OLEH :
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Peneliti
menyadari, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka penelitian ini
tidak akan terselesaikan. Oleh karena itu, ucapan terima kasih peneliti haturkan
kepada:
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah,
DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan dan
Wakil Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Endah Wulandari, M.Biomed selaku pembimbing 1 yang telah
memberikan masukan dan nasihat serta meluangkan waktu, pikiran, dan
tenaga dalam membimbing peneliti.
4. dr. Ahmad Azwar Habibi, M.Biomed selaku pembimbing 2 yang telah
memberikan motivasi serta mencurahkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk
membimbing peneliti dalam melakukan penelitian dan menyusun laporan
penelitian ini.
5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab modul Riset yang selalu
mengarahkan dan mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan
penelitian.
6. Kedua orang tua peneliti, Arief Rachman dan Azizah, terima kasih untuk kasih
sayang dan doa yang terus menerus dipanjatkan, serta pengorbanan yang
penuh keikhlasan dan keridhoan yang menjadikan kelancaran dalam setiap
langkah hidup peneliti.
7. Adik tersayang, Shelly Monica Rachman, terima kasih untuk doa dan
dukungan yang selalu diberikan.
8. Ibu Ayi selaku laboran di Laboratorium Biokimia FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dan mendampingi peneliti selama
melakukan penelitian dan pengambilan data.
v
9. Mbak Suryani, selaku laboran di Laboratorium Biologi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti selama pengambilan data
penelitian.
10. Teman kelompok riset, Zulfahmi Siregar, dan teman-teman PSPD angkatan
2011. Terima kasih atas kerja sama, dukungan, dan semangat yang diberikan.
11. Hafizh Nizham, terima kasih atas motivasi dan keceriaan yang selalu
diberikan.
12. Muflikha Mayazi, Afiati, Helvia, Silmi, teman-teman kost VLDL, Yofara,
Tiara, Madina, Cut Neubi Getha, Nadisha, Herlina, Hania, dan Leily . Terima
kasih atas doa, dukungan, semangat dan canda tawa yang diberikan. Semoga
kekompakan kita menjadi awal untuk kesuksesan kita selanjutnya.
Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat peneliti
harapkan. Demikian laporan penelitian ini peneliti susun, semoga dapat
memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Peneliti
vi
ABSTRAK
ABSTRACT
Keloids are formed as a result of the imbalancy between the synthesis and
degradation of collagen at the wound healing process. As an over-proliferated
tissue, keloids will pass through the glycolysis and oxidative phosphorylation as
an alternative pathways in order to full fill the energy. Aim of this study was to
determine the role of lactate dehydrogenase (LDH) in the transition mechanism of
glycolytic metabolism to oxidative phosphorylation in an effort to full fill energy
supply in the formation of keloids tissue. This is descriptive study using cross-
sectional design. Keloids tissue samples were taken from the biopsies of ten
patients from several hospitals and a control samples is a normal skin that were
derived from prepuce of ten patients who were circumcised at mass circumcision
in FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. The activity of lactate dehydrogenase
(LDH) of each sample were tested and analyzed by independent t test, and then
compared. The results showed there were significant differences between keloids
tissue LDH activity with controls. (p = 0.023)
vii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
1.3.Hipotesis ........................................................................................................ 3
1.4.Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3
1.4.1. Tujuan Umum ..................................................................................... 3
1.4.2. Tujuan Khusus .................................................................................... 3
1.5.Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4
1.5.1. Bagi Peneliti ....................................................................................... 4
1.5.2. Bagi Institusi ....................................................................................... 4
1.5.3. Bagi Masyarakat ................................................................................. 4
viii
BAB III METODE PENELITIAN
5.1.Simpulan ....................................................................................................... 29
5.2.Saran.............................................................................................................. 29
LAMPIRAN ....................................................................................................... 32
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbedaan Epidemiologi, Klinis dan Histologis antara Keloid dan
Hypertrophic Scars............................................................................ 7
Tabel 2.2. Keadaan yang Memengaruhi Aktivitas LDH Total ........................... 15
Tabel 4.1. Perbedaan Rerata Aktivitas Laktat Dehidrogenase antara Jaringan
Keloid dan Kontrol ............................................................................ 26
Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas Distribusi.......................................................... 26
Tabel 4.3. Deskripsi Hasil Uji T Independen Perbedaan Aktivitas LDH antara
Jaringan Keloid dengan Kontrol ........................................................ 27
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
Keloid merupakan manifestasi dari sintesis dan deposit kolagen yang tidak
terkontrol pada lokasi utama luka yang terjadi selama fase penyembuhan luka.
