PENDAHULUAN
Penggunaan bahan tambahan pangan khususnya pemanis buatan dalam
produk pangan sudah sedemikian meluas mencakup jenis produk pangan dan jenis
pemanis buatan yang digunakan. Hal tersebut memberikan konsekuensi kepada
pemerintah dalam hal ini Badan Pengawasan Obat dan Makanan berkaitan dengan
issu keamanan pangan dan penyalahgunaan lainnya, sehingga perlu diantisipasi
dengan melakukan pengaturan kembali penggunaan pemanis buatan dalam produk
pangan. Pengaturan sebelumnya yang tertuang dalam Permenkes No.
208/MENKES/PER/IV/1985 tentang Pemanis Buatan dan Permenkes No.
722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan harus ditinjau ulang
dan direvisi mengingat hanya 4 (empat) jenis pemanis buatan yang diatur dalam
produk pangan yang terbatas. Dalam pelaksanaan dan kenyataan di lapangan, Badan
POM mengeluarkan izin khusus penggunaan pemanis buatan yang tidak/belum
dicakup dalam Permenkes tersebut. Secara internasional, Codex Alimentarius
Commission (CAC) telah mengatur penggunaan 14 jenis pemanis buatan dalam
produk pangan meski baru pada step 6 yaitu tahap hasil pembahasan sebelumnya
yang harus dikomentari dari segala aspek oleh seluruh anggota. Demikian pula
masyarakat Eropa melalui parlemennya telah mengeluarkan peraturan penggunaan
12 jenis pemanis buatan dalam produk pangan pada tahun 1994.
Pemanis buatan semakin banyak digunakan sebagai pemanis dalam itu
disebabkan karena pemanis buatan memiliki kemanisan yang lebih jika dibandingkan
dengan pemanis alami. Tetapi penggunaan pemanis buatan yang berlebihan akan
menimbulkan dampak toksik yang tidak kesehatan. Adapun dampak toksik yang
disebabkan oleh pemanis lain sakit kepala/migrain, mulut kering, mual, muntah,
diare, dan kanker kandung kemih (Whitehouse et al., 2008). Pemanis buatan pada
umumnya memiliki ADI (acceptable daily intake) yang ditentukan. Acceptable Daily
Intake diartikan sebagai jumlah maksimum senyawa kimia yang bisa dikonsumsi
setiap hari secara terus menerus tanpa menimbulkan resiko dalam kesehatan.
Acceptable Daily Intake sakarin 5 mg/kgBB/hari, siklamat 1 mg/kgBB/hari,
aspartam 50 mg/kgBB/hari, acesulfam- K 15 mg/kgBB/hari, neotam 2 mg/kgBB/hari,
dan sucralose 5 mg/kgBB/hari (FDA, 2006). Menurut Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan nomor 4 tahun 2014, Acceptable Daily Intake sakarin
0-5 mg/kgBB, siklamat 0- 11 mg/kgBB, aspartam 0-40 mg/kgBB, acesulfam-K 0-15
mg/kgBB, neotam 0-2 mg/kgBB, dan sucralose 0-15 mg/kgBB (BPOM, 2014).
Pemanis buatan semakin luas digunakan oleh masyarakat, karena ditunjang oleh
kemudahan untuk mendapatkannya dan harganya relatif murah. Berdasarkan
pemeriksaan dari BPOM Makassar pada tahun 2003 ter dapat lebih 90% makanan
jajanan yang masih menggunakan pemanis buatan berupa sakarin dan siklamat.
Pemanis buatan yang akan diatur dalam standar ini mencakup alitam, asesulfam K,
aspartam, isomalt, laktitol, maltitol, manitol, neotam, sakarin, siklamat, silitol,
sorbitol,dan sukralosa. Penetapan batas maksimum penggunaan pemanis buatan
ditempatkan dalam kategori pangan dari Codex Alimentarius Commission (CAC),
didasarkan atas pertimbangan bahwa, kategori pangan sistem CAC ini telah dikenal
dan digunakan sebagai acuan internasional oleh banyak negara dalam komunikasi
perdagangannya.
