Anda di halaman 1dari 51

MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir.

, MSc, 2007

Modul 01
MK. BUDIDAYA LAUT
Kode/SKS/SMT:
PKB 237 P/3/Genap

SAP:
Nutrisi dan Pakan

Topik Bahasan :
PAKAN ALAMI
MIKROALGAE:
KULTUR, NUTRISI
DAN APLIKASINYA
DALAM BUDIDAYA

Disusun oleh:
Ir. Gunawan Widi Santosa, MSc.

JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2007

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 2


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Mata Kuliah : Budidaya Laut


Kode/SKS/Smester : PKB 237 P /3/Genap 2006-2007

Pokok Bahasan : Pendahuluan, Terminologi dan Ruang Lingkup


Tujuan Instruksional Khusus : Menyebutkan dan Menjelaskan Latar
Belakang, Terminologi serta Ruang Lingkup
Mikroalgae sebagai Pakan dalam Budidaya
Laut
Sub-Pokok Bahasan : Peran mikroalgae sebagai pakan alami dalam
budidaya dan posisinya diantara sumber pakan
yang lain
Kegiatan Belajar Mengajar :
Dosen : menjelaskan, memberi contoh,
Tanya jawab, memberi tugas
Mahasiswa: memperhatikan, mengerjakan,
mandiri

Media : Papan tulis, OHP+LCD


Evaluasi : Soal Tanya jawab, Kuis, Soal objektif tertulis.

Bab 1

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 3


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

PENDAHULUAN

1. Pengertian Pakan Alami


Pakan Alami adalah segala bahan makanan yang tersaji dan berasal langsung dari alam.
Contoh: Silase atau daun-daunan adalah makanan alaminya ternak (di darat). Fitoplankton dan
zooplankton adalah makanan alaminya ikan (di air).
Budidaya Pakan Alami dalam kuliah ini adalah semua upaya pembudidayaan golongan
fito dan zoo plankton serta golongan lain sebagai makanan yang disajikan baik secara hidup-
hidup pada larvae ikan, udang dan moluska secara langsung maupun tidak langsung

2. Pengertian, Terminologi dan Ruang Lingkup Mikroalgae


Ada 2 kelompok algae yang bisa dibedakan dari caranya memproduksi, memanen dan
memproses. Salah satu kelompok tersebut adalah mikroalgae yang hanya bisa dilihat dengan
mempergunakan mikroskop. Sementara kelompok lain yakni makroalgae adalah rumput laut
makroskopik. Bila mikroalgae merupakan organisme planktonik (yang melayang-layang) yang
ukurannya hanya beberapa mikron, sebaliknya makroalgae yang hidup melekat di substrat
berbatu di dasar perairan bisa berukuran panjang sampai beberapa meter. Secara umum
mikroalgae dikenal sebagai plankton karena sifatnya yang melayang-layang tersebut. Secara
khusus plankton didefinisikan sebagai semua kelompok organisme yang melayang-layang
bebas dan bergerak atau berenang secara pasif atau lemah pada semua kedalaman laut atau
perairan tawar. Menurut ukurannya organisme planktonik ini bisa berukuran dari sangat kecil,
kurang dari 2 m, (sering disebut picoplankton atau ultraplankton) seperti algae dan bacteria,
sampai yang berukuran besar, lebih besar dari 2000 m (2 mm), (sering disebut
megaplankton) contohmya ubur-ubur dan Sargassum. Secara ekologis plankton menjadi
sangat penting karena plankton nabati (fitoplankton) mampu berfotosintesa. Dengan
kemampuan menangkap energi radiasi matahari yang kemudian dipindahkan melalui proses
predasi kepada kelompok-kelompok organisme pemakan, menjadikan fitoplankton berada di
kelompok dasar pada jaring makanan pada lingkungan perairan dan secara global sebagai
makhluk yang paling penting diantara produser primer. Sehingga keberadaan kelompok-
kelompok tersebut sangat bergantung kepada adanya fitoplankton. Tanpa adanya tumbuhan
renik ini tak akan ada kehidupan di lautan! Sementara itu bakteri di perairan memainkan
peranan penting di dalam merombak bahan organik kedalam nutrien inorganik yang amat
diperlukan bagi tumbuhan. Organisme fitoplankton digolongkan kedalam kelompok tumbuhan
yang disebut algae (kata tunggalnya: alga). Sedangkan algae yang berukuran kecil sering
disebut mikroalgae.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 4


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Yang dimaksud dengan algae dalam Modul ini adalah semua kelompok mikroalgae
atau fitoplankton yang mempunyai nilai nutrisi dan layak dimanfaatkan untuk sumber pakan
alami dalam budidaya perairan (aquakultur/marikultur). Peranan algae sebagai pakan alami
dalam suatu usaha budidaya yang dimulai dari hatchery sampai pembesaran sangatlah penting
selama siklus atau paling tidak pada salah satu siklus hidup ikan atau moluska atau krustasea
yang sedang dibudidayakan. Mikroalgae juga dikenal sebagai titik pemicu alur energi secara
biologis melalui rantai makanan pelagis yang sangat penting. Dengan kondisi ini mikroalgae
menjadi bagian integral yang tak terpisahkan dalam usaha budidaya. Dalam
mempertimbangkan peranan mikroalgae dalam aquakultur/ pembenihan, pengetahuan tentang
mikroalgae dan cara-cara praktis dalam pembudidayaannya menjadi sangat penting dalam
pengoperasian suatu sistem aquakultur. Pertanyaan-pertanyaan tentang spesies apa yang
cocok untuk pakan alami dalam pembudidayaan ikan atau udang atau kerang misalnya,
nutrient apa yang cocok dipakai sebagai pengkayaan media kultur, seberapa banyak algae yang
dibutuhkan sebagai pakan merupakan isu penting untuk dijawab oleh aquakulturist. Orang
pasti akan memilih cara yang paling baik untuk menumbuhkembangkan mikroalgae sebagai
makanan larvae dalam aquakultur baik dari sisi kualitas (nutrisi) maupun kuantitas (jumlah sel
atau biomasa) yang diperolehnya.
Dengan latar belakang tersebut diatas dalam uraian Modul ini akan disampaikan
gambaran pola pertumbuhan mikroalga beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, praktek-
praktek secara prinsip kultur mikroalgae untuk dimanfaatkan sebagai pakan alami dalam
budidaya/hatchery.

3. Latar Belakang Pemanfaatan Mikroalgae sebagai Pakan

a. Alasan Ekologis.
Mikroalgae merupakan titik awal secara biologis arus energi pada rantai makanan di
perairan (Biological Starting Point Of Energy Flow In Aquatic Food Chain).
Sumber enerji matahari dirubah menjadi energi kimia oleh mikroalga dan tanaman lain
(produser) dan disimpan dalam selnya. Ketika herbivora makan tanaman maka enerjinya akan
disimpan dalam selnya. Bila karnivora makan herbivora maka enerji akan disimpan juga di
dalam selnya. Dekomposer akan menerima enerji dari tanaman dan hewan yang mati dan
mensuplai enerjinya ke detrifor dan pemakan jamur.
Karena alasan diatas, maka pengelolaan produksi mikroalgae sebagai pakan alami
(feeding) merupakan bagian integral dari suatu system operasional budidaya (Lihat Ilustrasi di
bawah ini). Bersama bakteri mikroalgae juga memegang peranan penting di dalam

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 5


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

menstabilkan kesetimbangan O2-CO2 dalam kultur. Sehingga, sampai sekarang akuakulturist


masih tergantung dalam menggunakan mikroalgae sebagai pakan alami bagi moluska, ikan,
krustasea selama paling tidak dalam satu siklus hidup mereka.

Site Selection

Construction Marketing

Species Selection Post Harvest Management

Feeding Water Quality Management

Diseases and Pest Control


Hatchery

Rearing

Gambar 1. Peran Pakan (Feeding) dalam system budidaya

b. Alasan Praktis

Mikroalgae merupakan sumber pakan yang sangat penting untuk pertumbuhan


kultivan dalam marikultur. Lebih dari 40 spesies mikroalgae telah dipakai secara intensif
sebagai sumber pakan di marikultur bagi perkembangan pelbagai kultifan di semua siklus
hidup bivalve, stadia larvae daripada ikan, krustasea dan zooplankton seperti kopepoda,
rotifera serta artemia (Lampiran 3 dan ilustrasi di bawah ini)

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 6


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Mikroalgae
+
bakteri

Larvae
Larva Crustacea
moluska + ikan (awal)
(awal+akhir
)
Artemia,
Copepoda
,
Rotifera
Moluska
Larvae
(dewasa)
akhir)
Juvenil
(awal)
Krustacea
+ikan

Gambar 2. Peran mikroalgae bersama bakteri sebagai sumber energi makanan bagi
pelbagai kelompok kultifan pada satu atau lebih siklus kidupnya mereka.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 7


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Mata Kuliah : Budidaya Laut


Kode/SKS/Smester : PKB 237 P /3/Genap 2006-2007

Pokok Bahasan : Budidaya Mikroalgae sebagai Pakan Alami


Tujuan Instruksional Khusus : Menyebutkan dan menjelaskan factor-faktor
yang berpengaruh dalam budidaya Mikroalgae
sebagai Pakan alami dalam Budidaya Laut
Sub-Pokok Bahasan : Biologi pertumbuhan mikroalgae, serta faktor-
faktor fisika, kimia dan biologi pendukung
budidaya mikroalgae
Kegiatan Belajar Mengajar :
Dosen : menjelaskan, memberi contoh,
Tanya jawab, memberi tugas
Mahasiswa: memperhatikan, mengerjakan,
mandiri

Media : Papan tulis, OHP+LCD


Evaluasi : Soal Tanya jawab, Kuis, Soal objektif tertulis.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 8


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Bab 2
KULTUR MIKROALGAE DAN PERTUMBUHANNYA

Untuk mengkultur mikroalgae secara baik ada 3 syarat yang harus diperhatikan yaitu:

1- Persiapan Wadah dan Media Kultur


2- Kualitas Bibit Algae
3- Kontrol Lingkungan

Sebelum bibit algae didapat hal yang perlu dipersiapkan adalah wadah dan media
beserta nutrient yang cocok untuk algae yang akan dikultur (Lihat Lampiran 1). Bibit algae
biasanya didapat dengan cara membeli dari sumber perusahaan atau institusi kolektor yang
dipercaya kualitas produknya atau dengan mempergunakan cara-cara yang baku serta baik
melalui cara isolasi (Lihat Lampiran 2). Secara umum pembudidayaan algae memang dimulai
dari proses isolasi atau koleksi bibit algae-nya, namun demikian proses-proses sterilisasi
media dan wadahnya serta kondisi lingkungan yang mendukung juga sangat terkait untuk
suksesnya kultur baik sebagai pakan alami atau untuk aplikasi yang lain seperti disajikan dalam
Gambar 4.

2.1 Persiapan Wadah dan Media Kultur


2.1.1 Persiapan Wadah
Sebelum proses kultur dimulai ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh
aquakulturist meliputi persiapan akan wadah dan media beserta pupuk yang akan
dipergunakan dalam budidaya fitoplankton. Langkah-langkah tersebut meliputi persiapan
wadah. Sebelum wadah tersebut dipergunakan wadah-wadah tersebut harus dibersihkan
terlebih dahulu. Kebersihan wadah dan peralatan kultur merupakan syarat mutlak suksesnya
kultur. Kebersihan wadah-wadah yang seperti terlihat pada Gambar 1 seperti wadah yang
berukuran kecil (A) : ampul (volume 20 mL), tabung reaksi dengan tutup putar (10-20 mL),
(B): gelas ukur (50 mL-2 L), (C&E) flask Erlenmeyer (50 mL- 1L), (D): kantong kultur (500
L), (F): carboy (20 L), sampai pada bak-bak pemeliharaan (G,H,I): indoor, semi- outdoor
atau fully-outdoor (1 -10 ton) harus dilakukan. Untuk wadah-wadah yang kecil beserta
peralatannya pembersihan dilakukan setelah wadah-wadah tadi dicuci bersih dengan
sabun/deterjen kemudian bisa disterilkan dengan cara pemanasan oven atau autoklaf atau

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 9


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

dikukus. Cara ini cukup efektif untuk bisa membunuh microorganisme yang menempel atau
aerob dalam wadah kultur. Untuk wadah-wadah yang berukuran besar biasanya dibersihkan
dengan air panas (untuk carboy sampai 20 L) atau dicuci dengan larutan asam atau klorin.

