Kata Pengantar
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat
dan karunia-Nya laporan triwulanan pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Secara umum laporan ini memuat berbagai informasi tentang kinerja perbankan, profil risiko
perbankan, kebijakan dan pengaturan, pengembangan pengawasan, serta pengawasan terintegrasi
perbankan selama triwulan III-2016. Selain itu, laporan ini juga memuat informasi mengenai kelembagaan
perbankan, penegakan hukum sektor perbankan, kerjasama domestik dan internasional yang telah
dilakukan oleh OJK pada sektor perbankan selama triwulan III- 2016. Dalam laporan ini juga ditampilkan
isu-isu internasional terkait dengan operasional perbankan, seperti review atau monitoring sistem
keuangan Indonesia oleh lembaga internasional, Foreign Account Tax Compliant Act (FATCA), dan isu
terkait Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (Anti Money Laundering and
Countering Financing Terrorism). Selanjutnya, disajikan pula pelaksanaan kebijakan perlindungan
konsumen selama triwulan III-2016.
Pada triwulan III-2016, di tengah pertumbuhan ekonomi yang masih melambat, industri
perbankan nasional menunjukkan tren pertumbuhan dan ketahanan yang relatif kuat dengan risiko kredit,
likuiditas dan pasar yang cukup terjaga. Hal ini tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) Bank Umum
yang masih jauh di atas ambang batas (threshold) 8%, yaitu sebesar 22,34%, Non Performing Loan (NPL)
gross sebesar 3,10% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,32% dan rasio Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) sebesar 81,70%. Baik Bank Umum Konvensional
(BUK) maupun Bank Umum Syariah (BUS), dapat meningkatkan peran intermediasinya dengan baik
tercermin dari meningkatnya pertumbuhan aset, kredit, dan DPK Bank Umum masing-masing sebesar
1,62% (qtq), 1,06% (qtq), dan 0,65% (qtq).
Kinerja keuangan industri BPR secara nasional selama triwulan III-2016 juga masih terjaga. Hal ini
tercermin dari peningkatan total aset, DPK, dan kredit pada BPR masing-masing sebesar 2,90% (qtq),
3,58% (qtq), dan 0,40% (qtq). Permodalan BPR juga memadai dengan CAR sebesar 22,45%, serta ROA
sebesar 2,58%.
Dengan pertumbuhan dan kinerja sektor perbankan yang cukup baik pada triwulan III-2016
tersebut, diharapkan sektor perbankan dapat lebih meningkatkan ketahanan demi terciptanya sistem
keuangan yang lebih sehat dan efisien. Dengan demikian, perbankan lebih mampu meningkatkan peran
fungsi intermediasi dalam mendukung pembangunan serta meningkatkan akses masyarakat terhadap jasa
perbankan dalam rangka peningkatan sektor keuangan yang inklusif.
Akhirnya, kami berharap laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Nelson Tampubolon
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan
1
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Daftar Isi
2
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
3
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
4
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Daftar Tabel
5
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
6
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Daftar Grafik
7
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Daftar Box
8
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Ringkasan Eksekutif
Pada triwulan III-2016, ditengah pertumbuhan ekonomi global yang melambat, ketahanan
industri perbankan nasional dalam menghadapi potensi risiko masih terjaga. Tingkat permodalan bank
umum dinilai memadai untuk menyerap risiko ditopang oleh profitabilitas yang tinggi dan sedikit
perbaikan efisiensi, meskipun disertai dengan tekanan peningkatan risiko kredit yang ditandai dengan
kenaikan NPL gross.
Ketahanan perbankan yang cukup baik tersebut, juga tercermin dari penilaian asessor Financial
Sector Assessment Program (FSAP) yang menyimpulkan sektor keuangan Indonesia telah mengalami
perbaikan signifikan dibandingkan tahun 2009-2010, khususnya pada aspek tata kelola dan manajemen
risiko. Sejalan dengan hal tersebut, asesor juga menilai bahwa upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
khususnya dalam pengawasan sektor jasa keuangan cukup memuaskan.
Sementara itu, amanat Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan
(UU PPKSK) telah ditindaklanjuti oleh OJK dengan menyusun beberapa ketentuan baru, melakukan
penyesuaian terhadap beberapa ketentuan, dan berkoordinasi dengan lembaga terkait antara lain
mengenai penetapan Bank Sistemik. Sebagaimana diamanatkan dalam UU PPKSK, keempat lembaga
anggota KSSK secara rutin melakukan pertemuan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan.
Dalam rangka menguji implementasi UU PPKSK, mekanisme koordinasi, dan mekanisme pengambilan
keputusan antar lembaga anggota KSSK, telah dilaksanakan Simulasi Krisis Nasional 2016. Perwakilan
World Bank, International Monetary Fund (IMF), dan the Australian Indonesia Partnership for Economic
Governance (AIPEG) yang menjadi observer menyampaikan apresiasi yang tinggi atas pelaksanaan simulasi
yang dinilai berjalan baik.
Dalam fungsi pengawasan, OJK terus memperkuat ketahanan perbankan dengan memperbanyak
on-site supervision. Pemeriksaan khusus juga ditingkatkan sesuai risiko yang dihadapi individual bank,
antara lain meliputi pemeriksaan modal, GCG, fraud, teknologi informasi, treasury, dan lain-lain.
Sementara itu, penguatan regulasi prudensial perbankan dilakukan dengan mengeluarkan 17
peraturan yang terdiri dari empat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) dan 13 Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan (SEOJK) terkait permodalan, manajemen risiko, dan rencana bisnis bank. Sebagian besar
POJK tersebut merupakan amandemen sedangkan mayoritas SEOJK merupakan konversi Surat Edaran
Bank Indonesia (SEBI) untuk menyesuaikan dinamika perbankan.
Selanjutnya, untuk mengembangkan pengawasan terintegrasi sektor jasa keuangan, OJK terus
melakukan pengkinian Data Integrated Risk Rating, Know Your Financial Conglomerate (KYFC), dan
penyusunan Integrated Supervisory Plan. Untuk mendukung percepatan integrasi tersebut, OJK melakukan
penyempurnaan Sistem Informasi Pengawasan Terintegrasi (SIPT) yang diperkirakan selesai pada akhir
tahun 2017.
9
Halaman ini sengaja dikosongkan
10
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Kinerja Industri
Perbankan Nasional
11
Halaman ini sengaja dikosongkan
12
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Bab I
Kinerja Industri Perbankan Nasional
Perkembangan industri perbankan pada triwulan III-2016 masih financially sound, tercermin dari
meningkatnya pertumbuhan aset, kredit/pembiayaan, dan DPK meskipun mengalami perlambatan.
Selain itu, kondisi permodalan masih kuat dan rentabilitas perbankan masih cukup baik.
Pada triwulan III-2016, pemulihan ekonomi 2016 juga melambat dibandingkan triwulan
global masih berlanjut meski dengan laju yang sebelumnya yang hanya tumbuh masing-masing
relatif lambat dan tidak merata. Isu Brexit sebesar 1,62% (qtq), 1,06% (qtq), dan 0,65%
menimbulkan gejolak dan ketidakpastian di (qtq).
pasar keuangan global. Prospek pertumbuhan
ekonomi beberapa negara maju yang melambat Kondisi ketahanan bank umum masih tetap
dan pertumbuhan Tiongkok yang stagnan solid, tercermin dari rasio kecukupan modal atau
berpengaruh pada perlambatan pertumbuhan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 22,34%,
ekonomi global. Sementara itu, pertumbuhan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
ekonomi negara emerging market tidak berubah sebesar 22,29%. Non Performing Loan (NPL)
karena eksposur terhadap Inggris tidak terlalu gross dan NPL net juga masih terjaga masing-
1
besar . masing sebesar 3,10% dan 1,42% masih jauh di
bawah threshold 5%, Return On Asset (ROA)
Dari sisi domestik, perekonomian Indonesia sebesar 2,32% dan Net Interest Margin (NIM)
pada triwulan III-2016 tumbuh sebesar 5,02% sebesar 5,48%.
2
(yoy) , melambat dibandingkan pertumbuhan
triwulan sebelumnya sebesar 5,19% (yoy). Suku bunga deposito BUK secara umum
Perlambatan tersebut terutama dipengaruhi oleh menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.
kebijakan penghematan belanja Pemerintah dan Suku bunga deposito tenor 1, 3, 6, dan lebih dari
pelemahan pertumbuhan ekspor, sejalan dengan 12 bulan pada triwulan III-2016 masing-masing
belum kuatnya pemulihan ekonomi global dan sebesar 6,57%; 6,99%; 7,34%; dan 7,69%,
relatif rendahnya harga komoditas. Di tengah menurun dibandingkan triwulan sebelumnya
berlanjutnya pembangunan proyek infrastruktur masing-masing sebesar 6,75%; 7,20%; 7,82%;
oleh Pemerintah, pertumbuhan investasi juga dan 8,04%.
masih melambat karena minimnya peran
investor swasta. Dengan demikian, pertumbuhan Berdasarkan kepemilikan bank, kelompok Bank
ekonomi domestik lebih banyak didukung oleh Umum Swasta Nasional Non Devisa (BUSND)
pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang menawarkan suku bunga deposito tertinggi
3
tumbuh relatif cukup kuat . untuk semua tenor yaitu tenor 1, 3, 6, dan lebih
dari 12 bulan (Tabel 1). Hal ini terkait dengan
Sejalan dengan itu, pertumbuhan aset, kredit, persaingan antar kelompok bank dalam
4
dan DPK perbankan nasional pada triwulan III- menghimpun dana masyarakat, sehingga
kelompok BUSND menggunakan strategi berupa
1
penawaran suku bunga yang lebih tinggi
Laporan OJK Triwulan III-2016
2
Berita Resmi Statistik, Biro Pusat Statistik (BPS). dibandingkan kelompok bank lainnya.
3
Siaran Pers Bank Indonesia No. 18/89/Dkom, 7
November 2016.
4
Perbankan nasional yang dimaksud pada laporan ini
meliputi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank
Umum Syariah (BUS), tidak termasuk BPR/BPRS.
13
Bab I Kinerja Industri Perbankan Nasional
14
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
1.1 Aset
Aset perbankan tumbuh melambat 1,62% (qtq), Aset perbankan terkonsentrasi pada beberapa
dibandingkan triwulan sebelumnya 3,16% (qtq). bank besar. Concentration Ratio (CR)
Sementara itu, aset masih didominasi oleh Bank menggambarkan bahwa 45,48% aset perbankan
Umum Swasta Nasional Devisa (BUSD) sebesar hanya dikuasai oleh 4 bank. Sementara itu,
39,67%, diikuti oleh bank Badan Usaha Milik sebesar 76,66% aset dikuasai oleh 20 bank
Negara (BUMN) sebesar 38,48%. Aset pada terbesar dari 118 bank umum (Tabel 4).
kelompok BUSND, Bank Pembangunan Daerah
(BPD), Kantor Cabang Bank Asing (KCBA), dan Aset perbankan didominasi kredit yang
bank syariah memiliki porsi masih di bawah 10% diberikan dengan pangsa 67,19%, diikuti Surat
terhadap total aset bank umum (Tabel 3). Berharga sebesar 13,17% (Tabel 5).
15
Bab I Kinerja Industri Perbankan Nasional
Pada triwulan III-2016, penyebaran DPK di provinsi DKI Jakarta (49,99%) yang menunjukkan
seluruh wilayah Indonesia masih belum merata masih terpusatnya perekonomian di DKI Jakarta
dengan 77,22% terpusat di lima provinsi (DKI sebagai pusat pemerintahan dan kegiatan usaha
Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, (Tabel 7).
dan Sumatera Utara). Porsi tertinggi berada di
16
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Tabel 7 Penyebaran DPK berdasarkan Pangsa umum juga melambat, yaitu hanya tumbuh
Wilayah Terbesar (Rp Miliar)
sebesar 1,06% dibandingkan pertumbuhan
% Pangsa
Wilayah
DPK
terhadap total triwulan sebelumnya sebesar 4,20%.
TW II '16 TW II '16 DPK
DKI Ja ka rta 2.281.885 2.301.830 49,99%
Ja wa Ti mur 433.109 439.361 9,54%
Perlambatan tersebut merupakan dampak dari
8
Ja wa Ba ra t 385.656 388.346 8,43% masih lemahnya permintaan masyarakat dan
Ja wa Tenga h 225.024 228.393 4,96% sikap hati-hati perbankan dalam menyalurkan
Suma tera Uta ra 194.915 197.732 4,29%
kredit, sejalan dengan tren kenaikan risiko kredit,
Total DPK 5 Kota 3.520.589 3.555.662 77,22%
masih rendahnya harga komoditas dunia, serta
Total DPK 4.574.671 4.604.579
perlambatan perekonomian dunia.
Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia
(SPI), September 2016
Berdasarkan mata uang, 85,88% kredit
disalurkan dalam bentuk rupiah dan 14,12%
Dalam rangka meningkatkan jangkauan layanan
disalurkan dalam bentuk valas. Pada triwulan III-
perbankan dalam menghimpun simpanan
2016, pertumbuhan kredit rupiah melambat
masyarakat, OJK mengeluarkan program
sebesar 1,19% (qtq), sementara kredit valas
Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam rangka
meningkat sebesar 0,23% (qtq).
Keuangan Inklusif (Laku Pandai). Namun,
sebagian besar simpanan melalui program
Tabel 8 Kredit Berdasarkan Penggunaan Mata
tersebut masih terpusat di Pulau Jawa, dengan Uang
sebaran wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta
2016 qtq
dan Jawa tengah sebesar 48,84%, diikuti Jawa Kredit
TW I TW II TW III TW II TW III
Timur (12,78%), dan Jawa Barat (11,21%). Rupiah 3.406 3.575 3.617 4,94% 1,19%
Penyebaran Laku Pandai di Daerah Khusus Valas 594 594 595 -0,07% 0,23%
Total 4.000 4.168 4.212 4,20% 1,06%
Ibukota (DKI) Jakarta hanya sebesar 2,70%.
Sementara, penyebaran di Indonesia wilayah Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, September
timur (Sulampua, Bali, dan Nusa Tenggara) baru 2016
sebesar 6,10%.
Berdasarkan penggunaan, kredit masih
Untuk mendorong pemerataan sebaran DPK dan didominasi oleh Kredit Modal Kerja (KMK)
kredit di seluruh wilayah Indonesia, dapat dengan porsi 46,80%, diikuti dengan Kredit
dilakukan beberapa strategi antara lain dengan Konsumsi (KK) dan Kredit Investasi (KI) dengan
memberikan insentif agar terjadi relokasi industri porsi masing-masing sebesar 27,67% dan
padat karya ke wilayah Indonesia Timur, 25,53%.
peningkatan infrastruktur dan kemudahan akses
keuangan di luar pulau Jawa melalui program Pertumbuhan kredit tertinggi terjadi pada KI,
Laku Pandai .
7 yaitu sebesar 1,57% (qtq), seiring dengan
berlanjutnya proyek pembangunan infrastruktur
1.3 Penggunaan Dana pemerintah. Sementara itu, dengan masih
Dana perbankan mayoritas disalurkan untuk terbatasnya pertumbuhan ekonomi domestik,
kredit (40,19%), yang terbagi menjadi kredit pertumbuhan KK dan KMK melambat masing-
kepada pihak ketiga (39,89%) dan kredit kepada masing sebesar 1,52% (qtq) dan 0,51% (qtq)
bank lain (0,30%). Seiring dengan perlambatan (Grafik 3).
pertumbuhan perekonomian domestik pada
triwulan III-2016, pertumbuhan kredit bank
8
Bank Indonesia. Tinjauan Kebijakan Moneter Oktober
7
Surat Edaran OJK No. 6/SEOJK.03/2015. 2016.
17
Bab I Kinerja Industri Perbankan Nasional
Grafik 3 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis pengolahan dan sektor rumah tangga, yang
Penggunaan (qtq, %)
masing-masing sebesar 37,38% dan 22,68%.
Pertumbuhan kredit terbesar terjadi pada sektor Transportasi (-5,23%), dan Pertambangan (-
listrik, gas, dan air (9,35%), sektor konstruksi 3,22%).
(6,43%), dan sektor administrasi pemerintahan
(6,19%). Tingginya pertumbuhan sektor listrik Dalam satu tahun terakhir, kredit pada sektor
dipengaruhi oleh mulai berjalannya proyek pertambangan menurun cukup besar (16,96%,
Pemerintah untuk membangun pembangkit yoy). Hal ini dipengaruhi oleh penurunan
listrik (proyek 35.000 MW). permintaan dan harga komoditas di pasar
global, penurunan harga barang tambang di
Di sisi lain, penurunan kredit terbesar terjadi pasar internasional, serta dampak dari kebijakan
pada sektor Badan Internasional (-47,49%), Pemerintah untuk melarang ekspor barang
Kegiatan yang belum jelas batasannya (-15,60%),
18
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
TW II 16 TW III 16
No Sektor Ekonomi Kredit Kredit
qtq ytd yoy Porsi
(Rp T) (Rp T)
Lapangan Usaha
1 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 266,09 272,95 2,58% 7,06% 14,66% 6,48%
2 Perikanan 9,26 9,39 1,41% 6,15% 12,52% 0,22%
3 Pertambangan dan Penggalian 119,95 116,09 -3,22% -14,18% -16,96% 2,76%
4 Industri Pengolahan 745,52 743,52 -0,27% -2,18% -0,08% 17,65%
5 Listrik, gas dan air 111,13 121,52 9,35% 22,20% 29,23% 2,88%
6 Konstruksi 192,66 205,04 6,43% 18,57% 19,66% 4,87%
7 Perdagangan Besar dan Eceran 819,93 831,02 1,35% 4,86% 7,13% 19,73%
8 Penyediaan akomodasi dan PMM 90,76 92,39 1,79% 7,60% 12,75% 2,19%
9 Transportasi 177,59 168,31 -5,23% -5,20% -3,62% 4,00%
10 Perantara Keuangan 179,55 176,86 -1,50% 7,39% 9,23% 4,20%
11 Real Estate 198,24 200,84 1,31% 8,70% 13,22% 4,77%
12 Adminsitrasi Pemerintahan 13,69 14,54 6,19% 12,60% 18,57% 0,35%
13 Jasa Pendidikan 8,43 8,48 0,57% 4,33% 12,78% 0,20%
14 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 16,24 16,18 -0,40% -24,70% 13,77% 0,38%
15 Jasa Kemasyarakatan 56,27 56,89 1,11% -1,89% -7,47% 1,35%
16 Jasa Perorangan 2,66 2,58 -2,66% -4,57% -2,21% 0,06%
17 Badan Internasional 0,19 0,10 -47,49% -9,81% 0,62% 0,00%
18 Kegiatan yang belum jelas batasannya 12,04 10,14 -15,80% -15,21% -10,80% 0,24%
Bukan Lapangan Usaha
19 Rumah Tangga 944,05 955,44 1,21% 4,28% 7,81% 22,68%
20 Bukan Lapangan Usaha Lainnya 204,04 210,09 2,96% 10,86% 8,64% 4,99%
Total 4168,31 4212,38 1,06% 3,81% 6,47% 100%
1.3.2 Penyaluran Kredit UMKM eceran sebesar 54,13%, diikuti oleh industri
Pada triwulan III-2016, kredit UMKM tumbuh pengolahan (10,13%), serta pertanian, perburuan
0,95% (qtq) menjadi Rp781,9 triliun. Jumlah dan kehutanan (8,19%).
tersebut setara dengan 18,56% dari total kredit
perbankan. Porsi tersebut jauh lebih tinggi dari Dari ketiga sektor tersebut, rasio NPL gross
minimal 10% dari total kredit pada akhir 2016 UMKM tertinggi terdapat pada sektor industri
sebagaimana diatur dalam PBI pengolahan sebesar 4,36%, diikuti sektor
No.14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit pertanian, serta perdagangan besar dan eceran
atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan masing-masing sebesar 4,25% dan 4,24%. Secara
Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha keseluruhan, terdapat peningkatan jumlah NPL
Mikro, Kecil, dan Menengah. sebesar 1,89% (qtq) dari triwulan sebelumnya
4,32% menjadi 4,37%.
