Anda di halaman 1dari 25

SEJARAH PERKEMBANGAN TEORI ATOM

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Filsafat Sains dan Sejarah Kimia yang
diampu oleh:

Dr. Paed. H. Sjaeful Anwar

Disusun Oleh:

1. Ahmad Fadhilah 1503766


2. Anti Bunga Pebriyanti 1505057
3. Gina Sonia Hanifa 1505545
4. Radika Florenjani 1504930
5. Rani Herlina 1503988

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2017

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Sejarah Perkembangan Teori Atom ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah Filsafat Sains dan
Sejarah Kimia serta untuk menambah pengetahuan mengenai sejarah perkembangan teori
atom.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam
proses penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman kami. Karena itu, kami memohon kritik dan saran yang dapat mnembantu
kami menyempurnakan makalah ini.

Bandung, April 2017

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
C. Tujuan..............................................................................................................
D. Manfaat...........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................

A. Teori Atom pada Masa Yunani


B. Teori Atom pada Abad Pertengahan
C. Teori Atom Dalton
D. Teori Atom Thomson
E. Teori Atom Rutherford
F. Teori Atom Bohr
G. Teori Atom Kuantum

BAB III PENUTUP


A. Simpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Whitten, dkk (2014) menyatakan bahwa hampir seluruh aspek kehidupan manusia
berhubungan dengan kimia. Ia menyatakan bahwa
Chemistry touches almost every aspect of our lives, our culture, and our environment. Its
scope encompasses the air we breathe, the food we eat, the fluids we drink, the clothing we
wear, the dwellings we live in, and the transportation and fuel supplies we use, as well as our
fellow creatures. (hlm.2)

Ilmu kimia didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai materi;
baik itu sifatnya, perubahannya, serta energi yang menyertai. Yang dimaksud dengan
materi adalah segala sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Materi-materi
yang dapat dilihat oleh indra adalah materi dalam skala makro yang merupakan gabungan
dari bentuk materi yang lebih kecil, yaitu atom.

Atom berasal dari bahasa Yunani yang berarti tidak dapat dibagi. Konsep atom pertama
dicetuskan oleh Democritus (470-400 SM), seorang filsuf Yunani. Seiring dengan
berjalannya waktu dan perkembangan zaman, konsep mengenai atom ini terus
dikonstruksi dan dikembangkan oleh para ilmuwan.

Pada tahun 1808, John Dalton teorinya mengenai atom. Ia merumuskan bahwa:

1. Unsur tersusun atas atom, yakni partikel yang sangat kecil yang tidak dapat dibagi
lagi.
2. Atom-atom yang menyususn suatu unsur memiliki sifat yang sama namun berbeda
dengan sifat atom-atom penyusun unsur lain.
3. Atom tidak dapat diciptakan, dimusnahkan, atau diubah menjadi atom unsur lain
melalui perubahan fisika ataupun kimia.
4. Senyawa terbentuk ketika atom-atom dari unsur berbeda bergabung dengan suatu
perbandingan tertentu.
5. Perbandingan jumlah atom dalam suatu senyawa adalah tetap.

Kemudian pada tahun 1897, melalui eksperimen Tabung Sinar Katoda, J. J. Thomson
menemukan bahwa pada atom terdapat partikel yang bermuatan. Partikel yang bermuatan
negatif disebut elektron. Thomson mengemukakan bahwa atom adalah partikel positif
yang pada permukaannya tersebar partikel bermuatan positif. Teori Thomson ini dikenal
dengan teori roti kismis.

Sekitar dua dekade kemudian, pada tahun 1910, seorang fisikawan Selandia Baru, Ernest
Rutherford melakukan serangkaian percobaan dengan menggunakan sinar alfa. Dari
percobaan ini, Rutherford berkesimpulan bahwa sebagian besar bagian dari atom adalah
ruang kosong. Menurut teori atom Rutherford, atom terdiri atas inti bermuatan positif
yang merupakan pusat massa dan dikelilingi oleh elektron-elektron yang bermuatan
negatif.

Setelah itu, diawali dari pengamatan Niels Bohr terhadap spektrum atom, adanya
spektrum garis menunjukkan bahwa elektron hanya beredar pada lintasan-lintasan dengan
energi tertentu. Dengan teori Mekanika Kuantum Planck, Bohr (1913) menyampaikan 2
postulat untuk menjelaskan kestabilan atom.

Dua Postulat Bohr:

Elektron mengelilingi inti atom pada lintasan tertentu yang stasioner yang disebut
orbit/kulit. Walaupun elektron bergerak cepat tetapi elektron tidak memancarkan atau
menyerap energi sehingga energi elektron konstan. Hal ini berarti elektron yang
berputar mengelilingi inti atom mempunyai lintasan tetap sehingga elektron tidak
jatuh ke inti.

Elektron dapat berpindah dari kulit yang satu ke kulit yang lain dengan memancarkan
atau menyerap energi. Energi yang dipancarkan atau diserap ketika elektron
berpindah-pindah kulit disebut foton. Besarnya foton dirumuskan: E= hv = hc/panjang
gelombang Energi yang dibawa foton ini bersifat diskrit (catu). Jika suatu atom
menyerap energi, maka energi ini digunakan elektron untuk berpindah kulit dari
tingkat energi rendah ke tingkat energi tinggi. Pada saat elektron kembali ke posisi
semula akan dipancarkan energi dengan besar yang sama. Jadi, hanya elektron pada
kulit tertentu dengan tingkat energi tertentu yang dapat bergerak, sehingga frekuensi
cahaya yang ditimbulkan juga tertentu. Hal inilah yang digunakan untuk menjelaskan
spektrum diskrit atom hidrogen.

Perkembangan teori atom ini menimbulkan pertanyaan: Mengapa teori atom berubah?
Apa yang melatarbelakangi timbulnya perkembangan teori atom? Dalam makalah ini
akan dibahas mengenai sejarah perkembangan teori atom.

B. Rumusan Masalah
1. Mengapa terjadi perubahan teori atom?
2. Apa yang melatarbelakangi timbulnya teori atom?
3. Bagaimana perkembangan teori atom sejak zaman Yunani hingga masa sekarang?

C. Tujuan
1. Mengetahui penyebab terjadinya perubahan teori atom.
2. Mengetahui latar belakang timbulnya teori atom.
3. Mengetahui perkembangan teori atom sejak zaman Yunani hingga masa
sekarang.

