Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jantung
2.1.1. Anatomi Jantung
Jantung terletak di rongga toraks di antara paru paru. Lokasi ini
dinamakan mediastinum (Scanlon, 2007). Jantung memiliki panjang kira-kira 12
cm (5 in.), lebar 9 cm (3,5 in.), dan tebal 6 cm (2,5 in.), dengan massa rata rata
250 g pada wanita dewasa dan 300 g pada pria dewasa. Dua pertiga massa jantung
berada di sebelah kiri dari garis tengah tubuh (Tortora, 2012). Pangkal jantung
berada di bagian paling atas, di belakang sternum, dan semua pembuluh darah
besar masuk dan keluar dari daerah ini (Scanlon, 2007). Apeks jantung yang
dibentuk oleh ujung ventrikel kiri menunjuk ke arah anterior, inferior, dan kiri,
serta berada di atas diafragma.
Membran yang membungkus dan melindungi jantung disebut perikardium.
Perikardium menahan posisi jantung agar tetap berada di dalam mediastinum,
namum tetap memberikan cukup kebebasan untuk kontraksi jantung yang cepat
dan kuat. Perikardium terdiri dari dua bagian, yaitu perikardium fibrosa dan
perikardium serosa. Perikardium fibrosa terdiri dari jaringan ikat yang kuat, padat,
dan tidak elastis. Sedangkan perikardium serosa lebih tipis dan lebih lembut dan
membentuk dua lapisan mengelilingi jantung. Lapisan parietal dari perikardium
serosa bergabung dengan perikardium fibrosa. Lapisan viseral dari perikardium
serosa, disebut juga epikardium, melekat kuat pada permukaan jantung. Di antara
perikardium parietal dan viseral terdapat cairan serosa yang diproduksi oleh sel
perikardial. Cairan perikardial ini berfungsi untuk mengurangi gesekan antara
lapisan lapisan perikardium serosa saar jantung berdenyut. Rongga yang berisi
cairan perikardial disebut sebagai kavitas perikardial.
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikardium (lapisan paling
luar), miokardium (lapisan bagian tengah), dan endokardium (lapisan paling
dalam). Seperti yang telah disebutkan di atas, lapisan epikardium merupakan
lapisan viseral perikardium serosa yang disusun oleh mesotelium dan jaringan ikat
lunak, sehingga tekstur permukaan luar jantung terlihat lunak dan licin.
Miokardium merupakan jaringan otot jantung yang menyusun hampir 95% dinding
jantung. Miokardium bertanggung jawab untuk pemompaan jantung. Meskipun
menyerupai otot rangka, otot jantung ini bekerja involunter seperti otot polos dan
seratnya tersusun melingkari jantung. Lapisan terdalam dinding jantung,
endokardium, merupakan lapisan tipis endotelium yang menutupi lapisan tipis
jaringan ikat dan membungkus katup jantung.
Jantung mempunyai empat ruangan. Dua ruangan penerima di bagian
superior adalah atrium, sedangkan dua ruangan pemompa di bagian inferior adalah
ventrikel. Atrium kanan membentuk batas kanan dari jantung (Tortora, 2012) dan
menerima darah dari vena kava superior di bagian posterior atas, vena kava
inferior, dan sinus koroner di bagian lebih bawah (Ellis, 2006). Atrium kanan ini
memiliki ketebalan sekitar 2 3 mm (0,08 0,12 in.). Dinding posterior dan
anteriornya sangat berbeda, dinding posteriornya halus, sedangkan dinding
anteriornya kasar karena adanya bubungan otot yang disebut pectinate muscles.
Antara atrium kanan dan kiri ada sekat tipis yang dinamakan septum interatrial.
Darah mengalir dari atrium kanan ke ventrikel kanan melewati suatu katup yang
dinamakan katup trikuspid atau katup atrioventrikular (AV) kanan.
