Ruangan di industri farmasi merupakan salah satu aspek yang harus dijaga
kebersihannya. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang antar produk
maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Permukaan ruangan harus kedap air, tidak terdapat sambungan atau
retakan, tidak
merupakan tempat pertumbuhan mikroba, mudah dibersihkan, bagian
sudut dan tepi
dinding dibuat melengkung.
2. Pipa saluran udara, listrik, air dipasang diatas langit-langit.
3. Lampu penerangan harus dipasang rata dengan langit-langit.
4. Tahan terhadap bahan pembersih.
Area pabrik dibagi menjadi 4 zona dimana masing-masing zona memiliki
spesifikasi tertentu. Empat zona tersebut meliputi :
a. Unclassified Area
Area ini merupakan area yang tidak dikendalikan (Unclassified area)
tetapi untuk kepentingan tertentu ada beberapa parameter yang dipantau.
Termasuk didalamnya adalah laboratorium kimia (suhu terkontrol), gudang
(suhu terkontrol untuk cold storage dan cool room), kantor, kantin, ruang ganti
dan ruang teknik.
b. Black area
Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area yang termasuk
dalam kelas ini adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti dengan area
produksi, area staging bahan kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap
karyawan wajib mengenakan sepatu dan pakaian black area (dengan penutup
kepala)
c. Grey area
Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area yang masuk
dalam kelas ini adalah ruang produksi produk non steril, ruang pengemasan
primer, ruang timbang, laboratorium mikrobiologi (ruang preparasi, ruang uji
potensi dan inkubasi), ruang sampling di gudang. Setiap karyawan yang masuk
2
ke area ini wajib mengenakan gowning (pakaian dan sepatu grey). Antara
black area dan grey area dibatasi ruang ganti pakaian grey dan airlock.
d. White area
Area ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah LAF). Ruangan
yang masuk dalam area ini adalah ruangan yang digunakan untuk penimbangan
bahan baku produksi steril, ruang mixing untuk produksi
steril, background ruang filling , laboratorium mikrobiologi (ruang uji
sterilitas). Setiap karyawan yang akan memasuki area ini wajib mengenakan
pakaian antistatik (pakaian dan sepatu yang tidak melepas partikel).
Antara grey area dan white area dipisahkan oleh ruang ganti
pakaian white dan airlock.
Airlock berfungsi sebagai ruang penyangga antara 2 ruang dengan kelas
kebersihan yang berbeda untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari ruangan
dengan kelas kebersihan lebih rendah ke ruang dengan kelas kebersihan lebih
tinggi. Berdasarkan CPOB, ruang diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, D dan
E, dimana setiap kelas memiliki persyaratan jumlah partikel, jumlah mikroba,
tekanan, kelembaban udara dan air change rate.
Jumlah partikel/m3
Hygine
Kelas At rest In Operational
Zoning
0,5 (m) 5,0 (m) 0,5 (m) 5,0 (m)
A 100 3.520 20 3.520 20
B 100 3.520 29 352.000 2.900
C 10.000 352.000 2.900 29.000
3.520.000
D 100.000 29.000 NS NS
3.520.000
E1 UC NS NS NS NS
E2 UC NS NS NS NS
E3 UC NS NS NS NS
- Mengaktivasi sitokin
- Merusak dinding endothelia
- Penurunan tekanan darah yang disebabkan karena peningkatan permeabilitas
kapiler.
Metode analisis The Limulus Amebocyte Lysate (LAL) test adalah uji in vitro
untuk mendeteksi dan analisis kuantitatif endotoksin bakteri. Metode LAL yang
dilakukan mencakup teknik gel-clot dan turbidimetri kinetic dan kromogenik
(kolorimetri).
Prinsip metode LAL yaitu memanfaatkan dasar respon imun dari kepiting
landam kuda terhadap invasi bakteri gram negatif. Bahan2 yang terkandung
dalam amubosit landam kuda diantaranya berbagai protein, faktor, ko-faktor
dan ion-ion yang kemudian berinteraksi menyebabkan kagulasi. Endotoksin
gram negatif mengkatalis aktivasi dalam lisat amubosit limus. Kecepatan awal
aktivasi ditentukan oleh konsentrasi endotoksin.
Prinsip Teknik Gel-Clot yaitu aktivasi dari enzim yang terdapat pada LAL
terhidrolisis oleh endotoksin bakteri gram negatif menghasilkan koagulin, sekali
terhidrolisis maka koagulin yang dihasilkan akan bergabung dengan sendirinya
dan membentuk gumpalan atau bekuan seperti gel.
Prinsip Teknik Kinetic Turbidimetri yaitu dengan menggunakan kecepatan
pembentukan gel yang terjadi akibat koagulasi untuk menentukan kandungan
endotoksin.
Prinsip Teknik Kromogenik yaitu dengan adanya LAL dan endotoksin maka
endotoksin akan mengkatalis aktivasi suatu proenzim, kemudian enzim yang
teraktivasi akan mengkatalis pecahnya PNA. PNA yang dilepaskan diukur
dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 405 nm menghasilkan warna
kuning. Nilai absorbansi sebanding dengan jumlah endotoksin kemudian
dibandingkan dengan kurva endotoksin standar.
Kerugian :
Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara obat dengan pengisi
dapat menimbulkan stratifikasi di antara granul yang selanjutnya dapat
menimbulkan tidak seragamnya isi obat dalam tablet
Pada obat dosis besar, perlu tambahan bahan pengisi sehingga tablet menjadi
besar
Bahan pengisi yang bisa dicetak langsung, biasanya harganya mahal
Granulasi Kering dilakukan dengan cara menekan massa serbuk yang tidak
berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dgn
ukuran partikel yang diinginkan
Pada pembuatan tablet dengan metode cetak langsung, campuran obat dan
semua bahan tambahan (pengisi, penghancur, pelincir) dicampur kemudian
dicetak
Syarat agar campuran tersebut dapat dicetak, antara lain : mempunyai sifat alir
yang baik, kompressibilitas tinggi dan mempunyai efek lubricant yang baik.
