PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Salah satu penyakit menular yang menjadi masalah global dalam bidang
kesehatan adalah penyakit malaria. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi
yang masih menjadi ancaman penduduk di daerah tropis/subtropik dan negara
berkembang (termasuk Indonesia) maupun negara yang sudah maju dan dapat
menyebabkan kematian terutama pada bayi, anak balita dan ibu hamil. Penyakit
menular yang telah mengganggu manusia sejak zaman dahulu dan terus berlanjut
menghantui 40% penduduk dunia ini, setidaknya sudah menginfeksi lebih dari 500
juta jiwa per tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta jiwa meninggal. 1,2,3,4
Bersama AIDS dan TBC, malaria telah menjadi sasaran WHO untuk dihapus
dari muka bumi. Penyakit ini mampu membunuh anak setiap 20 detiknya dan
menjadi penyakit paling mematikan. Setidaknya separo penduduk planet bumi ini
terancam oleh malaria Di dunia berdasarkan The World Malaria Report 2005
diperkirakan 247 juta kasus malaria di dunia (91% atau 230 juta disebabkan oleh P.
Falciparum ) dan 881 ribu orang termasuk anak-anak setiap tahun meninggal akibat
malaria dimana 90% kematian terjadi di afrika dan 4% di Asia (termasuk Eropa
Timur). Dimana 85% kematian terjadi pada anak di bawah 5 tahun. Secara
keseluruhan terdapat 3,3 milyar orang bertempat tinggal di daerah endemis malaria
di dunia yang terdapat di 109 negara. Malaria di dunia paling banyak terdapat di
Afrika yaitu di sebelah selatan Sahara dan malaria muncul kembali di Asia Tengah,
Eropa Timur, dan Asia Tenggara. 5,6,7
1
malaria klinis dengan kematian 38.000 setiap tahunnya. Dari 293 Kabupaten/Kota
yang ada di Indonesia, 167 Kabupaten/Kota merupakan wilayah endemis malaria.3
I. 2. Rumusan Masalah
2
I. 3. Tujuan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian dokter pada bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia.
3
3. Sebagai bahan masukan bagi institusi terkait guna lebih memberikan dorongan
dalam pencegahan malaria.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di
dalam darah. Infeksi ini memberikan gejala klasik walaupun tidak selalu ditemukan
berupa demam, menggigil, dan berkeringat. Selain itu dapat pula didapatkan adanya
anemia ataupun splenomegali. Penyakit ini dapat berlangsung akut ataupun kronik
dan dapat pula terjadi komplikasi yang dapat menyebabkan kematian. 1,10
II.2. Epidemiologi
5
Di Indonesia, secara umum spesies yang paling sering ditemukan adalah P.
falciparum dan P. vivax. P. malariae jarang ditemukan di Indonesia bagian timur,
sedangkan P. ovale lebih jarang lagi. Penemuannya pernah dilaporkan di Flores,
Timor, dan Irian Jaya. 1
Agar dapat hidup terus sebagai spesies, parasit malaria harus ada
dalam tubuh manusia untuk waktu yang cukup lama dan menghasilkan
gametosit jantan dan betina pada saat yang sesuai untuk penularan. Parasit
juga harus menyesuaikan diri dengan sifat-sifat spesies nyamuk anopheles
yang anthropofilik agar sporogoni dimungkinkan dan menghasilkan
sporozoit yang infektif. 11
6
berulang setiap 72 jam. Diduga mempunyai kecenderungan menginfeksi
sel-sel darah yang tua. Biasanya, tingkat parasitemia rendah karena
spesies ini lebih rendah dibandingkan spesies lain. Plasmodium jenis ini
satu-satunya yang ditemukan juga menginfeksi simpanse dan beberapa
binatang liar lainnya.
Selain infeksi salah satu dari spesies yang telah disebutkan di atas ada
kemungkinan seorang penderita diinfeksi oleh lebih dari satu spesies
Plasmodium secara bersamaan. Hal tersebut disebut infeksi campuran atau
mixed infection. Infeksi campuran paling banyak disebabkan oleh dua
spesies, terutama P. falciparum dan P. vivax atau P. malariae. Jarang terjadi
infeksi campuran oleh P. vivax dan P. malariae. Lebih jarang lagi infeksi
campuran tiga spesies sekaligus. Infeksi campuran biasanya dijumpai di
wilayah-wilayah yang mempunyai tingkat penularan malaria yang tinggi.
1,10,13
7
menginfeksi vektor lokal, mungkin tidak dapat menginfeksi vektor dari
daerah lain. Lamanya masa inkubasi dan pola terjadinya relaps juga berbeda
menurut geografi P. vivax dari daerah Eropa Utara mempunyai masa
inkubasi yang lama, sedangkan P.vivax dari Pasifik Barat (a.l. Irian Jaya,
Chesson strain) mempunyai pola relaps yang berbeda. Terjadinya resistensi
terhadap obat antimalaria juga berbeda menurut strain geografik parasit.
Pola resistensi di Irian Jaya juga berbeda misalnya dengan di Sumatera atau
Jawa. 11
Dalam sel darah, merozoit-merozoit yang dilepas dari sel hati tadi
berubah menjadi trofozoit muda (bentuk cincin). Trofozoit muda tumbuh
menjadi trofozoit dewasa, dan selanjutnya membelah diri menjadi sizon.
Sizon yang sudah matang, dengan merozoit-merozoit di dalamnya dalam
jumlah maksimal tertentu tergantung dari spesiesnya, pecah bersama sel
8
darah merah yang diinfeksi, dan merozoit-merozoit yang dilepas itu kembali
menginfeksi sel-sel darah merah lain untuk mengulang siklus tadi.
Keseluruhan siklus yang terjadi berulang dalam sel darah merah disebut
siklus eritrositik aseksual atau skizogoni darah. Peristiwa pecahnya sizon-
sizon bersama sel-sel darah merah yang diinfeksinya disebut proses
sporulasi, dan ini berkolerasi dengan munculnya gejala-gejala malaria, yang
ditandai dengan demam, dan menggigil secara periodik. Satu siklus
skizogoni darah berlangsung lengkap 24-49 jam untuk P. falciparum, 48 jam
untuk P. ovale, menyebabkan pola periodisitas tertiana (tiap hari ketiga), dan
72 jam untuk P. malariae, menyebabkan pola kuartana (tiap hari ke empat).
Tenggang waktu sejak saat masuknya sporozoit ke tubuh manusia sampai
timbulnya gejala-gejala penyakit malaria disebut masa inkubasi (masa
tunas) dengan waktu yang berbeda tergantung jenis plasmodium yang
menginfeksi dan status imunitas penderita.
