Rangkuman Pengantar Metalurgi Ekstraktif
Rangkuman Pengantar Metalurgi Ekstraktif
Disusun oleh:
CECEP PANJITIRTA
10070112061
Pendahuluan
Keahlian dalam mengekstraksi logam dari bijihnya telah berlang- sung
sejak awal peradaban raanusia. Logam pertama yang digunakan manusia
adalah emas dan tembaga, yang ditemukan secara alamiah dalam bentuk
logam. Sekitar 4000 tahun sebelum masehi, manusia telah mempelajari cara
menghasilkan tembaga dan perunggu dengan melebur bijih tembaga dan timah
dalam unggun arang kayu. Sepan- jang sejarah kemanusiaan proses metalurgi
ekstraksi terus berkem- bang secara coba dan ralat (trial and error ).
Pengetahuan tentang peleburan atau penempaan diturunkan dari bapak ke anak.
Perkembangan baru kadang-kadang merupakan hasil impian yang cemerlang,
tetapi lebih sering merupakan suatu hasil kebetulan. Seorang pengunjung pada
pabrik metalurgi yang modern akan terkesan dengan banyaknya operasi yang
kompleks. Khususnya pada bidang metalurgi nirbesi (non-ferrous ) tahap
operasinya sangat bervariasi dari satu logam ke logam lainnya, bahkan untuk
menghasilkan logam yang samapun ditemukan berbagai jenis pabrik yang
berbeda. Agar dapat memahami sedemikian banyaknya proses-proses metalurgi
yang berbeda perlu diketahui sejumlah kecil prinsip dasar dan sedikit banyak
tentang bijih.
1. Bijih
Secara umum bijih didefinisikan sebagai batuan yang dapat ditam- bang
secara ekonomis untuk dijadikan bahan baku dalam memproduksi logam. Aspek
ekonomi merupakan hal yang sangat penting, yang membatasi antara bijih dan
batuan yang tidak berharga, tergantung pada teknologi yang dimiliki dan harga
pasaran dari logam terse- but. Lebih dari seratus tahun yang lalu bijih tembaga
harus mengandung sedikitnya 5% tembaga agar dapat diterima sebagai bijih.
Sekarang, dengan semakin majunya teknologi, batuan dengan kandungan 0,5%
tembaga dapat ditambang dan diproses secara ekonomis walaupun secara relatif
terhadap harga komoditas logam lainnya, harga logam tembaga adalah
menurun. Pada masa yang akan datang dapatlah kita harapkan bahwa batuan
lainnya yang sekarang dinilai tidak berharga, seperti aluminium silikat atau bintil
laut-dalam, akan menjadi bijih untuk menghasilkan aluminium, tembaga, nikel,
dan kobal.
Jenis Bijih
Bijih sulfida mewakili kelompok yang besar dan penting. Yang terpenting
adalah bijih tembaga, sering terdiri dari campuran sulfida tembaga dan besi.
Logam lainnya yang diperoleh dari bijih sulfida adalah nikel, seng, timbel, air
raksa, dan molibden. Walaupun bijih sulfida sering mengandung besi, misalnya
sebagai pirit, FeSg, hanya suatu pengecualian apabila digunakan sebagai
sumber bahan besi. Bijih sulfida sering mengandung metaloid seperti arsen,
antimon, selenium, dan telerium. Tidaklah dikesam- pingkan secara ekonomis
bahwa dalam kenyataannya bijih sulfida sering mengandung sejumlah kecil
ataupun besar logam perak, emas, dan platina. Logam mulia ini dalam keadaan
tertentu terdapat secara alami dalam bentuk logam, misalnya sebagai bijih alam
(native).
Kelompok penting lainnya adalah jenis halida, seperti batuan garam
penghasil natrium, dan garam magnesium klorida yang bersa- ma-sama dengan
air laut menjadi sumber magnesium.
Kebanyakan dari bijih terkristalisasi mengandung sejumlah mineral yang
berbeda, misalnya kristal dengan komposisi tertentu. Artinya pada bijih sulfida
tertentu dapat mengandung kalkopirit, CuFeSo> bersama dengan sfalerit,
(Zn,Fe)S, dan galena, PbS, demikian pula pirit dan silikat ataupun mineral
pengotor lainnya. Bijih demikian biasanya pertama kali dilakukan pemisahan
terhadap mineral- mineral tersebut, menghasilkan secara terpisah konsentrat
tembaga, seng, dan timbel, dan juga membuang mineral pengotor yang tidak
berharga. Perlakuan ini disebut sebagai pengolahan bahan galian (ore-dressing)
yang akan dibicarakan secara terpisah, sedangkan yang dikemukakan di sini
adalah pembicaraan singkat dan umum tentang proses-proses menghasilkan
logam.
