Anda di halaman 1dari 5

SUBJECTIVE WELL BEING PADA QORI PENGHAFAL AL-QURAN

A. Latar Belakang
Orang-orang yang mempelajari Al-Quran, baik membaca dengan tartil
maupun menghafal dengan baik adalah termasuk hamba-hamba Allah yang
terpilih. Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
Kemudian Kitab itu (Al-Quran) Kami wariskan kepada orang-orang yang
Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang
menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan
di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin
Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (QS. Fathir : 32)
KH. M. Ulin Nuha Arwani menyatakan tentang tingkatan hamba-hamba
yang dipilih Allah pada ayat diatas. Dimana pada tingkatan Ketiga, orang yang
lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah adalah para penghafal Al-Quran
yang seluruh hidup dan waktunya untuk merenung, berdakwah dan mengamalkan
isi Al-Quran. Diantara golongan hamba ini adalah para Wali-Wali Allah dan
Nabi-Nabi Allah. (talimulquranalasror.blogspot.co.id :2014)
Seseorang yang berpegang teguh pada Al Quran, sebagai modal kekuatan
pegangan dan landasan filsafat hidup maka orang itu akan mampu tegar, tidak
gampang menyerah, sigap dalam menentukan sikap, dan tidak akan mudah
diombang-ambingkan oleh ketidakpastian situasi, tidak mudah terpengaruh oleh
prinsip hidup lain, hal itu karena prinsip dalam kepribadiannya sudah mantap dan
semua itu akan tercermin dalam sikapnya dalam menyelesaikan persoalan hidup.
Alangkah indahnya hidup kita, bila kita tidak hanya sekedar bisa membaca Al-
Quran, tetapi juga menghafal dan mengamalkannya. Dan mudah-mudahan kita
masuk dalam golongan hamba Allah yang pertengahan, karena sebagai hamba
yang dhaif sangat mustahil kita masuk dalam golongan yang ketiga tanpa izin
Allah. (talimulquranalasror.blogspot.co.id :2014)
Dalam sebuah buku yang berjudul "Wanita wanita yang tidak kenal putus
asa" dimuatkan kisah-kisah para penghafal Al-Qur'an, mereka adalah orang orang
yang bangkit dari kesedihan dan telah menjadikan Al-Quran sebagai musim
semi dihati mereka, cahaya di hati mereka, yang menghilangkan kesedihan dan
mengusir kegelisahan. (irilaslogo.wordpress.com :2012)
Menjadi penghafal Quran tentu harus siap berbagai keadaan, baik yang
positif maupun yang negative. Keadaan positif ini bisa berupa memaksimalkan
waktu dengan sebaik-baiknya karena berinteraksi dengan Quran, bahagia,
tentram, memiliki kekuatan untuk dapat menjalani tugas-tugas sebagai penghafal
dan juga menyelesaikan tugas kuliah serta organisasi bagi yang mengikuti
organisasi. Keadaan positif tersebut dapat dirasakan ketika mereka membagi
perhatian dunianya melalui interaksi dengan Quran melalui hafalan dan
menggunakan waktunya dengan baik. Sedangkan Mitra Rizki (19), penghafal
Quran di Mahad Dzinnurain Ciputat pada tanggal 26 Desember 2014, didapati
suatu fenomena bahwa ia bahagia menjadi penghafal Quran. Walaupun
lingkungan daerah yang ia tinggali sangat dekat dengan menghabur-haburkan
uang dan hedonis. Rizki mengaku ia bahagia menjadi penghafal Quran karena
dengan Quran ia dapat dijaga dari perbuatan dosa atau maksiat. Menurutnya
dengan menghafal Quran itu bisa membuat orang tuanya bangga dan tidak
membuat mereka kecewa. Ia juga mengaku bahwa semenjak bergabung menjadi
penghafal, sifat buruknya pada masa lalu menjadi berkurang. Jadi secara
keseluruhan ia senang dan merasa bahagia dengan kesehariannya menjadi
penghafal Quran, meskipun kadang ada rasa malas untuk mengulang hafalan
kerap kali datang. (man-shabara.blogspot.co.id/2015)
Suatu kebahagiaan merupakan hal yang penting dalam hidup, karena dengan
bahagia setiap orang pasti merasakan kehidupan yang nyaman, hari-harinya juga
terasa lebih berharga. Kebahagiaan adalah dambaan setiap individu dalam
hidupnya. Namun, setiap individu memiliki persepsi, makna, dan penghayatan
yang berbeda-beda atas kebahagiaan tersebut. (Hariyadi DKK :2013)
Peneliti menggunakan istilah subjective well-being (SWB) untuk
menggambarkan kebahagiaan seseorang, menjadi Qori' dan penghafal Quran
B. Teori
1. Subjective Well-Being
Menurut Diener, Lucas, Oishi (2005), subjective well-being merupakan
konsep yang sangat luas, meliputi emosi pengalaman menyenangkan, rendahnya
tingkat mood negatif, dan kepuasan hidup yang tinggi. Menurut Diener, Lucas,
Oishi (2005), istilah subjective well-being didefinisikan sebagai evaluasi kognitif
dan afektif seseorang tentang hidupnya. Evaluasi ini meliputi penilaian emosional
terhadap berbagai kejadian yang dialami yang sejalan dengan penilaian kognitif
terhadap kepuasan dan pemenuhan hidup (Diener, Lucas, Oishi, 2005).
Diponegorgo (2008) menambahkan bahwa evaluasi kognitif orang yang bahagia
berupa kepuasan hidup yang tinggi, evaluasi afektifnya adalah banyaknya afek
positif dan sedikitnya afek negatif yang dirasakan.
Diener dan Scollon (Diponegoro, 2008) menyebutkan bahwa ada dua
komponen utama kesejahteraan subjektif, yaitu kepuasan hidup dan afek.
Diponegoro (2008) mengatakan bahwa penelitian-penelitian tentang faktor yang
mempengaruhi kesejahteraan subjektif dapat dikelompokkan menjadi dua: faktor
eksternal dan internal. Penghasilan, kesehatan, bentuk tubuh, dan faktor
demografis (usia, jenis kelamin dan pendidikan) merupakan faktor eksternal.
Wilson (Diener dkk., 2005) menyatakan bahwa faktor demografis memiliki
hubungan dengan subjective well-being. Berikut ini akan dipaparkan variabel-
variabel demografis yang mempengaruhi subjective well being seseorang.
2. Menghafal Al-Quran
Tahfidz Quran terdiri dari dua suku kata, yaitu Tahfidz dan Quran, yang
mana keduanya mempunyai arti yang berbeda. yaitu tahfidz yang berarti
menghafal. Menghafal dari kata dasar hafal yang dari bahasa arab hafidza-
yahfadzu-hifdzan, yaitu lawan dari lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit lupa.
Seseorang yang telah hafal Al-Quran secara keseluruhan di luar kepala,
bisa disebut dengan jama dan huffazhul Quran. Pengumpulan Al-Quran dengan
cara menghafal (Hifzhuhu) ini dilakukan pada masa awal penyiaran agama Islam,
karena Al-Quran pada waktu itu diturunkan melalui metode pendengaran.
Pelestarian Al-Quran melalui hafalan ini sangat tepat dan dapat
dipertanggungjawabkan, mengingat Rasulullah SAW tergolong orang yang ummi.

