalam
lapisan tipis transparan, tidak atau hampir tidak berbau dan berasa. Kelarutan :
tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida,
dalam kloroform dan dalam minyak terpentin; larutdalam eter, dalam heksana,
dan umumnya dalam minyak lemak dan minyak atsiri; praktis tidak larut dalam
etanol dingin dan etanol panas dan dalam etanol mutlak dingin.
43

2. Vaselin Putih/Album
Vaselin putih adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon
setengah padat yang diperoleh dari minyak bumi dan keseluruhan atau hampir
keseluruhan dihilangkan warnanya. Dapat mengandung zat penstabil yang
sesuai. Pemerian : putih atau kekuningan pucat, massa berminyak transparan
dalam lapisan tipis setelah didinginkan pada suhu 0 derajat C. Kelarutan : tidak
larut dalam air; mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida, dalam
kloroform, larut dalam heksana, dan dalam sebagian besar minyak lemak dan
minyak atsiri, sukar larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan dalam
etanol mutlak dingin.
3. Parafin
Parafin adalah campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan, yang
diperoleh dari minyak tanah. Pemerian : hablur tembus cahaya atau agak buram,
tidak berwarna atau putih, tidak berbau, tidak berasa, agak berminyak.
Kelarutan : tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam
kloroform, dalam eter, dalam minyak menguap, dalam hampir semua jenis
minyak lemak hangat, sukar larut dalam etanol mutlak.
4. Salep Kuning
Tiap 1000 g mengandung 50 g lilin dan 950 g vaselin kuning. Lilin
kuning adalah lilin yang dimurnikan yang dihasilkan dari sarang tawon (Apis
mellifera). Lelehkan lilin kuning dalam steam bath, tambahkan vaselin kuning,
hangatkan hingga menjadi cair. Hentikan pemanasan dan aduk campuran
sampai mengental.
5. Salep putih
Tiap 1000 g mengandung 50 g lilin putih dan 950 g vaselin putih. Lilin
putih adalah lilin lebah murni yang diputihkan. Lelehkan lilin putih dalam
steam bath, tambahkan vaselin putih, hangatkan hingga menjadi cair. Hentikan
pemanasan dan aduk campuran sampai mengental.
6. Minyak mineral
Minyak mineral adalah campuran hidrokarbon cair yang diperoleh dari
minyak tanah. Berguna untuk menggerus bahan yang tidak larut pada preparat
salep dengan dasar berlemak. Dapat mengandung bahan penstabil yang sesuai.

D. Metode pembuatan salep


Menurut Ansel (1989), salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu: metode
44

pencampuran dan metode peleburan. Metode untuk pembuatan tertentu


terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya.
1. Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur dengan segala cara
sampai sediaan yang rata tercapai.
2. Peleburan
Pada metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep
dicampurkan dengan melebur bersama-sama dan didinginkan dengan
pengadukan yang konstan sampai mengental. Komponen-komponen yang tidak
dicairkan biasanya ditambahkan pada cairan yang sedang mengental setelah
didinginkan. Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir bila
temperatur dari campuran telah cukup rendah tidak menyebabkan penguraian
atau penguapan dari komponen.

E. Pengujian salep
Meliputi uji sifat fisik dan kecepatan pelepasan obat dari salep:

1. Uji sifat fisik salep terdiri dari:


a. Viskositas
Viskositas menyatakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi
akan semakin besar tegangan. (Martin dkk, 1993).
b. Daya melekat
Untuk mengetahui lamanya salep melekat pada kulit.
c. Daya menyebar
Untuk mengetahui kelunakan massa salep pada waktu dioleskan pada kulit yang
diobati.
d. Daya proteksi
Untuk mengetahui kekuatan salep melindungi kulit dari pengaruh luar pada
waktu pengobatan.

2. Kecepatan pelepasan obat


Untuk mengetahui pelepasan obat pada kulit dengan membran selofan (Voigt,
1984).
Metode pelepasan obat dari basis dapat dilakukan dengan :
1. Metode in-vitro
45

Metode in-vitro terdiri dari:


a. Metode pelepasan tanpa batas membran
b. Metode difusi dengan kontrol membran, yang terdiri dari:
1) Membran kulit tiruan
2) Membran kulit alami
3) Sel difusi
4) Kondisi sel difusi tiruan secara in-vitro (Barry, 1983)