Berdasarkan sektor ekonomi, kredit UMKM
terpusat pada sektor perdagangan besar dan
19
Bab I Kinerja Industri Perbankan Nasional
Penyebaran penyaluran UMKM sebagian besar Grafik 5 Penyebaran UMKM berdasarkan Wilayah
masih terpusat di pulau Jawa dan Sumatera,
dimana 58,27% berada di lima provinsi (DKI
Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah,
dan Sumatera Utara), meningkat dibandingkan
dengan kondisi triwulan sebelumnya (58,03%).
Adapun porsi dari masing-masing lima provinsi
tersebut adalah DKI Jakarta (14,77%), Jawa Timur
(13,61%), Jawa Barat (12,64%), Jawa Tengah
(11,14%), dan Sumatera Utara (5,99%).
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI),
Porsi penyebaran UMKM di pulau Jawa dan September 2016
Sumatera jauh berbeda bila dibandingkan
Berdasarkan kelompok bank, sebagian besar
dengan penyebaran di Indonesia bagian timur
kredit UMKM disalurkan oleh kelompok BUMN
dan tengah (Kalimantan, Sulawesi, Nusa
(55,27%), diikuti kelompok Bank Umum Swasta
Tenggara, Bali, Maluku, dan Papua) yang hanya
Nasional (BUSN) (35,65%), kelompok BPD
sebesar 22,67%. Rendahnya penyaluran kredit
(7,26%), serta kelompok KCBA dan bank
UMKM di wilayah Indonesia bagian timur dan 12
Campuran sebesar 1,83% . Dibandingkan
tengah antara lain disebabkan kurang
dengan triwulan sebelumnya, baki debet
memadainya infrastruktur yang tersedia di
penyaluran kredit UMKM pada kelompok BUMN
wilayah tersebut.
dan BPD mengalami peningkatan masing-
masing sebesar 61 bps dan 36 bps. Sementara
itu, baki debet penyaluran UMKM pada
kelompok Bank Asing dan BUSN mengalami
penurunan masing-masing sebesar 9 bps dan 87
bps (Tabel 11).
12
Penyaluran kredit UMKM pada kelompok KCBA dan bank
campuran umumnya disalurkan kepada kredit ekspor
non migas (SE BI No.17/19/DPUM).
20
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Tabel 11
Porsi UMKM berdasarkan Kelompok Bank (Rp
Selain itu, untuk mendorong tumbuh
Miliar)
kembangnya UMKM, Pemerintah
Kelompok Bank
Baki Debet Porsi Baki Debet Porsi memperkenalkan skema KUR baru tahun 2016
Juni '16 TW II '16 Sep '16 TW III '16
dengan suku bunga yang lebih rendah
BUMN 423.352 54,66% 432.150 55,27%
BPD 53.484 6,90% 56.730 7,26% dibandingkan tahun 2015 (22%) menjadi 12%
BUSN 282.844 36,52% 278.726 35,65% (lihat box).
KCBA dan Campuran 14.901 1,92% 14.301 1,83%
Total UMKM 774.581 100% 781.906 100%
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI),
September 2016
Box 1. Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK), penciptaan
lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, Pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan yang
bertujuan meningkatkan Sektor Riil dan memberdayakan UMKMK. Upaya peningkatan akses
pada sumber pembiayaan antara lain dilakukan dengan memberikan penjaminan kredit bagi
UMKMK melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Pada tanggal 5 November 2007, Presiden meluncurkan program KUR dengan fasilitas
penjaminan kredit dari Pemerintah melalui PT Askrindo dan Perum Jamkrindo. Adapun Bank
Pelaksana yang menyalurkan KUR ini adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank
Syariah Mandiri, dan Bank Bukopin.
Skema KUR untuk tahun 2016, masih mengacu pada skema KUR tahun 2015 yang merupakan
skema kredit berpenjaminan dengan subsidi bunga, termasuk di dalamnya imbal jasa
penjaminan.
Suku
Jenis KUR Bunga Target Penerima
(%)
Mikro 12 UMKM di sektor pertanian, industri,
perikanan, perdagangan, dan beberapa
Ritel 12 jasa
TKI Purna, keluarga pekerja (termasuk TKI)
TKI 12 berpenghasilan tetap yang memiliki usaha
mikro, dan buruh yang terkena PHK
Pada 12 Februari 2016, OJK menetapkan 19 bank penyalur KUR (empat bank di antaranya telah
ditetapkan sebelumnya pada tahun 2015). Penetapan 19 bank tersebut telah diberitahukan
kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian).
Dalam perkembangannya, Kemenko mengusulkan kepada OJK agar 12 bank eks-penyalur Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) dapat menjadi bank penyalur KUR. Selain itu, pada bulan
Juni 2016 terdapat satu permohonan tambahan bank sebagai penyalur KUR yaitu Bank CTBC
sesuai dengan rekomendasi dari OJK melalui surat nomor S-59/PB.323/2016 tanggal 2 Juni 2016.
Dalam pada itu, BPR juga dilibatkan dalam penyaluran KUR melalui Linkage Program. Sampai
dengan triwulan III-2016, terdapat 329 BPR terkait dengan linkage program dengan total kredit
yang disalurkan sebesar Rp6.721 juta.
21
Bab I Kinerja Industri Perbankan Nasional
Sampai dengan akhir 2016, target penyaluran Target alokasi KUR terbesar terdapat pada jenis
KUR adalah sebesar Rp107,41 triliun. Sebesar KUR Mikro yang mencapai Rp68,12 triliun, diikuti
89,45% dari target penyaluran KUR tersebut KUR Ritel dan KUR TKI masing-masing sebesar
didominasi oleh tiga bank BUMN, yaitu masing- Rp36 triliun dan Rp3 triliun.
masing oleh BRI (66,64%), Bank Mandiri
(12,10%), dan BNI (10,71%).
Tabel 12 Bank Penyalur KUR 2016
Target Penyaluran
Total Target Target Penyaluran (Rp M) Total Target
(Rp M)
No NAMA LJK Penyaluran No NAMA LJK Penyaluran
Ritel Mikro TKI (Rp M) Ritel Mikro TKI (Rp M)
Sampai dengan triwulan III-2016, realisasi KUR Sementara itu, realisasi KUR terbesar berada
mencapai Rp72,28 triliun (67,29% dari target pada KUR Mikro (Rp 49.742 miliar), diikuti KUR
sebesar Rp107,4 triliun). Realisasi KUR terbesar Retail (Rp22.446 miliar), dan KUR TKI (Rp92
dilakukan oleh BRI mencapai Rp53 triliun atau miliar). Dari sisi jumlah debitur penerima KUR,
sebesar 74,73% dari target realisasi (Tabel 13). jumlah debitur untuk KUR Mikro merupakan
Adapun 20 Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lainnya yang terbanyak dibandingkan jenis KUR lainnya
masih dalam proses pengajuan izin sehingga yaitu mencapai 3.167.817 debitur atau 95% dari
belum terdapat penyaluran KUR hingga triwulan total debitur penerima KUR secara keseluruhan.
III-2016.
Tabel 13 Realisasi KUR September 2016
Ritel Mikro TKI Total
No Nama LJK
Jml Realisasi Realisasi Jml Realisasi Realisasi
Realisasi NPL Jml Debitur Realisasi NPL Realisasi NPL Jml Debitur Realisasi NPL
Debitur (Rp M) (Rp M) Debitur (Rp M) (Rp M)
1 BRI 49.416 6.933,03 57,78% 0,51% 3.001.807 46.522,60 78,75% 0,20% 2.451 32,62 6,52% 0,00% 3.053.674 53.488,25 74,73% 0,15%
2 Bank Mandiri 63.930 5.661,65 87,10% 0,00% 160.680 3.121,80 52,03% 0,02% 438 6,56 1,31% 0,00% 225.048 8.790,01 67,62% 0,01%
3 BNI 36.420 9.528,98 95,29% 0,00% 1.602 31,80 6,36% 0,00% 1.382 22,39 2,24% 0,00% 39.404 9.583,17 83,33% 0,00%
4 BPD Bali 665 149,00 50,51% 0,00% 349 8,29 82,90% 0,00% - - 0,00% 0,00% 1.014 157,29 51,57% 0,00%
5 BPD NTT 575 63,98 127,96% 0,00% 1.987 32,65 45,34% 0,00% - - 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
6 BPD DIY 224 29,21 97,36% 0,00% 883 16,27 32,53% 0,00% - - 0,00% 0,00% 1.107 45,47 56,84% 0,00%
7 Bank Sinarmas - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% 2.049 31,07 3,11% 0,00% 2.049 31,07 1,19% 0,00%
8 BPD Sumatera Utara 519 68,08 34,04% 0,00% - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% 519 68,08 34,04% 0,00%
9 BTPN 55 6,84 3,42% 0,00% 501 8,74 4,37% 0,00% - - 0,00% 0,00% 556 15,58 3,89% 0,00%
10 BPD Kalbar 5 0,87 1,15% 0,00% 1 0,02 0,03% 0,00% - - 0,00% 0,00% 6 0,89 0,59% 0,00%
11 Maybank Indonesia - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% 10 0,15 0,39% 0,00% 10 0,15 0,05% 0,00%
12 Bank Artha Graha - - 0,00% 0,00% 4 0,08 0,03% 0,00% - - 0,00% 0,00% 4 0,08 0,02% 0,00%
13 OCBC-NISP 2 0,85 0,09% 0,00% - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% 2 0,85 0,09% 0,00%
14 BPD Sumatera Barat 19 3,00 0,00% 3 0,05 0,20% 0,00% - - 0,00% 0,00% 22 3,05 3,05% 0,00%
15 BPD Sulselbar 2 0,70 2,33% 0,00% - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% 2 0,70 0,70% 0,00%
16 BPD Jambi - - 0,00% - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00%
17 20 LJK Lainnya - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00%
Total 151.832 22.446,19 62,22% 0,16% 3.167.817 49.742 71,14% 0,19% 6.330 92,79 2,89% 0,00% 3.325.979 72.281,26 66,18% 0,11%
22
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
23
Bab I Kinerja Industri Perbankan Nasional
triwulan sebelumnya sebesar 4,85%, dengan Komposisi DPK BUS dan UUS didominasi oleh
71,08% didominasi oleh BUS. Peningkatan aset deposito mudharabah dengan porsi sebesar
BUS disebabkan oleh penambahan satu BUS 59,24%, diikuti oleh tabungan mudharabah dan
yaitu PT Bank Aceh Syariah (sebelumnya PT BPD giro wadiah masing-masing sebesar 29,73% dan
Aceh). 11,03%.
Aset terbesar perbankan syariah didominasi Pembiayaan terbesar disalurkan kepada sektor
oleh piutang sebesar 42,73%, diikuti perdagangan besar dan eceran (12,33%).
pembiayaan bagi hasil (25,60%), dan Namun, pembiayaan pada sektor ini hanya
penempatan pada BI (14,89%). tumbuh sebesar 1,85% (qtq). Sementara
pertumbuhan pembiayaan yang cukup besar
2.2 Sumber Dana utamanya terjadi pada sektor konstruksi (9,48%,
Sumber dana perbankan syariah sebagian besar qtq), jasa pendidikan (7,72%, qtq), serta
berasal dari DPK. Pada triwulan III-2016, DPK pertanian, perburuan, dan kehutanan (6,04%,
BUS dan UUS meningkat sebesar 9,19% (qtq), qtq).
yang didorong oleh pertumbuhan semua
komponen DPK, di antaranya pertumbuhan giro Sementara itu, penyaluran pembiayaan kepada
wadiah sebesar 21,93% (qtq), tabungan sektor rumah tangga tercatat sebesar 39,66%,
mudharabah sebesar 11,55% (qtq), dan dengan pertumbuhan sebesar 14,10%.
deposito mudharabah sebesar 6,01% (qtq).
24
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Porsi pembiayaan berdasarkan penggunaan yaitu 13,42% (qtq), diikuti oleh pertumbuhan
masih didominasi oleh pembiayaan konsumsi pembiayaan investasi dan modal kerja masing-
sebesar 41,03%, diikuti oleh pembiayaan modal masing 2,32% (qtq) dan 0,16% (qtq). Besarnya
kerja dan investasi masing-masing sebesar porsi pembiayaan konsumsi searah dengan
34,72% dan 24,25% (Tabel 15). Pembiayaan pertumbuhan ekonomi domestik yang sebagian
konsumsi mengalami pertumbuhan tertinggi besar didorong oleh konsumsi rumah tangga.
NPF gross BUS dan UUS pada triwulan III-2016 2.4 Rentabilitas
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, Kinerja rentabilitas BUS sedikit menurun
yaitu dari 5,05% menjadi 4,31%. Penurunan NPF dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
gross BUS dan UUS tersebut ditopang oleh tercermin dari penurunan ROA sebesar 7 bps
penyempurnaan kerangka manajemen risiko menjadi 1,04%.
secara bertahap, penyesuaian risk appetite
melalui peningkatan pembentukan Cadangan Selain itu, efisiensi perbankan syariah menurun,
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), serta adanya tercermin dari peningkatan BOPO sebesar 47
penghapusan kredit macet. bps (qtq) menjadi 92,83%.
Sebagian besar pembiayaan masih terpusat di Tingkat efisiensi BUS masih belum optimal,
wilayah Jawa yaitu sebesar 71,14%. Penyebaran antara lain karena struktur pendanaan masih
di wilayah Jawa terutama didominasi oleh DKI didominasi oleh dana mahal (deposito),
Jakarta dengan porsi sebesar 40,12%, diikuti terbatasnya layanan dan produk sehingga
oleh Jawa Barat (12,38%), Jawa Timur (8,81%), mempengaruhi perolehan fee based income, dan
dan Jawa Tengah (6,06%). Terpusatnya belum optimalnya pemberdayaan jaringan
penyaluran pembiayaan di pulau Jawa kantor bank.
dipengaruhi oleh infrastruktur serta akses
keuangan yang masih belum merata di wilayah Beberapa BUS mulai membenahi layanan dan
lainnya terutama di wilayah Indonesia bagian produknya melalui optimalisasi fee based
timur. income. Di samping itu, untuk memperbaiki
efisiensi, dilakukan penutupan kantor secara
Grafik 6 Pembiayaan Perbankan Syariah bertahap (network reprofiling) dan
Berdasarkan Lokasi Bank Penyalur
pengembangan layanan tanpa kantor.
2.5 Permodalan
Dalam upaya perbaikan permodalan dari
triwulan sebelumnya, pada triwulan III-2016
beberapa BUS telah melakukan peningkatan
permodalan sehingga berdampak pada
25
Bab I Kinerja Industri Perbankan Nasional
3. Kinerja BPR Konvensional (BPRK) NPL gross BPR pada triwulan III-2016 meningkat
Permodalan BPR pada triwulan III-2016 masih 39 bps menjadi 6,58% dan berada di atas
terjaga baik, dengan CAR mencapai 22,45%. threshold. Sementara itu, NPL net turun 34 bps
Fungsi intermediasi BPR melambat, dengan LDR menjadi 4,17% karena BPR menaikkan CKPN
tercatat 77,72% atau turun dari 79,67% triwulan ditengah memburuknya kualitas kredit.
sebelumnya. Penurunan LDR utamanya
disebabkan pertumbuhan DPK yang lebih tinggi Kondisi likuiditas BPR cukup memadai, tercermin
dibanding kredit. DPK dan kredit BPR masing- dari Cash Ratio (CR) BPR yang meningkat 108
masing tumbuh sebesar 3,58% dan 0,40%. bps menjadi 15,93%, atau jauh di atas threshold
Dengan demikian, aset BPR turut tumbuh 4,05%.
sebesar 2,90% menjadi Rp108,94 triliun (Tabel
17). Rentabilitas (ROA) BPR relatif baik meski turun 4
bps menjadi 2,58% di tengah BOPO yang turun
29 bps menjadi 82,04%.
26
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
2016
Rasio qtq
TW II TW III
Total Aset (Rp milyar) 105.867 108.943 2,90%
Kredit (Rp milyar) 79.764 80.083 0,40%
Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 70.238 72.756 3,58%
- Tabungan (Rp milyar) 20.723 22.013 6,23%
- Deposito (Rp milyar) 49.516 50.743 2,48%
NPL Gross (%) 6,19 6,58 0,39
NPL Net (%) 4,51 4,17 (0,34)
ROA (%) 2,62 2,58 (0,04)
LDR (%) 79,67 77,72 (1,95)
CR (%) 14,85 15,93 1,08
KAP (%) 4,19 4,38 0,19
ROE (%) 23,32 23,09 (0,23)
BOPO (%) 82,33 82,04 (0,29)
CAR (%) 22,17 22,45 0,28
Ket: menunjukkan peningkatan pertumbuhan dan berdampak baik
menunjukkan penurunan pertumbuhan dan berdampak kurang baik
menunjukkan penurunan pertumbuhan dan berdampak baik
menunjukkan peningkatan pertumbuhan dan berdampak kurang baik
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), September 2016
Sebagian besar aset BPR masih terkonsentrasi di Sebagaimana aset, DPK juga terkonsentrasi di
wilayah Jawa (60,82%), dengan Jawa Tengah Jawa (60%), diikuti oleh Sumatera (19,31%), Bali-
sebagai yang terbesar yakni 22,12%, disusul Nusa Tenggara (12,66%), Sulampua (5,72%), dan
Jawa Barat sebesar 16,48%, Bali sebesar 11,42%, Kalimantan (2,31%) (Tabel 18). Secara umum,
Jawa Timur sebesar 10,80%, dan Lampung DPK meningkat di semua wilayah di Indonesia,
sebesar 8,65%. kecuali di wilayah Kalimantan yang turun 1,83%
(qtq) karena penundaan penyaluran Dana
3.2 Sumber Dana Alokasi Umum (DAU) pada tahun anggaran 2016
Komposisi sumber dana BPR masih didominasi (Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
oleh DPK (80,78%), diikuti dengan pinjaman No.125/PMK.07/2016) dan penurunan simpanan
yang diterima (14,70%), dan antar bank pasiva debitur perseorangan akibat belum membaiknya
(3,76%). kondisi ketersediaan lapangan kerja (Kajian
Ekonomi dan Keuangan Regional Bank
DPK BPR meningkat sebesar 3,58% (qtq), yaitu Indonesia).
menjadi Rp72,76 triliun. Peningkatan DPK
27
Bab I Kinerja Industri Perbankan Nasional
28
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Berdasarkan jenis penggunaan, kredit lebih Sebagian besar kredit BPR disalurkan di wilayah
banyak disalurkan untuk tujuan konsumsi (KK) Jawa dan Sumatera masing-masing sebesar
yaitu 48,93% dari total kredit disalurkan, diikuti 56,31% dan 20,45%. Penyebaran kredit
KMK 44,35%, dan KI 6,72% (Grafik 7). meningkat di hampir seluruh wilayah Indonesia,
kecuali wilayah Jawa yang turun 0,70% menjadi
Grafik 7 Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan Rp45,10 triliun. Penurunan kredit di wilayah Jawa
(dalam Rp Miliar)
antara lain dipengaruhi oleh pelunasan kredit
sebelum jatuh tempo dan makin selektifnya BPR
dalam analisis debitur.