A B

C1 C2 C3

D E F

G1

H G2

Gambar 3. Alur penggunaan berbagai wadah dalam kultur mikroalgae

2.1.2 Persiapan Media Kultur

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 10


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Media air laut yang didapat biasanya diambilkan dari tengah laut (offshore
oceanic water) karena air ini dianggap paling baik untuk kultur stok yang relatif bebas
atau hanya mengandung sedikit sekali akan partikel lumpur, bahan organik, substansi
penghambat pertumbuhan dan rendah akan polutant atau logam berat. Sedangkan air laut
yang diambil dari daerah pantai (coastal waters) adalah kurang baik untuk kultur algae
sebab mengandung unsur-unsur organik, pollutant dan bahan-bahan buangan yang masuk
dari darat. Air laut yang didapat (terutama dari daerah pantai) masih harus dibersihkan
melalui proses penyaringan dan atau air didiamkan dahulu sampai beberapa bulan pada
suhu rendah (15oC) dalam keadaan gelap sebelum difilter dan digunakan. Hal ini akan
menghasilkan remineralisasi media.
Modal air yang dibutuhkan untuk fasilitas kultur mikroalgae maupun larvae
adalah sistem dimana air didapat dari suatu sistem penyaringan air laut yang mudah
didapat jika diperlukan. Air yang didapat dari laut mengandung sedimen, fitoplankton
maupun zooplankton yang masih hidup ketika dipompa masuk kedalam bak
penampungan. Bersama air ini pula terkandung ciliata, bakteria, ragi dan jamur laut. Air
laut yang akan disaring biasanya dialirkan pada sistem filter mempergunakan butiran
pasir maupun bebatuan kecil (kerikil) atau pecahan karang yang mungkin bisa
menghilangkan sedimen maupun membunuh zooplankton melalui perusakan mekanis.
Sistem seperti ini bisa bertahan bertahun-tahun tanpa dilakukan pembersihan karena
adanya bakteri anaerob yang berada dalam sistem penyaring pasir maupun batuan yang
mampu menguraikan atau memakan detritus yang tertinggal. Air laut yang melalui sistem
ini kemudian dipompa kedalam bak utama untuk selanjutnya air disaring melalui batuan
koarsa sebelum difilter lagi dengan mempergunakan sistem penyaring komersial seperti
produksi Gelman yang terpasang secara berturut-turut secara seri dari yang berpori besar
ke kecil, 10 m - 1 m - 0,2 m.
Semua organisme yang ada dalam air tidak termasuk yang sangat kecil sekali
akan secara mekanis terbawa dari air laut yang akan melalui unit sterilisasi
mempergunakan sinar ultra-violet (UV) pada 254 nm. Unit penyinaran ini diharapkan
mampu merusak dinding sel organisme yang masih ada dalam sistem penyaring. Sebab
banyak bakteri, ragi maupun jamur akan tetap berada dalam sistem penyaring dalam
bentuk kista atau telur yang sangat kecil yang bisa menetas sewaktu-waktu dan tahan
akan pengaruh penyinaran dengan UV. Sehingga air laut yang telah mengalami
serangkaian proses inipun tidak bisa dikatakan steril. Biasanya air laut yang telah disaring
dengan proses tadi akan ditampung dalam bak reservoir yang kemudian dialirkan kedalam
pipa-pipa distribusi dan siap digunakan sewaktu-waktu. Namun demikian air yang keluar

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 11


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

dari reservoir inipun masih sekali lagi perlu dilakukan penyinaran dengan UV.
Pembersihan dilakukan pada sistem perpipaan dan reservoir untuk mencegah nge-blok-
nya sistem perpipaan dan membunuh bakteri dengan cara mengalirinya dengan air panas.
Air laut yang siap akan digunakan untuk tujuan laboratoris yang memerlukan ketelitian
prima biasanya media air laut masih dilakukan sterilisasi menggunakan autoklaf.
Pensucihamaan dengan mengautoklaving media ini sekaligus mensterilkan wadah beserta
peralatannya (apparatus) seperti pipet, selang aerasi dll. Ada beberapa tips untuk sterilasi
media seperti:

1. Fosfat dan besi disarankan dipisah sebelum diautoklaf dan baru ditambahkan
kedalam medium setelah dingin karena akan timbul endapan
2. Vitamin harus difilter secara steril tersendiri dan disimpan sebagai stok dalam
lemari pendingin dalam botol gelap. Vitamin ditambahkan kedalam media begitu
inokulasi akan dilakukan
3. Untuk kultur diatom, media yang tidak mengandung Si harus ditambahkan 0,05
g/L Na2 SiO3.9H2O
4. Jika dibutuhkan guna mengentalkan media bisa ditambah dengan 1-1,5% agar

Banyak elemen inorganik dibutuhkan oleh fitoplankton untuk pertumbuhannya.


Hampir semua spesies algae membutuhkan paling tidak unsur-unsur: karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen, sulfur, fosfor, klorida, boron, molybdenum, kalsium, magnesium,
natrium (sodium), potassium, seng, tembaga, besi dan mangan. Diatom membutuhkan
silikon. Fitoplankton memproduksi oksigen lewat fotosintesa dan memperoleh hidrogen
dari air. Karbon diaksida masuk air lewat atmosfer sehingga biasanya ini tersedia dalam
jumlah yang mencukupi.
Nitrogen dan fosfor merupakan faktor yang membatasi pertumbuhan (limiting
factor) fitoplankton. Konsentrasi nutrient tumbuhan dalam kolom air dan firoplankton
tersaji dalam Tabel 1. Faktor konsentrasi menunjukkan berapa banyak tiap elemen diserap
oleh fitoplankton diatas konsentrasi elemen di dalam air sendiri. Ada relatif sedikit
nitrogen dan fosfor yang tersedia dalam kolam air dibandingkan dengan apa yang
dibutuhkan fitoplankton untuk elemen-elemen yang lain. Di tambak dengan salinitas yang
menengah atau tinggi diatom merupakan plankton yang mendominasi. Disini diatom
membutuhkan banyak nitrogen, sehingga nitrogen sangat penting atau lebih penting
daripada fosfor sebagai faktor pembatas. Ketika salinitas turun, algae biru (blue-green
algae) bisa menjadi dominan dalam tambak udang. Sebab banyak spesies algae biru dapat
merombak sendiri elemen nitrogen (N2) bebas dari atmosfer sehingga plankton mampu

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 12


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

tumbuh baik tanpa sumber kombinasi nitrogen (nitrat atau amonia) walaupun fosfornya
telah mencukupi di perairan.

Tabel 1. Konsentrasi elemen nutrient tumbuhan dalam kolom air dan fitoplankton

No Elemen Air Laut Fitoplankton Faktor


(ppm) (ppm) Konsentrasi
1 Fosfor 0,02 187,0 9350,0
2 Nitrogen 0,25 2000,0 8000,0
3 Besi 0,01 10,0 1000,0
4 Mangan 0,002 2,0 1000,0
5 Tembaga 0,003 1,0 333,0
6 Silikon 3,0 500,0 167,0
7 Seng 0,01 1,0 100,0
8 Karbon 28,0 12000,0 43,0
9 Kalium 380,0 250,0 0,7
10 Kalsium 400,0 250,0 0,6
11 Sulfur 900,0 175,0 0,2
12 Boron 0,8 0,1 0,1
13 Magnesium 1340,0 125,0 0,1
14 Sodium 10500,0 25,0 0,002

2.2 Bibit Algae

Gambar 4 memberi ilustrasi bahwa penggunaan mikroalgae untuk tujuan


aquakultur sebagai pakan atau untuk aplikasi yang lain (misalnya kosmetik atau farmasi)
kesemuanya dimulai dari langkah yang sama dari cara memperoleh bibitnya. Bila bibit
telah didapat bibit ini kemudian akan dikultur pada volume yang lebih besar sebagai kultur
stok (stock culture). Stok ini dipergunakan sebagai kultur pemula (starter culture) untuk
memproduksi pakan alga (algal food) dengan volume yang menengah sampai pada
volume yang lebih besar sampai tingkatan massal.
Stok algae bisa diperoleh dengan 2 macam cara, yaitu pertama dengan cara
membelinya langsung dari perusahaan atau institusi kolektor algae dan yang kedua
dengan cara mengisolasi langsung alga dari sumbernya yaitu perairan laut atau tawar.
Walau cara yang kedua ini sangat memungkinkan namun cara ini membutuhkan keahlian
dan waktu tersendiri. Karena sebelum spesies yang diisolasi dari alam dipergunakan
terlebih dahulu harus dilakukan identifikasi oleh ahli taksonomi alga (algal taxonomist)
Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 13
MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

dan dilakukan uji coba untuk meyakinkan bahwa species yang telah teridentifikasi
tersebut adalah baik dan layak dipergunakan sebagai pakan tanpa unsur racun di
dalamnya.

ISOLASI
ALGAE HIDUP MURNI

KOLEKSI
KULTUR STOK

KEBUTUHAN KULTUR SUB-KULTUR

KULTUR ANTARA

PENGKAYAAN MEDIA KULTUR MASSAL

PANEN FEEDING

PROSES SELANJUTNYA

BERBAGAI APLIKASI

Gambar 4. Alur Skema kultur mikroalgae dan aplikasinya

Untungnya, sekarang ini banyak kolektor algae yang tersebar di pelbagai tempat
di dunia ini (Lihat Lampiran.). Para kolektor tersebut akan mengirim secara cepat dengan
harga tertentu kultur pemula dalam beberapa mililiter suspensi padat algae yang
ditempatkan dalam suatu ampul (vials). Kultur tadi biasanya uni-algae berisi hanya satu
spesies (uni-algal species), namun demikian mungkin masih mengandung bakteri (non-
axenic) tapi terjamin akan genus maupun speciesnya.
Setelah starter culture didapat mereka harus ditempatkan pada volume yang
lebih besar pada media kultur yang cocok untuk menjaga agar algae tetap hidup dan
berkembang sampai jumlah atau densitas tertentu yang diinginkan. Kultur ini bisa dipakai

