BOROBUDOR
Dosen Pembimbing:
Disusun oleh:
Afrizal Rosyid Fanani (K2515005)
Fitria Thata Alfina (K25150 )
Muh.Dwi ariyanto (K25150 )
Wibowo Budi Utomo (K25150 )
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai hubungan sosiologi.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai
pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah
ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian
Penyusun
BAB I
1. PENDAHULUAN
Pada jaman sekarang manusia hanya di sibukkan dengan adanya teknologi, teknologi
yang semakin canggih dari jaman ke jaman seolah- olah teknologi tersebut sudah menjadi
kebudayaan tersendiri yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan manusia dalam kehidupan
sehari-harinya. Tetapi apakah kita mengetahui lebih dahuluan manakah antara kebudayaan
dengan teknologi ? dapatkah kita mencari bukti visual bahwa teknologi sudah berkembang di
nusantara, 1 abad sebelum indonesia merdeka ? dan sejauh manakah perkembangan
penguasaan teknologi di indonesia saat ini ? setiap orang pasti mempunyai pendapatnya
sndiri-sendiri. Ada yang berpendapat bahwa teknologi lebih dahulu dari pada kebudayaan,
tetapi ada pula yang berpendapat sebaliknya. Ada yang mudah dalam menemukan bukti
bahwa 1 abad sebelum indonesia merdeka, teknologi sudah berkembang dinusantara, tetapi
ada juga yang sulit menemukan buktinya.
Untuk mengetahui hal itu maka harus dilakukan obesrvasi langsung ke tempat yang
bisa mewakili jawaban untuk beberapa pertanyaan diatas, tempat tersebut salah satunya
seperti melakukakan observasi ke candi borobudur. Beberapa hal yang perlu di obesrvasi
seperti relief-relief pada dinding candi Borobudur,struktur bangunan candi borobudur, dll.
Selain observasi langsung, kita juga perlu mempelajari pula sejarah berdirinya candi
borobudur, tahap pembangunan, fungsi dari candi borobudur, serta proses pembugaran candi
borobudur setelah terlantarkan.
2. DASAR KEGIATAN
Kegiatan observasi ini didasarkan atas tugas mata kuliah Landasan Keilmuan
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, guna agar bisa menjawab beberapa pertanyaan yaitu :
3. TUJUAN
sesuai dengan data yang kita peroleh dari kegiatan observasi ini.
5. TUJUAN
Dengan melakukan kegiatan observasi ini nantinya kita akan bisa mengetahui lebih
dahulu mana antara teknologi dengan budaya, bisa memperoleh bukti visual tentang
perkembangan teknologi di nusantara 1 abad sebelum indonesia merdeka, bisa mengetahui
sejauh manakah perkembangan penguasaan teknologi di Indonesia saat ini. Setelah
mengetahui hal-hal tersebut maka kita akan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah
di sampaikan diatas dengan mudah dan tepat.
BAB II
1. LATAR BELAKANG
Pada jaman sekarang manusia hanya di sibukkan dengan adanya teknologi, teknologi
yang semakin canggih dari jaman ke jaman seolah- olah teknologi tersebut sudah menjadi
kebudayaan tersendiri yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan manusia dalam kehidupan
sehari-harinya. Tetapi apakah kita mengetahui lebih dahuluan manakah antara kebudayaan
dengan teknologi ? dapatkah kita mencari bukti visual bahwa teknologi sudah berkembang di
nusantara, 1 abad sebelum indonesia merdeka ? dan sejauh manakah perkembangan
penguasaan teknologi di indonesia saat ini ? setiap orang pasti mempunyai pendapatnya
sndiri-sendiri. Ada yang berpendapat bahwa teknologi lebih dahulu dari pada kebudayaan,
tetapi ada pula yang berpendapat sebaliknya. Ada yang mudah dalam menemuk an bukti
bahwa 1 abad sebelum indonesia merdeka, teknologi sudah berkembang dinusantara, tetapi
ada juga yang sulit menemukan buktinya.