9
sporozoit yang berbentuk seperti rambut ke seluruh bagian rongga badan
nyamuk (homosel), dan dalam beberapa jam saja menumpuk di dalam
kelenjar ludah nyamuk. Sporozoit bersifat infektif bagi manusia jika masuk
ke peredaran darah. Seluruh fase perubahan yang dialami P. falciparum
dalam tubuh nyamuk vektornya berlangsung antara 11-14 hari, 9-12 hari
untuk P. vivax, 14-15 hari untuk P. ovale, dan 15-21 hari untuk P. malariae.
1,10,12
Pada infeksi P.vivax dan P. ovale, saat pecahnya sizon kriptozoit dalam
sel hati, sebagian dari merozoit-merozoit yang lepas kembali menginfeksi
sel parenkim hati yang lain, dan berubah menjadi sizon lagi. Siklus kedua
yang berlangsung di dalam sel hati disebut siklus ekso-eritrositik sekunder
(paraeritrositik). Siklus EE sekunder berlangsung dalam waktu yang jauh
lebih lama daripada EE primer, bisa selama beberapa bulan atau beberapa
tahun. Siklus EE sekunder tidak terjadi pada infeksi dengan P. falciparum
dan P. malariae. Siklus EE sekunder bisa menyebabkan kekambuhan, yang
disebut relaps, pada malaria yang disebabkan oleh P. vivax dan P. ovale.
Relaps disebabkan merozoit-merozoit yang masuk ke dalam peredaran
darah, yang berasal dari siklus EE sekunder. Suatu strain P. vivax
mempunyai pola relaps yang ditandai rentang waktu yang singkat antara
serangan malaria pertama dengan serangan relaps yang pertama (disebut
pola relaps zona tropik), sedangkan strain P. vivax lain yang ditandai oleh
rentang waktu yang lebih lama, yaitu beberapa bulan antara serangan
malaria pertama dengan serangan relaps yang pertama (disebut pola relaps
zona beriklim dingin). Kekambuhan pada malaria P. falciparum dan P.
malariae disebabkan oleh sisa-sisa Plasmodium yang berasal dari siklus
skizogoni darah, yang memperbanyak diri sampai mencapai jumlah yang
cukup untuk menimbulkan malaria sekunder. Jenis kekambuhan yang
terakhir disebut reksudesensi (recrudensence). 1,10,12
10
Sedikit lain dengan teori di atas, sebuah teori lain menyatakan bahwa
infeksi oleh P. vivax dan P. ovale, sejak semula ada sekelompok sporozoit
yang menjalani suatu bentuk uninukleat yang dormant atau laten di
dalam sel hati, disebut hipnozoit, yang kemudian akan menjalani proses
skizogoni melalui fase EE sekunder, dan apabila sizon ini pecah
menimbulkan relaps atau malaria sekunder. 1,10,12
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat
terkena malaria. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin
sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi
keterpaparan kepada gigitan nyamuk. Bayi di daerah endemik malaria
mendapat perlindungan antibodi maternal yang diperoleh secara
transplasental.
11
- Golongan darah Duffy negatif
- Hemaglobin S yang menyebabkan sickle cell anemia
- Thalassemia (alfa dan beta)
- Hemaglobinopati lainnya (HbF dan HbE)
- Defisiensi G-6-PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase)
- Ovalositosis (di Papua New Guinea dan mungkin juga di Irian Jaya)
Keadaan gizi agaknya tidak menambah kerentanan terhadap malaria.
Ada beberapa studi yang menunjukkan bahwa anak yang bergizi baik justru
lebih sering mendapat kejang dan malaria serebral dibandingkan dengan
anak yang bergizi buruk. Akan tetapi anak yang bergizi baik dapat
mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi
buruk.
Setiap daerah dimana terjadi transmisi malaria biasanya hanya ada satu
atau paling banyak 3 spesies anopheles yang menjadi vektor penting. Di
Indonesia telah ditemukan 24 spesies anopheles yang menjadi vektor
malaria.
12
- Lamanya sporogoni (berkembangnya parasit dalam nyamuk sehingga
menjadi infektif)
- Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian
menginfeksi jumlah yang berbeda-beda menurut spesies.
Nyamuk anopheles betina menggigit antara waktu senja dan subuh,
dengan jumlah yang berbeda-beda menurut spesiesnya. Kebiasaan makan
dan istirahat nyamuk anopheles dapat dikelompokkan sebagai :
- Endofili : suka tinggal dalam rumah/bangunan
- Eksofili : suka tinggal di luar rumah
- Endofagi : menggigit dalam rumah/bangunan
- Eksofagi : menggigit diluar rumah/bangunan
- Antroprofili : suka menggigit manusia
- Zoofili : suka menggigit binatang
Jarak terbang nyamuk anopheles adalah terbatas, biasanya tidak lebih
dari 2-3 km dari tempat perindukannya. Bila ada angin yang kuat nyamuk
anopheles bisa terbawa sampai 30 km. Nyamuk anopheles dapat terbawa
pesawat terbang atau kapal laut dan menyebarkan malaria ke daerah yang
non-endemik.
II.2.4 Faktor Lingkungan 11
- Lingkungan Fisik
Faktor geografi dan meteorologi di Indonesia sangat
menguntungkan transmisi malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini
berbeda bagi setiap spesies. Pada suhu 26,70 C masa inkubasi ekstrinsik
adalah 10-12 hari untuk P. falciparum dan 8-11 hari untuk P. vivax, 14-
15 hari untuk P. malariae dan P. ovale.
Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu
yang optimum berkisar antara 20-300 C. Makin tinggi suhu (sampai
batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sprogoni) dan
sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun
tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan
batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada
kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih
sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.
13
Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk
dan terjadinya epidemik malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung
pada jenis dan deras hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan.
Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan
berkembang biaknya nyamuk anopheles.
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin
bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada
ketinggian di atas 2000m jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa
berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh dari El-Nino. Di
pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih
sering ditemukan malaria. Ketinggian paling tinggi masih
memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m di atas permukaan laut
(di Bolivia).
Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang
nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan
manusia.
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk
berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat yang teduh. An.
hyrcanus spp dan An. pinctulatus spp lebih menyukai tempat yang
terbuka. An. barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun
yang terang.
An. barbirostris menyukai perindukan yang airnya
statis/mengalir lambat, sedangkan An. minimus menyukai aliran air yang
deras dan An. letifer menyukai air tergenang.
An. sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar
garamnya 12-18% dan tidak berkembang pada kadar garam 40% ke atas.
Namun di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan An. sundaicus
dalam air tawar.
- Lingkungan Biologik
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain
dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar
matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya. Adanya
14
berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax
spp), gambusia, nila, mujair, dan lain-lain akan mempengaruhi populasi
nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak seperti sapi, kerbau, dan babi
dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila ternak
tersebut dikandangkan tidak jauh dari rumah.
