Anda di halaman 1dari 16

Studi Kasus Contingency Of Accommodation In Public Relation Dalam Kasus

Hilangnya Pesawat Malaysia Airlines MH370

Diajukan untuk tugas mata kuliah Teori Public Relation

Disusun oleh :

Nurul Fatimah 145120207111031

Felicia Artanida S.S.D 145120200111040

Revita Carolina 145120201111011

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Deskripsi Kasus


Pada tanggal 8 Maret 2014, pesawat Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan
MH370 hilang dalam perjalanannya dari Kuala Lumpur menuju Beijing (Widyatmoko, 2014).
Pesawat ini terbang pada pukul 00.41 waktu Malaysia dan membawa penumpang sebanyak 239
orang yang terdiri dari penumpang warga negara China, Malaysia, India, Australia, Amerika
Serikat, Prancis, Ukraina, Kanada, Rusia, Belanda, dan Indonesia. Pada pukul 01.40 waktu
Malaysia, MH 370 dilaporkan hilang dari radar menara pemandu lalu lintas udara (ATC) di
Subang, Malaysia. Seharusnya, pesawat sudah tiba di Beijing pada pukul 06.30.
CEO Malaysia Airlines, Ahmad Jauhari Yahya, menyesalkan hilangnya kontak dengan
pesawat penerbangan MH370. Pihak Malaysia Airlines pun tengah bekerja sama dengan pihak
berwenang untuk mengaktifkan tim SAR dalam rangka pencarian pesawat. Mereka juga tengah
menelepon keluarga dan kru penumpang mengenai kejadian tersebut. Ahmad juga menyatakan,
Malaysia Airlines akan terus memperbaharui informasi mengenai kejadian ini (Sofia, 2014).
Akibat dari insiden hilangnya pesawat Boeing 777-200ER dengan nomor penerbangan
MH370 ini, saham maskapai penerbangan Malaysia Airlines turun drastis. Pada tanggal 10 Maret
2016, dalam Kuala Lumpur Composite Index di Bursa Malaysia, saham dengan kode MAS turun
16 persen menjadi RM 21 sen. Bukan hanya insiden MH370 saja yang membuat Malaysia
Airlines anjlok, tetapi juga karena kerugian biaya avtur dan gaji karyawan yang membengkak
(Firmansyah, 2014).
Seorang pejabat senior di angkatan udara Malaysia pada hari Selasa, 11 Maret 2014,
mengatakan bahwa setelah pukul 01.40 waktu Malaysia, pesawat tersebut sempat muncul selama
lebih dari satu jam. Saat itu, pesawat bergeser dari jalur yang seharusnya (Asfar, 2014).
Bukannya membuktikan kebenarannya, Pemerintah Malaysia memberikan bantahan mengenai
pernyataan itu. Pemerintah Malaysia telah mengecek pejabat tersebut dan mereka mengatakan
tidak ada bukti tentang pesawat berbelok dari jalurnya.
Pada tanggal 15 Maret 2014, Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, menyampaikan
keterangan pers mengenai hilangnya MH370 (Sidik, 2014). Ia mengatakan bahwa pesawat
sengaja menyimpang dari rutenya sehingga penyelidikan difokuskan kepada keterlibatan awak
dan penumpangnya yang diduga terlibat dalam pembelokkan arah terbang pesawat secara
sengaja itu. Ia juga mengatakan bahwa pesawat kemungkinan menggunakan salah satu dari dua
koridor penerbangan yang bukan rute tujuan Beijing, yaitu ke arah timur Malaysia. Dua koridor
penerbangan itu adalah koridor utara, dari Thailand sampai Asia Tengah untuk berakhir di
Eropa, dan koridor selatan yang biasa dipakai untuk Timur Tengah yang juga bisa berakhir di
Afrika. Najib juga mengatakan transponder pesawat yang vital bagi komunikasi pesawat telah
dimatikan dengan sengaja entah oleh awaknya atau penumpang di dalam pesawat. Dalam
pencarian pesawat MH370 melibatkan 14 negara, 43 kapal perang, dan 58 pesawat.
Pada hari Senin, 24 Maret 2014, Najib Razak memberikan pernyataan mengenai nasib
pesawat Malaysia Airlines. Ia menyatakan bahwa Inmarsat, perusahaan Inggris yang
menyediakan data satelit dari wilayah utara dan selatan bumi, menemukan posisi terakhir
MH370 berada di tengah Samudra Hindia sebelah barat Perth, Australia. Najib kembali
menegaskan bahwa Ia bersama dengan pihak Malaysia Airlines membagikan informasi ini
sebagai komitmen atas keterbukaan kepada keluarga korban (Utama, 2014).
Di tanggal yang sama pada malam hari sekitar jam 21.00, pihak maskapai penerbangan
Malaysia Airlines mengirimkan pesan singkat SMS kepada keluarga dan kerabat dekat 239
penumpang pesawat MH 370 (Felicia, 2014). Isi pesan singkat tersebut adalah sebagai berikut:

Malaysia Airlines deeply regrets that we have assume beyond any reasonle doubt that MH370
has been lost and that none of those on board survived. As you will hear in the next hour from Malaysia
Prime Minister. We must no accept all evidence suggest the place went down in the Southern India
Ocean.

Setelah Malaysia Airlines mengirimkan pesan singkat tersebut, keesokan harinya (25/3) Perdana
Menteri Malaysia, Najib Razak, menggelar konferensi pers di Malaysia. Ia menyampaikan pesan
serupa SMS yang disampaikan Malaysia Airlines serta memberi tambahan bahwa pihaknya akan
memberikan informasi lebih lanjut mengenai pesawat hilang ini pada hari mendatang. Razak
juga kembali mengungkapkan bahwa pesawat itu terakhir diketahui berada di sekitaran
Samudera Hindia dekat kota Perth, Australia (Felicia, 2014).
Dalam konferensi pers tersebut, CEO Malaysia Airlines, Ahmad Jauhari Yahya,
mengatakan bahwa pihaknya mengirim SMS untuk memastikan keluarga para penumpang
mendengar kabar tragis itu sebelum diumumkan lewat konferensi pers. Ia menambahkan bahwa
menggunakan SMS merupakan solusi terakhir untuk memastikan bahwa keluarga korban
menerima kabar itu. Ada pula sebagian keluarga dihubungi lewat sambungan telpon (Kristanti,
2014). Pihak Malaysia Airlines juga mangatakan bahwa mereka akan memberikan kompensasi
sebanyak USD $5,000 dan berjanji bahwa kompensasi sedang dipersiapkan. (Wallace, Tarson, &
Riley, 2014)
Namun di hari yang sama (25/3), keluarga ratusan penumpang asal Tiongkok (China)
mengamuk dan menyalahkan Pemerintah Negeri Jiran (Kawilarang & Dewi, 2014). Kerabat para
penumpang mengungkapkan kemarahannya dengan mengadakan aksi demonstrasi di depan
Kedutaan Besar Malaysia di Beijing. Mereka menuduh Pemerintah Malaysia dan maskapai
Malaysia Airlines berupaya menunda, menyembunyikan dan menutup-nutupi kebenaran yang
sesungguhnya. Mereka juga memprotes untuk mencari kebenaran dan kembalinya anggota
keluarga mereka yang hilang. Keluarga penumpang mengancam akan menempuh berbagai cara
agar pemerintah dan militer Malaysia bertanggung jawab terhadap kesalahan yang tak dapat
dimaafkan itu. Buruknya komunikasi dan lambatnya respon dari Pemerintah Malaysia juga
menjadi alasan mereka melakukan aksi demonstrasi. Selain itu, jatuhnya pesawat di Samudra
Hindia tidak memiliki bukti yang kuat bagi keluarga korban.

Pada hari Jumat, 28 Maret 2014, Pemerintah Malaysia kembali menggelar konferensi
pers di Ballroom Hotel Lido, Beijing. Sudah sekitar satu jam ratusan kerabat dari 153 warga
China yang menjadi penumpang MH 370 berada di dalam ruang konferensi pers. Lalu, mereka
pun akhirnya meninggalkan jumpa pers tersebut dan membiarkan para pejabat Malaysia
berbicara di deretan kursi-kursi yang kosong. Mereka kecewa dan tidak puas terhadap penjelasan
yang disampaikan dari Pemerintah Malaysia (Hardoko, 2014).