Untuk mengetahui hal itu maka harus dilakukan obesrvasi langsung ke tempat yang
bisa mewakili jawaban untuk beberapa pertanyaan diatas, tempat tersebut salah satunya
seperti melakukakan observasi ke candi borobudur. Beberapa hal yang perlu di obesrvasi
seperti relief-relief pada dinding candi Borobudur,struktur bangunan candi borobudur, dll.
Selain observasi langsung, kita juga perlu mempelajari pula sejarah berdirinya candi
borobudur, tahap pembangunan, fungsi dari candi borobudur, serta proses pembugaran candi
borobudur setelah terlantarkan.
2. RUMUSAN MASALAH
a. Observasi
b. Wawancara
Wawancara yaitu pengumpulan informasi yang dilakukan berupa tanya jawab dengan
pihak terkait.
Studi Literatur yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada
subjek penelitian. Melainkan mengambil dari sumber-sumber buku ataupun dari sumber
internet.
Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu
beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha
aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan
bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa. Pada kurun waktu itulah dibangun
berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada
tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan suci
Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6.2 mil)
sebelah timur dari Borobudur. Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang
hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur
diperkirakan sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum
dimulainya pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.
Pembangunan candi-candi Buddha termasuk Borobudur saat itu dimungkinkan karena
pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk
membangun candi. Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran
menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan
pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara,
sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi. Petunjuk ini
dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah
menjadi masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu
bisa saja menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya.
Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan pada masa itu wangsa
Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa Sanjaya yang memuja Siwa yang
kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko.
Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan, candi megah yang
dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa Sanjaya
untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra, akan tetapi banyak pihak
percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara
kedua wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di
Prambanan.
Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal
yang sangat besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar
dan berat ini membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur
memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa
kecil dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan
Borobudur:
BAB IV
1. TEMUAN DATA DAN FAKTA
Letak candi Borobudur diatas danau, ini dikemukakan oleh seorang seniman pada
tahun 1931 bernama Nieuwenkamp. Pendapat itu didukung oleh penyelidikan di sekitar
candi, yang antara lain menghasilkan pengetahuan bahwa nama-nama desa yang berawalan
tanjung semuanya terletak di atas garis tinggi yang sama, yaitu 235 meter di atas
permukaan laut. Apalagi Candi Pawon dan Candi Mendut yang letaknya berdekatan dengan
Candi Borobudur juga terletak di atas garis tinggi itu. Berdasarkan bukti-bukti itu,
Nieuwenkamp menduga kuat bahwa Dataran Kedu di bawah garis tinggi 235 meter
dahulunya merupakan sebuah danau yang luas. Candi Borobudur mengapung ditengahnya,
sedangkan Candi Pawon dan Candi Mendut terletak di tepi danau. Akan tetapi, pendapat
Nieuwenkamp tentang letak Borobudur di tengah danau itu, dianggap tidak masuk akal oleh
Van Erp. Karena itu, pemugar Borobudur awal abad kedua puluh itu menentangnya dengan
segala kemampuan. Pertentangan yang berlarut-larut itu telah mengundang para ahli lain
untuk melakukan penyelidikan geologi di daerah sekitar candi. Untuk sementara, hasilnya
dinilai dapat menguatkan pendapat Nieuwenkamp. Namun, luas danau di daerah pertemuan
Sungai Progo dan Sungai Elo itu masih menjadi perdebatan tiada henti. Masih perlu bukti-
bukti pendukung lain agar kesimpulannya mendekati kenyataan.
Bukti lain itu, dapat dilihat nama-nama kampung atau desa di sekitar candi. Tidak jauh
dari Candi Borobudur ada kampung bernama Bumi Segara, salah satu kampung di Desa
Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Besar kemungkinan, kampung itu
dinamakan Bumi Segara karena pada mulanya berwujud segara atau laut. Di pinggir
kampung itu ada jalan, yang oleh masyarakat disebut Jalan Ngrawa. Kata bahasa Jawa
ngrawa artinya tempatnya rawa atau menjadi rawa. Nama kampung dan jalan itu memberi
petunjuk kuat bahwa sekitar Bororbudur memang rawa-rawa atau danau.