Ventrikel kanan membentuk pemukaan anterior jantung dengan ketebalan
sekitar 4 5 mm (0,16 0,2 in.) dan bagian dalamnya dijumpai bubungan -
bubungan yang dibentuk oleh peninggian serat otot jantung yang disebut
trabeculae carneae. Ventrikel kanan dan ventrikel kiri dipisahkan oleh septum
interventrikular. Darah mengalir dari ventrikel kanan melewati katup pulmonal ke
arteri besar yang dinamakan trunkus pulmonal. Darah dari trunkus pulmonal
kemudian dibawa ke paru paru. Atrium kiri memiliki ketebalan yang hampir
sama dengan atrium kanan dan membentuk hampir keseluruhan pangkal dari
jantung. Darah dari atrium kiri mengalir ke ventrikel kiri melewati katup bikuspid
(mitral) atau katup AV kiri. Ventrikel kiri merupakan bagian tertebal dari jantung,
ketebalan sekitar 10 15 mm (0,4 0,6 in.) dan membentuk apeks dari jantung.
Sama dengan ventrikel kanan, ventrikel kiri mempunyai trabeculae carneae dan
chordae tendineae yang menempel pada muskulus papilaris. Darah dari ventrikel
kiri ini akan melewati katup aorta ke ascending aorta. Sebagian darah akan
mengalir ke arteri koroner dan membawa darah ke dinding jantung (Tortora,
2012).
c. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan hidrostatik yang diakibatkan karena
penekanan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan darah sistolik adalah
tekanan darah tertinggi yang dicapai arteri selama sistol, sedangkan tekanan darah
diastolik adalah tekanan darah terendah yang dicapai arteri selama diastol (Tortora,
2012). Tekanan arteri rata rata (mean arterial pressure) adalah tekanan rata
rata yang bertanggung jawab mendorong darah maju ke jaringan selama seluruh
siklus jantung. Perkiraan tekanan arteri rata rata dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut:
Tekanan arteri rata rata = tekanan darah diastolik + 1/3 (tekanan darah
sistolik tekanan darah diastolik)
Pengaturan tekanan arteri rata rata bergantung pada dua kontrol utamanya, yaitu
curah jantung dan resistensi perifer total. Kontrol curah jantung bergantung pada
pengaturan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, sementara resistensi
perifer total terutama ditentukan oleh derajat vasokonstriksi arteriol.
Pengaturan jangka pendek tekanan darah terutama dilakukan oleh reflex
baroreseptor. Baroreseptor sinus karotikus dan lengkung aorta secara terus
menerus memantau tekanan arteri rata rata. Kontrol jangka panjang tekanan
darah melibatkan pemeliharaan volume plasma yang sesuai melalui kontrol
keseimbangan garam dan air oleh ginjal ( Sherwood, 2001).
Gambar 2.2. Faktor faktor yang meningkatkan tekanan arteri rata rata
Sumber: Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. The Cardiovascular System: Blood
Vessels and Hemodynamics. In: Roesch, B., et al., eds. Principles of Anatomy and
Physiology. 13th ed. USA: John Wiley & Sons, 817
2.2.3. Patogenesis
Hipertrofi Ventrikel Kiri (HVK) merupakan kompensasi jantung
menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang
ditandai oleh penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi
diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri,
kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik).
Rangsangan simpatis dan aktivitas sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
(RAA) memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume diastolik
ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi
miokard (gangguan fungsi sistolik) (Panggabean, 2006).
2.2.4. Patofisiologi
HVK pada hipertensi sebenarnya merupakan fenomena yang kompleks,
dimana tidak hanya melibatkan faktor hemodinamik, seperti beban tekanan,
volume, denyut jantung yang berlebihan, dan peningkatatan kontraktilitas dan
tahanan perifer, tetapi juga faktor non hemodinamik, seperti usia, kelamin, ras,
obesitas, aktifitas fisik, kadar elektrolit, dan hormonal (Efendi, 2003).