Keloid timbul melebihi batas asli luka.1,2 Dilaporkan bahwa sekitar 5-15%
terjadinya luka, pada akhir proses pemulihan akan terbentuk suatu jaringan parut
yang nantinya akan berkembang menjadi keloid. Insidensi timbulnya keloid
terbanyak terjadi pada usia 10-30 tahun. Setiap tahunnya di negara berkembang,
terdapat 100 juta pasien dengan keluhan timbul jaringan parut di mana 55 juta
diantaranya merupakan dampak dari pembedahan elektif dan 25 juta kasus lainnya
merupakan hasil pembedahan dari kasus trauma.2,3,4 Nemeth (1993), menyebutkan
angka kejadian keloid antara 4,5-16% telah dilaporkan terjadi pada populasi yang
didominasi ras kulit hitam dan Hispanik, dan 16% diantaranya terjadi pada ras
kulit hitam Afrika. Angka kejadian keloid di Hawai, ditemukan lima kali lebih
banyak pada orang-orang keturunan Jepang dan tiga kali lebih banyak pada orang
keturunan Cina dari orang kulit putih (Polinesia). Pada penduduk Cina kejadian
keloid lebih sering dari pada penduduk India dan Malaysia.5 Di Indonesia sendiri,
berdasarkan hasil penelitian observasional yang dilakukan di RSU dr. Soetomo
Surabaya, pada 30 kasus keloid, diperoleh data bahwa 76.67% penderita keloid
berusia 10-30 tahun dan terbanyak pada wanita.6 Hingga saat ini etiologi keloid
belum diketahui. Keloid akan muncul setelah terjadi cedera pada kulit, misalnya
bila terjadi luka pada pasca operasi, laserasi, abrasi pada kulit, vaksinasi, jerawat
dan lain-lain.2,3,4
1
2
keloid lebih besar dibanding yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan keloid.
Dalam hal ini, individu yang memiliki riwayat keluarga dengan keloid tentunya
akan memiliki kekhawatiran bila suatu saat terjadi luka pada dirinya akan timbul
jaringan keloid pada akhir proses penyembuhan lukanya.2
hypertrophic scar dan kulit normal.10 Tetapi pada penelitian tersebut tidak
menjelaskan peningkatan laktat dehidrogenase pada jaringan keloid.
1.3. Hipotesis
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
pada tepi luka terlepas dari dasarnya dan pindah menutupi dasar luka, tempatnya
diisi oleh hasil mitosis sel lain. Proses migrasi epitel hanya berjalan ke permukaan
yang rata atau lebih rendah, tidak dapat naik. Pembentukan jaringan granulasi
berhenti setelah seluruh permukaan luka tertutup oleh epitel dan mulailah proses
maturasi dari penyembuhan luka.
2.2. Keloid
Keloid merupakan manifestasi dari sintesis dan deposit kolagen yang tidak
terkontrol pada lokasi utama luka yang terjadi selama fase penyembuhan luka.
