Vital Sign.
TD : 150/90ss
mmHg
Tax : 36,5 C
N : 82x/mnt
RR : 20x/mnt
TB : 155 cm
BB : 69 kg
Pemeriksaan
Kepala :
Anemis (-), Ikterus
(-), Cyanosis (-),
Dispneu (-),Reflek
cahaya +/+.
Leher :
Pembesaran KGB
(-), Pembesaran
kelenjar thyroid (-).
Thorax :
Simetris (+),
Reguler (+),
Retraksi (-/-).
C/ S1 S2 Tunggal,
Mumur (-), Gallop
(-)
P/ Vesicular +/+, Rh
-/-, Whez -/-
Abdomen:
Pembesaran sesuai
dengan usia
kehamilan
Pemeriksaan
kehamilan :
TFU : 37 cm,
L1 : Lunak, bulat,
kesan bokong.
L2 : Puka, DJJ :
154x/menit
L3 : Keras, Bulat,
terkesan kepala.
L4 : sudah masuk
PAP 1/5, Divergen
Ekstremitas: Akral
HKM, Edema +/+,
CRT <2 detik.
Pemeriksaan USG:
Oligohidramnion
(kantong amnion <
2cm) , TBJ sekitar
4000 gram
Preeklamsia
Definisi
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria pada kehamilan setelah
umur kehamilan 20 minggu. Kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik 140/90
mmHg. Proteinuria ditandai dengan protein dalam urin 24 jam yang kadarnya melebihi
0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter.
Klasifikasi
1. Preeklampsia ringan, adalah suatu keadaan pada ibu hamil disertai kenaikan tekanan
darah sistolik 140/90 mm/Hg atau kenaikan diastolik 15 mm/Hg atau lebih, atau kenaikan
sistolik 30 mm/Hg atau setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal
dan adanya proteinuria kuantitatif >3 gr perliter atau kuantitatif 1+ atau 2+ pada urin
kateter
2. Preeklamsia berat, adalah suatu keadaan pada ibu hamil bila disertai kenaikan
tekanan darah 160/110 mm/Hg atau lebih, adanya proteiunuria 5 gr atau lebih per
liter dalam 24 jam atau kuantitatif 3+ atau kuantitatif 4+, adanya oliguria (jumlah urin
kurang dari 5 00cc per jam, adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, rasa nyeri di
epigastrium, adanya tanda sianosis, edema paru, trombositopeni, gangguan fungsi hati,
serta yang terakhir adalah pertumbuhan janin terhambat.
3. Eklampsia merupakan preeklampsia yang disertai kejang dan disusul dengan koma.
Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga
penyakit ini disebut dengan The Diseases of Theories. Beberapa faktor yang berkaitan
dengan terjadinya preeklampsia adalah :
Faktor Trofoblast
Faktor Imunologik
Faktor Hormonal
Faktor Genetik
Faktor Gizi
Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Gejala Klinis
Gejala preeklampsia adalah :
1. Hipertensi
2. Edema
3. Proteinuria
4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan
Diagnosis
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut :
1. TD 160 / 110 mmHg
2. Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+
3. Oliguria 500 ml / 24 jam disertai kenaikan kadar kreatinin darah
4. Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus
5. Gangguan visus dan cerebral
6. Nyeri epigastrium
7. Edema paru atau sianosis
8. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)
9. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low
Platelet Counts)
Impending eklampsia bila dijumpai tanda/ gejala berikut :
1.Nyeri kepala hebat
2.Gangguan visual
3.Muntah-muntah
4.Nyeri epigastrium
5.TD naik secara progresif
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diketahui :
a.Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC
b.Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya retardasi
pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion
c.Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan yang memberat
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kadar albumin serum,
2. LDH,
3. Hapus darah tepi,
4. Waktu perdarahan dan pembekuan
5. Mengetahui keadaan janin perlu dilakukan pemeriksaan USG.
Tatalaksana
Segera MRS.
Tirah baring miring ke satu sisi.
Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)
Diet cukup protein, rendah Karbohidrat, Lemak dan Garam.
Obat-obatan :
Anti kejang:
Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat-syarat pemberian MgSO4
a. Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10%
dalam 10 cc) diberikan I.V pelan dalam 3 menit.
b. Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress pernafasan (-).
c. Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).
Pemberian MgSO4 dapat di ulang dengan dosis ulangan diberikan setelah 6 jam
pemberian dosis awal, dosis ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan secara
intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong kanan/kiri dimana pemberian MgSO4
tidak melebihi 2-3 hari
Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :
1.Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia
3.Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati
pada penderita pre-eklampsia.
4.Edema Paru.
5.Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
6.Prematuritas
7.Kelainan ginjal : Berupa endoteliosis gromerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria
atau gagal ginjal.
8.DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai
tahap eklampsia.
Definisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu
kurang dari 500 cc.
Pada kasus-kasus yang jarang, volume ketuban dapat turun di bawah batas normal dan
kadang-kadang menyusut hingga hanya beberapa ml cairan kental. Pada kehamilan postterm
jumlah cairan ketuban yang tersisa mungkin hanya 100 sampai 200 ml atau kurang. Penyebab
keadaan ini belum sepenuhnya dipahami. Secara umum, oligohidramnion yang timbul pada
awal kehamilan jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk. Marks dan Divon
menemukan oligohidramnion yang didefinisikan sebagai indeks cairan amnion sebesar 5 cm
atau kurang pada 12 persen dari 511 kehamilan berusia 41 minggu atau lebih. Pada 121
wanita yang diteliti secara longitudinal, terjadi penurunan rata-rata indeks cairan amnion
sebesar 25 persen per minggu setelah 41 minggu. Akibat berkurangnya cairan, risiko
kompresi tali pusat, dan pada gilirannya gawat janin, meningkat pada semua persalinan,
tetapi terutama pada kehamilan postterm.