D. Manfaat

Manfaat dari makalah ini adalah untuk mengetahui

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Atom pada Zaman Yunani


Dalam memikirkan alam semesta, sebagian besar para ahli filsafat Yunani
meninjaunya dalam skala makro, yaitu berdasarkan apa yang mereka lihat secara kasat
mata saja. Namun ada pula beberapa ahli filsafat yang memikirkan lebih jauh makna
terdalam dari jagat raya ini dalam konsep berskala mikro, artinya berpikir secara abstrak
hal-hal yang tidak dapat mereka lihat namun mereka yakini keberadaannya, mereka
disebut para atomist.
Atomist pertama adalah Leucippus dari Miletus-Yunani (440 SM) dan Democritus
dari Abdera (420 SM). Mereka menyumbangkan pemikirannya secara terpisah, namun
saling bersesuaian (Mason, 1962). Baik Leucippus maupun Democritus berpendapat
bahwa materi bersifat diskontinu. Materi tersusun dari partikel-partikel kecil yang tidak
dapat dibagi-bagi lagi yang diketahui sebagai atom. Atom-atom penyusun materi itu
senantiasa bergerak di dalam kehampaan (ruang vakum= ruangan yang mengandung
ketiadaan absolut). Istilah atomos (a=tidak, tomos=dapat dibagi) diberikan untuk partikel
materi itu, karena atom-atom sangat halus dan tidak dapat dibagi-bagi lagi. (Bruton,
1966). Lucretius, salah satu penyair terbaik dari Roma pada abad itu, mempercayai
konsep atom tersebut. Ia meninggalkan sebuah deskripsi mengenai hal itu dalam puisi
yang panjang, yaitu De Rerum Natura (On the nature thing). Ia meyakini bahwa suatu
kesatuan tubuh yang tampaknya tidak terpecah-pecah sebenarnya dihasilkan dari
kumpulan atom yang berukuran sangat kecil. (Bruton, 1966)
Para ahli fisafat alam pada zaman ini seperti Aristoteles (384-322 SM) dari Staigera
Yunani, Plato dan Galen (130-200 SM) menolak konsep atom tersebut. Umumnya
mereka memandang materi merupakan satu kesatuan yang utuh (kontinu) dapat dibagi
terus-menerus menjadi bagian sekecil-kecilnya tanpa batas dan dalam alam semesta tidak
ada kehampaan (ruang hampa). Alam semesta terdiri dari 4 elemen, yaitu tanah, api,
udara dan air karena masing-masing cenderung ditemukan di alam. Pandangan itu
diperkuat oleh Thales dari Miletus (sekitar 580 tahun SM), Anaximenes (550-475 SM)
dan Anaximander (tahun 610-545 SM) menyatakan dunia terdiri atas tanah, air, udara dan
api. (Poedjiadi, 1987)
Pandangan para ahli filsafat alam itu, terutama Aristoteles lebih diyakini di
masyarakat, karena popularitas dan kredibilitasnya. Hal ini berlangsung, terutama sampai
abad pertengahan (27 SM- 476 M) atau abad kegelapan (di Eropa). Sedangkan konsep
atom Leucippus dan Democritus tidak dihiraukan orang. Aristoteles dianggap sebagai
ahli filsafat Yunani yang terbaik saat itu. Gagasannya sangat luas dalam berbagai bidang
dan dituliskannya dalam bentuk buku yang berkaitan dengan perkembangan pengetahuan
seperti astronomi, biologi, metafisika, hukum, politik, logika, etika dan estetika. Buku-
bukunya dijadikan bahan acuan dalam waktu yang lama (bahkan konsep logika masih
dianut hingga sekarang).
Pada Abad kegelapan di Eropa, umumnya perkembangan sains dan teknologi
mengalami hambatan. Hal ini, karena saat itu pemikiran para ilmuwan, terkungkung oleh
ajaran agama Katolik ortodoks, yang mengikat kebebasan berpikir tentang keduniawian,
terutama ilmu pengetahuan. Pemikiran yang nampaknya bertentangan dengan ajaran
agama, dianggap sebagai kesalahan dan dosa yang harus ditebus dengan hukuman fisik
bahkan dengan nyawa. Paradigma Aristotelian masih diakui, karena dianggap tidak
bertentangan dengan ajaran agama. Selain konsep atom yang mendapat pembenaran
dari ajaran agama, gagasan lainnya adalah mengenai konsep geosentris dan penolakan
terhadap konsep ruang vakum.
Berlainan dengan keadaan di Eropa, perkembangan ilmu pengetahuan di Arab
(Timur Tengah) tumbuh dengan pesat. Salah satu ilmuwan muslim yang menyinggung
masalah atom adalah Abul Hasan Al Asyari (873-935 M). Namun ia mengkaitkannya
dengan masalah kejadian alam semesta. Ia berpendapat bahwa alam semesta ini maujud
karena adanya atom-atom yang menyusunnya. Atom-atom itu sudah mempunyai sifat
sendiri (eigen natuur) dan tidak padat berkembang (zich uitdijen), serta tidak bisa saling
mempengaruhi. Jadi menurutnya, atom-atom yang menyusun alam semesta tidak dapat
berubah. Atom-atom dipisahkan satu sama lain oleh ruang antara dan satu sama lain tidak
dapat saling mempengaruhi. Perubahan yang terjadi di alam semesta, terjadi karena atom-
atom senantiasa keluar-masuk dari eksistensi (alam ada). Berdasarkan keyakinannya
terhadap Allah SWT, ia meyakini bahwa masuk artinya diciptakan Tuhan dan keluar
berarti ditiadakan Tuhan. Jadi menurutnya, atom-atom itu selalu harus diciptakan Tuhan
setiap saat untuk menggantikan atom-atom yang sudah ditiadakannya (Musthafa, 1980).
Pandangan tersebut hampir bersesuaian dengan Leucippus maupun Democritus
karena mengakui adanya sifat diskontinu dari materi. Namun tampak Abul Hasan Al-
Asyari ini menolak anggapan bahwa perubahan alam semesta disebabkan oleh hukum
alam yang pasti serta tunduk pada hukum sebab-akibat yang melekat pada perilaku
atom-atom itu sendiri.
Sejauh ini sumbangan pemikiran mengenai konsep atom dari ilmuwan dunia Arab
atau muslim tidak banyak ditemukan, karena keterbatasan pencarian literatur yang
relevan. Mungkin saja terdapat pemikiran yang lebih maju mengenai konsep atom dan
hal-hal yang berkaitan dengan itu. Mengingat pada ahir abad pertengahan literatur dari
dunia Arab banyak yang dimusnahkan, akibat serangan pasukan Hulagu Khan dari
Mongol pada tahun 1258 yang menghancur-leburkan Bagdad yang menjadi pusat
kebudayaan Islam.
Namun demikian, tinjauan konsep atom menurut Islam (dalam hal ini Al-Quran)
ternyata memperkuat keberadaan gagasan konsep Atom Leucippus dan Democritus
seperti pula pembenaran terhadap konsep heliosentris yang dikemukakan oleh beberapa
ilmuwan utama abad ke-17, seperti Galileo, Newton dan ilmuwan abad sebelumnya-.
Konsep atom semakin kuat kedudukannya pada permulaan abad-19 setelah pemikiran ini
didukung hasil temuan melalui pengamatan dan eksperimen yang dilakukan para
ilmuwan. Terutama setelah John Dalton merekonseptualisasikan kembali gagasan atom
tersebut berdasarkan fakta-fakta empiris yang ditemukan para ilmuwan.
Teori Democritus (yang tidak diterima oleh Aristoteles) tidak diacuhkan orang
selama Abad Pertengahan, dan punya sedikit pengaruh terhadap ilmu pengetahuan. Meski
begitu, beberapa ilmuwan terkemuka dari abad ke-17 (termasuk Isaac Newton)
mendukung pendapat serupa. Tetapi, tak ada teori atom dikemukakan ataupun digunakan
dalam penyelidikan ilmiah. Dan lebih penting lagi, tak ada seorang pun yang melihat
adanya hubungan antara spekulasi filosofis tentang atom dengan hal-hal nyata di bidang
kimia.