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan
digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan
makanan kesehatan. Pemanis adalah bahan tambahan makanan yang ditambahkan
dalam makanan atau minuman untuk menciptakan rasa manis. Lidah adalah organ
tubuh yang dapat membedakan rasa. Rasa manis dapat dirasakan pada ujung
sebelah luar lidah. Rasa manis dihasilkan oleh berbagai senyawa organik,
termasuk alkohol, glikol, gula dan turunan gula. Sukrosa adalah bahan pemanis
pertama yang digunakan secara komersial karena pengusahaannya paling
ekonomis. Sekarang telah banyak diketahui bahwa bahan alami maupun sintetis
bisa menghasilkan rasa manis. Bahan pemanis tersebut adalah karbohidrat,
protein, maupun senyawa sintetis yang bermolekul sederhana dan tidak
mengandung kalori seperti bahan pemanis alami (Cahyadi, 2005).
BAB II
PEMANIS BUATAN
Sedangkan menurut Cahyadi (2005) Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering
ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri,
serta minuman dan makanan kesehatan. Pemanis adalah bahan tambahan makanan
yang ditambahkan dalam makanan atau minuman untuk menciptakan rasa manis.
Lidah adalah organ tubuh yang dapat membedakan rasa. Rasa manis dapat
dirasakan pada ujung sebelah luar lidah. Rasa manis dihasilkan oleh berbagai
senyawa organik, termasuk alkohol, glikol, gula dan turunan gula. Sukrosa adalah
bahan pemanis pertama yang digunakan secara komersial karena pengusahaannya
paling ekonomis. Sekarang telah banyak diketahui bahwa bahan alami maupun
sintetis bisa menghasilkan rasa manis. Bahan pemanis tersebut adalah karbohidrat,
protein, maupun senyawa sintetis yang bermolekul sederhana dan tidak mengandung
kalori seperti bahan pemanis alami.
Pemanis buatan adalah senyawa hasil sintetis laboratorium yang merupakan bahan
tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan. Pemanis
buatan tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Sebagaimana pemanis alami,
pemanis buatan mudah larut dalam air. Salah satu jenis pemanis buatan yang sangat
penting yaitu sering disebut dengan pemanis intensitas tinggi. Zat pemanis tersebut
merupakan senyawa yang mempunyai tingkat kemanisan berkali kali lipat
dibandingkan gula murni.
Pemanis buatan (sintetis) merupakan bahan tambahan yang dapat
memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi.
Sebagai contoh adalah sakarin, siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol sintetis, dan
nitro- propoksi -anilin. Diantara berbagai jenis pemanis buatan atau sintetis,
hanya beberapa saja yang diizinkan penggunaannya dalam makanan sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 208/Menkes/Per/IV/1985. Diantaranya
sakarin, siklamat, dan aspartam dalam jumlah yang dibatasi atau dengan dosis
tertentu (Yuliarti, 2007).
Dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan
pemanis buatan (sintetis). Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman
penghasil pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum officanarum L) dan bit (Beta
vulgaris L). Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal
sebagai gula alam atau sukrosa. Pemanis sintetis adalah bahan tambahan yang dapat
menyebabkan rasa manis pada pangan, tetapi tidak memiliki nilai gizi
(Cahyadi,2008).