7
Granulasi adalah beberapa proses yang bertujuan menyatukan partikel yang kecil
bersama-sama menjadi partikel yang lebih besar, gumpalan yang permanent agar
dapat mengalir bebas seperti pasir yang kering. Beberapa alasan membuat dalam
bentuk granul adalah :
1. Membuat bahan menjadi bebas mengalir
2. Memadatkan bahan
3. Menyiapkan campuran yang seragam yang tidak terpisah-pisah.
4. Meningkatkan daya kempa dari bahan obat.
5. Mengontrol kecepatan pelepasan dari obat
6. Memudahkan pengukuran
7. Mengurangi debu
8. Memperbaiki penampilan dari tablet
4. Data-data preformulasi
Sifar Fisika
o Ukuran partikel
Sifat-sifat fisika dan kimia tertentu dari zat obat dipengaruhi oleh
distribusi ukuran partikel, termasuk laju disolusi obat, bioavailabilitas,
keseragaman isi, rasa, tekstur, warna dan kestabilan. Tambahan pula, sifatsifat
seperti karateristik aliran dan laju sedimentasi juga merupakan faktor-faktor
8
penting yang berhubungan dengan ukuran partikel. Ukuran partikel dari zat
murni dapat mempengaruhi formulasi dan kemanjuran produk. Khususnya efek
ukuran partikel terhadap absorpsi obat. Keseragaman isi dalam bentuk sediaan
padat sangat tergantung kepada ukuran partikel dan distribusi bahan aktif pada
seluruh formulasi yang sama.
o Koefisien partisi dan konstanta disosiasi
Untuk memproduksi suatu respon biologis molekul obat pertamatama
harus menyeberangi sutau membrane biologis yang bertindak sebagai pembatas
lemak. Kebanyakan obat yang larut lemak akan menyeberang dengan proses
difusi pasif sedangakn yang tidak larut lemak akan menyeberangi pembatas
lemak dengan transport aktif. Karena hal ini maka perlu mengetahui koefisien
partisi dari suatu obat. Khusus untuk obat yang bersifat larut air maka perlu
pula diketahui konstanta disosiasi agar diketahui bentuknya molekul atau ion.
Bentuk molekul lebih muda terabsorpsi daripada bentuk ion.
o Kelarutan
Suatu sifat kimia fisika yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan,
terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus memiliki kelarutan dalam
air agar manjur dalam terapi. Agar suatu obat masuk kedalam sistem sirkulasi
dan menghasilkan suatu efek terapeutik, obat pertama-tema harus berada dalam
bentuk larutan. Senyawa-senyawa yang relative tidak larut seringkali
menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu.
o Polimorfisme
Suatu formulasi yang penting adalah bentuk kristal atau bentuk amorf
dari zat obat tersebut. Bentuk-bentuk polimorfismebiasanya menunjukkan sifat
fisika kimia yang berbeda termasuk titik leleh dan kelarutan. Bentuk
polimorfisme ditunjukkan oleh paling sedikit sepertiga dari senua
senyawasenyawa organic.
o Disolusi
Perbedaan aktivitas biologis dari suatu zat obat mungkin diakibatkan oleh
laju disolusi. Laju disolusi adalah waktu yang diperlukan bagi obat untuk
melarut dalam cairan pada tempat absorpsi. Untuk obat yang diberikan secara
oral dalam bentuk padatan, laju disolusi adalah tahap yang menentukan laju
absorpsi. Akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas dan
lama respon serta bioavailabilitas.
9
Sifat Kimia
o Kestabilan
Pengkajian praformulasi yang dihubungkan dengan fase praformulasi
termasuk kestabilan obat itu sendiri dalam keadaan padat, kestabilan fase
larutan dan kestabilan dengan adanya bahan penambah.
Penyelidikan awal dimulai dengan pengetahuan tentang struktur kimia
obat yang mengizikan mengantisipasi reaksi degradasi yang mungkin terjadi.
Ketidak stabilan kimia dari zat obat dapat mengambil banyak bentuk,
karena obat-obat yang digunakan sekarang adalah dari konstituen kimia yang
beraneka ragam. Secara kimia, zat obat adalah alcohol, fenol, aldehid, keton,
ester-ester, asam-asam, garam-garam, alkaloid, glikosida, dan lain-lain. Masing-
masing dengan gugus kimia relative yang mempunyai kecenderungan
berbeda terhadap ketidak stabilan kimia. Secara kimia proses kerusakan yang
paling sering meliputi hidrolisis dan oksidasi.
Stabil secara fisik dan kimia, baik dalam kombinasi dengan berbagai obat
atau komponen tablet lain
Color compatible (tidak mengganggu warna)
Tidak mengganggu bioavailabilitas obat
langsung. Namun demikian, bahan pengikat akan lebih efektif bila digunakan
dalam bentuk larutan yang digunakan dalam granulasi basah.
Contoh komposisi bahan pengikat :
Amylum : 5 10 % b/v pasta dalam air
Gelatine : 2 10 % dalam air atau 2% dlm mucilago amyli
PVP (poly vinyl pyrrolidone) : 2 % dalam air atau alkohol
Methyl Celluloce : 2 10 % dalam air
Starch paste (pasta kanji) : 10 20 %
g) Adsorben
Melindungi zat khasiat dari pengaruh lembab
Menghomogenkan distribusi zat khasiat
15
which preservative
used (%)
Parenteral Benzyl alcohol 0,1-3,0 31,0
Methyl / prophyl 0,08-0,1/
13,8
parabean 0,001-0,023
Phenol 0,2-0,5 7,9
Methyl parabean
0,1 6,6
(alone)
Chlorbutanol 0,25-0,5 5,3
Sodium
0,025-0,66 5,3
metabisulphite
Opthalmic Benzalkonium
0,0025-0,0133 50,0
chloride
Thiomersal 0,001-0,5 19,8
Methyl / prophyl
0,05-/0,01 6,6
parabean
Benzalkonium
0,01/0,1 3,3
chloride plus EDTA
Creams Benzyl alcohol 1,0-2,0 25,4
Methyl / prophyl
NA 18,6
parabean
Methyl paraben
0,1-0,3 11,9
(alone)
Benzoic acid 0,2 8,5
Sorbic acid 0,1 8,5
Chlorocresol 0,05 6,8
Oral Sodium benzoate NA 34,4
Methyl/propyl
NA 18,3
paraben
Methyl paraben
0,1 9,7
(alone)
Methyl paraben plus
NA 7,5
sodium benzoate
*Only the most commonly used agents are listed ; thus percentage in each product
category do not total 100%; NA= not available.
8. Tablet Effervescent
Komponen Tablet effervescent :
17
a) Kandungan Asam
o Food acids (asam sitrat, asam tartrat, dll)
o Acid salts (sodium dihydrogen phosphate, acid citrate salts, dll)
o Food acid yang banyak digunakan adalah asam sitrat dan asam tartrat.