B. Teori Atom Dalton


Sebelum permulaan abad ke-19, tidak semua ilmuwan meyakini gagasan atom,
karena belum diperoleh kejelasan mengenai fakta-fakta yang dapat mendukungnya.
Dengan demikian gagasan konsep atom yang dikemukakan Dalton (1766-1844),
dipandang sebagai kelanjutan pandangan filosof atomik, meskipun terdapat sedikit
perbedaan dalam landasan berpikirnya. Beberapa gagasan yang dituangkan Dalton
dilandasi oleh fakta-fakta empiris berlandaskan eksperimen yang dilakukan oleh
ilmuwan lain, sedangkan pandangan filosof tentang atom seluruhnya berupa refleksi kritis
terhadap fenomena alam (Dampier, 1983; Mason, 1962)
Bettelheim dalam Niaz (2016) memaparkan bahwa perbedaan teori atom Daltom
dam Democritus adalah teori Dalton berdasarkan fakta yang terjadi (bukti) sedangkan
Democritus hanya berdasarkan kepercayaan saja. Pada tahun 1803, John Dalton
merumuskan teori tentang atom yang didasarkan dari eksperimen para ilmuwan mengenai
hukum konservasi massa, hukum perbandingan tetap, dan hukum perbandingan berganda.
Dalton menyatakan jika atom-atom benar-benar ada, maka atom haruslah memiliki sifat-
sifat tertentu untuk memenuhi hukum ini. (Brady et al, 2000;Dickson, 2000; Goldberg,
2001)
Pokok-pokok pikiran yang dipaparkan Dalton dalam tulisannya New System of
Chemical Philosophy yang dipublikasikannya pada tahun 1808 adalah sebagai berikut:
a. semua zat terdiri dari sejumlah partikel yang sangat kecil atau atom-atom materi yang
terikat bersama-sama melalui suatu gaya atraksi yang kekuatannya sesuai dengan
keadaanya.
b. Atom-atom setiap zat murni adalah identik, artinya mempunyai bentuk dan ukuran
yang sama. Namun, atom suatu zat murni berbeda sifat dan ukurannya dengan atom
zat lain.
c. Analisis dan sintesis zat kimia atau suatu reaksi kimia merupakan suatu proses yang
berlangsung tidak lebih daripada penyusunan ulang atom-atom dari suatu senyawa
yang akan menghasilkan senyawa baru dengan sifat-sifat yang berlainan dengan
asalnya.. Namun tidak ada penciptaan/kreasi partikel-partikel atau atom-atom yang
jenisnya baru ataupun proses pemusnahan yang terkait di dalamnya. (dikenal dengan
Hukum Kekekalan Materi). Oleh karena jumlah total atom tidak berubah, maka tidak
akan terjadi perubahan massa (pembenaran terhadap Hukum Kekekalan Massa
Lavoisier).
d. Dalam reaksi kimia ada suatu keteraturan dalam segi kuantitatif, yaitu bila 2 unsur A
dan B membentuk 2 senyawa atau lebih, dan salah satu unsur yang dikandung tiap
senyawa beratnya sama, maka berat unsur kedua pada tiap senyawa akan berbanding
dengan bilangan bulat dan sederhana (Hukum Perbandingan Berganda Dalton).
Aturan-aturan ini selanjutnya diadopsi sebagai penuntun dalam semua penyelidikan
kimia sintesis.
Meskipun dikenal hukum perbandingan berganda (Hukum Dalton) dalam ilmu
kimia, namun Dalton bukanlah seorang kimiawan. Kuhn (1993) menyatakan bahwa
Dalton bukanlah ahli kimia dan tidak berminat terhadap kimia. Dalton sebenarnya adalah
seorang meteorolog yang sedang menyelidiki masalah fisika mengenai bagaimana
penyerapan gas-gas oleh air dan penyerapan air oleh atmosfer. Dia meninjau masalah ini
dengan pendekatan paradigma yang berbeda dengan paradigma ahli kimia kontemporer,
terutama dalam memandang bahwa terjadinya pencampuran gas-gas sebagai masalah
fisika saja, karenanya gaya tarik-menarik tidak memainkan peran. Justru yang menjadi
masalah baginya adalah adanya fakta mengenai homogenitas campuran udara. Ia mengira
dapat memecahkan masalah ini dengan menetapkan ukuran dan berat relatif dari berbagai
partikel atom dalam campuran-campuran eksperimentalnya. Karena itulah kemudian ia
beralih pada kimia dan terdorong melakukan analisis terhadap data-data kimiawi yang
dilakukan ahli kimia eksperimental. Ia kemudian mengasumsikan bahwa dalam
serangkaian reaksi yang terbatas (yang dianggapnya kimiawi), atom-atom hanya dapat
bergabung dengan bilangan bulat sederhana. Dengan asumsi itu, ia kemudian menetapkan
ukuran dan berat beberapa unsur dan menyatakannya dalam suatu aturan (Hukum
Perbandingan Berganda). Jadi menurutnya, setiap reaksi yang unsur-unsurnya tidak
termasuk proposi yang tetap, maka bukanlah proses kimia yang murni serta terdapat
perbedaan yang nyata antara pencampuran secara kimiawi (reaksi kimia) dengan
pencampuran fisikalis. Hukum seperti ini tidak dapat diciptakan oleh hasil eksperimen
sebelum karya Dalton ini. Karya ini dapat diterima menjadi prinsip esensial saat itu
setelah tidak dapat diganggu gugat oleh perangkat kimiawi manapun.
Tentu saja ketika pertama kali kesimpulan-kesimpulan Dalton itu diumumkan
mendapat serangan di mana-mana, terutama bagi Berthollet. Namun kebanyakan ahli
kimia lebih meyakini paradigma Dalton, ketimbang Proust ataupun Berthollet , karena
cakupannya jauh lebih luas. Bukan saja memberikan kriteria baru untuk membedakan
campuran dengan senyawa, namun dengan penelitian ulang data-data kimiawi, yang