Keloid timbul melebihi batas asli luka.1,2 Keloid dapat dikatakan pula sebagai
tumor jinak jaringan ikat kulit yang umumnya timbul akibat trauma. Keloid terjadi
akibat mekanisme proliferasi berlebihan dari jaringan ikat dalam merespon luka
atau trauma pada kulit. Berdasarkan luasnya jaringan, terdapat perbedaan antara
keloid dengan hypertrophic scar, yaitu pada hypertrophic scar, peningkatan
jaringan hanya terbatas pada lokasi asal cedera. Sedangkan pada keloid, luasnya
peningkatan jaringan dapat melebihi lokasi asal cedera atau melebihi garis batas
luka awal, menginvasi kulit normal disekitarnya dan sering terjadi perpanjangan
seperti cakar (clawlike extensions).3,13,14,15
Tabel 2.1. Perbedaan Epidemiologi, Klinis dan Histologis antara Keloid dan
Hypertrophic Scars, 16,17
A B
Dilaporkan sekitar 5-15% dari bekas luka, pada akhir proses pemulihan
akan terbentuk suatu jaringan parut yang nantinya akan berkembang menjadi
keloid. Keloid secara estetika, merupakan permasalahan yang serius dimana
keberadaannya dinilai sangat mengganggu, terutama bila ukurannya besar dan
lokasinya terdapat di daerah telinga atau wajah. Insidensi timbulnya keloid
terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, puncaknya antara usia 10-30
tahun. Namun dapat juga terjadi pada semua usia dengan insidensi yang sama
pada laki-laki dan perempuan. Umumnya terjadi pada ras kulit hitam dengan
insidensi 15 kali lebih sering daripada ras kulit putih dan terjadi pada orang
dengan golongan darah A. Orang Afro-Karibia merupakan golongan yang sangat
rentan mengalami keloid, meskipun setiap kelompok etnis dapat terkena. 2,3,4
Angka kejadian keloid antara 4,5 hingga 16 persen telah dilaporkan pada
populasi yang didominasi ras kulit hitam dan Hispanik, dan sampai 16% pada
random sampling ras kulit hitam Afrika. Di Hawaii, keloid yang ditemukan lima
kali lebih sering pada orang-orang keturunan Jepang dan tiga kali lebih sering
pada orang keturunan Cina dari orang kulit putih. Pada penduduk Cina kejadian
keloid lebih sering daripada penduduk India dan Malaysia.5
10
Keloid dapat juga muncul secara spontan, tanpa riwayat cedera, biasanya
pada daerah presternal. Gejala umumnya asimptomatik, namun dapat juga terasa
gatal dan nyeri jika di sentuh.3 Lesi yang masih awal biasanya kenyal,
permukaannya licin, seperti karet dan sering disertai rasa gatal. Sedangkan pada
lesi yang lanjut biasanya sudah mengeras, hiperpigmentasi, dan asimptomatik.
Setiap sel dalam tubuh manusia dapat menghasilkan ATP dari glikolisis.
Glikolisis merupakan suatu jalur dimana glukosa mengalami oksidasi dan
pemecahan menjadi piruvat. Glikolisis yang berlangsung di sitosol, secara
langsung menghasilkan ATP melalui pemindahan fosfat berenergi tinggi dari zat
antara pada jalur tersebut ke ADP (fosforilasi tingkat substrat). Dalam proses ini,
NAD+ tereduksi menjadi NADH. Bila sel memiliki kapasitas oksidatif yang cukup
tinggi (jumlah mitokondria, enzim mitokondria, dan oksigen yang adekuat),
ekuivalen reduksi pada NADH dapat dipindahkan ke rantai transport elektron
mitokondria, dan piruvat dapat dioksidasi secara sempurna menjadi CO 2 dalam
siklus asam trikarboksilat. Oksidasi aerob glukosa menjadi piruvat dan oksidasi
piruvat menjadi CO2 menghasilkan 36-38 mol ATP per mol glukosa.8
Dalam jalur glikolitik, satu mol glukosa dipecah menjadi 2 mol senyawa
3-karbon piruvat. Pada fase persiapan awal glikolisis, glukosa mengalami
fosforilasi oleh ATP dan diuraikan menjadi 2 triosa fosfat. Dalam fase kedua atau
fase pembentukan ATP, satu buah triosa fosfat (gliseraldehida 3-fosfat) dioksidasi
13
oleh NAD+ dan mengalami fosforilasi dalam suatu reaksi yang menggunakan
fosfat inorganik. Reaksi ini dan reaksi selanjutnya akan menyusun ulang fosfat
tersebut dapat dipindahkan ke ADP untuk membentuk ATP. Hasil bersihnya
adalah 2 mol ATP, 2 mol NADH, dan 2 mol piruvat per mol glukosa.8
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ozawa di Jepang pada tahun
2006 didapatkan adanya peningkatan kecepatan metabolisme glukosa yang
diamati melalui Positron Emission Tomography (PET) dengan fluorine-18-
fluorodeoxyglucose (FDG) yang disuntikkan secara intravena pada 5 pasien
dengan keloid, hasilnya dikalkulasi dengan Standardized Uptake Value (SUV=
konsentrasi jaringan/ aktivitas injeksi per KgBB), maka didapatkan jaringan
keloid memiliki serapan yang lebih besar terhadap FDG bila dibandingkan