C. Metode
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologis. Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami
peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu
(Moleong, 2012).
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah Qori Al-Quran yang juga seorang
penghafal Al-Quran (hafidz Al-Quran), ialah imam besar Masjid Madani Islamic
Centre Rokan Hulu.
3. Metode Pengumpulan data
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara melakukan wawancara
subjek, observasi subjek dan dokumentasi.
4. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh akan diolah melalui proses verbatim dan dari hasil
verbatim akan dianalisis dengan menggunakan analisis isi. Menurut Muhadjir
(2000), analisis isi merupakan analisis ilmiah tentang pesan suatu komunikasi,
teknis analisis isi mencakup upaya klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam
komunikasi menggunakan analisis tertentu sebagai pembuat prediksi. Poerwandari
(2007) mengatakan bahwa kredibilitas dalam penelitian kualitatif keberhasilan
mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses,
kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Dalam penelitian kualitatif
kredibilitas atau keterpercayaan data akan lebih valid apabila dilakukan
triangulasi. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan
cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono,
2011).
D. Referensi
Ibnu Firmansyah dan Erlina Listyanti Widuri. 2014. SUBJECTIVE WELL-
BEING PADA GURU SEKOLAH LUAR BIASA (SLB). Fakultas
Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

Sugeng Hariyadi. 2013. SUBJECTIVE WELL-BEING (SWB): STUDI


INDIGENOUS KARYAWAN BERSUKU JAWA. Jurusan Psikologi,
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Sri Wahyuni. man-shabara.blogspot.co.id/2015/02/kebahagiaan-penghafal-


quran.html

irilaslogo.wordpress.com/2012/04/15/kebahagiaan-para-penghafal-al-quran-1-
lapang-hati

Anda mungkin juga menyukai