Melambatnya pertumbuhan kredit diperkirakan Sementara itu, penyebab masih tingginya NPL
karena BPR makin selektif dalam memilih debitur BPR dari sisi internal bank, antara lain:
seiring dengan risiko yang meningkat. Beberapa a. Kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM)
kondisi yang menyebabkan tingginya NPL pada yang belum memadai sehingga
BPR: mempengaruhi kedalaman hasil analisis
a. Melemahnya kondisi usaha debitur kredit;
sehingga tidak mampu melakukan b. Penyaluran kredit yang kurang memenuhi
pembayaran; prinsip kehati-hatian; dan
b. Pertumbuhan kredit baru (pipeline) belum c. Lemahnya sistem pengawasan dan
signifikan; dan monitoring debitur.
c. Pelunasan kredit (run-off).
29
Bab I Kinerja Industri Perbankan Nasional
30
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
30,08%, Jawa Timur 17,16%, Jawa Tengah Dilihat dari penyebarannya, pembiayaan BPRS
10,86%, dan Banten 9,64%. masih terpusat di Pulau Jawa. Penyaluran
pembiayaan terbesar adalah ke Provinsi Jawa
4.2 Sumber Dana Barat, yaitu sebesar 31,12%, disusul dengan Jawa
DPK BPRS meningkat sebesar 8,77% (qtq) Timur sebesar 17,07%, dan Jawa Tengah sebesar
menjadi Rp5,44 triliun. Peningkatan tersebut 10,47%.
dipengaruhi oleh peningkatan tabungan Islamic
Bank (iB) sebesar 11,95% (qtq) menjadi Rp1,92 4.4 Rentabilitas
triliun dan peningkatan deposito iB sebesar Rentabilitas BPRS mengalami peningkatan
7,10% (qtq) menjadi Rp3,51 triliun. dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Peningkatan tersebut tercermin dari peningkatan
DPK BPRS masih didominasi oleh deposito iB ROA BPRS sebesar 27 bps menjadi 2,45%.
sebesar 64,61% (Rp3,51 triliun). Produk deposito Peningkatan ROA BPRS berasal dari
iB yang menyumbang dana terbesar bagi DPK pertumbuhan laba tahun berjalan sebelum pajak
BPRS adalah Akad Mudharabah 12 bulan, sebesar 49,52% atau setara dengan Rp43,77
dengan total dana mencapai Rp1,85 triliun pada miliar.
September 2016.
4.5 Permodalan
4.3 Penggunaan Dana Permodalan cukup tinggi dan membaik. Hal ini
Pembiayaan BPRS turun sebesar 0,25% menjadi tercermin dari meningkatnya CAR sebesar 50
Rp6,4 triliun. Penurunan ini juga disebabkan oleh bps menjadi 20,72%. Kondisi ini menandakan
perlambatan pertumbuhan perekonomian BPRS memiliki ketahanan yang baik dalam
domestik pada triwulan III-2016. menyerap risiko yang ada.
31
Halaman ini sengaja dikosongkan
32
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Profil Risiko
Perbankan
33
Halaman ini sengaja dikosongkan
34
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Bab II
Profil Risiko Perbankan
Secara umum, risiko perbankan pada triwulan III-2016 masih terjaga baik. Hal tersebut tercermin
dari risiko kredit yang relatif moderate diiringi mitigasi yang dilakukan oleh perbankan terhadap
tren NPL yang meningkat. Sementara risiko pasar industri perbankan relatif rendah, tercermin dari
kecilnya posisi devisa netto yang terekspose pada fluktuasi nilai tukar. Dari sisi risiko likuiditas,
perbankan terus menjaga alat likuid yang dimiliki untuk mengantisipasi run-off kewajiban bank
yang volatile.
35
Bab II Profil Risiko Perbankan
1.2.1 Kualitas Kredit berdasarkan Kelompok Cukup tingginya rasio NPL gross pada kelompok
Bank BUKU 3 menunjukkan kondisi korporasi yang
Dilihat dari kategori Bank Umum berdasarkan mengalami kesulitan mengingat relatif besarnya
Kelompok Usaha (BUKU), peningkatan porsi NPL komposisi debitur korporasi pada kelompok
terjadi pada bank BUKU 3 dan BUKU 4 (3,28% BUKU 3.
menjadi 3,38% dan 2,61% menjadi 2,68%).
Sementara itu, berdasarkan kelompok Bank menunjukkan bahwa tren peningkatan NPL yang
Sistemik dan Non-sistemik, rasio NPL gross Bank terjadi saat ini tidak akan mempengaruhi industri
Sistemik meningkat dari 2,88% menjadi 2,97%, bank secara sistemik mengingat rasio NPL gross
sedangkan NPL gross Bank Non-sistemik relatif kelompok bank sistemik yang cukup terjaga.
stabil yakni 3,36%. Meski demikian, hal tersebut
1.2.2 Kualitas Kredit berdasarkan Jenis perekonomian domestik yang masih melambat.
Penggunaan Sementara NPL KK masih cukup rendah, yaitu
NPL KMK dan KI masih cukup tinggi, yaitu sebesar 1,71%, yang dipengaruhi konsumsi
masing-masing sebesar 3,73% dan 3,46%. Hal ini rumah tangga yang masih moderate di tengah
dipengaruhi oleh belum menggeliatnya kegiatan perlambatan ekonomi.
usaha seiring dengan pertumbuhan
36
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
1.2.3 Kualitas Kredit berdasarkan Sektor pengolahan, dan rumah tangga masing-masing
Ekonomi sebesar 22,04% dan 13,19% (Tabel 27). Hal ini
Kredit pada sektor perdagangan besar dan sejalan dengan besarnya konsentrasi penyaluran
eceran merupakan penyumbang NPL terbesar kredit yang terpusat pada ketiga sektor tersebut.
(28,07%), diikuti oleh kredit pada sektor industri
Rasio NPL gross tertinggi terdapat pada sektor Dari kelima sektor prioritas tersebut, kredit
pertambangan dan penggalian (6,38%), diikuti sektor pertambangan dan penggalian, dan
sektor transportasi (4,77%), sektor perdagangan sektor konstruksi memiliki rasio NPL yang
besar dan eceran (4,42%), serta sektor konstruksi tertinggi masing-masing sebesar 6,38% dan
(4,26%). 4,26%. Sedangkan, rasio NPL gross sektor
pertanian, perburuan, dan kehutanan (2,10%)
Sementara itu, sesuai dengan program Nawacita dan sektor perikanan (2,71%) berada dibawah
yang ditetapkan oleh Pemerintah, terdapat lima NPL gross industri yaitu sebesar 3,10% (Grafik 9).
sektor kredit yang menjadi prioritas Pemerintah,
yaitu sektor pertanian, perburuan, dan
kehutanan; sektor industri pengolahan; sektor
perikanan; sektor pertambangan dan
penggalian; serta sektor konstruksi.
37
Bab II Profil Risiko Perbankan
Grafik 9 Perbandingan NPL Sektor Prioritas (%) masih belum sepenuhnya pulih seiring
permintaan yang masih lemah, akibat pemulihan
ekonomi yang masih tertahan.
38
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
yang diakibatkan oleh tingginya seiring rendahnya rasio Posisi Devisa Neto
pembiayaan berkualitas rendah. (PDN), meskipun sedikit meningkat dari 1,09%
2. Memantau langkah-langkah perbaikan menjadi 2,31% (Tabel 29). Rasio PDN valuta
kualitas kredit dan penguatan infrastruktur utama (USD) juga meningkat dari 0,50% menjadi
internal bank. 1,08%. Rendahnya rasio PDN tersebut
mengindikasikan bahwa perbankan cenderung
2. Risiko Pasar mempertahankan posisi relatif square dalam
2.1 Risiko Nilai Tukar rangka memitigasi risiko nilai tukar.
Risiko nilai tukar terjaga cukup rendah ditengah
fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap USD serta
Peningkatan rasio PDN total terbesar terjadi Grafik 10 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR
Selama Triwulan III-2016
pada kelompok BUSD yang meningkat 25 bps
(qtq) dari 0,35% menjadi 0,80% pada triwulan III-
2016 sedangkan peningkatan rasio PDN valuta
utama (USD) terbesar terjadi pada kelompok
BUMN sebesar 148 bps (dari 0,21% menjadi
1,69%). Peningkatan tersebut merupakan akibat
besarnya penyaluran dan sumber dana dalam
bentuk valas pada kelompok BUMN dan BUSD Sumber: Reuters
dibandingkan kelompok bank lain. Selain itu, hal
tersebut juga disebabkan pelemahan nilai tukar 2.2 Risiko Suku Bunga
yang cukup besar pada periode laporan (Grafik Risiko suku bunga antara lain dapat timbul dari
10). perubahan suku bunga yang selanjutnya
mempengaruhi nilai aset dan kewajiban bank.
Aset dan kewajiban bank tersebut terbagi dalam
waktu tertentu (maturity bucket). Setiap
perbedaan maturity bucket pada aset dan
kewajiban mengakibatkan terjadinya mismatch
yang dibagi menjadi dua posisi yaitu long dan
short.
39
Bab II Profil Risiko Perbankan
Dari tabel 30, terlihat bahwa maturity profile derivatif perbankan relatif rendah yang
dalam rupiah secara industri berada pada posisi tercermin dari (i) nilai transaksi derivatif yang
short sebesar Rp626 triliun sedangkan pada relatif kecil, (ii) PDN yang relatif rendah dan
mata uang valas dalam posisi long sebesar Rp44 ditempatkan pada mata uang utama (USD), dan
triliun. Posisi short pada mata uang rupiah (iii) transaksi derivatif yang sebagian besar dalam
mengindikasikan dampak penurunan suku bentuk swap.
bunga relatif tidak besar bagi pendapatan
perbankan, karena bank pada umumnya akan 3. Risiko Likuiditas
lebih cepat menyesuaikan suku bunga DPK Risiko likuiditas perbankan secara umum relatif
(kewajiban) dibanding suku bunga kredit. terjaga rendah. Hal tersebut tercermin baik dari
rasio Alat Likuid/Non Core Deposit (AL/NCD)
2.3 Risiko Harga maupun rasio AL/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK)
Perubahan harga aset dinilai relatif tidak terlalu perbankan pada posisi 28 September 2016 yang
berdampak signifikan bagi industri perbankan berada di atas threshold, masing-masing sebesar
karena rasio signifikansi aset maupun kewajiban 80,11% dan 16,65%, meningkat dibandingkan
dalam trading, derivative dan Fair Value Option posisi 29 Juni 2016 yaitu sebesar 76,43% dan
(FVO) masih tergolong rendah. 15,97%.
40
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
3.1 Likuiditas Pasar suku bunga yang cukup merata dan relatif stabil
Likuiditas pasar yang dinilai dari perkembangan dengan tren yang menurun. Suku bunga PUAB
transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) relatif tertimbang menurun menjadi 5,44% dibanding
cukup memadai, sebagaimana tercermin dari triwulan sebelumnya sebesar 5,55%.
3.2 Likuiditas Di Sisi Aset Core Funding meningkat dari 323,42% menjadi
Pada triwulan III-2016 terjadi penurunan pada 342,75% (Tabel 32).
77
rasio Aset Likuid terhadap Total Aset, rasio
Aset Likuid terhadap Pendanaan Jangka Hal tersebut menunjukkan perlambatan
Pendek, rasio Aset Likuid terhadap Non Core pertumbuhan aset likuid bank untuk memenuhi
Funding, dan rasio Aset Likuid Primer terhadap kebutuhan likuiditas atas DPK maupun transaksi
Pendanaan Jangka Pendek Non Core Funding. antar bank dan penempatan kepada Bank
Sementara di sisi lain, rasio Kredit Terhadap Indonesia. Disisi lain, ketergantungan terhadap
dana yang tidak stabil (non-inti) juga
77
Setiap bank harus memelihara sejumlah aset likuid untuk diindikasikan meningkat pada struktur neraca
memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana
bank, yang menunjukkan adanya potensi risiko
pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo. Aset likuid
antara lain meliputi kas, penempatan pada BI, likuiditas perbankan.
penempatan antar bank, tagihan reverse repo, surat
berharga, dll. Sementara pendanaan jangka pendek
antara lain meliputi giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan, dan kewajiban jangka pendek
lainnya.
41
Bab II Profil Risiko Perbankan
Pada periode yang sama, LDR tercatat yaitu 1,06% (qtq) dibanding DPK yang hanya
meningkat dari 91,19% menjadi sebesar 91,71%. tumbuh sebesar 0,65% (qtq) di triwulan III-2016
Peningkatan LDR tersebut dipicu oleh (Tabel 33).
peningkatan penyaluran kredit yang lebih besar
qtq
Undisbursed Total Kredit +
Periode Loan Kredit Undisbursed Total DPK Kredit +
(commited) Loan (comm.) Kredit Undisb. DPK
Loan
TW II '15 303.291 3.828.045 4.131.336 4.319.749
TW III '15 296.483 3.956.483 4.252.965 4.464.083 3,36% 2,94% 3,34%
TW IV '15 275.413 4.057.904 4.333.317 4.413.056 2,56% 1,89% -1,14%
TW I '16 292.911 4.000.448 4.293.359 4.468.955 -1,42% -0,92% 1,27%
TW II '16 283.527 4.168.308 4.451.835 4.574.671 4,20% 3,69% 2,37%
TW III '16 298.811 4.212.377 4.511.188 4.604.579 1,06% 1,33% 0,65%
Kelompok bank Campuran dan KCBA memiliki 3.3 Likuiditas Di Sisi Kewajiban
rasio LDR tertinggi masing-masing sebesar Selain dari sisi aset, likuiditas bank juga
132,57% dan 122,74%. Tingginya LDR pada bersumber dari sisi kewajiban pada neraca bank.
kedua kelompok bank tersebut disebabkan oleh Pengelolaan likuiditas kewajiban dianggap lebih
besarnya pendanaan dari induk perusahaan, berisiko daripada pengelolaan likuiditas aset
pinjaman luar negeri, dan pinjaman subordinasi karena perubahan kondisi pasar dapat
yang tidak diperhitungkan sebagai komponen mempengaruhi jumlah dan biaya dana.
DPK.
42
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Rasio Signifikansi Pendanaan Non Inti menjadi 53,40%. Sementara kelompok KCBA
meningkat dari 74,60% menjadi sebesar 76,09%. tetap memiliki rasio Deposan Inti tertinggi
Hal ini mengindikasikan cukup besarnya dibandingkan dengan kelompok bank lainnya
pendanaan bank yang berasal dari pendanaan yaitu sebesar 75,04%.
non-inti terutama DPK yang tidak dijamin oleh
LPS. 4. Risiko Operasional
Berdasarkan laporan semester I-2016, hasil
Rasio Signifikansi Pendanaan Non Inti tertinggi penilaian atas risiko operasional hampir
berada pada kelompok KCBA sebesar 96,02%. sebagian besar bank umum (67%) tergolong
Hal ini didukung dengan kebijakan KCBA yang moderate (79 bank).
lebih selektif dalam penghimpunan dana serta
strategi bisnis yang lebih fokus pada nasabah Hal tersebut dipengaruhi oleh produk-produk
korporasi. bank yang belum terlalu kompleks dan relatif
masih terbatas pada produk-produk tradisional
Di sisi lain, rasio Ketergantungan Pada perbankan.
Pendanaan Non Inti meningkat dari 50,45%
menjadi 52,41% sementara rasio Dalam rangka menguatkan sistem pengendalian
Ketergantungan Pada Pendanaan Non Inti internal, bank wajib memiliki strategi anti fraud
Jangka Pendek sedikit meningkat dari 38,70% yang efektif dan disampaikan kepada OJK setiap
91
menjadi 40,57%. Hal ini menunjukkan meski semester . Berdasarkan laporan strategi anti
memiliki signifikansi pendanaan non-inti yang fraud bank semester I-2016, terdapat perbuatan
cukup tinggi, industri perbankan memiliki aset fraud baik yang dilakukan oleh internal bank
yang cukup solid untuk mengantisipasi (antara lain teller, Pejabat Eksekutif, pegawai
terjadinya penarikan dana secara tiba-tiba. yang menangani kredit) maupun yang dilakukan
43
Bab II Profil Risiko Perbankan
secara bersama-sama antara internal dan melakukan investigasi, serta memperbaiki sistem
eksternal (antara lain petugas apraisal). kontrol.
Untuk meminimalisasi terjadinya fraud, bank Perbuatan fraud yang dilakukan didominasi
perlu menerapkan strategi yang komprehensif terkait pemalsuan. Perbuatan fraud lainnya
mencakup mencegah dan mendeteksi fraud, meliputi pelanggaran terkait kredit, kecurangan,
penyalahgunaan dana nasabah, dan lainnya.
44
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Sehubungan dengan kondisi diatas, sedang disusun RPOJK tentang Penerapan Manajemen
Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh bank umum, yang memuat ketentuan
bahwa bank hanya dapat menempatkan Sistem Elektronik pada DC dan/atau DRC di luar
negeri sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, mendapat
persetujuan OJK, memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum pada Pasal 20 ayat (2)
sampai (4) RPOJK dimaksud, serta memenuhi persyaratan tertentu mengenai kriteria
sistem elektronik yang dapat ditempatkan di luar Indonesia.
Dalam implementasi on-shoring, bank harus tetap menjaga agar sistem elektronik yang
dapat ditempatkan pada DC dan DRC di luar negeri tidak menyimpang dari tujuan PP PSTE
yaitu memenuhi kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan
negara terhadap data warga negaranya.
Bank yang telah menggunakan pihak penyedia jasa teknologi informasi di luar negeri
sebelum berlakunya RPOJK dimaksud, wajib memindahkan DC dan/atau DRC ke Indonesia
paling lambat tanggal 12 Oktober 2017. Dalam rangka pemindahan lokasi DC dan/atau
DRC dari luar negeri ke Indonesia maka Bank wajib menyampaikan laporan rencana tindak
lanjut (action plan) kepada OJK paling lambat tanggal 30 Desember 2016.
Kriteria Sistem Elektronik yang dapat ditempatkan pada DC dan DRC di Luar
Indonesia
No. Kriteria Sistem
Sistem Elektronik yang digunakan untuk mendukung analisis terintegrasi dalam
rangka memenuhi ketentuan home regulatory yang bersifat global (termasuk
1 yang cross border) sepanjang tidak terkait langsung dengan data individu
nasabah dan data transaksi masing-masing nasabah kecuali terdapat ketentuan
yang mengatur lain baik di home maupun host country.