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 14


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

sebagai stok untuk koleksi atau (stock culture). Kultur ini biasanya disimpan dalam
tabung-tabung reaksi yang bertutup putar dengan media pemupukan kadar rendah (low-
level enrichment media) dengan tujuan untuk perawatan daripada mengejar pertumbuhan
maksimal. Penyinaran yang terus-menerus biasanya dilakukan untuk flagellata dan periode
12 jam penyinaran untuk diatom diperkirakan sudah cukup. Cahaya yang diberikan untuk
stock cultures ini adalah (dihitung secara horisontal) yang disupply dengan menempatkan
2 buah lampu neon 30-40 Watt didepan stock cultures. Semua koleksi algae sebaiknya
ditempatkan pada ruangan khusus untuk koleksi dalam inkubator yang diberi cahaya
cukup (750-1000 lux) pada suhu rendah (25 oC). Kultur pemula ini kemudian harus
dipindahkan secara steril (sterile transferred) ke dalam media yang telah disiapkan pada
suatu flask yang selanjutnya disebut sebagai kultur utama (master culture). Untuk ini bila
starter culture tadi didapatkan dari kolektor biasanya sudah dilengkapi dengan jenis
nutrient atau media yang cocok untuk spesies tsb. Bila algae telah tumbuh cukup maka
sebagian kecil dari suspensi algae bisa dipindahkan lagi secara steril kedalam tempat yang
lain namun pada suhu yang lebih tinggi. Biasanya inokulan 2 mL dari stok kultur ini sudah
cukup untuk 125 mL flask Erlenmeyer. Setelah ini penyinaran ditingkatkan menjadi 1500
lux. Aerasi belum diberikan dalam tahap ini namun pengocokan perlahan bisa dilakukan
untuk mengurangi efek penutupan cahaya akibat semakin banyaknya sel dalam media
kultur (Beers Law effect) secara regular. Setelah flask berusia 4 hari (perkiraan mencapai
puncak fase ekponensial) kultur bisa dipakai sebagai inokulum bagi kultur berikutnya
dalam sebuah wadah yang lebih besar seperti carboys berukuran 12-30 L yang dilengkapi
dengan tutup beserta pipa glas/selang tahan panas untuk aerasi dan inokulasi (Lihat
Gambar 3). Aerasi diperlukan untuk mencegah pengendapan sel didasar wadah, menjaga
agar nutrient menjadi homogen, mendapatkan intensitas cahaya yang lebih besar dan
mendapatkan sejumlah karbondioksida untuk pertumbuhannya.
Untuk bisa melakukan isolasi dikenal ada 2 cara yaitu:
1) Cara yang pertama biasanya mempergunakan medium Gelosa Medium ini merupakan
campuran antara 9 gram agar dengan 1 liter air laut steril yang diperkaya dengan 1 ml
Larutan Stok dari Walne. Tabung reaksi diisi dengan campuran medium ini sebanyak
10 mL kemudian diautoklaf dan setelah selesai didinginkan dalam keadaan miring.
Tabung tadi kemudian diolesi dengan 1 tetes air laut alami yang diperkirakan
mengandung algae yang dikehendaki. Koloni algae biasanya akan berkembang setelah
15-20 hari. Setelah itu satu koloni dari alga yang dikehendaki kemudian diambil dari
tabung reaksi dan diinokulasikan ulang sebanyak mungkin untuk mendapatkan spesies
tunggal yang dikehendaki. Metode ini merupakan seleksi terhadap banyak spesies

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 15


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

algae yang tahan hidup pada media agar miring tapi mengurangi perkembangan
spesies yang lain yang kemungkinan potensial dipakai sebagai pakan dalam budidaya.

2) Cara yang kedua dikenal sebagai metode pengenceran. Sampel dari air laut alam
dengan campuran algae di dalamnya diencerkan untuk mendapatkan densitas atau
kepadatan 1 sel per mL. Tabung reaksi berisi air laut yang telah diperkaya dengan
medium Walne diinokulasi dengan 1 mL larutan yang sudah diencerkan tadi sehingga
tiap tabung reaksi punya kemungkinan yang sama untuk berisi 1 sel dari masing-
masing spesies alga yang ada dalam air laut murni. Bibit yang ada dibiarkan
berkembang 2-3 minggu yang selanjutnya dapat dilakukan identifikasi tentang
spesiesnya. Dengan mengulang-ulang proses pengenceran dari tabung reaksi yang
berumur 2 mingguan berisi spesies tertentu yang diinginkan kultur tunggal
(monoculture) algae akan diperoleh.

Kedua cara diatas butuh waktu pengerjaannya dan perlu dilakukan secara teratur
untuk mendapatkan stok baru dari tipe algae yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai
pakan dalam budidaya.
Untuk memperoleh produksi biomasa algae yang cukup pada kondisi yang
konsisten perlu dimengerti terlebih dahulu pola dinamika pertumbuhan monospesies
mikroalgae. Pertumbuhan kultur algae yang bebas bakteri (axenic ) dapat diekpresikan
kedalam terminologi pembelahan sel dan dinyatakan dalam doubling per hari (D) atau
pertumbuhan relatif (relative growth rate). Pertumbuhan ini bercirikan atas 5 fase
perkembangan yang berbeda menurut Fogg (1983) ; Fogg dan Thake (1987) sebagai
berikut :

Fase yang pertama (1) dikenal sebagai fase lag atau induksi. Ini adalah tingkat
dimana asam nukleitida dan protein dihimpun namun disini tidak terjadi pembelahan sel.
Fase ini juga merupakan waktu adaptasi kedalam lingkungan yang baru dimana terjadi
proses induksi enzim dan laju reproduksi seimbang dengan laju kematian (Hale and
Morgham, 1988). Fase ini ditandai dengan adanya beberapa faktor seperti :

Deaktifikasi enzim dalam biakan murni (inokulum).


Penurunan tingkat metabolit dalam inokulum
Naiknya ukuran sel tapi tidak ada pembelahan sel
Faktor-faktor yang mampu berdiffusi yang diproduksi oleh sel

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 16


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Terhambatnya aktifitas metabolisme sel akibat faktor racun yang ada dalam
medium
Masuknya inokulum kedalam medium yang membawa substansi tertentu
dalam konsentrasi yang tinggi.

Fase yangkedua (2) atau fase eksponensial atau logaritmik ditandai dengan
pembelahan sel yang cepat dan konstant. Laju pertumbuhan eksponensial ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti konsentrasi nutrient dalam media, ukuran sel di lapisan
permukaan, intensitas cahaya dan suhu.

Fase yang ketiga (3) atau fase penurunan laju pertumbuhan relatif dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :
Menipisnya kandungan nutrient tertentu dalam media
Laju supply O2 atau CO2
Perubahan pH
Pembatasan cahaya akibat penutupan (shading) (Hukum Beer)
Penghambatan pertumbuhan akibat produksi substansi beracun oleh algae
(autoinhibitation)

Fase yang keempat (4) dikenal sebagai fase stationer. Fase pertumbuhan ini
terjadi secara cepat karena terjadinya keseimbangan antara laju pertumbuhan dengan
faktor pembatas (limiting factor).
Fase yang terakhir (5) dikenal sebagai fase kematian . Fase ini terjadi akibat
semakin berkurangnya nutrient dalam media atau nutrientnya tidak cukup untuk
meneruskan pertumbuhan sehingga penumpukan sisa metabolit terjadi sampai tingkat
yang beracun

Kunci sukses produksi alga secara efisien terletak pada terjaganya semua kultur
pada fase pertumbuhan eksponensial. Ini bisa didapat dengan cara mentransfer algae dari
suatu volume tertentu (sebagai inokulum) ke dalam media yang diperkaya pada volume
yang lebih besar sebelum menginjak fase berikutnya. Kultur pada volume yang lebih besar
ini kemudian dirawat sampai tingkat kepadatan yang maximum untuk kemudian dipanen
untuk dipakai sebagai pakan larvae yang sedang dipelihara atau dikultur.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 17


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

densitas populasi (biomasa)


(jumlah sel/mL)
(4)
(3)

(5)

(2)

(1)

waktu inkubasi

Gambar 5. Grafik Pola Pertumbuhan Algae yang homogen dalam sistem


tertutup (batch cultures)

Keterangan : (1) Fase Adaptasi


(2) Fase Eksponensial
(3) Fase Penurunan
(4) Fase Stasioner
(5) Fase Kematian

Pertumbuhan mikroorganisme pada umumnya terjadi melalui pembelahan sel. Mikroba


tumbuh sebagai suatu populasi sel, dan ini penting untuk membedakan antara pertumbuhan sel
secara individu dengan pertumbuhan populasi sel. Pertumbuhan sel merupakan hasil dari
naiknya ukuran sel yang diikuti kemudian oleh proses pembelahan (division). Pertumbuhan
populasi dihasilkan dari naiknya jumlah sel. Untuk mendapatkan kultur yang tumbuh secara
aktif diperlukan: inokulum yang cukup jumlah dan ukurannya; suplai nutrient dan mikro
nutrient yang cukup; kondisi fisika-kimia yang cocok, dan ada cahaya sebagai sumber enerji.
Pada suatu kultur algae naiknya jumlah kandungan yang ada (dx) bisa protein, DNA, pigment
atau biomass akan sebanding dengan keadaan kandungan awalnya (x) dan interval waktunya
(dt).

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 18


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

dx=dt (1)

dimana dx/dt menunjukkan laju pertumbuhan populasi yang sesungguhnya (actual growth
rate), dan merupakan laju pertumbuhan khusus (specific growth rate) yang mempunyai
ukuran per satuan waktu atau pertumbuhan per unit waktu. Persamaan 1 diatas bisa
diintegralkan pada saat x=x0 ,pada t=0 menjadi:

x = x0.et (2)
Pertumbuhan akan sesuai dengan persamaan ini selama fase eksponensial atau fase logaritmik.
Persamaan (2) selanjutnya bisa di-log natural-kan sbb:

x
ln = t (3)
xo

Ketika x=2x0, maka :

ln 2= t2 (4)

ln 2 0,693
dan t2 = = (5)

dimana t2 adalah waktu yang diperlukan algae untuk membelah menjadi 2 biomassa (doubling
time). Persamaan (5) merupakan hubungan specific growth rate dengan doubling time.
Persamaan (1) sampai (5) merupakan prediksi terhadap pertumbuhan mikroalgae dalam suatu
sistem sederhana dimana faktor-faktor yang mempengaruhi adalah tetap, namun tidak dapat
digunakan untuk memprediksi penyimpangan yang terjadi dari fase eksponensial ketika kultur
memasuki fase stasioner (dimana fase ini merupakan salah satu bagian siklus pertumbuhan
mikroalgae dengan sistem batch atau system tertutup (Vonshak, 1986)

2.3 Kontrol Lingkungan

Pertumbuhan tanaman memerlukan cahaya, karbon in-organik (seperti


karbondioksida atau ion bicarbonat), nutrien mineral terlarut, dan tingkat temperatur
lingkungan yang sesuai untuk kelangsungan proses metabolisme. Urutan faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi algae di alam secara umum dan dalam usaha aquakultur
adalah sebagai berikut:

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 19


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

a. Cahaya
Energi matahari merupakan sumber radiasi yang tersedia untuk berlangsungnya
proses fotosintesa (photosynthetically available radiation-PAR). Ini terletak pada
kisaran spektrum 380-780 nm (visible light) suatu porsi spektrum elektromagnetik
sehingga membentuk sebuah energi radiant. Cahaya juga dikenal sebagai kekuatan
pengendali (driving force) dalam proses fotosintesa. Di habitat perairan ada 4 aspek
yang patut dipertimbangkan :
1. Tingkat sel plankton menggunakan energi radiant ini
2. Intensitas cahaya
3. Keadaan cahaya ketika melewati permukaan air (incident light)
4. Tingkat dimana semakin dalam perairan cahaya yang berpenetrasi mengalami
perubahan atau penyimpangan

Iluminasi atau penetrasi cahaya ke permukaan tergantung pada posisi matahari


terhadap ketinggian, iklim dan awan. Cahaya matahari menyentuh permukaan laut
dengan kisaran panjang gelombang dari 340 nm (cahaya ultraviolet) sampai ke kira-
kira 1100 nm (cahaya infra merah) dengan maksimum intensitas 500 nm. Bila cahaya
sampai pada perairan yang jernih kedua sisi panjang gelombang tersebut akan diserap
walau biasanya panjang gelombang yang lebih besar mendominir. Misal, pada
kedalaman 25 m kisarannya rendah ke 400-600 nm dengan intensitas maksimal 475 nm
(cahaya biru).
Cahaya adalah faktor utama yang sangat penting untuk proses fotosintesa
algae. Ini adalah proses dimana algae merubah karbon dioksida dan air menjadi kimia
organik menggunakan energi dari cahaya, dengan melepaskan oksigen dan juga
memproduksi ATP dan NADPH. Proses ini terjadi ketika energi cahaya diserap oleh
pigmen klorofil yang terkandung dalam kloroplas dan oksigen tersusun sebagai produk
sampingan.