- Lingkungan Sosial-Budaya
Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana
vektor bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan
nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan
mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria a.l.
dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang
kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai
kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan,
pertambangan dan pembangunan pemukimam baru/transmigrasi sering
mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan
malaria (man-made malaria).
Peperangan dan perpindahan penduduk dapat menjadi faktor
penting untuk meningkatkan malaria. Meningkatnya pariwisata dan
perjalanan dari daerah endemik mengakibatkan meningkatnya kasus
malaria yang di impor.
II.2.5 Penilaian Situasi Malaria (Indikator Malaria) 11
Berapa sesungguhnya angka morbiditas dan mortalitas malaria suatu
wilayah sering sulit atau tidak mungkin diukur. Diantara indeks malariometri
standar yang dipakai untuk mengukurnya adalah :
a. Angka limpa atau spleen rate, yaitu presentase anak-anak berumur 2-9
tahun yang mempunyai pembesaran limpa yang bisa diraba.
Berdasarkan besarnya angka limpa yang disurvei suatu wilayah, dikenal
empat kemungkinan endemisitas malaria.
- Hipoendemik, bila angka limpa pada anak-anak 2-9 tahun tidak
melampaui 10%
- Mesoendemik, bila angka limpa pada anak-anak 2-9 tahun antara
11%-50%
15
- Hiperendemik, bila angka limpa pada anak-anak 2-9 tahun di atas
50%, angka limpa pada orang dewasa juga tinggi, tetapi toleransi
orang dewasa terhadap infeksi rendah
- Holoendemik, bila angka limpa pada anak-anak 2-9 tahun selalu di
atas 75%, angka limpa orang dewasa rendah, toleransi orang dewasa
terhadap infeksi tinggi
b. Angka parasit atau parasite rate, yaitu presentase penduduk yang dalam
darahnya mengandung parasit malaria (parasitemia).
c. Annual Malaria Incidence (AMI) yaitu proporsi jumlah kasus malaria
klinis dalam satu tahun per jumlah penduduk tahun kejadian.
- LIA (Low Incidence Area) jika kurang dari 10 per mil
- MIA (Medium Incidence Area) jika 10-50 per mil
- HIA (High Incidence Area) jika lebih dari 50 per mil 16
16
dan masa transmisi berikutnya. Di wilayah ini penduduk umumnya
mempunyai tingkat imunitas yang tinggi, dan kecil kemungkinan
terjadinya epidemi. Malaria stabil sesungguhnya sama dengan malaria
endemik menurut definisi di atas.
- Malaria tidak stabil, adalah malaria yang mempunyai prevalensi yang
sangat fluktuaktif selama masa transmisi atau dari tahun ke tahun
berikutnya. Di wilayah seperti ini penduduk umumnya memiliki
tingkat imunitas yang sangat rendah, dan epidemi malaria sangat
mungkin terjadi.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
17
hubungan variasi suatu penyakit dengan umur dan sebagai faktor sekunder
dalam mengamati atau meneliti perbedaan frekuensi penyakit terhadap
variabel lain seperti kontak kebiasaan hidup, resistensi, imunitas, pekerjaan,
status perkawinan, dan lain-lain.
2. Variabel jenis kelamin
Jenis kelamin adalah sifat jasmani dan rohani yang membedakan dua makhluk
sebagai pria dan wanita (kamus besar Bahasa Indonesia). Terdapat perbedaan
masalah kesehatan untuk jenis kelamin pria dan wanita disebabkan karena
adanya perbedaan anatomi, fisiologi, dan hormonal. Ditambah lagi dengan
kebiasaan hidup, tingkat kesadaran berobat, penggunaan sarana pelayanan
kesehatan, rasio dalam populasi, ekspresi dan keluhan, macam pekerjaan, dan
lain-lain.
3. Variabel tempat
Distribusi penderita malaria berdasarkan tempat sangat bermanfaat untuk
melihat tempat mana yang menunjukkan kasus malaria yang paling tinggi
maupun rendah. Distribusi penderita malaria dapat dibedakan menurut batas
administrasi wilayah dan bentuk atau keadaan geografi. Dengan keadaan
geografi yang berbeda maka proses dan kejadian penyakit malaria akan
berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Hal ini sesuai
dengan perindukan dari setiap jenis vektor nyamuk. Misalnya kasus malaria
sering terjadi pada daerah dataran rendah berair (rawa) dan pantai. Hal ini erat
hubungannya dengan suhu habitat vektor nyamuk dimana semakin rendah
suatu tempat makin tinggi suhu maka makin pendek masa inkubasi ekstrinsik,
selain itu air merupakan habitat utama untuk perkembangbiakan vektor
nyamuk serta jenis pekerjaan penduduk yang lebih banyak di luar rumah
sehingga waktu kontak dengan vektor nyamuk lebih banyak.
4. Variabel waktu
Variabel waktu sangat penting untuk melihat kapan waktu-waktu yang paling
sering untuk terjadi peningkatan kasus malaria (trend). Variabel waktu dalam
penelitian ini dikelompokkan menurut bulan, dengan alasan bahwa
peningkatan dan penyebaran kasus malaria pada setiap bulan tidaklah selalu
18
sama. Hal ini disebabkan adanya perbedaan musim antara bulan yang satu
dengan bulan yang lain.
5. Variabel jenis plasmodium
Melalui pemeriksaan secara mikroskopik apusan darah penderita malaria baik
apusan darah tipis maupun apusan darah tebal dapat diketahui ada tidaknya
parasit malaria dan mengetahui jenis plasmodiumnya. Dalam penelitian ini
jenis plasmodium yang ingin diketahui distribusinya yaitu :
- Plasmodium falciparum
- Plasmodium vivax
- Mixed infection (terdapat > 1 jenis plasmodium)
Umur
Jenis kelamin
Waktu kejadian
(Triwulan)
Jenis Plasmodium
19
III. 3. Definisi Operasional
20
BAB IV
METODE PENELITIAN
1. Populasi
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita
malaria yang tercatat dalam laporan bulanan penyakit di Dinas Kesehatan
Kota Jayapura yang berasal dari laporan 9 Puskesmas periode 2009.
2. Sampel
Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh penderita malaria
klinis yang tercatat dalam laporan bulanan penyakit di Dinas Kesehatan kota
Jayapura yang berasal dari 9 Puskesmas tahun 2009.
Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kota Jayapura yang merupakan data laporan bulanan dari 9 Puskesmas
yang ada di kota Jayapura tahun 2009.
21
Pengolahan data penyakit malaria dilakukan dengan menggunakan
bantuan komputer menggunakan sistem excel, dan disajikan dalam bentuk narasi
dan tabel distribusi.