Kronologi Kejadian Krisis Malaysia Airlines MH 370

8 Maret 2014
Pesawat Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH370 hilang dalam perjalanannya dari
Kuala Lumpur menuju Beijing
10 Maret 2016
Dalam Kuala Lumpur Composite Index di Bursa Malaysia, saham dengan kode MAS turun 16
persen menjadi RM 21 sen. Bukan hanya insiden MH370 saja yang membuat Malaysia Airlines
anjlok, tetapi juga karena kerugian biaya avtur dan gaji karyawan yang membengkak
11 Maret 2014
Seorang pejabat senior di angkatan udara Malaysia memberikan bantahan mengenai pernyataan
tentang Pesawat Malaysia Airlines sempat muncul selama lebih dari satu jam. Saat itu, pesawat
bergeser atau menyimpang dari jalur yang seharusnya dilalui.
15 Maret 2014
Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, menggelar pers mengenai hilangnya MH370. Ia
mengatakan bahwa pesawat sengaja menyimpang dari rutenya sehingga penyelidikan difokuskan
kepada keterlibatan awak dan penumpangnya yang diduga terlibat dalam pembelokkan arah
terbang pesawat secara sengaja.
24 Maret 2014
Najib Razak memberikan pernyataan mengenai nasib pesawat Malaysia Airlines,yang
menemukan posisi terakhir MH370 berada di tengah Samudra Hindia sebelah barat Perth,
Australia serta pihak maskapai penerbangan Malaysia Airlines mengirimkan pesan singkat SMS
kepada keluarga dan kerabat dekat 239 penumpang pesawat MH 370. Selain itu CEO Malaysia
Airlines, Ahmad Jauhari Yahya, menggelar konferensi pers di Malaysia, tentang pihaknya
mengirim SMS untuk memastikan keluarga para penumpang mendengar kabar tragis itu sebelum
diumumkan lewat konferensi pers dan Razak juga memberikan tambahan bahwa pihaknya akan
memberikan informasi lebih lanjut mengenai pesawat hilang ini pada hari mendatang.
25 Maret 2014
Keluarga penumpang asal Tiongkok (China) mengamuk dan menyalahkan Pemerintah Negeri
Jiran serta melakukan aksi demonstrasi di depan Kedutaan Besar Malaysia di Beijing. Mereka
menuduh Pemerintah Malaysia dan maskapai Malaysia Airlines berupaya menunda,
menyembunyikan dan menutup-nutupi kebenaran yang sesungguhnya.
28 Maret 2014
Pemerintah Malaysia kembali menggelar konferensi pers di Ballroom Hotel Lido, Beijing. Sudah
sekitar satu jam ratusan kerabat dari 153 warga China yang menjadi penumpang MH 370 berada
di dalam ruang konferensi pers dan akhirnya meninggalkan jumpa pers tersebut dan membiarkan
para pejabat Malaysia berbicara di deretan kursi-kursi yang kosong. Mereka kecewa dan tidak
puas terhadap penjelasan yang disampaikan dari Pemerintah Malaysia.
1.2 Permasalahan

Permasalahan yang terjadi di dalam kasus ini adalah pihak keluarga dan kerabat
korban MH370 merasa informasi yang diberikan oleh pihak Malaysia Airlines tidak memuaskan
sehingga menganggap pihak Malaysia Airlines menutup-nutupi kebenaran meskipun mereka
sudah berkali-kali mengadakan konferensi pers bersama dengan Pemerintah Malaysia. Hal ini
disebabkan karena banyak petunjuk yang salah dan tidak ada bukti yang kuat dari pihak
Malaysia Airlines. Selain itu, Pemerintah Malaysia juga terlalu cepat melakukan bantahan
terhadap pernyataan dari senior penerbangan udara tanpa membuktikkan kebenaran mengenai
pesawat MH370 yang bergeser jalur. Setelah membantah, beberapa hari kemudian Pemerintah
Malaysia melakukan konferensi pers dan justru membenarkan kejadian MH370 yang bergeser
jalur.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kritik dan Pelengkap Teori Excellence