energi cahaya, klorofil dan nutrient inorganik

6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2


karbondioksida air karbohidrat oksigen
Reaksi yang melibatkan cahaya ini dikenal sebagai reaksi cahaya yang terjadi akibat
peran dari beberapa komponen diantaranya :

1. Kloroplas

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 20


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Kloroplas menangkap dan menggunakan cahaya bawah air untuk


mengolah karbon dalam bentuk karbohidrat. Disini ada organ pelapis membran sel
dengan sistem membran dalam (thylakoid) pada stroma yang berprotein. Hanya
pada algae biru (blue-green algae) thylakoid terdapat secara bebas di dalam gel
(seperti layaknya cytoplasma). Thylakoid ini memuat pigmen kloroplast bersama
elektron pembawa yang mengkontrol proses konversi energi, sementara stroma
mengandung enzym untuk proses fiksasi karbon. Pyrenoid adalah daerah khusus
untuk aktivitas enzym. Pada algae biru pigmen phycobilin dikandung di partikel
sub-microskopik yang disebut phycobilisomes, yang menempel pada permukaan
thylakoid. Besarnya perbedaan ukuran, bentuk dan jumlah kloroplast per sel dalam
fitoplankton adalah indikasi-indikasi nyata atas peranannya yang penting sebagai
struktur penjebak cahaya yang efisien. Pigmen-pigmen dalam kloroplast yaitu
klorofil-a adalah yang paling umum di semua fitoplankton.
Ada 2 kelompok warna yang diketahui, yakni: kelompok warna hijau dan
kelompok warna coklat. Kelompok hijau juga mengandung klorofil-b dan kelompok
coklat mengandung klorofil-c. Klorofil-b dan klorofil-c berbeda dengan klorofil-a
dalam struktur molekul dan penyerapan spektra ketika diekstraksi dalam larutan
organik dan diamati dengan spektrofotometer. Pigmen-pigmen karotenoid dan
xanthofil adalah yang paling bertanggungjawab dalam variasi kisaran warna dalam
fitoplankton coklat. Pigmen-pigmen assesoris ini bertindak sebagai sistem
pengumpul cahaya yang menaikkan kisaran spektrum cahaya yang tersedia (PAR)
pada tumbuhan untuk membuka jalur energi melalui klorofil-a.

2. Beberapa pigmen yang terdapat pada membran bagian dalam pada kloroplas yang
bertanggungjawab dalam menangkap atau menjebak energi cahaya. Klorofil-a dan
satu atau lebih tipe pigmen assesori seperti klorofil-b dan beberapa kareotenoid
diantara molekul tunggal terutama klorofil-a (P660 dan P700) membentuk sebuah
sistem cahaya atau fotosistem I (PSI) yang mengandung P700 dan fotosistem II
mengandung P660.

3. Dua sistem transport elektron (Lihat Gambar 3). Ini adalah serangkaian langkah-
langkah biokimis dimana energi ditransfer bertahap dari tingkat energi tinggi ke
tingkat yang lebih rendah. Tiap langkah melibatkan sebuah pembawa (carrier)
elektron khusus yang mempunyai tingkat energi tertentu (atau potensial REDOX),
dengan pembawa elektron yang mengorganisir secara urut menurunnya energi.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 21


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

4. Air.

Pada reaksi cahaya ini terjadi 2 proses fotofosfirilasi yang terpisah yaitu :

1. Fotofosfirilasi Bersiklus dimana berbagai pigment dalam PS I mengumpulkan


cahaya menembus kloroplast, melewatkan energi pada P700 yang mengalami
fotoaktivasi. Sebuah elektron dengan tingkat energi yang sedang naik ditangkap
oleh ferredoksin dan melewati ETS dimana ATP diproduksi saat mana tingkat
energi jatuh pada titik awal (starting point).
2. Fotofosfirilasi yang Tidak Bersiklus. Disini sumber awal energi adalah air dengan
mengeluarkan elektron-elektron dan yang dilewatkan melalui PS III kemudian ke
plastoquinon pada tingkat yang lebih tinggi. Sebagaimana yang terjadi pada
Fotofosforilasi, ATP diproduksi lewat ETS dengan elektron jatuh ke PS I. Namun
demikian cahaya menyebabkan tingkat energi elektron dinaikkan pada tingkatan
yang cukup tinggi untuk bisa diterima oleh ferredoksin. Pada fase berikutnya ETS
yang kedua masuk yang mengakibatkan adanya produksi NADP dengan hidrogen
masuk dari pemisahan air kedalam ion-ion. Dua fotosystem terlibat dalam reduksi
NADP sebab disitu terdapat keadaan dimana energi dari cahaya tidak cukup kuat
untuk memberi energi elektron dari air langsung ke NADP, sehingga ini butuh 2
langkah. Sehingga, produk dari 2 reaksi cahaya ini adalah ATP bersama NADPH
dan oksigen. Kedua produk yang pertama akan masuk kedalam reaksi gelap pada
fotosintesa, dimana mereka akan terlibat dalam siklus Calvin, sintesa PGAL dan
glukosa, seperti terlihat dalam Gambar 4 berikut ini :

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 22


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

tinggi
penerima
elektron

penerima ferredoksin
elektron

ETS
TINGKAT plastoquinon Quantum
ENERGI Quantum 2 NADP
1 NADPH

Kloro-a668 + ETS cahaya(pj.gel.pj+kloro-a)


as.pigmen ADP
cahaya ATP PS I
P700
PS II
P690 O2
-
e
OH-
H2O
H+
rendah

Gambar 6 . Skema umum dalam transport electron dalam Reaksi Cahaya


pada fotosintesa

b. Medan Cahaya Bawah Air (Underwater light field)

Sejumlah faktor mempengaruhi medan cahaya bawah air. Sebagian radiasi


cahaya matahari dipantulkan oleh permukaan air yang persentasenya tergantung pada
sudut ketinggian matahari terhadap bumi dan tingkat kondisi relatif permukaan air.
Pada saat matahari tepat diatas dan pada saat permukaan air tenang hanya ada 2%
radiasi matahari terpantul. Dengan angin bertiup sedang dan kondisi langit cerah ada
sekitar 25% energi matahari yang terpantulkan. Setelah melewati permukaan air cahaya
akan diserap oleh substansi-substansi warna kuning, oleh tumbuhan (fitoplankton dan
tumbuhan pantai seperti rumput laut di lautan atau oleh tanaman berbunga dan algae di
perairan tawar) dan oleh material/benda-benda mati. Proses penyebaran terjadi akibat
partikel-partikel yang ada di air akan menahan jalan masuknya cahaya ke bawah.
Munculnya warna biru pada air laut yang jernih terjadi akibat penyebaran cahaya keatas
dari wilayah biru (pada spektrum cahaya nyata=visible light), sementara warna hijau

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 23


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

dipantai disebabkan oleh penyebaran cahaya pada panjang gelombang yang lebih
panjang oleh material tersuspensi.
Dalam praktik budidaya plankton indoor (di dalam ruangan/laboratorium)
sumber energi cahaya matahari ini digantikan oleh iluminasi cahaya lampu. Ada
beberapa macam lampu yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber penyinaran algae yang
mampu menghasilkan campuran panjang gelombang cahaya. Banyak diantaranya
memang diproduksi khusus untuk merangsang pertumbuhan tanaman/mikroalgae.
Namun neon (lampu tabung-TL) yang dijual dipasaran sudah bisa dipakai untuk kultur.
Untuk merawat kultur stok alga dengan baik biasanya dianjurkan untuk menggunakan
siklus pencahayaan antara terang:gelap (atau malam:siang;) = 12 jam gelap:12 jam
terang) bukan dengan pencahayaan yang terus menerus (continuous light). Periode
pencahayaan lain yang dianjurkan adalah 14 jam terang:10 jam gelap atau 16 jam
terang:8 jam gelap. Pencahayaan yang terus menerus walau bisa menaikkan biomasa sel
algae namun dipandang kurang alamiah karena tidak pernah terjadi di alam kecuali saat
musim panas di daerah Kutub Utara atau Selatan. Banyak spesies yang membelah pada
keadaan gelap cahaya, dan pencahayaan yang terus menerus dapat mempengaruhi ritme
biologis suatu spesies alga. Lebih penting lagi, kualitas nutrisi yang terkandung pada
alga dapat berubah dibawah pencahayaan yang terus menerus misalnya turunnya secara
dratis rasio kandungan protein: karbohidrat. Juga asam lemak esensial (PUFAs) dapat
turun sampai tingkat yang rendah dengan hanya asam lemak jenuh yang disintesa.
Apalagi konsentrasi yang tinggi daripada PUFAs ditemukan pada saat periode gelap.
Intensitas cahaya yang paling baik untuk pertumbuhan alga adalah 100-200
mikroEinsteins per meter persegi per detik (Em-2.dtk-1).
Berikut ini penerapan pengunaan lampu yang digunakan untuk kultur alga sesuai
intensitas cahaya menurut sumber lampu, jarak sumber cahaya terhadap kultur:

Sumber cahaya Jarak kultur thd 4. Intensitas


sumber cahaya cahaya
1. Lampu TL Merk Phillips Daylight
20 Watts (panjang 48 cm)
Jumlah lampu : 4 25 cm 100Em-2.dtk-1
8 25 cm 200Em-2.dtk-1
2. Lampu TL Merk Phillips Daylight
40 Watts (panjang 120 cm)
Jumlah lampu : 1 10 cm 140-150Em-2.dtk-1
2 10 cm 220-230Em-2.dtk-1
Catatan: kultur algae jangan sampai dikenakan cahaya matahari langsung. Cahaya matahari
langsung pada tengah hari di daerah tropis berkisar antara 1700 dan 2500Em-2.dtk-1.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 24


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

c. Suhu
Suhu lingkungan kultur biasanya disesuaikan dengan asal stok dan kondisi aklim saat
itu. Stok kultur biasanya disimpan pada suhu yang tetap misalnya 20 oC atau 25 oC
variasi 5oC dapat menyebabkan pertumbuhan algae. Untuk spesies tropis biasanya
tumbuh baik pada suhu 30 oC Samasekali untuk tidak menyimpan stok kultur di
refrigator (kecuali spesies Kutub!).

d. pH

Istilah pH berkaitan dengan konsentrasi ion hidrogen dalam air. Umumnya pH


diistilahkan sebagai tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Dalam praktek air
dengan konsentrasi pH 7 diartikan bahwa air tidak dalam kondisi asam atau basa tapi
netral. Ketika pH lebih kecil dari 7 air dikatakan asam, sedangkan air dengan pH diatas
7 dikatakan air tadi dalam kondisi basa. Skala pH ini berkisar antara 0-14.