Biasanya penggunaannya dikombinasi karena jika asam sitrat dan asam
tartrat digunakan sendiri-sendiri dalam bentuk tunggal akan
menimbulkan masalah dalam proses pembuatan. Jika digunakan asam
sitrat saja, maka yang terbentuk hanya campuran yang melekat saja,
sukar membentuk granul. Sementara itu, jika digunakan asam tartrat saja,
dapat terbentuk granul, namun granul yang terbentuk akan mudah
kehilangan kekuatannya dan menggumpal.
Kandungan Karbonat
Sering digunakan: natrium bikarbonat, natrium karbonat
Perbandingan Asam-basa
o Dasar: stoikiometri
Persamaan reaksi:
(1) H3C6H5O7.H2O + 3NaHCO3 Na3C6H5O7 + 4H20 + 3CO2
Asam sitrat Na-bikarbonat
(2) H2C4H4O6.H2O + 2NaHCO3 Na2C4H4O6 + 2H2O + 2CO2
Asam tartrat Na-bikarbonat
Jadi, untuk menetralisasi 1 molekul asam sitrat, dibutuhkan 3 molekul natrium
bikarbonat. Dan untuk menetralisasi 1 molekul asam tartrat, dibutuhkan 2 molekul
natrium bikarbonat.
Contoh: berapa jumlah natrium bikarbonat yang dibutuhkan dalam suatu formula
untuk menetralkan campuran 252,0 g asam tartrat dengan 162,0 g asam sitrat?
Jawab:
Untuk 162,0 g asam sitrat (klik pada gambar untuk melihat gambar lebih jelas):
Untuk 252,0 g asam tartrat (klik pada gambar untuk melihat gambar lebih jelas):
18
Jadi, total natrium bikarbonat yang dibutuhkan adalah: 194,3 + 282,1 = 476,4 g
NaCO3
c) Lubricants (Pelicin)
19
o Sebagai pelicin, partikel bahan yang digunakan harus halus dan harus
bisa melapisi permukaan partikel. Perlu diperhatikan kata-kata
melapisi permukaan partikel, yang berarti bahwa, penambahan
bahan pelicin harus dilakukan secara eksternal, sebagai pelapis, yang
terakhir kali ditambahkan di dalam formula.
o Fungsi: glidant, lubricants, antiadherent. Kata lubricants telah
digunakan untuk menyebut bahan pelicin secara umum. Namun,
semua bahan pelicin tetap harus memiliki ketiga fungsi tersebut, tidak
hanya berfungsi sebagai lubricants saja.
o Lubrikan hidrofobik seperti talc dan Mg-stearat sukar masuk ke dalam
granul. Jadi, yang sering digunakan adalah lubrikan hidrofilik seperti
sodium benzoate dan PEG 8000 (micronizad).
o Saat melapisi permukaan tablet effervescent, lubricants berfungsi:
Sebagai bantalan
Mengabsorpsi lembab
Mengurangi gaya elektrostatik sehingga tidak terjadi perlekatan
antargranul
Proccessing
o Pembuatan tablet effervescent harus pada kondisi khusus, yaitu pada
kelembaban rendah dengan temperatur tepat atau kurang dari 25 oC.
Jika kondisi ruangan lembab, maka akan muncul masalah tablet sticky
(liat) dan stabilitasnya terganggu.
o Peralatan yang digunakan sama dengan peralatan untuk membuat
tablet biasa, disesuaikan dengan metode yang digunakan. Secara
umum, digunakan mixer, granulator dan mesin tablet.
o Ada beberapa metode pembuatan tablet, yaitu:
Wet granulation
Dry granulation
Fluidized bed granulation
Wet granulation
Prinsipnya sama dengan granulasi basah biasa. Jumlah bahan pengikat yang
digunakan kecil (0,1-0,5%) agar tidak keras. Jika tablet keras, maka melarut dan
hancurnya tablet akan lama. Bahan pengikat yang banyak akan membutuhkan air
20
sebagai pelarut yang banyak dan ini dapat menurunkan stabilitas tablet. 3 metode
granulasi basah:
1) Wet granulation with heat
Metode ini klasik, tapi sulit untuk mengontrol reprodusibilitas hasilnya.
Caranya, asam sitrat hidrous dengan kadar air kecil (8,5%) dicampur. Kadar air
yang kecil ini membuat air tidak akan dapat bereaksi dengan asam-basa selama
proses pencampuran. Kemudian, campuran ini dipanaskan. Saat dipanaskan, air
menguap dan ikatan menjadi agak keras. Terjadilah granul. Namun, granul ini
hanyalah granul kering yang sulit ditebak kekuatan ikatannya sehingga
reprodusibilitasnya jelek. Hasil akan lebih baik jika menggunakan high-speed
mixing.
2) Wet granulation with nonreactive liquids
Metode ini adalah yang paling banyak digunakan, prinsipnya seperti
granulasi basah biasa. Cairan penggranul yang biasa diguanakan adalah etanol dan
isopropanol. Contoh bahan pengikat yang digunakan adalah PVP, berupa larutan
bahan pengikat atau serbuk kering, baru ditambah ke cairan penggranul. Cara
mencampur bahan dengan pengikat ada 3, yaitu:
a) Serbuk pengikat + solven musilago ditambah ke bahan
b) Serbuk pengikat + bahan baru ditambah solven
Air yang ditambahkan sulit dikontrol karena terserap oleh pengikat. Setelah
ditambahkan solven, akan terbentuk gel yang mengikat partikel-partikel bahan.
Proses terbentuknya gel juga sulit.
c) Larutan pengikat ditambahkan langsung ke bahan
Larutan melarutkan partikel bahan. Jadi, yang menjadi pengikat adalah partikel-
partikel permukaan yang melarut ke solutio.
3) Wet granulation with reactive liquids
Air yang digunakan harus dalam jumlah kecil (0,1-0,5%). Menggunakan alat FBG
(fluidized bed granulation). Bahan dicampur di FBG, lalu disemprot bahan
pengikat. Karena panas, solven yang disemprot akan langsung menguap.
Dry granulation
Dilakukan dengan menggunakan mesin tablet (slugging) atau dapat pula
menggunakan roller compactor/chillsonator (klik pada gambar untuk melihat
gambar lebih jelas).
Pretableting Operation
21
Sebelum penabletan dilakukan, bahan yang sudah dicampur perlu diuji distribusi
ukuran partikelnya, kadar air granulnya dan homogenitas campurannya
Kontrol Kualitas
Setelah penabletan dilakukan, dicek pH larutannya. pH asam akan lebih baik.
Kepada panelis, ditanyakan bagaimana rasa sesungguhnya, tingkat kemanisan dan
aroma dari sediaan yang sudah jadi.