ternyata dapat menyingkap contoh-contoh perbandingan penggabungan atom-atom secara
kimiawi dalam perbandingan berganda secara tetap dan berupa bilangan bulat sederhana.
Menurut Proust atom-atom hanya bisa bergabung secara kimiawi dalam
perbandingan bulat yang sederhana. Penelitian ulang terhadap data-data kimiawi yang
telah ada oleh Dalton serta ilmuwan lain yang bekerja atas dasar paradigma ini, ternyata
dapat menyingkapkan contoh-contoh perbandingan yang berganda maupun tetap.
Manfaat dari penemuan itu, para ahli kimia tidak lagi menulis bahwa karbondioksida,
katakanlah misalnya mengandung 56 % karbon dan 72 % oksigen menurut beratnya
masing-masing; tetapi mereka menuliskan bahwa satu berat karbon akan bergabung
dengan 1,3 atau dengan 2,6 berat oksigen. Jika dikerjakan berulang kali akan
menghasilkan nisbah mendekati 1:2.
Selain itu, paradigma Dalton dijadikan kerangka pemikiran untuk eksperimen-
eksperimen baru, terutama eksperimen Gay-Lussac dalam penggabungan volume. Hasil
eksperimen itu ternyata menghasilkan suatu keteraturan-keteraturan yang lain lagi yang
oleh para ahli kimia tidak terbayangkan sebelumnya. Misalnya dalam memecahkan
permasalahan berat atom dan memberikan informasi mengenai apa yang disebut atom,
molekul, senyawa, campuran dan larutan.
Yang perlu digarisbawahi dari gagasan-gagasan Dalton adalah bahwa apa yang
dapat diperoleh para ahli kimia dari gagasan Dalton, bukanlah hukum-hukum
eksperimental yang baru, melainkan sistem baru dalam mempraktekan kimia. Oleh
karena itu Dalton menyebutnya sebagai sistem baru dari filsafat kimia (New System of
Chemical Philosophy). (Kuhn : 1993).
Anomali konsep atom Dalton mulai tampak ketika dilakukan studi yang lebih
intensif mengenai fenomena penggabungan gas-gas. Gay Lussac (1778-1850)
menemukan pada tahun 1808 bahwa jika dua gas bereaksi membentuk suatu senyawa,
maka perbandingan volume gas yang satu dan lainnya akan menghasilkan angka
perbandingan yang sederhana dan demikian pula halnya apabila hasil reaksinya juga
berupa gas. Sebagai contoh, satu volume gas nitrogen dan satu volume oksigen akan
menghasilkan dua volume gas nitrogen oksida; dua volume gas hidrogen dan satu volume
gas oksigen menghasilkan dua volume uap air. Namun Dalton menganggap dalam
penggabungan gas-gas, tidak terjadi reaksi kimia, hal ini hanyalah masalah fisika saja,
sehingga hukum perbandingan berganda tidak berlaku untuk keadaan gas.
Pokok-pokok pemikiran Dalton yang dianggap mengandung kekeliruan pada saat
itu antara lain; 1) Dalton memandang panas sebagai subtle fluid; 2) Kombinasi berat
oksigen dengan hidrogennya tidak akurat. Seharusnya 1:8, bukan 1:7; 3) Asumsi Dalton,
jika hanya satu senyawa dari dua unsur yang diketahui, maka harus merupakan
penggabungan atom dengan atom. Hal ini bukan kebenaran universal.; 4) Dalton tidak
membedakan satuan unsur dengan satuan senyawa; satuan senyawa juga disebutnya
atom; 5) Gagasan Dalton untuk menetapkan perbandingan air dengan amonia
mengandung kekeliruan. (Dampier, 1983).
Kekeliruan pada teori Dalton ini kemudian ditunjukkan oleh Avogadro (1776-1856)
pada tahun 1811. Avogadro melanjutkan observasi Gay-Lussac dan menyatakan bahwa
semua gas yang volumenya sama harus mengandung angka perbandingan atom yang
sederhana dengan yang lainnya. Pada volume yang sama, gas-gas yang berbeda jenisnya
akan mengandung jumlah partikel yang sama apabila diukur pada suhu dan tekanan yang
sama. Avogadro mengkoreksi pendapat Dalton dengan membedakan pengertian antara
atom dengan molekul. Atom didefinisikan sebagai partikel terkecil unsur; yang dapat
mengambil bagian dalam reaksi kimia. Sedangkan pengertian molekul digunakan untuk
menyatakan satuan terkecil suatu zat murni atau senyawa. Ia juga meletakkan gagasan
bahwa partikel-partikel yang membentuk gas adalah apa yang kita sebut sekarang dengan
molekul, dimana pada pembentukannya dua molekul bergabung bersama-sama..
Andrea Marie Ampere (1775-1836) juga mengemukakan hipotesis yang serupa
secara terpisah pada tahun 1814. Cannizzaro pada tahun 1858 menggunakan . metoda
sederhana untuk mengekspresikan hipotesis Avogadro yaitu dengan menyarankan gas-gas
yang volumenya sama mengandung jumlah partikel yang sama pula. Hasil ini diperoleh
secara deduktif-matematis dari teori fisika yang menyarankan bahwa adanya pengaruh
tekanan terhadap gas mengakibatkan terjadinya keadaan pergerakan dan tumbukan yang
terus-menerus. Cannizzaro menggunakan hipotesis Avogadro untuk menghitung berat
atom dari sejumlah unsur. Ia menentukan berat volume dari sejumlah gas dan
membandingkannya dengan berat hidrogen yang volumenya sama. Kemudian melalui
analisis eksperimental ia menemukan berat unsur tertentu dalam setiap senyawa.
Pendekatan yang digunakannya untuk menetapkan berat molekul adalah massa jenis gas-
gas. (Bruton, 1966; Dampier, 1984; Mason, 1962).