Konsep pH berdasarkan pada proses ionisasi air. Sejumlah molekul air melepaskan ion
hidrogen (H+) dan ion hidroksil (OH-). Produk dari konsentrasi molar dari H+ dan OH-
akan selalu 10-14 . Reaksi ni bisa ditulis sbb:
H2O = H+ + OH-
(H+) (OH-) = 10-14

Karena konsentrasi H+ dan OH- selalu sama dalam air murni sehingga kita bisa
mengganti H+ untuk OH- sbb:
(H+) (H+) = 10-14
(H+) = 10-7

Secara definitif kemudian pH merupakan logaritma negatif dari konsentrasi ion


hidrogen:
pH = - log (H+)

Untuk air murni, (H+) = 10-7 molar, sehingga pH=7 sbb:


pH=-log(10-7)
=-(-7)
=7

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 25


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Pada daerah payau pH air berkisar antara 7 dan 9. Blooming fitoplankton sering terjadi
di tambak. Phytoplanlton mengambil CO2 (karbondiaoksida) untuk digunakan dalam
proses fotosintesa dari sistem keseimbangan HCO3- (bikarbonat) -CO2 sbb:

2HCO3- = CO2 + CO3= + H2O

Bilamana CO2 diambil, reaksi akan bergeser ke kanan dan CO3=(karbonat)


terakumulasi. Hidrolisis CO3= kemudian terjadi sesuai dengan reaksi dibawah ini:

-
CO3= + H+ = HCO3

Perhatikan bahwa 2 (dua) ion HCO3- memberi 1 (satu) molekul CO2 dan 1 (satu) ion
CO3=, tetapi hidrolisis 1 (satu) ion CO3= hanya menggantikan 1 (satu) ion HCO3=. Dan
lagi hanya satu porsi ion CO3= terhidrolisa. Ion hidrogen didapatkan dari pemecahan
air :
H2O = H+ + OH-

Konstanta keseimbangan untuk terjadinya proses ionisasi harus terjaga, yakni :


(H+)(OH-) =10-14

Sehingga, ketika H+ digunakan dalam proses hidrolisa CO3= harus ada tambahan air
yang dipecahkan untuk menjaga konstanta kesetimbangan air tersebut. Akibatnya,
terjadi banyak ion OH- tapi kurang ion H+ daripada ketika proses fotosintesa mulai.
Sehingga, pH naik ketika fitoplankton mengambil CO2 dari air.

Sebab fitoplankton menggunakan CO2 pada siang hari menyebabkan pH air naik
(semakin basa). Sebaliknya pada malam hari tidak ada CO2 diambil oleh fitoplankton,
tapi semua organisme dalam perairan (misal tambak) mengeluarkan CO2 dari proses
pernafasan (respirasi). CO2 ini bereaksi dengan CO3= dan H2O untuk membentuk
HCO3-; HCO3- terpecah dan melepaskan H+ sehingga menyebabkan pH turun (semakin
asam). Siklus harian pH ini digambarkan dalam grafik Lampiran 3:

2.3.3 Persiapan kultur dengan Teknik Inokulasi Transfer Steril


Untuk memberi ilustrasi teknik ini contoh proses sub-kultur dari master kultur
diterangkan disini. Yang perlu diperhatikan bahwa flask kultur sudah tertutup dengan

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 26


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

kapas atau terylene wool dan dijaga dengan penutup aluminium foil. Hal ini
dimaksudkan agar masih ada pertukaran gas tetapi secara mekanis menolak atau
membuang keluar spora yang ada di udara dan kontaminan yang lain. Media yang akan
dipakai harus dipersiapkan dan disterilkan dengan mengautoklaf dan ditunggu sampai
dingin selama 24 jam atau disimpan dalam almari pendingin untuk bisa dipakai sewaktu-
waktu.
Fitoplankton memerlukan CO2 untuk berfotosintesa. Sterilisasi menggunakan
autoklaf akan menyebabkan hilangnya CO2 dari media dan menyebabkan perubahan
sistem buffer karbonat dan menaikkan pH (dari sekitar 8 menjadi 10). Untuk itu proses
inokulasi jangan dilakukan langsung setelah proses autoklafing, tetapi biarkan dahulu
beberapa hari untuk mendapatkan difusi kembali CO2 dari udara ke dalam media dan
kembalinya sistem buffer karbonat dan stabilnya pH (sekitar 7.8-8.2).
Autoklafing media menyebabkan juga perubahan alkalinitas sehingga terjadi
pengendapan ferric fosfat dan ferric hidroxida. Untuk mencegah terjadinya hal ini maka
sebelum media diautoklaf pisahkan dahulu bahan fosfatnya dari media. Baru setelah
bahan media diautoklaf fosfat dimasukkan secara aseptik. Simpan media yang telah
diautoklaf didalam tempat yang gelap (sebaiknya pada suhu rendah sekitar 5 oC) untuk
mencegah dekomposisi vitamin. Sebelum media biarkan media pada suhu sesuai
lingkungan dimana media akan dikultur/inokulasi (ambient temperature) sehingga media
tidak mengalami keterkejutan suhu setelah inokulasi.
Sebelum tranfer dilakukan maka bangku atau laminar flow cabinet harus
dibersihkan/disemprot dengan alkohol. Diamkan selama 30 detik untuk menguap
sebelum api (Bunsen burner) dinyalakan. Proses tranfer harus dilakukan dengan
memanasi leher flask inoculum setelah tutup kapas dibuka pelan-pelan. Sementara itu
recipient flask dipegang tangan kanan dan proses transfer inokulum berlangsung dengan
cara menuangkan isi donor flask ke recipient flask. Setelah tertuang leher recipient flask
kemudian dipanasi dengan api dan kemudian ditutup dengan rapat. Leher flask donor
dipanasi juga sebelum ditutup dengan kapas dan aluminium foilnya. Cara ini berlaku
untuk tujuan produksi biasa atau perawatan kultur. Untuk tujuan penelitian tentu saja
jumlah sel dalam suspensi inokulum harus dihitung secara tepat. Setelah semua selesai
flask harus diberi label berisi informasi spesies (nomor strain), waktu(jam/hari) dan
perlakuan yang diterapkan.
Walaupun merupakan hal mudah, bila dengan teknik yang benar dan latihan,
mengisolasi fitoplankton dari air laut sangat membutuhkan keahlian dan waktu tersendiri.
Untungnya, sekarang ini banyak bermunculan kolektor kultur mikroalgae dan protozoa
yang dioperasikan secara komersial yang mensuplai biasanya dalam bentuk kultur

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 27


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

inoculum (starter culture) terdiri dari beberapa mililiter yang sangat padat populasinya
dalam suatu tabung reaksi yang kecil. Ini bisa kita dapatkan dari mana saja dan akan
dikirim melalui pos tanpa banyak kesulitan menyangkut kondisi gelap dan perbedaan
temperatur selama proses pengiriman. Kultur mereka biasanya uni-algae, berisi hanya 1
(satu) spesies algae tanpa tercampur spesies lain dan bebas dari bakteri (axenic).
Keuntungan lain dengan membeli spesies dari organisasi pensuplai ini adalah garansi
akan benarnya nama genus dan spesies dari kultur algae tersebut. Ini berarti pula bahwa
orang yang mempergunakan spesies tersebut akan dengan mudah menjadikan referensi
bahwa nomor strain algae yang dipakai adalah didapat dari tempat tertentu. Dan ini tentu
sudah diteliti oleh taxonomist algae.

2.3.4 Kultur utama (master culture) dan sub-kultur


Bila kultur pemula (starter culture) telah didapat maka segera kultur harus dipindahkan
ke tempat yang lebih besar volume mediumnya dan diberi penyinaran yang cukup pada
suhu inkubator 10-15 oC. Ini dipersiapkan dengan mempergunakan pelbagai macam
media diperkaya dengan pupuk dengan mempergunakan Erlenmeyer bervolume 200 mL
yang telah disterilkan dengan meng-autoklaf pada 1 atm selama 20 menit dengan suhu
120 oC. Digunakan flask Erlenmeyer bervolume sedang ini adalah untuk membantu
pertukaran gas (karena flask ditutup dengan kapas dan diberi pelindung aluminium foil)
tanpa harus mempergunakan aerasi dan cukup flask digoyang-goyang ketika akan
dilakukan penghitungan sel. Starter culture ini ditransfer secara steril kedalam flask
yang telah disiapkan yang kemudian kalau telah selesai bisa disebut sebagai Master
culture. Dalam master culture ini setelah populasinya cukup bisa diambil dalam jumlah
kecil secara steril pada periodik interval (misal tiap 24 jam) untuk nantinya bisa
dikembangbiakkan pada cara yang tidak berbeda tapi dengan suhu ruangan (inkubator)
yang lebih tinggi. Setelah tumbuh dengan baik sub-kultur ini ditransfer secara steril
kedalam flask yang lebih besar (volume 2L berisi 1.5 L medium) yang dilengkapi
dengan aerator melalui selang silikon yang tahan panas dengan pipa dari gelas
diujungnya. Udara aerasi ditambah 1.5-2% CO2 untuk merangsang pertumbuhan dan
mengurangi pengaruh pH daripada medium. Idealnya master kultur ini dilakukan sub-
kultur sekali dalam 1-3 bulan tergantung apakah nutrientnya masih mencukupi atau
tidak untuk melangsungkan pertumbuhannya. Bila sub-kultur terlambat dilakukan pada
saat nutrient sudah habis dalam medianya maka populasi algae riskan akan gangguan
bakteri akibat substrat dasar flask banyak terdapat sel mikroalgae yang mati sehingga
lama kelamaan kultur akan rusak.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 28


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

2.3.5 Sistem Kultur Tertutup (batch cultures)


Dalam sistem ini tidak ada yang ditambahkan maupun diambil setelah proses inokulasi
kedalam medium dengan sejumlah inokulum. Sehingga dalam sistem ini sel hanya akan
membelah dalam keterbatasan waktu dan dengan perubahan komposisi nutrient dalam
medium dan intensitas cahaya. Gambaran sistem ini diterangkan dalam Gambar
Kultur mikroalgae yang padat sampai 5 L dapat disiapkan dengan mempergunakan
sistem ini dengan media yang betul-betul steril untuk mendapatkan sejumlah algae yang
diperlukan tiap hari. Isi seluruh flask bisa dipergunakan jika populasi algae sudah
mencukupi. Kelemahan sistem ini adalah bila ada alat/bahan kultur kurang atau tidak
steril maka tidak bisa dilakukan panen nantinya sehingga larvae yang membutuhkannya
menjadi kelaparan. Metode dalam sistem ini juga memerlukan pencucian setiap hari
semua flask dan persiapan paling tidak media untuk sub-kulture dengan volume 200
mL. Keuntungan dari sistem ini adalah kita hanya butuh flask yang relatif kecil dan
murah.

2.3.6 Sistem Kultur Semi-continuous.


Kultur 20 L mikroalgae yang teraerasi bisa dipersiapkan dalam sistem ini
mempergunakan 1.5 L wadah kultur. Hal ini dilakukan dengan menambah 3.5 L media
yang telah diperkaya dengan pupuk dalam wadah kultur yang bersih dan disterilkan
dengan air panas. Pertumbuhan yang cukup baik akan didapat dengan menambah 5 L
media selama 3 hari kemudian. Sehari atau dua hari kemudian kultur biasanya akan bisa
cukup padat dan siap untuk dipanen. Lima liter diambil tiap hari dengan cara siphon dan
jumlah yang terambil ini harus diganti dengan 5L media kultur. Dengan cara ini kultur
bisa dijaga secara optimal dengan mensuplai sejumlah algae yang cukup sampai 1 bulan.
Perlu proses seperti ini dilakukan tiap 2 minggu menjaga kemungkinan proses yang
pertama gagal karena sesuatu hal. Setelah tertuang leher flask recipient kemudian
dipanasi dengan burner dan kemudian ditutup dengan rapat. Leher flask donor dipanasi
juga sebelum ditutup dengan kapas dan aluminium foilnya. Cara ini berlaku untuk
tujuan produksi biasa atau perawatan kultur. Untuk tujuan penelitian tentu saja jumlah
sel dalam suspensi inokulum harus dihitung secara tepat. Setelah semua selesai flask
harus diberi label tentang spesies (nomor strain), waktu(jam/hari) dan perlakuan yang
diterapkan.