Hipertrofi dan dilatasi jantung ini membutuhkan suplai darah yang lebih
banyak dan miokardium yang terlalu teregang justru akan menyebabkan kekuatan
kontraksi menurun. Hal ini mengakibatkan suplai darah tidak mampu
menyetarakan massa otot jantung yang meningkat, sehingga akan berujung pada
komplikasi jantung lainnya, seperti penyakit infark miokardium yang diakhiri
dengan gagal jantung. Jadi, dapat dilihat bahwa HVK yang disebabkan oleh
hipertensi akan mempermudah berbagai macam komplikasi jantung, termasuk
gagal jantung kongestif, aritmia ventrikel, iskemia miokard, dan mati mendadak
(Massie, 2002).
2.2.6. Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis mencakup durasi dari hipertensi, terapi sebelumnya (respon dan
efek samping), riwayat keluarga menderita hipertensi dan penyakit kardiovaskular,
bukti adanya hipertensi sekunder, bukti adanya kerusakan organ target, dan faktor
resiko lain, seperti perubahan berat badan, dislipidemia, merokok, diabetes, dan
inaktivitas fisik (Kotchen, 2008).
b. Pemeriksaan Fisik
Tanda fisik dari penyakit jantung hipertensi tergantung dari abnormalitas
predomian dari jantung, durasi, dan keparahan dari penyakit jantung hipertensi itu.
Pada tingkatan awal dari penyakit, pemeriksaan fisik mungkin berada dalam batas
normal. Pulsasi arteri normal pada tingkatan awal penyakit jantung hipertensi.
Tetapi pulsasi akan menurun pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri. Tekanan
darah sistolik dan/atau diastolik meningkat. Tekanan darah mungkin normal pada
saat pemeriksaan jika pasien mendapatkan pengobatan antihipertensi yang adekuat
atau jika pasien menderita disfungsi ventrikel kiri tingkat lanjut dan ventrikel kiri
tidak mampu menghasilkan curah jantung dan volume sekuncup yang cukup untuk
menaikkan tekanan darah (Riaz, 2012).
Pada auskultasi jantung, bunyi jantung S2 meningkat akibat kerasnya
penutupan katup aorta. Kadang ditemukan murmur diastolik akibat regurgitasi
aorta. Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat dari
peninggian tekanan atrium kiri. Sedangkan bunyi S3 (gallop ventrikel atau
protodiastolik) ditemukan bila tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat
akibat dari dilatasi ventrikel kiri. Paru perlu diperhatikan apakah ada suara
pernafasan tambahan, seperti ronki basah atau ronki kering/mengi.
Pemeriksaan perut ditujukan untuk mencari aneurisma, pembesaran hati,
limpa, ginjal, dan asites. Auskultasi bising sekitar kiri dan kanan umbilikus
menandakan adanya stenosis arteri renalis (Panggabean, 2006). Pada pemeriksaan
fisik dapat dicurigai HVK dengan palpasi, didapatkan posisi apeks jantung yang
melebar dan sedikit turun ke bawah, dan kadang kadang disertai dengan pulsasi
apeks yang kuat dan berlangsung lama bila penderita berada dalam posisi
berbaring dan miring ke kiri (Efendi, 2003).
c. Radiologi
Menurut Purwohudoyo (2005), dari segi radiologi, cara yang mudah untuk
mengukur jantung apakah membesar atau tidak, adalah dengan membandingkan
lebar jantung (A+B) dan lebar dada (C) pada foto toraks Posterior-Anterior (PA)
(Cardio-Thoracic Ratio = CTR). CTR = (A+B) C, (A = jarak jantung kanan
terjauh dari garis tengah vertebratorakalis imajiner, B = jarak jantung kiri terjauh
dari garis tengah vertebratorakalis imajiner, C = garis imajiner yang menyinggung
kupula diafragma kanan). Normalnya 35% < CTR < 50% dan dikatakan jantung
membesar (kardiomegali) bila CTR > 50%. Pembesaran yang berasal dari
ventrikel kiri dimanifestasikan dengan ekstensi ke arah inferior kiri dan posterior
dari batas kiri bawah jantung. Pembesaran jantung yang terlihat dengan radiologi
menandakan HVK sudah dalam tahap lanjut.
d. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi (EKG) dapat mendeteksi HVK berdasarkan pembesaran
ventrikel baik karena pertambahan tebal otot, dilatasi ruang ventrikel, atau
keduanya. Penilaian HVK dengan EKG lebih sensitif dibanding dengan radiologi.