Menurut Leichty & Springton (dalam Health, 2000) menjelaskan bahwa kebanyakan
dari model public relation lebih memilih menggunakan konsep satu arah ataupun dua arah.
Konsep satu arah atau dua arah ini tidak dapat membantu memecahkan masalah kompleks
bagaimana interaksi organisasi dengan publik memiliki pengaruh hubungan pada publik. Leichty
dan Springton (dalam Health, 2000) berpendapat tentang teori normatif yang menjelaskan one
best atau pendekatan yang ideal untuk humas ini mengancam untuk membatasi pemahaman kita
tentang lingkungan public relation.
Cancel, Cameron, Sallot, dan Mitrook (dalam Health, 2000) setuju dengan kritik
tentang satu model terbaik one best dan mengajukan tentang contingency theory of
accommodation in public relations. Teori ini merupakan alternative dari teori normatif dan lebih
baik untuk memahami dinamika akomodasi serta manfaat akomodasi di praktik public relation
(Cancel, Mitrook, & Cameron, 1997).
Teori contingency membahas tentang kontinum dari akomodasi sebagai model yang
lebih akurat untuk bagaimana praktik public relation itu. Kontinum yang ditawarkan dalam teori
contingency menggambarkan sikap sebuah organisasi yang diberikan publik, bukan hasil
interaksi dengan publik. Hasil (menang-menang atau menang-kalah atau kalah-kalah) adalah
diluar lingkup teori, dengan fokusnya pada keputusan-keputusan yang mengarah ke sikap
organisasi dalam hal akomodasi kurang lebih pada publik. (Cancel, Mitrook, & Cameron, 1999).
Teori contingency of accommodation in public relation merupakan modifikasi dan
pelengkap dari teori normative (teori excellence), karena berdasarkan kontinum tertentu,
kontingensi akomodasi itu merupakan sebuah gambaran yang lebih realistis dari strategi dan
model public relation. Sehingga praktik public relation itu bergerak berdasarkan kontimun
antara advokasi total (murni) yang artinya situasi ketika seorang praktisi public relation berusaha
memenuhi kebutuhan organisasi atau public dengan cara mengurangi atau meniadakan
kebutuhan publiknya. sedangkan akomodasi total (murni) ialah situasi ketika praktisi publik
relation itu berupaya memenuhi kebutuhan organisasi dan publiknya melalui dialog, negoisasi,
dan kompromi (Kriyantono, 2014)
Teori kontingensi ini mencoba menjelaskan bagaimana win-win solution yang di
tawarkan model two-way symmetric itu bukanlah model yang ideal bagi organisasi, melainkan
dalam penggunaan model tersebut sering kali tidak memungkinkan public untuk menang. selain
itu ada perbedaan antara teori CA dengan teori excellance yang terletak pada pemaknaan apakah
model two-way- symmetric masih bisa digunakan atau tidak. Pada teori CA ini mempertegas dari
teori excellence dalam memberikan batasan pada hubungan organisasi dengan publiknya.
(Kriyantono, 2014)
Selain itu model new contingency mengatakan bahwa public relation dapat melakukan
peran mixed-motive dengan berada di tengah-tengah antara kepentingan organisasi atau
publiknya. Artinya akomodasi dapat tercapai apabila upaya persuasi yang dilakukan seorang
public relation itu seimbang antara organisasinya atau dengan publiknya. Menurut dozier, dkk
dalam Kriyantono, 2014 mengkritik bahwa teori new contingency ini hanya terjadi di saat satu
kontinum (yaitu kontinum yang berada di tengah-tengah). Padahal peran public relation itu tidak
hanya saat satu kontinum melainkan sepanjang kontinum.
2.2 Kontingensi : Akomodasi dan Advokasi
Menurut Kriyantono (2014) menjelaskan bahwa advokasi itu dapat diartikan sebagai
upaya memberikan dukungan dan pembelaan terhadap kebijakan-kebijakan organisasi . Public
relation dalam fungsi advokasi ini adalah seorang yang memberikan nasihat hukum untuk
membela kepentingan kliennya, tetapi public relation itu berfokus pada advokasi murni atau total
(pure advokasi) yang artinya dapat dikatakan public relation hanyalah sekedar proses manipulasi
public.
Teori ini juga menjelaskan bagaimana mengelola sebuah konflik dan menjaga hubungan
dengan public eksternalnya. Organisasi disini itu memposisikan dirinya bersikap advokasi atau
akomodasi saat berhadapan dengan situasi konflik. Dengan begitu akan menyeimbangkan antara