2.3.7 Cara Menghitung Sel Algae.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 29


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Ada beberapa cara untuk menghitung pertumbuhan mikroalgae. Perhitungan bisa


dilakukan berdasarkan jumlah sel yang dilakukan dengan mempergunakan
haemocytometer atau hemacytometer dan Coulter Counter yang dilengkapi dengan
monitor jumlah dan ukuran partikel. Cara lain yang dipakai yaitu dengan analisa
pigmentasi terhadap kandungan chlorophyll a. Sedangkan untuk mengetahui
pertumbuhan algae bisa juga dilakukan dengan mengukur tingkat kekeruhan
suspensinya mempergunakan alat Nephelometer dengan satuan NTU (Nephelometer
Turbidity Unit) . Dalam praktik di lapangan kekeruhan diukur dengan Secchi Dish dan
Nephelometer. Namun untuk akurasi jumlah sel per volume suspensi dan melihat jenis
planktonnya maka haemocytometerlah yang paling praktis. Kelemahan alat ini adalah
bahwa antara biota yang hidup dan yang mati tidak bisa dibedakan. Demikian pula
dengan sel yang kecil susah untuk dilihat dan sering luput dari perhitungan.

Teknik penghitungan fitoplankton dengan mempergunakan haemocytometer:

Alat dan Bahan


1. Haemocytometer
2. Mikroskop stereoskopi
3. Sampel algae yang akan dihitung
4. Larutan Lugol atau formalin untuk membunuh plankton yang mobil
5. Tabung reaksi
6. Cover slip
7. Pipet Pasteur
8. Tissue
9. Pembersih (aquadest/alkohol).

Metoda:(Lihat Gambar 7)
Haemocytometer adalah sebuah kaca berbentuk persegi panjang punya lekukan
bergaris huruf H yang membelah 2 wadah penghitungan. Tiap wadah ini dibagi menjadi 9
blok dengan luas 1.0 mm2 per blok sehingga jumlah keseluruhan menjadi 9 mm2.
Pada Blok Sudut (Blok A, C, G dan I) masing-masing dibagi menjadi 16 kotak
dengan luas per kotak = = 0.0625 mm2 (luas blok, 1 mm2 dibagi 16 kotak). Sedangkan
Blok Pinggir (Blok B, D, F dan H) masing-masing dibagi menjadi 20 kotak dengan luas
masing-masing menjadi 0,05 mm2 (1 mm2 dibagi 20 kotak). Sedangkan di Blok Tengah
(Blok E) dengan luas 1 mm2 dibagi atas 25 kotak kecil dengan masing-masing kotak
luasnya 0.04 mm2.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 30


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Fitoplankton yang berkoloni, multicellular dan bersel besar biasanya dihitung


dengan mempergunakan kotak 16 di Blok Sudut. Spesies yang lebih kecil atau suspensi
yang padat boasanya dihitung dengan kotak 20 (Blok Pinggir) sedangkan yang sangat
padat biasanya dihitung pada kotak 25 pada Blok Tengah (Blok E).
Jumlah fitoplankton dihitung sebanyak jumlah kotak yang diinginkan. Pada
semua haemocytometer prinsip dasar penghitungan adalah pada jumlah rata-rata algae
2
per luas 1.0 mm , dari sini densitas algae bisa dihitung.
Bila dalam 1 Blok dari 9 Blok pada haemocytometer dengan luas 1 mm2 yang
berisi suspensi algae kemudian ditutup dengan cover slip (kaca penutup) dan bila
kedalaman haemacytometer diketahui adalah 0,1 mm maka volume per Blok-nya
3
adalah= 0,1 mm (Volume = Luas x Kedalaman) atau volume per mL-nya = 0,1
mm3/1000 mm3 = 0,0001 mL = 1 x 10-4 mL, sedangkan volume per satu kotak 25 pada
2
Blok E yang mempunyai luas 0,04 mm ( dari 1 mm2 dibagi 25 kotak kecil) volumenya
2 3
menjadi= 0,04 mm x 0,1 mm=0,004 mm

Sehingga:
1. Volume per kotak pada kotak 25 di Blok Tengah (Blok E) dalam mL-nya
adalah:
(volume per kotak di kotak 25 dibagi volume Blok E= 0,004 mm3/1000 mm3)=
0,000004 mL atau sebanyak 4,0 x 10-6 mL

2. Volume per kotak pada kotak 20 di tiap Blok Sudut (Blok A, C, G, dan I)
dalam mL-nya adalah:
(volume per kotak dalam Blok Sudut dibagi volume Blok Sudut (Blok A atau
C, atau atau G, dan atau I=0,05 mm3/1000 mm3)= 0,00005 mL atau sebanyak
5,0 x 10 -5 mL.

3. Volume per kotak pada kotak 16 di Blok Pinggir (Blok B, D, F, dan H)


volume dalam mL-nya adalah:
(vol per kotak di kotak 16 dibagi vol blok Pinggir (Blok B, atau Blok D, atau
Blok F, dan atau Blok H)= 0,0625 mm3/1000 mm3 = 0,0000625 mL atau 6,25
x 10 -5 mL.

Catatan: 1 mL=1000 mm3

1. Persiapan sampel

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 31


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

1. Berilah label pada tabung reaksi pada algae yang akan dihitung
2. Masukkan 5 mL kultur algae pada tabung reaksi yang telah terlabeli
3. Masukkan 1 tetes Lugol jodium kedalamnya
4. Campur dengan baik dan letakkan tabung dalam raknya.

2. Cara mengisi wadah penghitungan (lihat Gambar 5)

a) Bersihkan haemocytometer dan penutupnya dengan aquadest atau dengan


alkohol pembersih dengan tissue atau kain halus sehingga bebas dari debu
dan minyak.
b) Tempatkan penutup (cover slip) diatas daerah yang bergaris secara tepat
c) Dengan pipet Pateus yang bersih, alirkan 1 tetes sampel algae yang telah
benar-benar tercampur kedalam cekungan berbentuk V pada
haemocytometer.
d) Cek apa sel algae telah terdistribusi dengan baik dalam kotak bergaris. Jika
ada gelembung udara atau airnya terlalu banyak atau kurang sehingga
distribusi sel tidak baik maka proses a)-d) diulang lagi.

3. Cara Penghitungan

a) Untuk jumlah sel lebih besar dari 6 m dan kulturnya tidak terlalu padat,
maka jumlahkan semua sel yang ada pada kotak 16 pada Blok A-C-G-I.
mulailah dari sebelah ujung kiri kotak dan hitung hanya sel-sel algae
yang berada di dalam atau menyentuh garis batas
Buat ulangan perhitungan pada wadah penghitungan yang kedua

b) Catat jumlah sel terhitung per blok dengan luas 1 mm2


Untuk sel algae yang kecil atau kultur algae yang padat sampling dibuat
pada kotak 25 yang berukuran lebih kecil pada Blok E.
hitung sel yang ada di dalam atau menyentuh garis pembatas
catat jumlah sel terhitung pada blok 0,04 mm2.

4. Rumus Penghitungan Densitas (D) plankton


Jumlah densitas plankton dihitung dengan rumus :

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 32


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

N
D=
V

dimana:
D= densitas (sel/mL)
N= Jumlah keseluruhan sel terhitung dibagi oleh jumlah blok
terhitung atau jumlah kotak terhitung
V= volume per Blok =1,0 x 10-4 mL (Blok A-B, C, D, E, F, G, H, dan I) atau,
volume per kotak di kotak 16 = 6,25 x 10-5 mL (Blok A, C, G, dan I), atau
volume per kotak di kotak 20 = 5 x 10-5 mL (di Blok B, D, F, dan H), atau
volume per kotak 25 = 4 x 10-6 mL (di Blok E)

Sehingga:
N
D=
1.0 x10 4
= N x (1 x 104) sel/mL per Blok A, B, C, D, E, F, G, H, atu I) atau,
= N x (4 x106) sel/mL per kotak 25 dalam Blok E), atau
= N x (5 x105)sel/mL per kotak 20 kotak dalam Blok B, D, F, atau H), atau
= N x (6,25 x 105) mL per kotak 16 dalam Blok Sudut (Blok A, C, G, atau I)

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 33


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Cekungan V tempat sampel dialirkan

Bright-Line
DEPTH 0.1 MM

HEMACYTOMETER

Kotak penghitungan (lihat Gambar dibawah)

1 mm 1 mm 1 mm

BLOK A BLOK B BLOK C 1 mm

BLOK D BLOK E BLOK F 1 mm

BLOK G BLOK H BLOK I 1 mm

Gambar 7. Lay-out haemocytometer dan kotak penghitungan

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 34


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Mata Kuliah : Budidaya Laut


Kode/SKS/Smester : PKB 237 P /3/Genap 2006-2007

Pokok Bahasan : Aplikasi Mikroalgae sebagai Pakan Alami


Tujuan Instruksional Khusus : Menyebutkan dan menjelaskan tentang
bagimana mikroalgae dipakai sebagai Pakan
alami dalam kaintannya dengan kandungan
nutrisi yang ada
Sub-Pokok Bahasan : Biologi pertumbuhan mikroalgae, serta faktor-
faktor fisika, kimia dan biologi pendukung
budidaya mikroalgae
Kegiatan Belajar Mengajar :
Dosen : menjelaskan, memberi contoh,
Tanya jawab, memberi tugas
Mahasiswa: memperhatikan,
mengerjakan, mandiri

Media : Papan tulis, OHP+LCD


Evaluasi : Soal Tanya jawab, Kuis, Soal objektif tertulis.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 35


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Bab 3.
Aplikasi Mikroalgae Sebagai Pakan.

a. Kebutuhan Hewan Akan Protein.


Kebutuhan hewan akan nitrogen dan asam-asam amino terpenuhi dengan
mengkonsumsi protein. Jumlah yang dibutuhkan tergantung dari faktor keturunan,
lingkungan dan nutrisi. Umur dari hewan juga penting, sebab pada saat seekor hewan
pertumbuhannya melambat, laju metabolisme dan kebutuhannya akan protein juga
menurun. Sehingga hewan yang masih berwujud benih (larva) dan masih muda (juvenil)
mempunyai kebutuhan protein yang lebih besar daripada yang sudah dewasa. Kadar
tingkat asam-asam amino menjadi sangat penting. Juga, semua komponen kebutuhan
akan makanan (diet) berhubungan dengan laju metabolisme dan berpengaruh pada
pemanfaatan protein. Contohnya, karbohidrat dan lemak dapat dirombak (katabolisme)
menjadi enerji dan protein cadangan [196]. Jenis nutrisi apa yang diserap hewan
tergantung juga dengan kebiasaan makanannya (food habits). Hewan herbivore system
pencernaannya mempunyai panjang total usus yang lebih panjang dari panjang badannya
dengan enzim pemecah karbohidrat. Sebaliknya hewan karnivora bercirikan panjang
badannya lebih panjang daripada panjang total ususnya dengan enzim pemecah protein.
Larva moluska membutuhkan 30-60% (berat kering) protein yang ada dalam alga
untuk bisa tumbuh dengan baik. Namun demikian, belum ada hubungan yang jelas antara
kandungan protein (dinyatakan sebagai 5% berat kering alga) dan nilai nutrisi.
Contohnya, Dunaliella salina mempunyai proporsi kandungan protein yang lebih tinggi
daripada Chaetoceros calcitrans (Lampiran 2), namun ini nilai yang tidak seberapa bila
dikonsumsi tanpa alga lain. Webb and Chu [219] menyarankan bahwa konsentrasi
protein (misal jumlah protein per unit sel alga) adalah penghitungan yang lebih baik
daripada penghitungan dimana kandungan protein dinyatakan melalui persentase dari
berat kering sel, dan konsentrasi yang tinggi pada suatu sel alga adalah berhubungan
dengan kualitas makanan yang memuaskan. Namun demikian, hasil studi peneliti yang
lain menyarankan bahwa hubungan tadi kecil sekali (Tabel 2). Isochrysis galbana dan
Pavlova lutheri, keduanya diperkirakan bagus untuk moluska, mempunyai konsentrasi

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 36


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

protein dibawah rata-rata, sementara itu Dunaliella tertiolecta (nilai proteinnya tinggi)
digunakan secara single (tanpa algae lain) merupakan pakan yang buruk untuk sejumlah
moluska. Nutrient yang lain adalah sangat penting, pakan campuran alga dipandang lebih
baik sebagai pensuplai semua nutrien yang dibutuhkan oleh hewan yang dikultur.

