Anda di halaman 1dari 4

MODEL PRAGMATIS

Perspektif pragmatis jelas sulit untuk dilukiskan dalam model komunikasi yang
berbentuk gambar. Setelah mengetahui bahwa kompleksitas waktu lebih relevan bagi
perspektif pragmatis daripada kompleksitas ruang. Tetapi, sekalipun kita tahu bahwa
perspektif interaksional tidak dapat disesuaikan dengan lebih tidak dapat lagi. Seperti
yang telah dikemukakan di bagian pertama, beberapa perspektif memang lebih mudah
untuk diuraikan dalam model yang berbentuk gambar daripada perspektif yang lainnya.
Konsep ruang mencakup tiga dimensi: tinggi, lebar, dan dalam. Apabila kita
cukup berumur, tentu dapat mengingat kembali film 3-D (tiga dimensi; kita harus
menggunakan kacamata khusus untuk menontonnya), Kita tentu dapat mengingat
kesan kedalaman yang baru (dimensi ketiga) dalam gambar film yang diproyeksikan.
Dimensi itu tidak ada dalam film lainnya. Kamera dan lensa proyeksi yang baru, berikut
kemajuan teknologis lainnya dan sinematografi, menyebabkan tidak perlu lagi memakai
kacamata untuk film tiga dimensi dan menunjukkan persepsi kedalaman secara visual
tanpa memakai kacamata.
Dewasa ini gambar televisi masih tetap "datar", yakni, tanpa adanya persepsi
kedalaman; dan selembar kertas atau halaman buku di mana model komunikasi itu
akan disajikan "datar" juga (2-D), walaupun kedalamannya dapat dinyatakan dalam
gambar.
Waktu, pada sisi yang Iain, hanya memiliki satu dimensi seringkali disebut
"dimensi yang keempat". Dan bagaimanakah gambar 2-D pada sehelai kertas dapat
menyajikan dimensi yang keempat dari waktu itu? la sama sekali tidak dapat
melakukannya secara memadai. Model ini hanya dapat mengisyaratkan adanya
dimensi waktu tersebut.

Komponen-Komponen Khas

Komunikasi dalam perspektif pragmatis dimulai dengan perilaku orang-orang


yang terilibat dalam komunikasi. Karena itu, satuan komunikasi yang paling
fundamental adalah tindak perilaku atau tindak yang dijalankan secara verbal atau
nonverbal oleh seorang peserta dalam peristiwa komunikatif. Tindak itu laiu
dikategorikan ke dalam berbagai fungsi yang dilaksanakan komunikasi. Tetapi tidak ada
suatu daftar kategori fungsionalpun yang dapat diterima secara luas di kalangan para
anggota masyarakat ilmiah sebagai daftar fungsi yang dianggap memadai. Namun yang
ada adalah sejumlah sistem kategori yang secara khas merefleksikan minat yang unik
dan tujuan-tujuan penelitian dari peneliti itu sendiri. Sekalipun demikian, tindak yang
dilakukan oleh para komunikan diklasifikasikan ke dalam kategori fungsional dan
karenanya dapat diulang-kembali.
Karena tindak terjadi dalam rangkaian peristiwa yang sinambung maka
keberurutan (prinsip "rangkai" dari Hawes, 1973) tindak itu menjadi penting. Tindak
tertentu harus mendahului tiap tindakan, dan suatu tindakan menyusul setiap tindakan;
karena itu, satuan analisis yang lebih penting dari sistem komunikasi bukanlah tindak
tetapi interaksi atau interaksi ganda.
Probabilitas transisi ditentukan untuk setiap interaksi atau interaksi ganda yang
mungkin dalam periode interaksi yang diamati. Interaksi dan interaksi ganda yang
paling redundan menandai interaksi tersebut sebagai suatu pola. Dan pola-pola
( yakni,redundansi atau kendala) interaksi yang timbul dari observasi membentuk
struktur dan fungsi sitem komunikasi tersebut. Memahami komunikasi dalam perspektif
pragmatis berarti mencari pola-pola interaksinya.
Sepanjang waktu pola interaksi itu dapat dipengaruhi oleh perubahan. Sistem
komunikasi dapat mengubah pola interaksi yang khas dan perubahan itu secara empiris
dapat diketahui melalui pencatatan perubahan dalam pola yang redundan dari interaksi
dari interaksi gada. Bergeser dari satu pola interaksi ke pola karakteristik lainnya
menunjukkan bahwa sistem komunikasi itu meninggalkan satu fase interaksi dan
memasuki fase yang lainnya.
Beberapa sistem komunikasi merupakan sistem yang terus berlangsung sebagai suatu
sistem dalam periode waktu yang panjang. Sistem-sistem seperti itu antara lain,
keluarga, kelompok kerja, teman, dan klub sosial. Kelompok yang sedang berlangsung
tidaklah secara kontinu bergeser dari satu fase yang berbeda ke fase lainnya secara
tidak terbatas. Lebih mungkin sistem-sistem itu mengembangkan norma dan pola
perilaku tertentu, termasuk pola interaksi dan pola fase, yang cenderung diperkokoh
secara berulang-ulang selama periode sejarah sistem tersebut. Dengan kata lain, fase
di mana sistem sosial itu bergerak, cenderung untuk berulang dalam suatu siklus yang
sinambung. Karena itu, karakteristik komunikasi yang sedang berjalan adalah pola
interaksi, fase, dan siklus.