sikap advokasi dan akomodasi, proses komunikasi antara organisasi dan publiknya bertujuan
untuk membangun consensus atau menemukan titik temu. Dari uraian di atas merupakan
penjelasan tentang bagaimana seharusnya praktik public relation itu terjadi. (Kriyantono, 2014).
Menurut Kriyantono (2014) menjelaskan bahwa ada rentang antara pure advokasi dengan
pure akomodasi, kontinum yang ditawarkan oleh teori CA itu menggambarkan sikap organisasi
pada publiknya bukan outcome interaksi dengan public, seperti win-win atau win-lose. Selain itu
ada beberapa faktor yang dapat memepengaruhi bagaimana bersikap akomodasi atau advokasi
untuk mencapai tujuan public relation.
2.3 Variabel Teori Contingency of Accommodation
Variabel dalam teori kontingensi akomodasi ialah perubahan situasi yang di tentukan
oleh variable internal dan eksternal yang memengaruhi sikap atau pendirian terhadap public
tertentu pada suatu waktu tertentu. Variabel internal disini yaitu organisasi seperti karakteristik
organisasinya, situasi departemen public relation sedangkan variabel eksternal organisasi itu
seperti lingkungan industri, karakteristik, ancaman eksternal, public eksternal dll. Ada pun yang
disampaikan Cancel dkk (dalam Kriyantono, 2014) menjelaskan ada 86 variabel yang
kemungkinan dapat memengaruhi sifat akomodatif pada public.
Variabel eksternal di bagi menjadi beberapa bagian antara lain :
1. Ancaman-ancaman.
2. Lingkungan industri.
3. Level ketidakpastian, kondisi politik atau perubahan budaya eksternal.
4. Public external (individu, kelompok).
5. Isu yang dipertanyakan.
Sedangkan variabel internal terbagi menjadi (Frandsen & Johansen, ):
1. Karakteristik organisasi. (hierarki, organisasi terbuka atau tertutup, kestabilan ekonomi,
dan lain-lain)
2. Karakteristik departemen public relation. (representasi top management, jumlah praktisi
public relations, dan lain-lain)
3. Karakteristik koalisi dominan (top management).
4. Ancaman internal (kerugian atau keuntungan ekonomi, dan lain-lain)
5. Karakteristik individual (kemampuan dalam menghadapi permasalahan, pelatihan, dan
lain-lain)
6. Karakteristik hubungan antara organisasi dan pihak eksternal
Dari beberapa variabel-variabel yang telah di sebutkan menurut Cancel, dkk (dalam
Kriyantono, 2014) mengemukakan bahwa melengkapi teori CA ini dengan mengenalkan dua
variabel baru yang menentukan kemungkinan bersikap akomodatif atau advokasi di kalangan
praktisi public relation. Variabel baru ini merupakan penyederhanaan dari variabel iternal dan
eksternal yang memunculkan variabel baru yaitu variabel predisposing (variabel yang memiliki
pengaruh besar terhadap organisasi dalam membentuk sebuah hubungan dengan publiknya) dan
variabel situasional (situasi yang mendetail dan bisa berubah secara dinamis selama interaksi
yang terjadi anatara organisasi dengan publiknya)
2.5 Variabel Predisposing dan Variabel Situasional
Variabel predisposing mempunyai beberapa bagian yaitu :
1. Ukuran organisasi.
2. Budaya organisasi.
3. Terpaan bisnis.
4. Afiliasi atau akses dengan kelompok dominan.
Sedangkan variabel situasional yaitu :
1. Ancaman, seperti pemberitaan negatif yang dimuat media, intervensi pemerintah,
persoalan hukum.
2. Biaya dan keuntungan akomodasi.
3. Kesimbangan kepentingan antara berbagai publik.
4. Presepsi public terhadap isu.
5. Reputasi organisasi.
6. Karakteristik public external dan tuntutan-tuntutannya.
2.6 Aplikasi Teori CA Dalam Penelitian Dan Praktik Public Relation
Cameron dkk (dalam Kriyantono 2014) memaparkan seorang public relation itu bisa
menerapkan strategi secara bergantian, bersikap akomodatif atau advokatif, akan tetapi
tergantung dengan variabel eksternal maupun internal yang mana paling dominan. Dalam bidang
penelitian dapat dilakukan untuk menerapkan teori CA dalam konteks indonesia. Teori ini dapat
diterapkan dalam penelitian tentang situasi yang krisis, eskalasi konflik lebih besar daripada
situasi normal. Biasanya saat konflik akan menentukan sikap mana yang akan dipilih, advokasi
atau akomodasi.
BAB III
ANALISIS KASUS