C. Teori Atom Thomson


J.J Thomson adalah seorang ilmuan yang lahir (1856-1940) di Cheetham Hill,
dimana di tempat itu pula Thomson dinobatkan sebagai profesor fisika eksperimental
sejak tahun 1884. Penelitian yang Thomson lakukan menghasilkan penemuan elektron. Ia
mengetahui bahwa gas adalah zat yang mampu menghantarkan listrik. Thomson juga
menjadi salah satu perintis ilmu fisika nuklir.
Teori Atom Thomson adalah salah satu teori yang mencoba mendeskripsikan bentuk atom
yaitu seperti bentuk roti kismis. Diibaratkan sebagai roti kismis karena saat itu Thomson
beranggapan bahwa atom bermuatan positif dengan adanya elektron bermuatan negatif di
sekelilingnya.
Elektron merupakan salah satu penemuan penting yang dapat menjelaskan berbagai
fenomena fisika, salah satunya adalah gejala kelistrikan dan kemagnetan. Pada awalnya
elektron sangat sulit ditemukan, tetapi pada tahun 1897 J.J Thomson membuktikan
dengan melakukan percobaan tabung sinar katoda. Dalam percobaan tabung sinar katoda
dinyakinkan bahwa ada pancaran berkas partikel bermuatan negatif.
Pada saat itu, Thomson melihat bahwa jika arus listrik melewati tabung vakum, ada
semacam aliran berkilau yang terbentuk. Thomson menemukan bahwa aliran berkilau
tersebut dibelokkan ke arah plat kutub positif. Teori atom Thomson membuktikan bahwa
aliran tersebut terbentuk dari partikel kecil dari atom dan partikel tersebut bermuatan
negatif. Thomson menamai penemuan tersebut sebagai elektron.
Penemuan elektron ini akhirnya mematahkan teori Dalton bahwa ada muatan positif
sebagai penyeimbang. Dengan demikian atom bersifat netral. Model atom Thomson
menggambarkan bahwa atom merupakan suatu bola yang bermuatan positif sementara itu
elektron (bagian atom yang bermuatan negatif) tersebar merata di permukaan bola
tersebut.

Pada tahun 1897 J.J Thomson menemukan adanya elektron dalam suatu atom
dengan melakukan percobaan tabung sinar katoda.

Berdasarkan percobaan tentang hantaran listrik melalui tabung hampa/ atau tabung
sinar katode. Dalam tabung katode tekanan gas dalam tabung dapat diatur melalui pompa
isap (pompa vakum). Pada tekanan cukup rendah dan tegangan yang cukup tinggi
(beberapa ribu volt), gas dalam tabung akan berpijar dengan cahaya yang warnanya
tergantung pada jenis gas dalam tabung (gas neon berwarna merah, gas natrium berwarna
kuning). Jika tekanan gas dikurangi, maka daerah didepan katode akan menjadi gelap.
Daerah gelap ini akan bertambah jika tekanan gas dalam tabung terus dikurangi, akhirnya
seluruh tabung menjadi gelap, tetapi bagian tabung didepan katode berpendar dengan
warna kehijauan.
Melalui percobaan dapat ditunjukkan bahwa perpendaran tersebut disebabkan oleh
suatu radiasi yang memancar dari permukaan katode menuju anode. Oleh karena berasal
dari katode, maka radiasi ini disebut sinar katode. Hasil percobaan tabung katoda ini
membuktikan bahwa ada partikel bermuatan negatif dalam suatu atom karena sinar
tersebut dapat dibelokkan ke arah kutub positif medan listrik. selanjutnya sinar katode ini
merupakan partikel yang bermuatan negatif dan oleh Thomson partikel ini dinamakan
elektron.
Thompson memperkirakan bahwa elektron ini sebagai partikel elementer penyusun
atom. Elektron merupakan partikel sub atomik pertama yang dikenal manusia.
Berdasarkan penemuan ini, Thompson mengajukan sebuah model atom untuk
menjelaskan hasil-hasil eksperimen maupun prediksi teoritis yang muncul saat itu dengan
nama model kue kismis. Atom dipandang sebagai sebuah bola bermuatan positif yang
dinetralisir oleh elektron-elektron yang tersebar merata di seluruh volume bola.
Pada saat yang hampir bersamaan dengan penemuan elektron oleh Thompson,
Antoine-Henri Becquerel tahun 1896 menemukan gejala radioaktivitas alamiah pada
unsur radium. Materi-materi yang dipancarkan unsur tersebut berhasil diidentifikasi
sebagai sebuah gelombang elektromagnetik (sinar), elektron (sinar) dan partikel (atom
inti Helium). Penemuan radioaktivitas radium ini seolah-olah memperkuat ide Thompson
tentang model atom yang diajukannya.
Selanjutnya dari bukti eksperimen diketahui bahwa sinar katode mempunyai sifat
sebagai berikut:
1. Merambat menurut garis lurus, kecuali kalau dikenai gaya dari luar.
2. Bermuatan negatif karena tertarik oleh lempeng yang bermuatan positif dan
dibelokkan oleh medan magnit dengan arah yang sama.
3. Terdiri dari partikel dengan massa yang pasti karena dapat menggerakkan bolang-
baling dalam tabung sinar katode.
4. Sifat sinar katode tidak tergantung pada bahan katode, macam gas dalam tabung,
maupun macam kawat penghantar arus listrik dalam tabung.
5. Dari bukti eksperimen juga dapat dinyatakan bahwa elektron merupakan partikel
dasar yang dijumpai dalam setiap zat.
Teori atom Thomson ini memiliki kelebihan, yaitu membuktikan adanya partikel
lain yang bermuatan negatif dalam atom. Berarti atom bukan merupakan bagian terkecil
dari suatu unsur. Namun model atom Thomson memiliki kelemahan yaitu belum ada
bagian-bagian atom atau dengan kata lain tidak ada pemisahan antara elektron dan
proton, karena kedua tersebar merata ke seluruh atom.
Keberadaan elektron dalam atom juga dibuktikan oleh milikan, dengan melakukan
percobaan sebagai berikut:
1. Dengan menggunakan alat penyemprot, minyak disemprotkan sehingga membentuk
tetesan-tetesan kecil. Sebagian tetes minyak akan melewati lubang pada pelat atas dan
jatuh karena tarikan grafitasi.
2. Dengan menggunakan teropong, diameter tetes minyak dapat ditentukan, sehingga
massa minyak dapat diketahui
3. Radiasi sinar X akan mengionkan gas di dalam silinder. Ionisasi akan menghasilkan
elektron. Elektron tersebut akan melekat pada tetes minyak, sehingga tetes minyak
menjadi bermuatan listrik negatif. Ada yang menyerap satu,dua, atau lebih elektron.
Jika pelat logam tidak diberi beda potansia, tetes-tetes minyak tetap jatuh karena
pengaruh grafitasi
4. Jika pelat logam diberi beda potensial dengan pelat bawah sebagai kutub negatif, maka
tetes minyak yang bermuatan negatif akan mengalami gaya tolak listrik. Sesuai dengan
hukum coloumb, tetes minyak yang mengikat lebih banyak elektron akan tertolak
lebih kuat. Pergerakan tetes minyak dapat menggunakan teropong. Dengan mengatur
beda potensial, tetes minyak dibuat mengambang. dalam keadaan seperti itu berarti
gaya tarik grafitasi sama dengan gaya tolak listrik
5. Melalui percobaan tersebut, Milikan menemukan bahwa muatan tetes-tetes minyak
selalu merupakan kelipatan bulat dari suatu muatan tertentu, yaitu 1,602 x 10-19
coloumb. Millikan menyimpulkan bahwa muatan tersebut adalah muatan dari satu
elektron. Perbedaan muatan antar tetesan terjadi karena satu tetesan dapat mengikat
1,2,3 atau lebih elektron.
Dengan telah diketahuinya muatan elektron, maka dapat ditentukan massa elektron
(m) yaitu dengan membagi nisbah muatan terhadap massa (nilai e/m dari percobaan
tabung sinar katoda) dengan muatan elektron. Dari hasil percobaan Milikan dan Thomson
diperoleh muatan elektron 1 dan massa elektron 0, sehingga elektron dapat
dilambangkan (e).