jaringan sehat disekitarnya dengan SUV jaringan keloid berkisar antara 1.0 hingga
2.74, dengan rata-rata 1.79. Hal tersebut mengindikasikan adanya peningkatan
kecepatan metabolisme glukosa.18 Konsumsi glukosa yang lebih tinggi dari
normal pada keloid juga terlihat dengan adanya peningkatan aktivitas dari enzim
glikolitik seperti heksokinase, gliseraldehid-3-fosfat, dan laktat dehidrogenase
(LDH).7
15
Pada studi yang dilakukan oleh Ueda dkk. tahun 2004, didapatkan adanya
akumulasi laktat pada jaringan keloid. Ueda membandingkan antara jaringan
keloid, hypertrophic dan atrophic scars dengan cara mengeksisi jaringan untuk
kepentingan kosmetik, jaringan yang diambil tersebut diamati jumlah pembuluh
darah darahdan lumennya secara immunohistopatologi serta konsentrasi laktat,
dan didapatkan bahwa pada jaringan keloid terdapat pembuluh darah yang lebih
sedikit dan pada internal area keloid tampak pembuluh darah dengan ukuran yang
lebih kecil dan menyempit serta tekanan oksigen jaringan yang rendah yang
17
diduga karena mengalami blokade oleh serat kolagen yang tebal dan
ditemukanjuga adanya akumulasi laktat. Pada penelitian tersebut didapatkan kadar
laktat pada keloid 39 (13.5) mmol/g dari protein, red scars 23.8 (7.5); pink scars
23.8 (7.6), dan white scars 13.3 (7.3). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa
penurunan serta penyempitan lumen pembuluh darah pada keloid dapat
mengurangi perfusi oksigen. Akumulasi laktat menggambarkan bahwa terjadi
peningkatan aktivitas LDH serta ATP diproduksi melalui glikolisis.21
Terapi keloid lainnya adalah dengan dieksisi. Namun, lesi yang dieksisi
dengan pembedahan lebih sering terjadi kekambuhan bahkan dapat timbul lesi
yang lebih besar dari lesi semula. Eksisi yang dilakukan sesegera mungkin setelah
radioterapi pascabedah, mungkin lebih menguntungkan. Terapi lainnya adalah
dengan menggunakan krim silikon dan gel silikon secara topikal, dimana
keduanya tidak nyeri saat digunakan dan tidak bersifat invasif. 3
18
Penyembuhan Faktor
luka
Fase inflamasi
Tahap Eksternal Internal
penyembuhan Fase proliferasi
Penanganan Usia, genetik,
luka
luka, sosial ras, personal
Fase maturasi ekonomi, hygiene, status
lingkungan gizi
luka sembuh
keloid Hypertrofic
Kulit kembali scar
normal
Kebutuhan
kortikosteroid Eksisi pasokan energi
LDH
intralesi
Penyembuhan
Fibroblas >>Kolagen Keloid
luka abnormal
Aktivitas
Glikolisis LDH
Fosforilasi
oksidatif ATP
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.3. Sampel
Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan oleh peneliti berupa sampel
jaringan yang telah diolah menjadi bentuk supernatan. Pengambilan sampel telah
disetujui melalui izin komisi etik FK UI dalam lingkup penelitian pembimbing.
Sampel penelitian ini merujuk kepada Kashiyama et.al (2012). Kashiyama
menggunakan sembilan sampel jaringan keloid yang didapatkan dari delapan
pasien berkewarganegaraan Jepang yang berbeda, yang diambil saat pasien
melakukan operasi (pembedahan). Sedangkan sampel jaringan kulit normal
diperoleh dari sembilan sukarelawan berkewarganegaraan Jepang. Pada penelitian
ini, sampel jaringan keloid diperoleh dari biopsi jaringan keloid pada sepuluh
pasien dari beberapa rumah sakit berbeda, antara lain RS Cipto Mangunkusumo
21
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain, Spektrofotometer UV-
Visible Hitachi U2910, seperangkat komputer (Hp, Windows Xp), vortex,
timbangan analitik, sentrifuge, tabung mikro, mikropipet (2-20 l, 20-200 l, dan
100-1000 l), kuvet, tip (putih, kuning, dan biru), tabung reaksi, rak tabung
reaksi, gelas ukur, bekker glass, sarung tangan, dan masker.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, sampel jaringan
keloid dan preputium, pelumat jaringan Potter-Elvehjehm, NaCl 9 g/L, akuades,
dan Kit LDH FS DGKC yang terdiri dari :
Jaringan keloid dan kontrol yang diperoleh segera disimpan dalam suhu
o
21 C, pada saat akan dibuat homognenat langsung ditimbang dalam kondisi segar
atau beku sebanyak 50 mg dalam tabung mikro (berukuran 1,5 mL). Kemudian
ditambahkan akuades ke dalam tabung pada suhu 15-25oC (menggunakan es)
sebanyak 1 mL. Selanjutnya dilakukan homogenisasi dengan menggunakan
pelumat jaringan Potter-Elvehjehm menggunakan microspestle. Hasil dari
homogenat tersebut disentrifugasi, kemudian supernatan kedua jaringan tersebut
diukur aktivitas laktat dehidrogenasenya.