3.1 Identifikasi Kasus

Dalam menghadapi kasus ini, kita bisa melihat bahwa pihak Malaysia Airlines tidak
sendiri. Mereka juga dibantu oleh Pemerintah Malaysia. Hal ini dikarenakan Malaysia Airlines
merupakan maskapai nasional milik negara Malaysia sehingga pemerintah ikut serta dalam
maskapai ini. Dengan demikian, Malaysia Airlines mempunyai akses khusus untuk bekerja sama
dengan Pemerintah Malaysia. Selain itu, kasus ini juga merupakan kasus yang mempunyai
dampak besar bagi negara-negara lain karena sebagian besar warga negara asing menjadi korban
dalam tragedi ini. Negara yang paling merasakan dampaknya adalah Tiongkok karena memang
sebagian besar warganya menjadi korban. Oleh karena itu, pihak Pemerintah Malaysia berupaya
mengadakan diplomasi ke beberapa negara, khususnya Tiongkok, agar hubungan antara
Malaysia dengan negara lain bisa terjaga meski dilanda krisis MH370. Dari sini, kita bisa melihat
bahwa maskapai Malaysia Airlines juga sangat bergantung kepada pemerintah sehingga kita
dapat memasukkan kasus ini ke variabel internal.
Dalam kasus ini, kita bisa melihat bahwa Malaysia Airlines mempunyai beberapa
variabel eksternal. Variabel eksternal tersebut adalah ancaman-ancaman dari pihak keluarga
korban. Mereka mengadakan aksi demo karena mereka tidak mendapatkan informasi yang jelas.
Tak hanya itu saja, mereka juga merasa bahwa bukti-bukti yang disampaikan oleh pihak
Malaysia Airlines maupun Pemerintah Malaysia tidaklah kuat. Mereka juga menilai bahwa pihak
yang berwenang lamban dalam merespon.
Untuk mencegah ancaman-ancaman tersebut, Pemerintah Malaysia sudah melakukan
proses komunikasinya, yaitu dengan mengadakan konferensi pers. Konferensi pers ini tidak
hanya ditujukan oleh untuk keluarga korban, tetapi juga bagi media sehingga masyarakat dunia
pun tahu informasi terkini mengenai penyelidikan MH370. Jika kita melihat proses komunikasi
yang dilakukan oleh pihak Malaysia Airlines, mereka meletakkan diri mereka pada kontinum
akomodasi yang merupakan situasi ketika praktisi public relations berusaha memenuhi
kebutuhan organisasi dan publiknya melalui dialog, negosiasi, dan kompromi. (Kriyantono,
2014, h. 119). Malaysia Airlines berusaha untuk menjaga agar citranya tetap positif di publik dan
juga berusaha untuk memenuhi kebutuhan keluarga korban, yakni mendapatkan informasi yang
jelas melalui konferensi pers. Selain itu, pihak Malaysia Airlines pun juga memberikan santunan
sebanyak US $5,000 kepada keluarga korban. Malaysia Airlines ingin membuktikan bahwa
mereka adalah maskapai yang bertanggung jawab dan memprioritaskan keluarga korban dalam
krisis ini. Ancaman ini tidak hanya masuk ke dalam variabel eksternal, tetapi juga masuk ke
dalam variabel situasional yang dapat mempengaruhi organisasi untuk mengubah sikap dan
pendiriannya kepada pihak eksternal ketika menghadapi perubahan situasi.
Setelah tanggal 25 Maret 2014 terjadi demonstrasi dari keluarga korban MH370,
Pemerintah Malaysia pun kembali mengadakan konferensi pers di Beijing pada tanggal 28 Maret
2014. Konferensi pers ini digelar agar keluarga korban bisa mengetahui informasi dengan jelas
terkait dimana MH370 berada. Akan tetapi, keluarga korban merasa konferensi pers ini tidak
membuahkan hasil apa-apa sehingga keluarga korban memilih untuk meninggalkan ruangan
konferensi pers dengan kecewa. Akan tetapi, pejabat Pemerintah Malaysia tidak melakukan
suatu tindakan apa-apa agar keluarga korban tidak meninggalkan ruangan. Justru Pemerintah
Malaysia tetap melanjutkan konferensi pers meski tidak ada satupun keluarga yang berada dalam
ruangan atau bisa dikatakan ruangan itu kosong. Dari sini kita bisa melihat adanya ketegangan
antara keluarga korban dengan Pemerintah Malaysia. Jika ditarik dari hari-hari sebelumnya,
pihak Pemerintah Malaysia sudah sering sekali mengadakan konferensi pers. Berkali-kali pula
Malaysia Airlines dengan Pemerintah Malaysia memberikan informasi kepada keluarga korban.
Akan tetapi pihak keluarga masih merasa tidak mendapatkan apa-apa dan tetap protes kepada