D. Teori atom Rutherford

Ernest Rutherford adalah seorang ilmuan besar yang berhasil menemukan inti atom.
Di laboratorium Universitas Manchester, Rutherford bekerja sama dengan Hans Geiger
dan seorang mahasiswanya yang bernama Marsden, menyelidiki hamburan sinar alfa
sejak 1898. Diagram alat yang digunakan adalah sebagai berikut:

Rutherford menduga simpangan gerak partikel alfa yang melewati lembaran tipis
emas dari hasil percobaan sungguh di luar dugaan. Dilaporkan oleh Geiger bahwa terdapat
beberapa berkas sinar alfa yang dipantulkan balik. Komentar Rutherford yang menjadi
terkenal, Tidak masuk akal! Ini sama halnya dengan anda menembakkan peluru
berdiameter 15 inchi pada selembar kertas tissue kemudian mendapati bahwa peluru tadi
terpantul balik menembaki Anda. (Krane, 1992).

Arah datangnya semula akan memiliki sudut simpangan yang kecil. Hal ini karena
partikel alfa bergerak sangat cepat, sekitar 160.000 km/s dan lembaran emas yang
dilewati hannya setebal 0,006 cm.

Penjelasan yang mungkin untuk ini adalah bahwa atom tidaklah benar-benar pejal,
tetapi berisi ruangan kosong. Massa atom pasti terkonsentrasi dalam inti atom yang
disebutnya teras atom, sehingga ketika sinar alfa yang bermuatan positif dengan massa
atom jauh lebih kecil dari atom emas menumbuknya akan terpental tanpa inti itu
mengalami perubahan posisi. Ini sama seperti kelereng yang menabrak bola besi dengan
diameter jauh lebih besar, kelereng itu akan terpental dan bola besinya tidak berubah.

Di samping itu percobaan menunjukkan bahwa hampir seluruh berkas sinar alfa
diteruskan tanpa mengalami pembelokan arah, dan sebagian kecil, 1 berkas sinar alfa tiap
200 berkas dibelokkan dengan sudut kecil, sekitar 2. Dan hanya sedikit sekali berkas
(Geiger Marsden melaporkan 1/8.000 untuk lembaran tipis platinum dan Rutherford
melaporkan 1/20.000 untuk lempeng emas) sinar alfa yang dipantulkan dengan sudut
pantulan mencapai 90 atau lebih.
Hasil ini membimbing Rutherford pada suatu kesimpulan yang berseberangan
dengan J.J. Thomson, sehingga ia menemukan inti atom, yang disebut oleh Rutherford
sebagai " charge concentration" dalam makalahnya pada tahun 1911. Istilah inti atom
(nucleus) baru digunakan dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1912. Dalam
makalahnya tersebut, Rutherford menulis , "We shall suppose that for distances less that
1012 cm the central charge and also the charge on the alpha particle may be supposed to
be concentrated at a point."
Karena itu Rutherford memberikan model bahwa atom dengan radius 10-12 cm
dengan sebagian besar volume atom merupakan ruang kosong, dengan inti atom pada
pusatnya sebagai sebuah titik di mana terjadi konsentrasi muatan positif. Elektron-
elektron berada pada jarak yang jauh dari inti atom. Jika dilakukan perbesaran sampai inti
atom sebesar kelereng dengan diameter 2 cm, maka atom telah kira-kira sebesar bumi.
Model atom Rutherford dapat digambarkan seperti gambar berikut ini.
Rutherford tidak punya ketertarikan untuk mempelajari lebih jauh bagaimana atom
dapat stabil tanpa elektron jatuh ke dalam inti atom. Rutherford menulis pada bagian awal
papernya, "The question of the stability of the atom proposed need not be considered at
this stage, for this will obviously depend upon the minute structure of the atom, and on the
motion of the constituent charged parts." Persoalan ini dijawab seorang berumur duapuluh
tujuh tahun, Neils Bohr.