Pengemasan
o Sachet
o Strip dan blister: bagian bawahnya dilapisi aluminum foil agar kedap
air
o Tabung: bagian dalamnya dilapisi aluminum foil agar kedap air
9. Uji Stabilitas
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan zat obat atau produk obat untuk
tetap di dalam spesifikasi yang dibentuk untuk menjaga identitas, kekuatan,
kualitas dan kemurnian melalui luar tes ulang atau berakhirnya masa dating.
Tujuan penelitian stabilitas adalah untuk menentukan umur simpan, yaitu
jangka waktu penyimpanan pada kondisi tertentu di mana produk obat masih
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan perusahaan.
Stabilitas merupakan faktor penting dari kualitas, keamanan dan kemanjuran
dari produk obat. Sebuah produk obat, yang tidak kestabilan yang cukup, dapat
mengakibatkan perubahan fisik (seperti kekerasan, laju disolusi, dll fasa
pemisahan) serta karakteristik kimia (pembentukan zat dekomposisi risiko tinggi)
Stabilitas kimia obat sangat penting karena menjadi kurang efektif
mengalami degradasi.. Dekomposisi juga dapat menghasilkan obat beracun oleh
produk yang berbahaya bagi pasien. Mikrobiologi ketidakstabilan suatu produk
obat steril juga bisa berbahaya.
Penentuan kadaluarsa obat dilakukan melalui serangkaian pengujian yang
disebut uji stabilitas obat. Selama penyimpanan ataupun transportasi, obat bisa
mengalami perubahan secara fisik maupun kimia, sehingga diperlukan suatu uji
stabilitas terhadap produk yang akan dipasarkan.
Stabilitas adalah kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang
ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan. Dari hasil uji
stabilitas, maka kita dapat mengetahu masa edar dari suatu obat. Masa edar
didefinisikan sebagai periode waktu yang ditetapkan pada tingkat konfidensi 95%
22
bahwa dalam periode waktu tersebut produk tetap mengandung zat aktif tidak
kurang dari batas bawah spesifikasi dari jumlah yang tertera pada label. ji stabilitas
ini bertujuan untuk membuktikan bagaimana mutu zat aktif atau produk obat
berubah seiring waktu, dibawah pengaruh faktor lingkungan seperti temperatur,
kelembaban, dan cahaya.
Uji stabilitas sendiri ada 2 jenis, yaitu uji stabilitas dipercepat (Accelered
stability analysis) dan uji stabilitas jangka panjang. Pada uji stabilitas dipercepat,
obat disimpan pada kondisi ekstrim di suatu lemari uji yang disebut climatic
chamber, obat dalam kemasan aslinya dipaparkan pada suhu 40 2 oC dan
kelembanban 75 5%
Pada masa lalu banyak perusahaan farmasi mengadakan evaluasi mengenai
kestabilan sediaan farmasi dengan pengamatan selama 1 tahun atau lebih, sesuai
dengan waktu normal yang diperlukan dalam penyimpanan dan dalam
penggunaan. Metode seperti ini memakan waktu dan tidak ekonomis. Penelitian
yang dipercepat pada temperature tinggi juga banyak dilakukan oleh banyak
perusahaan, tetapi kriterianya sering merupakan criteria buatan yang tidak
didasrkan pada prinsip-prinsip dasar kinetik. Contohnya, cairan pada suhu 37oC
mempercepat penguraian 2 kali lajunya pada temperature normal, sementara
persahaan lain mengandaikan bahwa kondisi tersebut mempercepat penguraian
dengan 20 kali laju normal. Levy telah membuktikan bahwa koefisisen temperature
buatan dan kestabilan tidak dapat diterapkan pada sediaan-sediaan cair dan sediaan
farmasi yang lain. Perkiraan waktu penyimpanan harus diiikuti dengan analisis
yang dirancang secara hati-hati untuk bermacam-macam bahan dalam produk jika
hasilnya ingin cukup berarti.
Metode ini dipercepat untuk produk-produk farmasi yang didasarkan pada
prinsip-prinsip kinetika kimia ditunjukkan oleh Garret dan Carper. Menurut teknik
ini, nilai k untuk penguraian obat dalam larutan pada berbagai temperatur yang
dinaikkan diperoleh dengan memplot beberapa fungsi konsentrasi terhadap waktu.
Logaritma laju spesifik kemudian diplot terhadap kebalikan dari temperatur mutlak
dan hasil berupa garis lurus diekstrapolasi sampai temperature ruang digunakan
untuk memperoleh pengukuran kestabilan obat pada kondisi penyimpanan biasa.
2. Cara aseptic
Cara aseptik bukan termasuk metode sterilisasi. Cara aseptik hanya bisa dilakukan
khusus untuk zat aktif yang tidak tahan/rusak terhadap suhu tinggi, antibiotik dan
beberapa hormon merupakan contoh sediaan dengan perlakuan metode aseptis.
Cara aseptis pada prinsipnya adalah cara kerja untuk memperoleh sediaan steril
dengan cara mencegh kontaminasi jasad renik/partikel asing kedalam sediaan.
Proses cara aseptisnya adalah melakukan sterilisasi pada semua bahan sediaan
(pada awal sebelum pembuatan sediaan) sesuai dengan sifat dari bahan yang
digunakan. kemudian dilanjutkan pada proses pembuatan dan pengemasan dalam
ruang steril atau didalam laminar air flow untuk mencegah kontaminasi. Pada
proses aseptis masih terdapat celah terjadinya kontaminasi, sehingga apabila
metode sterilisasi akhir bisa dilakukan maka metode aseptis tidak perlu dilakukan.
dengan suhu 115 C - 116 C, lama dan suhu tergantung bahan yang
disterilisasi, untuk mengetahuinya lihat farmakope indonesia
Sterilisasi Panas Kering : metode sterilisasi dengan menggunakan oven
pada suhu160 170 C selama 1-2 jam. umumnya sterilisasi panas dilakukan
pada jenis minyak, serbuk yang tidak stabil terhadap uap air, dan alat-alat
gelas ukur yang tidak digunakan untuk pengukuran (Bukan alat ukur)
b. Sterilisasi Radiasi
Sterilisasi radiasi dibagi menjadi 2 :
Radiasi elektromagnetik (EM) adalah sterilisasi menggunakan sinar
ultraviolet (UV). sinar UV ini memotong DNA mikroorganisme sehingga
ekspresi DNA tidak terjadi. keterbatasannya sterilisasi cara ini hanya bisa
bekerja pada permukaan, tidak bisa menembuh bahan padat.