Sayang, keindahan itu tidak dapat dinikmati selamanya. Pada suatu hari, tiba-tiba saja
Borobudur lenyap seketika. Letusan Gunung Merapi yang dahsyat telah
memporakporandakan Jawa Tengah dan mengubur Borobudur. Menurut catatan para ahli
gunung, letusan dahsyat itu terjadi tahun 1006. Beberapa abad kemudian terjadi lagi letusan
dahsyat yang mengakibatkan Borobudur terpendam semakin dalam. Borobudur benar-benar
hilang, baik wujud fisiknya maupun ceritanya. Tak ada yang mengabarkan Borobudur selama
berabad-abad kemudian. Rupanya semua orang yang tahu tentang Borobudur waktu itu, juga
ikut terkubur. Borobudur menjadi misteri berabad-abad.
Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno,
keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti Kayumwungan, seorang Indonesia
bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah tempat
ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun.
Dari penjelasan diatas nyatalah bahwa para ahli sejarah masih berbeda pendapat
mengenai kapan dimulai dan kapan selesainya pembangunan Borobudur. Tetapi,
perbedaannya tidak terlalu jauh, yaitu semuanya sepakat bahwa Borobudur dibangun pada
abad ke-9 Masehi. Proses pembangunannya memakan waktu antara setengah sampai satu
abad, oleh seorang raja yang dilanjutkan oleh penggantinya.
1. Tahap Pertama
Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan antara 750 dan 850
M). Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida
berundak, tetapi kemudian diubah. Buktinya, ada tata susun yang dibongkar.
2. Tahap Kedua
Pondasi Borobudur diperlebar, ditambah dengan dua undak persegi dan satu undak
lingkaran yang langsung diberikan stupa induk besar.
3. Tahap Ketiga
Undak atas lingkaran dengan stupa induk besar dibongkar dan dihilangkan dan diganti
tiga undak lingkaran. Stupa-stupa dibangun pada puncak undak-undak ini dengan satu stupa
besar di tengahnya.
4. Tahap Keempat
Ada perubahan kecil seperti pembuatan relief, perubahan tangga, dan lengkung atas
pintu. Pembangunan suatu candi pada umumnya bertujuan untuk memuliakan seorang raja
yang telah wafat dan telah bersatu kembali dengan dewa. Maka candi sekaligus merupakan
ungkapan yang nyata dari rasa hormat yang mendalam terhadap keluhuran orang tua dan
kesadaran yang mendalam pula terhadap kebesaran agama. Dalam hal ini Candi Borobudur
merupakan contoh yang sangat menarik: bentuknya sebagai punden berundak-undak
mewakili ciri khas bangunan yang diperuntukkan bagi pemujaan roh nenek moyang, dan
susunannya yang diperjelas dengan ukiran-ukiran menggambarkan pandangan hidup agama
Budha. Berapa lamanya Candi Borobudur itu menjalankan fungsinya sebagai mercusuar
kebesaran keluarga raja Syailendra dan ke-agungan agama Budha tidak diketahui dengan
pasti. Yang diketahui hanyalah Borobudur itu terkubur material letusan Gunung Merapi
diperkirakan tahun 1006 M.
Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari sepuluh tingkat, yaitu:
enam tingkat bebentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah
stupa utama sebagai puncaknya. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter
setelah direnovasi karena tingkat paling bawah dijadikan penahan. Borobudur yang
bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahyana. Borobudur
menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisatwa yang harus dilalui untuk mencapai
kesempurnaan menjadi Budah.
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai
oleh kama atau nafsu rendah . Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang
diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur
tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan
itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.
Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu.
Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri
dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melembangkan alam
antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung
Budha terdapat pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.
Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan
Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk
lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, yakni manusia sudah bebas dari segala
keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-patung
Budha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan.
Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.
penelitian lebih lanjut, tidak pernah ada patung pada stupa utama. Patung yang tidak selesai
itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. Menurut kepercayaan, patung yang
salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang
dilakukan di halaman candi menemukan banyak patung seperti itu.
Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang adalah
lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding
mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Budha diperkirakan
melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan.