Pertambahan voltase pada HVK disebabkan oleh pertambahan jumlah atau ukuran
serabut otot. Banyak kriteria yang digunakan untuk menentukan HVK dengan
EKG, namun biasanya digunakan kriteria Romhilt-Estes atau Sokolow-Lyton
(Efendi, 2003).
e. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan baku emas dalam menentukan diagnosis HVK
pada penyakit jantung hipertensi (Efendi, 2003). Ekokardiografi lebih sensitif dan
spesifik daripada EKG dalam mendiagnosis HVK (57% untuk HVK ringan dan
98% untuk HVK berat). HVK pada penyakit jantung hipertensi simetris,
sedangkan hipertrofi yang terjadi pada kardiomiopati asimetris (Riaz, 2012).
Sesuai dengan kesepakatan atau protokol dari American Society of
Echocardiography, ada dua macam teknik pemeriksaan, yaitu teknik 2 dimensi
dan teknik M mode. Teknik ekokardiografi ditentukan berdasarkan gelombang
suara berfrekuensi tinggi (ultrasound) yang melalui struktur intrakardiak. Pantulan
yang terjadi ditangkap dan diperagakan pada sebuah oscilloscope, sehingga ukuran
atrium kiri, ventrikel kiri, ventrikel kanan, dan aorta dapat ditemukan, demikian
pula ketebalan dan pergerakan ventrikel kiri dan septum interventrikuler.
Pada M Mode, suatu sinar tunggal terbatas dari ultrasound diarahkan
menuju jantung dari sela iga keempat dan kelima di perbatasan parasternal kiri.
Bayangan yang dihasilkan oleh pantulan ultrasound direkam pada kertas yang
bergerak dengan kecepatan 50 mm/detik.
Ekokardiografi 2 dimensi bermanfaat untuk menggambarkan hubungan
struktural yang kompleks, terutama pandangan jantung dari parasternal kiri dan
posisi apeks (four chamber view). Waktu penggambaran struktural intrakardiak
dengan teknik ini lebih sulit dilakukan daripada dengan teknik M mode (Efendi,
2003).
Pengukuran dimensi internal ventrikel kiri (Left Ventricle Internal
Dimension/ LVID), tebal septum interventrikuler (Interventicular Septal Wall
Thickness/ SWT) dan tebal dinding posterior (Posterior Wall Thickness/ PWT)
diperoleh dari diagram M-mode yang diambil dari posisi mid ventricular short-
axis view pada sela iga IV dan V di parasternalis kiri. LVIDd (Left Ventricle
Internal Dimension at Diastole) diambil antara sisi kiri septum interventrikuler
dan endokardium posterior ventrikel kiri pada akhir diastolik.
Sesuai metode Devereux didapatkan rumus pengukuran Left Ventricle Mass
Index/ LVMI ( g/m2) sebagai berikut:
LVMI = (1,04 [ (SWT + PWT+LVID)3 (LVID)3] 14)/BSA
Wt = Berat badan dalam kg, Ht = tinggi badan dalam cm (standar Dubois).
Dikategorikan LVH apabila LVMI >108 g/m2 untuk wanita dan LVMI
>131 g/m2 untuk pria. Klasifikasi lebih jauh dari HVK berdasarkan tebal relatif
dinding otot jantung (Relative Wall Thickness/ RWT) sesuai dengan kriteria
American Society of Echocardiography dibedakan atas hipertrofi konsentrik jika
RWT >0,45 dan hipertrofi eksentrik jika RWT kurang dari 0,45. RWT diperoleh
dari rumus berikut : RWT = [ (2xPWT)/LVIDd ] (Efendi, 2003).