Radiasi pengion adalah metode sterilisasi yang menggunakan sinar gamma
untuk merusak DNA mikroorganisme, kelebihannya bisa menembus zat
padat
c. Sterilisasi Gas
Sterilisasi menggunakan gas etilen oksida, kelemahannya zat ini mudah
terbakar, bersifat mutagenik dan toksik, sehingga dikhawatirkan terdapat residu
setelah sterilisasi. Pilihan sterilisasi cara gas biasanya pilihan akhir bila zat tidak
tahan panas ataupun uap air.
d. Sterilisasi Filtrasi
Sterilisasi yang menggunakan alat khusus yang menggunakan
penyaring/filter matriks pori pori tertentu. menggunakan pori pori 10 nm untuk
virus dan 0,22 nm untuk bakteri.
Tegangan Permukaan
25
terjadi karena adanya gaya kohesi (yaitu gaya tarik-menarik antar partikel
sejenis. Resultan gaya tidak sama dengan nol.
Ilustrasi
Tegangan Antarmuka
adalah gaya per satuan panjang yang terdapat pada antarmuka dua fase cairan
yang tidak dapat tercampur.
permukaan : gas/padat, gas/cair
setiap permukaan : antar muka
- emulsi : cair-cair
- suspensi : cair-padat
1. Metode Kapiler
Efek Suhu
surface tension always decreases with temperature as thermal motions reduce
the effect of intermolecular attractions.
Itulah alasan mengapa mencuci pakaian kotor dengan air panas lebih mudah
dari pada mencuci air dengan air dingin, tegangan permukaan kecil, sehingga
mudah dibasahi (air lebih banyak kontak dengan kotoran)
Efek Surfaktan
semakin tinggi konsentrasi surfaktan, tegangan permukaan semakin kecil.
Antarmuka Padatan-Cairan
27
- Wettability
adhesi >> kohesi = mudah terbasahi
adhesi << kohesi = sukar terbasahi
Antarmuka Cairan-Cairan
Hidrofob Hidrofil :
Surfaktan
apabila surfaktan dimasukan ke dalam fase minyak-air maka gugus polar akan
terarah ke fase air, dan fase nonpolar ke arah minyak sehingga terbentuk misel
seperti gambar berikut :
12. Suspensi
a) Suspensi terdiri dari beberapa jenis yaitu :
28
1. Suspensi Oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan
ditujukkan untuk penggunaan oral.
2. Suspensi Topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukkan untuk penggunaan pada kulit.
3. Suspensi Optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel
yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk penggunaan
pada mata.
4. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung partikel-partikel
halus yang ditujukkan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
5. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium
cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran
spinal.
6. Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua
persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai.
b) Stabilitas Suspensi
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara
memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari pertikel. Cara
tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas suspensi adalah :
1. Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut
serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran
partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya.
Sedangkan antar luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan
hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil
luas penampangnya.
2. Kekentalan / Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan
tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil). Hal
ini dapat dibuktikan dengan hukum STOKES
29
Ket :
V = Kecepatan Aliran
d = Diameter Dari Partikel
p = Berat Jenis Dari Partikel
p0 = Berat Jenis Cairan
g = Gravitasi
= Viskositas Cairan
Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi
kembali seperti semula.
d) Formulasi suspensi
Membuat suspensi stabil secara fisis ada 2 kategori :
Pada penggunaan Structured Vehicle untuk menjaga partikel deflokulasi
dalam suspensi Structured Vehicle, adalah larutan hidrokoloid seperti tilose,
gom, bentonit, dan lain-lain.
Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun
terjadi cepat pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah
disuspensikan kembali.
Pembuatan suspensi sistem flokulasi ialah :
1. Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium.
2. Lalu ditambah zat pemflokulasi, biasanya berupa larutan elektrolit, surfaktan
atau polimer.
3. Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir.
4. Apabila dikehendaki agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, maka
ditambah Structured Vehicle.
5. Produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam Structured Vehicle.
2. Derajat flokulasi.
Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir dari suspensi flokulasi (Vu)
terhadap volume sedimentasi akhir suspensi deflokulasi (Voc).
3. Metode reologi
Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu
menemukan perilaku pengendapan, mengatur vehicle dan susunan partikel untuk
tujuan perbandingan.
4. Perubahan ukuran partikel
32
13. Emulsi
Emulsi adalah
dispersi koloidal 2 cairan yang tidak bercampur karena perbedaan kepolaran.
globul terdispersi makromolekul (dengan ukuran 100-100.000 m) dalam
medium pendispersi.
Tahap penentu pembentukan emulsi:
Tahap pemisahan: disrupsi dan distruksi. Ruahan menjadi globul ditentukan
oleh waktu dan kecepatan pengadukkan. Pengadukkan dengan kecepatan
tinggi menggunakan ultraturax sudah pecah (sudah opak seperti susu dan
kecepatan diturunkan) masuk ke dalam tahap stabilisasi.
Tahap stabilisasi: mekanisme kerja emulgator.
Faktor yang harus diperhatikan dalam proses emulsifikasi:
1. Polidispersi globul sferis tergantung dari pengadukkan fasa terdispersi.
2. Enersi antar muka 2 cairan yang tidak bercampur menyebabkan
ketidakstabilan sehingga usaha enersi antar muka minimum.
3. Stabilisator pada antar muka.
4. Bahan peningkat viskositas dapat mengurangi kecepatan penggabungan
globul terdispersi.
5. Dibentuk 2 fase stabilisasi dengan fase ketiga adalah emulgator atau multi
emulsi (o/w/o, w/o/w)
Tujuan Pembentukan Emulsi:
1. Meningkatkan kelarutan
2. Meningkatkan stabilitas
3. Memperbaiki penampilan
4. Menutupi rasa tidak enak
5. Efek obat diperlambat
Faktor yang Mempengaruhi Proses Emulsifikasi:
Tegangan permukaan 2 fase cair, karena adanya perbedaan polaritas dan zat
cair tersebut.
33
M/A atau A/M, dasar pemilihannya adalah misalnya A/M diperlukan dosis yang
besar. Hal ini dikarenakan dilepaskannya sedikit-sedikit. Contoh A/M adalah TPN
(Total Parenteral Nutrition). Tipe A/M lebih viskos daripada M/A.
35
Mikroemulsi: dispersi cair-cair dalam bentuk miselar dengan ukuran partikel 10-
100 nm. Dalam mikroemulsi terjadi solubilisasi miselar dimana misel-misel
bergabung dan membutuhkan konsentrasi surfaktan yang tinggi.
Faktor yang harus diperhatikan dalam mikroemulsi:
1. Luas permukaan partikel terdispersi: memepengaruhi enersi antar muka.
2. Stabilita fisik dan pembentukan sistem yang spontan.
3. Derajat solubilisasi: misel surfaktan, globul emulsi, dan solubilisasi yang
terjadi.