Sistem Elektronik yang digunakan untuk risk management secara terintegrasi
dengan kantor pusat atau kantor induk di luar negeri, sepanjang menggunakan
2 data agregat, sedangkan apabila menggunakan data individu nasabah hanya
nasabah yang memiliki hubungan bisnis dengan nasabah di kantor bank atau
grup bank yang sama di luar negeri, kecuali sesuai ketentuan yang berlaku.
Sistem Elektronik yang digunakan dalam rangka penerapan anti pencucian
3 uang dan pencegahan pendanaan terorisme secara terintegrasi dengan kantor
pusat atau kantor induk di luar negeri.
Sistem Elektronik untuk manajemen hubungan antara kantor pusat dengan
4
kantor cabang atau antara anak perusahaan dengan perusahaan induk.
5 Sistem Elektronik yang diperlukan untuk manajemen internal
45
Bab II Profil Risiko Perbankan
46
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
baik/GCG dalam operasional BPR untuk ketat, termasuk terhadap tata kelola pada BPR-
meminimalkan potensi terjadinya risiko. BPR tersebut. Dengan threshold strata BPR,
diharapkan akan mendukung proses
BPR dengan skala besar dan menengah memiliki pengawasan BPR yang saat ini tidak dibedakan
risiko yang relatif lebih tinggi dan akan berdasarkan skala usaha BPR.
berpengaruh sangat signifikan terhadap reputasi
industri BPR apabila terjadi permasalahan pada Adapun ketentuan tata kelola berdasarkan
salah satu BPR dimaksud. Oleh karena itu, perlu jumlah modal inti ditunjukkan pada tabel
diterapkan metode pengawasan yang lebih berikut:
47
Bab II Profil Risiko Perbankan
Berdasarkan ketentuan di atas, sampai dengan berkualitas, dan adanya kewajiban untuk memliki
triwulan III-2016 terdapat 74% BPR yang sudah sertifikasi bagi Komisaris.
memenuhi ketentuan jumlah keanggotaan
Direksi dan Dewan Komisaris. Sedangkan 26% Grafik 13 Jumlah BPR Berdasarkan Pemenuhan
Komposisi Jumlah Anggota Direksi dan Dewan
BPR belum memenuhi jumlah keanggotaan
Komisaris
Direksi dan/atau Dewan Komisaris secara
lengkap (Grafik 13). Masa peralihan bagi BPR
untuk memenuhi struktur Dewan Komisaris dan
kelengkapan komite ditetapkan selama jangka
waktu dua tahun sejak berlakunya POJK
No.4/POJK.03/2015.
48
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Kebijakan
Pengembangan
Pengawasan Perbankan
Nasional
49
Halaman ini sengaja dikosongkan
50
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Bab III
Kebijakan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional
51
Bab III Kebijakan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional
Tabel 36 List Kebijakan dan Pengaturan yang diterbitkan Pada Triwulan III-2016
No Nomor Ketentuan Perihal Tanggal
1 POJK Nomor 25/POJK.03/2016 Perubahan atas POJK Nomor 27/POJK.03/2015 tentang 14 Juli 2016
Kegiatan Usaha Bank berupa Penitipan dengan
Pengelolaan (Trust ).
2 POJK Nomor 32/POJK.03/2016 Perubahan atas POJK Nomor 6/POJK.03/2015 tentang 8 Agustus 2016
Transparansi dan Laporan Publikasi Bank
3 POJK Nomor 34/POJK.03/2016 Perubahan atas POJK Nomor 11/POJK.03/2016 tentang 22 September 2016
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
4 SEOJK Nomor 40/SEOJK.03/2016 Penerapan Tata Kelola dalam Pemberian Remunerasi 26 September 2016
bagi Bank Umum
5 SEOJK Nomor 41/SEOJK.03/2016 Tata Cara Penerbitan Sertifikat Deposito 27 September 2016
6 SEOJK Nomor 42/SEOJK.03/2016 Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut 28 September 2016
Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan
Pendekatan Standar
7 SEOJK Nomor 43/SEOJK.03/2016 Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum 28 September 2016
Konvensional
8 SEOJK Nomor 24/SEOJK.03/2016 Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk 14 Juli 2016
(Konversi) Risiko Operasional dengan Menggunakan Pendekatan
Indikator Dasar
9 SEOJK Nomor 25/SEOJK.03/2016 Rencana Bisnis Bank Umum 14 Juli 2016
(Konversi)
10 SEOJK Nomor 26/SEOJK.03/2016 Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sesuai Profil 14 Juli 2016
(Konversi) Risiko dan Pemenuhan Capital Equivalency
Maintained Assets
11 SEOJK Nomor 27/SEOJK.03/2016 Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti 14 Juli 2016
(Konversi)
12 SEOJK Nomor 33/SEOJK.03/2016 Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang 1 September 2016
(Konversi) Melakukan Aktivitas Kerja Sama Pemasaran dengan
Perusahaan Asuransi (Bancassurance )
13 SEOJK Nomor 34/SEOJK.03/2016 Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum 1 September 2016
(Konversi)
14 SEOJK Nomor 37/SEOJK.03/2016 Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang diakui OJK 8 September 2016
(Konversi)
15 SEOJK Nomor 38/SEOJK.03/2016 Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam 8 September 2016
(Konversi) Perhitungan KPMM BU dengan Memperhitungkan
Risiko Pasar
52
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
IKNB
1. Industri Asuransi
dan Perusahaan
Perbankan Pembiayaan
telah
1. Perbankan siap menyediakan
menjadi tempat instrumen
bertanya terkait Pasar Modal keuangan untuk
program Amnesti menampung
Pajak 1. Manajer Investasi dan Perantara Pedagang Efek dana repatriasi.
menyediakan instrumen pasar modal untuk
2. Dana repatriasi 2. Dana Repatriasi
menampung dana repatriasi.
dapat digunakan dapat digunakan
untuk 2. Dana Repatriasi dapat digunakan untuk: untuk
memperkuat Meningkatkan likuiditas instrumen pasar memperkuat
permodalan dan modal permodalan dan
likuditas, serta Memperkuat permodalan Emiten dan likuiditas
3. Meningkatkan perusahaan efek perusahaan
penyaluran Manajer Investasi telah mempersiapkan asuransi dan
kredit perbankan instrumen pasar modal yang dapat secara perusahaan
langsung mendukung pendanaan pembiayaan
pembangunan infrastruktur dan sektor riil.
Salah satu POJK yang diterbitkan dalam rangka mendukung masuknya dana
repatriasi adalah POJK Nomor 25/POJK.03/2016 tentang Perubahan atas
POJK Nomor 27/POJK.03/2015 tentang Kegiatan Usaha Bank berupa
Penitipan dengan Pengelolaan (Trust)
53
Bab III Kebijakan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional
Sementara itu, terdapat tiga Rancangan POJK Pemenuhan Rasio Kecukupan Liquidity Coverage
(RPOJK) dalam rangka konversi ketentuan Bank Ratio (LCR) dan SOP Permohonan Perizinan
Indonesia yang masih dalam proses penyusunan Terintegrasi untuk Bancassurance.
pada triwulan III-2016, yaitu:
a) RPOJK mengenai Penerapan Tata Kelola Selanjutnya, sejalan dengan pengalihan fungsi,
bagi Bank Umum; tugas, dan wewenang pengaturan dan
b) RPOJK mengenai Kepemilikan Saham Bank pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor
Umum; dan perbankan dari BI ke OJK sebagaimana yang
c) RPOJK tentang Penerapan Manajemen diatur dalam Pasal 55 ayat (2) UU OJK, maka
Risiko pada Bank Umum yang Melakukan dipandang perlu dilakukan konversi pedoman
Layanan Nasabah Prima. khususnya terkait dengan pedoman internal
Secara umum penyesuaian yang dilakukan yang saat ini masih berbentuk Peraturan Dewan
dalam RPOJK dimaksud antara lain sebagai Gubernur (PDG) dan SE BI Internal menjadi
berikut: Peraturan Dewan Komisioner (PDK) dan Surat
a) Penggantian UU BI menjadi UU OJK sebagai Edaran Dewan Komisioner (SE DK) OJK. Adapun
dasar hukum ketentuan pada bagian konversi tersebut dimaksudkan agar
MENGINGAT; pelaksanaan kegiatan pengawasan perbankan di
b) Perubahan frasa Bank Indonesia menjadi OJK memiliki dasar hukum internal yang
Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memadai.
memperhatikan konteks substansi yang
diatur; Pokok-pokok perubahan umum yang akan
c) Penyesuaian ketentuan acuan dengan dilakukan dalam konversi pedoman internal,
mengacu pada ketentuan terkini; antara lain direncanakan sebagai berikut:
d) Penghapusan pengaturan pada ketentuan a) Perubahan aturan acuan Surat Edaran;
peralihan yang kadaluarsa; dan b) Perubahan frasa Bank Indonesia menjadi
e) Penyesuaian dan/atau penambahan atas Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap
suatu definisi/istilah/aturan dalam rangka memperhatikan konteks substansi yang
harmonisasi dengan ketentuan yang terkini diatur;
atau standar akuntansi keuangan. c) Penyesuaian dan/atau penambahan atas
suatu definisi/istilah/aturan dalam rangka
Selain itu, dalam rangka transparansi dan harmonisasi dengan ketentuan terkini atau
keterbukaan dengan industri dalam menentukan standar akuntansi keuangan (apabila
kebijakan, telah dilakukan Rapat Dengar diperlukan); dan
Pendapat terhadap RPOJK tentang Penerapan d) Penyesuaian dan/atau penambahan
Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi klausula pada bagian penutup untuk
Informasi oleh Bank Umum pada tanggal 25 Juli mencabut PDK dan SE BI Internal yang
2016 di Jakarta. dikonversi.
Pelaksanaan konversi ketentuan internal BI
1.2 Pengembangan Pengawasan Bank menjadi ketentuan internal OJK saat ini masih
Umum Konvensional dilakukan secara bertahap. Untuk tahun 2016,
Dengan diterbitkannya beberapa peraturan konversi akan diprioritaskan terhadap PDG
perbankan yang memerlukan adanya petunjuk terkait Pengawasan Bank berdasarkan Risiko dan
teknis untuk pelaksanaan tugas Pengawas, pada beberapa pedoman internal mengenai
triwulan III-2016 sedang disusun empat penyusunan Audit Working Plan (AWP), Laporan
pedoman pengawasan dan dua Standard Hasil Pemeriksaan (LHP), dan Know Your Bank
Operating Procedure (SOP) untuk Kewajiban (KYB).
54
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
55
Bab III Kebijakan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional
56
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
57
Bab III Kebijakan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional
58
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
59
Bab III Kebijakan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional
3. BPR
3.1 Kebijakan dan Pengaturan Selain itu, dalam rangka transparansi dan
Pada triwulan III-2016 sedang disusun RPOJK keterbukaan dalam menetapkan kebijakan, telah
dan RSEOJK mengenai Rencana Bisnis BPR dan dilakukan Rapat Dengar Pendapat terhadap
BPRS. Dalam rangka menyelaraskan beberapa ketentuan, yaitu:
perkembangan bisnis dengan kebutuhan analisa a) RPOJK mengenai Transformasi Lembaga
pengawasan BPR dan BPRS, diperlukan acuan Keuangan Mikro menjadi BPR/S; dan
dalam penyusunan rencana bisnis BPR dan BPRS b) RPOJK dan RSEOJK mengenai standar
baik untuk rencana jangka pendek, jangka penyelenggaraan teknologi informasi oleh
menengah maupun untuk rencana strategis BPR dan BPRS.
jangka panjang.
3.2 Pengembangan Pengawasan BPR
Selain itu, penyusunan RPOJK ini juga dilakukan Pada triwulan III-2016 telah diterbitkan PDK
dalam rangka: mengenai Pengawasan BPR dan BPRS
a) Harmonisasi dengan pemberlakuan berdasarkan Risiko. Adapun pokok-pokok PDK
beberapa ketentuan lainnya; tersebut adalah sebagai berikut:
b) Memberikan arah kebijakan dan strategi a) Sistem pengawasan BPR yang semula
dalam melaksanakan kegiatan usaha untuk pengawasan berdasarkan kepatuhan
mencapai visi dan misi BPR dan BPRS; dan (compliance based supervision) telah resmi
c) Meningkatkan komitmen Pemilik dan beralih menjadi pengawasan berdasarkan
Pengurus BPR untuk memperkuat dan risiko (risk based supervision);
mempertahankan kesinambungan bisnis b) Tahap pertama siklus pengawasan BPR
BPR dan BPRS untuk jangka pendek, berdasarkan risiko yaitu pemahaman
menengah, dan panjang. terhadap BPR (Know Your BPR/KYBPR),
dimana Pengawas BPR harus memahami
Ketentuan dan pedoman tersebut memuat: BPR yang diawasi secara mendalam; dan
a) Cakupan Rencana Bisnis; c) Dalam pelaksanaan keenam tahap
b) Batas waktu penyampaian Rencana Bisnis pengawasan dalam siklus pengawasan BPR
berdasarkan modal inti; berdasarkan risiko, diperlukan adanya
c) Penyampaian, penyesuaian dan perubahan, forum yang dapat mempertajam kualitas
serta pelaporan rencana bisnis; dan pengawasan, meningkatkan efektivitas
d) Mekanisme penyampaian, penyesuaian dan pengawasan, dan mendorong keseragaman
perubahan, serta pelaporan Rencana Bisnis. tindakan pengawasan BPR.
60
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Kebijakan
Pengembangan
Pengawasan Terintegrasi
61
Halaman ini sengaja dikosongkan
62
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Bab IV
Kebijakan Pengembangan Pengawasan Terintegrasi
63
Bab IV Kebijakan Pengembangan Pengawasan Terintegrasi
Tabel 38 Total Aset dan Perbandingan untuk mendukung fungsi pengawasan yang
Konglomerasi Keuangan
lebih efektif. Dalam rangka penyempurnaan
44 Konglomerasi Keuangan Lintas Sektor SIPT, dikembangkan modul yang berisi
Des 2015 Juni 2016 mengenai kumpulan data dan rasio keuangan
Total Aset 5.264,8 T 5.446,66 T untuk KK diberi nama Financial Conglomerate
% terhadap Total Aset Ratios (FICOR).
84,45% 84,20%
Perbankan
% terhadap Total Aset
Sektor Jasa Keuangan
66,24% 65,81% Proses pengembangan modul FICOR tersebut
dibagi menjadi dua tahapan, yaitu:
Sumber: OJK
1) Penyusunan bahan user requirement; dan
2) Pelaksanaan pengembangan (enhancement)
Selain itu, sedang berjalan pengembangan
modul FICOR pada tahun 2017.
Sistem Informasi Pengawasan Terintegrasi (SIPT)
yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
3. Implementasi Pengawasan Terintegrasi
a) Pengembangan SIPT tahap II meliputi
Implementasi pengawasan terintegrasi pada
penyesuaian beberapa modul dan fungsi
triwulan III-2016, diantaranya adalah:
dari SIPT tahap I diantaranya taksonomi
a) Pengkinian KYFC oleh 20 Grup KK yang
dokumen dan single sign-on dengan
entitas utamanya terdiri dari 16 KK berupa
aplikasi pengawasan sektoral.
bank dan empat KK berupa LJK non bank
Pengembangan tahap II ini merupakan
(Grup Bukopin, Grup Mega, Grup Danamon,
penyempurnaan dari pembangunan SIPT,
Grup CIMB Niaga, Grup Sinarmas, Grup
yang telah diselesaikan pada tahun 2015
MNC, Grup BNP Paribas, Grup Panin, Grup
dan direncanakan selesai pada akhir tahun
HSBC, Grup OCBC, Grup Resona, Grup
2016. Sasarannya diarahkan kepada
Mitraniaga, Grup Index, Grup Agris, Grup
pengembangan back-end sistem, sehingga
Victoria, Grup Standard Chartered, Grup
dapat menunjang kinerja SIPT.
Recapital, Grup AXA Financial, Grup Astra
b) Persiapan pengembangan SIPT tahap III
Financial Services, dan Grup Danareksa).
meliputi penambahan data-data yang
b) Penyusunan Integrated Risk Rating (IRR) dan
bersifat kuantitatif.
Integrated Supervisory Plan (ISP) yang terdiri
dari enam Grup KK (Grup Mandiri, Grup BRI,
Untuk mendukung kegiatan pengawasan
Grup BNI, Grup BCA, Grup CIMB Niaga, dan
terintegrasi, SIPT perlu dilengkapi dengan
Grup Danamon).
data/informasi yang bersifat kuantitatif.
c) Sosialisasi pengawasan terintegrasi kepada
Data/informasi kuantitatif yang masih tersebar
tenaga ahli Komisi XI DPR dan industri
pada aplikasi masing-masing kompartemen
perbankan.
sektoral, diupayakan agar dapat diintegrasikan
64
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Pengawasan
Perbankan
65
Halaman ini sengaja dikosongkan
66
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Bab V
Pengawasan Perbankan
Pengawasan oleh OJK dilakukan secara berkala melalui pemeriksaan langsung (on-site
examination) dan pemeriksaan tidak langsung (off-site supervision). Selain itu, OJK juga
melakukan beberapa pemeriksaan khusus serta terlibat dalam pemberian keterangan saksi/ahli
dalam penanganan dugaan tindak pidana perbankan.
1. Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan direncanakan, yaitu mencapai 110,13% dari yang
Khusus direncanakan (829 kantor bank).
Selama triwulan III-2016, telah dilaksanakan
pemeriksaan terhadap 696 bank (75 BUK/BUS Untuk BUS, rencana pengawasan untuk tahun
dan 621 BPR/S) yang mencakup 913 kantor bank 2016 tetap fokus pada risiko utama bank yaitu
(682 KP dan 231 KC). Realisasi pemeriksaan pada risiko pembiayaan, operasional, dan stratejik
triwulan III-2016 melebihi target yang telah serta penerapan tata kelola yang baik (GCG).
Pengawas selain melakukan pemeriksaan umum kesiapan rencana bank devisa, dan lainnya (Tabel
juga melaksanakan pemeriksaan khusus. Pada 40). Area pemeriksaan khusus sebagian besar
triwulan III-2016 telah dilakukan pemeriksaan dilakukan untuk APU dan PPT (691 pada BUK
khusus yang mencakup pemeriksaan setoran dan BPR, serta 5 pada BUS dan UUS) karena
modal, aktivitas operasional, aktivitas treasuri, pelaksanaannya dilakukan bersamaan dengan
GCG, APU PPT, teknologi dan informasi, fraud, pemeriksaan umum.
joint audit, GCG, penetapan pencabutan,
67
Bab V Pengawasan Perbankan
Sumber: OJK
68
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
misalnya penambahan atau perubahan account, layanan nasabah, online payment, dan
partner dalam melakukan aktivitas lainnya.
pemindahan dana (transfer).