BAB V
22
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Luas wilayah kota Jayapura 940 km2 atau 940.000 Ha atau 0,23% dari luas
seluruh daerah provinsi Papua, yang terdiri dari 5 (lima) Distrik Jayapura Utara,
Jayapura Selatan, Abepura, Muara Tami dan Distrik Heram yang terdiri dari 14
Kampung dan 25 Kelurahan. Areal lahan di kota Jayapura, adalah seluas 4.967
Ha. Topografi daerah cukup bervariasi, mulai dari dataran hingga berbukit /
gunung dengan ketinggian + 700 meter di atas permukaan air laut dan Jayapura
merupakan daaerah beriklim tropis dengan temperature rata-rata 29 0 C 31,80 C.
Kesesuaian lahan untuk pembangunan di kota Jayapura dikelompokkan ke dalam
kawasan budidaya (14.220 Ha) dan kawasan non budidaya (79.780 Ha).
23
Gambar 5.1. Peta Kota Jayapura
24
Geografi Kota Jayapura hampir sama dengan garis pantai utara negeri
Belanda itu. Kondisi alam yang berlekuk-lekuk inilah yang mengilhami Kapten
sache untuk mencetuskan nama Hollandia di nama aslinya Numbay. Numbay
diganti nama sampai 4 kali: Hollandia-Kotabaru-Sukarnopura--Jayapura, yang
sekarang dipakai adalah "Jayapura".
Walikota Pertama Drs. Flores Imbiri. 1979-1989. Walikota kedua Drs.
Michael Manufandu, MA. 1989-1993. Walikota ketiga Drs. Reomantyo periode
1994 - 1999. Walikota keempat Drs. M. R. Kambu, M.Si, periode 200-2005.
Walikota kelima Drs. M. R. Kambu, M.Si periode 2005-2010. Wakil Walikota
H.Sudjarwo, BE
25
Kota Jayapura yang penduduknya heterogen, terdiri dari hampir semua
suku bangsa yang ada di Indonesia yang berdomisili di ibukota provinsi Papua.
Jumlah penduduk kota Jayapura tahun 2008 adalah sebanyak 236.456 jiwa, yang
terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 125.473 jiwa (53,06%) dan penduduk
perempuan sebanyak 110.983 jiwa (46,94%), dengan laju pertumbuhan sebesar
4,10% per tahun. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi disebabkan tingginya
arus imigrasi dan urbanisasi, baik yang berasal dari luar pulau Papua, maupun dari
daerah lainnya di pulau Papua.
Angin Muson Barat Laut yang bertiup antara bulan desember hingga bulan
april mempunyi sifat sebaliknya dengan angin muson tenggara. angin berasal dari
daratan Asia yang pada saat itu matahari berada di atas Australia (selatan
Khatulistiwa) sehingga menyebabkan daerah ini rendah tekanan udaranya.Angin
Muson Barat Laut banyak mengandung uap air karena daerah yang di laluinya
cukup panjang dan hampir sebagian besar melewati laut dan samudra, karena
sifatnya demikian banyak mendatangkan hujan di Jayapura dan sekitarnya.
26
Sesuai dengan letaknya daerah Jayapura terletak pada wilayah
khatulistiwa, maka temperatur udara rata-rata maksimum 31,8 derajat dan
temperatur udara rata-rata minimum 23,5 derajat. temperatur mutlak maksimum
antara 31 - 33,1 derajat celcius. Penurunan temperatur sebanding dengan kenaikan
ketinggian dengan perbandingan 0,6 derajat Celcius : 100 m. Adapun rata-rata
temperatur udara maksimum dan minimum mutlak pada Stasiun Sentani dan
Genyem dalam 0 derajat Celcius
27
BAB VI
Tabel 6.1 Distribusi Kasus Malaria Klinis Menurut Kelompok Umur di Kota
Jayapura Tahun 2009
Jan, Feb, Mar Apr, Mei, Jun Jul, Agu, Sep Okt, Nov, Des
Umur n % n % n % n %
0-11 98 2.46 118 3.17 103 2.93 95 2.39
bln
1-4 th 721 18.16 648 17.40 640 18.20 635 16.02
5-9 th 679 17.10 588 15.79 579 16.47 697 17.59
10-14 431 10.85 358 9.61 331 9.41 404 10.19
th
15-54 1938 48.82 1894 50.88 1765 50.21 2017 50.90
th
>54 102 2.56 116 3.11 97 2.75 114 2.87
th
3969 100 3722 100 3515 100 3962 100
Sumber : Data Sekunder ( Dinas Kesehatan Kota Jayapura )
28
60
50
40
0-11 bln
1-4 th
30 5-9 th
10-14 th
15-54 th
20
>54 th
10
0
Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des
Grafik 6.1 Distribusi Kasus Malaria Klinis Menurut Kelompok Umur di Kota
Jayaputa Tahun 2009
Dari tabel 6.1 dan grafik 6.1 di atas dapat dilihat bahwa kasus malaria
klinis lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat berumur 15 54 tahun
yaitu pada triwulan pertama dengan jumlah kasus 1938 ( 48,82% ), triwulan
kedua sebanyak 1894 ( 50,88% ), triwulan ketiga sebanyak 1765 ( 50,21% ),
triwulan keempat sebanyak 2017 ( 50,90 % ). Sedangkan kelompok umur
terendah yaitu pada bayi 0 11 bulan dan umur 54 tahun ke atas. Dengan
komposisi pada triwulan pertama sebanyak 98 bayi ( 2,46% ), triwulan kedua 54
tahun keatas 116 orang ( 3,11% ), triwulan ketiga 97 orang ( 2,75% ), dan
triwulan keempat 95 bayi ( 2,39% ).
29
b. Distribusi Malaria Klinis Menurut Jenis Kelamin
Tabel 6.2 Distribusi Malaria Klinis Menurut Jenis Kelamin di Kota Jayapura
tahun 2009
Laki-Laki % Perempuan %
30.00
25.00
20.00
15.00 Laki-Laki
Perempuan
10.00
5.00
0.00
Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des jumlah
30
Grafik 6.2 Distribusi Kasus Malaria Klinis Menurut Jenis Kelamin di Kota
Jayapura tahun 2009
Dari tabel 6.2 dan grafik 6.2 diatas, dapat dilihat bahwa dari triwulan
pertama sampai terakhir jumlah kasus malaria klinis di kota Jayapura tahun 2009
lebih banyak terjadi pada kaum laki-laki dibandingkan perempuan namun
perbedaannya tidak terlalu besar, dengan perbandingan sebagai berikut, yaitu
triwulan pertama laki-laki sebanyak 2101 ( 25,77% ) dan perempuan sebanyak
2126 ( 29,19% ), triwulan kedua laki-laki sebanyak 1981 ( 24,29% ) dan
perempuan sebanyak 1760 ( 24,17% ), triwulan ketiga laki-laki sebanyak 1886
(23,13% ) dan perempuan sebanyak 1626 ( 22,33% ), triwulan keempat laki-laki
sebanyak 2186 ( 26,81% ) dan perempuan sebanyak 1771 ( 24,32% ).