Uji pelarutan in-vitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam
suatu media dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung
dalam produk obat. Sifat medium pelarutan juga akan mempengaruhi uji
pelarutan. Kelarutan maupun jumlah obat dalam bentuk sediaan harus
dipertimbangkan. Dalam melakukan uji in-vitro ini perlu diperhatikan beberapa
faktor, yaitu :

a) Ukuran dan bentuk wadah yang mempengaruhi laju dan tingkat pelarutan.
Jumlah pengadukan dan sifat pengadukan. Kenaikan pengadukan dari media
pelarut akan menurunkan tebal stagnant layer mengakibatkan kelarutan obat
lebih cepat (Shargel dan Yu, 2005). Pengadukan terlalu lemah ada resiko
cuplikan dalam medium tidak homogen dan pengadukan terlalu kuat
menyebabkan turbulensi (Aiache,1982).
b) Suhu.
Dalam medium percobaan suhu harus dikendalikan pada keadaan yang konstan
yaitu dilakukan pada suhu 37 oC sesuai dengan suhu tubuh manusia. Adanya
kenaikan suhu selain dapat meningkatkan gradien konsentrasi juga akan
meningkatkan energi kinetik molekul dan meningkatkan tetapan difusi sehingga
akan menaikkan kecepatan disolusi (Shargel dan Yu, 2005).
c) Medium pelarutan
Sifat medium pelarutan akan mempengaruhi uji pelarutan obat. Medium
disolusi hendaknya tidak jenuh dengan obat. Medium yang baik merupakan
persoalan tersendiri dalam penelitian. Dalam uji, biasanya digunakan suatu
media yang lebih besar daripada jumlah pelarut yang diperlukan untuk
melarutkan obat secara sempurna (Shargel dan Yu, 2005).

2. Metode in-vivo
46

a. Penelitian respon fisiologis dan farmakologi pada hewan uji.


b. Sifat fisika kulit
c. Metode histologi
d. Analisis pada cairan badan atau jaringan
e. Kehilangan permukaan (Barry, 1983).

16. Krim, Gel dan Pasta

CREAM
Cream merupakan sediaan semisolid yang menggunakan basis emulsi, dapat
bertipe A/M ataupun M/A, dapat mengandung zat aktif (obat) atau tidak
mengandung zat aktif (kosmetika). Cream menjadi alternatif pillihan sediaan
semisolid karena jika dibandingkan dengan salep (unguenta) yang bukan berbasis
emulsi, cream lebih menunjukkan keunggulan yaitu pada aspek kelembutan,
kelunakan, dan bahwa cream relatif tidak meninggalkan kesan berminyak (greasy)
jika dibanding salep dengan basis bukan basis emulsi. Dalam segi absorpsi, cream
juga lebih baik jika dibanding salep, karena mengandung air yang dapat membantu
proses hidrasi pada kulit, sehingga kulit akan terlembabkan dan obat dapat
terpenetrasi dengan baik.
Terkait bahwa cream merupakan sediaan semisolid berbasis emulsi, maka
kriteria cream sama dengan kriteria untuk sediaan emulsi.

Basis cream biasanya terdiri dari:


1. Asam lemak, contoh : asam steara
2. Basa kuat, contoh : triethanolamin
3. Emulgator eksternal, contoh: tween, span
4. Humektan, contoh: gliserol, sorbitol, propilen glikol
5. Antioksidan, contoh: BHA, BHT
6. Pengawet, contoh: Nipagin, Nipasol

Humektan merupakan bahan yang higroskopis, mampu mempertahankan


kandungan air dalam sediaan (mencegah kekeringan sediaan) serta mendukung
hidrasi kulit, sehingga kondisi kelembaban kulit dapat terjaga.
47

Dalam pembuatan krim, secara umum ada 2 macam reaksi yang terjadi,
yaitu:
1. Reaksi penyabunan
Reaksi ini merupakan reaksi kimia antara sejumlah asam lemak dalam komposisi
cream yang direaksikan dengan basa kuat, membentuk sabun dan gliserol. Sabun
yang terjadi, merupakan emulgator internal yang digunakan dalam reaksi
selanjutnya
2. Reaksi emulsifikasi
Reaksi ini merupakan reaksi fisika antara sisa asam lemak yang tidak tersabunkan,
dengan air, dalam kondisi asam lemak yang meleleh, membentuk suatu emulsi
yang distabilkan oleh sabun sebagai emulgator internal. Dalam sediaan cream ini
juga sering ditambahkan emulgator eksternal untuk lebih menjamin stabilitas fisik
dari cream tersebut.

GEL
Gel merupakan sediaan semisolid yang mengandung cairan yang terperangkap
dalam suatu matriks 3 dimensi yang terbentuk dari gelling agent yang
mengembang.

Gel dapat dikategorikan menurut:


1. Jenis gelling agent
a. Gel organic
Merupakan gel dengan gelling agent yang memiliki rantai atom C, atau merupakan
suatu polymer dengan kemampuan mengembang setelah bersentuhan dengan
cairan. Biasanya terbentuk satu fase, tidak ada batasan antara gelling agent dengan
cairan
Contoh: gel dengan gelling agent CMC-Na, Carbopol
b. Gel inorganic
Merupakan gel dengan gelling agent suatu bahan inorganic. Biasanya nampak
batas antara gelling agent dengan cairan. Contoh: bentonit magma, Veegum
2. Jenis cairan yang terperangkap
a. Organogel
Organogel atau oleaogel merupakan gel dengan cairan berwujud minyak.
b. Hydrogel
48

Merupakan gel dengan cairan berupa air. Hydrogel sangat umum diaplikasikan
dalam desain sediaan semisolid dengan keunggulannya yang samasekali tidak
menimbulkan kesan berminyak (greasy), dapat memberikan daya tarik sehubungan
dengan kejernihan sediaan (namun tidak semua htdrogel jernih, sangat tergantung
dengan bahan lain, apakah terlarut atau terdispersi dalam gel), kehalusan dan
kelembutan sediaan, dan bahwa saat diaplikasikan, meninggalkan lapisan tipis
transparan yang elastic pada permukaan kulit.
c. Emulgel
Merupakan gel dengan cairan berbentuk emulsi, biasanya untuk menghantarkan
minyak yang merupakan zat aktif dalam sediaan tersebut, dengan mengurangi
kesan berminyak dalam aplikasinya.