Untuk produk dan aktivitas syariah (BUS dan
Pada triwulan III-2016, variasi produk dan UUS), pada triwulan II-2016 telah diterbitkan 6
aktivitas baru yang diterbitkan oleh Bank dan pelaporan produk baru yang sebagian besar
telah disetujui OJK cukup beragam. Produk dan terkait dengan produk lainnya seperti layanan
aktivitas baru yang telah diterbitkan mencapai nasabah dan layanan pembayaran pajak (3
117 produk yang sebagian besar terkait dengan produk) (Tabel 41).
reksadana dan bancassurance. Sementara
produk/aktivitas lainnya terdiri dari ORI, virtual
TW III-2016
Produk/Aktivitas Baru
BUK+BPR BUS+UUS
Reksadana 39 -
Bancassurance 41 -
E-Banking 9 1
Perkreditan/Pembiayaan 1 2
Surat Berharga
6 -
(Obligasi/MTN/Sukuk)
Pendanaan 7 -
APMK 1 -
Bank Devisa 2 -
Lainnya 11 3
Total 117 6
Sumber: OJK
69
Bab V Pengawasan Perbankan
70
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Sumber: OJK
*) Ket: data termasuk carry over dari triwulan sebelumnya
Dalam tahapan pra-investigasi dikumpulkan Sampai dengan triwulan III-2016, sebanyak 61%
informasi dan dokumen untuk dianalisis guna area penanganan dugaan Tipibank adalah terkait
memperoleh gambaran PKP yang diduga dengan perkreditan, diikuti 27% terkait
Tipibank. Selanjutnya hal terkait dibahas dalam penyalahgunaan dana, 8% terkait window
Forum Quality Assurance (QA) yang bertujuan dressing dan 4% terkait pengadaan aset (Grafik
antara lain untuk menguji hasil analisis, dan 16). Adapun jumlah pelaku yang diduga
merekomendasikan langkah-langkah yang perlu melakukan Tipibank sebanyak satu Pemegang
dilakukan untuk penanganan lebih lanjut Saham, dua Komisaris, 14 Direksi, 13 Pejabat
terhadap PKP yang diduga Tipibank. Eksekutif dan tiga Karyawan (Grafik 17).
4%
Perkreditan
Pengadaan Aset
Sumber: OJK
71
Bab V Pengawasan Perbankan
Sumber: OJK
Dalam tahap paska investigasi akan dilaksanakan keterangan ahli dan/atau saksi kepada
Forum Quality Assurance (QA) serta ekspose Kepolisian atau Kejaksaan yang sedang
kasus dengan satuan kerja bidang hukum dan menangani proses penyelidikan, penyidikan,
satuan kerja penyidikan untuk mengevaluasi atau penuntutan suatu perkara yang berkaitan
langkah-langkah investigasi yang telah dilakukan dengan tindak pidana perbankan. Dari 145
dan merekomendasikan tindak lanjut dugaan permintaan tersebut, telah dilakukan 133
Tipibank. pemberian keterangan kepada kepolisian yang
terdiri dari 13 keterangan sebagai saksi dan 120
Selanjutnya dalam rangka mendukung keterangan sebagai ahli. Sementara 12 lainnya
penegakan hukum di bidang perbankan, sampai masih dalam koordinasi dengan penyidik atau
dengan triwulan III-2016 telah dilimpahkan 26 satuan kerja terkait (Tabel 45).
perkara dugaan Tipibank yang terjadi di 14
kantor bank kepada satuan kerja penyidikan. Pemberian keterangan ahli/saksi dilakukan di
Dari 26 perkara tersebut, 19 perkara masih Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau,
dalam penyelidikan, lima perkara sudah Kepulauan Riau, Lampung, Jawa Barat, Jawa
dilimpahkan ke Kepolisian Republik Indonesia, Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah,
dan dua perkara telah ditangani oleh aparat Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi
penegak hukum setempat (Kejaksaan Tinggi). Selatan, Sulawesi Utara, Bali, NTB, NTT, dan
Nabire Papua.
Mengingat penyebab terjadinya PKP yang
diduga Tipibank antara lain karena lemahnya Tabel 45 Pemberian Keterangan Ahli/Saksi
pengawasan internal, kurangnya integritas
pegawai, dan kelemahan sistem di bank, maka Permintaan
No. Klasifikasi
untuk meminimalkan terjadinya penyimpangan Total Saksi Ahli
ketentuan perbankan, bank perlu meningkatkan 1 Kepolisian 133 13 120
pengawasan manajemen melalui independent 2 Kejaksaan 12 4 8
review oleh SKAI, kajian ulang kebijakan internal, 17 128
TOTAL 145
145
serta pengamanan teknologi informasi, dan
infrastruktur pendukung. Sumber: OJK
5.3 Pemberian Keterangan Ahli atau Saksi Keterangan ahli yang diberikan, meliputi kasus-
Dalam rangka memenuhi permintaan aparat kasus yang pernah ditangani OJK maupun
penegak hukum, sampai dengan triwulan III- terhadap kasus-kasus yang dilaporkan oleh
2016 terdapat 145 permintaan pemberian pihak bank atau pihak lainnya kepada Kepolisian
72
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
atau Kejaksaan. Pemberian keterangan ahli PT BPD Banten Tbk sesuai dengan KDK No.KEP-
dilakukan sesuai dengan kompetensi dan 12/D.03/2016 tanggal 29 Juli 2016, dan PT Bank
pengalaman pegawai dalam menangani kasus- Aceh menjadi PT Bank Aceh Syariah sesuai
kasus dugaan tindak pidana perbankan dengan dengan KDK No.KEP-44/D.03/2016 tanggal 1
pendampingan dari satuan kerja yang September 2016. Sedangkan perubahan
menangani bidang hukum. perizinan lainnya didominasi oleh penutupan
kantor (33,79% - 49 perizinan), diikuti dengan
5.4 Sosialisasi perubahan status kantor (28,28% - 41 perizinan),
Dalam rangka peningkatan pemahaman pemindahan alamat kantor (24,83% - 36
terhadap penanganan Tipibank, pada triwulan perizinan), dan pembukaan kantor (12,41% - 18
III-2016 telah dilakukan tiga kali sosialisasi perizinan).
kepada para penegak hukum dan industri
perbankan di tiga kota, yaitu Padang, Ambon 6.1.2 Jaringan Kantor
dan Jambi. Perkembangan jaringan kantor dibandingkan
triwulan sebelumnya meningkat sebanyak 1.548
6. Jaringan Kantor dan Kelembagaan kantor yaitu dari 132.186 kantor menjadi 133.734
Perbankan kantor. Peningkatan terbesar terjadi pada
6.1 Bank Umum Konvensional Automatic Teller Machine (ATM)/Administrasi
6.1.1 Perizinan (ADM) sebanyak 1.630. Sedangkan
Pada triwulan III-2016 telah diselesaikan 146 pengurangan terbesar terjadi pada Kantor
perizinan perubahan jaringan kantor BUK yang Cabang Pembantu (KCP) dalam negeri sebanyak
terdiri dari perubahan nama, pembukaan kantor, 85 kantor.
penutupan kantor, pemindahan alamat kantor,
dan perubahan status.
73
Bab V Pengawasan Perbankan
74
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Sebaran jaringan kantor BUK sebagian besar 6.1.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New
berada di Pulau Jawa dengan jumlah sebanyak Entry)
85.311 kantor (63,79%), diikuti Pulau Sumatera Dalam rangka menciptakan sistem perbankan
22.139 (16,55%), Sulampua 10.879 (8,13%), yang sehat, selain melalui perbaikan kondisi
wilayah Kalimantan 8.514 (6,37%), dan Bali-NTB- keuangan perbankan, juga dengan penerapan
NTT 6.891 (5,15%). Peningkatan jumlah jaringan tata kelola serta pemenuhan prinsip kehati-
kantor terjadi pada seluruh wilayah dengan porsi hatian.
terbesar berada di Pulau Jawa, yaitu bertambah
935 kantor. Bank sebagai lembaga intermediasi setiap saat
harus menjaga kepercayaan masyarakat. Oleh
Grafik 18 Penyebaran Jaringan Kantor BUK di Lima karena itu, lembaga perbankan perlu dimiliki dan
Wilayah di Indonesia dikelola oleh pihak-pihak yang memiliki
integritas, komitmen, dan kemampuan yang
tinggi untuk pengembangan operasional bank
yang sehat.
75
Bab V Pengawasan Perbankan
proses wawancara yang lebih efisien, dengan wawancara, terdiri dari empat Pemegang Saham
tetap memperhatikan pemenuhan persyaratan Pengendali (PSP)/Pemegang Saham Pengendali
yang ditetapkan Fit and Proper Test New Entry Terakhir (PSPT), 24 anggota Dewan Komisaris,
(FPT New Entry). dan 38 anggota Direksi. Dari 66 yang lulus
proses wawancara tersebut, 59 peserta
Pada triwulan III-2016, terdapat 66 pemohon FPT mendapatkan Surat Keputusan Lulus, termasuk
New Entry yang lulus mengikuti proses carry over dari triwulan sebelumnya (Tabel 48).
76
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
6.2.2 Jaringan Kantor syariah (office channeling) sebanyak 485 unit dan
Jaringan kantor BUS meningkat sebanyak 269 payment point sebanyak 161 unit. Sedangkan
kantor, yaitu dari 9.923 kantor menjadi 10.192 pengurangan terbesar terjadi pada jaringan
kantor dibandingkan triwulan sebelumnya. ATM/ADM, yakni 472 unit (Tabel 50).
Peningkatan terbesar terjadi pada layanan
Sebaran jaringan kantor BUS sebagian besar 6.2.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New
berada di Pulau Jawa (57,48% - 5.858 kantor), Entry)
diikuti Pulau Sumatera (24,55% - 2.502 kantor), Selama triwulan III-2016, telah dilaksanakan FPT
wilayah Kalimantan (7,83% - 798 kantor), new entry terhadap 47 calon PSP dan Pengurus
Sulampua (7,52% - 766 kantor), dan Bali-NTB- Bank Syariah serta lima calon Dewan Pengawas
NTT (2,63% - 268 kantor). Syariah (DPS). Dari 52 calon yang mengikuti FPT
new entry, 19 calon telah selesai mengikuti
Peningkatan jumlah jaringan kantor yang proses FPT new entry, dengan hasil 10 calon
terbesar berlokasi di Pulau Sumatera (310 pengurus Bank Syariah dinyatakan memenuhi
kantor), sementara pengurangan terbesar terjadi syarat (lulus), satu calon DPS yang dinyatakan
di wilayah Kalimantan dan Sulampua masing- memenuhi syarat (layak), dan delapan calon
masing berkurang 31 dan 17 kantor (Grafik 19). (PSP, pengurus dan DPS) belum memenuhi
persyaratan/ketentuan yang berlaku
Grafik 19 Penyebaran Jaringan Kantor BUS di Lima (dikembalikan) (Tabel 51).
Wilayah di Indonesia
Tabel 51 FPT Calon Pengurus dan Pemegang
Saham Bank Syariah
Ditolak/
Belum Dalam Total
No FPT New Entry Disetujui
memenuhi Proses Permohonan
syarat
1 Pemegang Saham Pengendali (PSP) - 1 2 3
2 Pengurus Bank Syariah (Komisaris dan Direksi) 10 6 28 44
3 Dewan Pengawas Syariah (DPS) 1 1 3 5
Total Permohonan Proses FPT 11 8 33 52
Sumber: LKPBU, September 2016 Sumber: OJK, September 2016
77
Bab V Pengawasan Perbankan
78
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Adapun tujuan dari e-licensing, diantaranya: (i) efisiensi proses perijinan; (ii)
peningkatan pemantauan dan transparansi proses perijinan; (iii) efektivitas
komunikasi antara OJK dan pemohon izin terkait proses perizinan.
79
Halaman ini sengaja dikosongkan
80
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Koordinasi Antar
Lembaga
81
Halaman ini sengaja dikosongkan
82
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Bab VI
Koordinasi Antar Lembaga
Dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan, dilakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga
terkait baik secara bilateral maupun melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Selain itu,
OJK juga berkoordinasi dengan pemerintah dan lembaga terkait untuk meningkatkan fungsi
pengawasan dan pengembangan industri perbankan.
83
Bab VI Koordinasi Antar Lembaga
Pada bulan Agutus 2016, telah diselenggarakan Sebagai tindak lanjut dari UU Nomor 9 tahun
rapat berkala KSSK di Kantor Perwakilan BI 2016, koordinasi yang dilakukan antara OJK dan
Provinsi Jawa Barat. Rapat dihadiri oleh Menteri BI antara lain:
Keuangan, Gubernur BI, Ketua Dewan 1) penetapan dan pemutakhiran Bank Sistemik;
Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner 2) pemberian Pinjaman Likuiditas Jangka
LPS. Dalam rapat ini, KSSK membahas sejumlah Pendek (PLJP), mengenai penilaian
agenda, antara lain kondisi stabilitas sistem pemenuhan persyaratan agunan dan
keuangan termasuk antisipasi sektor keuangan perkiraan kemampuan bank mengembalikan
untuk mengelola dana repatriasi hasil amnesti PLJP; dan
pajak, laporan penetapan Bank Sistemik, tata 3) pengawasan bersama terhadap bank yang
kelola dan kode etik KSSK, serta kegiatan menerima PLJP untuk memastikan
Sekretariat KSSK. penggunaan dan pelaksanaan rencana
pembayarannya kembali sesuai dengan
Berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan perjanjian.
oleh KSSK, disimpulkan bahwa stabilitas sistem
keuangan triwulan II-2016 dalam kondisi baik. Selain itu, dalam rangka pelaksanaan Surat
Hal ini didukung oleh kondusifnya kondisi Keputusan Bersama (SKB) antara BI dan OJK,
makroekonomi, pasar uang, pasar modal, pada triwulan III-2016 telah dibahas
perbankan, dan lembaga keuangan non bank. kebijakan/peraturan makroprudensial dan
Terkait dengan dana repatriasi hasil amnesti mikroprudensial, yang terkait dengan:
pajak, KSSK sepakat untuk terus meningkatkan a) Amandemen Keputusan Bersama Bank
koordinasi guna mengantisipasi pengaruh Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan
masuknya dana tersebut ke dalam sektor tentang Pembentukan Forum Koordinasi
keuangan. KSSK sepakat untuk terus mencermati Pertukaran Informasi dan Sistem Pelaporan
berbagai potensi risiko yang dapat mengganggu Lembaga Jasa Keuangan (FKPISP);
stabilitas sistem keuangan. Dalam rapat ini, OJK b) RPOJK tentang Perantara Pedagang Efek
melaporkan telah menetapkan Bank Sistemik bersifat Utang dan Sukuk;
melalui koordinasi dengan BI. Sesuai dengan c) Pengembangan Surat Berharga Bank
ketentuan UU PPKSK, penetapan Bank Sistemik Indonesia dalam Valuta Asing (SBI Valas);
dimutakhirkan secara berkala. d) Rencana penyesuaian ketentuan dan Aplikasi
Laporan Bulanan BPR;
1.2 Koordinasi OJK dengan Bank Indonesia e) Rencana penambahan APMK Kartu Kredit
(BI) pada Laporan Kantor Pusat Bank Umum;
Sesuai dengan UU Nomor 9 tahun 2016, f) Rencana Implementasi GWM Averaging;
kerjasama dan koordinasi antara OJK dan BI g) Penetapan Systemically Important Bank (SIB);
setidaknya mencakup empat aspek, yaitu: h) Pembentukan Tim Task Force BI-OJK untuk
a) Pemantauan dan pemeliharaan stabilitas koordinasi Pengembangan SID/SLIK.
sistem keuangan;
b) Penanganan krisis sistem keuangan; Selain itu, juga telah dilakukan koordinasi terkait
c) Penanganan permasalahan (likuiditas dan dengan:
solvabilitas) bank sistemik, baik dalam kondisi a) Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan
stabilitas sistem keuangan normal maupun Pertukaran Informasi BI-OJK melalui SAPIT
kondisi krisis sistem keuangan; IEA (Sarana Pertukaran Informasi
d) Pertukaran data dan/atau informasi yang Terintegrasi Information Exchange
diperlukan dalam rangka pencegahan dan Application);
penanganan krisis sistem keuangan. b) Mekanisme penerusan data Cube Cognos;
84
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
c) Pelaksanaan Parallel Run SIPP dengan LBPP; Sebagaimana diamanatkan dalam UU PPKSK,
d) Pertukaran data Surat-Surat Berharga dalam OJK dan LPS melakukan kerjasama yang
rangka perhitungan GWM-(Loan to Funding komprehensif dan sinergis, antara lain melalui
Ratio) LFR; koordinasi dalam penyusunan ketentuan
e) Penyediaan data BI-SSSS dengan cakupan rencana aksi (recovery plan) dan mekanisme
Surat Berharga dan Open Market penanganan Bank Gagal (resolution plan).
Operations; Ketentuan mengenai recovery plan disusun agar
f) Penanganan data dan laporan suku bunga bank mampu menjaga keberlangsungan
dasar kredit (SBDK); dan usahanya (viability). Sementara ketentuan
g) Rencana implementasi Central Counterparty mengenai resolution plan disusun dengan tujuan
(CCP) di Indonesia. untuk meminimalisir dampak kegagalan bank
terhadap pasar keuangan dan perekonomian
secara keseluruhan.
1.3 Koordinasi OJK dengan Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) Kerjasama antara OJK dengan LPS telah tertuang
OJK dan LPS memiliki peran yang signifikan dalam Nota Kesepahaman antara OJK dan LPS
dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. OJK Nomor PRJ-30/D.01/2014 jo. MoU-
merupakan Lembaga yang bertugas dan 1/DK/VII/2014 tanggal 18 Juli 2014 tentang
berwenang mengatur dan mengawasi industri Koordinasi dan Kerjasama Dalam Rangka
jasa keuangan, sedangkan LPS merupakan Keterkaitan Pelaksanaan Fungsi dan Tugas OJK
Lembaga yang bertugas dan berwenang dengan LPS.
melakukan penanganan Bank Gagal.
85
Bab VI Koordinasi Antar Lembaga
Simulasi ini juga dihadiri oleh observer yang berasal dari World Bank, International
Monetary Fund (IMF), dan the Australia Indonesia Partnership for Economic
Governance (AIPEG) untuk memperoleh masukan dari pihak eksternal yang
kompeten. Secara umum, para observer menyatakan apresiasi atas pelaksanaan
Simulasi Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan Nasional 2016 yang
berjalan dengan baik dan sukses sesuai dengan tujuannya.