Pemerintah Malaysia. Dengan sikapnya kali ini yang membiarkan keluarga korban
meninggalkan konferensi pers membuktikan Pemerintah Malaysia mengarah ke advokasi, yaitu
upaya untuk mempertahankan sikap dan pendirian organisasi (Kriyantono, 2014, h. 121).
Pihak Malaysia merasakan sudah berbagai upaya mereka lakukan demi kepentingan keluarga
korban.
Pada tanggal 10 Maret 2014, ada seorang pejabat angkatan udara Malaysia yang
mengatakan bahwa pesawat Malaysia Airlines tersebut menyimpang dari jalur yang seharusnya
dilalui. Hal ini juga termasuk ke dalam variabel eksternal yang datangnya dari publik eksternal
berupa persepsi publik mengenai isu yang sedang terjadi. Akan tetapi, dalam menghadapi
variabel eksternal tersebut, pihak Malaysia Airlines dengan cepatnya membantah hal tersebut
tanpa mencari tahu tentang kebenarannya. Sikap yang dilakukan oleh pihak Malaysia Airlines ini
adalah cenderung mengarah ke advokasi.
Namun ketika diadakan konferensi pers pada tanggal 15 Maret 2014, justru Malaysia
Airlines mengatakan bahwa pesawat MH370 menyimpang jalurnya dengan menunjukkan bukti-
bukti yang ada. Hal ini menunjukkan adanya variabel internal, yaitu kompetensi komunikasi.
Dari sini bisa kita lihat bahwa pihak Malaysia Airlines tidak menyampaikan suatu pemberitaan
dengan pasti karena sebelumnya mereka tidak mencari kebenarannya terlebih dahulu sehingga
Malaysia Airlines tidak kompeten dalam memberitakan sesuatu. Hal ini yang kemudian bisa
berdampak pada keluarga korban yang merasa bahwa Malaysia Airlines telah membohongi
publik.
Dengan hilangnya pesawat MH370 ini, perekonomian dalam Malaysia Airlines ini
tidak stabil bahkan saham yang dimiliki Malaysia Airlines jatuh. Tidak hanya disebabkan dari
MH370, tetapi juga disebabkan dari adanya kerugian biaya avtur dan gaji karyawan yang
membengkak. Hal ini termasuk dalam variabel internal, yaitu ancaman internal kerugian yang
merupakan akibat dari implementasi berbagai kebijakan.
Pada tanggal 24 Maret 2014, pihak Malaysia Airlines sempat memberikan SMS
kepada keluarga korban. SMS itu hanya menginformasikan kepada pihak keluarga korban bahwa
beberapa saat lagi Perdana Menteri Malaysia akan mengumumkan suatu hal. SMS itu juga
menghimbau agar pihak korban tidak menerima segala bukti yang berkaitan dengan tempat
pesawat MH370 jatuh. Mereka juga menyayangkan tentang anggapan-anggapan yang selama ini
ada mengenai hilangnya MH370. Dari dalam pesan singkat ini, kita bisa melihat bahwa pihak
Malaysia Airlines berusaha memposisikan dirinya sama seperti keluarga korban, yaitu sebagai
seseorang yang tidak terlalu jelas dengan informasi yang ada. Namun, tidak terlihat bahwa
mereka menunjukkan rasa simpatinya kepada keluarga atas hilangnya penumpang Malaysia
Airlines. Hal seperti ini termasuk ke dalam variabel internal, yaitu kompetensi komunikasi.
Komunikasi yang mereka lakukan kurang tepat dengan situasi yang dialami oleh pihak keluarga
korban jika dilihat dari konten pesannya.
Dari analisis kasus tersebut, Malaysia Airlines telah berusaha memosisikan dirinya
berada dalam akomodasi atau advokasi tergantung dari beberapa variabel yang dihadapinya.
Akan tetapi, masih ada beberapa kesalahan penempatan kontinum dalam menghadapi situasi
yang ada.
3.2 Solusi
Solusi dalam permasalahan ini adalah sebelum melakukan suatu bantahan, pihak
Malaysia Airlines seharusnya mencari tahu kebenaran dan bukti-buktinya terlebih dahulu. Hal ini
dilakukan agar memberikan kepastian kepada publik dalam menyampaikan suatu informasi.
Lalu, pihak Malaysia Airlines juga seharusnya memberikan pendekatan rasa simpati terlebih
dahulu kepada keluarga korban MH370. Dengan memberikan rasa simpati, keluarga korban bisa
merasakan bahwa Malaysia Airlines peduli terhadap apa yang dirasakan keluarga. Setelah itu,
barulah Malaysia Airlines bisa memberikan beberapa informasi yang ada. Akan tetapi, informasi
itu pun harus jelas. Jika memang tidak mendapatkan bukti yang kuat, sebaiknya tidak perlu
diberitahukan kepada publik karena akan menyebabkan situasi publik yang tidak jelas.
Daftar Pustaka