2.2.2 Sakarin
Sakarin merupakan garam natrium dari asam sakarin. Pemanis buatan ini
mempunyai tingkat kemanisan 200-700 kali gula. Dalam perdagangan dikenal dengan
nama Gucide, Glucid, Garantose, Saccharimol, Saccharol, dan Sykosa. Harga sakarin
paling murah dibanding dengan pemanis buatan lainnya. Karena itu, sakarin banyak
digunakan pedagang kecil. Pemanis buatan banyak menimbulkan bahaya bagi
kesehatan manusia. Siklamat dan sakarin dapat menyebabkan kanker kandung kemih
dan migrain. Siklamat memunculkan banyak gangguan bagi kesehatan, di antaranya
tremor, migrain dan sakit kepala, kehilangan daya ingat, bingung, insomnia, iritasi,
asma, hipertensi, diare, sakit perut, alergi, impotensi dan gangguan seksual,
kebotakan, dan kanker otak. *Sorbitol, suatu poliol (alkohol gula), bahan pemanis
yang ditemukan dalam berbagai produk makanan. Rumus kimiawi C6H14O6,
struktur molekulnya mirip dengan glukosa, hanya gugus aldehide pada glukosa
diganti menjadi gugus alkohol. Kemanisan sorbitol sekitar 60% dari kemanisan
sukrosa (gula tebu) dengan ukuran kalori sekitar sepertiganya. Rasanya lembut di
mulut dengan rasa manis . orbitol dapat mengakibatkan nyeri pada perut, dan diare.
Sorbitol juga dapat memperburuk Sindrom usus Bahkan karena tidak diet sorbitol, sel
memproduksi sorbitol alami.Bila terlalu banyak sorbitol dihasilkan di dalam sel,
dapat menyebabkan kerusakan.
Pemerintah telah menetapkan penggunaan sakarin yang standar yang telah diaru
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No 722/Menkes/Per/1X/88 . Jika suatu
makanan atau minuman banyak mengandung sakarin dapat menyebabkan kanker.
Sakarin juga menimbulkan rasa pahit.
2.2.3 Siklamat
Siklamat adalah pemanis buatan yang masih populer di Indonesia. Pemanis
buatan ini merupakan garam natrium dari asam siklamat. siklamat menimbulkan rasa
manis tanpa rasa ikutan (tidak ada after taste-nya). Sifat siklamat sangat mudah larut
dalam air dan mempunyai tingkat kemanisan 30 kali gula. Dalam perdagangan
dikenal sebagai Assugrin, Sucaryl, dan Sucrosa. *Sedangkan sakarin merupakan
garam natrium dari asam sakarin. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan
200-700 kali gula. Dalam perdagangan dikenal dengan nama Gucide, Glucid,
Garantose, Saccharimol, Saccharol, dan Sykosa. Harga sakarin paling murah
dibanding dengan pemanis buatan lainnya. Karena itu, sakarin banyak digunakan
pedagang kecil. Pemanis buatan banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan
manusia. Siklamat dan sakarin dapat menyebabkan kanker kandung kemih dan
migrain. Siklamat memunculkan banyak gangguan bagi kesehatan, di antaranya
tremor, migrain dan sakit kepala, kehilangan daya ingat, bingung, insomnia, iritasi,
asma, hipertensi, diare, sakit perut, alergi, impotensi dan gangguan seksual,
kebotakan, dan kanker otak. *Sorbitol, suatu poliol (alkohol gula), bahan pemanis
yang ditemukan dalam berbagai produk makanan. Rumus kimiawi C6H14O6,
struktur molekulnya mirip dengan glukosa, hanya gugus aldehide pada glukosa
diganti menjadi gugus alkohol. Kemanisan sorbitol sekitar 60% dari kemanisan
sukrosa (gula tebu) dengan ukuran kalori sekitar sepertiganya. Rasanya lembut di
mulut dengan rasa manis . orbitol dapat mengakibatkan nyeri pada perut, dan diare.
Sorbitol juga dapat memperburuk Sindrom usus Bahkan karena tidak diet sorbitol, sel
memproduksi sorbitol alami.Bila terlalu banyak sorbitol dihasilkan di dalam sel,
dapat menyebabkan kerusakan.