2.3.2. Etiologi
Tabel 2.3. Penyebab gagal jantung kiri
Gangguan kontraktilitas
Infark miokardium
Transient myocardial ischemia
Beban volume: regurgitasi katup (mitral atau aorta)
Kardiomiopati dilatasi
Peningkatan afterload (beban tekanan)
Hipertensi sistemik
Obstruksi aliran: stenosis aorta
Obstruksi pengisian ventrikel kiri
Stenosis mitral
Konstriksi pericardial atau tamponade
Gangguan relaksasi ventrikel
Hipertrofi ventrikel kiri
Kardiomiopati hipertrofi
Kardiomiopati restriktif
Sumber: Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed.
Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 234
Tabel 2.4. Penyebab gagal jantung kanan
Penyebab jantung
Gagal jantung kiri
Stenosis katup pulmonal
Infark ventrikel kanan
Penyakit parenkim paru
Penyakit paru obstruksi kronis
Penyakit paru interstisial
Adult respiratory distress syndrome
Infeksi paru kronis atau bronkiektasis
Penyakit vaskular paru
Emboli paru
Hipertensi pulmonal primer
Sumber: Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed.
Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 235
2.3.3. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi
menurut New York Heart Association (NYHA). Klasifikasi NYHA berdasarkan
simptom pasien yang didapat dari anamnesis dan bukan berdasarkan pengukuran
objektif.
Klasifikasi NYHA juga dapat memprediksi mortalitas. Menurut satu studi,
tafsiran mortalitas satu tahun pada pasien gagal jantung kelas II, III, dan IV NYHA
berturut turut adalah 7%, 15%, dan 28% (Gopal, 2009).
Tabel 2.5. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association
Kelas Simptom
I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik
II Pembatasan ringan pada aktivitas fisik, dispnea dan kelelahan pada
aktivitas fisik sedang, seperti menaiki tangga dengan cepat
III Pembatasan pada aktivitas fisik, dispnea muncul pada aktivitas
fisik minimal
IV Pembatasan berat pada aktivitas fisik, simptom muncul bahkan
pada saat istirahat
Sumber: Shah, R.V., Fifer,M. A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed.
Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 242
2.3.4. Patofisiologi
Gagal jantung kongestif tidak hanya mengindikasikan ketidakmampuan
jantung untuk mempertahankan aliran oksigen yang adekuat, tetapi juga
merupakan suatu respon sistemik untuk mengkompensasi ketidakmampuan itu.
Determinan dari curah jantung adalah kecepatan denyut jantung dan volume
sekuncup. Volume sekuncup ditentukan oleh preload (volume yang masuk ke
ventrikel kiri), kontraktilitas, dan afterload (impedansi aliran dari ventrikel kiri).
Variabel ini penting dalam memahami patofisiologi dari gagal jantung.
Preload biasanya dinyatakan sebagai volume akhir diastolik dari ventrikel
kiri dan secara klinis dapat dinilai dengan mengukur tekanan atrium kanan.
Kontraktilitas menggambarkan pemompaan oleh otot jantung dan biasanya
dinyatakan sebagai fraksi ejeksi.
Afterload adalah tahanan yang harus dilawan oleh jantung untuk memompa
darah keluar, biasanya dinilai dengan mengukur tekanan arteri rata rata.
Gangguan jantung pada gagal jantung kongestif dapat dievaluasi dari variabel
variabel di atas. Jika curah jantung menurun, kecepatan denyut jantung atau
volume sekuncup harus berubah untuk mempertahankan perfusi normal. Jika
volume sekuncup tidak bisa dipertahankan, maka kecepatan denyut jantung harus
meningkat untuk mempertahankan curah jantung (Figueroa, 2006).
2.3.6. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi-Doppler, dan kateterisasi. Kriteria
Framingham dapat digunakan untuk diagnosis gagal kongestif (Panggabean,
2006).
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan bila minimal ada 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor (Braunwald, 2005).