86
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
87
Bab VI Koordinasi Antar Lembaga
penyusunan ketentuan baru dalam hal 2.2 Kementerian Kelautan dan Perikanan
dukungan OJK, BI dan Kementerian Keuangan (KKP)
kepada LPS dalam bentuk insentif kemudahan Untuk mengembangkan ekonomi di sektor
dalam Fit and Proper Test Komisaris dan Direksi. Kelautan dan Perikanan (KP), bekerjasama
dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan
2. Koordinasi dalam rangka Pengawasan dan (KKP), OJK meluncurkan program Jangkau,
Pengembangan Perbankan Sinergi, dan Guideline (JARING) pada 11 Mei
2.1 Kementerian Energi dan Sumber Daya 2015.
Mineral
Untuk mendukung tercapainya Roadmap Sebagai landasan yang memperkuat kerja sama
Keuangan Berkelanjutan 2015-2019, OJK antara kedua lembaga tersebut, juga telah
bekerjasama dengan Kementerian Energi dan ditandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS)
Sumber Daya Mineral (ESDM), Direktorat Jendral dalam rangka pengembangan sektor KP
Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi mencakup aspek kebijakan, penelitian dan
(EBTKE) dalam menyelenggarakan capacity pengembangan, pertukaran data dan informasi,
building untuk meningkatkan kompetensi pelaku sosialisasi/edukasi, peningkatan kapasitas dan
dan pengawas LJK mengenai keuangan kompetensi SDM, dan aspek lainnya.
berkelanjutan. Capacity building tersebut
mengangkat tema Pembiayaan Investasi Program JARING bertujuan untuk
Efisiensi Energi bagi LJK (empat batch) dan pengembangan ketersediaan database dan
Training of Trainer untuk Pembiayaan Investasi informasi, skema pembiayaan, pemetaan risiko
Efisiensi Energi bagi LJK (satu batch). bisnis, dan regulasi di bidang Kelautan dan
Perikanan. Sasaran utama program ini adalah
Selain itu, bekerjasama dengan Kementerian peningkatan pertumbuhan pembiayaan sektor
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian KP, yaitu minimal 50% lebih tinggi dari tahun
ESDM, dan lembaga internasional, OJK juga sebelumnya.
menyelenggarakan capacity building mengenai
Penerapan Prinsip Dasar Tata Kelola ASRI bagi Selain itu, program JARING diharapkan dapat
LJK yang terdiri dari masing-masing dua batch memberikan manfaat antara lain:
untuk pembangkit listrik tenaga minihydro dan (i) meningkatkan akses masyarakat terhadap
pembangkit listrik tenaga surya. jasa keuangan yang lebih luas;
(ii) meningkatkan pemahaman Sektor Jasa
Selanjutnya, telah diselenggarakan dua kegiatan Keuangan (SJK) terhadap bisnis sektor KP;
Training Analis Lingkungan Hidup (TAL), yaitu: (iii) memperbaiki tingkat kesejahteraan nelayan
o TAL Efisiensi Energi pada tanggal 3 s.d 5 dan pelaku usaha mikro dan kecil
Agustus 2016; dan (peningkatan pendapatan per kapita);
o TAL Solar PV pada tanggal 6 s.d 9 September (iv) menambah jumlah lapangan kerja; dan
2016. (v) meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Peserta yang berpartisipasi dalam training nasional.
tersebut meliputi perwakilan industri perbankan
dan OJK. Untuk mewujudkan sasaran JARING, pada tahap
awal terdapat delapan bank pelopor yang
merupakan Bank Partner Program JARING dan
Industri Keuangan Non Bank (IKNB) melalui
Konsorsium Perusahaan Pembiayaan, Asuransi
Jiwa, Asuransi Umum, dan Penjaminan.
88
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Pembiayaan Program
JARING
Kualitas kredit dalam program JARING sarana produksi perikanan laut, budidaya biota
meningkat dari triwulan sebelumnya, tercermin air tawar, dan jasa pendukung lainnya, seperti
dari NPL kredit maritim yang menurun menjadi konstruksi pelabuhan, industri pembuatan kapal,
6,51% dari 7,07% pada triwulan sebelumnya. dan jasa angkutan. Sementara itu, kualitas kredit
Kualitas kredit yang meningkat ditopang oleh kepada penangkapan dan perdagangan
turunnya NPL pada 4 sub sektor, yaitu jasa mengalami penurunan (Tabel 54).
89
Bab VI Koordinasi Antar Lembaga
2016
Kegiatan Usaha
TW I TW II TW III
Penangkapan 2,76 2,55 2,77
Budidaya 3,40 3,37 2,63
Jasa sarana produksi 5,82 6,76 2,68
Industri Pengolahan 0,34 1,59 1,58
Perdagangan 2,07 2,03 2,11
Pendukung 7,77 8,52 7,92
Sumber: OJK, diolah
2.3 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi penyusunan RPOJK Penerapan Program APU PPT
Keuangan (PPATK) di SJK untuk harmonisasi ketentuan OJK dengan
Pada tanggal 18 Juni 2013 telah ditandatangani ketentuan PPATK dan sesuai dengan
Nota Kesepahaman Nomor PRJ-03/D-01/2013 Rekomendasi FATF.
tentang Kerjasama dalam Rangka Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Di sisi lain, OJK juga aktif memberikan masukan
Uang dan Pendanaan Terorisme antara OJK kepada PPATK (termasuk melakukan supervisi)
dengan PPATK. Kerjasama meliputi pertukaran dalam kegiatan Survei Indeks Persepsi Publik
informasi, penyusunan ketentuan, koordinasi (IPP) Terhadap TPPU dan TPPT tahun 2016. Hasil
pemeriksaan, pendidikan, dan pelatihan. survey IPP memberikan gambaran mengenai
tingkat efektivitas kinerja Pemerintah dalam
Dalam kerjasama dibidang pendidikan dan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU
pelatihan, OJK atas undangan PPATK mengikuti dan TPPT.
kegiatan Anti Money Laundering/Counter
Terrorism Financing (AML/CFT) Regulatory Study Selanjutnya, untuk meningkatkan kerjasama
Visit dengan narasumber dari regulator Australia antar negara, otoritas, lembaga, dan antara
dan New Zealand dengan fokus pencegahan dan penegak hukum dalam penanggulangan
pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang terorisme, OJK juga berpartisipasi dalam
(TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme persiapan penyelenggaraan 2nd Counter
(TPPT) di SJK. Terrorism Financing (CTF) Summit oleh PPATK
dan Australian Transactions Reports and Analysis
Sementara itu, dibidang penyusunan ketentuan, Centre (AUSTRAC).
PPATK ikut aktif memberikan masukan dalam
90
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
DTTOT
Tanggal Surat Nomor WNI WNA
No.
Kapolri DTTOT (Individual + (Individual +
Entitas) Entitas)
1 20-Nov-14 R/2723 0+1 201+0
2 24 Des 2014 R/2882 11+2 -
3 23-Feb-14 R/279 3 +1 -
4 30 Maret 2015 R/638 3 +1 -
5 15-Apr-15 R/748 - 1+0
6 13 Mei 2015 R/880 - 3 +0
7 29 Mei 2015 R/984 1 +0 -
8 25 Agt 2015 R/1322 21+4 344+70
9 30-Nov-15 R/2040 21 + 5 343 + 72
10 22 Des 2015 R/2170 0 +1 22 + 1
11 22 Des 2015 R/2171 21 + 5 378 + 56
12 30 Maret 2016 R/356 21*) + 5 362 + 72
13 31 Mei 2016 R/3816 21*) + 5 359 + 72
*)1 diantaranya bersumber dari Pemerintah Indonesia
91
Halaman ini sengaja dikosongkan
92
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Asesmen Lembaga
Internasional
93
Halaman ini sengaja dikosongkan
94
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Bab VII
Asesmen Lembaga Internasional
OJK sebagai regulator industri jasa keuangan Indonesia, turut aktif dalam penilaian oleh lembaga
internasional seperti Financial Sector Assessment Program (FSAP), Regulatory Consistency
Assessment Program (RCAP), dan Mutual Evaluation (ME). Secara umum, berdasarkan asesmen
FSAP kerangka dan proses pengawasan perbankan sudah baik dan terdapat perbaikan signifikan
pada semua aspek, terutama aspek tata kelola dan manajemen risiko.
95
Bab VII Asesmen Lembaga Internasional
Principles Grading
BCP compliant, largely compliant, materially non-compliant, non-compliant , dan, not applicable
IOSCO Principles fully implemented, broadly implemented, partly implemented, not implemented, dan not applicable
ICPs observed, largely observed, partly observed, not observed, dan not applicable
Sumber: OJK
Dalam pelaksanaanya, FSAP 2016-2017 dibagi kerangka permodalan dan kerangka likuiditas.
menjadi 3 misi, yaitu: scoping mission (30 Mei 3 Pelaksanaan RCAP untuk Indonesia telah dimulai
Juni 2016), Mission I (19 September 4 Oktober dengan penyampaian hasil self-assessment
2016), dan Main Mission yang akan dilaksanakan kepada BCBS yang telah dilakukan pada
pada 1-15 Februari 2017. Desember 2015.
Dalam scoping mission, Asesor dan Indonesia Berdasarkan hasil self-assessment tersebut,
telah menyepakati terdapat 7 Work Streams asesor akan menilai sejauh mana konsistensi
(WS)/gugus tugas dalam pelaksanaan FSAP pengaturan perbankan di Indonesia
2016-2017, yaitu: WS1: Risk Analysis & Stress dibandingkan dengan kerangka Basel. Selama
Testing, WS2: Macroprudential Policy, WS3: proses assessment berlangsung, telah dilakukan
Liquidity Management, WS4: Microprudential diskusi antara tim assessor dan perwakilan OJK
Oversight, WS5: Financial Safety Nets, Crisis dan BI, perwakilan beberapa bank, maupun
Management and Resolution, WS6: Financial consulting firm. Atas beberapa ketentuan yang
Deepening, dan WS7: Financial Inclusion. dinilai belum konsisten dengan kerangka Basel
akan ditindaklanjuti dengan penyesuaian
2. Regulatory Consistency Assessment ketentuan. Hasil assessment RCAP Indonesia
Program (RCAP) direncanakan akan diumumkan oleh BCBS pada
RCAP merupakan penilaian yang dilakukan oleh triwulan IV-2016.
BCBS dengan tujuan untuk melihat konsistensi
dari regulasi yang dikeluarkan oleh Indonesia 3. Mutual Evaluation
terkait kerangka Basel, baik Basel II, Basel 2.5, Untuk mengetahui kepatuhan suatu negara
maupun Basel III yang dilakukan per paragraf. terhadap penerapan 40 rekomendasi Financial
Seluruh negara yang menjadi anggota BCBS Action Task Force (FATF) yang dikeluarkan oleh
wajib menjalani RCAP. FATF pada bulan Februari 2012, FATF melakukan
ME pada setiap negara anggota. Proses
Berdasarkan hasil RCAP tersebut, BCBS penilaian ME saat ini menggunakan metodologi
mengeluarkan penilaian yang terdiri atas yang dikeluarkan FATF pada bulan Februari
compliant, largely compliant, materially non- 2013, dimana penilaian mencakup selain
compliant, dan non-compliant. technical compliance seperti halnya penilaian ME
sebelumnya juga mencakup penilaian
Secara garis besar terdapat dua kategori RCAP efectiveness.
yang dilakukan Indonesia, yaitu terkait dengan
96
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
97
Halaman ini sengaja dikosongkan
98
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Perlindungan
Konsumen
99
Halaman ini sengaja dikosongkan
100
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Bab VIII
Perlindungan Konsumen
Dalam rangka edukasi dan perlindungan konsumen sektor jasa keuangan, pada triwulan III-2016,
OJK telah menerima layanan terkait dengan sektor Perbankan, yang terdiri dari layanan
pertanyaan, layanan informasi, dan layanan pengaduan. Selain itu, sebagian besar bank umum
tergabung dalam program SimPel OJK untuk mendorong inklusi dan literasi keuangan.
Salah satu tujuan dibentuknya OJK adalah agar layanan di sektor jasa keuangan, maka disusun
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa POJK tentang Perlindungan Konsumen.
keuangan mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat (Pasal 4 UU No. 21 1. Kebijakan Perlindungan Konsumen
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan). Berdasarkan amanah UU OJK dalam Pasal 55
Untuk mencapai tujuan tersebut, OJK diberikan ayat (2), tugas dan wewenang pengaturan dan
kewenangan memberikan perlindungan bagi pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor
konsumen (Pasal 28, 29, 30, dan 31 UU OJK). perbankan (termasuk pelayanan pengaduan
konsumen) beralih dari BI kepada OJK sejak
Sehubungan dengan itu, OJK melakukan edukasi tanggal 31 Desember 2013. Dalam menjalankan
dan diseminasi informasi kepada masyarakat dan fungsi tersebut, OJK memiliki Layanan
dapat meminta LJK menghentikan kegiatannya, Konsumen OJK yang menyediakan 3 layanan
apabila merugikan masyarakat. Dalam hal ini, utama, yaitu Layanan Informasi (laporan),
OJK menyediakan fasilitas bagi konsumen untuk Layanan Pertanyaan (pertanyaan), dan Layanan
mengadukan permasalahan LJK kepada OJK. Pengaduan.
Selain melayani pengaduan konsumen, OJK juga
berwenang untuk melakukan pembelaan hukum 1.1 Layanan Konsumen OJK
dalam rangka penyelesaian sengketa antara Pada triwulan III-2016, Layanan Konsumen OJK
konsumen dengan LJK. menerima 4.388 layanan yang terdiri dari 1.219
informasi, 3.144 pertanyaan, dan 25 pengaduan.
Agar terdapat standarisasi perlindungan Jumlah ini mengalami penurunan 6% (269
konsumen di seluruh sektor jasa keuangan, layanan) dibandingkan triwulan sebelumnya.
menghindari arbritrase yang merugikan
konsumen, dan antisipasi inovasi produk dan
101
Bab VIII Perlindungan Konsumen
Dari 4.388 layanan, 38% (1.653) terkait dengan perbankan turun 16% (319 layanan)
sektor Perbankan, yang terdiri dari 53,12% (878) dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi
pertanyaan, 46,16% (763) informasi, dan 0,73% 1.653 layanan.
(12) pengaduan. Penerimaan layanan sektor
102
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
103
Bab VIII Perlindungan Konsumen
94
Working Group IDR terdiri dari tiga sektor, yaitu
perbankan, perasuransian, lembaga pembiayaan, dan
asosiasi di masing-masing sektor.
104
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Tabel 60 Rincian PUJK Sektor Perbankan yang telah menyampaikan Laporan Self-Assessment
Sebagian besar laporan SA berasal dari sektor Sub Sektor Kantor Cabang dari Bank yang
perbankan yaitu 1.326 dari total 1.918 laporan berkedudukan di Luar Negeri disusul oleh BUS,
(Tabel 62). Secara rata-rata, Laporan SA sektor BPR Syariah, BUK, BPD, kemudian BPR
perbankan dengan nilai SA tertinggi dimiliki oleh Konvensional.
105
Halaman ini sengaja dikosongkan
106
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Lampiran
107
Halaman ini sengaja dikosongkan
108
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
LAMPIRAN I
No POJK/
No. Perihal Tanggal Latar Belakang Pokok-Pokok Pengaturan/Perubahan Link
SEOJK
Perubahan atas
POJK Nomor POJK ini dikeluarkan sebagai bentuk a) Prinsip-prinsip bank yang akan melakukan kegiatan
27/POJK.03/2015 dukungan OJK terhadap UU RI No.11 Trust;
POJK POJK
tentang Kegiatan tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak b) Mekanisme dan cakupan dalam pelaksanaan kegiatan
Nomor Nomor
1 Usaha Bank 14-Jul-16 sehingga menjadi landasan hukum bagi Trust baik yang bersifat konvensional maupun syariah;
25/POJK.03 25/POJK.03
berupa Penitipan Bank untuk dapat menerima nasabah c) Pencatatan kegiatan Trust oleh bank;
/2016 /2016
dengan settlor baik dalam bentuk korporasi d) Para pihak dalam kegiatan Trust; dan
Pengelolaan maupun perorangan. e) Manajemen risiko kegiatan Trust.
(Trust).
a) Bank wajib menambahkan Informasi kuantitatif
eksposur risiko yang dihadapi Bank pada Laporan
Publikasi Triwulanan (LPT) posisi Juni. Sebelumnya
hanya pada Laporan Publikasi Tahunan;
b) Bank yang diwajibkan menyusun dan mempublikasikan
laporan rasio kecukupan Liquidity Coverage Ratio (LCR)
pada LPT wajib menambahkan informasi mengenai
pengungkapan LCR yaitu informasi kuantitatif berupa
perhitungan dan nilai LCR dan informasi kualitatif yang
Perubahan atas Terdapat gap antara ketentuan existing menjelaskan perhitungan dan nilai LCR;
POJK Nomor dengan standar pengaturan Basel c) Adanya larangan batasan dan/atau hambatan
POJK POJK
6/POJK.03/2015 khususnya Pillar 3 Basel II dan Basel III signifikan lainnya untuk melakukan transfer dana atau
Nomor Nomor
2 tentang 8-Aug-16 dalam rangka pemenuhan Regulatory dalam rangka pemenuhan modal yang dipersyaratkan
32/POJK.03 32/POJK.03
Transparansi dan Consistency Assessment Program (RCAP) oleh Otoritas (regulatory capital) antara Bank dengan
/2016 /2016
Laporan Publikasi yang perlu ditindaklanjuti dengan entitas lain dalam satu kelompok usaha;
Bank penyempurnaan ketentuan. d) Bank wajib mengumumkan laporan informasi dan/atau
fakta material paling sedikit pada situs Web Bank dan
menyampaikannya kepada OJK paling lambat 2 hari
setelah adanya informasi/fakta material; dan
e) Surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat
dan Bank Indonesia dalam valuta asing yang dapat
diperhitungkan sebagai High Quality Liquid Asset
(HQLA) Level 1 paling tinggi sebesar kebutuhan arus
kas keluar bersih (net cash outflow) dalam valuta asing
dimaksud.
109
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
No POJK/
No. Perihal Tanggal Latar Belakang Pokok-Pokok Pengaturan/Perubahan Link
SEOJK
Dalam upaya menciptakan sistem
perbankan yang sehat, mampu
Perubahan atas berkembang dan bersaing secara nasional
a) Peningkatan kualitas instrumen permodalan Bank
POJK Nomor maupun internasional, perlu dilakukan
POJK melalui penyempurnaan persyaratan instrumen modal POJK
11/POJK.03/2016 penyempurnaan ketentuan melalui
Nomor disetor, modal inti tambahan (Additional Tier 1) dan Nomor
3 tentang Kewajiban 22-Sep-16 harmonisasi dengan standar internasional
34/POJK.03 modal pelengkap (Tier 2); dan 34/POJK.03
Penyediaan Modal sebagai bentuk komitmen Indonesia
/2016 b) Penyempurnaan komponen dalam perhitungan /2016
Minimum Bank sebagai anggota G-20 dan dengan UU RI
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
Umum Nomor 9 tahun 2016 tentang Pencegahan
dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan
(PPKSK).
SEOJK ini merupakan ketentuan
pelaksanaan dari POJK Nomor a) Metode penetapan material risk takers (MRT);
Penerapan Tata
SEOJK 45/POJK.03/2015 tentang Penerapan Tata b) Metode penangguhan Remunerasi yang Bersifat SEOJK
Kelola dalam
Nomor Kelola dalam Pemberian Remunerasi bagi Variabel bagi MRT; Nomor
4 Pemberian 26-Sep-16
40/SEOJK.0 Bank Umum (POJK Remunerasi) untuk c) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan 40/SEOJK.0
Remunerasi bagi
3/2016 memberikan panduan lebih lanjut bagi malus dan clawback; dan 3/2016
Bank Umum
Bank dalam menerapkan POJK d) Pengungkapan informasi kebijakan Remunerasi.
Remunerasi.
a) Persyaratan penerbitan sertifikat deposito;
b) Tata cara permohonan persetujuan penerbitan
sertifikat deposito dalam bentuk tanpa warkat;
SEOJK SEOJK ini merupakan ketentuan SEOJK
Tata Cara c) Bukti penerbitan sertifikat deposito;
Nomor pelaksanaan dari POJK Nomor Nomor
5 Penerbitan 27-Sep-16 d) Penerapan program Anti Pencucian Uang dan
41/SEOJK.0 10/POJK.03/2015 tentang Penerbitan 41/SEOJK.0
Sertifikat Deposito Pencegahan Pendanaan Terorisme;
3/2016 Sertifikat Deposito oleh Bank. 3/2016
e) Manajemen risiko;
f) Perlindungan nasabah; dan
g) Pelaporan transaksi sertifikat deposito.