4. Kinetika solubilisasi tergantung dari derajat solubilisasi dan transisi misel
surfaktan dan globul emulsi.
5. Pengaruh temperatur dan komposisi mikroemulsi.
Mikroemulsi: partikel lebih kecil, luas permukaan lebih besar tetapi karena adanya
konsentrasi surfaktan dan co-surfaktan yang tinggi menyebabkan partikel
terselimuti secara rapat sehingga lebih stabil daripada emulsi biasa dan tidak
memerlukan pengocokkan yang kuat. Co-surfaktan diperlukan untuk menurunkan
hidrofilisitas fase air. Contoh co-surfaktan: etoksidiglikol, poligliseril 6-dioleat,
poligliseril 6-isostearat, poligliseril 3-diisostearat.
Sifat mikroemulsi:
Ukuran partikel 10-100 nm
Stabil
Sederhana
Ada kekuatan solubilisasi
Ada peningkat aktivitas
36
Kestabilann emulsi ini dipengaruhi oleg gaya-gaya yang bekerja pada sistem
tersebut yang ditentukan oleh dua gaya, yaitu :
- Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals.
Gaya ini menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk
agregat dan mengendap.
- Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan
ganda elektrik yang bermuatan sama (Anonim, 2009). Gaya ini akan
menstabilkan dispersi koloid.
15. Salep
A. Definisi Salep
Salep dan cream adalah sediaan yang berbentuk setengah padat, terutama
untuk pemakaian lokal. Sediaan setengah padat ini diformulasikan dengan
konsistensi sedemikian rupa, sehingga diperoleh produk yang halus dan lembek
yang mudah dioleskan pada permukaan kulit. Bagian kulit yang paling
berpengaruh untuk absorpsi obat adalah : bagian epidermis, kelenjar rambut,
kelenjar keringat serta kelenjar minyak.
Epidermis adalah lapisan kulit paling luar di mana salep/cream tersebut
dioleskan. Tebal epidermis tersebut berlain-lainan tergantung dari letak kulit,
sehingga sangat berpengaruh pada daya penyerapan obat. Bagian epidermis ini
dilapisi oleh suatu lapisan film yang terdiri dari lemak-lemak, yang mempunyai
38
pH sekitar 4,5-6,5 dengan akibat diperoleh absorpsi yang berbeda pula. Telah
terbukti bahwa absorpsi obat ke dalam kulit selain melalui lapisan epidermis tadi,
juga melalui saluran-saluran di dalam kulit, seperti kelenjar rambut dan kelenjar
keringat.
Faktor-faktor yang memegang peranan di dalam proses absorpsi melalui kulit
antara lain adalah:
1. Koefisien partisi dari pada obat.
2. Kelembaban dan suhu kulit.
3. Jenis penyakit yang terdapat pada kulit.
4. Konsentrasi bahan berkhasiat.
5. Dasar salep/cream yang dipakai.
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen
dalam dasar salep yang cocok. Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan
untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lender (Anonim, 1979).
Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok:
dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar saleop serap, dasar salep yang dapat
dicuci dengan air dan dasar salep yang dapat larut dalam air. Setiap salep obat
menggunakan salah satu dasar salep tersebut (Anonim, 1995)
Macam-macam dasar salep antara lain :
1. Dasar salep hidrokarbon,
Dasar salep ini yaitu terdiri antara lain vaselin putih, Vaselin kuning, Paravin
encer, Paravin padat, Jelene, Minyak tumbuh-tumbuhan, Campuran Vaselin
dengan malam putih, malam kuning.
Dasar salep hidrokarbon (dasar bersifat lemak) bebas air, preparat yang
berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila lebih
minyak sukar bercampur. Dasar hidrokarbon dipakai terutama untuk efek
emolien. Dasar salep tersebut bertahan pada kulit untuk waktu yang lama dan
tidak memungkinkan larinya lembab ke udara dan sukar dicuci. Kerjanya
sebagai bahan penutup saja. Tidak mengering atau tidak ada perubahan dengan
berjalannya waktu (Ansel, 1989).
2. Dasar salep serap
Dasar salep ini dapat dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama
terdiri atas dasar yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam
minyak (Paraffin hidrofilik dan Lanolin anhidrat) dan kelompok kedua terdiri
39
atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan
air tambahan (Lanolin) (Ansel, 1989).
3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep hidrofilik
dan lebih tepatnya disebut krim. dasar salep ini mudah dicuci dari kulit atau
dilap basah, sehingga lebih dapat diterima untuk bahan dasar kosmetik.
Beberapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif dengan menggunakan dasar
salep ini. Keuntungan lain adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah
menyerap air pada kelainan dermatologik (Ansel, 1989).
4. Dasar salep larut dalam air
Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari
konstituen larut air. Sama halnya dengan dasar salep yang dapat dicuci dengan
air dasar salep ini banyak memiliki keuntungan (Ansel, 1989).
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang
diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, serta
stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan
dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan.
Misalnya obat-obat yang dapat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep
hidrokarbondaripada dasar salep yang mengandung air meskipun obat tersebut
bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air (Anief, 2003).
Basis hidrokarbon
1. sifat inert
2. umumnya merupakan senyawa turunan minyak bumi (Petrolatum) yang
memiliki bentuk fisik semisolid dan dapat juga dimodifikasi dengan wax atau
senyawa turunan minyak bumi yang cair (Liquid Petrolatum)
3. Basis ini digolongkan sebagai basis berminyak bersama dengan basis salep
yang terbuat dari minyak nabati atau hewani
Sifat minyak yang dominan pada basis hidrokarbon menyebabkan basis
ini sulit tercuci oleh air dan tidak terabsorbsi oleh kulit. Sifat minyak yang
hampir anhidrat juga menguntungkan karena memberikan kestabilan optimum
pada beberapa zat aktif seperti antibiotik.
Basis ini juga hanya menyerap atau mengabsorbsi sedikit air dari
formulasi serta menghambat hilangnya kandungan air dari sel-sel kulit dengan
membentuk lapisan film yang waterproff.
Basis ini juga mampu meningkatkan hidrasi pada kulit. Sifat-sifat
tersebut sangat menguntungkan karena mampu mempertahankan kelembaban
kulit sehingga basis ini juga memiliki sifat moisturizer dan emollient.
Selain mempertahankan kadar air, basis ini juga mampu meningkatkan
hidrasi pada kulit (horny layer) dan hal ini dapat meningkatkan absorbsi dari zat
aktif secara perkutan. Hal ini terbukti dengan mengukur peningkatan efek
vasokonstriksi pada pemberian steroid secara topikal dengan basis hidrokarbon.