Lokus Perilaku yang Berurutan

Lokus komunikasi dalam persepektif pragmatis secara jelas adalah perilaku, tindakan
yang dijalankan oleh para individu yang menjadi anggota sistem komunikasi.
Dengan mengingat kembali faham Birdwhistell bahwa komunikasi bukanlah sesuatu
yang "dilakukan" oleh seseorang tetapi merupakan peristiwa atau sistem di mana
seseorang "berpartisipasi" atau "menjadi bagian dari" maka tempat komunikasi dalam
urutan perilaku itu seharusnya menjadi agak jelas. Teori informasi menyatakan bahwa
redundansi merupakan kendala (pada pilihan), dan kendala itu merupakan struktur. Dan
struktur adalah organisasi yang teratur negentropi. Makin banyak redundansi atau
struktur, makin stabil sistem, dan makin mampu sistem itu untuk bertahan terhadap
proses kerusakan atau kehancuran. Akan tetapi itu hanya benar sampai batas tertentu.
Tetapi bahwa terlalu banyak struktur dapat pula merugikan sistem sosial seperti juga
terlalu sedikit. Makin terstruktur, sistem itu, makin berkurang kemampuan sistem itu
untuk menyesuaikan diri pada perubahan lingkungan, misalnya, organisasi yang
birokratis. Suatu contoh yang lain adalah redundansi yang melemahkan pembentukan
pola perilaku kelompok kerja "ban berjalan" dalam suatu pabrik. Kolaja (1969: 76)
menunjukkan bahwa suatu jumlah redundansi yang demikian telah meyuburkan
keadaan yang monoton dan cenderung untuk menjadi "tidak berarti secara manusiawi".
Keadaan itu menimbulkan kemunduran dalam hubungan sosial." Selanjutnya Kolaja
menyatakan hal yang telah jelas bahwa masalah berapa banyak redundansi atau
pola itu dikatakan optimal belum terpecahkan, bahkan secara teoretis sekalipun. Dan
memang, jumlah pemolaan yang optimal dapat saja berbeda dari satu jenis sistem
sosial pada jenis yang lainnya.
Tetapi gejala vitalitas tampak pada jumlah masalah yang begitu banyak yang telah
diajukan dalam cara yang benar-benar heuristik, yakni, para penganut faham
pragmatisme dalam masyarakat ilmiah komunikasi tidak memiliki jawaban untuk semua
permasalahan, akan tetapi mereka memang mempunyai gagasan yang baik tentang
pertanyaan-pertanyaan apa yang seyogyanya ditanyakan.

Anda mungkin juga menyukai