Tabel 6.3 Distribusi Kasus Malaria Klinis Menurut Wilayah Puskesmas di Kota
Jayapura tahun 2009
31
Jan- % Apr- % Jul- % Okt- %
Mar Jun Sep Des
Tj. Ria 386 9.7 223 5.9 249 7.0 283 7.1
3 9 8 4
Imbi 143 3.6 153 4.1 153 4.3 230 5.8
0 1 5 1
Japut' 235 5.9 182 4.8 197 5.6 184 4.6
2 9 0 4
Elly 372 9.3 191 5.1 184 5.2 203 5.1
7 3 3 2
Hama 441 11. 344 9.2 340 9.6 303 7.6
di 11 4 7 5
Kotar 621 15. 549 14. 675 19. 684 17.
aja 65 75 20 26
Abep 263 6.6 229 6.1 190 5.4 279 7.0
ura 3 5 1 4
Waen 499 12. 393 10. 340 9.6 544 13.
a 57 56 7 73
Koya 1009 25. 1458 39. 1187 33. 1252 31.
42 17 77 60
3969 100 3722 100 351 100 3962 100
5
Grafik 6.3 Distribusi Kasus Malaria Klinis Pada 9 Wilayah Puskesmas di Kota
Jayapura tahun 2009
32
40.00
35.00
0.00
Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des
Dari tabel 6.3 dan grafik 6.3 di atas dapat terlihat bahwa pada tahun 2009
triwulan pertama kasus malaria klinis yang tertinggi adalah pada wilayah
Puskesmas Koya dengan 1009 kasus ( 25,42% ), triwulan kedua 1458 kasus
(39,17%), triwulan ketiga 1187 kasus ( 33,77% ), dan triwulan keempat 1252
kasus ( 31,60% ) sedangkan kasus malaria klinis yang terendah pada triwulan
pertama, kedua dan ketiga adalah wilayah Puskesmas Imbi dengan urutan 143
kasus ( 3,60% ), 153 kasus ( 4,11% ), dan 153 kasus ( 4,35% ). Sedangkan pada
triwulan keempat kasus malaria klinis wilayah Puskesmas Jayapura Utara lebih
rendah yaitu 184 kasus ( 4,64% ), namun perbedaannya tidak terlalu jauh.
33
Tabel 6.4 Distribusi kasus malaria klinis menurut waktu kejadian ( triwulan
pertama, triwulan kedua, triwulan ketiga, dan triwulan keempat ) di
kota Jayapura tahun 2009
n %
Jan-Mar 3969 26.166
93
Apr-Jun 3722 24.538
5
Jul-Sep 3515 23.173
79
Okt-Des 3962 26.120
78
1516 100
8
Sumber : Data sekunder ( Dinas Kesehatan Kota jayapura )
2009
26.5
26
25.5
25
24.5
24
23.5
23
22.5
Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des
Grafik 6.4 Distribusi kasus malaria klinis menurut waktu kejadian ( triwulan
pertama, triwulan kedua, triwulan ketiga, dan triwulan keempat ) di
kota Jayapura tahun 2009
34
Bila dilihat dari tabel 6.4 dan grafik 6.4 di atas, kasus malaria klinis di
kota Jayapura cenderung lebih banyak terjadi pada awal dan akhir tahun 2009.
Pada triwulan pertama kasus malaria klinis meningkat 3969 kasus ( 26,16% ),
triwulan kedua menjadi 3722 kasus ( 24,53% ), triwulan ketiga mengalami
penurunan menjadi 3515 kasus ( 23,17% ), dan triwulan keempat mengalami
peningkatan hingga 3962 kasus ( 26,12% ).
Grafik 6.5 Distribusi Kasus Malaria Menurut Jenis Plasmodium di Kota Jayapura
tahun 2009 ( triwulan pertama, triwulan kedua, triwulan ketiga, dan
triwulan keempat )
35
30.00
25.00
20.00
Pf
15.00 Pv
Mix
10.00
5.00
0.00
Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des
Dari tabel 6.5 dan grafik 6.5 nampak bahwa pada triwulan pertama dan
kedua, infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium vivax lebih banyak dari
plasmodium falciparum yaitu sebanyak 26,99% dan 24,84% sedangkan di
triwulan ketiga dan keempat didominasi oleh infeksi campuran ( Mix ) yaitu
25,71% dan 27,12%.
VI.2. PEMBAHASAN
36
Sudah banyak diketahui, bahwa ada penyakit yang disebut penyakit
anak, penyakit orang tua, dan penyakit akil balik, dan seterusnya. Hal ini
disebabkan karena penyakit tertentu hanya menyerang kelompok usia tertentu
pula, seperti penyakit morbili, pertusis, polio, cacar air, dan lain-lain disebut
penyakit anak. Penyakit juga didapat pada populasi tua. Penyakit ini tergolong
penyakit degeneratif, seperti reumatik, tulang keropos ( osteoporosis ), kardio-
vaskuler, syaraf, dan lain-lain. Tetapi ada juga penyakit yang menyerang
semua kelompok umur seperti penyakit malaria, DBD, dan lain-lain. 15,16,17
Manusia merupakan satu-satunya reservoir malaria yang penting,
walaupun kera simpanse bias diinfeksi oleh P. malariae. Beberapa jenis
primata ditulari oleh P. knowlesi, P. cynomology, P. brasilianum, P. schewtzi,
dan P. simium, yang secara eksperimental bisa menginfeksi manusia, tetapi
infeksinya secara alami sangat jarang. 3,8
Penyakit Malaria menyerang semua kalangan dan semua kelompok
umur baik bayi, balita, anak-anak maupun orang dewasa dan lanjut usia. Data
yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Jayapura menunjukkan bahwa
kasus malaria klinis lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat berumur
15-54 tahun yaitu pada triwulan pertama dengan jumlah kasus 1938 (48,82%),
triwulan kedua sebanyak 1894 ( 50,88% ), triwulan ketiga sebanyak 1765
(50,21%), triwulan keempat sebanyak 2017 ( 50,90 % ), dan yang menduduki
urutan kedua adalah kelompok umur 1-4 tahun dengan jumlah kasus triwulan
pertama 721 ( 18,16% ), triwulan kedua sebanyak 648 ( 17,40% ), triwulan
ketiga sebanyak 640 ( 18,20% ), triwulan keempat sebanyak 635 ( 16,02 % ).