SEOJK ini merupakan ketentuan
Pedoman pelaksanaan dari POJK Nomor
Perhitungan Aset 34/POJK.03/2016 tentang Perubahan atas
Tertimbang POJK Nomor 11/POJK.03/2016 tentang a) Cakupan dan tata cara perhitungan ATMR Risiko Kredit
SEOJK SEOJK
Menurut Risiko Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan pendekatan standar;
Nomor Nomor
6 untuk Risiko Kredit 28-Sep-16 Bank Umum. Dengan berlakunya SEOJK b) Teknik mitigasi risiko kredit dalam perhitungan ATMR
42/SEOJK.0 42/SEOJK.0
dengan ini, maka SEBI Nomor 13/6/DPNP tentang untuk Risiko Kredit dengan pendekatan standar; dan
3/2016 3/2016
Menggunakan Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang c) Mekanisme pelaporan.
Pendekatan Menurut Risiko untuk Risiko Kredit
Standar dengan Menggunakan Pendekatan
Standar menjadi tidak berlaku.
110
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
No POJK/
No. Perihal Tanggal Latar Belakang Pokok-Pokok Pengaturan/Perubahan Link
SEOJK
a) Perubahan format laporan perhitungan KPMM;
b) Penambahan format pengungkapan LCR;
c) Penambahan pengungkapan kualitatif Risiko Kredit
pihak lawan (Counterparty Credit Risk/CCR) pada risiko
SEOJK ini merupakan pedoman bagi Bank
SEOJK Transparansi dan kredit; SEOJK
dalam melakukan pengisian Laporan
Nomor Publikasi Laporan d) Penambahan Pengungkapan Interest Rate Risk in Nomor
7 28-Sep-16 Publikasi. Dengan berlakunya SEOJK ini,
43/SEOJK.0 Bank Umum Banking Book (IRRBB) pada risiko pasar; 43/SEOJK.0
maka SEOJK Nomor 11/SEOJK.03/2015
3/2016 Konvensional e) Penambahan pengungkapan daftar nama perusahaan 3/2016
menjadi tidak berlaku.
anak pada pengungkapan permodalan sesuai kerangka
Basel III; dan
f) Penghapusan pengaturan pengungkapan perhitungan
Risiko Pasar dengan menggunakan model internal.
SEOJK ini merupakan ketentuan
Perhitungan Aset
pelaksanaan dari POJK Nomor
Tertimbang
11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban
SEOJK Menurut Risiko
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum SEOJK
Nomor untuk Risiko a) Perhitungan ATMR untuk risiko operasional dengan
untuk memberikan panduan lebih lanjut Nomor
8 24/SEOJK.0 Operasional 14-Jul-16 menggunakan PID; dan
bagi Bank dalam melakukan Perhitungan 24/SEOJK.0
3/2016 dengan b) Ketentuan lain-lain.
Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) 3/2016
(Konversi) Menggunakan
untuk Risiko Operasional dengan
Pendekatan
Menggunakan Pendekatan Indikator
Indikator Dasar
Dasar (PID)
SEOJK ini merupakan ketentuan
SEOJK a) Cakupan dan penyusunan rencana bisnis;
pelaksanaan dari POJK Nomor SEOJK
Nomor b) Laporan realisasi rencana bisnis dan laporan
Rencana Bisnis 5/POJK.03/2016 mengenai Rencana Bisnis Nomor
9 25/SEOJK.0 14-Jul-16 pengawasan rencana bisnis;
Bank Umum Bank Umum untuk memberikan panduan 25/SEOJK.0
3/2016 c) Jangka waktu penyampaian pelaporan; dan
lebih lanjut bagi Bank dalam menerapkan 3/2016
(Konversi) d) Ketentuan lain-lain.
rencana bisnis bank.
SEOJK ini merupakan ketentuan
pelaksanaan dari POJK 11/POJK.03/2016
Kewajiban
tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Penyediaan Modal
SEOJK Minimum Bank Umum
Minimum sesuai a) Kewajiban penyediaan modal umum sesuai profil SEOJK
Nomor (Lembaran Negara Republik Indonesia
Profil Risiko dan risiko; Nomor
10 26/SEOJK.0 14-Jul-16 Tahun 2016 Nomor 25, Tambahan
Pemenuhan b) Pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets; dan 26/SEOJK.0
3/2016 Lembaran Negara Republik Indonesia
Capital c) Ketentuan lain-lain. 3/2016
(Konversi) Nomor 5848) untuk memberikan panduan
Equivalency
lebih lanjut bagi Bank mengenai
Maintained Assets
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
sesuai profil risiko dan pemenuhan
111
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
No POJK/
No. Perihal Tanggal Latar Belakang Pokok-Pokok Pengaturan/Perubahan Link
SEOJK
Capital Equivalency Maintained Assets.
No POJK/
No. Perihal Tanggal Latar Belakang Pokok-Pokok Pengaturan/Perubahan Link
SEOJK
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
16, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5840) untuk
memberikan panduan lebih lanjut
mengenai penerapan manajemen risiko
secara konsolidasi bagi Bank yang
melakukan pengendalian terhadap
perusahaan anak, perlu untuk mengatur
ketentuan pelaksanaan mengenai
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan.
SEOJK ini merupakan ketentuan
pelaksanaan dari peraturan-peraturan
SEOJK a) Penilaian lembaga pemeringkat;
Lembaga yang terkait dengan penggunaan SEOJK
Nomor b) Publikasi lembaga pemeringkat dan peringkat yang
Pemeringkat dan peringkat dari suatu eksposur yang Nomor
14 37/SEOJK.0 8-Sep-16 diakui Otoritas Jasa Keuangan; dan
Peringkat yang dimiliki Bank untuk memberikan panduan 37/SEOJK.0
3/2016 c) Pengkinian daftar lembaga pemeringkat dan peringkat
Diakui OJK lebih lanjut mengenai lembaga 3/2016
(Konversi) yang diakui.
pemeringkat dan peringkat yang diakui
Otoritas Jasa Keuangan.
Pedoman SEOJK ini merupakan ketentuan
Penggunaan pelaksanaan dari POJK Nomor
SEOJK
Metode Standar 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban a) Penggunaan metode standar dalam perhitungan SEOJK
Nomor
dalam Penyediaan Modal Minimum Bank Umum KPMM dengan memperhitungkan risiko pasar; Nomor
15 38/SEOJK.0 8-Sep-16
Perhitungan untuk memberikan panduan lebih lanjut b) Tata cara perhitungan beban modal; dan 38/SEOJK.0
3/2016
KPMM BU dengan bagi Bank dalam perhitungan kewajiban c) Tata cara pelaporan. 3/2016
(Konversi)
Memperhitungkan penyediaan modal minimum Bank Umum
Risiko Pasar dengan memperhitungkan risiko pasar.
Dalam rangka mendukung terwujudnya a) Calon Pihak Utama wajib memperoleh persetujuan dari
perizinan prima, diperlukan OJK sebelum menjalankan tindakan, tugas, dan
penyempurnaan peraturan mengenai fungsinya;
Penilaian
penilaian kemampuan dan kepatutan b) Penilaian kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk
POJK Kemampuan dan POJK
sehingga OJK dapat memberikan layanan menilai bahwa Pihak Utama memenuhi persyaratan;
Nomor Kepatutan bagi Nomor
16 22-Jul-16 perizinan bagi kepengurusan dan c) Permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi
27/POJK.03 Pihak Utama 27/POJK.03
kepemilikan LJK yang lebih cepat, tepat, Pihak Utama diajukan oleh calon pemilik, pendiri atau
/2016 Lembaga Jasa /2016
mudah, dan transparan. anggota Direksi LJK dalam hal permohonan izin
Keuangan
Selain itu, dengan beralihnya kewenangan pendirian LJK atau anggota Direksi LJK, dalam hal LJK
pengaturan dan pengawasan Lembaga telah memperoleh izin usaha dilengkapi dengan
Jasa Keuangan kepada OJK sesuai dengan dokumen persyaratan administratif;
113
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
No POJK/
No. Perihal Tanggal Latar Belakang Pokok-Pokok Pengaturan/Perubahan Link
SEOJK
Undang Undang RI Nomor 21 Tahun 2011 d) Hasil penilaian kemampuan dan kepatutan yang
tentang OJK, diperlukan penyelarasan ditetpkan OJK adalah disetujui atau tidak disetujui
ketentuan yang mengatur mengenai dengan jangka waktu penetapan 30 hari kerja sejak
penilaian kemampuan dan kepatutan dokumen permohonan diterima secara lengkap; dan
yang berlaku bagi LJK baik di sektor e) OJK menetapkan tata cara penilaian kemampuan dan
perbankan, pasar modal, dan industri kepatutan yang berbeda bagi Pihak Utama pada LJK
keuangan non bank, untuk menghindari dalam penyelamatan/penanganan oleh lembaga atau
terjadinya regulatory arbitrage dan instansi yang mempunyai kewenangan untuk
inkonsistensi dalam pelaksanaan penilaian melakukan penyelamatan/penanganan LJK dan Bank
kemampuan dan kepatutan di LJK yang yang digunakan sebagai sarana resolusi sebagaimana
diatur dan diawasi oleh OJK. diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016
tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem
Keuangan.
a) Pihak yang wajib mengikuti penilaian kemampuan dan
kepatutan;
b) Faktor penilaian kemampuan dan kepatutan;
c) Persyaratan administratif bagi calon PSP;
d) Persyaratan administratif bagi calon anggota Direksi
dan Dewan Komisaris;
Penilaian
e) Dokumen pendukung atas dokumen persyaratan
Kemampuan Dan
administratif;
Kepatutan bagi
SEOJK ini merupakan ketentuan f) Penyampaian dokumen adminsitratif;
SEOJK Calon Pemegang SEOJK
pelaksanaan dari POJK Nomor g) Tata cara penilaian kemampuan dan kepatutan;
Nomor Saham Nomor
17 13-Sep-16 27/POJK.03/2016 tentang Penilaian h) Hasil penilaian kemampuan dan kepatutan;
39/SEOJK.0 Pengendali, Calon 39/SEOJK.0
Kemampuan dan Kepatutan bagi Pihak i) Pengajuan kembali calon anggota Direksi atau calon
3/2016 Anggota Direksi, 3/2016
Utama Lembaga Jasa Keuangan anggota Dewan Komisaris yang ditetapkan tidak
dan Calon
disetujui;
Anggota Dewan
j) Tata cara penilaian kemampuan dan kepatutan bagi
Komisaris Bank
calon anggota Direksi atau calon anggota Dewan
Komisaris Bank Perantara dan Bank Dalam
Penyelamatan/Penanganan oleh Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS);
k) Alamat penyampaian;
l) Laporan rencana perubnahan struktur kelompok usaha.
114
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
LAMPIRAN II
115
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
LAMPIRAN III
GLOSARRY
Istilah Keterangan
A
Aktivitas Bank Jasa yang disediakan oleh Bank kepada nasabah, antara lain adalah jasa keagenan dan/atau kustodian (SE No.11/35/DPNP
tentang Pelaporan Produk dan Aktivitas Baru).
AL/DPK Indikator likuiditas yang membandingkan antara Alat Likuid (AL = Final Excess Reserve + Kas + Penempatan pada BI lainnya
+ Reserve Repo ) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK = Tabungan + Giro + Deposito). Likuiditas yang baik jika berada diatas
threshold AL/DPK>10%.
AL/NCD Indikator likuiditas yang membandingkan antara Alat Likuid terhadap Non Core Deposit (NCD = 30% Tabungan + 30% Giro
+ 10% Deposito). Likuiditas yang baik jika berada diatas threshold AL/NCD>50%.
Anti Money Laundering/AML Suatu rezim yang mencegah dan membasmi segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan
UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
B
Bancassurance Pemasaran produk asuransi yang dikembangkan dan dipertanggungkan oleh perusahaan asuransi dan didistribusikan
melalui jaringan bank.
Bank Persepsi Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk membantu pencapaian program Pemerintah.
Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) Pengelompokkan bank yang didasarkan pada modal inti, yaitu: (i) BUKU 1 = modal inti kurang dari Rp1 triliun; (ii) BUKU 2 =
modal inti Rp1 triliun s.d kurang dari Rp5 triliun; (iii) BUKU 3 = modal inti Rp5 triliun s.d kurang dari Rp3 triliun; (iv) BUKU 4
= modal inti diatas Rp30 triliun (PBI No.14/25/PBI/2012)
Basel Committee on Banking Supervision Komite yang beranggotakan otoritas pengawas bank yang dibentuk oleh negara-negara yang tergabung dalam G-10 pada
(BCBS) tahun 1975. BCBS dibentuk sebagai wadah untuk membahas persoalan terkait pengawasan perbankan.
Beban Operasional terhadap Pengukuran efisiensi yang diukur dari rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional.
Pendapatan Operasional (BOPO)
C
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Penyisihan yang dibentuk apabila nilai tercatat kredit setelah penurunan nilai kurang dari nilai tercatat awal.
(CKPN)
Capital Adequacy Ratio (CAR) Rasio kecukupan modal yang diperoleh dari perhitungan (modal/ATMR)x100%, dengan threshold yang ditetapkan oleh BIS
(Bank for International Settlements) sebesar minimal 8%.
Cash Ratio (CR) Perbandingan antara alat likuid terhadap hutang lancar sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Tata
Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat dan perubahannya (PBI No.3/15/PBI/2001 tentang Penetapan
Status BPR dalam Pengawasan Khusus dan Pembekuan Kegiatan Usaha).
Capital Equivalency Maintained Assets Alokasi dana usaha kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang wajib ditempatkan pada aset
(CEMA) keuangan dalam jumlah dan persyaratan tertentu (POJK No.11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Umum).
Concentration Risk Concentration Risk digunakan untuk mengukur tingkat konsentrasi pada sejumlah entitas (n). Dalam hal ini, pengukuran
pada perbankan diukur melalui total aset.
116
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Istilah Keterangan
Countering Financing Terrorism (CFT) Upaya pencegahan pendanaan terorisme yang merupakan segala perbuatan dalam rangka menyediakan, mengumpulkan,
memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan/atau
yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris.
D
Dana Pihak Ketiga (DPK) Dana yang diperoleh dari masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah tangga,
koperasi, yayasan, dan lain-lain baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing.
Debitur Inti Debitur inti adalah 10, 15, atau 25 debitur/grup (one obligor concept) diluar pihak terkait sesuai total aset bank, yaitu
sebagai berikut:
a. Bank dengan total aset sampai dengan 1 triliun, debitur inti = 10 debitur/grup
b. Bank dengan total aset antara 1 triliun s.d 10 triliun, debitur inti = 15 debitur/grup
c. Bank dengan total aset lebih besar dari 10 triliun, debitur inti = 25 debitur/grup
(SE No.8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 tentang Pedoman Laporan Berkala Bank Umum)
Deposito Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan
dengan bank (UU RI No.10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan)
Disaster Recovery Center (DRC) Pusat Pemulihan Bencana adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk memulihkan kembali data atau informasi serta
fungsi-fungsi penting Sistem Elektronik yang terganggu atau rusak akibat terjadinya bencana yang disebabkan oleh alam
atau manusia.
E
Electronic Data Capture (EDC) Mesin yang berfungsi sebagai sarana penyedia transaksi dan alat pembayaran yang penggunaannya dengan cara
memasukkan atau menggesek kartu ATM, kartu debit maupun kartu kredit dalam suatu bank maupun antar bank, serta
dilengkapi dengan fasilitas pembayaran lainnya yang terkoneksi secara realtime.
E-licensing Sistem perizinan secara online yang memberikan layanan informasi status terkini atas pengajuan perizinan yang telah
disampaikan serta informasi ketentuan proses dan persyaratan dokumen perizinan perbankan.
Executing Piinjaman yang diberikan dari BUK/S kepada BPR/S dalam rangka pembiayaan (untuk diteruspinjamkan) kepada nasabah
mikro dan kecil. Pencatatan di bank umum sebagai pinjaman/pembiayaan ke BPR/S dan pencatatan di BPR/S sebagai
pinjaman/pembiayaan ke UMK (Generic Model Linkage Program).
F
Fair Value Option (FVO) Instrumen keuangan yang ditetapkan untuk diukur pada nilai wajar. Sesuai standar akuntansi yang berlaku, kategori FVO
digunakan untuk menampung posisi instrumen keuangan yang pada saat pengakuan awal telah ditetapkan oleh bank
untuk diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi. Bank dapat mengkategorikan instrumen keuangan sebagai FVO
hanya apabila instrumen keuangan memiliki satu atau lebih derivatif melekat (embedded derivative) atau ketika
melakukannya akan menghasilkan informasi yang lebih relevan (Handbook Penilaian Risiko Pasar, dalam lampiran SE BI
No.13/36/INTERN/2011).
Financial Conglomerate Ratios (FICOR) Suatu kumpulan data keuangan dan rasio-rasio untuk membantu pengawas terintegrasi dalam melakukan penilaian atas
kondisi suatu konglomerasi keuangan berdasarkan data dan informasi keuangan konglomerasi keuangan, rasio komparatif
dan trend analysis. Sumber data FICOR adalah data keuangan yang ada pada 3 (tiga) sektor pengawasan. Dalam modul
FICOR tersebut terdapat rasio-rasio keuangan untuk beberapa risiko yang nantinya dapat dijadikan indikator awal oleh
pengawas terintegrasi dalam melakukan penilaian terhadap konglomerasi keuangan yang diawasi.
117
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Istilah Keterangan
Financially sound Keadaan yang menggambarkan kondisi keuangan berada dalam keadaan yang cukup/baik sehingga potensial bagi
lembaga jasa keuangan untuk mengembangkan usahanya.
Fit and Proper Test (Existing) Penilaian kembali atas kemampuan dan kepatutannya sebagai pemilik dan pengelola Bank yang dilakukan secara
berkesinambungan terhadap pihakpihak yang telah mendapat persetujuan untuk menjadi Direksi, Komisaris, Pemegang
Saham Pengendali (PSP), dan Pejabat Eksekutif untuk melindungi industri bank dari pihak-pihak yang diindikasikan tidak
memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan. Penilaian kembali dilakukan dalam hal terdapat indikasi permasalahan
integritas, reputasi keuangan dan/atau kompetensi.
Fit and Proper Test (New Entry) Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap (i) calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan calon Direksi, Komisaris,
dan pemegang saham pengendali; (ii) PSP, anggota Dewan Komisaris dan Direksi, Komisaris, dan pemegang saham
pengendali; dan (iii) pihak-pihak yang sudah tidak menjabat namun yang bersangkutan diduga terlibat atau bertanggung
jawab terhadap perbuatan atau tindakan yang sedang dalam proses FPT.
Foreign Account Tax Compliant Act Peraturan pemerintah AS yang diterbitkan pada tanggal 18 Maret 2010 dengan tujuan untuk menanggulangi penghindaran
(FATCA) pajak (tax avoidance) oleh warga AS yang melakukan direct investment melalui lembaga keuangan di luar negeri ataupun
indirect investment melalui kepemilikan perusahaan di luar negeri.