Suatu gel dapat mengandung komponen:


1. Zat aktif
2. Gelling agent bahan pembentuk gel
3. Cairan untuk hidrogel berupa air, yang mengembangkan gelling agent
4. Humektan
5. Pengawet
6. Antoksidan

PASTA
Pasta merupakan sediaan semisolid yang mengandung banyak partikel solid
yang terdispersi dalam basis. Pasta dapat digunakan sebagai agen pembersih gigi
(pasta gigi, yang mengandung bahan abrasif) ataupun sebagai bahan intermediet
pembuatan salep, sebelum dicampurkan dengan basis yang lain (contoh:
pembuatan pasta ZnO dengan minyak mineral pada peracikan Zinc Oxide
ointment, sesaat sebelum disatukan dengan white ointment dengan metode
levigasi).

17. Persyaratan sediaan steril

- Fisik : kejernihan, partikel, suspense


- Kimia : isotonis, isohidris
- Biologi : steril, pirogen
49

1. Kejernihan
Kejernihan adalah suatu batasan yang relatif, yang artinya sangat dipengaruhi
oleh penilaian subjektif dari pengamat. Tujuan dilakukan uji kejernihan ini
adalah untuk mengetahui kejernihan dari sediaan yang dibuat. Syarat kejernihan
yaitu sediaan larutan ( kecuali suspensi dan emulsi) adalah tidak ada zat yang
terdispersi dalam larutan jernih
2. Partikel
Sediaan steril harus bebas dari partikel melayang karena dapat menyebabkan
kontaminasi dan membawa mikroorganisme.
Partikel asing tersebut merupakan partikel-partikel yang tidak larut yang dapat
berasal dari larutan dan zat kimia yang terkandung, lingkungan, peralatan,
personal, maupun dari wadah. Partikel asing tersebut dapat menyebabkan
pembentukan granuloma patologis dalam organ vital tubuh. Untuk mengetahui
keberadaan partikel asing dilakukan dengan menerawang sediaan pada sumber
cahaya. Tujuan dari uji partikel asing ini adalah agar mengetahui apakah ada
partikel dalam sediaan. Dari hasil uji ini mensyaratkan bahwa tidak terdapat
partikel asing dalam sediaan.
Pada waktu pembuatan sediaan steril kemungkinan jika masih terdapat partikel
asing bisa terjadi karena sewaktu penyaringan masing ada partikel yang lolos
dari saringan
3. Tipe suspense
Untuk sediaan steril tipe suspense harus memenuhi persyaratan yang berlaku
untuk suspensi steril
Suspensi optalmik merupakan sediaan cair steril yang mengandung partikel-
partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk
penggunaan pada mata.
Suspensi untuk injeksi merupakan sediaan berupa suspensi serbuk dalam
medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam
saluran spinal.
Sedangkan suspensi untuk injeksi kontinyu merupakan sediaan padat kering
dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa
yang sesuai.
50

Suspensi steril berlaku sebagai obat yang hipertonis, mengambil cairan dari
jaringan sekitar. Sehingga akhirnya bisa larut. Walau sudah larut semua, cairan
tetap sebagai hipertonis
Persyaratan fisik lainnya :
- Stabil.
Artinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika (ataupun kimia). Misal jika
bentuk sediaan larutan maka sediaan tersebut tetap berada dalam bentuk larutan
(bukan suspensi). Sifat stabil ini berkaitan dengan formulasi. Ketidakstabilan
dapat dilihat dari:
a.terjadi perubahan warna
Contoh: larutan adrenalin yang awalnya berwarna jernih karena teroksidasi
akan menjadi merah karena terbentuk adenokrom.
b.terjadi pengendapan
Contoh: injeksi aminophilin dibuat dengan air bebas CO2, karena jika tidak
bebas CO2 maka akan terbentuk theopilin yang kelarutannya kecil dalam air
sehingga akan mengendap. Akibatnya dosis menjadi berkurang.
4. Tonisitas
Tonisitas menggambarkan tekanan osmose yang diberikan oleh suatu larutan
(zat padat yang terlarut di dalamnya)
Suatu larutan dapat bersifat isotonis, hipotonis, atau hipertonis
NaCl 0,9 % sebagai larutan pengisotoni
Tidak semua sediaan steril harus isotonis, tapi tidak boleh hipotonis, beberapa
boleh hipertonis

Anda mungkin juga menyukai