Sedangkan kelompok umur terendah yaitu pada bayi 0 11 bulan dan umur
54 tahun ke atas. Dengan komposisi pada triwulan pertama sebanyak 98 bayi
(2,46%), triwulan kedua 54 tahun keatas 116 orang ( 3,11% ), triwulan ketiga
97 orang ( 2,75% ), dan triwulan keempat 95 bayi ( 2,39% ).
Pada triwulan pertama hingga triwulan terakhir di tahun 2009, kasus
malaria lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat yang berumur di atas
15-54 tahun bila dibandingkan dengan kelompok umur lainnya dan paling
37
sedikit terjadi pada bayi yang berumur 0-11 bulan dan umur >54 tahun. Orang
dewasa lebih sering beraktifitas di waktu malam dan melakukan mobilitas
keluar masuk ke daerah-daerah yang endemisitas malarianya tinggi
dibandingkan dengan anak-anak. Hal ini juga cukup sesuai dengan penelitian
(Hadzmawaty,dkk) di Mamuju pada 2008 yang mendapatkan jumlah penderita
malaria terbanyak pada orang dewasa usia 23-30 tahun (29,5%) dan juga
sesuai dengan penelitian (Anshory) di Makassar 2007 yang mendapatkan
jumlah terbanyak pada orang dewasa usia 30-39 tahun (29,7%).
Jika diamati secara keseluruhan kasus malaria klinis per triwulan
selama tahun 2009, maka dapat dilihat grafik 6.1 di atas terlihat kasus malaria
klinis di Kota Jayapura terjadi paling banyak pada kelompok umur 15-54
tahun ke atas yang mana mereka ini sudah bisa bekerja dan produktif secara
ekonomi sehingga dapat mengakibatkan kerugian ekonomi karena hilangnya
hari kerja saat sakit dan untuk masa penyembuhan yang disebabkan oleh
penyakit malaria.
Kemudian pada kelompok anak usia wajib belajar Sembilan Tahun
yaitu 5-14 tahun. Hal ini sangat berpengaruh pada angka absensi anak sekolah
yang dapat berdampak pada penurunan kualitas kemampuan anak didik.
Sedangkan pada bayi dan balita yaitu bayi yang berumur 0-11 bulan
dan balita yang berumur 1-4 tahun. Hal ini memberikan indikasi akan adanya
transmisi penularan lokal yang terjadi di dalam wilayah setempat karena bayi
cenderung lebih banyak berada di dalam rumah pada malam hari. Situasi ini
juga memberikan indikasi kejadian Malaria Konginetal dari ibu ke janin
melalui plasenta saat hamil karena masa inkubasi terpanjang pada infeksi yang
disebabkan oleh P. falciparum adalah 14 hari dan P.vivax adalah 17 hari
sehingga apabila bayi tersebut didiagnosa positif malaria pada umur sama atau
kurang dari masa inkubasi maka dapat dicurigai bahwa penularan tersebut
terjadi lewat plasenta dari ibu yang hamil ke janinnya.
Tingginya kasus malaria pada bayi dan balita ini memberikan dampak
yang sangat merugikan bagi masa depan bangsa. Hal ini disebakan karena
plasmodium dapat merusak sel darah merah dan pada P. falciparum dapat
38
terjadi sekuestrasi yang mengganggu proses tumbuh kembang anak karena
adanya penymbatan pada pembuluh darah dan juga dapat mengakibatkan
stroke dan gagal organ pada orang dewasa yang menjurus pada kematian.
b. Distribusi Malaria Klinis Menurut Jenis Kelamin
Insidensi berbagai penyakit diantara jenis kelamin kebanyakan
berbeda. Hal ini disebabkan oleh karena paparan terhadap agent setiap jenis
kelamin berbeda. Misalnya laki-laki lebih suka aktifitas fisik dari pada
perempuan, maka penyakit yang diderita akan berbeda sesuai akibat perilaku
dan fungsi sosial yang berbeda. Jenis pekerjaan antara pria dan wanita
berbeda. Pembagian kerja sosial antara laki-laki dan perempuan menyebabkan
perbedaan paparan yang diterima orang, sehingga penyakit yang dialami
berbeda pula. Misalnya resiko terhadap penyakit anak akan lebih tinggi
diantara perempuan dari laki-laki, karena perempuan terutama ibu rumah
tangga berfungsi juga sebagai pengasuh dan perawat anak ketika sakit. Selain
itu juga paparan terhadapnya akan lebih besar karena berfungsi sebagai
perawat anak ketika sakit di rumah. 15,16,17
Aktifitas dan rutinitas seseorang di malam hari sangat berpengaruh
pada kejadian malaria hal ini dikarenakan bahwa penularan malaria melalui
gigitan nyamuk Anopheles hanya terjadi pada malam hari.
Pada kasus malaria, perbedaan anatomi dan fisiologi antara laki-laki
dan perempuan tidak terlalu berpengaruh. Akan tetapi pada wanita yang
sedang hamil, malaria dapat mengakibatkan keguguran, anemia berat, bayi
lahir premature, dan BBLR bahkan pengobatan pada ibu hamil berbeda
dengan pengobatan malaria pada umumnya karena ada beberapa jenis obat
yang tidak dapat diberikan pada ibu hamil seperti Primaquin dan ACT pada
kehamilan trimester pertama karena dapat mengakibatkan keguguran.
Data yang diperoleh dari Dinas Kota Jayapura menunjukkan bahwa
kejadian kasus malaria klinis per triwulan pada tahun 2009 adalah pria lebih
banyak dibandingkan dengan kasus yang terjadi pada kaum perempuan namun
perbedaannya tidak terlalu besar, dengan perbandingan sebagai berikut, yaitu
triwulan pertama laki-laki sebanyak 2101 ( 25,77% ) dan perempuan sebanyak
39
2126 ( 29,19% ), triwulan kedua laki-laki sebanyak 1981 ( 24,29% ) dan
perempuan sebanyak 1760 ( 24,17% ), triwulan ketiga laki-laki sebanyak 1886
(23,13% ) dan perempuan sebanyak 1626 ( 22,33% ), triwulan keempat laki-
laki sebanyak 2186 ( 26,81% ) dan perempuan sebanyak 1771 ( 24,32% ). Hal
ini cukup sesuai dengan penelitian (Anshory) di Makassar pada 2007 yang
mendapatkan jumlah penderita malaria klinis lebih banyak pada laki-laki
(84,72%).
c. Distribusi Malaria Klinis Menurut Tempat Tinggal
Lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam
menentukan terjadinya proses interaksi antara penjamu dengan penyebab
dalam proses terjadinya penyakit. Empat faktor yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan
genetik. 15
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host / manusia,
baik benda mati, nyata, atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat
interaksi semua elemen-elemen tersebut, termasuk host yang lain. 15
Distribusi penderita malaria berdasarkan tempat sangat bermanfaat
untuk melihat tempat mana yang menunjukkan kasus malaria yang paling
tinggi maupun rendah. Distribusi penderita malaria dapat dibedakan menurut
batas administrasi wilayah dan bentuk atau keadaan geografi. Dengan keadaan
geografi yang berbeda maka proses dan kejadian penyakit malaria akan
berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Hal ini sesuai
dengan perindukan dari setiap jenis vector nyamuk. Misalnya kasus malaria
sering terjadi pada daerah dataran rendah berair (rawa) dan pantai. Hal ini erat
hubungannya dengan suhu habitat vektor nyamuk dimana semakin rendah
suatu tempat makin tinggi suhu maka makin pendek masa inkubasi ekstrinsik,
selain itu air merupakan habitat utama untuk perkembangbiakan vektor
nyamuk serta jenis pekerjaan penduduk yang lebih banyak di luar rumah pada
malam hari sehingga waktu kontak dengan vektor nyamuk lebih banyak.