Foreign Financial Institution (FFI) Setiap jasa keuangan interasional yang melakukan penerimaan dana, pemeliharaan rekening, dan keterlibatan dalam
investasi, reinvesting, trading securities, partnership, serta interest.
Forum Koordinasi Pertukaran Informasi Forum yang dibentuk dalam rangka pelaksanaan SKB antara BI dan OJK untuk kelancaran pelaksanaan tugas yang terkait
dan Sistem Pelaporan (FKPISP) dengan pertukaran informasi antara kedua lembaga dan pelaporannya, mencakup perbankan konvensional dan syariah.
Fraud Kecurangan termasuk penipuan, penggelapan aset, dan pembocoran informasi.
G
Giro Simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah
pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan (UU RI No.10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang
No.7 tahun 1992 tentang Perbankan)
Giro Wajib Minimum (GWM) Jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh Bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase
tertentu dari DPK. (PBI No.15/15/PBI/2013)
Good Corporate Governance (GCG) Prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta
kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan
stakeholders pada umumnya.
H
Horizontal Group Horizontal Group yaitu apabila tidak terdapat hubungan langsung antara LJK yang berada dalam satu Konglomerasi
Keuangan tetapi LJK tersebut dimiliki atau dikendalikan oleh pihak yang sama
I
Internal Dispute Resolution (IDR) Mekanisme penyelesaian pengaduan yang dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan.
Islamic Financial Service Board (IFSB) Organisasi internasional yang menyusun standar bagi lembaga yang mengatur dan mengawasi sektor perbankan, pasar
modal dan asuransi syariah dalam rangka meningkatkan stabilitas dan ketahanan industri jasa keuangan syariah. IFSB
berkantor pusat di Kuala Lumpur, Malaysia.
Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Institusi keuangan selain bank, meliputi perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan
lainnya (pegadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder
perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib).
118
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Istilah Keterangan
Interest Risk Rate (IRR) Risiko suku bunga pada aset di banking book. Parameter ini menilai perbandingan antara aset keuangan pada banking book
yang memiliki eksposur suku bunga yang tinggi
Internal Revenue Service (IRS) Lembaga keuangan pemerintah Amerika Serikat yang menangani perpajakan.
K
Kebijakan Single Digit Interest Rate Kebijakan single digit interest rate merupakan kebijakan OJK yang diterapkan dalam rangka untuk mengurangi persaingan
suku bunga serta menekan biaya dana perbankan, antara lain melalui penerapan capping suku bunga dana, yang
menetapkan batas atas suku bunga maksimum 75 bps bagi BUKU 4 dan maksimum 100 bps bagi BUKU 3 di atas BI Rate.
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Kewajiban bank umum untuk menyediakan modal minimum sebesar persentase tertentu dari aktiva tertimbang menurut
(KPMM) risiko sebagaimana ditetapkan oleh OJK (POJK Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum)
Know Your Financial Conglomerates Pemahaman yang komprehensif terhadap kondisi dari Konglomerasi Keuangan untuk menyediakan informasi dan bahan
(KYFC) analisis bagi Pengawas Terintegrasi dalam melakukan penilaian profil risiko dan tingkat kondisi Konglomerasi Keuangan.
Kondisi square Kondisi square pada PDN merupakan kondisi dimana valas yang berada di sisi aktiva sama dengan valas yang berada di sisi
pasiva pada neraca, atau dengan kata lain valas yang berada pada tagihan dan kewajiban sama dengan valas yang berada
pada rekening administratif.
Konglomerasi keuangan LJK yang berada dalam satu grup atau kelompok karena keterkaitan kepemilikan dan/atau pengendalian
KUR Kredit/pembiayaan yang diberikan oleh perbankan kepada UMKMK yang feasible tapi belum bankable atau usaha tersebut
memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan. UMKM dan Koperasi yang diharapkan
dapat mengakses KUR adalah yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan dan kelautan,
perindustrian, kehutanan, dan jasa keuangan simpan pinjam. Penyaluran KUR dapat dilakukan langsung, maksudnya UMKM
dan Koperasi dapat langsung mengakses KUR di Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu Bank Pelaksana. Untuk
lebih mendekatkan pelayanan kepada usaha mikro, maka penyaluran KUR dapat juga dilakukan secara tidak langsung,
maksudnya usaha mikro dapat mengakses KUR melalui Lembaga Keuangan Mikro dan KSP/USP Koperasi, atau melalui
kegiatan linkage program lainnya yang bekerjasama dengan Bank Pelaksana.
L
Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Kegiatan menyediakan layanan perbankan dan/atau layanan keuangan lainnya yang dilakukan tidak melalui jaringan kantor,
Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) namun melalui kerjasama dengan pihak lain dan perlu didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi (POJK
Nomor 19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif).
Layanan Informasi Salah satu layanan yang disediakan oleh OJK untuk menerima laporan dari Konsumen dan/atau masyarakat terkait
karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya atau informasi lainnya (PDK No. 1/PDK.07/2015 tentang Sistem
Layanan Konsumen Terintegarsi di Sektor Jasa Keuangan).
Lembaga Jasa Keuangan (LJK) Lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, lembaga
Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang yang berfungsi menjamin simpanan nasabah
penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya.
Linkage Program Linkage program adalah program yang meneruspinjamkan KUR dari penyalur KUR kepada penerima KUR berdasarkan
perjanjian kerjasama lembaga linkage yang meliputi koperasi sekunder, koperasi primer, BPR/BPRS, perusahaan
pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, lembaga keuangan bukan bank lainnya, dan kelompok
usaha.
119
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Istilah Keterangan
Liquidity Coverage Ratio (LCR) Merupakan salah satu standar perhitungan risiko likuiditas bank.
Loan to Deposit Ratio (LDR) Rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain,
terhadap dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan, dan deposito dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk
dana antar bank (PBI No.15/15/PBI/2013).
M
Mixed Group Mixed Group yaitu apabila dalam satu Konglomerasi Keuangan terdapat struktur kelompok usaha yang bersifat vertical
group dan horizontal group.
Modal Inti Komponen yang termasuk ke dalam modal inti diantaranya modal inti utama (Common Equity Tier 1) dan modal inti
tambahan (Additional Tier 1). Modal inti utama termasuk didalamnya modal disetor, cadangan tambahan modal, minority
interest hasil konsolidasi, faktor pengurang CET 1, kekurangan modal, serta eksposur sekuritisasi. Sementara modal inti
tambahan diantaranya saham preferen, surat berharga dan pinjaman subordinasi, dan komponen lainnya (sesuai ketentuan
BASEL III) (PBI No. 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum).
Mudharabah Perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian
keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya (PBI No. 5/9/2003 tentang
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah).
N
Net Interest Margin (NIM) Merupakan indikator rentabilitas bank yang didapat dari rasio Pendapatan Bunga Bersih terhadap rata-rata Total Aset
Produktif (SE BI No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011).
Non Performing Loan (NPL) Salah satu indikator kesehatan kualitas aset bank. NPL yang digunakan adalah NPL net yaitu NPL yang telah disesuaikan.
Penilaian kualitas aset merupakan penilaian terhadap kondisi aset Bank dan kecukupan manajemen risiko kredit. Semakin
tinggi nilai NPL (diatas 5%) maka bank tersebut tidak sehat. NPL yang tinggi menyebabkan menurunnya laba yang akan
diterima oleh bank. Penurunan laba mengakibatkan dividen yang dibagikan juga semakin berkurang sehingga
pertumbuhan tingkat return saham bank akan mengalami penurunan. Rasio Non Performing Loan (NPL) merupakan salah
satu rasio untuk mengukur kualitas kredit BPR, dihitung dengan rumus: NPL = Kredit Non Lancar / Kredit.
O
Off-site Supervision Pengawasan perbankan yang dilakukan secara tidak langsung, antara lain melalui alat pemantauan seperti laporan berkala
yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya.
On-site Supervision Pengawasan langsung perbankan, terdiri dari pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus.
P
Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Kegiatan pinjam meminjam antara satu bank kepada bank lain.
Pemegang Saham Pengendali (PSP) Badan hukum dan/atau perorangan dan/atau kelompok usaha yang memiliki saham Bank sebesar 25% atau lebih dari
jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara, atau memiliki saham kurang dari 25% dari jumlah saham yang
dikeluarkan Bank dan mempunyai hak suara namun dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian Bank baik secara
langsung maupun tidak langsung (PBI No.14.24.PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia)
Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan khusus merupakan pemeriksaan yang dilakukan secara insidentil dan berkaitan dengan aspek tertentu dari
bank seperti produk bank, aktivitas atau kegiatan usaha tertentu, indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh bank,
ataupun hal-hal lainnya yang dirasakan diperlukan untuk didalami dan diperiksa lebih jauh. Pelaksanaan pemeriksaan
khusus ini dapat berdiri sendiri/tersendiri ataupun merupakan lanjutan dari pemeriksaan umum yang dilakukan secara
bersamaan antara lain pemeriksaan khusus modal disetor, fit and proper, pemeriksaan dugaan tindak pidana, Anti
120
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Istilah Keterangan
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT), suku bunga, setoran modal, aktivitas operasional, IT,
dan treasury.
Pemeriksaan pada area tertentu Pemeriksaan yang difokuskan pada risiko tertentu (risk focus examination) atau area-area tertentu dengan memperhatikan
(multiple targeted examination) dampak dari permasalahan yang ada terhadap kondisi usaha bank atau pada area yang menjadi fokus pengawasan,
termasuk pemeriksaan terhadap perusahaan anak yang dikonsolidasikan dan/atau bank yang merupakan bagian dari suatu
grup usaha. Pemeriksaan ini ditujukan agar dapat lebih terfokus pada permasalahan yang dihadapi bank sehingga
pelaksanaan pemeriksaan dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Pemeriksaan secara menyeluruh (full Pemeriksaan yang dilakukan secara menyeluruh dalam rangka menilai semua aspek kegiatan dan kondisi usaha bank yang
scope examination) meliputi keadaan keuangan bank secara menyeluruh, pengelolaan kegiatan usaha bank oleh manajemen, kepatuhan bank
terhadap ketentuan yang berlaku, kebenaran dan kewajaran laporan-laporan yang telah disampaikan kepada OJK, dan
risiko yang dihadapi oleh bank. Dalam hal ini faktor yang diperhatikan meliputi namun tidak terbatas pada profil risiko,
penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan bank. Pemeriksaan ini ditujukan agar mendapatkan gambaran secara
keseluruhan terhadap bank.
Pemeriksaan Umum Pemeriksaan umum adalah pemeriksaan yang dilakukan secara berkala pada individu bank minimum setahun sekali sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan dilakukan pemeriksaan umum
setiap waktu apabila diperlukan. Dalam melakukan pemeriksaan umum terdapat dua pendekatan yaitu pemeriksaan secara
menyeluruh (full scope examination) dan pemeriksaan pada area tertentu (multiple targeted examination).
Pengawasan Langsung (on-site Pengawasan langsung merupakan pengawasan yang dilakukan langsung di lokasi/kantor bank yang diawasi. Pengawasan
supervision) langsung terdiri dari pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran keadaan
keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui
apakah terdapat praktik-praktik tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank.
Pengawasan Tidak Langsung (off-site Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,
supervision) laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya. Pengawasan off-site dilakukan antara lain melalui pemantauan
perkembangan kualitas pembiayaan dan langkah-langkah perbaikan oleh bank melalui pelaksanaan action plan yang
memuat upaya perbaikan atas peningkatan pembiayaan bermasalah yang akan dilakukan antara lain melalui penambahan
modal disetor, pemantauan progres realisasi tambahan setoran modal pada beberapa BUS, dan pemantauan pencapaian
realisasi Rencana Bisnis Bank (RBB) dengan memperhatikan business model bank, sustainability dan prinsip kehati-hatian.
Pendanaan Non Inti Sumber pendanaan bank yang dianggap tidak stabil (volatile) dan pada situasi krisis diasumsikan akan lebih dahulu ditarik
dari bank. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menentukan stabilitas pendanaan baik dari sisi sensitivitas, sisa jatuh
waktu, maupun biaya dana, komponen pendanaan non inti yang digunakan dalam pengukuran risiko likuiditas kewajiban
adalah: a) Deposito dalam jumlah yang tidak dijamin oleh LPS; b) Deposito dalam jumlah yang dijamin oleh LPS tetapi
memberikan suku bunga di atas suku bunga penjaminan; c) Seluruh transaksi antar bank dan transaksi pasar uang; d)
Seluruh pinjaman (borrowings) tetapi tidak termasuk pinjaman/obligasi subordinasi yang merupakan komponen modal.
Perizinan Solo Jenis perizinan yang diproses oleh suatu bidang/sektor OJK yang tidak melibatkan bidang/sektor lain dalam prosesnya.
Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek Fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang dialami oleh Bank
(PLJP)
Posisi Devisa Netto (PDN) PDN dapat dibedakan menjadi 2, Long dan Short. Posisi long terjadi apabila nilai aktiva valas lebih besar dari pasiva valas
sementara Posisi short terjasi apabila aktiva valas lebih kecil dari pasiva valas. Posisi long akan diuntungkan saat nilai tukar
rupiah melemah (terdepresiasi) sementara posisi short akan diuntungkan saat nilai tukar rupiah menguat (apresiasi).
121
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Istilah Keterangan
Produk Bank Instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Bank. Produk Bank dimaksud adalah produk yang diciptakan, diterbitkan,
dan/atau dikembangkan oleh Bank dalam rangka penghimpunan dan penyaluran dana, antara lain meliputi giro, tabungan,
deposito, obligasi, kredit, medium term notes, produk derivatif, dan principally protected structured product (SE
No.11/35/DPNP tentang Pelaporan Produk dan Aktivitas Baru).
Prudential and Structural Indicators for Serangkaian indikator yang menggambarkan kondisi dan ketahanan sistem perbankan syariah di suatu negara yang dapat
Islamic Financial Institutions (PSIFI) dibandingkan dengan negara lainnya. Pembanding yang digunakan antara lain ukuran, pertumbuhan dan struktur sistem
perbankan syariah dan kondisi makroprudensial sistem perbankan syariah berdasarkan faktor permodalan, laba/earnings,
likuiditas, dan eksposur risiko.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang.
Keuangan (PPATK)
Q
Quality Assurance (QA) Suatu sistem pengendalian kualitas yang harus dipenuhi didalam pembuatan produk dari mulai proses awal hingga akhir
sehingga didapatkan output produk dengan kualitas yang terjamin.
R
Rencana Bisnis Bank (RBB) Dokumen tertulis yang menggambarkan rencana kegiatan usaha bank jangka pendek dan jangka menengah, termasuk
rencana untuk meningkatkan kinerja usaha, serta strategi untuk merealisasikan rencana tersebut sesuai dengan target dan
waktu yang ditetapkan, dengan tetap memperhatikan pemenuhan ketentuan kehati-hatian dan penerapan manajemen
risiko.
Return on Asset (ROA) Salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan
menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal (biaya yang digunakan mendanai aktiva) dikeluarkan
dari analisis.
Risiko harga Risiko harga merupakan potensi kerugian yang mungkin terjadi sebagai dampak dari penurunan harga aset.
Risiko nilai tukar Risiko nilai tukar terkait dengan potensi kerugian yang mungkin terjadi akibat perubahan nilai tukar terhadap posisi
portofolio bank. Risiko nilai tukar berasal dari dampak pergerakan nilai tukar terhadap portofolio valas bank baik di sisi aset
maupun kewajiban.
Risiko Operasional Penilaian risiko operasional bank mencakup penilaian atas risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko
operasional. Hasil penilaian risiko operasional digunakan antara lain sebagai dasar untuk menetapkan strategi dan tindakan
pengawasan terhadap risiko operasional bank. Risiko inheren operasional pada perbankan dievaluasi atas dasar
karakteristik dan kompleksitas bisnis, sumber daya manusia, teknologi informasi dan infrastruktur pendukung, fraud, serta
kejadian eksternal.
Risiko suku bunga Risiko kerugian pada posisi keuangan (neraca dan rekening administratif) akibat dari perubahan suku bunga. Risiko suku
bunga dapat dinilai berdasarkan banking book dan maturity profile. Risiko suku bunga pada banking book bersifat jangka
pendek melalui dampak pada rentabilitas maupun jangka panjang melalui dampak pada nilai ekonomis dari ekuitas bank.
Risk Based Supervision Sebuah siklus/skema pengawasan yang bertujuan untuk memahami risiko yang melekat dalam aktivitas usaha lembaga
keuangan dengan tepat.
S
Supervisory Colleges Supervisory Colleges (SC) adalah kelompok kerja Pengawas Bank dari berbagai negara yang bertujuan untuk meningkatkan
efektifitas pengawasan konsolidasi atas bank-bank yang tergabung dalam kelompok Bank Internasional. SC didorong oleh
122
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
Istilah Keterangan
negara-negara yang tergabung dalam G-20 setelah terjadinya krisis keuangan. SC dimaksudkan untuk meningkatkan
pengawasan terhadap Bank-Bank yang tergolong Global Systemically Important Bank (G-SIBs). Pengawas Bank dalam SC
dapat meningkatkan pertukaran informasi di antara pengawas bank di seluruh dunia, meningkatkan pengetahuan
mengenai risiko secara kelompok bisnis keuangan, serta menyediakan sarana komunikasi terkait isu-isu pengawasan yang
penting di antara anggota SC.
T
Tabungan Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati,
tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu (UU RI No.10 tahun
1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan)
The Fed (Federal Reserve) Bank Sentral Amerika Serikat
Threshold Ambang batas
Training of Trainer (TOT) Pelatihan yang diperuntukkan bagi orang yang diharapkan setelah selesai pelatihan mampu menjadi pelatih dan mampu
mengajarkan materi pelatihan tersebut kepada orang lain.
Transaksi Forward Transaksi jual/beli antara valuta asing terhadap rupiah dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja
setelah tanggal transaksi. Transaksi swap adalah transaksi pertukaran valuta asing terhadap rupiah melalui
pembelian/penjualan tunai (spot) dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka (forward) yang dilakukan secara
simultan, dengan counterparty yang sama dan pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi
dilakukan (PBI No. 14/ 5 /PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia).
Trust Kegiatan usaha Bank berupa penitipan dengan pengelolaan atas harta milik settlor berdasarkan perjanjian tertulis antara
Bank sebagai trustee dengan settlor untuk kepentingan beneficiary (PBI No.14/17/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha Bank
berupa Penitipan dengan Pengelolaan (Trust))
U
Undisbursed loan Fasilitas kredit yang masih disediakan oleh bank pelapor bagi nasabah dan belum ditarik. Undisbursed loan terbagi dua, (1)
committed yaitu kelonggaran tarik yang tidak dapat dibatalkan oleh bank karena bank memiliki komitmen untuk
mencairkan fasilitas dimaksud kepada nasabah, dan (2) uncommitted yaitu pinjaman yang dapat dibatalkan sewaktu-waktu
tanpa syarat oleh bank.
V
Vertical Group Vertical Group yaitu apabila terdapat hubungan langsung perusahaan induk dan perusahaan anak secara jelas dan
keduanya merupakan Lembaga Jasa Keuangan (LJK)
W
Wadiah Perjanjian penitipan dana antara pemilik dana dengan pihak yang dipercaya untuk menjaga dana titipan tersebut (PBI No.
5/9/2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah).
123
LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - Triwulan III 2016
124