Penatalaksanaan
Tindakan Konservatif :
1. Tirah baring.
2. Hidrasi.
3. Perbaikan nutrisi.
4. Pemantauan kesejahteraan janin ( hitung pergerakan janin, NST, Bpp ).
5. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.
6. Amnion infusion.
7. Induksi dan kelahiran
Penatalaksanaan bergantung pada usia kehamilan,pada kehamilan Pre-term :
mengevaluasi dan memonitor keadaan fetal dan maternal agar tetap dalam kondisi
optimal
Prognosis
Hasil janin pada oligohidramnion awitan dini buruk. Dari sekitar 80 persen
kehamilan semacam itu dan hanya separuh dari janin-janin ini yang selamat. Dan
sekitar 34 kehamilan midtrimester yang mengalami penyulit oligohidramnion dan
didiagnosis secara ultrasonografis berdasarkan tidak adanya kantung cairan amnion
yang besarnya tidak adanya kantung cairan amnion yang besarnya lebih dari 1 cm
di semua bidang vertikal. Sembilan (26 persen) dari janin-janin ini mengalami
anomali, dan 10 dari 25 yang secara fenotipe normal mengalami abortus spontan
atau lahir mati karena hipertensi ibu yang parah, hambatan pertumbuhan janin,
atau solutio plasenta. Dari 14 bayi lahir hidup, dengan delapan lahir preterm dan
tujuh meningkat meninggal. Enam bayi yang lahir aterm tumbuh normal.
Oligohidramnion sebelum minggu ke-37 pada jani yang tumbuh sesuai masa
kehamilannya memperhatikan peningkatan angka kelahiran preterm sebesar tiga
kali lipat, tetapi tidak untuk hambatan pertumbuhan atau kematian janin.
Temuan lain melaporkan otopsi pada 89 bayi dengan sekuensi oligohidramnion.
Hanya 3 persen yang memiliki saluran ginjal normal; 34 persen menderita agnesis
ginjal bilateral; 34 persen displasia kistik bilateral; 9 persen agnesis unilateral
dengan displasia; 10 persen kelainan saluran kemih minor.
Bayi yang tadinya normal dapat mengalami awitan dini yang parah. Perlekatan
antara amnion dan bagian-bagian janin dapat menyebabkan kecacatan serius
termasuk amputasi. Selain itu, akibat tekanan dari semua sisi, penampakan janin
menjadi aneh, dan kelainan otot-rangka, misalnya kaki gada (clubfoot) sering
terjadi.
Komplikasi
1. Congenital malformation
2. Pulmonary hypoplasia
3. Fetal compression syndrome
4. Amniotic band syndrome
5. Abnormal fetal growth or IUGR
6. Decreased fetal blood volume, renal blood flow, and, subsequently, fetal urine output
7. Fetal morbidity
Resiko
1. Bila terjadi pada permulaan kehamilan maka janin akan menderita cacat bawaan
dan pertumbuhan janin dapat terganggu bahkan bisa terjadi partus prematurus yaitu
picak seperti kertas kusut karena janin mengalami tekanan dinding rahim.
2. Bila terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi cacat bawaan seperti
club-foot, cacat bawaan karena tekanan atau kulit jadi tenal dan kering ( lethery
appereance ).
3. Hiploplasia paru
Insidensi hipoplasia paru saat lahir tidak banyakbanyak berubah dan berkisar dari
1,1 sampai 1,4 per 1000 bayi. Apabila cairan amnion sedikit sering terjadi
hipoplasia paru. Suatu studi kohort prospektif pada 163 kasus oligohidramnion
yang terjadi pada selaput ketuban pecah dini pada gestasi 15 sampai 28 minggu.
Hampir 13 persen janin mengalami hipoplasia paru. Penyulit ini lebih sering terjadi
seiring dengan berkurangnya usia gestasi. Kilbride mempelajari 115 wanita dengan
ketuban pecah dini sebelum minggu ke-29. Terjadi tujuh kelahiran mati dan 40
kematian neonatus sehingga mortalitas perinatal menjadi 409 per 1000. Resiko
hipoplasia paru letal adalah 20 persen. Hasil yang merugikan lebih besar
kemungkinannya apabila pecah ketuban terjadi lebih dini serta durasinya melebihi
14 hari.
Menurut Fox dan Badalian serta Launaria dkk, terdapat tiga kemungkinan yang
menjadi penyebab hipoplasia paru. Pertama, tertekannya toraks mungkin
menghambat pergerakan dinding dada dan ekspansi paru. Kedua, kurangnya
gerakan napas janin mengurangi aliran masuk ke paru. Ketiga dan model paling
luas diterima adalah kegagalan mempertahankan cairan amnion atau meningkatnya
aliran keluar pada paru yang tumbuh kembangnya terlambat.
Cukup banyaknya cairan amnion yang dihirup oleh janin normal, seperti
dibuktikan oleh deunhoelter dan Pritchard, mengisyaratkan bahwa cairan yang
terhirup tersebut berperan dalam ekspansi, dan pada gilirannya, pertumbuhan paru.
Namun, Fisk dkk. Menyimpulkan bahwa gangguan pernafasan janin tidak
menyebabkan hipoplasia paru pada oligohidramnion. Dalam suatu eksperimen,
McNamara dkk melaporkan temuan-temuan dari dua set kembar monoamnionik
dengan anomali ginjal yang berlawanan. Mereka menyajikan bukti bahwa volume
cairan amnion yang normal memungkinkan perkembangan paru normal walaupun
terdapat obstruksi ginjal janin.