2. Bagan Alir
Walaupun dengan definisi yang kurang jelas antara unit proses dan unit operasi
seperti yang dikemukakan di atas, penggolongan dalam bidang metalurgi
ekstraktif akan lebih sulit bila dibandingkan dengan di bidang teknologi kimia.
Klasifikasi yang dapat dilaku- kan adalah sebagai berikut.
1. Berdasarkan fase yang terlibat
a. Gas - padatan. Contoh: pemanggangan, reduksi dengan gas.
b. Gas - cair. Contoh: penghembusan Bessemer, distilasi.
c. Cair - cair. Contoh: reaksi terak-logam.
d. Padatan - cair. Contoh: likuasi, pelindian, dan presipi tasi.
2. Berdasarkan alat
a. Unggun tetap. Contoh: sintering, pelindian perkolasi.
b. Unggun terfluidakan. Contoh: pemanggangan terfluidakan dan
reduksi.
c. Tanur tegak. Contoh: tanur tiup besi, kiln kapur.
d. Kiln putar. Contoh: pengeringan dan kalsinasi.
e. Retort. Contoh: dapur kokas, produksi seng secara karbo- termis.
f. Tanur pantul. Contoh: peleburan matte, pembuatan baja open-hearth.
g. Tanur listrik. Contoh: peleburan matte dan pembuatan baja.
h. Sel elektrolisis garam lebur. Contoh: produksi dan pemur- nian
aluminium.
i. Sel elektrolisis larutan encer. Contoh: reduksi dan pemur- nian
elektrolitik.
3. Berdasarkan reaksi kimia
a. Oksidasi. Contoh: pemanggangan, sintering, penghembusan
Bessemer.
b. Reduksi. Contoh: pembuatan besi, produksi seng secara karbotermis.
c. Reaksi terak-logam. Contoh: pembuatan baja, peleburan matte.
d. Klorinasi. Contoh: produksi titanium tetraklorida.
e. Reduksi elektrolitik. Contoh: elektrolitik seng, produksi aluminium.
f. Pemurnian elektrolitik. Contoh: pemurnian tembaga dan nikel.
Proses lainnya dapat ditambahkan pada daftar yang tertera di atas.
Gambar-2 Bagan alir untuk pembuatan besi dan baja. Sebelah kiri : open hearth
Sebelah kanan: pembuatan baja pneumatik
Zinc sulfide concentrate
Gambar-3
Bagan alir untuk memproduksi seng
dari konsentrat sulfida seng.
Sebelah kiri : reduksi karbotermis
Sebelah kanan: pelindian dan elektrolisis
Daur ulang dari produk antara, terak, dsb, menuju ke tahap sebe-
lummya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kembali sebanyak mungkin
kandungan berharganya. Misalnya pada bagan alir tembaga (Gambar-1), terak
dari konverter Bessemer dan dari tanur pemur- nian (fire-refining) semuanya
dikembalikan ke tahap peleburan matte. Di sini kandungan tembaga dalam terak
diperoleh kembali, dan hanya terak dari tahap peleburan matte yang dibuang.
Terak ini mengandung hampir seluruhnya pengotor dan sesedikit mungkin logam
tembaga yang berharga.
Proses daur ulang tidak selalu dapat diterapkan pada semua tahap.
Dalam pembuatan besi dan baja (Gambar-2) misalnya, kemungkinan dilakukan
pengembalian terak ke dalam tanur tiup guna memperoleh kembali kandungan
besi dan mangan, dapat dilaksanakan. Hal ini dibenarkan apabila bijihnya bebas
dari kandungan fosfor. Sean- dainya di dalam bijih itu terdapat fosfor, maka fosfor
tersebut akan tereduksi dalam tanur tiup dan masuk ke dalam besi wantah.
Selanjutnya, dalam proses pembuatan baja, fosfor dioksidasi dan masuk ke
dalam terak. Bila terak ini dikembalikan ke dalam tanur tiup maka fosfornya akan
terakumulasi dalam suatu siklus tertutup.