E. Teori Atom Bohr


Pada tahun 1913, ketika Neils Bohr (1885-1962) menjadi mahasiswanya
Rutherford di Manchester of University. Bohr mengetahui bahwa model orbital ini
(Rutherford), meskipun sangat menarik, bukan tidak terkoreksi sama sekali, karena
tidak dapat menjelaskan, seperti misalnya, mengapa seluruh atom hidrogen
mempunyai sifat kimia yang identik. fisika klasik, elektron tidak dapat berada dalam
orbit dalam berbagai radius, dan akibatnya ada kekontinuan tingkat energi dari
elektron. Sekalipun demikian, hidrogen berjalan sebelum semua atom-atomnya
mempnyai energy yang sama. Lebih jauh lagi, bahkan jika elektron dari masing-
masing atom bermula dari sebuah orbit yang stabil khususnya, pada saat itu orbitnya
akan berubah karena terjadi tumbukan diantara atom-atom.
Bohr menyelesaikan masalah model atom Rutherford setelah dia kembali ke
Copenhagen pada tahun 1913, mencoba memperkenalkan gagasan baru kuantum dari
Planck dan Einstein ke dalam model ini. Beberapa pembatasan dari persamaan:

Definisi persamaan di atas adalah bahwa ada batas orbit yang mungkin
ditempati. Bohr berhasil menemukan batasan tersebut untuk pertama kalinya, sebuah
deskripsi kuantitatif dari atom.
Inti atom seperti halnya planet- planet mengitari matahari. Dengan alasan yang
sama bahwa sistem tata surya tidak runtuh karena tarikan gravitasi antara matahari dan
tiap planet, atom juga tidak runtuh runtuh karena tarikan gravitasi antara matahari dan tiap
planet, atom juga tidak runtuh karena tarikan elektrostatik coulomb antara inti atom
dengan tiap elektron. Dalam kedua kasus ini, gaya tarik berperan memberikan percepatan
sentripetal yang dibutuhkan untuk mempertahankan gerak edar (Krane, 1992). Model
atom Bohr dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Menurut Bohr, elektron tidak bergerak menurut lintasan yang sembarang, tetapi pada
lintasan tertentu yang disebut lintasan stasioner. Dalam lintasan ini, elektron tidak
kehilangan energi selama bergerak. Besarnya momentum anguler elektron dalam lintasan

nh
ini memenuhi persamaan mvr = 2 p , di mana n disebut bilangan kuantum utama

dengan harga yang diijinkan 1, 2, 3 dan seterusnya.


Elektron dapat berpindah dari lintasan stasionernya ke lintasan dengan tingkat
energy lebih tinggi, jika menyerap energi (foton) yang cukup, dan sebaliknya dapat
kembali ke lintasan stasionernya dengan melepaskan foton. Model atom Bohr ini dapat
menjelaskan dengan memuaskan spektrum garis dari gas hidrogen dan atom berelektron
satu lainnya (hydrogen like).
Kebenaran teori Bohr ini dapat dibuktikan dengan eksperimen yang dilakukan oleh
James Frank dan Gustav Hertz, dua orang ilmuwan Jerman. Gambaran sederhana
mengenai percobaan ini adalah sebagai berikut:

Dalam tabung elektron-elektron meninggalkan katoda karena dipanasi dengan


sebuah filamen pemanas, semua elektron kemudiaan dipercepat menuju sebuah kisi oleh
beda potensial yang diatur. Apabila energi elektron lebih besar dari pada Vo, yaitu
tegangan perlambat kecil antara kisi dan plat katoda maka elektron dengan energi V eV
(elekron volt) dapat menembus kisi dan jatuh pada plat anoda. Arus elektron yang
mencapai plat anoda tersebut dapat diukur menggunakan ampermeter. Semakin banyak
elektron yang mencapai anoda maka arus listriknya akan lebih besar. Atom-atom dalam
tabung saling bertumbukan akan tetapi tidak ada energi yang dilepaskan dalam tumbukan
ini. Jadi tumbukannya secara elastis sempurna. Dan untuk menghasilkan terjadinya
pelepasan energi, maka atom mengalami transisi kesuatu keadaan eksitasi dan hal ini
dapat dilakukan dengan cara tabung elektron diisi dengan gas hidrogen, maka elektron
akan mengalami tumbukkan dan juga jika tegangan V dinaikkan lagi maka arus listriknya
juga akan ikut naik.

Mereka menggunakan sebuah tabung yang diisi dengan uap raksa di mana elektron
dapat dipercepat dengan medan listrik dengan potensial U1 dan sebelum elektron
menabrak anoda kemudian diperlambat dengan U2 , di mana U2< U1. Gambar di bawah ini
memperlihatkan skema perangkat percobaan.

Dalam percobaan, mereka membiarkan potensial perlambatan U2 konstan, dan


meningkatkan potensial percepatan U1. Kemudian mereka mengukur kuat arus di antara
katoda dan anoda. Data kuat arus kemudian diplotkan dengan harga U 1. Hasilnya kurang
lebih seperti pada gambar II.8 berikut ini.
Hasil ini membimbing pada satu kesimpulan bahwa eksitasi pada atom air raksa
bersifat diskrit. Mula-mula elektron secara konstan dipercepat dan bertumbukan secara
elastis dengan atom-atom raksa. Akibatnya arus akan naik. Ketika elektron dipercepat
maka energi kinetiknya (Ekin = e U1) naik, dan ketika energi kinetic elektron mencapai
tingkatan tertentu di mana harganya sama dengan tingkat energy pertama dari elektron
dalam atom raksa maka elektron akan memberikan semua energi kinetiknya kepada
elektron raksa sehingga mengalami eksitasi. Karena energy kinetiknya berkurang, elektron
tidak dapat melalui daerah perlambatan, maka arus akan menurun. Hal ini akan berulang
untuk setiap kelipatannya (Bronner , 2006).
Jika atom raksa yang menerima energi kemudian kembali ke keadaan semula, maka
akan dilepaskan foton.

Sehingga panjang gelombang cahaya yang diemisi adalah:

E. Teori Atom Mekanika Kuantum

Salah satu keberatan terhadap model atom Bohr ialah bahwa model ini didasarkan
atas beberapa anggapan yang bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku pada
waktu itu. Oleh karena itu sulit sekali menerimanya tanpa disertai dengan suatu
penjelasan mengenai keterbatasan-keterbatasannya. Menurut model atom Bohr, elektron
digambarkan sebagai suatu partikel yang bergerak dengan lintasan yang mengikuti
aturan-aturan mekanika sederhana. Padahal sebenarnya gerakan elektron jauh lebih rumit
dan sama sekali tidak dapat digambarkan bentuk lintasannya berupa lingkaran atau elips.