Tabel 2. Konsentrasi protein (dinyatakan sebagai masa per volume sel) pada berbagai
spesies algae.(Brown et al., 1989)

Spesies algae Volume Sel (m3) * [Protein]


(fg/m3)#
Cryptomonas maculata 395 805
Dunaliella tertiolecta 230 143
Chaetoceros sp. 35 129
Pyramimonas virginica 34 61
Nannochloris oculata 6 55
Chlorella sp 5 39
Tetraselmis suecica 390 26
Skeletonema costatum 402 24
350 63
Isochrysis galbana 58 9
31 258
Pavlova lutheri 74 5

Catatan:
* 1m3=10-15 liter
# 1fg=10-15g;sehingga rasio fg/m3 sebanding dengan g/liter atau mg/ml.

Untuk krustase, alga dengan protein pada kadar 30-60% (berat kering) telah
digunakan dengan sukses sebagai pakan untuk larva udang usia awal [116, 134].
Kebutuhan protein dari beberapa spesies udang dalam berbagai tingkatan dalam siklus
hidupnya telah diteliti dengan baik menggunakan pakan buatan [21, 110, 196] sebagai
30-50% (berat kering).

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 37


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Ikan membutuhkan 40-60% protein dalam dietnya [24, 38, 41, 155, 175]. Kebutuhan
khusus terhadap protein tergantung dari habitat (air tawar, payau, laut) dan apakah hewan
itu omnivora, herbivora atau carnivora [5, 77, 162].

b. Kebutuhan Hewan Akan Karbohidrat


Untuk moluska bivalve, hubungan yang sifatnya sementara telah dibuat antara
jumlah kandungan karbohidrat pada alga dan nilai nutrisinya [72, 86], walau kandungan
karbohidrat mungkin hanya 5-30% dari berat kering algae yang diketahui mampu
menyokong pertumbuhan dengan baik (Lampiran 1 dan 2). Enright et al. [56]
menempatkan alga Rhodomonas sp pada tingkat yang tinggi sepakai pakan juvenil Ostrea
edulis karena kandungan karbohidrat per sel yang tinggi. Tim peneliti ini bersama para
peneliti yang lain telah mencatat bahwa kualitas diet yang tinggi harus dilengkapi dengan

tingginya kadar PUFA 22:63 dan 20:53[27, 56, 88, 209].


Tingkat diet optimum akan karbohidrat bagi larvae udang (P. japonicus) telah
diketahui pada 15-25% berat kering diet [196]. Nilai yang hampir sama telah juga
didukung untuk kebanyakan ikan [38].
Untuk semua hewan, kebutuhan yang khusus akan karbohidrat dipengaruhi
oleh pertimbangan-pertimbangan keturunan (genetik), lingkungan dan nutrisi., seperti
dijelaskan di bab depan. Secara khusus, pentingnya karbohidrat bersama diet protein
sebagai pelengkap telah dicatat. Pengaruh kualitas fraksi karbohidrat akan dibahas pada
bab yang akan datang.

c. Kebutuhan Hewan Akan Lipid


Makanan berlemak adalah sumber enerji metabolik [93, 94] dan metabolit
tertentu yang sangat penting untuk pertumbuhan hewan (contoh: asam lemak, fosfolipid,
sterol, hydrokarbon dan alkenon). Waldock and Nascimento [209] menunjukkan bahwa
adanya perbedaan-perbedaan pada laju pertumbuhan larvae Crassostrea gigas tidak ada
hubungannya dengan jumlah lemak yang ada pada makanan algae (yang berkisar antara 5-
23%; lihat Tabel 4), walaupun larvae yang paling besar berisi persentase yang paling
banyak (dalam berat) akan trigliserida.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 38


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

d. Pengaruh komposisi alga terhadap zooplankton

Sebagaimana kebanyakan larvae ikan memakan zooplankton pemakan algae,


pengaruh komposisi kandungan biokimia secara kotor daripada algae pada nutrisi ikan
kurang mendapat perhatian.
Komposisi kotor rotifera (Brachionus plicatilis)[15] dan larvae Artemia salina
[33] sangat berhubungan dengan komposisi kotor makanan algaenya [15]. Ada perbedaan
yang kecil antara pertumbuhan dan komposisi kotor rotifera yang makan spesies algae
yang berbeda (kecuali rotifera yang makan Dunaliella tertiolecta yang lebih kaya akan
karbohidrat), walau komposisi kotor daripada algae tidak dikaji dalam studi ini [178].
Baik suhu maupun rasio makanan dimana zooplankter dikultur dapat juga
merubah komposisi biokimianya. Pada suhu yang rendah, rotifera dapat mengakumulasi
lebih banyak karbohidrat dan lemak [178].

e. Komponen-komponen penting.

Selain kebutuhan akan protein, karbohidrat dan lemak, hewan juga mempunyai
kebutuhan khusus untuk nutrien di dalam fraksi-fraksi ini. Kebutuhan-kebutuhan ini
(ditambah dengan kebutuhan akan mineral) akan disinggung pada bab-bab berikutnya.

f. Asam-asam Amino.

Sejumlah asam amino adalah sangat penting bagi spesies yang dimarikultur
(Tabel 3, lihat juga [39, 85, 112]). Dalam tinjauan pustaka ini nutrient dikatakan essensial
bilamana tubuh tidak bisa mensintesa secara cukup untuk memenuhi kebutuhan, tapi
harus dilengkapi melalui makanan. Beberapa asam amino, walau tidak essensial sekali
namun mungkin penting bila bersama asam amino esensial yang lain. Sebagai contoh,
cystein dapat dibuat dari methionin (sebuah asam amino esensial), tetapi adanya sejumlah
cystein dalam diet akan menurunkan kebutuhan methionin itu sendiri. Demikian juga
dengan tyrosin dalam diet akan menurunkan kebutuhan akan phenylalanin.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 39


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Tabel 3. Asam amino esensial untuk spesies marikultur dan komposisi asam amino (g/100 g
dari total asam amino dalam hidrolisa) dari berbagai hewan dibandingkan
dengan kisaran yang ada di algae. Karena prolin bukan merupakan asam
amino esensial bagi krustasea dan ikan, nilai prolin untuk hewan-hewan ini
diberikan dalam parenthesis. Tyrosin dan cystein walau bukan asam amino
esensial, mungkin penting secara nutrisi secara bersama dengan phenylalanin
dan methionin. (T.d.=tidak dihitung. *=Juvenil Mussel [85], =(misal larvae
udang [197], # (misal hanya kuning telur [45]) .(Brown et al., 1989)

Asam Amino Bivalvea* Crustacea Ikan# Kisaran komposisi


pada algae
Threonine 6.9 3.8 5.0 3.6-6.2
Valine 5.0 5.6 5.9 4.2-7.1
Methionine 2.4 3.7 1.8 1.6-3.2
Isoleucine 4.0 5.9 6.3 2.9-5.1
Leucine 7.7 7.8 8.0 6.7-10.2
Phenylalanine 3.7 5.6 4.6 2.8-6.0
Lysine 4.8 8.4 7.7 5.1-12.0
Histidine 1.3 2.9 3.4 1.4-3.6
Arginine 5.9 9.1 6.5 5.7-11.3
Tryptophan 0.4 4.1 n.d 0.0-1.7
Proline 1.5 (6.6) (10.9) 3.2-6.7

Umumnya, telah ditemukan bahwa kebutuhan protein dengan pola asam amino
mirip dengan keseluruhan tubuh hewan ybs atau protein telur (Lihat Lampiran 3)
mempunyai kandungan nutrisi yang tiunggi bagi hewan ybs (7, 47). Sehingga kebutuhan
protein bisa diurutkan sesuai dengan indek kecukupannya. Untuk alga, ini didefinisikan
sebagai komposisi prosentase asam amino esensial pada sebuah algae dibagi dengan
komposisi asam amino yang sama dalam jaringan tubuh hewan yang memakan dikalikan
dengan seratus. Indeks ini telah dihitung untuk sejumlah algae yang mempunyai nilai
nutrisi untuk mussel Mytilis californianus, dan algae diurutkan terbalik terhadap kualitas
protein yang diprediksi [219]. Beberapa hubungan (korelasi) telah ditemukan antara
indices asam amino pembatas dan nilai makanan yang dilaporkan (misal [213] Tetraselmis
suecica, Pavlova lutheri dan Isochrysis galbana yang diurutkan tinggi di dalam indeks
(dan juga memacu pertumbuhan dengan baik) sementara Chlorella sp dan Phaeodactylum
tricornatum diurutkan rendah (dan memacu sedikit atau tidak terhadap pertumbuhan).
Dalam hal lain tingkat-tingkat asam amino esensial merupakan faktor utama di
dalam menghitung nilai nutrisi secara keseluruhan sebuah algae masih diperdebatkan.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 40


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Variasi kecil terlihat pada komposisi asam amino algae tidak berhubungan dengan
perbedaan-perbedaan besar yang sering dalam kemampuannya mendukung pertumbuhan
suatu hewan. Tidak ada bukti kuat yang nampak bahwa kekurangan asam amino tertentu
pada suatu alga menghasilkan ketidakpuasan makanan bagi seekor hewan. Phaeodactylum
tricornatum yang dilaporkan tidak punya tryptophan [61], tidak mendukung pertumbuhan
Ostrea edulis [56] atau juvenil Crassostrea virginica [61]. Namun demikian, algae lain
dilaporkan rendah kandungan tryptophannya mempunyai kandungan nilai makanan yang
tinggi dan juga rendah [32,35,56,61].
Algae yang berbeda mungkin akan memperlihatkan perbedaan kecil akan komposisi asam
amino pada zooplankton yang memakannya. Misal Artemia salina makan baik Spirulina
sp maupun Scenedesmus sp mempunyai kandungan yang hampir identik akan komposisi
asam amino, walau rendahnya kandungan methioneine pada Scenedesmus sp menyebabkan
defisiensi asam amino pada Artemia yang makan algae ini [33]. Peneliti pada studi ini
mengakui bahwa hasilnya mungkin tidak valid karena beberapa methionine mungkin telah
rusak selama proses hydrolisa.
Analisa asam amino pada alga membutuhkan teknik yang sangat hati-hati. Ketika
sampel kasar suatu sel algae harus melalui proses hidrolisa asam, material seperti lipid,
karbohidrat dan mineral dapat mengganggu yang menyebabkan jeleknya hasil recovery dan
salah pendugaan akan beberapa asam amino seperti cystein, methionine dan tryptophan.
Para analis biasanya menyiapkan hidrolisa dengan 6M HCl, sebuah reagen yang bisa
menyebabkan kerusakan total atau sebagian pada tryptophan [90]. Namun demikian,
alternatif reagen yang bisa memberi recovey lebih besar akan asam amino [185] telah
direkomendasikan.
Singkatnya, pentingnya komposisi asam amino pada algae yang digunakan sebagai pakan
pada marikultur masih kurang jelas, dan banyak kajian yang harus dilakukan

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 41


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Tabel 4. Komposisi kotor bahan kimia (% berat kering) mikroalgae yang umum dipakai di
marikultur. Semua nilai adalah dari algae yang dipanen selama fase
ekponensial. .(Brown et al., 1989)

Klass/Spesies Alga Nama umum Prot.* CHO Lmk Minl Tot#


(%) (%) (%) (%) (%)
Prymnesiophyceae
Isochrysis sp.clone T-1SO flagelata coklat- 44 9 25 9 87
keemasan
Isochrysis galbana flagelata coklat- 41 5 21 13 80
keemasan
Pavlova lutheri flagelata coklat- 49 31 12 6 98
keemasan
Bacillarophyceae
Chaetoceros calcitrans diatom 33 17 10 29 89
Phaeodactylum diatom 33 24 10 8 75
tricornatum
Skeletonema costatum diatom 37 21 7 39 104
Thallasiosera pseudonana diatom 29 17 10 38 94

Chlorophyceae
Dunaliella salina flagelata hijau 57 32 9 8 106
Prasinophyceae
Tetraselmis suecica flagelata hijau 39 8 7 23 77

*protein mentah dihitung sebagai Nx6.25


#simpangan dari 100% untuk jumlah keseluruhan metabolit yang berbeda akibat ketidaktepatan
analisa dan pendugaan (Parsons et al. [164]

Makanan dimana krustasea dan ikan menunjukkan pertumbuhan yang


memuaskan biasanya mempunyai kira-kira 10-20% lemak [24, 38, 166]. Namun
demikian, makanan yang mengandung lemak kadar tinggi menghasilkan tingkat simpanan
lemak yang tinggi pula di dalam tubuh hewan dan dibuang sebagai lemak jeroan selama
prosesing [24].