Di Kota Jayapura, Daerah yang sangat endemis dapat dilihat pada
tabel 6.3 dan grafik 6.3 bahwa pada tahun 2009 triwulan pertama kasus
40
malaria klinis yang tertinggi adalah pada wilayah Puskesmas Koya dengan
1009 kasus ( 25,42% ), triwulan kedua 1458 kasus (39,17%), triwulan ketiga
1187 kasus ( 33,77% ), dan triwulan keempat 1252 kasus ( 31,60% )
sedangkan kasus malaria klinis yang terendah pada triwulan pertama, kedua
dan ketiga adalah wilayah Puskesmas Imbi dengan urutan 143 kasus (3,60%),
153 kasus ( 4,11% ), dan 153 kasus ( 4,35% ). Sedangkan pada triwulan
keempat kasus malaria klinis wilayah Puskesmas Jayapura Utara lebih rendah
yaitu 184 kasus ( 4,64% ), namun perbedaannya tidak terlalu jauh. Daerah
yang endemis tersebut di atas dikarenakan banyaknya tempat perindukan
nyamuk ( breeding place ) yang terjadi pada saat musim hujan yaitu beberapa
kali mati yang bersifat sementara, terdapat juga danau, rawa, dan hutan yang
lebat juga merupakan tempat yang baik untuk perindukan nyamuk Anopheles.
Dengan begitu maka upaya promosi dan preventif harus lebih digiatkan lagi
agar angka kejadian malaria dapat lebih ditekan.
d. Distribusi Malaria Klinis Menurut Waktu Kejadian
Variabel waktu merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
melakukan analisis dalam studi epidemiologi karena pencatatan dan pelaporan
insidensi dan prevalensi penyakit selalu didasarkan pada waktu, apakah
mingguan, bulanan, atau tahunan.
Laporan morbiditas ini menjadi sangat penting artinya dalam
epidemiologi karena didasarkan pada kejadian yang nyata dan bukan
berdasarkan perkiraan atau estimasi. Selain itu, dengan pencatatan dan laporan
morbiditas dapat diketahui adanya perubahan-perubahan insidensi dan
prevalensi penyakit hingga hasilnya dapat digunakan untuk menyusun
perencanaan dan penanggulangan masalah kesehatan. Mempelajari morbiditas
berdasarkan waktu juga penting untuk mengetahui hubungan antar waktu dan
insidensi penyakit atau fenomena lain. 17
Waktu kejadian penularan malaria sangat erat kaitannya dengan cuaca
dan iklim serta morbilitas penduduk dari daerah yang endemis malaria.
Suhu sangat mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk.
Suhu yang optimum berkisar 200 dan 300 C, makin tinggi suhu ( sampai batas
41
tertentu ) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik ( sporogoni ) dan sebaliknya
makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.
Selain suhu, kelembaban dan curah hujan pun turut mempengaruhi
kejadian malaria di suatu tempat pada waktu tertentu.
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun
tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas
paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban
yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit
sehingga meningkatkan penularan malaria.
Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan
terjadinya epidemik malaria. Besar kecilnya tergantung pada jenis dan deras
hujan, jenis vektor, dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas
akan memperbesar kemungkinan berkembang biak nyamuk Anopheles.
Dengan melihat tren yang terjadi maka upaya pencegahan harus lebih
ditingkatkan pada awal dan akhir tahun yaitu sebulan sebelumnya dengan
pertimbangan bahwa plasmodium memerlukan waktu 10 hari di dalam tubuh
nyamuk sampai sporozoit dan menginfeksi manusia ditambah dengan masa
inkubasi terpanjang P. vivax yaitu 17 hari sehingga sampai munculnya gejala
klinis membutuhkan waktu kurang lebih 27 hari.
42
binatang (82 pada jenis burung dan reptil dan 22 pada binatang primata). Dalam
klasifikasi binatang, parasit malaria berada dalam filum apicomplexa; kelas
sporozoa; ordo haemosporodia; family plasmodiae; dan genus plasmodium. 3
Ada empat jenis plasmodium yang menyerang manusia, yaitu :
- P. falciparum. Spesies ini menyebabkan penyakit malaria tertiana maligna
(malaria tropica), disebut pula malaria subtertiana, estivoatumnal, atau
lebih tepat malaria falciparum, yang sering menjadi malaria yang berat /
malaria cerebralis, dengan angka kematian yang tinggi. Infeksi oleh spesies ini
menyebabkan parasitemia yang meningkat jauh lebih cepat dibandingkan
spesies lain dan merozoitnya menginfeksi sel darah merah dari segala umur
(baik muda maupun tua).
- P. vivax. Menyebabkan malaria tertiana benigna, disebut juga malaria vivax
atau tertian ague. Spesies ini memiliki kecenderungan menginfeksi sel-sel
darah merah yang muda (retikulosit).
- P. ovale. Spesies yang paling jarang dijumpai ini menyebabkan malaria
tertiana benigna atau lebih tepat disebut malaria ovale. Predileksinya terhadap
sel-sel darah merah mirip dengan P. vivax ( menginfeksi sel darah merah
muda ).
- P. malariae. Spesies ini adalah penyebab malaria kuartana ( tidak lazim
disebut malaria malariae ), yang ditandai dengan serangan panas yang
berulang setiap 72 jam. Diduga mempunyai kecenderungan menginfeksi sel-
sel darah yang tua. Biasanya, tingkat parasitemia rendah karena spesies ini
lebih rendah dibandingkan spesies lain. Plasmodium jenis ini satu-satunya
yang ditemukan juga menginfeksi simpanse dan beberapa binatang liar
lainnya.
Selain infeksi salah satu dari spesies yang telah disebutkan di atas ada
kemungkinan seorang penderita diinfeksi oleh lebih dari satu spesies plasmodium
secara bersamaan. Hal tersebut disebut infeksi campuran atau mixed infection.