2.2.4 Dulsin
Dulsin adalah pemanis buatan yang dilarang, dalam bahasa Jepang dulsin
dikenal dengan nama Sucrol. Dalam prakteknya Dulsin dicampurkan dalam bahan
pangan untuk mengganti Sukrosa (gula) bagi orang yang perlu berdiet. Dalam sebuah
penelitian yang pernah dilakukan tentang bahaya dulsin dijelaskan konsumsi dulsin
yang berlebihan akan menimbulkan dan membahayakan kesehatan. Dalam penelitian
terhadap anjing bahwa dosis letal (kematian) dulsin adalah 1 gram/2kg berat badan.
Yang artinya pemeberian 1 gram / 2 kg berat badan dapat menimbulkan kematian
pada anjing sehingga ada kekhawatiran jika digunakan untuk manusia dikhawatirkan
akan menggangu kesehatan.
2.2.6 Sorbitol
Sorbitol merupakan gula alcohol atau polyol (Polyhidric alcohol), rasa manisnya
lebih kurang dari setengah sukrosa. Sorbitol 60% lebih manis (Kidd dan Becal,
2012). Sorbitol dapat difermentasi secara lambat oleh semua Streptotococcus
termasuk Streptotococcus mutans (Hayes, 2001). Sorbitol dapat digunakan sebagai
bahan pemanis pada pasta gigi dan obat kumur (Storehagen dan Midha, 2003). Pada
proses kariogenesis, sorbitol memiliki keuntungan lebih dibandingkan dengan gula
karena dalam jumlah yang kecil dapat menurunkan pH plak yang memicu terjadinya
demineralisasi enamel (Burt,2006). Konsumsi sorbitol yang direkomendasikan adalah
150gr/kg berat badan setiap harinya (Soesilo dkk, 2005)
Sorbitol juga disebut glucitol, ialah suatu gula alkohol yang dimetabolisir oleh
tubuh manusia secara lambat. Sorbitol dapat diperoleh melalui reduksi glukosa,
mengubah gugus aldehida menjadi gugus hidroksil. Sorbitol terdapat dalam buah
apel, pir, persik, dan prun. Sorbitol disintesis oleh sorbitol-6-fosfat dehidrogenase,
dan diubah menjadi fruktosa oleh suksinat dehidrogenase. Suksinat dehidrogenase
ialah suatu enzim kompleks yang turut serta dalam siklus asam sitrat.
Sorbitol merupakan gula pengganti. Ia mungkin terdaftar di bawah bahan aktif
terdaftar untuk beberapa makanan dan produk. Sorbitol disebut sebagai pemanis
nutrisi karena memberikan energi makanan: 2,6 kilokalori (11 kilojoule) per gram
dibandingkan dengan rata-rata 4 kilokalori (17 kilojoule) untuk karbohidrat. Sorbitol
sering digunakan dalam makanan diet (termasuk minuman diet dan es krim), permen,
obat batuk, dan permen karet bebas gula. Sorbitol terjadi secara alami dalam buah-
buahan dan biji-bijian batu dari pohon genus Sorbus. Sorbitol dapat digunakan
sebagai laksatif non-stimulan melalui suspensi oral atau enema, dan seperti gula
alkohol lain dengan pengecualian eritritol, dapat menyebabkan dapat menyebabkan
GI distress dengan segaja ketika mengkonsumsi produk makanan dengan Sorbitol
berlebihan. Ia bekerja dengan mengalirkan air ke dalam usus besar, sehingga
merangsang buang air besar. Sorbitol telah ditentukan aman untuk digunakan oleh
orang tua, meskipun tidak dianjurkan tanpa konsultasi dengan dokter.
Mengonsumsi sorbitol dalam jumlah besar dapat menimbulkan perut sakit,
bergas, dan diare ringan sampai parah. Mengonsumsi 20 gram Sorbitol per hari
sebagai permen karet bebas-gula telah menimbulkan diare yang menyebabkan
kehilangan berat 11 kg (24 lb) dalam 8 bulan, pada wanina yang semula beratnya 52
kg (110 lb); pasien lain perlu perawatan setelah terbiasa mengonsumsi 30 gram per
hari.