4. Unit Pengukuran
Bagian selanjutnya dari judul pembicaraan ini adalah mengarah pada
ketentuan umum yang dipakai untuk mengevaluasi secara kuan- titatif terhadap
proses-proses metalurgi. Salah satu perbedaan antara seni dan ilmu
pengetahuan dalam metalurgi adalah bahwa pada yang terakhir disebut,
mencoba untuk menyatakan fenomena dalam bentuk yang dapat dinilai secara
kuantitatif: berdasarkan pengukuran dan perhitungan. Untuk itu diperlukan suatu
sistem unit pengukuran yang sudah dikenal. Memang diakui bahwa pemilihan
unit pengukuran tidak dipersoalkan selama digunakan secara kon- sisten. Sistem
unit tertentu dapat lebih tepat dipakai dibanding- kan dengan sistem lainnya,
akan tetapi dengan ditetapkannya sistem SI (Systeme Internationale dUnites)
secara menyeluruh oleh negara-negara industri, maka sistem inilah yang
selanjutnya dipakai di sini.
joule (abs) =
W-s = calorie ft lb
Units Nm (thermochem kWh liter-atm kg (force) (force) Btu
.) m
1 joule (abs) = 1
W-s = 1 0.2390 2.778 x 10"7 9.869 x 10~3 01020 0.7376 9.478 x 10"4
1Nm=
1 calorie
(thermochem.) = 4.184 1 1.162 x 10"6 4.131 x 102 0.4269 3.086 3.966 x 10"3
1 kWh = 3.600 x 106 8.604 x 10s 1 3.553 x 104 3.671 x 10s 2.655 x 106 3412
1 liter-atm = 101.33 24.22 2.815 x 105 1 10.33 74.74 9.607 x 10-2
1 kg (force) m = 9.807 2.344 2.724 x 10~6 9.678 x 102 1 7.233 9.295 x 10"3
1 ft lb (force) = 1.356 0.3240 3.766 x 10"7 1.338 x 10"2 0.1383 1 1.285 x 10~3
Note: Unfortunately two different joules (the absolute and the international joule) as well as two different calories (the
thermochemical and the International Table calorie) have been defined. The differences between these two sets are less
than 0.1 percent and do not significantly affect the above table, which is based on the former set of units.
merupakan konstanta, sedangkan PVm nilai pembatas hasil perkalian
tekanan dan volume molar dari gas pada saat tekanan mendekati nol. Unit
suhu tergantung pada harga numerik untuk konstanta R, Untuk unit Kelvin
konstanta ini dipilih sedemikian hingga perbe- daan antara titik lebur normal
dan titik didih air sama dengan 100 unit (derajat). Keadaan ini memberikan R
dengan harga numerik 0,082 liter-atm/(K.mol) = 8,314 J/(K/mol) dan suhu
untuk titik beku air adalah 273,16 K.
Dalam praktek sehari-hari suhu biasanya dinyatakan dalam skala Celsius.
Skala unitnya sama dengan skala Kelvin, tetapi titik nolnya dipilih pada titik
leleh air. Ini menjadikan titik didih air tepat 100 C, dan secara umum: C = K
- 273,16.
5. Stoikhiometri
Dalam perhitungan kimia dan metalurgi sering dibutuhkan untuk
menghitung jumlah relatif dari reaktan yang diperlukan dalam reaksi tertentu,
demikian pula jumlah produknya.
Perhitungan stoikhiometrik dapat dilakukan dengan berbagai cara dan setiap
orang, berdasarkan pengalaman, akan menemukan metode- nya sendiri.
Oleh karena itu, prosedur berikut ini bukan merupa- kan satu-satunya jalan
untuk memecahkan perhitungan, akan tetapi merupakan jalan yang telah
terbukti berguna dan memberikan sedi- kit peluang untuk melakukan
kesalahan.
Sebagai contoh yang baik apabila diperhatikan pembakaran gas
metan dengan udara untuk menghasilkan karbon dioksida dan uap air
menurut reaksi:
CH4(g) + 202 = C02 + 2H20(g)
Selanjutnya dapat diikuti langkah berikut:
1. Pilih sebagai dasar sejumlah tertentu reaktan. Dapat berupa satu mol, satu
kilogram, satu ton, atau sejumlah apa saja.
2. Hitung jumlah mol dari reaktan dalam pilihan dasar hitungan.
3. Dari persamaan reaksi, hitung jumlah mol reaktan lainnya dan jumlah mol
produk.
4. Konversikan jumlah mol reaktan dan produk ke dalam unit yang cocok, berat
atau volume.
5. Hitung komposisi dari produk dalam unit yang tepat.
6. Balansi Material
Bedakan antara balansi material dan perhitungan umpan. Pada
perhitungan umpan, dihitung jumlah bahan baku yang diperlukan. Untuk
memperolehnya diperlukan pengetahuan tentang kesetimbangan kimia dan
kinetika, reaksi bahang dan kehilangan bahang, yang akan dibicarakan pada bab
selanjutnya. Balansi material, merupa- kan bentuk pembukuan dari suatu proses
yang sedang berjalan. Persamaan dasar yang dipakai dalam balansi material
adalah hukum konservasi massa.