Infeksi campuran paling banyak disebabkan oleh dua spesies, terutama P.
falciparum dan P. vivax, atau P. falciparum dan P.malariae. Jarang terjadi infeksi
campuran oleh P. vivax dan P. malariae. Lebih jarang lagi infeksi campuran tiga
43
spesies sekaligus. Infeksi campuran biasanya dijumpai di wilayah-wilayah yang
mempunyai tingkat penularan malaria yang tinggi. 3
Di kota Jayapura hanya ditemukan kasus malaria yang positif terinfeksi P.
falciparum, P. vivax, dan mix. Sampai akhir tahun 2009 belum ada laporan
mengenai adanya infeksi yang disebabkan oleh P. malariae maupun P. ovale. Di
triwulan pertama dan triwulan kedua P. vivax masih lebih banyak jumlahnya
dibandingkan plasmodium lainnya. Namun pada triwulan ketiga dan keempat
kasus malaria lebih dominan disebabkan oleh mix ( campuran ) dibandingkan
dengan P. falciparum, dan P. vivax. Dengan persentasi Plasmodium vivax lebih
banyak dari plasmodium falciparum yaitu sebanyak 26,99% dan 24,84%
sedangkan di triwulan ketiga dan keempat didominasi oleh infeksi campuran
(Mix) yaitu 25,71% dan 27,12%. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian
(Anshory) di Makassar pada tahun 2007 dimana plasmodium yang paling banyak
ditemukan adalah P. falciparum ( 41,67 % ). Selain itu dari penelitian secara
survey (Samuel Mabunda, dkk 2003) pada anak-anak di Mozambik di dapatkan
52,4% sampel yang diteliti positif P. falciparum.
BAB VII
VII.1. Kesimpulan
44
3. Dari triwulan pertama hingga triwulan terakhir di tahun 2009 daerah
kelurahan Koya merupakan daerah endemis sedangkan kelurahan Imbi lah
yang paling rendah angka kejadiannya.
4. Kejadian kasus malaria di kota Jayapura cenderung lebih banyak terjadi pada
awal dan akhir tahun 2009, dengan puncak kasus malaria klinis terjadi pada
triwulan pertama.
5. Pada tahun 2009 di kota Jayapura ditemukan P. falciparum, dan P. vivax serta
infeksi campuran ( mix ) antara keduanya. Di triwulan pertama dan triwulan
kedua P. vivax masih lebih banyak jumlahnya dibandingkan plasmodium
lainnya. Namun pada triwulan ketiga dan keempat kasus malaria lebih
dominan disebabkan oleh mix ( campuran ) dibandingkan dengan P.
falciparum, dan P. vivax.
VII.2. Saran
1. Perlunya perhatian yang lebih besar lagi terhadap kejadian malaria pada bayi
dan balita serta ibu hamil karena kelompok ini merupakan kelompok yang
sangat rentan akan terjadinya malaria berat dan kematian.
2. Malaria dapat menyerang siapa saja baik laki-laki maupun perempuan
sehingga upaya pencegahan pada perorangan harus selalu diperhatikan
terutama untuk mencegah gigitan nyamuk pada malam hari.
3. Perlunya perhatian dan pengawasan di daerah Koya karena merupakan daerah
yang paling tinggi angka kejadian malaria klinisnya di tahun 2009.
4. Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi peningkatan kasus yang signifika,
maka perlu dilakukan intervensi pencegahan minimal satu bulan sebelum
interval waktu puncak kejadian malaria klinis.
5. Perlunya peningkatan sosialisasi dan pengawasan minum obat agar tidak
terjadi resistensi dan kasus relaps.
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Harijanto PN. Malaria. In: Sudoyo AW, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006: 1732-44
2. DepKes RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Di Indonesia. Jakarta: Dirjen
P2M & PL; 2006: 1-67
3. DepKes RI. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria. Dirjen P2M & PL; 2009: 1-
56
4. DepKes RI. HAri Malaria Sedunia Saatnya Membuat Dunia Peduli. [online] 2008
April 23 [cited 2010 Juli 30]; 1-2. Available from: URL: http://www.depkes.go.id
5. Nilam Sari CI. Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan Penyakit Malaria dan
Demam Berdarah Dengue. [online] 2005 Januari 9 [cited 2010 Juli 30]; 1-18.
Available from: URL: http:://www.rudyct.com
6. WHO. World Malaria Report 2005. Switzerland: World Helath Organization; 2006
7. DepKes RI. Peringatan Hari Malaria Sedunia. [online] 2008 April 25 [cited 2010 Juli
30]; 1-2. Available from: URL: http:://www.depkes.go.id
46
8. DepKes RI. 49 Persen Penduduk Tinggal di Daerah Penularan Malaria. [online] 2007
May 1 [cited 2010 Juli 30]; 1-2. Available from: URL: http:://www.depkes.go.id
9. DepKes RI. Penyakit Malaria dan TBC Menyebabkan 170.000 Kematian Setiap
Tahun di Indonesia. [online] 2003 Juni 18 [cited 2010 Juli 30]; 1-3. Available from:
URL: http:://www.depkes.go.id
10. Widoyono. Malaria. In: Widoyono. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan,
Pencerahan & Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga; 2005: 20: 111
11. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. In: HArijanto PN. Malaria, Epidemiologi,
Patogenesis, Manifestasi Klinis, dan Penganannya. Jakarta: EGC; 2000: 1-15
12. DepKes RI. Modul Pemeriksaan Parasit Malaria Dan Monitoring Efikasi Obat. Dirjen
P2M & PL; 2003: 5-17
13. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. In: Rampengan TH. Penyakit Infeksi Tropis
Pada Anak. Jakarta: EGC; 2008: 190-3
14. DepKes RI. Pedoman Kegiatan Kader Dalam Pemberantasan dan Pencegahan
Penyakit Malaria; Seri Peran Serta Masyarakat. Jakarta: DepKes RI; 2006; 10-13
15. Budiarto E. Penelitian Deskriptif. In: Budiarto E. Metodologi Penelitian Kedokteran,
Sebuah Pengantar. Jakarta: EGC; 2003: 28-30
16. Soemirat J. Host. In: Soemirat J. Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University; 2000. 55-56
17. Budiarto E, Anggraini D. Epidemiologi Desktiptif. In: Budiarto E. Anggraini D.
Pengantar Epidemiologi Ed-2. Jakarta: EGC; 2003; 111-117
18. Sahlan A. Karakteristik Penderita Malaria di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar Periode 1 Januari 2006 - 31 Desember 2007. Makassar: 2008; 75 77
47
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
Orangtua
- Ayah : M. Marzuki
- Ibu : Suhaenah
Riwayat Pendidikan
48