41
Pemilihan basis salep disesuaikan dengan sifat zat aktif dan tujuan penggunaan.
Sifat :
1. Basis hidrokarbon bersifat kompatibel dengan banyak zat aktif karena inert,
2. Sedikit atau tidak mengandung air,
3. Tidak mengabsorbsi air dari lingkungannya.
4. Kandungan airnya yang sangat sedikit dapat mencegah hidrolisis zat aktif
seperti beberapa antibiotik.
5. Kemampuan menyerap air yang rendah menyebabkan basis ini dapat
digunakan pada eksudat (luka terbuka).
6. Meskipun demikian, basis ini tetap meningkatkan hidrasi kulit sehingga
meningkatkan absorbsi zat aktif secara perkutan.
Oleh karena itu, basis hidrokarbon merupakan basis dari salep dasar dan
jika tidak disebutkan apa-apa maka basis hidrokarbon yang digunakan sebagai
salep dasar adalah vaselin putih.
Dasar salep Hidrokarbon ini dikenal sebagai dasar salep berlemak,
bebas air, dimana preparat berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam
jumlah sedikit saja. Bila lebih, akan susah bercampur. Salep ini dimaksudkan
untuk memperpanjang kontak obat dengan kulit dan bertindak sebagai
pembalut/penutup. Dasar salep ini digunakan sebagai emolien dan sifatnya
sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama.
Contoh : vaselin kuning dan putih, salep kuning dan putih, paraffin dan minyak
mineral. Vaselin kuning boleh digunakan untuk mata, sedangkan yang putih
tidak boleh karena masih mengandung H2SO4.
1. Vaselin Kuning/Flavum
Vaselin kuning adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon
setengah padat yang diperoleh dari minyak bumi. Dapat mengandung zat
penstabil yang sesuai. Pemerian : massa seperti lemak, kekuningan hingga
amber lemah; berfluoresensi sangat lemah walaupun setelah melebur, dalam
lapisan tipis transparan, tidak atau hampir tidak berbau dan berasa. Kelarutan :
tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida,
dalam kloroform dan dalam minyak terpentin; larutdalam eter, dalam heksana,
dan umumnya dalam minyak lemak dan minyak atsiri; praktis tidak larut dalam
etanol dingin dan etanol panas dan dalam etanol mutlak dingin.
43
2. Vaselin Putih/Album
Vaselin putih adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon
setengah padat yang diperoleh dari minyak bumi dan keseluruhan atau hampir
keseluruhan dihilangkan warnanya. Dapat mengandung zat penstabil yang
sesuai. Pemerian : putih atau kekuningan pucat, massa berminyak transparan
dalam lapisan tipis setelah didinginkan pada suhu 0 derajat C. Kelarutan : tidak
larut dalam air; mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida, dalam
kloroform, larut dalam heksana, dan dalam sebagian besar minyak lemak dan
minyak atsiri, sukar larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan dalam
etanol mutlak dingin.
3. Parafin
Parafin adalah campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan, yang
diperoleh dari minyak tanah. Pemerian : hablur tembus cahaya atau agak buram,
tidak berwarna atau putih, tidak berbau, tidak berasa, agak berminyak.
Kelarutan : tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam
kloroform, dalam eter, dalam minyak menguap, dalam hampir semua jenis
minyak lemak hangat, sukar larut dalam etanol mutlak.
4. Salep Kuning
Tiap 1000 g mengandung 50 g lilin dan 950 g vaselin kuning. Lilin
kuning adalah lilin yang dimurnikan yang dihasilkan dari sarang tawon (Apis
mellifera). Lelehkan lilin kuning dalam steam bath, tambahkan vaselin kuning,
hangatkan hingga menjadi cair. Hentikan pemanasan dan aduk campuran
sampai mengental.
5. Salep putih
Tiap 1000 g mengandung 50 g lilin putih dan 950 g vaselin putih. Lilin
putih adalah lilin lebah murni yang diputihkan. Lelehkan lilin putih dalam
steam bath, tambahkan vaselin putih, hangatkan hingga menjadi cair. Hentikan
pemanasan dan aduk campuran sampai mengental.
6. Minyak mineral
Minyak mineral adalah campuran hidrokarbon cair yang diperoleh dari
minyak tanah. Berguna untuk menggerus bahan yang tidak larut pada preparat
salep dengan dasar berlemak. Dapat mengandung bahan penstabil yang sesuai.
E. Pengujian salep
Meliputi uji sifat fisik dan kecepatan pelepasan obat dari salep:
Uji pelarutan in-vitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam
suatu media dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung
dalam produk obat. Sifat medium pelarutan juga akan mempengaruhi uji
pelarutan. Kelarutan maupun jumlah obat dalam bentuk sediaan harus
dipertimbangkan. Dalam melakukan uji in-vitro ini perlu diperhatikan beberapa
faktor, yaitu :
a) Ukuran dan bentuk wadah yang mempengaruhi laju dan tingkat pelarutan.
Jumlah pengadukan dan sifat pengadukan. Kenaikan pengadukan dari media
pelarut akan menurunkan tebal stagnant layer mengakibatkan kelarutan obat
lebih cepat (Shargel dan Yu, 2005). Pengadukan terlalu lemah ada resiko
cuplikan dalam medium tidak homogen dan pengadukan terlalu kuat
menyebabkan turbulensi (Aiache,1982).
b) Suhu.
Dalam medium percobaan suhu harus dikendalikan pada keadaan yang konstan
yaitu dilakukan pada suhu 37 oC sesuai dengan suhu tubuh manusia. Adanya
kenaikan suhu selain dapat meningkatkan gradien konsentrasi juga akan
meningkatkan energi kinetik molekul dan meningkatkan tetapan difusi sehingga
akan menaikkan kecepatan disolusi (Shargel dan Yu, 2005).
c) Medium pelarutan
Sifat medium pelarutan akan mempengaruhi uji pelarutan obat. Medium
disolusi hendaknya tidak jenuh dengan obat. Medium yang baik merupakan
persoalan tersendiri dalam penelitian. Dalam uji, biasanya digunakan suatu
media yang lebih besar daripada jumlah pelarut yang diperlukan untuk
melarutkan obat secara sempurna (Shargel dan Yu, 2005).