Semua relief cerita yang memenuhi permukaan dinding-dinding candi harus dibaca
dari kanan ke kiri, sedangkan cerita-cerita yang dipahatkan pada dalam pagar langkan dari
kiri ke kanan. Hal itu disebabkan oleh kebiasaan peziarah menelusuri lorong-lorong menurut
pradaksina, yaitu berjalan keliling mengitari candi menurut arah jarum jam sebagai upacara
penghormatan dengan selalu menyebelah-kanankan pusat candi.
Pembacaan cerita-cerita relief itu senantiasa dimulai, dan juga berakhir pada pintu
gerbang sisi timur disetiap tingkat. Mulainya disebelah kiri, dan berakhirnya disebelah kanan
pintu gerbang tersebut. Dengan demikian nyata sekali bahwa tangga sebelah timur adalah
tangga naik yang sesungguhnya, atau yang utama, yang menuju ke puncak bangunannya.
Dengan perkataan lain, candi itu menghadap ke timur meskipun sisi lainnya serupa benar.
a. Karmawibhangga
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batu
yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Deretan relief tersebut bukan
merupakan cerita seri(serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang
mempunyai korelasi sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap
perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga
perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran
kehidupan manusia dalam lingkaran lahir-hidup-mati(samsara) yang tidak pernah berakhir,
dan oleh agama Budha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.
Relief Karmawibhangga berada di kaki candi dalam keadaan tertutup rapat. Orang
yang pertama-tama menemukannya adalah YW Ijerman pada tahun 1885. Orang Belanda
itu kemudian membongkar penutup relief satu per satu, meneliti, dan mengabadikan
dengan kamera. Hasil kerjanya di bukukan dan buku itu sampai sekarang masih tersimpan
di Museum Tropen Amsterdam.
Pada zaman penjajahan Jepang, pada tahun 1943, seorang pejabat Jepang
tertarik untuk melihat relief tersebut. Keinginan itu dilatarbelakangi oleh rumor yang
beredar bahwa relief Karmawibhangga menampilkan gambar-gambar mengerikan tentang
neraka.
Ada yang menarik dari relief Karmawibhangga. Meskipun berisi ajaran Buhda
dari India, pahatan dalam relief itu menggambarkan lingkungan masyarakat Jawa. Relief
tersebut dapat menjadi sumber informasi mengenai kondisi masyarakat saat candi
dibangun. Misalnya, informasi tentang adanya rumah panggung dan pohon nangka.
b. Lalitawistara
Merupakan penggambaran riwayat sang Budha dalam deretan relief-relief(tetapi
bukan merupakan riwayat yang lengkap)yang dimulai dari turunnya sang Budha dari sorga
Tusita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Baranas. Relief
ini berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief ebanyak
27 pigura yang di mulai dari tangga sisi timur. Ke 27 pigura tersebut menggambarkan
kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya
penjelmaan terakhir sang Bodhisatwa selaku calon Budha. Relief tersebut
menggambarkan lahirnya sang Budha di arcapada, sebagai Pangeran Sidharta, putra Raja
Sudodana dan Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120
pigura, yang berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai
Pemutaran Roda Dharma. Ajaran sang Budha disebut Dharma yang juga berarti hukum.
Dharma itu dilambangkan sebagai roda.
Jataka adalah cerita tentang sang Budha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran
Sidharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan baik, yang membedakan sang
Bodhisatwa dari makhluk lain. Sesungguhnya, pengumpulan jasa/perbuatan baik
merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ke tingkat ke-Budha-an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka. Akan tetapi,
pelakunya bukan sang Bodhisatwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam
kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka
atau seratus cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur, Jataka dan Awadana
diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan.
Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan sang Bodhisatwa adalah Jatakamala atau
untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura yang hidup padaabad ke-4 Masehi.
d. Gandawyuha
Setelah terkubur sekitar delapan abad, Borobudur ditemukan dalam keadaan rusak
berat. Untuk membersihkan pepohonan, semak belukar, dan tanah yang menimbuninya
diperlukan tenaga beberapa ratus orang selama berbulan-bulan. Hal itu baru upaya untuk
menampakkan Borobudur agar terlihat jelas bagaimana bentuknya secara utuh. Nah, untuk
memulihkan kembali, diperlukan upaya pemugaran yang dilaksanakan beberapa kali.