Jaringan
Keloid Preputium
Analisis Statistik
BAB IV
Penelitian ini menggunakan dua kelompok uji, yaitu kelompok uji jaringan
keloid dan kontrol untuk mengetahui gambaran aktivitas laktat dehidrogenase
pada kedua jaringan tersebut pada subyek yang berbeda. Dalam proses
pengambilan sampel, digunakan metode non-random, karena jarang sekali pasien
dengan keloid bersedia untuk diambil jaringan keloidnya sebagai bahan
penelitian. Sampel keloid pasien yang diambil bukan berasal dari pasien dengan
diagnosis utama keloid. Namun, berasal dari pasien yang sedang menjalani
operasi yang secara kebetulan memiliki keloid dan bersedia untuk dilakukan
pengangkatan jaringan keloid. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengambilan
data sekunder mengenai lokasi keloid dan usia keloid. Preputium digunakan
sebagai kontrol jaringan normal karena relatif mudah diperoleh dan tidak
bertentangan dengan etik di Indonesia. Preputium lebih mudah didapatkan karena
di Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam, dimana terdapat sekitar 8.7
juta anak laki-laki dengan rentang usia 5-12 tahun melakukan sirkumsisi setiap
tahunnya.21,22 Sirkumsisi juga merupakan tindakan bedah minor yang paling
banyak dikerjakan di seluruh dunia, baik oleh dokter, paramedis ataupun oleh
dukun sunat. Spesimen jaringan keloid maupun kontrol yang digunakan peneliti
sudah diolah dalam bentuk supernatan. Supenatan yang telah jadi disimpan di
dalam freezer (dibekukan) agar kualitas sampel terjaga.
25
2,480
2,470
2,460
2,450
Aktivittas LDH
2,440
2,430
2,420
2,410
2,400
2,390
2,380
K U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10
Kontrol Keloid
U/L 2,419 2,429 2,421 2,439 2,428 2,442 2,431 2,417 2,470 2,426 2,436
karena pada jaringan keloid yang masih baru, laju metabolisme sel relatif masih
tinggi. Namun, pada penelitian ini tidak menggunakan data sekunder pasien
sehingga tidak diketahui usia keloid pasien.
Tabel 4.3. Deskripsi Hasil Uji T Independen Perbedaan Aktivitas LDH antara
Jaringan Keloid dengan Kontrol
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
8. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper, edisi 27. EGC.
Jakarta. 2009.
10. Kemble, J.V Harvey dan R.V. R Brown. Enzyme Activity in Human Scars,
Hyperthrophic Scars, and Keloids. British Journal of Dermatology. 1976;
94: 301-305.
11. Sukasah, Chaula. Penggunaan Silicone Gel Sheet pada Keloid dan Jaringan
Parut Hipertrofik. Maj Kedokt Indon. 2007; 57: 60-62.
12. Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi Robbins. EGC. Jakarta.
2007.
13. Siregar, RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta. 2004.
31
19. Rahaju, Minto. Uji Diagnostik Pemeriksaan LDH dalam Cairan Tubuh
Untuk Penetuan Klasifikasi Transudat dan Eksudat Dibandingkan dengan
Klasifikasi Konvensional. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Semarang. 2003: 20.
23. Benson dan Martin. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Ed. 9. EGC.
Jakarta. 2009. p256.
24. Syamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2004.
32
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
(Persetujuan Etik)
33
LAMPIRAN 2
Vortex Kuvet
34
LAMPIRAN 3
(Dokumentasi Penelitian)
Contoh tube sampel jaringan kontrol (P) Tahap persiapan: Labeling tabung
reaksi untuk kelompok keloid (U)
dan kelompok kontrol (P)
LAMPIRAN 4
Email : raeizaolyvia@yahoo.com
Riwayat pendidikan