Pada tahun 1924, Louis de Brogle mengemukakan, bahwa materi yang bergerak
mempunyai sifat-sifat gelombang; artinya elektronpun mempunyai sifat gelombang
seperti halnya cahaya, sehingga panjang gelombang dari elektron dinyatakan dengan l =
h/ mn.

Pendapat ini sesuai dengan apa yang pernah dikemukakan sebelumnya oleh
Einstein (1909) ketika menerapkan metode fluktuasi statistik pada aturan baru radiasi
benda hitam Planck, yaitu adanya dualisme partikel gelombang. Gagasan ini, kemudian
semakin diperkuat kebenarannya oleh Davisson dan Germer (1927) yang menemukan
bahwa seberkas sinar elektron dapat didifraksikan melalui sebuah kristal. Peristiwa
difraksi ini hanya dapat diterangkan dengan teori gelombang, karenanya dapat ditarik
kesimpulan bahwa elektron bersifat sebagai gelombang. Persyaratan kuantum untuk
gerakan elektron yang sebelumnya oleh Bohr dianggap sebagai postulat ternyata dapat
dibuktikan kebenarannya dengan teori de Broglie.

Keberatan lain menurut Dampier (1983), adalah adanya suatu spekulasi terhadap
model atom yang digambarkan oleh Bohr ; karena kita hanya dapat memeriksa dari luar,
membuat suatu catatan mengenai apa yang ke luar dari dalam atom, yaitu apa yang
diradiasikannya dan dari partikel-partikel radioaktif yang dapat dideteksi. Apa yang
sebetulnya di dalam atom bahkan wujud atom sendiri tak pernah diketahui. Sementara
Bohr begitu pasti menguraikannya menjadi satu mekanisme yang dapat menghasilkan
sesuatu, pada semua kejadian yang memerikan sifat-sifat atom. Padahal ada kemungkinan
terdapatnya tipe mekanisme lain yang bisa berjalan sama baiknya.

Faham deterministik seperti ini sangat sukar diterima, terutama oleh Heisenberg,
Schrodinger dan Dirac. Mereka pada tahun 1925 memberikan suatu kerangka pemikiran
baru mengenai atom dilandasi teori kuantum baru yang dikenal dengan mekanika
gelombang. Dampier (1983) menyebutkan teori mekanika kuantum baru itu sebagai
revolusi dalam ilmu fisika.
Penolakan terhadap model atom Bohr dilandasi pemikiran de Broglie dan teori
mekanika gelombang yang masing-masing dinyatakan ilmuwan yang berbeda dan
dikerjakan secara terpisah, yaitu Mekanika Matriks Heisenberg, Mekanika Gelombang
Schrodinger dan Aljabar Kuantum oleh Dirac (Dampier,1983).

Pada prinsipnya mekanika gelombang menerangkan model atom adalah sebagai


berikut berikut ini :

1) Elektron tidak mungkin mempunyai kedudukan yang pasti di dalam mengelilingi


inti atom, yang mungkin bisa ditentukan dan dihitung hanyalah kebolehjadian
menemukan elektron di dalam suatu daerah tertentu di dalam atom. Daerah ruang di
mana dapat ditemukan elektron disebut orbital. Ini disebut juga Prinsip
ketidakpastian Heisenberg
2) Gerakan gelombang dari elektron di dalam atom merupakan gerak harmonis, di mana
setiap orbit elektron merupakan kelipatan bilangan bulat terhadap panjang
gelombang (seperti yang dinyatakan de Broglie).
3) Elektron hanya menempati orbit yang harmonis saja dan tidak bisa menempati orbit
yang tidak harmonis. Bila elektron mendapat tambahan energi dari luar, maka
panjang gelombang elektron berubah dan orbit semula menjadi tidak harmonis lagi.
Oleh karena itu elektron harus melompat ke orbit baru yang merupakan kelipatan
panjang gelombang baru.
4) Dengan persamaan Schrodinger hanya dapat ditentukan besarnya daerah kebolehjadian
menentukan elektron di tempat-tempat tertentu di dalam atom, yaitu yang disebut dengan
orbital. Dari persamaan Schrodinger diketahui dalam sub-kulit (sub-tingkat energi) s
mempunyai 1 orbital berbentuk bola, sub-kulit p mempunyai 3 orbital dengan bentuk
balon terpilin dengan tiga salib sumbu, sub-kulit d mempunyai 5 orbital dan sub-kulit f
dengan 7 orbital. Setiap orbital masing-masing ditempati maksimum 2 buah elektron
dengan arah spin yang berlawanan. (Keenan, 1980 ; Mc,Avoy, 1996 ; Dampier, 1983)
DAFTAR PUSTAKA

Anna Poedjiadi. 1987. Sejarah Dan Filsafat Sains. Bandung: Yayasan Cendrawasih.
Bernal.J.D. 1981.The Natural Sciences In Our Time. Vol: 3. Massachusets: The MIT Press
Cambridge.
Bruton, J.G. 1966. The Story of Western Science. New York: Cambridge University Press.
Dampier,W.C. 1984. A History of Science. 4 th .ed. Cambridge: University Press.
Feinberg, Gerald. 1990. Partikel Elementer. Ilmu pengetahuan Populer Vol.5. Jakarta: PT
Widya Dara. Hal 116-125.
Hodeson, Lilian. 1990. Teori Kuantum. Ilmu Pengetahuan Populer Vol.5. Jakarta: PT. Widya
Dara. Hal. 136-148.
Keenan, Charles W. et all. 1980. General College Chemistry. Sixth Ed. New York: Harper &
Row Publishers, Inc.
Kuhn, Thomas.S. 1993. Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains. Ed. Kedua. (terj. Tjun
Surjaman). Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Mason, Stephen F. 1962. A History of The Sciences. New Revised Edition. Abelard-Schuman
Ltd.
Mc Avoy, J.P dan Zarate Oscar. 1996. Mengenal Teori Kuantum Untuk Pemula. (Terj. Ahmad
Baiquni). Jakarta.
Musthafa,KS. 1980. Alam Semesta Dan Kehancurannya Menurut AlQuran Dan Ilmu
Pengetahuan. Bandung. Al-Maarif.
Petrucci, Ralph. H.1985. General Chemistry. Principles And Modern Applications. Fourth
Ed. NY. Collier Nac millan.Inc.
Trefil, James. 1990. Kuarka. Ilmu Pengetahuan Populer Vol.5. Jakarta. Pt. Widya Dara. Hal
126-130

Anda mungkin juga menyukai