Tahap-tahap persiapan dan pemugaran candi itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. 1814 Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa,
mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles
memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit
yang dipenuhi semak belukar.
5. 1926 Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis
malaise dan Perang Dunia II.
12. 21 Januari 1985 terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada
candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali.
Fungsi Candi Borobudur hampir sama dengan fungsi candi pada umumnya,yaitu:
Tempat menyimpan relic atau disebut Dhatugarba.Relik tersebut antara lain benda
suci, pakaian, tulang atau abu dari Budha, arwah para biksu yang tersohor atau
terkemuka.
Merupakan lambang suci bagi umat Budha, cermin nilai-nilai tertinggi agama Budha
dan mengandung rasa rendah hati yang disadari penciptanya sedalam-dalamnya.
Candi Borobudur merupakan candi Budha yang memiliki makna yang sangat tinggi Bagi
umat Budha Candi Borobudur merupakan tempat agung atautempat suci. Keagungan
Candi Borobudur tidak hanya terletak pada hasil yang tampak saat ini, yaitu sebuah candi
yang berdiri dengan gagah penuh dengan relief yang indah, tetapi di balik
kegagahan dan keindahannya, keagungan Borobudur terletak pada filisofi yang
mendasarinya dan mandala yang menjadi dasar arsitekturnya yang mempunyai nilai
dan makna yang sangat tinggi. Kemegahan, keagungan, keindahan dan keunikan
arsitektur Candi Borobudur yang dibalut dengan nilai-nilai penting dari sisi agama telah
memperkuat Candi Borobudur sebagai tempat agung bagi umat Budha. Candi Borobudur
telah menjadi simbol atas majunya peradaban Budha di Indonesia khususnya di tanah
Jawa, sekaligus sebagai candi agung terbesar di dunia sebagai peninggalan budaya Budha.
Candi Borobudur yang merupakan sebuah Mandala Agung Tantrayana sungguh
merupakan limpahan berkah dan karunia kepada Umat Budha masa kini. Candi Borobudur
berfungsi sebagai tempat untuk pelaksanaan ritual bagi umat Budha. Dilihat dari fungsi
Candi Borobudur sebagai tempat suci atau tempat ibadah bagi umat Budha dan dari
sejarah yang dimiliki Candi Borobudur yang mempunyai banyak makna yang sangat
mendalam bagi umat Budha, maka umat Budha menganggap bahwa Candi Borobudur itu
sebagai tempat agung bagi umat Budha.
Umat Budha sering menyebut nama Candi Borobudur dengan sebutan Candi Agung
Borobudur. Fungsi utama dari Candi Borobudur salah satunya adalah sebagai tempat
ibadah atau tempat pemujaan bagi umat Budha. Adapun alasan umat Budha menjadikan
Candi Borobudur sebagai tempat agung bagi umat Budha adalah sebagai berikut.
1) Candi Borobudur merupakan peninggalan nenek moyang penganut Agama Budha di
masa lalu, yang mempunyai nilai sejarah yang sangat tinggi dan merupakan
kebanggaan bagi umat Budha.
2) Candi Borobudur merupakan tempat ibadah bagi umat Budha.
Sebagai fungsi utama dari Candi Borobudur, maka Candi Borobudur pun berperan
sebagai tempat ibadah dan tempat suci bagi umat Budha.
3) Candi Borobudur merupakan tempat ziarah bagi umat Budha.
Selain dari pusat wisata kebudayaan, Candi Borobudur juga merupakan pusat ziarah
bagi umat Budha yang menarik banyak wisatawan Budha yang datang, baik dari
Indonesia maupun dari luar negeri.
4) Candi Borobudur merupakan tempat ritual keagamaan bagi umat Budha.
Oleh umat Budha, Candi Borobudur sering digunakan sebagai tempat untuk
melakukan upacara-upacara keagamaan/ritual-ritual keagamaan. Salah satunya adalah
perayaan Hari Raya Waisak Nasional yang sering dilakukan di Candi Borobudur.
5) Candi Borobudur merupakan simbol suci bagi umat Budha.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka umat Budha menjadikan Candi Borobudur
sebagai tempat agung bagi umat Budha.