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 42


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Referensi

Borowitzka, M.A. and L. Borowitzka. 1988. Micro-algal Biotechnology. Cambridge


University Press. Cambridge. pp.153-196.

Brown, M.R., Jeffrey, S.W., and Garland, C.D. 1989. Nutritional Aspects of Micro-
algae used in mariculture; a Literature Review. C.S.I.R.O Marine Laboratories
Report 205.44pp. Division of Fisheries Marine Laboratories,GPO Box 1538 Hobart,
Tasmania 7001 and Department of Agricultural Science, University of Tasmania ,GPO
Box 252C, Hobart, Tasmania, 7001, Australia
Sorokin, C and Krauss, R.W. 1958. The Effect if Light Intensity on the Growth Rate of Green
Algae. Plant Physiology, 33. 109p.

Vonshak, A. 1986. Laboratory Techniques for the Cultivation of Microalgae. Dalam:


Richmond, A.,(Eds). CRC Handbooks of Microalgal Mass Culture. CRC Press, Inc.,
Boca Raton, Florida. Pp:117-145.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 43


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Lampiran 1.
A. Jenis-jenis Media Pupuk yang sering dipakai dalam kultur mikroalgae:

1. Medium fE/2:
Larutan Stok:

A).60 g NaNO3 in 400 mL aquadest (1mL/L air laut filter).

B).4 g NaH2PO4.2H2O in 400 mL aquadest (1mL/L air laut filter)

C). Trace Metals

0.196 g CuSO4.5H2O

0.440 g ZnSO4.7H2O

0.200 g CoCl2.6H2O

0.360 g MnCl2.4H2O

0.126 g NaMoO4.2H2O

Masing-masing diatas diencerkan terpisah dalam in 100 mL aquadest.Campuran iini

kemudian dibuat sampai 1 L dengan aquadest (1mL/L air laut filter).

D). 3.6 g Fe citrate and 3.6 Citric acid dalam 400 mL aquadest (1mL/L airt laut filter).

E). 12.0 g Na2 ethylenediaminetetraacetic acid in 400 mL of aquadest (1 mL/L of air laut

filter).

F). Vitamins

Campuran X: 0.08 g thiamine.HCl dalam 200 mL aquadest

Campuran Y: 0.005 g biotin dalam 100 mL aquadest

Campuran Z: 0.005 g B12 dalam 100 mL aquadest

200 mL Campuran X, 16 mL Campuran Y and 16 mL of Campuran Z dibikin sampai

400 mL dengan aquadest (1mL/L air laut filter).

Campuran A-E disimpan pada 5oC , Campuran F disimpan beku pada refrigerator.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 44


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

2. Medium Conwy:

Nutrient
EDTA Disodium salt 80,0 g
H3BO3 crystals 67,2 g
NaNO3 200 g
NaH2PO4.2H2O 40,0 g
MnCl2.4H2O 0,72 g
FeCl3 (anhydrous) 2,60 g
Aquadest 2,00 L
Larutan Trace Metal (Lihat bawah) 2,00 mL

Catatan: semua bahan dilarutkan hingga homogen kemudian dipanaskan


mendekati titik didih. Setelah larutan dingan trace metal baru dicampurkan. Dosis: 1
mL per liter media kultur.

Larutan Trace Metal:


ZnCl2. 2,1 g
CoCl2..6H2.O 2,0 g
(NH4)6Mo7O244H2.O 0,9 g
CuSO4.5H2O 2,0 g
Aquadest 100 mL
Larutan Vitamin (dosis 0,1 mL per liter media kultur):
Thiamine (Aneurine) Hydrochloride B1 200 mg
Cyanocobalanine B12 10,0 mg
Aquadest 200 mL

3. Medium Walne
Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 45
MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Stok A:
FeCl3.6H2O 1.30 g
MnCl2.4H2O 0.36 g
H3BO3 33.60 g
EDTA (Garam Na) 45.00 g
NaH3PO4.2H2O 20.00 g
Larutan Trace Matal (lihat Bawah) 1.0 mL
Aquadest 1000 mL
Tambahkan 2 mL Stok A per liter air laut untuk kultur Chaetoceros calcitrans, atau 1 mL
Stok A per liter air laut untuk Tetraselmis suecica

Stok B
Vitamin B12 (cyanocobalamin 10 mg
Vitamin B4 (thiamin) 200 mg
Akuadest sampai volume 100 mL

Larutan harus diasamkan sampai pH mencapai 4,5 sebelum diautoklaf. Dosis Stok B ini adalah
1 mL per liter air laut

Stok C
Na2SiO4.5H2O 4,0 g
Akuadest sampai volume 100 mL

Tambahkan 2 mL Stok C per Liter air laut untuk kultur diatom saja

Larutan Trace Metal


ZnCl2. 2,1 g
CoCl2..6H2.O 2,0 g
(NH4)6Mo7O244H2.O 0,9 g
CuSO4.5H2O 2,0 g
Aquadest sampai volume 100 mL

Tambahkan asam dengan HCl secukupnya sampai larutan menjadi jernih

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 46


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

4. Larutan SEAFDEC
Nutrient Konsentrasi (mg/L)
Urea* 100
K2HPO4 atau N:P (16:20)* 10 atau 20
FeCl3 2
NaSiO3 2
Vitamin B4 0,01
Vitamin B12 0,01
Agrimin 1

* Dua garam ini hanya digunakan untuk kultur skala besar di bak pada kultur
Chaetoceros

B. Pupuk pilihan untuk spesies algae tertentu:


1. Media Untuk Kultur Chlorella (Sorokin and Krauss, 1958)

g/L
EDTA Disodium salt 0.500
H3BO3 crystals 0.114
MgSO4.7H2O 1.000
CuSO4.5H2O 0.016
ZnSO4.7H2O 0.088
FeSO4.7H2O 0.050
MnCl2.4H2O 0.014
Co(NO3)2.6H2.O 0.005
MoO3 0.007
KNO3 1.250
KH2PO4 1.250
CaCl2 0.084
Aquadest 1L
pHmedia di-set 6.8

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 47


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

2. Media untuk Kultur Spirulina

g/L
EDTA Disodium salt 0.080
MgSO4.7H2O 0.200
FeSO4.7H2O 0.010
NaNO3 2.500
KH2PO4 1.250
NaCl 1.000
CaCl2 0.040
K2SO4 1.000
NaHCO3 16.800

Dan, 1 mL/L A5 dan B6 di bawah ini:


A5 g/L
H3BO3 crystals 2.860
CuSO4.5H2O 0.074
ZnSO4.7H2O 0.222
MnCl2.4H2O 1.810
MoO3 0.015

B6 g/L
NH4NO3 229.6 x 10-4
NiSO4.7H2O 478.5 x 10-4
Ti(SO4)3 400 x 10-4
Na2SO4.2H2O 179.4 x 10-4
Co(NO3)2.6H2.O 439.8 x 10-4
NH4NO3 229.6 x 10-4
Kr2Cr2 (SO4)424H2.O 960 x 10-4
Ca(NO3)2.4H2.O 20.00

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 48


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

3. Media CFTR (1) untuk Spirulina sp


Nutrisi mg/L
NaHCO3 4000
K2SO4 1000
MgSO4 400
NaCl 1000
MoO3 0.015
K2HPO4 500
Urea 1000
Akuades 1000 mL

4. Media CFTR (2) untuk Spirulina sp.

Nutrient mg/L
NPK (17:17:17) atau (15:15:15) 1000
TSP 100
MgSO4 50
NaHCO3 4000
Akuades 1000 mL

5. Media XMU untuk Skeletonema sp

Nutrient g/L
KNO3 0.4
NaHPO412H2O 40
K2SiO3 20
Fe SO47H2O 14
Ekstrak tanah 15 mL
Air laut 1000 mL

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 49


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 50


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Lampiran 2. Daftar nama/institusi kolektor alga

1. Dr. S.W Jeffrey , CSIRO Marine Laboratories, GPO Box 1538, Hobart TAS
7001, Australia Telp. (002) 206 316, Facs (002) 240 530
2. Natural Environment Research Council (N.E.R.C), Culture Collection of
Algae and Protozoa (C.C.A.P), Scottish Marine Biological Association,
Dunstaffnage Marine Research Laboratory P.O. Box 3, Oban, Argyll P.A 34
A.D Scotland, UK.

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 51


MK. BUDIDAYA LAUT/Gunawan Widi Santosa, Ir., MSc, 2007

Lampiran 3. Klas utama dan genera mikrolagae yang dikultur sebagai pakan dalam aquakultur
(Borowitzka and Borowitzka, 1988)

Klas Genus Contoh Penerapannya


Bacillariophyceae Actinocyclus PLM
Bellerochea PLM
Chaetoceros LUP, LM, PLM, ART
Cyclotella ART
Cylindrotheca LUP
Nitzschia ART
Phaedactylum LUP,LM, PLM, LUAT, ART
Skeletonema LUP, LM, PLM
Thalassiosira LUP, LM, PLM

Chlorophyceae Brachiomonas PLM


Carteria PLM
Chlamydomonas LM, PLM, ZAT, RL, ART
Chlorella LM, LUAT, ART, RL, ZAT
Chlorococcum PLM
Dunaliella PLM, ART, RL
PLM, RL, C
Nannochloris
ZAT, RL, C
Schenedesmus
Chrysophyceae Pavlova (Monochrysis) LM, PLM, ART, RL

Chryptophyceae Chroomonas PLM


Chryptomonas PLM
Rhodomonas LM, PLM
Cyanophyceae Spirulina LUP, PLM, ART, RL

Haptophyceae Coccolithus PLM


Cricosphaera PLM
Dicrateria PLM
Isochrysis LUP,LM, PLM, LUAT, ART
Pseudoisochrysis LM, PLM, LUAT

Prasinophyceae Micromonas PLM


Platimonas (Tetraselmis) LUP,LM,PLM, LA, ART, RL
Pyramimonas LM, PLM
Xanthophyceae Olisthodiscus PLM
Keterangan: LM (Larvae Moluska); PLM (Post Larvae Moluska); LUP (Larvae Udang Penaeid);
ART (Artemia); LUAT (Larva Udang Air Tawar); LA (Larvae Abalone); C (Copepoda); ZAT
(Zooplankton Air Tawar); RL (Rotifera Laut)

Modul_01. Mikroalgae Sebagai Pakan Alami 52

Anda mungkin juga menyukai