Cancel, A. E., Cameron, G.T., Sallot, L.M., & Mitrook, M.A. (1997). It depends : A contingency
theory of accommodation in public relations. Public Relations Research, 9 (1), 31-63.

Cancel, A. E., Cameron, G.T., Sallot, L.M., & Mitrook, M.A. (1999). It depends : Testing the
contingency theory of accommodation in public relations. Public Relations Review, 25
(2), 171-197.

Frandsen, F., & Johansen, W. (2016). Organizational Crisis Communication: A Multivocal


Approach. Croydon: SAGE.

Health, R.L. (2000). Handbook of Public Relations. California : SAGE.

Kriyantono, R. (2014). Teori Public Relations Perpektif Barat & Lokal : Aplikasi Penelitian dan
Praktik. Jakarta : Kencana Prenamedia.

Daftar Pustaka Berita

Asfar, A. M. (2014, Maret 14). Pesawat Malaysia Airlines hilang: Ini keganjilan sikap
pemerintah Malaysia dalam pencarian MH370. Solopos. Diakses dari
http://www.solopos.com/2014/03/14/pesawat-malaysia-airlines-hilang-inilah-
keganjilan-sikap-pemerintah-malaysia-dalam-pencarian-mh370-496061

Felicia, N. (2014, Maret 24). Malaysia Airlines kirim pesan singkat ke keluarga penumpang
MH370. Berita Satu. Diakses dari http://www.beritasatu.com/dunia/173543-malaysia-
airlines-kirim-pesan-singkat-ke-keluarga-penumpang-mh370.html

Firmansyah, F. (2014, Maret 10). Pesawat celaka, saham Malaysia Airlines ambruk. Tempo.
Diakses dari http://m.tempo.co/read/news/2014/03/10/118560927/Pesawat-Celaka-
Saham-Malaysia-Airlines-Ambruk-

Hardoko, E. (2014, Maret 28). Frustrasi, keluarga penumpang tinggalkan jumpa pers Malaysia
Airlines. Kompas. Diakses dari
http://internasional.kompas.com/read/2014/03/28/1803205/Frustrasi.Keluarga.Penump
ang.Tinggalkan.Jumpa.Pers.Malaysia.Airlines

Kawilarang, R.R.A. & Dewi, S. (2014, Maret 25). Keluarga penumpang MH370 marah kepada
pemerintah Malaysia. Viva. Diakses dari
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/491374-keluarga-penumpang-mh370-marah-
kepada-pemerintah-malaysia

Kristanti, E. Y. (2014, Maret 25). Kirim kabar tragis MH370 lewat SMS, ini alasan Malaysia
Airlines. Liputan6. Diakses dari http://global.liputan6.com/read/2027655/kirim-kabar-tragis-
mh370-lewat-sms-ini-alasan-malaysia-airlines

Sidik, M. J. (2014, Maret 15). Kronologi hilang dan aksi pencarian MH370. Antara News.
Diakses dari http://www.antaranews.com/berita/424210/kronologi-hilang-dan-aksi-
pencarian-mh370

Sofia, M. (2014, Maret 8). Pesawat hilang saat terbang,ini pernyataan resmi Malaysia Airlines.
Viva. Diakses dari http://dunia.news.viva.co.id/news/read/487002-pesawat-hilang-
saat-terbang--ini-pernyataan-resmi-malaysia-airlines

Utama, P. (2014, Maret 24). Pernyataan lengkap PM Malaysia soal MH370. Tempo. Diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2014/03/24/118565006/pernyataan-lengkap-pm-
malaysia-soal-mh370

Wallace, G., Tarson, M., & Riley, C. (2014, Maret 25). Malaysia Airlines' $5,000 payment is just
the beginning. CNN. Diakses dari http://money.cnn.com/2014/03/25/news/malaysia-
airlines-compensation/

Widyatmoko, T. (2014, Maret 24). Kronologi lengkap 18 hari musibah Malaysia Airlines
MH370. Merdeka. Diakses dari https://www.merdeka.com/peristiwa/kronologi-
lengkap-18-hari-musibah-malaysia-airlines-mh370.html

Anda mungkin juga menyukai