Pada zaman dulu Candi Borobudur merupakan tempat pemujaan bagi nenek
moyang yang menganut agama Budha dan Candi Borobudur juga sering digunakan
sebagai tempat perayaan hari raya umat Budha terutama hari raya waisak. Pada zaman
dulu Candi Borobudur sangat jelas menandakan bahwa Candi Borobudur merupakan
tempat agung bagi umat Budha karena pada masa itu semua pemujaan, perayaan, dan
ritual yang bersangkutan dengan ibadah umat Budha dilaksanakan dan berpusat di
Candi Borobudur. Umat Budha di masa itu hanya mempunyai satu titik yaitu Candi
Borobudur.
Sampai saat ini Candi Borobudur masih dianggap sebagai tempat agung oleh umat
Budha, sebagai buktinya, sampai saat ini Candi Borobudur masih dijadikan sebagai
tempat perayaan Hari Raya Waisak Nasional. Akan tetapi secara dominan Candi
Borobudur di masa sekarang sudah beralih fungsi menjadi objek wisata andalan di Jawa
Tengah. Candi Borobudur yang dijadikan Monumen mati telah menghilangkan nilai
sakral agama Budha bagi penduduk dunia yang beragama Budha, mereka tidak merasa
perlu berkunjung ke Indonesia, sehingga para wisatawan yang datang pada umumnya
merupakan wisatawan budaya, kalaupun yang berkunjung adalah wisatawan beragama
Budha, mereka tidak bisa melakukan puja bhakti sebagaimana mestinya.
Sekarang Candi Borobudor dianggap sebagai cagar budaya dan monumen mati,
sehingga para pengunjung tidak memperdulikan lagi kondisi kebersihan candi seperti
yang kita saksikan dimana pengunjung membawa makanan dan minuman serta
membuang sampah yang tersebar dimana mana, juga mereka mendudukan anak kecil
dipundak Arca Budha sambil berfoto serta memperlakukan tempat suci tersebut
sebagai tempat piknik dan merusak baik suasana spiritual maupun nilai moral yang
bertentangan dengan keagungan Candi Borobudur itu sendiri. Jadi secara garis besar
Candi Borobudur di masa sekarang masih dianggap oleh umat Budha sebagai tempat
agung dan tempat suci, namun bagi yang bukan umat Budha, Candi Borobudur hanya
dijadikan sebagai objek wisata semata.
Dari hasil penelitian dan pengamatan yang kami lakukan pada candi borobudor dapat kami
jawab bebarapa pertanyaan sebagai berikut:
BAB V
USULAN,REKOMENDASI DAN SARAN
Penulis akan memberikan saran-saran kepada pembaca khususnya dan kepada masyarakat
atau bangsa Indonesia pada umumnya. Saran yang dapat kami sampaikan antara lain adalah
sebagai berikut :
a. Sebagai pelajar sekaligus sebagai generasi muda harapan bangsa harus bisa menjaga dan
melestarikan candi Borobudur.
b. Sebagai generasi penerus kita harus belajar dengan tekun agar kita bisa mengenalkan
kemegahan candi Borobudur kepada seluruh dunia.
c. Sebagai warga negara yang baik kita bisa ikut ambil bagian dalam menciptakan keamanan
dan kenyamanan bagi pengunjung candi Borobudur.
BAB IV
PENUTUP
Candi Borobudur adalah candi terbesar agama budha di dunia. Kemegahan Candi
Borobudur tidak hanya menunjukan kemampuan rancang bangunan nenek moyang Indonesia
yang luar biasa tetapi menunjukan penguasaan ilmu perbintangan.
Candi borobudor dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus
berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu
duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk
melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini
searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah
dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kmadhtu (ranah hawa
nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud).
Daftar pustaka
Lampiran
Penampang candi Borobudur terdapat rasio perbandingan 4:6:9 antara bagian kaki, tubuh,
dan kepala
Seni pahat Borobudur memiliki kehalusan gaya dan citarasa estetik yang anggun
Salah satu ukiran Karmawibhangga di dinding candi Borobudur (lantai 0 sudut tenggara)
Salah satu ukiran Karmawibhangga di dinding candi Borobudur (lantai 0 sudut tenggara)