2. Metode in-vivo
46
CREAM
Cream merupakan sediaan semisolid yang menggunakan basis emulsi, dapat
bertipe A/M ataupun M/A, dapat mengandung zat aktif (obat) atau tidak
mengandung zat aktif (kosmetika). Cream menjadi alternatif pillihan sediaan
semisolid karena jika dibandingkan dengan salep (unguenta) yang bukan berbasis
emulsi, cream lebih menunjukkan keunggulan yaitu pada aspek kelembutan,
kelunakan, dan bahwa cream relatif tidak meninggalkan kesan berminyak (greasy)
jika dibanding salep dengan basis bukan basis emulsi. Dalam segi absorpsi, cream
juga lebih baik jika dibanding salep, karena mengandung air yang dapat membantu
proses hidrasi pada kulit, sehingga kulit akan terlembabkan dan obat dapat
terpenetrasi dengan baik.
Terkait bahwa cream merupakan sediaan semisolid berbasis emulsi, maka
kriteria cream sama dengan kriteria untuk sediaan emulsi.
Dalam pembuatan krim, secara umum ada 2 macam reaksi yang terjadi,
yaitu:
1. Reaksi penyabunan
Reaksi ini merupakan reaksi kimia antara sejumlah asam lemak dalam komposisi
cream yang direaksikan dengan basa kuat, membentuk sabun dan gliserol. Sabun
yang terjadi, merupakan emulgator internal yang digunakan dalam reaksi
selanjutnya
2. Reaksi emulsifikasi
Reaksi ini merupakan reaksi fisika antara sisa asam lemak yang tidak tersabunkan,
dengan air, dalam kondisi asam lemak yang meleleh, membentuk suatu emulsi
yang distabilkan oleh sabun sebagai emulgator internal. Dalam sediaan cream ini
juga sering ditambahkan emulgator eksternal untuk lebih menjamin stabilitas fisik
dari cream tersebut.
GEL
Gel merupakan sediaan semisolid yang mengandung cairan yang terperangkap
dalam suatu matriks 3 dimensi yang terbentuk dari gelling agent yang
mengembang.
Merupakan gel dengan cairan berupa air. Hydrogel sangat umum diaplikasikan
dalam desain sediaan semisolid dengan keunggulannya yang samasekali tidak
menimbulkan kesan berminyak (greasy), dapat memberikan daya tarik sehubungan
dengan kejernihan sediaan (namun tidak semua htdrogel jernih, sangat tergantung
dengan bahan lain, apakah terlarut atau terdispersi dalam gel), kehalusan dan
kelembutan sediaan, dan bahwa saat diaplikasikan, meninggalkan lapisan tipis
transparan yang elastic pada permukaan kulit.
c. Emulgel
Merupakan gel dengan cairan berbentuk emulsi, biasanya untuk menghantarkan
minyak yang merupakan zat aktif dalam sediaan tersebut, dengan mengurangi
kesan berminyak dalam aplikasinya.
PASTA
Pasta merupakan sediaan semisolid yang mengandung banyak partikel solid
yang terdispersi dalam basis. Pasta dapat digunakan sebagai agen pembersih gigi
(pasta gigi, yang mengandung bahan abrasif) ataupun sebagai bahan intermediet
pembuatan salep, sebelum dicampurkan dengan basis yang lain (contoh:
pembuatan pasta ZnO dengan minyak mineral pada peracikan Zinc Oxide
ointment, sesaat sebelum disatukan dengan white ointment dengan metode
levigasi).
1. Kejernihan
Kejernihan adalah suatu batasan yang relatif, yang artinya sangat dipengaruhi
oleh penilaian subjektif dari pengamat. Tujuan dilakukan uji kejernihan ini
adalah untuk mengetahui kejernihan dari sediaan yang dibuat. Syarat kejernihan
yaitu sediaan larutan ( kecuali suspensi dan emulsi) adalah tidak ada zat yang
terdispersi dalam larutan jernih
2. Partikel
Sediaan steril harus bebas dari partikel melayang karena dapat menyebabkan
kontaminasi dan membawa mikroorganisme.
Partikel asing tersebut merupakan partikel-partikel yang tidak larut yang dapat
berasal dari larutan dan zat kimia yang terkandung, lingkungan, peralatan,
personal, maupun dari wadah. Partikel asing tersebut dapat menyebabkan
pembentukan granuloma patologis dalam organ vital tubuh. Untuk mengetahui
keberadaan partikel asing dilakukan dengan menerawang sediaan pada sumber
cahaya. Tujuan dari uji partikel asing ini adalah agar mengetahui apakah ada
partikel dalam sediaan. Dari hasil uji ini mensyaratkan bahwa tidak terdapat
partikel asing dalam sediaan.
Pada waktu pembuatan sediaan steril kemungkinan jika masih terdapat partikel
asing bisa terjadi karena sewaktu penyaringan masing ada partikel yang lolos
dari saringan
3. Tipe suspense
Untuk sediaan steril tipe suspense harus memenuhi persyaratan yang berlaku
untuk suspensi steril
Suspensi optalmik merupakan sediaan cair steril yang mengandung partikel-
partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk
penggunaan pada mata.
Suspensi untuk injeksi merupakan sediaan berupa suspensi serbuk dalam
medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam
saluran spinal.
Sedangkan suspensi untuk injeksi kontinyu merupakan sediaan padat kering
dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa
yang sesuai.
50
Suspensi steril berlaku sebagai obat yang hipertonis, mengambil cairan dari
jaringan sekitar. Sehingga akhirnya bisa larut. Walau sudah larut semua, cairan
tetap sebagai hipertonis
Persyaratan fisik lainnya :
- Stabil.
Artinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika (ataupun kimia). Misal jika
bentuk sediaan larutan maka sediaan tersebut tetap berada dalam bentuk larutan
(bukan suspensi). Sifat stabil ini berkaitan dengan formulasi. Ketidakstabilan
dapat dilihat dari:
a.terjadi perubahan warna
Contoh: larutan adrenalin yang awalnya berwarna jernih karena teroksidasi
akan menjadi merah karena terbentuk adenokrom.
b.terjadi pengendapan
Contoh: injeksi aminophilin dibuat dengan air bebas CO2, karena jika tidak
bebas CO2 maka akan terbentuk theopilin yang kelarutannya kecil dalam air
sehingga akan mengendap. Akibatnya dosis menjadi berkurang.
4. Tonisitas
Tonisitas menggambarkan tekanan osmose yang diberikan oleh suatu larutan
(zat padat yang terlarut di dalamnya)
Suatu larutan dapat bersifat isotonis, hipotonis, atau hipertonis
NaCl 0,9 % sebagai larutan pengisotoni
Tidak semua sediaan steril harus isotonis, tapi tidak boleh hipotonis, beberapa
boleh hipertonis